Tribune Express LK2 - Esai Kritis: Analisis Hukum Pelanggaran Kode Etik Wakil Ketua KPK Lili Siregar

Page 1


Analisis Hukum Terhadap Pelanggaran Kode Etik Yang Dilakukan Oleh Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar Oleh: Luhut A. Pandiangan Staf Bidang Literasi dan Penulisan LK2 FHUI

Sumber: Antara oleh Akbar Nugroho Gumay Masifnya perbuatan tindak pidana korupsi (selanjutnya disebut “Tipikor”) di Indonesia telah mencapai titik yang mengkhawatirkan. Hal ini dibuktikan dengan adanya laporan dari lembaga Transparency International yang melaporkan menurunnya Indeks Persepsi Korupsi di Indonesia pada tahun 2020.1 Padahal sejak dulu, pemerintah Indonesia telah mencoba untuk melakukan pencegahan dan pemberantasan korupsi yang secara kelembagaan dilakukan oleh Kepolisian Republik Indonesia dan Kejaksaan Republik Indonesia. Namun, dapat dilihat bahwasanya usaha yang dilakukan oleh kedua lembaga tersebut masih jauh dari harapan. Atas dasar tersebut, maka dibentuk suatu lembaga baru yang dewasa ini kita kenal sebagai Komisi Pemberantasan Korupsi (selanjutnya disebut sebagai “KPK”). KPK dibentuk karena lembaga Kejaksaan dan Kepolisian yang bertugas untuk mencegah dan memberantas tipikor tidak dapat menjalankan fungsinya dengan baik. Hal itu dapat kita lihat pada bagian konsideran menimbang huruf b Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (selanjutnya disebut “UU KPK”) yang menyatakan bahwa “Lembaga pemerintah yang menangani perkara tindak pidana korupsi belum berfungsi secara efektif dan efisien dalam memberantas tindak pidana

1

Katadata.co.id, “Apa Penyebab Kondisi Korupsi di Indonesia Memburuk,” “https://katadata.co.id/muhammadridhoi/analisisdata/602098add9cef/apa-penyebab-kondisi-korupsi-diindonesia-memburuk, diakses 15 September 2021.


korupsi.”2 Pembentukan KPK sebagai lembaga antirasuah yang baru tentu memberikan harapan baru bagi masyarakat serta warna baru dalam upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi.3 Sejalan dengan hal tersebut, KPK cenderung menarik atensi dari masyarakat baik itu dari sisi regulasi, perkara yang ditangani, bahkan hingga masalah yang dihadapi oleh unsur KPK. Dapat kita lihat banyak contoh seperti: KPK yang melakukan berbagai operasi tangkap tangan pelaku tipikor yang merugikan keuangan negara; revisi undang-undang KPK menjadi Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas UndangUndang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (selanjutnya disebut dengan “UU KPK Perubahan”); pengalihan status pegawai KPK menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN); pembentukan Dewan Pengawas KPK; dan lain sebagainya. Beberapa contoh tersebut sekaligus memberikan gambaran akan adanya siklus naik turun yang dialami oleh KPK dalam melaksanakan tugas dan fungsinya dalam melakukan pencegahan dan pemberantasan korupsi.4 Apalagi dengan adanya revisi UU KPK menjadi UU KPK Perubahan. Namun, belum selesainya persoalan mengenai polemik UU KPK Perubahan, kini muncul diskursus baru mengenai perbuatan yang dilakukan oleh Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar. Secara ringkas dapat dijabarkan bahwa, pada bulan Februari 2020, diketahui Lili Pintauli Siregar bertemu dengan Wali Kota Tanjung Balai yang bernama Syahrial di dalam pesawat saat melakukan penerbangan dari Medan ke Jakarta. Sesaat setelah mendarat di Jakarta, Lili Pintauli Siregar yang sudah berkenalan dengan Syahrial di pesawat, bercerita tentang situasi yang dialami saudaranya Ruri Prihatini Lubis yang belum pernah menerima uang jasa pengabdian ketika menjabat sebagai Pelaksana Tugas Direktur Perusahaan Daerah Air Minum Tirta Kualo Tanjung Balai.5 Ketika sudah kembali ke Tanjung Balai, Syahrial langsung mengkonfirmasi ke Direktur Perusahaan Daerah Air Minum Tirta Kualo Tanjung Balai dan didapati informasi bahwa 2

