Tribune Express LK2 FHUI Edisi (3) Juni 2021 - Esai Kritis: Bebaskan Korban Kekerasan Seksual

Page 1


Bebaskan Korban Kekerasan Seksual dari Victim Blaming Oleh: Jessica Santoso Staf Literasi dan Penulisan LK2 FHUI

Sumber kumparan.com

Kekerasan seksual menjadi salah satu isu yang diresahkan oleh masyarakat. Tidak adanya undang-undang yang secara khusus mengatur mengenai penghapusan kekerasan seksual mencerminkan bahwa tidak adanya payung hukum yang dapat melindungi korban dengan baik. Oleh karena itu, pemerintah membuat rancangan undang-undang terkait hal tersebut yakni Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS). Dalam Pasal 1 angka 1 Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) menjelaskan mengenai pengertian kekerasan seksual, yakni “Kekerasan Seksual adalah setiap perbuatan merendahkan, menghina, menyerang, dan/atau perbuatan lainnya terhadap tubuh, hasrat seksual seseorang, dan/atau fungsi reproduksi, secara paksa, bertentangan dengan kehendak seseorang, yang menyebabkan seseorang itu tidak mampu memberikan persetujuan dalam keadaan bebas, karena ketimpangan relasi kuasa dan/atau relasi gender, yang berakibat atau dapat berakibat


penderitaan atau kesengsaraan secara fisik, psikis, seksual, kerugian secara ekonomi, sosial, budaya, dan/atau politik.”1 Apabila terjadi kekerasan seksual, maka disitulah terdapat pelaku dan korban. Korban merupakan seseorang yang mengalami kekerasan seksual tersebut. Lembaga Penyedia Langganan menyatakan bahwa Kekerasan Berbasis Gender Siber terus meningkat waktu demi waktu yang mana hal ini dapat dilihat bahwa pada tahun 2019 terdapat 126 kasus dan pada tahun 2020 terdapat 510 kasus.2 Dengan meningkatnya kasus tersebut dan guna melindungi korban kekerasan seksual, maka RUU PKS dikeluarkan. Pengertian mengenai Penghapusan Kekerasan Seksual ini dijelaskan dalam Pasal 1 angka 2 RUU PKS yang menyatakan bahwa “Penghapusan Kekerasan Seksual adalah segala upaya untuk mencegah terjadi Kekerasan Seksual, menangani, melindungi, dan memulihkan Korban, menindak pelaku dan mengupayakan tidak terjadi keberulangan Kekerasan Seksual.”3 Masyarakat terus mendesak agar Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengesahkan RUU PKS guna melindungi perempuan dan laki-laki dalam kekerasan seksual. Menurut Pasal 11 RUU PKS terdapat bentuk-bentuk kekerasan seksual, yakni pelecehan seksual, eksploitasi seksual, pemaksaan kontrasepsi, pemaksaan aborsi, perkosaan, pemaksaan perkawinan, pemaksaan pelacuran, perbudakan seksual, penyiksaan seksual.4 Sedangkan menurut Komisi Nasional Anti Kekerasan Perempuan (Komnas Perempuan), kekerasan seksual bentuknya sangat bervariasi, antara lain pemerkosaan, intimidasi seksual atau percobaan pemerkosaan, pelecehan seksual, eksploitasi seksual, perdagangan perempuan, prostitusi paksa, perbudakan seksual, pemaksaan perkawinan, pemaksaan kehamilan, pemaksaan aborsi, pemaksaan kontrasepsi dan sterilisasi, penyiksaan seksual, penghukuman tidak manusiawi dan bernuansa seksual, mendiskriminasi perempuan, kontrol seksual.5 Tindakan tersebut dapat berdampak pada korban, yakni, dampak psikologis, seperti trauma yang mendalam, stres yang dapat mengganggu

