LEX VOL. I 2020 -AMONG-

Page 1

01

LEX

MARET 2020/VOL.1

MENGGALI DATA MENYAMPAIKAN FAKTA

among Reportase Lex tentang adat dan lingkungan

foto: unsplash / trevor cole


prakata Adat dan lingkungan merupakan dua isu yang begitu menarik untuk diulas. Keduanya tidak terlepas begitu saja, melainkan secara integral memiliki irisan dalam berbagai aspek. Sebagai contoh di dalam beberapa masyarakat hukum adat, lingkungan merupakan bagian penting serta memiliki nilai sakral yang tinggi bagi kehidupan mereka sehingga tak ayal lagi bila mereka PIMPINAN REDAKSI begitu protektif terhadap lingkungan. Hal Aditya Weriansyah Weriansyah Aditya tersebut tercermin dari beberapa tradisi FHUI 2019 mereka. Maka dari itu LEX edisi pertama oleh Staf Biro Jurnalistik LK2 FHUI 2020 akan membahas liputan dan buah pikiran mengenai adat dan lingkungan. Reportase kali ini bertujuan untuk menyajikan dua unsur tersebut baik dalam kacamata terpisah maupun kesatuan yang beririsan satu dengan yang lainnya. Semoga tulisan ini dapat memberi kita perspektif baru dalam memandang dunia sekitar. Selamat membaca dan teruslah berproses!

TIM EDITORIAL EDITORIAL TIM Miyuki MiyukiFattah FattahRizki Rizki Staf StafJurnalistik JurnalistikLK2 LK2 FHUI FHUI2019 2019

Muhammad Muhammad Ammar Ammar Jihad Jihad Staf Staf Jurnalistik Jurnalistik LK2 LK2 FHUI FHUI 2019 2019

Pelindung : Pembina : Pelindung Penanggung Jawab : Pembina Ketua Harian : Jawab Penanggung Wakil Ketua Harian : Ketua Harian Pimpinan Redaksi Wakil Ketua:Harian Editor : Pimpinan Redaksi Redaktur : Editor Desainer : Redaktur

redaksi

: Dr. Edmon Makarim, S.Kom., LL.M. : Junaedi, SH,M.Si.,LL.M. : Abdul Rayhan Hanggara : Gabriel Marvin Emilio Simanjuntak : Raissa Zhafira Sulaeman : Aditya Weriansyah : Muhammad Ammar Jihad & Miyuki Fattah Rizki : Staf Biro Jurnalistik LK2 FHUI 2020


Investigasi............................................. I NV E ST I G A S I

Amdal Dalam RUU Ciptaker: Revisi atau Destruksi

4

Oleh Ardia Khairunnisa Setiawan & Nouvaliza Aisy Akmalia

PROFIL

8

Menggapai Mimpi ala Andri Gunawan Wibisana

Oleh Gita Rachma & Marion Mutiara Matauch

OPINI

Konflik atas Tanah Adat: Akankah Berakhir?

12

Oleh Muhammad Firman

OPINI

Kerusakan Lingkungan Hidup: Salah Siapa ?

14

Oleh Beatrice Chrestella

KATA KITA

Perubahan Iklim: Pemerintah Siap?

16

Oleh Ninda Maghfira

MELEK HUKUM

Pengelolaan Sampah di Indonesia

18

Oleh Faradila Utami

JAS MERAH

Kilas Balik: Sabda Lingkungan dari Sriwijaya

20

Oleh Raden Farrazka Hilmilla Indiriani

SEKITAR KITA

Big Bad Wolf: Surga Para Pecinta Buku

22

Oleh Hany Areta Athayalia & Siti Chatlia Quranina

SPOTLIGHT

Staff of The Month & BPH of The Month

24

daftar isi


Foto Oleh parararam.com

investigasi

Amdal Dalam Dalam RUU RUU Amdal Ciptaker : Ciptaker: Revisi atau atau Destruksi Destruksi Revisi Oleh Ardia Khairunnisa Setiawan & Nouvaliza Aisy Akmalia

