Legal Outlook

Page 1

LEMBAGA KAJIAN KEILMUAN FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS INDONESIA Sekretariat: Ruang Student Center Gedung F Kampus FHUI, Depok 16424 website www.lk2fhui.law.ui.ac.id

DISKUSI RUTIN I: KEBEBASAN DALAM KEPEMILIKAN SENJATA API A. Latar belakang kepemilikan senjata api Senjata api merupakan alat atau benda yang terbuat dari logam atau fiber yang digunakan untuk melontarkan peluru/proyektil melalui laras ke arah sasaran yang dikehendaki, sebagai akibat dari hasil ledakan amunisi1. Sejarahnya, senjata api berasal dari sebuah kerangka bahan peledak yang pertama kali digunakan oleh bangsa tiongkok di abad ke-10 masehi.2 Bahan peledak yang pada awalnya terbuat dari belerang ini mulai dikirim kepada bangsa Eropa melalui rute perdagangan silk road dan berkembang menghasilkan senjata genggam pertama yang dikenal sebagai Can-Cannon. Pada abad ke-18, Samuel Colti seorang ilmuwan berkebangsaan Amerika Serikat pun berhasil menemukan senjata dalam bentuk yang lebih praktis, yakni pistol otomatis. Tak perlu memakan waktu lama, pada tahun 1897 John M. Browning pun berhasil menciptakan pistol yang berisi 8 peluru dengan tembakan runtun. Penemuan John M. Browing ini menjadi awal mula perkembangan pistol modern yang memiliki ragam bentuk hingga peruntukannya. Senjata api pun mulai menggantikan senjata tradisional karena dirasa lebih efektif dalam melumpuhkan target atau sebagai alat perlindungan diri.

Seiring perputaran waktu sepanjang abad ke-20, senjata api kerapkali mengalami kemajuan yang disesuaikan dengan penggunaannya. Misalnya saja penggunaan ‘Tommy gun’ oleh John T. Thomson yang marak digunakan dalam perang dunia pertama dan berakhir menjadi pusaka mafia dalam perang antar

1

Peraturan Menteri Pertahanan Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2014 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pemeliharaan Senjata Api di Lingkungan Kemetrian Pertahanan dan TNI. 2 Redaksi FN, “ https://faktualnews.co/2019/02/19/sejarah-dan-perkembangan-senjata-api/124908/ Diakses pada 10 Agustus 2020


LEMBAGA KAJIAN KEILMUAN FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS INDONESIA Sekretariat: Ruang Student Center Gedung F Kampus FHUI, Depok 16424 website www.lk2fhui.law.ui.ac.id

geng. Pada beberapa kasus, warga negara di Amerika memiliki senjata api yang lebih unggul dibandingkan dengan Angkatan Darat Amerika Serikat. Tercatat, selama era pasca-Perang Sipil ketika kavaleri Amerika Serikat membawa senapan tembakan tunggal springfield model 1873 ‘Trapdoor’, para prajurit penduduk asli suku Lakota dan Cheyenne membawa senapan repeating rifle yang dapat ditembakan berulang kali menggunakan tuas, termasuk Henry Rifle dan Winchester Model 1866 3 .

Pada satu sisi memang penggunaan senjata api

memiliki beberapa manfaat, namun, kerugian yang dihadirkan dari penggunaan senjata api ini lebih besar daripada manfaat, sehingga urgensi terhadap kebebasan penggunaan senjata api di Indonesia laik untuk dikaji kembali. Bukan hanya memandang terhadap hak sipil untuk membela diri atau sekadar penggunaan senjata api sebagai sarana rekreasi belaka, namun bagaimana penerapan penggunaan senjata api di masyarakat dan regulasi yang mengatur tentang kebebasan penggunaan senjata api inilah yang seringkali luput dari perhatian khalayak umum. Terhadap karakteristiknya yang mematikan, maka penggunaan senjata api yang berada di tangan orang-orang yang tidak bertanggung jawab bisa mengakibatkan sesuatu yang fatal. Pada kurun waktu 3 tahun saja (2010-2012), Kepolisian RI mencatat setidaknya terdapat 463 kasus penyalahgunaan senjata api yang terjadi dengan peredaran senjata api banyak dilakukan di pasar gelap dan berasal dari daerah-daerah bekas konflik seperti Ambon atau Poso. Melihat fakta ini adalah alasan yang tidak logis jika pemerintah megijinkan masyarakat sipil secara bebas memiliki senjata api dikarenakan hal ini akan mendorong masyarakat untuk menyalahgunakan senjata api sewaktu-waktu, terlebih Indonesia sendiri merupakan negara yang memiliki potensi disintegrasi yang tinggi di berbagai daerahnya. Sebagaimana diungkap dalam Atlas Norodov Mira, prosentasi homogenitas Indonesia hanyalah berkisar di angka 24 point. Indikasi ini 3

Fadhila Eka Ratnasari, “ https://faktualnews.co/2019/02/19/sejarah-dan-perkembangan-senjataapi/124908/ Diakses pada 10 Agustus 2020


LEMBAGA KAJIAN KEILMUAN FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS INDONESIA Sekretariat: Ruang Student Center Gedung F Kampus FHUI, Depok 16424 website www.lk2fhui.law.ui.ac.id

menempatkan Indonesia pada rangking 119 dalam daftar negara-negara dunia mengenai presentase homogenitas. Lebih lanjut, dalam penjelasan Thaviskusien (1991) referensi suku bangsa merupakan aspek paling dominan dalam mendorong disintegrasi yang mana menjadi alasan logis prospek disintegrasi di Indonesia4.

B. Bisnis senjata api yang kian menggiurkan dan maraknya aksi penyelundupan

Tatkala berbicara mengenai bisnis, sudah menjadi hal umum jika para pelaku bisnis menerapkan prinsip bisnis exert the smallest amount of effort for the greatest profit. Industri persenjata apian ini menjadi kian subur baik di ranah legal maupun illegal, yang dibuktikan dengan data yang dihimpun oleh Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI) pada 2016, Amerika masih memuncaki nomor wahid perdagangan senjata yang tercatat senilai $9,9 miliar. Capaian ini menjadi streak point Amerika selama berpuluh-puluh tahun sebagaimana cangkupan data SIPRI sejak

4

Gumilar Rusliwa “Disintegrasi bangsa� FISIP Universitas Indonesia

1950 silam. Jika ditotal,


LEMBAGA KAJIAN KEILMUAN FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS INDONESIA Sekretariat: Ruang Student Center Gedung F Kampus FHUI, Depok 16424 website www.lk2fhui.law.ui.ac.id

Amerika Serikat mampu meraup porsi 33% dari keseluruhan ekspor senjata dunia selama kurun waktu tersebut.

Sementara itu, Rusia menjadi negara kedua setelah AS dalam hal perdagangan ekspor senjata dan peralatan militer. Peningkatan yang terjadi selama kurun waktu 2012 sampai 2016 mencapai 4.7 persen. Importir senjata dari Rusia mayoritas

TABLE 1 DATA PERDAGANGAN SENJATA AS


LEMBAGA KAJIAN KEILMUAN FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS INDONESIA Sekretariat: Ruang Student Center Gedung F Kampus FHUI, Depok 16424 website www.lk2fhui.law.ui.ac.id

didominasi kawasan Asia dan Oceania yang menyumbang 68 persen, disusul Afrika 12 persen, Timur Tengah 8,1 persen serta Eropa 5.9 persen 5 . Tak bisa dipungkiri, permintaan senjata api yang tinggi umumnya berasal dari negaranegara yang terlibat perang atau negara yang memiliki potensi konflik yang tergolong tinggi. Penggunaan senjata api seakan menjadi jaminan akan kemenangan pertikaian dimana pemasok senjata didominasi oleh negara-negara maju. Negara-negara yang terlibat sebagai eksportir persenjataan pun bukan tidak mungkin memiliki maksud lain dibalik derasnya transaksi yang dilakukan, sebagaimana halnya terdapat privilege bonus yang diberikan sebagai bagian dari transaksi dibawah meja. SIPRI sendiri mengungkapkan setidaknya terdapat enam kelompok pemberontak yang turut menerima aliran senjata antara tahun 2012 hingga 2016. Kelompok pemberontak di Ukraina sendiri misalnya, mendapat tank, kendaraan baja rudal darat udara hingga persenjataan dari Russia. Sementara Komite Perlawanan Rakyat (PRC) di Gaza dan Kelompok Hamas mendapat beberapa persenjataan yang membantu aksi mereka dalam perlawanan. Di Indonesia sendiri penyelundupan senjata illegal kembali marak dilakukan sejak terjadinya konflik di beberapa daerah seperti Maluku, Aceh, Poso hingga Papua. Kecurigaan ini bukanlah tanpa dasar, mantan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, Inspektur Jenderal Ansyaad Mbai menuturkan jika pasokan senjata kepada para jihadis saat ini dilakukan oleh pendukung gerakan ekstemis seperti Mujahidin Indonesia Timur (MIT) dan dipasok dari Filipina. Tentu kita masih ingat akan kasus penyelundupan oleh kelompok-kelompok pemberontak pada tahun 2006 yang setidaknya menjadi catatan bagaimana kelompok Abu Sayyaf, Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan Moro Islamic Liberation Font (MILF) berhasil menyelundupkan dan memasok senjata ke Aceh, Sulawesi, Maluku hingga Papua dalam rangka mendukung 5

