Tribune Express LK2 - Katalog Dokumentasi Ilmiah: Urgensi Pelaksanaan TWK Pegawai KPK

Page 1


Artikel Berita 1 Kejanggalan Tes Wawasan Kebangsaan Pegawai KPK yang Jadi Sorotan..

Ilustrasi: ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso Penulis: Tatang Guritno JAKARTA, KOMPAS.com - Tes wawasan kebangsaan (TWK) terhadap pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih menjadi polemik. Tes tersebut merupakan asesmen dalam proses alih status pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara (ASN). Berdasarkan Surat Keputusan (SK) Nomor 652 Tahun 2021 yang ditandatangani Ketua KPK Firli Bahuri 7 Mei 2021, pegawai yang tak lolos TWK diminta menyerahkan tugas dan tanggung jawabnya pada pimpinannya masing-masing. Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri memastikan pembebastugasan 75 pegawai yang tidak memenuhi syarat (TMS) dalam asesmen TWK tidak mengganggu kinerja KPK. Kendati demikian, pembebastugasan itu dinilai tidak sejalan dengan makna alih status pegawai. Selain itu, proses hingga materi pertanyaan dalam TWK juga menjadi sorotan karena sejumlah kejanggalan. Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Sigit Riyanto, meminta SK pimpinan KPK dibatalkan. Sigit menilai, substansi dalam SK itu telah masuk pada ranah pemberhentian pegawai yang tidak lolos TWK. "Ini tentu bertolak belakang dengan pemaknaan alih status, melainkan sudah masuk pada ranah pemberhentian oleh pimpinan KPK," kata Sigit, dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Minggu (16/5/2021). "Sebab, 75 pegawai KPK yang disebutkan TMS (tidak memenuhi syarat) tidak dapat lagi bekerja seperti sedia kala," ucap dia. Sigit menuturkan, secara garis besar terdapat dua isu penting dalam TWK pegawai KPK, yakni pertentangan hukum dan permasalahan etika. Ia menjelaskan, TWK tidak diatur


dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK) maupun Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2020 sebagai syarat alih status kepegawaian KPK. Bahkan, Mahkamah Konstitusi telah menegaskan dalam putusan uji materi UU KPK, bahwa proses alih status kepegawaian tidak boleh merugikan hak-hak pegawai KPK. Namun, menurut Sigit, putusan itu diabaikan oleh Pimpinan KPK dengan tetap memasukkan konsep TWK dalam Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi Nomor 1 Tahun 2021. "Tidak hanya itu, substansi TWK juga memunculkan kecurigaan kami, khususnya dalam konteks pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepada pegawai KPK saat menjalani wawancara," kata Sigit. "Secara umum menurut pandangan kami apa yang ditanyakan mengandung nuansa irasional dan tidak relevan dengan isu pemberantasan korupsi," ucap dia. Oleh sebab itu, Sigit berpendapat TWK tidak dapat dijadikan syarat untuk mengangkat pegawai KPK menjadi ASN. Menurut dia, seharusnya proses alih status berjalan tanpa seleksi tertentu. Apalagi, kata Sigit, sejumlah pegawai KPK yang diberhentikan telah memiliki rekam jejak panjang dalam upaya penindakan maupun pencegahan korupsi. Misalnya, dalam hal masa kerja, sejumlah pegawai yang diberhentikan bahkan tercatat sudah bergabung pada 2003 atau sejak lembaga antirasuah itu berdiri. "Sederhananya, jika wawasan kebangsaan mereka diragukan mestinya dengan sendirinya akan tercermin di dalam kinerjanya selama ini, misalnya melakukan pelanggaran etik atau tidak taat terhadap perintah UU," kata Sigit. "Jadi, secara kasat mata terlihat bahwa ketidaklulusan mereka tidak sesuai dengan kinerja yang sudah diberikan selama ini," ujar dia. Pada konteks lain, Sigit mengatakan, terdapat permasalahan yang tidak kalah serius dalam proses alih status kepegawaian KPK. Sebab, dari 75 pegawai yang diberhentikan, terdapat penyelidik dan penyidik. Ia berpandangan, hal itu akan berimplikasi pada perkara yang sedang ditangani, mulai dari korupsi suap bansos di Kementerian Sosial, suap ekspor benih lobster, pengadaan KTP elektronik, dan suap mantan sekretaris Mahkamah Agung. "Kami menilai bukan tidak mungkin pengusutan perkara-perkara tersebut akan melambat, dan hal ini tentu merugikan rakyat selaku korban praktik korupsi dan pemegang kedaulatan tertinggi di republik ini," kata Sigit. "Semestinya setiap pihak sadar bahwa citra pemberantasan korupsi Indonesia kian menurun," ucap dia. Sejumlah kejanggalan Pegawai KPK Benydictus Siumlala menuturkan sejumlah kejanggalan dalam pelaksanaan TWK. Ia mengaku baru diberitahu soal TWK sepekan sebelum tes dilaksanakan. “Kurang lebih hanya satu minggu (informasi akan diselenggarakan TWK)