P P

ada hari Rabu, 12 Februari lalu, Pemerintah ada hari Rabu, 122020 Februari 2020 lalu, Indonesia telah menyerahkan draf Rancangan Pemerintah Indonesia telah menyerahkan draf Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja ke DPR. RUU Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja ke tersebut oleh pemerintah DPR. ditujukan RUU tersebut ditujukan untuk oleh memangkas pemerintah regulasi yang dianggap tumpang tindih tumpang sehingga untuk memangkas regulasi yang dianggap menghambat para pemodal yang para ingin pemodal berinvestasi di tindih sehingga menghambat yang Indonesia. Penyederhanaan ini dilakukan dengan ingin berinvestasi di Indonesia. Penyederhanaan ini merombak Undang-Undang dengan 1.203 pasal dilakukan 79 dengan merombak 79 Undang-Undang yang ada 1.203 menjadi bab dan dengan pasallima yang belas ada menjadi lima174 belaspasal. bab Dengan menyederhanakan regulasi, pemerintah dan 174 pasal. Dengan menyederhanakan regulasi, mengharapkan adanya peningkatan di pemerintah mengharapkan adanya investasi peningkatan Indonesia sehingga dapat menaikkan produktivitas investasi di Indonesia sehingga dapat menaikkan dan lapangan dan kerja baru kerja yangbaru akhirnya dapat produktivitas lapangan yang akhirnya menguntungkan masyarakat. dapat menguntungkan masyarakat. MeskipunMeskipun ditujukanditujukan untuk mensejahterakan rakyat, untuk mensejahterakan RUU yang direncanakan pembahasannya selesai dalam rakyat, RUU yang direncanakan pembahasannya seratus kerja ini justru mengundang berbagai selesaihari dalam seratus hari kerja ini justru mengunkritik. bahwa dalam proses dangMasyarakat berbagai beranggapan kritik. Masyarakat beranggapan pembuatan RUU “Sapu Jagat” ini, pemerintah kurang bahwa dalam proses pembuatan RUU “Sapu Jagat” terbuka dan hanya melibatkan tertentu ini, pemerintah kurang terbukanpihak-pihak dan hanya melibatsaja. Pasalnya, dalam draf RUU yang tersedia di situs

LEX. | VOL. I LEX | VOL.1

Foto: Unsplash.com/Julian Elbert

Redaktur: Ardia Khairunnisa Setiawan & Nouvaliza Aisy Akmalia

tah kurang terbuka dan hanya melibatkan pihak-piKemenko Perekonomian Februari hak tertentu saja. Pasalnya,tertanggal dalam draf27RUU yang 2020 itu terdapat ketentuan-ketentuan yang dinilai tersedia di situs Kemenko Perekonomian tertanggal hanya menguntungkan pihak pengusaha saja. 27 Februari 2020 itu terdapat ketentuan-ketentuan yang dinilai hanya menguntungkan pihak pengusaha Dalam saja. RUU Ciptaker terdapat sebelas klaster, yaitu a) Penyederhanaan perizinan; b) Persyaratan investasi; Dalam c) Ketenagakerjaan; Kemudahan RUU Ciptaker d) terdapat sebelas dan perlindungan UMKM; e) Kemudahan klaster, yaitu a) Penyederhanaan perizinan;berusaha; b) f) Persyaratan Dukunganinvestasi; riset dan inovasi; g) Administrasi c) Ketenagakerjaan; d) Kemupemerintahan; h) Pengenaan sanksi; e) i) Pengendalian dahan dan perlindungan UMKM; Kemudahan lahan; j) f) Dukungan Kemudahan proyek pemerintah; berusaha; riset dan inovasi; g) Adminisk)trasi Kawasan Ekonomi (KEK). satu pemerintahan; h) Khusus Pengenaan sanksi;Salah i) Pengenketentuan yang memicu perdebatan dari sebelas dalian lahan; j) Kemudahan proyek pemerintah; k) klaster tersebut adalah mengenai Penyederhanaan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Salah satu perizinan. Telah beredar kabar bahwa upaya ketentuan yang memicu perdebatan dari sebelas penyederhanaan perizinan dalamPenyederhanaan RUU Ciptaker klaster tersebut adalah mengenai dilakukan (Analisis perizinan.dengan Telah menghapuskan kan pihak-pihakAMDAL tertentu saja. Mengenai Dampak Lingkungan). Pasalnya, dalam draf RUU yang tersedia di situs Kemenko Perekonomian tertanggal 27 Februari Menurut No.ketentuan-ketentuan 27 Tahun 2012 tentang Izin 2020 itu UU terdapat yang dinilai Lingkungan, AMDAL pihak adalahpengusaha kajian saja. mengenai hanya menguntungkan dampak penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang

44


Investigasi direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan. Dengan adanya AMDAL, perubahan-perubahan lingkungan hidup yang diakibatkan oleh kegiatan pembangunan dapat diperkirakan sebelum pelaksanaan kegiatan, sehingga dapat diduga atau diperkirakan dampak-dampak yang akan terjadi. Idealnya, AMDAL sangat penting untuk mengambil keputusan, apakah risiko lingkungan dari kegiatan usaha tersebut masih dapat diatasi atau tidak, sehingga menentukan diterbitkan atau tidaknya Izin Berusaha.

lingkungan yang diakibatkan dari kegiatan berusaha masih sering terjadi. Pada akhirnya, permasalahan terkait akuntabilitas AMDAL yang seringkali mengalami penyelewengan ini berujung pada wacana untuk dihapuskannya AMDAL.