Arbi Sumandoyo, “ https://tirto.id/jejak-gelap-peredaran-senjata-di-indonesia-bLJ9 Diakses pada 10 Agustus 2020


LEMBAGA KAJIAN KEILMUAN FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS INDONESIA Sekretariat: Ruang Student Center Gedung F Kampus FHUI, Depok 16424 website www.lk2fhui.law.ui.ac.id

Gerakan aksi separatis. Akses terhadap senjata ditenggarai menjadi jawaban atas sarana dan prasarana yang dibutuhkan dalam rangka menyerang aparatur negara dan masyarakat sipil yang dirasa menjadi ancaman akan eksistensi visi dan misi gerakan ekstrimis tersebut. Mencoba berkaca kepada Amerika Serikat dengan kebijakan pembebasan kepemilikan senjata apinya, amandemen kedua Konstitusi AS memberi orang Amerika hak untuk membawa senjata, dan tiga dari sepuluh orang dewasa Amerika secara pribadi memiliki senjata. Sebagian besar pemilik senjata ini mengatakan bahwa hak untuk memiliki senjata api sangat penting untuk kebebasan pribadi mereka6. Pada saat yang sama, kekerasan senjata telah menjadi perdebatan dalam kongres Amerika Serikat mengenai proposal untuk membatasi akses orang Amerika terhadap senjata api. Dalam kurun waktu 1 tahun saja (2017), hampir 40.000 orang meninggal karena kekerasan senjata yang terjadi di beberapa negara bagian. Hal yang menarik disini adalah, apa alasan orang Amerika yang mendukung terhadap kebebasan penggunaan senjata ? Sebagaimana dilansir dari penelitian yang dilakukan oleh Pew Research Center Issue, sekitar dua pertiga pemilik senjata api (67 persen) mengatakan alasan utama kepemilikan senjata api adalah atas faktor berjaga-jaga dan keamanan diri. Sementara sekitar 38 persen masyarakat Amerika beralasan kepemilikan senjata hanya diperuntukan untuk berburu disusul dengan keolahragaan menembak (30 persen) dan kegemaran mengoleksi senjata (13 persen). Masih dalam hasil survey yang sama, mayoritas publik Amerika menilai bahwa sekitar 60 persen masyarakat percaya regulasi pembebasan kepemilikan senjata api perlu diperketat. Survei ini menjadi bukti kekhawatiran publik Amerika terhadap kebebasan penggunaan senjata api. Salah satu kriminolog berkebangsaan Amerika Cook dan Ludwig (2006) meneliti keterkaitan antara kepemilikan senjata 6

John Gramlich, “ https://www.pewresearch.org/fact-tank/2019/10/22/facts-about-guns-in-unitedstates/ Diakses pada 10 Agustus 2020


LEMBAGA KAJIAN KEILMUAN FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS INDONESIA Sekretariat: Ruang Student Center Gedung F Kampus FHUI, Depok 16424 website www.lk2fhui.law.ui.ac.id

api dengan tingkat kasus bunuh diri yang terjadi di Amerika Serikat yang menggunakan data panel untuk 200 kota terbesar di Amerika, menunjukan hasil yang mengejutkan. Seiring dengan meningkatnya prevalensi senjata api, total kasus pembunuhan yang melibatkan senjata api pun meningkat. Temuan ini menunjukan bahwa senjata api memainkan peranan penting dan menjadi faktor penyumbang angka pembunuhan di negeri paman sam tersebut 7 . Sebelum itu, Miller, Azrael dan Hemenway (2002) turut melakukan penelitian antara prevalensi senjata api dengan kematian pada anak-anak. Penelitian itu merujuk kepada hasil bahwa anak-anak yang tinggal di negara bagian dengan persentase kepemilikan senjata api yang tinggi berisiko 16 kali lebih mungkin meninggal dikarenakan senjata api, 7 kali lebih mungkin meninggal akibat bunuh diri dengan menggunakan senjata api dan 3 kali lebih berpotensi meninggal akibat dibunuh oleh orang dewasa. Senada dengan hal tersebut, Siegel, Ross dan King III (2013) melalui hasil penelitiannya berkaitan dengan hubungan antara kepemilikan senjata api dengan peningkatan kasus kriminalitas yang disebabkan oleh senjata api menyebutkan bahwa dari tahun 1981 hingga 2010 telah terjadi peningkatan deviasi dalam prevalensi senjata api sebanyak 12,9 % pada tingkat pembunuhan.

Mencoba menjawab alasan masyarakat Amerika mendukung kebebasan kepemilikan senjata api atas dasar faktor keamanan, Branas dkk (2009) menyelidiki apakah dengan memiliki senjata api dapat membantu mengurangi risiko bahaya dari serangan. Mereka membandingkan sampel individu di Philadelphia (2003 s.d. 2006) yang menjadi korban penyerangan, termasuk mereka yang memiliki senjata api dan yang tidak. Dari hasil penelitian tersebut terbukti bahwa korban yang memiliki senjata justru lebih rentan 4,46 kali tertembak dalam sebuah penyerangan dan 4,23 kali lebih mungkin untuk ditembak 7

Moorew, Matthew D. Agustus 2016. “The Relationship between Firearm Ownership and Violent Crime�, Justice Policy Journal. Volume 13 no 1. Csus.edu/docs. 11 Agustus 2020


LEMBAGA KAJIAN KEILMUAN FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS INDONESIA Sekretariat: Ruang Student Center Gedung F Kampus FHUI, Depok 16424 website www.lk2fhui.law.ui.ac.id

secara fatal dalam sebuah penyerangan. Selanjutnya, dalam serangan di mana korban memiliki kesempatan untuk melawan, individu yang memiliki senjata api berada 5,45 kali lebih mungkin untuk ditembak. Berangkat dari beberapa kasus, pelaku tindak kriminal merasa bahwa dengan adanya senjata yang melekat pada korban membuat pelaku merasakan adanya ancaman yang mendorong pelaku untuk menghabisi korban dalam waktu yang singkat, sehingga Branas dkk. (2009) menyimpulkan bahwa telah terjadi kesalahan dalam berpikir (logical fallacies) terhadap kepemilikan senjata api sebagai upaya untuk melindungi diri dari serangan dan tindak kriminal karena faktanya, hal tersebut justru menempatkan korban pada posisi yang lebih rentan untuk terbunuh. Regulasi yang mengatur terkait kepemilikan senjata di Amerika sendiri diatur dalam Amandemen Kedua Konstitusi tahun 1791 silam. Amandemen itu diadopsi dari Bill of Right dengan bunyi amandemen kedua itu yakni, "Milisi yang diatur dengan baik dibutuhkan untuk keamanan negara merdeka, maka hak-hak masyarakat untuk menyimpan dan menanggung (keep and bear) persenjataan tak boleh dilarang"8. Terlepas dari segala perdebatan yang ada, amandemen ini menghasilkan multitafsir sebagaimana diksi keep and bear yang berarti menyimpan dan menanggung, bukan memiliki (owning), sehingga undang-undang yang berlaku terkait kebebasan kepemilikan senjata dipertanyakan dasar grundnormnya. Amandemen kedua dari konstitusi AS ini adalah anakronisme yang mendistorsi sikap publik9. Bahkan, Barack Obama selaku mantan presiden Amerika Serikat pun mengamini untuk melakukan pembatasan kontrol terhadap kepemilikan senjata api di negerinya atas prakarsa meredam kekerasan senjata api selama tahun terakhir

8

Kumparan, “Bagaimana https://kumparan.com/kumparannews/bagaimana-aturan-kepemilikansenjata-di-amerika-serikat-1rc25Hmr8bv/full Diakses pada 11 Agustus 2020 9 Edward Halperin, “ Opinion: Gun ownership should be regarded in the same manner as driving a car, practicing medicine, or flying an airplane — a privilege and not a right” https://www.businessinsider.com/opinion-gun-ownership-should-be-considered-a-privilege-not-a-right2018-3?r=US&IR=T Diakses pada 11 Agustus 2020


LEMBAGA KAJIAN KEILMUAN FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS INDONESIA Sekretariat: Ruang Student Center Gedung F Kampus FHUI, Depok 16424 website www.lk2fhui.law.ui.ac.id

masa jabatannya10. Kanada sendiri sebagai negara sekutu Amerika Serikat senjata tidak dimuliakan sebagai sesuatu yang istimewa untuk dimasukan ke dalam konstitusi. Senjata telah menjadi hak istimewa yang hanya dimiliki oleh masyarakat tertentu melalui serangkaian seleksi untuk memastikan pemohon pengguna senjata dalam keadaan yang memungkinkan.