sebelum tes dilaksanakan,” kata Benydictus dalam acara bertajuk Tinjauan Kritis Tes Wawasan Kebangsaan Pegawai KPK: Kemana Arah Bangsa Kita?, Minggu (16/5/2021). “Memang sebelumnya ada desas-desus beredar di kantor bahwa akan ada tes, akan ada asesmen,” ucap dia. Benydictus dan pegawai KPK lain mendapatkan surat elektronik (surel) dari Badan Kepegawaian Negara (BKN) untuk mencetak kartu tes yang telah diberi nomor dan ruangan ujian. “Tapi kemudian e-mail itu pun ditarik kembali karena ternyata belum koordinasi dengan bagian SDM (sumber daya manusia) KPK,” ucap dia. SDM KPK, kata dia, mengirim surel susulan yang memberi tahu pegawai untuk tidak mengisi data yang diminta oleh BKN. Setelah ada komunikasi antara SDM KPK dengan BKN, barulah pegawai diminta mengisi surel tersebut. Adapun dalam kartu yang dicetak pegawai tertera bahwa tes merupakan TWK. Padahal, kata Benydictus, tes yang diikuti sejumlah pegawai KPK merupakan tes indeks moderasi bernegara. “Jadi sampai kami nge-print kartu tes pun, kita belum tau bahwa tes yang akan kita jalani adalah tes indeks moderasi bernegara sebenarnya yang biasanya dipakai oleh TNI Angkatan Darat,” ucap Benydictus. “Kami tahunya tes kami itu tes wawasan kebangsaan,” kata dia. Benydictus mengatakan, sejumlah pegawai KPK yang akan mengikuti TWK kemudian mencari contoh soal melalui internet. Namun, Benydictus menuturkan, materi soal dalam tes sama sekali berbeda dengan contoh soal TWK yang telah dipelajari pegawai KPK. “Di situ baru kita tahu bahwa tesnya indeks moderasi bernegara, sementara kalau kira googling, enggak ada contoh soal tes indeks moderasi bernegara,” ucapnya. Benydictus mengakui pertanyaan yang telah beredar di media massa itulah yang ia dapatkan saat TWK. “Di situlah muncul kemudian pernyataan-pernyataan yang banyak beredar di media seperti ada pernyataan kita disuruh milih setuju atau tidak setuju semua China sama saja, semua orang Jepang itu kejam," tutur dia. "Homoseksual harus diberikan hukuman badan, membunuh demi kedaulatan negara itu diperbolehkan dan pernyataan yang lain-lain, kami diminta untuk setuju atau tidak setuju,” kata Benydictus. Ia menambahkan, ada beberapa sub tes dalam TWK yang terdiri dari pernyataan dan sejumlah pertanyaan esai, misalnya terkait kasus Rizieq Shibab. “Di situ muncul pertanyaan-pertanyaan seperti apa pendapat anda mengenai kasus Habib Rizieq Shibab? Apakah beliau layak dihukum karena melanggar protokol kesehatan,” ucap Benydictus. Kemudian, ia menyebut ada pertanyaan-pertanyaan janggal yang dinilai tidak terkait dengan wawasan kebangsaan. Hal itu,


menurut Benydictus, aneh dan sensitif, terutama bagi pegawai KPK yang perempuan. “Muncul pertanyaan-pertanyaan seperti kenapa belum menikah, apakah masih punya hasrat atau tidak? kok umur segini belum menikah,” ujar Benydictus. “Muncul pertanyaan kalau diminta oleh negara bersedia enggak melepas jilbab, lalu apa pendapat kamu mengenai free-sex, dan lainlain, yang bagi sebagian dari kami itu tidak menggambarkan wawasan kebangsaan,” kata dia. Sumber: https://nasional.kompas.com/read/2021/05/17/06273661/kejanggalan-tes-wawasan-kebangsaan-pegawaikpk-yang-jadi-sorotan?page=all#page2.


Artikel Berita 2 Pegawai KPK Tak Lolos Nilai Asesmen TWK Cacat Sedari Awal

Ilustrasi: CNN Indonesia/Andry Novellno Penulis: CNN Indonesia Jakarta, CNN Indonesia -- "Pancasila dengan kitab suci Alquran pilih mana?" demikian pertanyaan asesor kepada salah satu pegawai KPK yang mengikuti asesmen tes wawasan kebangsaan (TWK) untuk alih status menjadi aparatur sipil negara (ASN). Asesmen tersebut digelar awal sampai akhir Maret 2021. KPK menggandeng BKN dalam melaksanakan proses alih status pegawai menjadi abdi negara. Asesmen dilakukan bertahap di Gedung BKN, Jakarta Timur. Sebanyak 1.349 pegawai KPK yang mengikuti asesmen. Dari jumlah tersebut, 1.274 orang dinyatakan memenuhi syarat dan BKN melibatkan Badan Intelijen Negara (BIN), Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Badan Intelejen Strategis (BAIS), Pusat Intelijen AD, hingga Dinas Psikologi AD (PsiAD) dalam menyusun soal hingga penilaian. Sejumlah pegawai KPK tak tahu jika lembaga itu terlibat dalam asesmen. Mereka juga tak menerima informasi utuh terkait TWK ini saat sosialisasi tes dilakukan Ketua KPK Firli Bahuri. Kepala Satgas Pembelajaran Antikorupsi KPK, Hotman Tambunan mengatakan sejumlah pertanyaan pegawai, mulai dari tujuan TWK sampai konsekuensi dari tes tersebut tak dijawab terbuka. "Waktu itu pimpinan yang memberikan sosialiasi, Bapak Firli Bahuri, sama sekali tidak memberikan jawaban atas pertanyaan tersebut secara gamblang," kata Hotman kepada CNNIndonesia.com beberapa waktu lalu.


