2 minute read
Pencegahan Dan Penanganan Kasus Pelecehan Seksual Di Universitas Sriwijaya
Melalui Satgas PPKS
Satgas PPKS merupakan badan yang independen karena dalam menjalankan tugas dan kewajibannya tanpa ada campur tangan serta pengaruh dari bidang atau badan tertentu di perguruan tinggi. Sistem tata laksana dari Satgas PPKS itu sendiri memiliki akses langsung ke rektor, jadi meskipun berdiri secara independen akan tetap berkoordinasi dengan pejabat perguruan tinggi.
Advertisement
Ruang lingkup dari Satgas PPKS
Unsri itu sendiri mencakup pelecehan seksual yang terjadi di dalam kampus atau yang terjadi pada civitas akademika dengan Tri Dharma perguruan tinggi. Jadi, selama civitas akademika menjalankan Tri Dharma baik di luar maupun di dalam Unsri, itu termasuk ranah yang dilindungi.
Pada wawancara yang dilakukan melalui media virtual Zoom, Widya menjelaskan bahwa meskipun Satgas PPKS bekerja secara independen tidak dapat dipungkiri bahwa kasus pelecehan seksual yang terjadi tidak dapat ditangani secara maksimal jika tidak ada partisipasi dari mahasiswa, dosen serta berbagai ahli.
Oleh karena itu, tim satgas berencana untuk mengembangkan jejaring kerjasama dengan BEM Universitas, ormawa, serta berbagai ahli seperti psikolog, LBH (Lembaga Bantuan Hukum), dan Dinas PPPA Sumatera Selatan.
“ Jika tim satgas ini sendiri yang bergerak, penanganannya tidak akan maksimal karena masih kurangnya sumber daya yang lebih ahli, sehingga kedepannya akan mengembangkan jejaring kerjasama dengan psikolog, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) serta Dinas PPPA,” ungkapnya.
Pada hakikatnya, SATGAS
PPKS tidak hanya fokus pada penanganan tetapi lebih fokus terhadap pencegahan terhadap kasus pelecehan seksual. Sejauh ini, Satgas PPKS Unsri telah melakukan sosialisasi terhadap civitas akademika dengan tujuan untuk dapat mengetahui bentuk-bentuk kekerasan seksual agar mewujudkan tindakan preventif terhadap kasus pelecehan seksual yang terjadi.
Selain sosialisasi, studi banding juga dilakukan dengan universitas lain yaitu Universitas Neg- eri Jakarta dan Universitas Indonesia. Studi banding tersebut dilakukan untuk meningkatkan kapasitas dari tim dari Universitas Sriwijaya sebelum memberikan pelayanan kepada civitas akademika di Universitas Sriwijaya.
Berdasarkan studi banding yang telah dilakukan oleh Tim Satgas PPKS Unsri didapati adanya perbandingan di antara universitas-universitas dalam pencegahan dan penanganan kekerasan seksual.
Dari Universitas Negeri Jakarta, sosialisasi tidak hanya dilakukan secara langsung, akan tetapi dapat menggunakan media sosial atau dengan publikasi dalam penelitian, pengabdian masyarakat, dan berbagai hal lainnya Sehingga informasi mengenai Satgas
PPKS dapat dengan mudah diakses.
Sedangkan dari Universitas Indonesia, cakupan atas kekerasan seksual itu lebih luas karena ada beberapa kasus mengenai LGBTQ dan transgender. Sehingga, untuk melihat jenis penanganannya maka disesuaikan dengan jenis pelanggarannya. “Kita nggak melihat jenis pelanggannya apa, dia itu siapa, untuk memberikan penanganan yang sesuai dengan kebutuhannya dia, itu kita nggak pandang bulu kalau menurut UI gitu ya, siapapun korbannya, siapapun pelakunya, kalau dia memang berhak untuk dilindungi atau berhak untuk diberikan sanksi, itu diberikan aja, mereka maju terus gitu,” jelas Widya.
Alur pelaporan dari Satgas PPKS
Unsru itu sendiri dapat dilakukan melalui beberapa tahapan yaitu antara lain:
1. Pelaporan korban atau saksi melalui media sosial WhatsApp dan Instagram ataupun pelaporan langsung kepada Tim Sastgas PPKS
2. Pengisian formulir pelaporan
Sesi diskusi dengan pelapor (korban atau saksi) dapat secara daring maupun luring
3. Pemeriksaan dan pengumpulan informasi terduga pelaku dengan pemanggilan pelaku yang berkoordinasi dengan pihak fakultas
4. Pengajuan rekomendasi kepada pimpinan perguruan tinggi Sanksi
Pada dasarnya menurut ketua Satgas PPKS, tugas dan kewajiban Satgas PPKS berakhir di pengajuan rekomendasi kepada pimpinan perguruan tinggi. Jadi pertimbangan sanksi akan diberikan oleh pimpinan tertinggi perguruan tinggi, dalam hal ini adalah rektor dengan berdasar pada Permendikbud (Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan).
Akan tetapi, sanksi yang diberikan dapat lebih tinggi daripada sanksi yang direkomendasikan berdasarkan pertimbangan atas pelanggaran yang dilakukan. Sehingga dengan adanya aturan pemberian sanksi tersebut diharapkan dapat memberikan efek jera kepada pelaku dan melindungi korban.
Widya juga mengungkapkan bahwa dalam menjalankan tugasnya mereka juga turut menghadapi kendala dimana kurangnya dukungan dari pihak pimpinan perguruan tinggi karena adanya stigma bahwa tim satgas tersebut hanya melindungi mahasiswa, padahal jika ditilik lebih dalam Satgas PPKS melindungi mahasiswa, dosen, staf, dan pihak-pihak lainnya.
Sehingga diperlukan adanya dukungan dari semua pihak yang ada di Universitas Sriwijaya. Selain itu, belum adanya jejaring kerjasama di dalam Universitas menjadikan Satgas PPKS tidak membuka kesempatan untuk kolaborasi dan dianggap tidak kooperatif.
Oleh karena itu, Widya berharap dukungan dan kerjasama dari seluruh warga Universitas Sriwijaya agar dapat bebas dari yang namanya kekerasan seksual, intoleransi, dan juga perilaku-perilaku lainnya yang mungkin bisa mengganggu proses perjalanan Tri Dharma perguruan tinggi.
Reporter dan Penulis : Galista
Meirina Sari, Gloria Junita, Septio Eka Pradana