1

Indonesia, Rancangan Undang-Undang Tentang Penghapusan Kekerasan Seksual, Ps.1 angka 1. Komnas Perempuan, “Perempuan dalam Himpitan Pandemi: Lonjakan Kekerasan Seksual, Kekerasan Siber, Perkawinan Anak, dan Keterbatasan Penanganan di Tengah Covid-19,” https://komnasperempuan.go.id/siaranpers-detail/catahu-2020-komnas-perempuan-lembar-fakta-dan-poin-kunci-5-maret-2021, diakses 3 Juni 2021. 3 Indonesia, Rancangan Undang-Undang Tentang Penghapusan Kekerasan Seksual, Ps.1 angka 2. 4 Indonesia, Rancangan Undang-Undang Tentang Penghapusan Kekerasan Seksual, Ps. 11 angka 1. 5 Komnas Perempuan, “15 Bentuk Kekerasan Seksual: Sebuah Pengenalan,” https://komnasperempuan.go.id/instrumen-modul-referensi-pemantauan-detail/15-bentuk-kekerasan-seksual-sebuahpengenalan, diakses 3 Juni 2021. 2


fungsi dan perkembangan otaknya; dampak fisik, seperti luka internal dan pendarahan; kematian; dan dampak sosial, seperti dikucilkan.6 Oleh karena ketidaktahuan masyarakat akan hal tersebut, maka sering sekali terjadi tindakan yang salah, seperti victim blaming terhadap korban-korban yang mengalami kekerasan seksual. Victim blaming merupakan suatu bentuk perilaku dimana seseorang menyalahkan korban yang mengalami tindakan kejahatan, dalam hal ini kekerasan seksual.7 Biasanya Victim blaming terjadi dikarenakan seseorang tidak memercayai cerita yang disampaikan korban dan merendahkan atas apa yang telah dirasakan dan dilalui oleh korban. Sehingga, sering sekali korban-korban yang mengalami kekerasan seksual memendam kesedihannya sendiri, menjadi trauma dengan lingkungan sekitarnya, hingga korban dianggap pelaku kekerasan seksual. Tidak bisa dipungkiri bahwa masyarakat Indonesia masih banyak yang menyalahkan korban dan membuat korban seakan-akan dirinya merupakan pelaku kejahatan. Hal ini harus sangat dicegah dikarenakan yang harus dijadikan pelaku kejahatan adalah seseorang yang melakukan kekerasan seksual terhadap orang lain bukan korban, seperti kasus Yuyun yang mana dirinya diperkosa oleh 14 pemuda yang tengah dalam perjalanan pulang dari sekolahnya, namun beberapa orang masih menyalahkan Yuyun. Seharusnya, pelaku kekerasan seksual dikeluarkan dalam segala bidang kehidupannya atau harus merasakan baik sanksi sosial maupun sanksi hukum, seperti dikeluarkan dari tempat kerjanya yang mana merupakan sumber pendapatan untuk kehidupannya. Hal tersebut dapat memberikan jera kepada pelaku, sehingga dapat mengurangi rasa trauma pada korban serta merasa dilindungi. Selain itu, agar merasa terlindungi, para korban yang mengalami kekerasan seksual dapat mengadukan kasusnya kepada Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), hingga polisi. Masyarakat pun juga bisa membantu para korban dengan memberikan dukungan secara empati, memperhatikan kondisi psikis, tidak menghakimi dan tidak bergosip terhadap korban, memberikan perlindungan, menyediakan waktu untuk mendengarkan kisah korban, membangun

6

Humas FHUI, “Bahaya Dampak Kejahatan Seksual,” https://law.ui.ac.id/v3/bahaya-dampak-kejahatanseksual/#:~:text=Pertama%2C%20dampak%20psikologis%20korban%20kekerasan,Penyakit%20Menular%20Seksu al%20(PMS), diakses 21 Juni 2021. 7 Imam Alfi dan Umi Halwati, “Faktor-Faktor Blaming The Victim (Menyalahkan korban) di Wilayah Praktik Pekerja Sosial,” Islamic Management and Empowerment Journal, Vol. 1, No. 2, hlm. 218.