Indonesia, Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi, UU No. 30 Tahun 2002. LN. No. 137 Tahun 2002, TLN No. 4250. 3 Tjokorda Gde Indraputra dan I Nyoman Bagiastra, “Kedudukan Komisi Pemberantasan Korupsi Sebagai Lembaga Negara Bantu (State Auxiliary Institutions),” Journal Ilmu Hukum, Vol. 2, No. 5, (Oktober 2014). hlm. 5. 4 Nanci Yosepin Simbolon, “Politik Hukum Penanganan Korupsi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi Pasca Disahkannya Undang-undang No. 19 Tahun 2019,” Jurnal Mercatoria, Vol 13, No 2, (Desember 2020), hlm. 159. 5 Nikolaus Harbowo, “Terbukti Berhubungan Dengan Pihak Berperka Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Dihukum Potong Gaji,” https://www.kompas.id/baca/polhuk/2021/08/30/terbukti-berhubungan-dengan-pihakbeperkara-wakil-ketua-kpk-lili-pintauli-dihukum-potong-gaji/, diakses 15 September 2021.


keuangan perusahaan sedang sulit. Selanjutnya, Syahrial menghubungi Lili Pintauli Siregar melalui nomor telepon yang diberikan ketika berada di Jakarta. Lili Pintauli Siregar kemudian meminta saudaranya Ruri membuat surat kepada Direktur Perusahaan Daerah Air Minum dengan tembusan KPK pada tanggal 21 April 2021. Andil peran yang dilakukan oleh Lili Pintauli Siregar berhasil dengan dibayarnya jasa pengabdian Riri Prihatini Lubis sebesar Rp 53.334.640,- (lima puluh tiga juta rupiah tiga ratus tiga puluh empat ribu enam ratus empat puluh).6 Selain itu, Lili Pintauli Siregar mengadakan hubungan dengan tersangka pelaku tipikor dengan orang yang sama yakni, Syahrial. Syahrial yang sebelumnya menjabat sebagai Wali Kota Tanjung Balai melakukan tindak pidana jual beli jabatan di Tanjung Balai pada tahun 2019. Pada bulan Oktober 2020, Syahrial meminta bantuan kepada Lili Pintauli Siregar atas kasus yang dihadapinya. Kemudian, Lili Pintauli Siregar memberikan kontak nomor telepon seorang pengacara di Medan untuk membantu kasus yang dihadapi oleh Syahrial. Namun, Syahrial ditetapkan menjadi tersangka pada tanggal 24 April 2021 dan divonis hakim dengan dua tahun penjara pada tanggal 20 September 2021.7 Merujuk pada berbagai perbuatan yang dilakukan oleh Lili Pintauli Siregar, membuat Direktur Pembinaan Jaringan Kerja Antar-Komisi dan Instansi Nonaktif KPK bersama Penyidik KPK melaporkan dugaan pelanggaran kode etik Lili Pintauli Siregar pada 8 Juni 2021. Atas dasar tersebut, Majelis Dewan Pengawas KPK yang menyidangkan dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku melakukan pemeriksaan terhadap Lili Pintauli Siregar (“Terlapor”). Berdasarkan fakta persidangan, Majelis berpandangan bahwa perbuatan Terlapor sangat berlebihan karena tidak sesuai dengan tugas pokok dan fungsi ataupun kewenangan KPK. Seharusnya, perbuatan yang dilakukan oleh Terlapor merupakan kasus perdata dengan perusahaan daerah. Majelis juga menyebutkan permintaan Terlapor kepada seorang mantan wali kota tersebut tidak patut dan tidak pantas dilakukan. Ditambah lagi berhubungan dengan pihak yang berperkara melakukan tipikor dapat dijatuhi sanksi pidana penjara.8 Setelah melakukan pemeriksaan, Majelis Dewan Pengawas KPK pada tanggal 30 September 2021 menyidangkan dugaan pelanggaran etik Lili Pintauli Siregar dengan menjatuhkan putusan berupa melanggar Pasal 4 ayat (2) huruf a dan b Peraturan Dewan