Hotman mengatakan para pegawai juga mengajukan pertanyaan serupa melalui e-mail kepada Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron. Lagi-lagi, pegawai tak mendapat penjelasan yang memadai. Menurut Hotman, informasi terkait pelaksanaan tes dan segala konsekuensinya seharusnya disampaikan terbuka saat sosialisasi. Ia menilai pelaksanaan tes tersebut tak adil dan cacat karena pimpinan KPK tertutup sejak awal. "Setidaknya ada dua hal ya kenapa dia cacat. Pertama, dia cacat aspek legalitasnya, aspek hukumnya. Apakah TWK ini sesuai dengan yang diatur dengan peraturan di atasnya, UU 19/2019 dan PP 41/2020 karena di PP dan undangundang tersebut tidak mensyaratkan adanya TWK. Lagi pula ini alih status, bukan lah seleksi," ujarnya. "Harusnya tidak ada lagi hal-hal yang bersifat penghambat untuk pegawai menjadi ASN karena sifatnya adalah alih status," kata Hotman yang bergabung dengan KPK sejak 2005. Hotman merupakan salah satu pegawai yang dinyatakan tak lulus dalam TWK. Asesmen TWK tak ada dalam Undang-undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK, begitu pula di Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2020 tentang Pengalihan Pegawai KPK Menjadi Pegawai ASN. TWK baru diatur dalam dalam Peraturan KPK Nomor 1 Tahun 2021. Dalam bab 3 tentang Mekanisme Pengalihan dan Penyesuaian, pasal 5 ayat 4 menyebutkan: "Selain menandatangani surat pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), untuk memenuhi syarat ayat (2) huruf b dilaksanakan asesmen tes wawasan kebangsaan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi bekerja sama dengan Badan Kepegawaian Negara". Penyidik KPK Novel Baswedan menyatakan seharusnya tak ada asesmen TWK dalam alih status menjadi ASN ini lantaran dua payung hukum yang lebih tinggi dari Perkom 1/2021 tak mengatur sama sekali. Sementara itu sebelumnya Ketua BKN Bima Haria Wibisana mengatakan menyebut Indeks Moderasi Beragama (IMB) yang digunakan dalam pelaksanaan asesmen terhadap pegawai KPK ini tak main-main. Bima menjelaskan serangkaian asesmen yang digunakan terhadap para pegawai lembaga antirasuah tersebut sama dengan tes yang digunakan dalam merekrut prajurit TNI AD. Menurutnya, tes Indeks Moderasi Beragama (IMB 68) yang dipakai dalam asesmen, hingga kini dinilai sebagai tes wawasan terbaik saat ini. "Yang memutuskan tim, karena test IMB 68 TNI-AD ini battery test wawasan kebangsaan terbaik yang ada saat ini," kata Bima. "Semuanya tim asesor yang kompeten dan legitimate dari institusi negara," imbuhnya. Ketua KPK Filri Bahuri menegaskan TWK ini bukan upaya untuk menyingkirkan pihak-pihak tertentu di KPK. Tes yang dilakukan dengan instrumen yang sama, waktu pekerjaan sama, pertanyaan sama dan modul sama," kata Firli.


Sumber: https://www.cnnindonesia.com/nasional/20210531133026-12-648747/pegawai-kpk-tak-lolosnilai-asesmen-twk-cacat-sedari-awal


Artikel Berita 3 Pernyataan Jokowi Mengakhiri Polemik Pemecatan Pegawai KPK

Ilustrasi: Biro Setpes/Laily Rachev Penulis: Andrian Pratama Taher tirto.id - Presiden Joko Widodo akhirnya angkat bicara soal polemik tes wawasan kebangsaan Komisi Pemberantasan Korupsi (TWK KPK). Ia menilai tes tersebut tidak boleh dijadikan alasan memberhentikan 75 pegawai yang tidak lulus. "Hasil tes wawasan kebangsaan terhadap pegawai KPK hendaknya menjadi masukan untuk langkah-langkah perbaikan KPK, baik terhadap individu-individu maupun institusi KPK dan tidak serta merta dijadikan dasar untuk memberhentikan 75 pegawai," kata Jokowi, Senin (17/5/2021) kemarin. Pernyataan Jokowi sebenarnya sekadar pengulangan dari putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang UU KPK yang menyatakan dalam peralihan status tidak boleh satu pun pihak-pihak yang dirugikan, termasuk para pegawai. Jokowi meminta agar 75 pegawai yang tidak lulus sekadar diberikan pendidikan kedinasan tentang wawasan kebangsaan. Ia memerintahkan agar Badan Kepegawaian Negara (BKN), Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemen PAN-RB), dan pimpinan KPK untuk menindaklanjuti rekomendasi tersebut. Selain itu ia pun meminta hasil TWK dijadikan alat untuk memperbaiki institusi KPK. Sikap Jokowi direspons positif oleh Wadah Pegawai (WP) KPK. WP KPK menilai pernyataan Jokowi membuat pegawai KPK kembali bersemangat memberantas korupsi, dan pernyataan ini menurut mereka telah membuktikan komitmen Presiden untuk pemberantasan korupsi.