Korelasi positif antara kepemilikan senjata api dengan tingkat pembunuhan yang melibatkan senjata api pun bukan hanya terjadi di Amerika Serikat. Meneliti sekitar 26 negara berpenghasilan tinggi, Hemenway dan Miller (2000) menemukan fakta yang sama antara prevalensi senjata api dengan tingkat pembunuhan. Setahun kemudian, Kilias, Van Kesteren dan Rindlisbacher (2001) berbekal laporan data dari International Crime Victimization Surveys untuk 21 negara, mereka menyimpulkan korelasi yang berbanding lurus antara penggunaan senjata api yang semakin marak dengan tingkat bunuh diri, serta pembunuhan dan serangan yang dilakukan menggunakan senjata api. Salah satu negara yang dapat dijadikan contoh dari adanya kelonggaran penggunaan senjata api di masyarakat adalah Brazil dimana menjadi negara dengan penduduk terpadat kelima setelah Indonesia. Pada tahun 2011, badan PBB untuk Narkoba dan Kejahatan (UNODC) mengatakan sebanyak 34.678 orang dibunuh dengan senjata api. Pada 2008 saja telah terjadi kenaikan sebanyak 34.147 dibanding tahun 2007. Kekerasan sangat endemik di Brazil telah mengakibatkan kota-kota besar seperti Sao Pulo dan Rio de Janeiro menjadi wilayah yang sangat rawan akan kejahatan bersenjata dikarenakan pelaku kriminal yang seringkali memiliki persenjataan yang lebih canggih dibanding aparat keamanan 11 . Guaracy Mingardi, ahli dan peneliti

10

Koran Tempo, “Obama Batasi Senjata Api� https://koran.tempo.co/read/internasional/390656/obamabatasi-senjata-api? Diakses pada 11 Agustus 2020 11 Runturambi, Josias Simon, Senjata Api dan Penanganan Tindak Kriminal, (Jakarta:Pustaka Obor Indonesia,2015), Hal.22


LEMBAGA KAJIAN KEILMUAN FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS INDONESIA Sekretariat: Ruang Student Center Gedung F Kampus FHUI, Depok 16424 website www.lk2fhui.law.ui.ac.id

kejahatan dan keselamatan publik di Brazil mengatakan Undang-Undang di Brazil telah diperketat yang mengakibatkan pengurangan tingkat pembunuhan bersenjata api di beberapa distrik bagian. Dirinya juga berharap kepolisian di Brazil dapat memiliki persenjataan yang canggih. Lalu, bagaimanakah kondisi kepemilikan senjata api di Indonesia ? C. Indonesia sebagai negara rawan akan penyalahgunaan senjata api Terlepas dari hak dan kebebasan seorang individu, tak dapat dipungkiri memang penyalahgunaan senjata api menjadi sorotan utama dari adanya penggunaan senjata api yang mana masalah ini tidak bisa ditanggung atas nama kebebasan. Nyawa seseorang merupakan harkat dan martabat yang lebih tinggi jika disandingkan dengan hak untuk kebebasan. Keberadaan senjata api illegal telah menjadi bukti nyata kekhawatiran masyarakat sebagaimana masyarakat Indonesia. Permasalahan kepemilikan senjata api tentu bukan peristiwa pertama yang terjadi di Indonesia. Masih mengalir deras bekas darah pembunuhan dengan menggunakan senjata api ini. Misalnya saja tewasnya pegawai Badan Narkotika Nasional, Indria Kameswari yang ditembak oleh suaminya sendiri, MA pada 1 september 2017. Juga pencurian motor di dua pabrik di wilayah Cikarang dengan menggunakan ancaman senjata api pada 25 september 2017. Selain tindak pidana dengan menggunakan senjata api, beberapa peristiwa kepemilikan senjata api juga pernah menjadi perhatian publik. Beberapa peristiwa itu adalah penembakan peluru ke udara oleh Eddy Supono alias Parto Patrio di Planet Hollywood 2004, penodongan senjata api oleh Iswahyudi Ashari (pengusaha) kepada karyawan di restoran Cork and screw pada tahun 2012, serta penembakan peluru ke udara oleh Ferry Irawan (artis) untuk mengancam pegawai suku Dinas Penataan Kota Jakarta Selatan pada tahun 2016. Beberapa gambaran kasus tersebut menjadi sebuah gambaran bahwa sangat mudah untuk memperoleh senjata illegal di Indonesia.

Salah satu Lembaga independen sebagai pemerhati kebijakan publik,


LEMBAGA KAJIAN KEILMUAN FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS INDONESIA Sekretariat: Ruang Student Center Gedung F Kampus FHUI, Depok 16424 website www.lk2fhui.law.ui.ac.id

Indonesia Police Watch (IPW) mencatat setidaknya dua kasus perampokan bersenjata api terjadi di Jabodetabek tiap bulan sejak awal 2011 hingga kini. Satu di antara pemicunya adalah kemudahan masyarakat memperoleh senjata api. Ketua Presidium IPW Neta S. Pane pun menilai bahwa harga senjata api rakitan tergolong murah yang dapat ditebus dengan harga Rp.3-4 juta rupiah saja 12 . Penggunaan senjata api di Indonesia bukan tidak dilarang, melainkan butuh pengawasan ketat yang mana hanya orang-orang tertentu saja yang diperbolehkan untuk memiliki izin penggunaan senpi, dengan melampirkan persyaratan yang telah

ditentukan.

Pasal

1

Ayat

(1)

UU

Darurat

No. 12 Tahun 1951 disebutkan : “Barangsiapa, yang tanpa hak memasukkan ke Indonesia, membuat, menerima, mencoba memperoleh, menyerahkan atau mencoba menyerahkan, menguasai, membawa, mempunyai persediaan padanya atau mempunyai dalam miliknya, menyimpan, mengangkut, menyembunyikan, mempergunakan atau mengeluarkan dari Indonesia sesuatu senjata api, amunisi atau sesuatu bahan peledak, dihukum dengan hukuman mati atau hukuman penjara seumur hidup atau hukuman penjara sementara setinggi- tingginya dua puluh tahun.” Adapun bila seorang Warga Negara Indonesia bermaksud untuk memiliki senjata api, sudah seharusnya untuk tunduk kepada syarat dan ketentuan yang telah ditetapkan oleh pemerintah, yang dalam hal ini adalah Kepolisian RI melalui Peraturan Kapolri Nomor 82 Tahun 2004 tentang Siapa Saja yang Boleh Memiliki Senjata Api di kalangan sipil.. Lebih lanjut syarat yang ditentukan adalah sebagai berikut13 : a. Pemohon harus memenuhi persyaratan yang ditujukan langsung kepada kondisi

12

Agung Rajasa “ https://metro.tempo.co/read/406526/mayoritas-senjata-api-untuk-kriminal-hasilrakitan/full&view=ok Diakses pada 12 Agustus 2020 13 Admin Indonesia.gov, “ https://indonesia.go.id/layanan/kependudukan/ekonomi/izin-memiliki-senjata Diakses pada 10 Agustus 2020


LEMBAGA KAJIAN KEILMUAN FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS INDONESIA Sekretariat: Ruang Student Center Gedung F Kampus FHUI, Depok 16424 website www.lk2fhui.law.ui.ac.id

pemohon. Untuk persyaratan ini pemohon adalah seorang WNI yang hanya berasal dari golongan tertentu, seperti menteri, direktur utama, komisaris, pengusaha utama, pengacara maupun dokter. Selain itu pemohon secara resmi mendapatkan surat izin dari instansi atau kantor yang bertanggung jawab atas kepemilikan senjata api. b. Pemohon diharuskan untuk lolos pemeriksaan psikologis dan medis. Untuk point ini tes medis dilakukan untuk mengetahui apakah pemohon siap secara rohani dan jasmani. Sementara tes psikologis dilakukan guna mengetahui manajemen emosional yang dilakukan oleh Dinas Psikologis Kepolisian RI.

c. Pemohon tidak pernah terlibat tindak pidana. Untuk mengetahui riwayat pemohon pihak kepolisian akan melakukan screening dari Kadit IPP dan Subdit Pamwassendak bersamaan dengan pembuktian melalui SKKB (Surat Keterangan Kelakuan Baik) dari kepolisian. d. Usia pemohon terpenuhi, yakni batas minimal 21 tahun dan batas maksimalnya adalah 65 tahun.