rasa hormat korban.8 Maka, dapat disimpulkan bahwa menyalahkan korban serta menjadikannya seakan dirinya pelaku merupakan suatu perilaku yang salah dikarenakan masyarakat seharusnya mendukung serta melindungi korban-korban yang mengalami kekerasan seksual dan mengambil jalur hukum untuk para pelaku kekerasan seksual. Selain itu, menurut penulis, victim blaming yang dilakukan seseorang akan menjadi kebiasaan apabila dirinya tidak diajarkan mengenai bentuk-bentuk kekerasan seksual sejak dini. Kekerasan seksual harus diajarkan di dalam pendidikan dasar agar nantinya orang-orang tersebut mengetahui sejak dini mana yang baik dan mana yang buruk. Beberapa orang mungkin berpikir bahwa anak-anak kecil masih berpikir secara polos jadi tidak layak untuk diajarkan bentuk-bentuk kekerasan seksual. Beda halnya dengan cara berpikir penulis yang mana menurut penulis karena mereka masih polos maka sebagai seseorang yang peduli akan pencegahan kekerasan seksual, maka anak-anak sejak dini harus membentuk pemikiran mereka dengan mendidik mengenai bentuk-bentuk kekerasan seksual agar nantinya tidak ada lagi pelaku maupun korban kekerasan seksual. Akhir-akhir ini, Indonesia sempat dikejutkan dengan berita mengenai kekerasan seksual yang diceritakan di dalam akun twitter bernama @quweenjojo yang kerap disapa mbak jojo.9 Mbak jojo menceritakan bahwa dirinya mengalami pelecehan seksual oleh seorang penyiar radio terkenal yaitu Abdul Gofar Hilman. Mbak jojo menceritakan bahwa dirinya bertemu dengan Gofar Hilman di salah satu acara. Kemudian setelah acara tersebut selesai, mbak jojo berniat untuk mengambil video dengan Gofar. Lalu, saat bertemu dengan Gofar, dirinya ditarik lalu dirangkul hingga akhirnya dipeluk dari belakang secara kencang. Saat hal tersebut terjadi, Mbak Jojo berpikir secara positif bahwa Gofar merupakan orang yang ramah sehingga memperlakukan Mbak Jojo seperti temannya sendiri. Namun, lama-kelamaan Gofar memasukkan tangannya ke dalam baju Mbak jojo dan mulai menyentuh bagian sensitifnya. Dirinya pun berteriak untuk meminta tolong, tetapi teman-temannya hanya melihatnya dan berkata “dienakkan kok tidak mau?” yang mana hal tersebut membuat Mbak Jojo direndahkan. Hingga akhirnya seorang pria menarik Gofar untuk menolong Mbak Jojo. Setelah Mbak Jojo memberanikan diri untuk bercerita ke dalam media

8

Vina Muthi A, “10 Hal yang Perlu Dilakukan Saat Bertemu Korban Kekerasan Seksual,” https://www.liputan6.com/health/read/4154561/10-hal-yang-perlu-dilakukan-saat-bertemu-korban-kekerasanseksual, diakses 21 Juni 2021. 9 Twitter, quweenjojo, https://twitter.com/quweenjojo/status/1391434899077226498?s=21, diakses 20 Juni 2021.


massa, Gofar pun merespon bahwa dirinya akan membawa kasus ini ke dalam jalur hukum dikarenakan dirinya membantah segala cerita dari Mbak Jojo dan tidak ingin namanya menjadi rusak. Waktu demi waktu pun terus berjalan, terdapat 8 korban lainnya yang turut memberanikan diri untuk melaporkan kasus pelecehan seksual yang dilakukan oleh Gofar kepada mereka.10 Namun, setelah Mbak Jojo memberanikan diri untuk menceritakan mengenai yang dirinya alami, tidak segelintir orang bersikap “victim blaming”. Beberapa orang berkomentar di dalam akun twitter Mbak Jojo bahwa semestinya jangan pergi ke tempat klub kalau tidak ingin mengalami pelecehan seksual. Tidak hanya sampai itu, beberapa orang juga berkomentar bahwa Mbak Jojo hanya ingin namanya terkenal sehingga membawa Gofar ke dalam kasus pelecehan seksual. Bahkan, seorang artis terkenal yaitu Nikita Mirzani membela Gofar dan menganggap bahwa Mbak Jojo turut ingin melakukan hubungan seksual tersebut dengan Gofar.11 Melihat kasus tersebut, miris ketika seorang korban yang mengalami pelecehan seksual berani untuk menceritakan apa yang dialaminya kepada publik namun korban justru disalahkan. Semestinya, masyarakat harus mendukung korban agar dirinya bisa lepas dari trauma yang ada dan menjunjung tinggi perlindungan bagi seluruh korban kekerasan seksual. Selain itu, masyarakat yang melihat seseorang dalam situasi dimana sedang mengalami kekerasan seksual harusnya menolong bukan hanya menonton saja. Hal yang dialami oleh Mbak Jojo yang mana temantemannya mendukung aksi Gofar membuktikan bahwa masyarakat Indonesia masih minim terhadap kekerasan seksual. Minimnya pengetahuan tersebut harus lebih ditingkatkan agar nantinya dapat mencegah seseorang yang ingin melakukan kekerasan seksual pada orang lain. Kemudian menurut penulis, tidak ada ruang untuk pelaku kekerasan seksual sekalipun di manapun seperti klub. Jadi, tidak boleh mempersalahkan korban apabila mengalami kekerasan seksual di tempat klub dikarenakan korban hanya ingin bersenang-senang bukan melakukan hubungan seksual tanpa persetujuan kedua belah pihak. Terakhir, dengan penjelasan bahwa Nikita Mirzani menganggap Mbak Jojo juga ingin melakukan hal-hal seksual dengan Gofar sangatlah tidak patut untuk dicontoh karena dengan keberanian korban untuk membicarakan segalanya, dapat