6

Harbowo, “Terbukti Berhubungan Dengan.” Harbowo, “Terbukti Berhubungan Dengan.” 8 Harbowo, “Terbukti Berhubungan Dengan.” 7


Pengawas KPK Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Dewan Pengawas, Pimpinan, dan Pegawai KPK (selanjutnya disebut sebagai “Peraturan Dewas No. 2 Tahun 2020”). Ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean memberikan sanksi kode etik yang berat kepada Lili Pintauli Siregar dengan pemotongan gaji pokok sebesar 40 persen selama 12 bulan.9 Putusan tersebut tentu mengundang diskursus bagi berbagai elemen masyarakat mengingat KPK sebagai lembaga negara yang independen dibentuk karena kurangnya kredibilitas Kepolisian dan Kejaksaan dalam mencegah dan memberantas tipikor. Padahal sejatinya unsur KPK baik itu Dewan Pengawas, Pimpinan KPK, dan Pegawai KPK harus dapat menjaga integritas dan kredibilitas. Secara khusus bagi Pimpinan KPK telah diberikan koridor dalam melakukan tugas pokok dan fungsinya yang dapat dilihat dalam UU KPK, UU KPK Perubahan, dan Peraturan Dewas No. 2 Tahun 2020.10 Secara rinci dapat dilihat pada Pasal 36 UU KPK yang menyatakan bahwa “Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi dilarang: a. mengadakan hubungan langsung atau tidak langsung dengan tersangka atau pihak lain yang ada hubungan dengan perkara tindak pidana korupsi yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi dengan alasan apapun.”11 Kemudian, untuk ketentuan pidana dapat dilihat pada Pasal 65 UU KPK dimana “Setiap anggota Komisi Pemberantasan Korupsi yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36, dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun.12 Guna mengetahui apakah perbuatan Lili dapat dikualifikasikan melanggar ketentuan Pasal 36 huruf a, maka dapat dijabarkan pula mengenai uraian unsur-unsur pasal tersebut. Unsur pimpinan komisi pemberantasan korupsi dapat dilihat pada Pasal 21 ayat (1) huruf a UU KPK menyatakan bahwa “Komisi Pemberantasan Korupsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 terdiri atas: a. Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi yang terdiri dari 5 (lima) Anggota Komisi Pemberantasan Korupsi. Merujuk pada Diktum Kedua Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 112/P Tahun 2019 tentang Pemberhentian Dengan Hormat dan Pengangkatan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi dinyatakan bahwa “Mengangkat Pimpinan Komisi 9

Harbowo, “Terbukti Berhubungan Dengan.” Sena Kogam Mnv Irsyad, “Implikasi Yuridis Dewan Pengawas KPK Dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,” DINAMIKA, Vol 27, No 21, (Juli 2021), hlm. 3013. 11 Indonesia, Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi, UU No. 30 Tahun 2002, LN. No. 137 Tahun 2002, TLN No. 4250, Pasal 36. 12 Ibid., Pasal 65. 10