Terkait sebagai sarana untuk kepentingan pembelaan diri dan koleksi pribadi, berdasarkan data yang diberikan oleh Polri, sampai dengan pertengahan tahun 2012 saja setidaknya terdapat 18.030 pucuk senjata api di tangan sipil. Jumlah ini terdiri dari senjata berpeluru tajam 3.060 pucuk, berpeluru karet 9.800 pucuk dan berpeluru gas 5.000 pucuk. Di tengah banyaknya senjata api yang beredar di masyarakat sebuah masalah muncul terkait perizinan senjata api. Pada tahun yang sama saja, Polri telah menarik 10.910 senjata api karena tak memiliki izin atau izinnya habis 14 . Kurangnya kepatuhan sipil pada peraturan menjadi alasan mengapa kebebasan penggunaan senjata api di masyarakat adalah langkah yang 14

Republika, “ ―senjata illegal ganggu stabilitas‖, http://www. /berita/koran/news-update/13/09/15/ Diakses pada 12 Agustus 2020


LEMBAGA KAJIAN KEILMUAN FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS INDONESIA Sekretariat: Ruang Student Center Gedung F Kampus FHUI, Depok 16424 website www.lk2fhui.law.ui.ac.id

tidak tepat mengingat angka ini tidak termasuk penyalahgunaan senjata api di lingkungan masyarakat. Tentu kita tidak ingin klaim yang berawal penggunaan senjata api sebagai penjagaan diri justru menjadikan publik merasa terancam dengan bebasnya kepemilikan senjata api tersebut. Kita pun mengerti bahwasanya kolektor senjata api sungguh tidak masuk awal akan membantu melindungi sipil dengan senjata apinya dari tindakan terorisme atau ancaman invansi negara lain jika melakukan penyerangan. Salah satu faktor lain yang menjadikan pemberian kebebasan penggunaan senjata api di Indonesia sebagai langkah yang tidak bijak untuk dilakukan adalah karena latar belakang masyarakat Indonesia. Berdasar laporan Harian Kompas, terdapat korelasi antara tingkat kemiskinan dengan angka kriminalitas. Berdasarkan laporan BPS terkait angka kemiskinan dan angka kriminalitas, salah satu Provinsi di Indonesia yang menjadi highlight adalah Papua Barat dengan prosentase kemiskinan warganya mencapai 23 persen ditambah dengan jumlah kriminalitas yang banyak sehingga menjadikan Papua Barat menduduki peringkat 2 dalam daerah tertinggi untuk kasus kriminalitas. Penghitungan ini turut melihat jumlah penduduk di Papua Barat di tahun 2018 yang menurut proyeksi BPS adalah 937.458 jiwa. Sedangkan nilai rasio tindak kejahatan diukur berdasarkan 100 ribu penduduk di satu wilayah15. Walaupun hasil temuan ini tidaklah mutlak, namun adanya akses bagi persenjata-apian kepada masyarakat akan mendorong masyarakat untuk melakukan penyalahgunaan senjata api mengingat senjata api dapat dimiliki dengan biaya yang murah di Indonesia dan Indonesia masihlah tergolong negara dengan penduduk miskin yang cukup besar. Sebagaimana rilis riset BPS, angka kriminalitas pencurian dengan menggunakan senjata api

15


LEMBAGA KAJIAN KEILMUAN FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS INDONESIA Sekretariat: Ruang Student Center Gedung F Kampus FHUI, Depok 16424 website www.lk2fhui.law.ui.ac.id

menurun

dari

tahun

ke

tahun.

Hal ini juga bersamaan dengan penguatan pengawasan peredaran senjata api yang dilakukan oleh pihak Kepolisan. Kriminolog dari Universitas Indonesia Adrianus Meliala pun sepakat bahwa dibutuhkan pendekatan yang berbeda untuk menekan peredaran senjata api illegal di kalangan sipil. Pendekatan yang dimaksud adalah pendekatan non penal, yakni dengan melakukan operasi kepolisian. Hal ini dikarenakan berdasarkan Pasal 9 Perkap No. 18 Tahun 2015 pihak yang berwenang untuk melakukan pengawasan dan pengendalian senjata api adalah Polri, baik di tingkat terendah hingga tingkat pusat. Operasi kepolisian dapat digunakan sebagai alat pengendali peredaran senjata api di kalangan masyarakat sipil serta digunakan untuk menghimpun data akan jumlah peredaran senjata api.


LEMBAGA KAJIAN KEILMUAN FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS INDONESIA Sekretariat: Ruang Student Center Gedung F Kampus FHUI, Depok 16424 website www.lk2fhui.law.ui.ac.id

Nantinya, data ini akan dijadikan landasan dalam kebijakan nasional pengendalian senjata api di kalangan masyakarat sipil.

Sejatinya sebuah hak adalah ketentuan mutlak yang tidak dapat diganggu gugat. Pada dasarnya, setiap orang berhak melindungi diri dan hartanya (self defense) dari ancaman pihak lain. Setiap orang juga memiliki hal untuk hidup sebagaimana tercantum dalam Pasal 9 ayat (1) UU No.39 Tahun 1999 tentang HAM. Oleh karena itu setiap orang berhak menggunakan berbagai cara dan alat untuk

melindungi

dirinya

termasuk

dengan

cara

menguasai

(memiliki/menggunakan) senjata api. Berangkat dari filosofi hak hidup ini negara tidak menutup kemungkinan bagi individu untuk memiliki senjata api melalui syarat dan proses tertentu yang tersebar di beberapa peraturan perundangundangan seperti UU No.8 Tahun 1948 tentang Pendaftaran dan Pemberian Izin Pemakaian Senjata Api, UU No 12 Tahun 1951 tentang Peraturan Hukuman Istimewa Sementara hingga UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Berkaitan dengan perizinan, Pasal 9 UU No.8 Tahun 1948 menentukan bahwa setiap orang yang bukan anggota tentara atau polisi harus mempunyai izin pemakaian senjata api menurut contoh yang ditetapkan oleh Kepala Kepolisian Negara. Dengan demikian, Pasal 9 UU No. 8 Tahun 1948 menjadi titik kejelasan bagi sipil untuk memiliki senjata api sebagai bentuk upaya melindungi diri, sehingga demikianlah, isu terkait pemberian kebebasan sipil untuk mempunyai hak milik terhadap senjata api bagai solusi fiktif karena Indonesia telah memberikan kesempatan warga sipil untuk itu.


LEMBAGA KAJIAN KEILMUAN FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS INDONESIA Sekretariat: Ruang Student Center Gedung F Kampus FHUI, Depok 16424 website www.lk2fhui.law.ui.ac.id

DISKUSI RUTIN II: Legalisasi Pemanfaatan Ganja di Indonesia Lembaga Kajian Keilmuan- Ganja (Cannabis sativa) merupakan tumbuhan budidaya penghasil serat, tetapi lebih dikenal akan kandungan zat narkotika pada bijinya, tetrahidrokanabinol (THC, tetra-hydro-cannabinol) yang dapat membuat pemakainya mengalami euphoria (rasa senang yang berkepanjangan tanpa sebab). Tanaman ganja seringkali dibuat menjadi rokok mariyuana. Tanaman semusim ini tingginya dapat mencapai 2 meter. Berdaun menjari dengan bunga jantan dan betina ada di tanaman berbeda (berumah dua). Bunganya kecil-kecil dalam dompolan di ujung ranting. Ganja hanya tumbuh di pegunungan tropis dengan ketinggian di atas 1.000 meter di atas permukaan laut. Ganja menjadi simbol budaya hippies yang pernah populer di Amerika Serikat. Hal ini biasanya dilambangkan dengan daun ganja yang berbentuk khas. Selain itu ganja dan opium juga didengungkan sebagai simbol perlawanan terhadap arus globalisme yang dipaksakan negara kapitalis terhadap negara berkembang. Di India, sebagian Sadhu yang menyembah dewa Shiva menggunakan produk derivatif ganja untuk melakukan ritual penyembahan dengan cara menghisap hashish melalui pipa chilam/chillum, dan dengan meminum bhang16. 1. Sejarah Ganja baru resmi dicatat dalam kerajaan tanaman dengan nama ilmiah “cannabis sativa� oleh Carolus Linnaeus pada tahun 1753. Catatan tertulis pertama tentang tanaman ganja berasal dari lempengan tanah liat yang di tulis dalam huruf paku (cuneiform) oleh bangsa Sumeria pada masa 3.000 tahun sebelum masehi. Pada 16

Fajriah Intan Purnama, Studi Tentang Perjuangan LGN dalam Legalisasi Ganja di Indonesia (Jakarta:Fakultas Sosial UNJ,2015), hal.34


LEMBAGA KAJIAN KEILMUAN FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS INDONESIA Sekretariat: Ruang Student Center Gedung F Kampus FHUI, Depok 16424 website www.lk2fhui.law.ui.ac.id

masa itu, kata-kata dalam bahasa Sumeria seperti, “A-Zal-La” (tanaman yang memintal),


LEMBAGA KAJIAN KEILMUAN FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS INDONESIA Sekretariat: Ruang Student Center Gedung F Kampus FHUI, Depok 16424 website www.lk2fhui.law.ui.ac.id

“Sa-mi-ni-is-sa-ti”, “Har-Mu-Um”, “Har-Gud”, “Gur-Gur-Rum” (tali tambang) dan “GanZin-Gun-Na” (pencuri jiwa yang terpintal) merujuk pada satu jenis tanaman, yaitu ganja. Beberapa ahli bahasa memperkirakan bahwa “Gan-Zi” dan “Gun-Na” adalah bahasa Sumeria yang jika disatukan menjadi “Ganja”17.

Berdasarakan tinjauan historis, tanaman ganja pertama kali ditemukan di daratan Cina pada tahun 2737 SM. Masyarakat Cina kuno telah mengenal dan memanfaatkan ganja dalam kehidupan sehari-hari sejak zaman batu. Masyarakat Cina menggunakan mariyuana untuk bahan tenun pakaian, obat-obatan, dan terapi penyembuhan seperti penyakit rematik, sakit perut, beri-beri hingga malaria.