"Kami, seluruh pegawai KPK, mengucapkan terima kasih atas dukungan dari Presiden yang telah menjaga komitmen dalam pemberantasan korupsi dan juga menjaga KPK dari upayaupaya pelemahanan," kata Ketua WP KPK Yudi Purnomo, Senin. Kegagalan para pegawai memang dikait-kaitkan dengan pelemahan komisi antirasuah. Ia dianggap hilir dari upaya yang telah dimulai bertahun-tahun lalu, tepatnya sejak UU KPK direvisi. Respons positif juga disampaikan anggota Dewan Pengawas KPK Syamsuddin Haris. "Pada dasarnya saya sangat setuju dengan pandangan Presiden Jokowi," katanya, Senin. "Sama seperti yang telah saya sampaikan sebelumnya, hasil TWK yang bermasalah tidak bisa dijadikan dasar pemberhentian pegawai KPK." Terkait tindak lanjut yang juga dikatakan Jokowi, dia mengatakan bentuknya bisa "pendidikan dan internalisasi nilai-nilai kebangsaan." Sementara itu, menurut Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi, pernyataan Jokowi semestinya menjadi alarm bagi Ketua KPK Firli Bahuri. "Pesan ini semakin menegaskan bahwa TWK ini hanya dijadikan alat oleh Firli Bahuri untuk menyingkirkan penggawa-penggawa KPK," kata salah satu anggota koalisi dari Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana, Senin. Pernyataan Jokowi juga membuat koalisi semakin yakin bahwa ada penyelewengan yang dilakukan oleh Firli. Koalisi melihat orang-orang ini tidak lulus karena memang dibuat demikian secara sistematis. Ada masalah personal antara para pegawai dengan Firli. Para pegawai, misalnya, pernah terlibat dalam pelaporan dugaan pelanggaran etik Firli saat masih menjabat Deputi Penindakan, pernah menolak pencalonan Firli sebagai pimpinan KPK, hingga terlibat dalam advokasi agar panitia seleksi pimpinan KPK mencoret kandidat yang tidak taat lapor LHKPN. Koalisi pun mendesak para pimpinan KPK untuk patuh pada perintah Jokowi. Sebelumnya Surat Keputusan Pimpinan Nomor 625 Tahun 2021 terbit pada 11 Meri 2021 yang ditandatangani Firli memerintahkan para pegawai yang tak lolos menyerahkan tugas dan tanggung jawab ke atasan. "Seluruh pimpinan KPK mematuhi perintah Presiden Joko Widodo dengan menganulir keputusan memberhentikan 75 pegawai KPK; dan kedua, Dewan Pengawas KPK segera mengambil langkah konkret dengan memanggil, memeriksa, dan menjatuhkan pelanggaran etik berat kepada Firli Bahuri," kata Kurnia. Pernyataan BKN, Kemen PAN-RB, dan KPK Menteri PAN-RB


Tjahjo Kumolo mengatakan "belum bisa jawab sekarang" terkait permintaan Jokowi. "Saya, kan, harus koordinasi dengan Ketua KPK dan Kepala BKN," kata Tjahjo, singkat. Sementara Kepala BKN Bima Haria Wibisana mengaku optimistis permintaan Presiden akan dapat dikondisikan secara cepat. "Mestinya sih bisa cepat," kata Bima kepada reporter Tirto, Senin. Meski begitu dia belum bisa memastikan apakah permintaan akan dipenuhi semua atau tidak. "Kita akan kaji dari sisi hukumnya." Lalu bagaimana dengan pimpinan KPK sendiri? Wakil Ketua KPK Nurul Gufron menyambut positif pernyataan Presiden, bahwa "akan menjadikan hasil TWK sebagai masukan untuk langkah perbaikan lembaga dan individu KPK." Gufron pun sepakat dengan pandangan Jokowi bahwa pegawai KPK tidak boleh dirugikan akibat alih status menjadi ASN. "Dengan arahan Presiden ini, kami berharap proses alih status pegawai KPK menjadi pegawai ASN dapat segera selesai dengan tetap taat asas dan prosedur sehingga kita bisa kembali fokus pada kerjakerja pemberantasan korupsi," tutur Gufron.

Sumber: https://tirto.id/pernyataan-jokowi-mengakhiri-polemik-pemecatan-pegawai-kpk-gf3P


Artikel Berita 4 75 Penyidik Resmi Tak Lolos ASN, KPK: Kami Tak Pernah Memecat

Ilustrasi: ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan Penulis: Alfian Putra Abdi tirto.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengumumkan hasil asesmen Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) sebagai syarat peralihan kepegawaian menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN). Tes melibatkan 1.351 pegawai KPK dan berlangsung sejak 18 Maret hingga 9 April 2021. "Pegawai yang memenuhi syarat sebanyak 1.274 orang. Pegawai yang tidak memenuhi syarat sebanyak 75 orang. Dan pegawai yang tidak hadir wawancara sebanyak dua orang," ujar Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih, Jakarta Selatan, Rabu (5/5/2021). Pelaksanaan asesmen pegawai KPK sesuai dengan dan sekaligus amanat dari Peraturan KPK Nomor 1 Tahun 2021 Pasal 5 ayat (4) tentang pengalihan status kepegawaian serta Undang-Undang 19/2019 dan PP 41/2020. Berdasarkan landasan hukum tersebut, setiap pegawai KPK yang lulus TWK mesti memenuhi syarat untuk setia dan taat terhadap Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan pemerintahan yang sah. Kemudian tidak terlibat kegiatan organisasi terlarang oleh pemerintah dan putusan pengadilan dan memiliki integritas dan moralitas yang baik. Sekretaris Jenderal (Sekjen) KPK Cahya Hardianto Harefa menambahkan, bahwa 75 pegawai yang tidak memenuhi syarat masih akan bekerja bersama KPK sampai ada keputusan lebih lanjut dari Kementerian Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi dan BKN. "Perlu kami tegaskan bahwa KPK sampai saat ini tidak pernah menyatakan melakukan pemecatan terhadap pegawai yang dinyatakan tidak memenuhi syarat (TMS)


sampai dengan keputusan lebih lanjut sesuai dengan perundang-undangan terkait ASN," ujar Hardianto dalam kesempatan yang sama. Pengumuman tes asesmen mengkonfirmasi kabar dari sejumlah sumber bahwa terdapat 75 pegawai tidak lulus TWK dan bakal tak lagi bertugas di KPK. Dari 75 penyidik itu, terdapat nama-nama penyidik senior Novel Baswedan, Ketua Wadah Pegawai KPK Yudi Purnomo Harahap, Direktur Pembinaan Jaringan Kerja Sama Antara Komisi dan Instansi (PJKAKI) Sujanarko, Direktur Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat (Dikyanmas) Giri Supradiono. Kendati belum ada keputusan Ketua KPK Firli Bahuri enggan mengumumkan 75 nama secara terbuka. "Kami tidak ingin menebar isu, kita menjunjung tinggi HAM, karena kalau diumumkan akan berdampak pada anak, cucu, keluarga. Kami tidak memiliki cara kerja begitu. Silakan tanya siapa yang menyebar nama-nama itu, yang pasti bukan KPK," ujar Firli dalam kesempatan yang sama. Sumber: https://tirto.id/75-penyidik-resmi-tak-lolos-asn-kpk-kami-tak-pernah-memecat-ge8E