Pemberantasan Korupsi Masa Jabatan Tahun 2019-2023, Sdr. Lili Pintauli Siregar, S.H., M.H. sebagai Wakil Ketua merangkap Anggota Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi.”13 Berdasarkan uraian di atas, maka Lili telah memenuhi unsur Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi. Unsur selanjutnya adalah mengadakan hubungan langsung atau tidak langsung dengan tersangka atau pihak lain yang ada hubungan dengan perkara tindak pidana korupsi yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi dengan alasan apapun. Unsur tersebut bersifat element alternative, dimana dapat dipilih salah satu saja yang berkaitan dengan perbuatan Lili. Dalam hal ini, element alternative yang terjadi adalah “mengadakan hubungan langsung dengan tersangka.”Berdasarkan fakta yang ada dapat dilihat bahwa Lili Pintauli Siregar berhubungan dengan pihak berperkara tidak dalam kapasitas untuk menjalankan tugas penanganan korupsi.14 Selain melalui proses pidana, kita telah melihat proses penyelesaian perkara atas perbuatan yang dilakukan oleh Lili melalui proses peradilan kode etik oleh Majelis Dewan Pengawas KPK. Pasal 4 ayat (2) huruf a dan b Peraturan Dewas No. 2 Tahun 2020 menyatakan bahwa “Dalam mengimplementasikan Nilai Dasar Integritas, setiap Insan Komisi dilarang: a) mengadakan hubungan langsung atau tidak langsung dengan tersangka, terdakwa, atau pihak lain yang ada hubungan dengan perkara tindak pidana korupsi yang diketahui perkaranya sedang ditangani oleh Komisi kecuali dalam rangka pelaksanaan tugas dan sepengetahuan Pimpinan atau atasan langsung: b) menyalahgunakan jabatan dan/atau kewenangan yang dimiliki termasuk menyalahgunakan pengaruh sebagai Insan Komisi baik dalam pelaksanaan tugas, maupun kepentingan pribadi.” Atas pelanggaran kode etik tersebut, Majelis Dewan Pengawas KPK menggunakan Pasal 10 ayat (4) huruf a Peraturan Dewas No. 2 Tahun 2020 yang menyebutkan bahwa “Pemotongan gaji pokok sebesar 40 persen selama dua belas bulan.”15 Seharusnya, Majelis Dewan Pengawas KPK menjatuhkan sanksi Pasal 10 ayat (4) huruf b Peraturan Dewas No. 2

13

Indonesia. Keputusan Presiden Republik Indonesia tentang Pemberhentian Dengan Hormat dan Pengangkatan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi, Perpres Nomor 112/P Tahun 2019. 14 Mohamad Jamil, “Pertanggungjawaban Pidana Penyidik KPK yang Melakukan Pelanggaran dalam Penanganan Kasus Tindak Pidana Korupsi,” SOL JUSTICIA, Vol 2, No 1, (Juni 2019), hlm. 98. 15 Indonesia, Peraturan Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi tentang Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Komisi Pemberantasan Korupsi, No. 2 Tahun 2020, Pasal 10 ayat (4) huruf a.


Tahun 2020 yang berbunyi “Diminta untuk mengajukan pengunduran diri sebagai Dewan Pengawas dan Pimpinan.16 Hal menarik yang dapat dilihat adalah adanya kemiripan isi pada Pasal 4 ayat (2) huruf a Peraturan Dewas No. 2 Tahun 2020 dengan Pasal 36 ayat (1) UU KPK. Kedua pasal tersebut membahas tentang mengadakan hubungan langsung atau tidak langsung dengan tersangka atau pihak lain yang ada hubungan dengan perkara tindak pidana korupsi yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi dengan alasan apapun. Meskipun demikian, penerapan sanksi di Peraturan Dewas No. 2 Tahun 2020 adalah pemotongan gaji dan pengunduran diri, sedangkan di UU KPK adalah pidana penjara paling lama lima tahun. Lili Pintauli Siregar yang menyalahgunakan wewenang sebagai Ketua KPK sudah tepat dijatuhi putusan pelanggaran kode etik. Namun, perbuatan Lili yang berhubungan dengan pelaku tipikor tidak hanya dapat diselesaikan melalui proses yang dilakukan oleh Majelis Dewan Pengawas KPK saja. Diaturnya kualifikasi perbuatan seperti yang dilakukan oleh Lili Pintauli Siregar dalam UU KPK yang memuat sanksi pidana penjara bagi yang berhubungan dengan pelaku tipikor harusnya menjadi suatu mekanisme yang dilakukan. Hal demikian untuk menjaga marwah KPK sebagai suatu lembaga anti rasuah yang dipercaya masyarakat mampu untuk mencegah dan memberantas tipikor. Analisis penerapan sanksi kode etik dan pidana penjara yang telah dibahas di atas untuk menegaskan bahwa KPK sebagai komisi anti korupsi agar dapat menjaga akuntabilitas dan integritas. Ada empat ciri-ciri dari akuntabilitas dan integritas yang harus dicapai oleh KPK. Pertama, harus memiliki sistem pengaturan dalam menjaga etika pemimpin dan anggota KPK. Kedua, memiliki sistem pengawasan internal untuk meminimalisir kemungkinan perbuatan tercela dan/atau penyalahgunaan kekuasaan. Ketiga, memiliki sistem pengawasan eksternal untuk menghindari penyalahgunaan kekuasaan. Keempat, memiliki sistem pelaporan yang baik kepada publik.17 Pada akhirnya, masyarakat tentu menjadi khawatir apabila peristiwa ini melanjutkan preseden buruk tentang akuntabilitas, integritas, dan profesionalisme dari Dewas KPK, Pimpinan KPK, dan anggota KPK untuk kedepannya. Lili Pintauli Siregar secara nyata telah menyalahgunakan wewenang sebagai pimpinan KPK dan berhubungan dengan pihak