2. Pemanfaatan Ganja •

Ganja sebagai minyak esensial Dalam perkembangan dan revolusi industri, minyak nabati memiliki peranan vital selain untuk konsumsi manusia. Aplikasi minyak sayur dalam industri ditentukan oleh ukuran “Nilai Iodin” untuk kisaran 80-100 masuk dalam kategori minyak tidak kering, angka 100-120 termasuk dalam minyak semi kering dan angka 120-200 termasuk minyak kering. Minyak kering adalah kategori yang cocok dipakai untuk industri. Sifat dan jumlah ikatan ganda pada asam lemak menjadi penentu kualitas minyak nabati dalam industri. Sementara minyak ganja dan kedelai masuk dalam kategori semi kering yang lebih cocok dikonsumsi dibanding aplikasi industri18. Namun, di masa lalu minyak ganja adalah bahan baku utama bagi produksi cat, vernis, sealant, minyak pelumas untuk mesin dan tinta cetak maupun tulis. Ilmu ekonomi dan pengetahuan saat ini bisa mengambil pengalaman

17 18

Ibid. Arif Wicaksono, Tanaman Ganja dan Manfaatnya (Surabaya:Institut Teknologi Sepuluh November,2017) hal. 23


LEMBAGA KAJIAN KEILMUAN FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS INDONESIA Sekretariat: Ruang Student Center Gedung F Kampus FHUI, Depok 16424 website www.lk2fhui.law.ui.ac.id masa lalu ganja. Produksi minyak biji ganja dalam volume besar, harga yang murah dan tidak adanya undang-undang narkotika yang melarang membuatnya pilihan utama dalam industri masa lalu. Seiring varietas ganja yang sangat beragam dan pemanfaatannya oleh manusia sehingga dari satu spesies tanaman bisa memiliki bagian-bagian yang bermanfaat tinggi bagi setiap jenis industri seperti serat, biji, zat psikoaktif bahkan minyak esensial. Minyak esensial adalah produk lain yang juga dapat dikembangkan dari tanaman ganja. Namun, minyak esensial dari ganja produksinya sangat kecil sekitar 10 liter per hectare. Karena itu minyak esensial ini sangat mahal dan merupakan barang mewah. Minyak esensial dalam ganja dapat dipakai dalam berbasgai produk seperti kosmetik, sampo, sabun, krim, minyak, dan parfum. •

Ganja sebagai Devisa negara Melihat kepada opsi ekonomi, tanaman ganja memiliki kebermanfaatan yang sangat signifikan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan penduduk Indonesia. Tanaman ganja yang telah dimanfaatkan di berbagai negara seperti Amerika, Inggris, bahkan Thailand sendiri menjadi bukti bagaimana pemanfaatan


LEMBAGA KAJIAN KEILMUAN FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS INDONESIA Sekretariat: Ruang Student Center Gedung F Kampus FHUI, Depok 16424 website www.lk2fhui.law.ui.ac.id ganja sangat berpengaruh dalam membantu akselerasi penerimaan kas negara 19. Menilik kepada negeri seberang Malaysia dengan budaya dan masyarakatnya yang sedikit lebih konservatif, tanaman ganja telah diteliti dan akan dilegalkan dalam hal pemanfaatanya. GAMBAR 1PEMANFAATAN GANJA SUMBER :

OBSERVASI

LAPANGAN

ARIF

WICAKSONO,

2017

Skema diatas menunjukan bahwa setiap bagian dari tanaman ganja memiliki kegunaan yang dapat dijadikan komoditas perdagangan yang menunjang perekonomian negara. •

Ganja sebagai bahan baku Tekstil Adapun peluang berikutnya dalam tanaman ganja adalah pemanfaatan serat ganja menjadi bahan baku teksil, terutama pada pakaian tentara dan atau pakaian anti peluru. Serat ganja sangat cocok untuk digunakan atas seratnya yang kuat dan tahan terhadap abrasi 20 . Walau terdapat kekurangan yakni kurang nyaman apabila dikenakan, tetapi hal ini bisa disiasati dengan menggunakan mesin-mesin khusus pemodifikasi tekstil seperti di Tiongkok21. Serat alami juga digunakan dalam industry manufaktur mobil di Eropa dan Amerika.

Melalui

German

Aerospace

Institute,

Jerman

berhasil

mengembangkan komponen-komponen penunjang industry mobilnya seperti pemanfaaatan bahan baku menjadi produk packing, penutup jok kursi dan alas lantai dengan komposit serat ganja. Hal lainnya yang mendukung pemanfaatan tanaman ganja adalah serat ganja dapat dijadikan bahan baku pembuatan kertas yang berdasarkan penelitian Tim Lingkar Ganja Nusantara (LGN) jauh lebih

19

Mrinalini Krishna, “Economic Benefits Legalizing Weed” , https://www.investopedia.com/articles/insights/110916/economic-benefits-legalizing-weed.asp Diakses pada 4 September 2020 20 Ibid, hal.60 21 Wadebridge, Ecological Centre, The Ecologist, Volume 10, Acrosystem Ltd. 1980


LEMBAGA KAJIAN KEILMUAN FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS INDONESIA Sekretariat: Ruang Student Center Gedung F Kampus FHUI, Depok 16424 website www.lk2fhui.law.ui.ac.id murah dan ramah lingkungan22. Sebagaimana yang kita ketahui kertas yang digunakan sehari-hari saat ini berbahan dasar bubur kayu yang diekstrak dari pohon yang berusia puluhan tahun. Walau instansi industry telah mengklaim melakukan reboisasi, tetapi jeda puluhan tahun atas penebangan secara besarbesaran merupakan sesuatu yang mudharat. Untuk itulah tanaman ganja menjadi solusi untuk keberlangsungan kelestarian lingkungan hidup. Untuk mendukung penelitian yang dilakukan oleh LGN, terdapat sebuah hasil penelitian serupa yang dilakukan oleh Library of Congress yang menyimpulkan bahwa: “Sementara kertas-kertas dari serat ganja dengan umur 300-400 tahun masih terlihat kuat, 97% buku-buku yang dicetak antara tahun 1900 an dari bahan serat kayu hanya akan bertahan dalam jangka waktu 50 tahunan”23.

Kembali kepada hasil temuan tim dokter Hello Sehat dalam WebMd, salah seorang professor bedah, Dustin Sulak menemukan fakta bahwa tanaman ganja dapat dimanfaatkan untuk penyembuhan berbagai macam penyakit seperti Asma, Kanker, meningkatkan kapasitas paru, glokoma hingga THC24. Sulak sendiri memberikan dosis yang tepat kepada pasiennya dimana pada kasus tersebut kondisi Kesehatan pasien terbukti berangsur-angsur membaik yang turut memperkuat historis kebermanfaatan ganja di bidang kesehatan yang dalam kasus ini digunakan sebagai obat terapeutik.

3. Lingkar Ganja Nusantara Legalisasi ganja adalah dasar nilai perjuangan dari organisasi LGN. Masyarakat 22

Opcit, hal.65 Arif Wicaksono, Tanaman Ganja dan Manfaatnya (Surabaya:Institut Teknologi Sepuluh November,2017) hal. 44 24 Damar Upatha, “Manfaat Ganja Secara Medis“https://hellosehat.com/hidup-sehat/fakta-unik/manfaat-ganjasecara-medis/#gref Diakses pada 4 September 2020 23


LEMBAGA KAJIAN KEILMUAN FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS INDONESIA Sekretariat: Ruang Student Center Gedung F Kampus FHUI, Depok 16424 website www.lk2fhui.law.ui.ac.id yang mengamini pemanfaatan ganja lebih lanjut percaya bahwa tujuan dari adanya gagasan ini semata-mata sebagai kemaslahatan manusia yang diwujudkan dalam advokasi upaya deregulasi tanaman ganja karena tanaman ini dipercaya memiliki banyak manfaat sebagaimana yang telah dijelaskan. LGN menunjukan, tanaman ganja memiliki nilai ekonomis yang sangat tinggi dimana Dhira Narayana selaku salah satu penggagas organisasi ini dalam salah satu wawancaranya menemui fakta bahwa hasil daripada olahan hasil ganja dibanderol dengan harga yang cukup tinggi. Ia menjelaskan alasan ekonomis kiranya dapat membuka mata hati masyarakat yang belum mengenal ganja. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, Provinsi Aceh menjadi provinsi yang dapat dikategorikan sebagai salah satu wilayah dengan jumlah penduduk termiskin terbanyak di Indonesia (data Juli 2019)25. Selaras dengan hal ini Katadata sendiri merilis kajian yang mengindikasikan angka kemiskinan penduduk Provinsi Aceh mencapai hingga 15,32% yang menempati posisi setelah Provinsi Gorontalo dengan angka 15,52%26. Tingkat kemiskinan ini menjadi bukti bagaimana kualitas kehidupan perekonomian masyarakat lokal yang sudah barangtentu berdampak pada aspek lainnya seperti tingkat daya beli hingga refleksi upah minimum regional (UMR) setempat. Atas dasar inilah kiranya pemanfaatan ganja yang digunakan sebagaimana mestinya dapat turut mendongkrak nilai perekonomian masyarakat suatu wilayah sebagaimana tanaman ganja yang memiliki demand yang sangat tinggi atas kebermanfaatannya. Berkaca kepada LGN sesuai dengan kapasitasnya sebagai organisasi lembaga ini banyak didukung oleh masyarakat dari berbagai lapisan. Pihaknya mengakui dukungan ini muncul dari berbagai platform yang salah satunya adalah sosial media. Sebagai satu-satunya organisasi yang mengkampanyekan isu ini LGN memiliki atensi yang