10

Pebriansyah Ariefana, “Cerita Queen Jojo, Korban Pelecehan Seksual Gofar Hilman: Gue Merasa Rendah Banget,”https://bali.suara.com/read/2021/06/09/120919/cerita-queen-jojo-korban-pelecehan-seksual-gofar-hilmangue-merasa-rendah-banget?page=all, diakses 20 Juni 2021. 11 Adiyoga Priambodo, “Nikita Mirzani Tak Yakin Gofar Hilman Lakukan Pelecehan Seksual,” https://celebrity.okezone.com/read/2021/06/09/33/2422670/nikita-mirzani-tak-yakin-gofar-hilman-lakukanpelecehan-seksual, diakses 20 Juni 2021.


disimpulkan bahwa korban tidak ingin serta merasa tidak nyaman dengan perilaku yang dilakukan Gofar terhadapnya. Maka, keterangan “juga ingin melakukan” sangatlah salah. Selain itu, terdapat pula kasus dimana korban pelecehan seksualnya merupakan laki-laki. Dalam kasus ini, remaja laki-laki tersebut tidak disebutkan namanya dan dipanggil dengan “Boy”. Kakak Boy menceritakan bahwa Boy biasanya setelah pulang sekolah, ia akan meminta izin untuk bermain bersama rekannya di lapangan. Selain itu, Boy dihidangkan makanan kesukaannya namun dirinya tidak mau makan. Akhirnya Boy pun menceritakan bahwa di sekolah dirinya merasakan pelecehan seksual dikarenakan celana Boy diturunkan dan dibuka oleh temannya. Dirinya pun memukul sebagai bentuk perlawanan, namun teman-temannya hanya menertawainya. Boy juga menceritakan bahwa bercandaan tersebut dianggap biasa di kalangan teman-temannya. Psikiater anak dan remaja dari RS Cipto Mangunkusumo yaitu Dr. Fransiska Kaligis pun angkat bicara bahwa pengalaman yang dirasakan Boy merupakan salah satu bentuk dari kekerasan seksual dalam kategori seksual dikarenakan dirinya mengalami perasaan tertekan karena dipaksa sehingga Boy merasa bahwa dirinya merupakan pihak yang “inferior”.12 Seperti yang sudah dijelaskan penulis sebelumnya bahwa pentingnya edukasi bentukbentuk kekerasan seksual sejak dini. Dengan begitu, edukasi tersebut dapat mencegah adanya kebiasaan-kebiasaan yang menganggap bahwa kekerasan seksual merupakan hal yang tidak penting. Hal ini juga dapat mengantisipasi adanya pelaku serta korban di kemudian hari. Dengan mengedukasi anak-anak sejak dini, mereka akan memahami sepenuhnya mengenai kekerasan seksual. Selain itu, kasus Boy dapat menjadi pembelajaran bahwa kekerasan seksual bukan merupakan sebuah lelucon yang mana para korban yang mengalami kekerasan seksual berjuang untuk melawan traumanya, sedangkan para pelaku hanya tertawa-tawa tanpa tahu akibat yang telah dilakukan oleh mereka. Dengan melihat kejadian yang dialami oleh Mbak Jojo serta Boy, dapat dikatakan bahwa kasus-kasus tersebut merupakan segelintir dari kasus kekerasan seksual lainnya yang didalamnya terdapat victim blaming terhadap korban. Sungguh sangat disayangkan bahwa masih banyak masyarakat Indonesia yang menjadikan korban seakan-akan pelaku kekerasan seksual yang mana