16 17

Ibid., Pasal 10 ayat (4) huruf b. Denny Indrayana, Jangan Bunuh KPK, (Malang: Intrans Publishing, 2016), hlm. 65.


berperkara sehingga mencoreng integritas KPK. Lili Pintauli Siregar seharusnya mundur dari jabatan Wakil Ketua KPK dan mendapat sanksi pidana penjara. Hal tersebut ditujukan untuk melindungi dan menunjukan kualitas dari KPK.18

18

Indonesia Corruption Watch, “Putusan Etik Lili Rendahnya Hukuman dan Buruknya Performa Dewan Pengawas,” https://www.antikorupsi.org/id/article/putusan-etik-lili-rendahnya-hukuman-dan-buruknyaperforma-dewan-pengawas-0, diakses 15 September 2021.


DAFTAR PUSTAKA BUKU Indrayana, Denny. Jangan Bunuh KPK. Malang: Intrans Publishing. 2016.

ARTIKEL Indrapurta, Tjokorda Gde dan I Nyoman Bagiastra. “Kedudukan Komisi Pemberantasan Korupsi Sebagai Lembaga Negara Bantu (State Auxiliary Institutions).” Journal Ilmu Hukum. Vol. 2. No.5. Oktober 2014. 1-5. Irsyad, Sena Kogam Mnv. “Implikasi Yuridis Dewan Pengawas KPK Dalam UndangUndang Nomor 19 Tahun 2019 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.” DINAMIKA. Vol. 27, No 21. Juli 2021. 3011-3034. Jamil, Mohamad. “Pertanggungjawaban Pidana Penyidik KPK yang Melakukan Pelanggaran dalam Penanganan Kasus Tindak Pidana Korupsi.” SOL JUSTICIA. Vol 2, No 1. Juni 2019. 87-101. Simbolon, Nanci Yosepin. “Politik Hukum Penanganan Korupsi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi Pasca Disahkannya Undang-undang No. 19 Tahun 2019.” Jurnal Mercatoria. Vol. 13, No 2. Desember 2020. 157-177.

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Indonesia. Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi. UU No. 30 Tahun 2002. LN. No. 137 Tahun 2002. TLN No. 4250. Indonesia. Keputusan Presiden Republik Indonesia tentang Pemberhentian Dengan Hormat dan Pengangkatan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi. Perpres Nomor 112/P Tahun 2019. Indonesia. Peraturan Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi tentang Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Komisi Pemberantasan Korupsi. No. 2 Tahun 2020.

INTERNET Katadata.co.id. “Apa Penyebab Kondisi Korupsi di Indonesia Memburuk,” “https://katadata.co.id/muhammadridhoi/analisisdata/602098add9cef/apa-penyebabkondisi-korupsi-di-indonesia-memburuk. Diakses 15 September 2021. Harbowo, Nikolaus. “Terbukti Berhubungan Dengan Pihak Berperkara Wakil Ketua KPK

Lili

Pintauli

Dihukum

https://www.kompas.id/baca/polhuk/2021/08/30/

Potong

Gaji.”

terbukti-berhubungan-dengan-


pihak-beperkara-wakil-ketua-kpk-lili-pintauli-dihukum-potong-gaji/.

Diakses

15

September 2021. Indonesia Corruption Watch. “Putusan Etik Lili Rendahnya Hukuman dan Buruknya Performa Dewan Pengawas.” https://www.antikorupsi.org/id/article/putusan-etik-lilirendahnya-hukuman-dan-buruknya-performa-dewan-pengawas-0. September 2021.

Diakses

15


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.