25

Badan Pusat Statistik, “Data Penduduk Miskin Indonesia “,https://www.bps.go.id/linkTableDinamis/view/id/1119 Diakses pada 3 September 2020 26 Katadata, “Provinsi Manakah yang Memiliki Angka Terbesar “, https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2019/07/16/provinsi-mana-yang-memiliki-angka-kemiskinanterbesar Diakses pada 3 september 2020


LEMBAGA KAJIAN KEILMUAN FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS INDONESIA Sekretariat: Ruang Student Center Gedung F Kampus FHUI, Depok 16424 website www.lk2fhui.law.ui.ac.id besar dan terpusat sehingga Gerakan LGN menjadi sangat terlihat serta mudah untuk dianalisis oleh masyarakat. Kecendrungan untuk turut mendukung visi misi LGN oleh masyarakat kiranya menjadi cerminan sebuah upaya adanya gerakan pembaharuan yang progresif. Adapun salah satu upaya yang dilakukan oleh LGN dalam mendorong lebih banyak masyarakat untuk mengenal lebih dalam adalah dengan menerbitkan sebuah buku berjudul Hikayat Pohon Ganja yang per febuari 2020 telah diterbitkan sebanyak 13.000 eksemplar. Banyaknya respon positif atas buku tersebut menjadi indikator kesuksesan salah satu misi LGN dalam membawa sisi terang bagi pemahaman ganja pada masyarakat Indonesia. Tidak berhenti pada titik tersebut, diketahui pemerintah pun memberikan sponsor yang besar untuk gerakan sosial gagasan Dhira Narayana ini. Menyambut baik apresiasi pemerintah ini LGN mendirikan pusat lembaga riset bernama Yayasan Sativa Nusantara. Pendirian lembaga ini secara terang didukung oleh pemerintah melalui legalisasi lembaga dari Kementrian Hukum dan HAM serta menjadi mitra dari lembaga Kementrian Kesehatan sebagai lembaga riset yang mengembangkan riset tentang ganja sebagai obat medis. Langkah pemerintah ini dapat dibuktikan melalui surat ijin Kementrian Kesehatan No;LB.02.01/III.3?885/2015 tanggal 30 Januari 2015 Perihal : Ijin penelitian Canabis Ditandatangani Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama. Bahkan apabila dilihat dari tinjauan yuridis verbis dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dalam Pasal 4 butir a dijelaskan bahwa; Undang-undang narkotika bertujuan: a. Menjamin ketersediaan Narkotika untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi; Sementara itu dalam pasal 7 pun dijelaskan bahwa “ Narkotika hanya dapat digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.� Substansi hukum yang ada pun tentu tidak bertentangan dengan peraturang dibawahnya melalui Peraturan Kementrian Kesehatan No.13 Tahun 2013 tentang Perubahan


LEMBAGA KAJIAN KEILMUAN FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS INDONESIA Sekretariat: Ruang Student Center Gedung F Kampus FHUI, Depok 16424 website www.lk2fhui.law.ui.ac.id Penggolongan Narkotika sebagaimana dimungkinkan adanya revisi dari penggolongan narkotika jenis 1 yang selama ini ganja diidentifikasi masuk kedalamnya. Padahal, dari penjelasan dr. Widya Murni sebagai representasi profesi dokter Indonesia mengungkapkan bahwa selama ini telah terjadi kesalahan dalam berlogika (logical fallacies) oleh pihak kontra karena ganja jenis HAMP memiliki ekstrak yang menghasilkan insulin 27 . Jadi generalisir tanaman ganja merefleksikan sebuah adagium people hate what they don’t understand. Tentu kita masih ingat terhadap kasus Rahmat Zulkifli dan Mudatsir yang divonis bersalah atas penggunaan tanaman ganja yang padahal digunakan semata-mata untuk kebutuhan medis. Dari penelusuran pun tidak ditemui sama sekali indikasi penyalahgunaan ganja tersebut. Kasus ini seakan menjadi cerminan dari banyaknya ketidaksesuaian yang terjadi di masyarakat. Untuk membuktikan kesalahan claim daripada pihak kontra akan pemanfaatan ganja, organisasi non profit Rumah Cemara telah berhasil merangkum beberapa penelitian kredibel tentang tanaman ganja ini. Ali H. Mokdad dkk. Dalam “Actual Causes of Death in the United States,2000” yang dipublikasikan oleh sumber jurnal terpercaya Journal of the American Medical Association, 10 Maret 2004 menguraikan penyebab kematian actual di AS selama rentang waktu antara 1990 hingga 2000. Adapun laporan tersebut tercantum dalam gambar satire fakta tersebut. Sementara itu Common Sense for Drug Policy (CSDP), yakni merupakan organisasi nirlaba untuk reformasi kebijakan narkoba, menayangkan daftar penyebab kematian di Amerika Serikat pada situs webnya. Selain dari laporan pemerintah AS, daftar ini juga menggunakan data dari laporan mokdad dkk.

27

Muhammad Chaidir “Sidang Kasus Narkoba Ahli Sebut Ganja Bisa Jadi Obat Diabetes“ https://makassar.sindonews.com/berita/48274/1/sidang-kasus-narkoba-ahli-sebut-ganja-bisa-jadi-obat-diabetes Diakses pada 3 September 2020


LEMBAGA KAJIAN KEILMUAN FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS INDONESIA Sekretariat: Ruang Student Center Gedung F Kampus FHUI, Depok 16424 website www.lk2fhui.law.ui.ac.id Pada hasil penelitian inilah berakhir pada sebuah konklusi bahwa ganja tidak sama sekali menyumbang kematian di Amerika Serikat sampai dengan tahun 201628. Berangkat

daripada

penelitian oleh pihak independent diatas dan argumentasi penulis menjadi dasar Pemerintah

yang

sudah

selaiknya

melakukan deregulasi UU No.35 tahun 2009 terhadap klaim narkotika golongan 1 sebagaimana tidak diperbolehkan sama sekali untuk dimanfaatkan atau diteliti lebih lanjut peruntukannya.

28

Ptri Handoyo, “Benarkah Overdosis Ganja Tidak Menyebabkan Kematian“ https://rumahcemara.or.id/benarkahoverdosis-ganja-tidak-menyebabkan-kematian/ Diakses pada 3 September 2020


LEMBAGA KAJIAN KEILMUAN FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS INDONESIA Sekretariat: Ruang Student Center Gedung F Kampus FHUI, Depok 16424 website www.lk2fhui.law.ui.ac.id

DISKUSI RUTIN III: TITIK TEMU SENGKETA WILAYAH YANG TERJADI DI DUNIA DALAM FOKUS CHINA Canissa Maharani 1906385954 Sengketa wilayah merupakan sebuah permasalahan yang terus menerus terjadi dan menjadi konflik. Sengketa wilayah yang terjadi tersebut seringkali meninggalkan jejak tanpa penyelesaian yang jelas. China merupakan salah satu negara yang selalu menjadi pemeran utama dalam permasalahan konflik wilayah ini. Oleh sebab itu kajian ini dibuat agar dapat membantu dalam memahami bagaimana sengketa itu dipandang melalui instrumen sejarah dan hukum yang berlaku melalui sudut pandang China. FILOSOFI DAN HISTORY KLAIM WILAYAH Dewasa ini, sengketa teritorial atau wilayah merupakan suatu hal yang terus menerus terjadi dan menjadi konflik. Sejarah telah mencatat bahwa konflik wilayah hampir terjadi dimanapun mulai dari Afrika, Eropa, Amerika serta belahan bumi lainnya. Konflik atau perselisihan wilayah ini tidak hanya mencakup daratan namun juga perairan. Sengketa teritorial mempengaruhi kedaulatan nasional suatu negara dan integritas teritorial, termasuk kepentingan intinya. Secara historis, hal tersebut telah menjadi masalah paling umum yang menyebabkan negara-negara berselisih dan berperang.29 Pada dasarnya merupakan hal ini berasal dari pemikiran setiap negara atau kerajaan yang menganggap teritorial sebagai sebuah barang milik sendiri. Mereka menganggap bahwa memperluas teritorial atau wilayah merupakan sebuah bentuk pembuktian kekuatan negara dan bentuk kepemilikan kekuasaan oleh negara. Machiavelli telah lebih jauh mengkonklusikan "the wish to acquire more [territory] is admittedly a very natural and common thing; and when men succeed in this they are always praised rather than condemned.� 30 Demikian, bahwa ketika suatu negara berhasil memperluas atau mengekspansi daerahnya berkat seorang pemimpin maka 29