12

Khadijah Nur Azizah, “Remaja Laki-laki Sering Tak Sadar Saat Jadi Korban Kekerasan Seksual,” https://health.detik.com/berita-detikhealth/d-4984900/remaja-laki-laki-sering-tak-sadar-saat-jadi-korban-kekerasanseksual, diakses 20 Juni 2021.


seharusnya pelaku sebenarnya lah yang harus dihukum dan tidak diberikan ruang sedikit pun untuk bebas. Semestinya dengan melihat kasus-kasus tersebut, masyarakat belajar untuk berpikir terlebih dahulu sebelum berperilaku serta berbicara, sehingga nantinya tidak membuat para korban kekerasan seksual trauma lebih dalam atau larut dalam kesedihan yang ada. Para pihak yang memiliki wewenang untuk mengesahkan undang-undang, seharusnya memberikan aksi dengan mengesahkan RUU PKS yang ada sebagai bentuk dukungan untuk para korban agar mereka merasa dilindungi oleh negara serta masyarakat dan merasa bahwa Indonesia menjunjung tinggi mengenai keadilan untuk para korban kekerasan seksual. Maka, dengan dukungan-dukungan yang diberikan oleh masyarakat maupun pihak yang berwenang dapat membebaskan para korban dari adanya victim blaming dan menghentikan para pelaku untuk bertindak semena-mena.


DAFTAR PUSTAKA Komnas Perempuan. “Perempuan dalam Himpitan Pandemi: Lonjakan Kekerasan Seksual, Kekerasan Siber, Perkawinan Anak, dan Keterbatasan Penanganan di Tengah Covid19.”

https://komnasperempuan.go.id/siaran-pers-detail/catahu-2020-komnas-

perempuan-lembar-fakta-dan-poin-kunci-5-maret-2021. Diakses 3 Juni 2021. Indonesia, Rancangan Undang-Undang Tentang Penghapusan Kekerasan Seksual. Komnas

Perempuan.

“15

Bentuk

Kekerasan

Seksual:

Sebuah

Pengenalan.”

https://komnasperempuan.go.id/instrumen-modul-referensi-pemantauan-detail/15bentuk-kekerasan-seksual-sebuah-pengenalan. Diakses 3 Juni 2021. Alfi, Imam dan Umi Halwati. “Faktor-Faktor Blaming The Victim (Menyalahkan korban) di Wilayah Praktik Pekerja Sosial.” Islamic Management and Empowerment Journal. Vol. 1. No. 2. Hlm. 218. Twitter, quweenjojo, https://twitter.com/quweenjojo/status/1391434899077226498?s=21, diakses 20 Juni 2021. Ariefana, Pebriansyah. “Cerita Queen Jojo, Korban Pelecehan Seksual Gofar Hilman: Gue Merasa Rendah Banget. ” https://bali.suara.com/read/2021/06/09/120919/cerita-queen-jojokorban-pelecehan-seksual-gofar-hilman-gue-merasa-rendah-banget?page=all. Diakses 20 Juni 2021. Priamobodo, Adiyoga. “Nikita Mirzani Tak Yakin Gofar Hilman Lakukan Pelecehan Seksual.” https://celebrity.okezone.com/read/2021/06/09/33/2422670/nikita-mirzani-tak-yakingofar-hilman-lakukan-pelecehan-seksual. Diakses 20 Juni 2021. Azizah, Khadijah Nur. “Remaja Laki-laki Sering Tak Sadar Saat Jadi Korban Kekerasan Seksual.” https://health.detik.com/berita-detikhealth/d-4984900/remaja-laki-laki-sering-taksadar-saat-jadi-korban-kekerasan-seksual. Diakses 20 Juni 2021.


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.