Urgensi Terkait Pelaksanaan Tes Wawasan Kebangsaan Pegawai KPK Oleh: Ken Mira Kusuma Staf Bidang Literasi dan Penulisan LK2 FHUI

Sumber: voi.id Berbagai negara di dunia memiliki kasus kejahatannya masing-masing, salah satunya adalah korupsi. Tindakan kejahatan ini terjadi di berbagai bagian dunia, tak terkecuali di Indonesia. KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) memiliki peranan penting untuk memberantas korupsi yang terjadi di pemerintahan, namun, peranan tersebut menjadi sebuah pertanyaan dengan munculnya TWK (Tes Wawasan Kebangsaan) yang diselenggarakan oleh BKN (Badan Kepegawaian Negara) dan KPK sendiri dalam rangka mengganti status kepegawaian KPK menjadi ASN (Aparatur Sipil Negara). TWK yang diikuti oleh 1.351 pegawai KPK menyebabkan sebanyak 1.274 dinyatakan lolos dari TWK yang sudah dilantik pada 1 Juni 2021 menjadi ASN dan 75 pekerja tidak lolos menjadi ASN. 1 75 pekerja tersebut dengan proporsinya dibagi kembali menjadi 2 yakni: 51 dinyatakan tidak lolos menjadi ASN dan 24 pegawai lainnya akan diberikan bimbingan wawasan kebangsaan yang akan dilaksanakan selambat-lambatnya pada Juli 2021.2 Ketidaklolosan yang dialami oleh pegawai KPK memunculkan isu baru atas beredar secara luas di masyarakat bahwa isi pertanyaan di dalam soal TWK yang substansinya tidak sesuai dengan wawasan kebangsaan seperti menanyakan ideologi pegawai, keyakinan beragama dari masing-masing pegawai dan lain sebagainya, walaupun pertanyaan TWK

1

M Rosseno Aji, “Firli Bahuri Resmi Lantik Pegawai KPK Jadi ASN,” https://nasional.tempo.co/read/1467788/firli-bahuri-resmi-lantik-pegawai-kpk-jadi-asn/full&view=ok, diakses 9 Juni 2021. 2 Tim detikcom, “Pegawai KPK Tak Lulus TWK Ikut Bela Negara Juli 2021,” https://news.detik.com/berita/d-5597439/24-pegawai-kpk-tak-lulus-twk-ikut-bela-negara-juli-2021, diakses 9 Juni 2021.


tersebut juga menghadirkan wawasan kebangsaan yang sesuai dengan menghadirkan pertanyaan seputar Pancasila. Tulisan ini akan membahas dimulai dari penjelasan singkat lembaga KPK dan TWK sendiri yang dilanjutkan dengan keterkaitannya satu sama lain dengan dasar hukum yang digunakan pada kedua kaitan tersebut, kemudian dilanjutkan dengan pembahasan analisa singkat dan diakhiri dengan kesimpulan. Sebelum berfokus kepada TWK yang diikuti oleh pegawai KPK, maka akan dijelaskan sedikit definisi dari KPK dan TWK secara singkat. KPK sendiri merupakan lembaga yang dibentuk pada tahun 2003 dan disahkan sebagai lembaga independen dengan tujuan untuk memberantas penyelenggaraan korupsi melalui UU No. 30 tahun 2002 dengan penjelasan lebih lanjutnya terdapat di Pasal 3 yang dijelaskan sebagai berikut: 3 “Komisi Pemberantasan Korupsi adalah lembaga negara yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun.” Pada awalnya KPK merupakan lembaga yang tidak boleh diintervensi oleh pengaruh manapun dalam pelaksanaan pekerjaannya agar diharapkan dapat menjalankan tugasnya sesuai dengan tujuan awal pembentukan KPK yakni untuk meningkatkan upaya pemberantasan korupsi yang terjadi di Indonesia. Kenyataannya, hadirnya Revisi UU KPK atau UU No.19 Tahun 2019 menyebabkan lembaga KPK yang sebelumnya merupakan lembaga independen berubah menjadi berada di dalam kekuasaan eksekutif, namun masih dikategorikan menjadi independen menurut UU No.19 Tahun 2019 Pasal 3 sebagai berikut:4 “Komisi Pemberantasan Korupsi adalah lembaga negara dalam rumpun kekuasaan eksekutif yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari kekuasaan manapun.” Di dalam UU No.19 Tahun 2019 juga dijelaskan selain perubahan sifat lembaganya, para pegawai KPK juga mengalami perubahan status kepegawaian menjadi ASN yang diatur dalam Pasal 24 ayat (2) yang menyatakan:5

3

Indonesia, Undang-Undang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, UU No. 30 Tahun 2002,

Ps. 3. 4

Indonesia, Perubahan Kedua Atas Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, UU No.19 Tahun 2019. Ps. 3. 5 Ibid, Ps. 24 ayat (2).


“Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi merupakan anggota korps profesi pegawai aparatur sipil negara Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.” Undang-undang tersebut tidak menjelaskan secara detail tahap perubahan status kepegawaian yang berubah menjadi ASN sehingga KPK mengeluarkan Peraturan KPK Nomor 1 tahun 2021 yang menjelaskan mekanisme pengalihan tersebut yang salah satu syaratnya menurut Peraturan No.1 Tahun 2021 Pasal 5 ayat (4) ialah mengikuti asesmen TWK (Tes Wawasan Kebangsaan) untuk memenuhi syarat pengalihan pegawai KPK menjadi PNS.6 Konflik yang sedang dihadapi sekarang ini ialah pemindahan status kepegawaian menjadi ASN harus dengan mengikuti ujian TWK yang dijelaskan sebagai sendiri dijelaskan tes untuk menguji kemampuan wawasan dan pengetahuan calon ASN tentang kebangsaan seperti Pancasila, UUD 1945, nasionalisme, Bhineka Tunggal Ika, dan NKRI. 7 Penyelenggaraan TWK yang dijalankan oleh pegawai KPK dan CPNS (Calon Pegawai Negeri Sipil) menjadi sebuah pertanyaan mengapa TWK yang dilakukan berbeda. Menurut Pelaksana tugas Kepala Biro Hubungan Masyarakat, Hukum, dan Kerja sama BKN Paryono, perbedaan TWK yang dijalankan oleh CPNS merupakan entry level yakni ujian yang diberikan seputar pemahaman akan wawasan kebangsaan, sedangkan bagi pegawai KPK level yang diberikan berupa pengukuran tingkat keyakinan dan keterlibatan dalam berbangsa dan bernegara.8 Perbedaan yang memunculkan kerancuan dan ketidakyakinan di masyarakat ialah isi dari soal TWK yang diberikan kepada KPK yang dianggap lebih merujuk kepada ranah pribadi beberapa seperti sebagai berikut: 9 1. Mengapa belum menikah? 2. Apakah masih memiliki hasrat? 3. Apakah bersedia menjadi istri kedua? 4. Saat pacaran, tindakan apa saja yang dilakukan?

6

Indonesia, Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia, Perkom No.1 Tahun 2021, Ps. 5 ayat (4). 7 Muhammad Idris, “Mengenal Materi Soal Tes Wawasan Kebangsaan,” https://money.kompas.com/read/2021/05/07/160124026/mengenal-materi-soal-tes-wawasan-kebangsaan, diakses 10 Juni 2021. 8 Andita Rahma, “BKN Jelaskan Beda Tes Kebangsaan CPNS dan Pegawai KPK,” https://nasional.tempo.co/read/1460795/bkn-jelaskan-beda-tes-kebangsaan-cpns-dan-pegawaikpk/full&view=ok, diakses 10 Juni 2021. 9 Rakhrmad Hidayatulloh Permana, “Perbandingan Tes Wawasan Kebangsaan Pegawai KPK dan CPNS,” https://news.detik.com/berita/d-5561603/perbandingan-tes-wawasan-kebangsaan-pegawai-kpk-dancpns, diakses 10 Juni 2021.


Pertanyaan-pertanyaan yang diberikan menjadikan TWK di mata publik hanya sebagai salah satu media untuk menyingkirkan para pegawai KPK dan proses pelemahan lembaga KPK. Pertanyaan tersebut juga kurang bersubstansi sesuai dengan Pancasila dan memberi kesan apabila pertanyaan-pertanyaan tersebut merujuk ke arah lain sehingga bisa dianggap sebagai faktor untuk menunda penyidikan kasus. Selain itu, upaya menyingkirkan para satuan tugas (satgas) juga memungkinkan terutama bagi yang sedang melancarkan penanganan kasus korupsi yang sedang hangat dibahas seperti, kasus bantuan sosial (bansos) saat pandemi yang dilakukan oleh Mantan Menteri Sosial yaitu Juliari Batubara. Terbukti dengan 28 dari 75 pegawai KPK yang dinyatakan tidak lolos ini sedang menghadapi penanganan kasus bansos tersebut10. Sebaliknya, keberlangsungan TWK ini menurut para pimpinan KPK justru dianggap dapat mengetahui wawasan para pegawai terhadap pengetahuan mengenai dasar negara Indonesia. Pelaksanaan TWK pada awalnya tidak dipaparkan di dalam Revisi UU KPK yakni UU No. 19 tahun 2019 dan PP No.41 tahun 2020 terkait pengalihan pegawai KPK menjadi ASN, walaupun di dalam PP No.41 tahun 2020 Pasal 3 huruf f disinggung apabila syarat lain akan ditetapkan di Perkom KPK.

11

Tidak hanya itu, di dalam Pasal 6 ayat (1) diterangkan terkait

tata cara pengalihan status pegawai KPK menjadi ASN akan diperhatikan lebih lanjut melalui Perkom KPK.12 Kemunculan Perkom (Peraturan Komisi) KPK Nomor 1 tahun 2021 inilah yang menjadi dasar pelaksanaan TWK KPK, di samping syarat-syarat lainnya pemindahan menjadi ASN yang tertera dalam Perkom KPK Nomor 1 tahun 2021 pasal 5 ayat (2) yang intinya ialah setia dan tunduk terhadap Pancasila, UUD 1945, NKRI, Pemerintah sah, tidak terlibat di dalam organisasi yang dilarang di mata pemerintah, dan memiliki integritas dan moralitas yang tinggi.

13

Syarat lain tersebut juga tertera di dalam PP No. 41 tahun 2020

sehingga masih dianggap memiliki relevansi kesamaan dengan TWK yang diikuti oleh Calon CPNS. Para pegawai KPK sebenarnya dianggap bisa langsung menjadi ASN tanpa perlu melaksanakan TWK dikarenakan dalam Revisi UU KPK yakni UU No.19 tahun 2019 tidak

10

Rahel Narda Chaterine, “Polemik TWK Dinilai Jadi Upaya Takuti Pegawai,” https://nasional.kompas.com/read/2021/06/01/06381861/polemik-twk-dinilai-jadi-upaya-takuti-pegawai-kpklainnya, diakses 25 Juni 2021. 11 Indonesia, Peraturan Pemerintah tentang Pengalihan Pegawai Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Menjadi Pegawai Aparatur Sipil Negara, PP No.41 Tahun 2020, Ps. 3 bagian f. 12 Ibid, Ps. 6 ayat (1). 13 Indonesia, Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia, Perkom No.1 Tahun 2021, Ps. 5 ayat (2).