Kalevi J. Holsti, Peace and War: Armed Conflicts and International Prder, 1648-1989 (Cambridge: Cabridge University Press, 1991); John A. Vasquez, The War Puzzle 9New York: Cambridge University Press, 1993). 30 Niccolo Machiavelli, The Prince (New York)1961, hal.42


LEMBAGA KAJIAN KEILMUAN FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS INDONESIA Sekretariat: Ruang Student Center Gedung F Kampus FHUI, Depok 16424 website www.lk2fhui.law.ui.ac.id pemimpin tersebut akan lebih condong diapresiasi daripada disalahkan. Berdasarkan stigma tersebut maka bukan suatu hal yang mengherankan apabila setiap negara berkeinginan untuk memperluas wilayah miliknya. Perselisihan wilayah di China bermula pada saat berdirinya Republik Rakyat Tiongkok (RRT) pada tahun 1949, salah satu warisan sejarah terpenting yang diwarisi oleh pemerintah baru adalah perbatasan Tiongkok yang relatif tidak jelas. Tercatat bahwa "perbatasan tradisional" kekaisaran Cina "seringkali bukanlah garis, melainkan zona percampuran antara pemukiman Cina dan wilayah adat masyarakat nomaden karena kesetiaan yang samar-samar kepada kaisar Cina." (1) Bahkan dengan mempertimbangkan perjanjian perbatasan dan perjanjian penyerahan wilayah yang diberlakukan oleh kekuatan asing selama abad kesembilan belas, batas-batas China masih jauh dari kejelasan ketika Partai Komunis mengambil alih kekuasaan. Status perbatasan menjadi semakin tidak pasti dengan keputusan pemerintah China yang baru untuk memberikan cadangan bagi dirinya sendiri yaitu hak untuk "mengakui, mencabut, merevisi, atau menegosiasikan ulang" perjanjian dan perjanjian yang disepakati antara pemerintah China Nasionalis dan pemerintah asing. (2) Dalam praktiknya, seperti yang terungkap dalam perselisihan teritorial selama tahun 1950-an dan awal 1960-an, Tiongkok mengadopsi pendekatan serupa terhadap "perjanjian yang tidak setara" yang ditandatangani antara Qing (Ching) Tiongkok dan kekuatan asing pada abad kesembilan belas, meskipun posisi ini tidak dinyatakan secara eksplisit hingga tahun 1963. (3) Meskipun sejumlah perjanjian perbatasan yang ditandatangani pada awal 1960-an, sengketa atas banyak bagian perbatasan China telah dikaji ulang dan belum diselesaikan. Faktanya, sejak 1949 China telah memiliki konflik wilayah dengan hampir setiap negara tetangganya atas wilayah yang disengketakan. Signifikansi teritorial yang digarisbawahi untuk hubungan China dengan tetangganya telah digarisbawahi oleh operasi militer besar yang telah dilakukan di wilayah yang disengketakan: perbatasan Sino-India pada tahun 1962; perbatasan Sino-Soviet pada tahun 1969; dan Pulau Paracel pada tahun 1974. (4) Sampai saat ini, sengketa wilayah tetap menjadi sumber


LEMBAGA KAJIAN KEILMUAN FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS INDONESIA Sekretariat: Ruang Student Center Gedung F Kampus FHUI, Depok 16424 website www.lk2fhui.law.ui.ac.id potensi konflik dalam hubungan sulit Tiongkok dengan tetangga utamanya - Uni Soviet, India, dan Vietnam.31 Selain itu, klaim atas wilayah Laut China Selatan (LCS) dimulai dari Dinasti Han (206 SM-220 M) - Dinasti Ming (1403-1644) di mana jalur air diatur dalam sistem anak sungai Kekaisaran Cina. Secara historis, Dalam meningkatkan pengaruhnya atas wilayah tersebut dan untuk menghindari pertempuran perbatasan yang berlarut-larut, China merancang sistem anak sungai yang mana negara-negara bawahan di wilayah tersebut diberi otonomi untuk melakukan perdagangan dan transit di wilayah tersebut, sementara, sebagai imbalannya memberikan upeti kepada Kaisar Tiongkok, mengakui dominasi Tiongkok, dan sebagai imbalan Tiongkok menawarkan hadiah dan perlindungan kepada negara-negara bawahan tersebut. Disisi lain, peraturan ini bertentangan dengan kebebasan navigasi dan konsep perdagangan oleh negara-negara Barat ketika mereka memasuki wilayah tersebut untuk mencari jalur perdagangan pada awal abad ke-16. Selama periode waktu ini, perdagangan Wilayah Laut Selatan Tiongkok dengan Funan (sekarang Kamboja, Thailand, dan Vietnam) berasal dari tahun 502-587 M, serta perdagangan dan pengiriman lebih lanjut dengan negara-negara Kota Malaya dilakukan sejak abad ke-13. Sistem anak sungai mengalami kehancuran ketika Tiongkok mengalami kekalahan telak selama Perang Candu (1839-42 dan 1856-60). Akibatnya, sistem anak sungai diganti dengan perjanjian yang berasal dari kekalahan selama Perang Candu.32 KLAIM PERSELISIHAN LAUT CHINA SELATAN Kepulauan Spratly terletak di sisi timur Laut Cina Selatan, di sebelah barat pulau Palawan di Filipina dan barat laut dari bagian utara pulau Kalimantan, yang terdiri dari Brunei Darussalam dan negara bagian Sabah dan Sarawak di Malaysia Timur. Kepulauan Spratly tersebut terdiri lebih

31

Chi Kin Lo, China Policy Towards Territorial Disputes: The Case of The South China Sea Islands (ROUTLEDGE: London and New York) 1989 32 Daniel Wei Boon Chua, “China’s History and the South China Sea,” Asia Dialogue, March 6, 2017, https://theasiadialogue.com/2017/03/06/chinas-history-and-the-south-china-sea/, diakses pada 9 Oktober 2020.


LEMBAGA KAJIAN KEILMUAN FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS INDONESIA Sekretariat: Ruang Student Center Gedung F Kampus FHUI, Depok 16424 website www.lk2fhui.law.ui.ac.id dari 140 pulau kecil, bebatuan, terumbu karang, beting, dan gumuk pasir yang tersebar pada sebuah area seluas lebih dari 410.000 kilometer persegi (km2). Hampir semua pulau di Kepulauan Spratly diklaim oleh China, Taiwan, dan Vietnam. Banyak aset di Kepulauan Spratly yang juga termasuk dalam Kelompok Pulau Kalayaan, diklaim oleh Filipina. Selain itu, beberapa fitur diklaim oleh Malaysia, dan satu terumbu karang terletak dalam jarak 200 nm dari Brunei Darussalam. Pulau terbesar dan satu-satunya dengan sumber air alami, ditempati oleh Taiwan. Dua belas pulau terbesar lainnya ditempati oleh Vietnam atau Filipina. Laporan lain menunjukkan bahwa total empat puluh empat aset ditempati dengan struktur sebagai berikut: dua puluh lima oleh Vietnam, delapan oleh Filipina, tujuh oleh Cina, tiga oleh Malaysia, dan satu oleh Taiwan. The Paracels adalah kelompok pulau kedua yang kedaulatannya diperdebatkan. Kepulauan omo berada di sudut timur laut Laut Cina Selatan, kurang lebih berjarak sama dari pantai Vietnam dan pulau Hainan di Cina yang diklaim oleh China, Taiwan, dan Vietnam. China secara paksa memerangi pasukan Vietnam Selatan yang berada di Kepulauan Paracel pada tahun 1974 dan sejak itu kepulauan tersebut telah diduduki secara eksklusif oleh China. Namun demikian, pulau-pulau tersebut terus menjadi sumber ketegangan antara Cina dan Vietnam, terutama yang berkaitan dengan penangkapan ikan Vietnam kapal. Paracels terdiri dari sekitar tiga puluh lima pulau kecil, beting, gumuk pasir, dan terumbu dengan permukaan laut sekitar 15.000 km2. Pulau Woody yang merupakan pulau terbesar di Paracels berukuran kurang lebih sama dengan total luas dari tiga belas pulau terbesar di Kepulauan Spratly. Pulau Woody adalah lokasi Kota Sansha, kota setingkat prefektur yang didirikan Tiongkok pada bulan Juni 2012 sebagai pusat administrasi klaimnya di Laut Cina Selatan. Beting Scarborough adalah aset lain yang disengketakan di Laut Cina Selatan. Beting ini terletak sekitar 124 nm dari Provinsi Zambales di Filipina dan diklaim oleh China, the Filipina, dan Taiwan. Scarborough Shoal adalah atol besar dengan laguna sekitar 150 km2 dikelilingi oleh terumbu.Sebagian besar terumbu terendam seluruhnya atau hanya di atas air air surut, tetapi terdapat beberapa batuan kecil yang berada di atas air saat air pasang. DASAR HUKUM DAN KLAIM WILAYAH DI MATA HUKUM INTERNASIONAL