disinggung sedikitpun terkait pengalihan status dengan TWK, bahkan para pegawai KPK pun sebenarnya bisa langsung menjadi ASN. Dibuktikan dengan pendapat Abdul Fickar Hadjar, Pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti yang menjelaskan apabila saat UU No.19 tahun 2019 disahkan, otomatis para pegawai KPK status kepegawaiannya langsung berganti menjadi ASN dan TWK tersebut hanya sebagai sebuah proses dan bagi yang dinyatakan tidak lolos dapat dilakukan pembinaan. 14 Alasan penguat lainnya adalah di dalam UU No.19 tahun 2019 pasal 69C menetapkan bahwa pegawai KPK yang statusnya belum menjadi ASN dalam jangka waktu paling lama 2 tahun sejak UU diberlakukan, dapat langsung diangkat menjadi ASN berdasarkan ketentuan perundang-undangan.15 Dari pernyataan pasal tersebut dapat dijelaskan bahwa sebenarnya pegawai KPK dalam kurun 2 tahun pun jika belum diubah statusnya, para pegawai bisa langsung menjadi ASN menurut ketentuan undang-undang tersebut dan Indonesia sendiri memiliki sistem hukum dimana suatu peraturan perundang-undangan diciptakan, maka peraturan tersebut bersifat mengikat apabila sudah disahkan.16 Sesuai ketentuan yang berada, sebenarnya kedudukan Revisi UU KPK lebih tinggi dibandingkan dengan Perkom KPK dan PP No.41 tahun 2021, berdasarkan UU No. 12 Tahun 2011 Pasal 7 ayat (1) dalam pengurutan hierarki diatur bahwa kedudukan UU lebih tinggi dibandingkan dengan Peraturan Pemerintah.17 Secara singkat pelaksanaan TWK dan keberlangsungan hasil dari TWK ini bisa dianggap belum kuat untuk dijadikan sebagai acuan untuk menjalankan proses TWK bagi pegawai KPK. Kenyataannya, dalam pelaksanaan TWK pegawai KPK berlaku asas lex specialis derogat legi generalis yang berarti peraturan hukum khusus didahulukan dibanding peraturan hukum umum.18 Keberlakuan asas tersebut berdampak kepada dasar hukum dari TWK KPK yang sesuai dengan pernyataan Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron bahwa TWK dijalankan berdasarkan PP No. 41 tahun 2020 pasal 5 dan pasal 6 yang kemudian dilanjutkan kepada

14

Syailendra Persada, “Pakar Hukum: TWK Tabrak Aturan, Seharusnya Pegawai KPK Otomatis Jadi ASN,” https://nasional.tempo.co/read/1463050/pakar-hukum-twk-tabrak-aturan-seharusnya-pegawai-kpkotomatis-jadi-asn/full&view=ok, diakses 19 Juni 2021. 15 Indonesia, Perubahan Kedua Atas Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, UU No.19 Tahun 2019. Ps. 69 C. 16 Maria Farida, Ilmu Perundang-Undangan: Dasar-Dasar dan Pembentukannya, (Yogyakarta: Kanisius, 2007), hlm. 151. 17 Indonesia, Undang-Undang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, UU No.12 Tahun 2011, LN No.82 Tahun 2011, TLN No. 5234, Ps. 7 ayat (1). 18 Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto, Perundang-undangan dan Yurisprudensi, (Citra Aditya Bakti: Bandung, 1983), hlm. 8.


Perkom KPK No.1 tahun 2021 pasal 5 ayat (4).

19

Dari sisi KPK sendiri, pelaksanaan TWK

yang dijalani oleh pegawainya pastinya memiliki tujuan tertentu yaitu untuk mengetahui masing-masing pegawai memenuhi aspek-aspek menjadi ASN yaitu Integritas, Netralisme, dan Anti radikalisme sehingga secara lebih lanjut, TWK yang dijalankan oleh pegawai KPK ini berfungsi untuk menggambarkan para pegawai KPK dalam pemahaman dan kesetiaannya terkait wawasan kebangsaan. Hasil dari TWK KPK dinyatakan bahwa terdapat 75 pegawai yang dinyatakan tidak lolos dengan penerbitan Surat Keputusan (SK) No. 652 Tahun 2021.20 Ketidaklolosan tersebut sebenarnya tidak sesuai dengan Putusan Nomor 70/PUU-XVII/2019 oleh MK (Mahkamah Konstitusi) terkait Revisi UU KPK bahwa status kepegawaian KPK menjadi ASN tidak boleh mendatangkan kerugian bagi pegawainya, namun 51 pegawai yang dinyatakan non-aktif dan tidak mendapat penjelasan asesor merah lebih lanjut beranggapan apabila hal ini sangatlah janggal. Tidak hanya itu, Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo menyampaikan apabila pemindahan status kepegawaian ASN seharusnya tidak merugikan pegawai KPK. Nyatanya, dari 75 pegawai KPK yang dideklarasikan tidak lolos hanya 24 saja yang bisa dibina dan sisanya digolongkan tidak bisa dan harus berhenti pada tanggal 1 November 2021. Para pimpinan KPK tidak menjabarkan penjelasan khusus terkait 51 pegawai tersebut sehingga dianggap KPK kurang memiliki transparansi dalam persoalan ini. Para pimpinan KPK dalam pemindahan status kepegawaian sebenarnya bisa dianggap tidak menjalani Putusan MK karena menyebabkan kerugian yakni pemberhentian. Nampaknya kehadiran TWK sendiri di kalangan publik masih menjadi sebuah kebingungan tersendiri, mengingat bahwa terdapat sisi-sisi berbeda dalam menjawab pelaksanaan TWK yang dijalani oleh pegawai. Melalui sisi KPK, keberlangsungan TWK merupakan sebuah cara pengalihan status kepegawaian agar dapat menjadi ASN dengan mengetahui kemampuan pemahaman terkait wawasan kebangsaan dan kesetiaan terhadap NKRI. Dari sisi lain, TWK KPK sendiri dapat dikatakan bersifat subjektif dengan alasan ranah pertanyaan yang dibawa lebih merujuk dalam hal pribadi sehingga dianggap pelaksanaan TWK KPK kurang sesuai. Urgensi pelaksanaan TWK ini terkesan tidak dijalankan secara maksimal

19

Aditya Budiman, “Penuhi Panggilan Komnas HAM, Pimpinan KPK Jelaskan Dasar Hukum TWK,” https://nasional.tempo.co/read/1473706/penuhi-panggilan-komnas-ham-pimpinan-kpk-jelaskan-dasar-hukumtwk, diakses 20 Juni 2021. 20 Eko Ari Wibowo, “Pimpinan KPK Tolak Surat Keberatan Pegawai yang Tolak Hasil TWK,” https://nasional.tempo.co/read/1468437/pimpinan-kpk-tolak-surat-keberatan-pegawai-yang-tolak-hasiltwk/full&view=ok, diakses 20 Juni 2021.


dan terkesan terburu-buru sehingga keberlangsungannya mendapat keluhan terutama di dalam bagian pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dan alasan lebih lanjut terkait ketidaklolosan 75 pegawai. Sampai hari ini, konflik TWK KPK masih tetap berjalan dan SK No.652 telah resmi menjadi bukti bahwa para pegawai yang tidak dapat dibina harus berhenti pada 1 November 2021. Pelaksanaan TWK KPK diharapkan bisa membantu dan menjawab lembaga KPK menjadi lebih baik.


DAFTAR PUSTAKA Buku Farida, Maria. Ilmu Perundang-Undangan: Dasar-Dasar dan Pembentukannya. Yogyakarta: Kanisius, 2007. Purbacaraka, Purnadi dan Soerjono Soekanto. Perundang-undangan dan Yurisprudensi. Citra Aditya Bakti: Bandung, 1983.

Perundang-undangan Indonesia. Undang-Undang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, UU No. 30 Tahun 2002.

Indonesia. Undang-Undang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. UU No.12 Tahun 2011, LN No.82 Tahun 2011. TLN No. 5234. Ps. 7 ayat (1).

Indonesia. Perubahan Kedua Atas Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, UU No.19 Tahun 2019. Indonesia. Peraturan Pemerintah tentang Pengalihan Pegawai Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Menjadi Pegawai Aparatur Sipil Negara, PP No.41 Tahun 2020.

Indonesia. Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia, Perkom No.1 Tahun 2021.

Internet

Rosseno

Aji,

M.

“Firli

Bahuri

Resmi

Lantik

Pegawai

KPK

Jadi

ASN.”

https://nasional.tempo.co/read/1467788/firli-bahuri-resmi-lantik-pegawai-kpk-jadiasn/full&view=ok. Diakses 9 Juni 2021. Tim detikcom. “Pegawai KPK Tak Lulus TWK Ikut Bela Negara Juli 2021.” https://news.detik.com/berita/d-5597439/24-pegawai-kpk-tak-lulus-twk-ikut-belanegara-juli-2021. Diakses 9 Juni 2021.


Idris,

Muhammad.

“Mengenal

Materi

Soal

Tes

Wawasan

Kebangsaan.”

https://money.kompas.com/read/2021/05/07/160124026/mengenal-materi-soal-teswawasan-kebangsaan. Diakses 10 Juni 2021. Rahma, Andita. “BKN Jelaskan Beda Tes Kebangsaan CPNS dan Pegawai KPK.” https://nasional.tempo.co/read/1460795/bkn-jelaskan-beda-tes-kebangsaan-cpns-danpegawai-kpk/full&view=ok. Diakses 10 Juni 2021. Permana, Rakhrmad Hidayatulloh . “Perbandingan Tes Wawasan Kebangsaan Pegawai KPK dan

CPNS.”

https://news.detik.com/berita/d-5561603/perbandingan-tes-wawasan-

kebangsaan-pegawai-kpk-dan-cpns. Diakses 10 Juni 2021. Persada, Syailendra. “Pakar Hukum: TWK Tabrak Aturan, Seharusnya Pegawai KPK Otomatis Jadi

ASN.”

https://nasional.tempo.co/read/1463050/pakar-hukum-twk-tabrak-aturan-

seharusnya-pegawai-kpk-otomatis-jadi-asn/full&view=ok. Diakses 19 Juni 2021. Budiman, Aditya. “Penuhi Panggilan Komnas HAM, Pimpinan KPK Jelaskan Dasar Hukum TWK.”

https://nasional.tempo.co/read/1473706/penuhi-panggilan-komnas-ham-

pimpinan-kpk-jelaskan-dasar-hukum-twk. Diakses 20 Juni 2021. Ari Wibowo, Eko. “Pimpinan KPK Tolak Surat Keberatan Pegawai yang Tolak Hasil TWK.” https://nasional.tempo.co/read/1468437/pimpinan-kpk-tolak-surat-keberatan-pegawaiyang-tolak-hasil-twk/full&view=ok. Diakses 20 Juni 2021. Narda Chaterine, Rahel. “Polemik TWK Dinilai Jadi Upaya Takuti Pegawai.” https://nasional.kompas.com/read/2021/06/01/06381861/polemik-twk-dinilai-jadi-upayatakuti-pegawai-kpk-lainnya. diakses 25 Juni 2021.


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.