LEMBAGA KAJIAN KEILMUAN FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS INDONESIA Sekretariat: Ruang Student Center Gedung F Kampus FHUI, Depok 16424 website www.lk2fhui.law.ui.ac.id Pada dasarnya, hukum internasional telah menyebutkan empat model tentang bagaimana kedaulatan atas wilayah dapat diperoleh: Occupation yaitu membangun kontrol atas wilayah yang tidak dikelola (terra nullius atau res nullius) pada saat klaim; Prescription yaitu pemeliharaan kontrol yang efektif untuk jangka waktu yang cukup lama; Cession yaitu transfer melalui perjanjian; Accretion atau pertumbuhan wilayah melalui tindakan alam.33 Selain itu, terdapat juga yang telah dirumuskan dan ditempatkan diluar hukum dalam Pasal 2 Piagam PBB: “All Members shall refrain in their international relations from the threat or use of force against the territorial integrity or political independence of any State. Nothing contained in the present Charter shall authorise the United Nations to intervene in matters which are essentially within the domestic jurisdiction of any State.� Hakekat Konservatif Esensi Hukum Internasional lebih jauh dicontohkan dalam statuta Mahkamah Internasional, yang mengatur bahwa pengadilan akan menerapkan konvensi internasional, interadat istiadat nasional, prinsip umum hukum yang diakui oleh negara beradab, dan keputusan peradilan serta ajaran ahli yang memenuhi syarat berkaitan dalam pengambilan keputusan.34 Dalam kontrol teritorial, klaim dinamis termasuk dalam ranah klaim politik, yang mana ruang lingkupnya berada diluar tuntutan hukum yang dapat diselesaikan dalam ketentuan referensi hukum kebiasaan internasional. Klaim politik sering kali naik banding "to considerations that are looked upon as superior to the law."35 Dalam banyak hal, klaim kasus pada akhirnya didasarkan pada nonlegal faktor serta "argumen hukum digunakan, bukan agar masalah hukum dapat ditentukan dengan tepat, tetapi hanya secara taktis untuk memperkuat klaim politik."36

33

R. Y. Jennings, The Acquisition of Territory in International Law (Manchester, 1963), hal 6-7. Article 38. The text of the statute can be found in Appendix 2 of Urban G. Whitaker, Jr.: Politics and Power: A Text in International Law (New York, 1964), hal. 620-633. 35 Hill, op. cit. pp. 26-27. 36 J. E. S. Fawcett, Gibraltar: The Legal Issues, Internatl. Affairs, Vol. 43, 1967, hal. 236-251 34


LEMBAGA KAJIAN KEILMUAN FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS INDONESIA Sekretariat: Ruang Student Center Gedung F Kampus FHUI, Depok 16424 website www.lk2fhui.law.ui.ac.id Oleh sebab itu maka berbagai klasifikasi klaim wilayah secara nonlegal telah dirancang. Hill memberikan enam jenis klaim, yaitu: lokasi, geografis, sejarah, ekonomi, etnis, dan lain-lain.37 Pounds juga menyebutkan enam model, yaitu: strategis, ekonomi, etnis, jangkauan, lingkungan, dan geografis. 38 Lebih lanjut Strausz-Hupe dan Possony memberikan dua belas kriteria untuk membatasi perbatasan, yaitu: bahasa, agama, budaya, militer, ekonomi, sejarah, administratif, ideologis, geografis, rasial, sosiologis, dan psikologis. 39 Klaim berdasarkan hal-hal diatas, meskipun populer tapi tidak memiliki dasar hukum yang kuat. "The textbooks of international law do not recognize any legal right of self- determination, nor do they know any standards for determining which groups are entitled to independence."40 Namun demikian, klaim yang seperti itu sering kali didengar oleh Kekuatan Besar individu atau oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa. Semua klaim atas wilayah dapat di ukur menggunakan satu atau lebih dari kategori berikut: (1) pengendalian efektif, (2) historis, (3) budaya, (4) keutuhan wilayah, (5) ekonomi, (6) elitis, dan (7) ideologis. Disisi lain, perairan juga merupakan bagian dari wilayah. Dalam wilayah perairan, hukum internasional mempunya United Nation Conventions on the Law of The Sea (UNCLOS) yang sering disebut PBB sebagai Hukum Laut. Dalam UNCLOS juga disebutkan bahwa negara-negara pesisir memiliki kedaulatan atas wilayah darat mereka sepanjang 12 nm berbatasan dengan pantai disebut laut teritorial.41 Negara pesisir juga berhak atas zona maritim lain di luar laut teritorial mereka, termasuk zona yang bersebelahan, zona ekonomi eksklusif (ZEE), dan landas kontinen. Untuk wilayah perairan Pasal 6 UNCLOS menetapkan bahwa garis dasar normal untuk mengukur luasnya laut teritorial adalah garis air terendah di sepanjang pantai. Pasal 7 menetapkan bahwa dalam keadaan tertentu negara dapat menggunakan garis pangkal lurus.

37

Hill, op. cit. Pounds, 39 Robert Strausz-Hupe and S. T. Possony, International Relations in the Age of the Conflict between Democracy and Dictatorship (2nd edit.; New York, 1954), hal.372. 40 Clyde Eagleto, Excesses of Self-Determination, Foreign Affairs, Vol. 31, 1952-1953, hal.593. 41 UNCLOS, supra note 1, Arts. 2, 3. 38


LEMBAGA KAJIAN KEILMUAN FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS INDONESIA Sekretariat: Ruang Student Center Gedung F Kampus FHUI, Depok 16424 website www.lk2fhui.law.ui.ac.id PANDANGAN UMUM Pada dasarnya, klaim wilayah yang terjadi di berbagai belahan dunia tersebut merupakan suatu perselisihan yang pelik untuk diselesaikan. Peliknya penyelesaian konflik tersebut disebabkan oleh setiap negara yang saling mempertahankan alasannya sehingga seakan menjadi perdebatan yang tidak ada ujungnya. Begitupun yang terjadi di China, klaim wilayah yang sudah terjadi sejak lama bahkan hingga saat ini dengan negara-negara tetangga tidak pernah menemukan titik temu. Klaim China sendiri didasarkan pada sejarah yang mana apabila kita melihat dari sisi sejarah klaim tersebut, bahwasanya sejak zaman dahulu orang-orang China memang sudah melakukan aktivitas seperti perdagangan dan lainnya. Apabila kita berbicara tentang klaim wilayah maka sejatinya tidak ada tolak ukur yang benar-benar sah karena pada dasarnya setiap negara berusaha mempertahankan argumen dan dasar mereka masing-masing. Sebagaimana yang sudah disebutkan bahwa kontrol teritorial merupakan klaim dinamis yang termasuk dalam ranah klaim politik. Di mana ruang lingkupnya berada diluar tuntutan hukum dalam ketentuan referensi hukum kebiasaan internasional. Dalam banyak hal, klaim kasus pada akhirnya didasarkan pada nonlegal faktor serta "argumen hukum digunakan, bukan agar masalah hukum dapat ditentukan dengan tepat, tetapi hanya secara taktis untuk memperkuat klaim politik."42 Sehingga tidak terdapat unsur legitime yang paling tepat karena setiap stakeholder memandang dengan cara mereka masing-masing yang mana faktor nonlegal ini juga berlaku pada wilayah perairan.

42

J. E. S. Fawcett, Gibraltar: The Legal Issues, Internatl. Affairs, Vol. 43, 1967, hal. 236-251


LEMBAGA KAJIAN KEILMUAN FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS INDONESIA Sekretariat: Ruang Student Center Gedung F Kampus FHUI, Depok 16424 website www.lk2fhui.law.ui.ac.id

Daftar Pustaka Kalevi J. Holsti, Peace and War: Armed Conflicts and International Prder, 1648-1989 (Cambridge: Cabridge University Press, 1991); John A. Vasquez, The War Puzzle 9New York: Cambridge University Press, 1993). Niccolo Machiavelli, The Prince (New York)1961. Hal.42 Chi Kin Lo, China Policy Towards Territorial Disputes: The Case of The South China Sea Islands (1989: ROUTLEDGE London and New York) Daniel Wei Boon Chua, “China’s History and the South China Sea,” Asia Dialogue, March 6, 2017, https://theasiadialogue.com/2017/03/06/chinas-history-and-the-south-china-sea/, diakses pada 9 Oktober 2020. R. Y. Jennings, The Acquisition of Territory in International Law (Manchester, 1963), hal.67. Article 38. The text of the statute can be found in Appendix 2 of Urban G. Whitaker, Jr.: Politics and Power: A Text in International Law (New York, 1964), hal. 620-633. Robert Strausz-Hupe and S. T. Possony, International Relations in the Age of the Conflict between Democracy and Dictatorship (2nd edit.; New York, 1954), p.372. Clyde Eagleto, Excesses of Self-Determination, Foreign Affairs, Vol. 31, 1952-1953, hal.592-604 UNCLOS, supra note 1, Pasal 2, 3. J. E. S. Fawcett, Gibraltar: The Legal Issues, Internatl. Affairs, Vol. 43, 1967, hal. 236-251


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.