Meskipun dinilai kurang efektif dalam menjalankan tugasnya, nyatanya AMDAL tidak mungkin dihapuskan karena merupakan bagian dari global environmental law. Dari 193 negara di dunia, sekitar 180 negara diantaranya telah menetapkan AMDAL. Maka dari itu, dalam RUU Ciptaker justru yang ingin dihapuskan adalah terminologi Izin Lingkungan, sedangkan ketenNamun, dalam pelaksanaannya, AMDAL seringkali tuan mengenai AMDAL bukan dihapuskan, melainkan hanya menjadi formalitas atau bahkan sebagai sumber diubah. korupsi baik dari pemerintah daerah maupun pihak swasta. Mulai dari prosesnya yang berbelit hingga Hal ini pun ditegaskan oleh Siti Nurbaya Bakar selaku ditemui oknum yang ‘bermain’, tak jarang membuat Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, di dalam pengusaha justru melakukan suap agar izin berbagai rilis pers. Siti menyatakan bahwa AMDAL AMDAL-nya diterbitkan. Seperti kasus Tubagus Iman tidak akan dihapuskan, melainkan diubah ketentuannAriyadi, seorang Walikota nonaktif Cilegon yang ya. Dengan adanya perubahan ketentuan mengenai terbukti secara bersama-sama melakukan korupsi AMDAL dalam rumusan RUU Ciptaker, pemerintah penerbitan izin AMDAL pembangunan pusat diharapkan mampu mengatasi permasalahan AMDAL perbelanjaan di Kota Cilegon, sebesar Rp1,5 miliar. yang selama ini terjadi. Ketidak-transparanan inilah yang telah menyebabkan hilangnya fungsi AMDAL untuk dapat mencegah Lalu, apa saja upayanya? kerusakan lingkungan. Oleh karena itu, tak jarang kerusakan lingkungan yang diakibatkan dari kegiatan Pertama, ketentuan RUU Ciptaker akan mengatur berusaha masih sering terjadi. tentang persyaratan persetujuan lingkungan yang akan distandarisasi oleh pemerintah. Yang mana sebelumnKetidaktransparanan inilah yang telah menyebabkan ya hanya ditentukan untuk masing-masing perusahaan hilangnya fungsi AMDAL untuk mencegah kerusakan (tanpa ada standar baku) dalam dokumen lingkungan. Oleh karena itu, tak jarang kerusakan AMDAL-nya. Pemerintah akan membentuk Badan

Foto: parararam.com

5

LEX. | VOL. I


Investigasi Pengendalian Standar untuk menetapkanstandar yang sama di seluruh Indonesia sejak awal sehingga ketika AMDAL tidak terpenuhi maka izin berusaha dapat dibatalkan.

Lantas, bagaimana perumusannya? Di dalam rumusan RUU Ciptaker, mengenai kriteria setiap kategori usaha berisiko rendah, menengah, dan tinggi akan didelegasikan ke Peraturan Pemerintah. Berbeda dengan ketentuan sebelumnya yang termuat dalam Bagian Kedua Paragraf 5 Undang-Undang 32 Tahun 2009, bahwa AMDAL diperlukan bagi kegiatan yang berdampak penting. Kemudian, kriteria yang dimaksud dengan dampak penting pun telah diatur dalam ayat berikutnya, yaitu apakah usaha atau kegiatan tersebut berdampak penting terhadap lingkungan hidup, sosial, ekonomi, dan budaya.

Kedua, jika sebelumnya segala jenis usaha dan kegiatan memerlukan AMDAL, dalam RUU Ciptaker AMDAL hanya akan diperuntukan bagi usaha atau kegiatan yang berisiko tinggi, sedangkan kegiatan usaha yang berisiko sedang akan dilakukan Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL dan UPL). Hal ini dilakukan agar usaha yang berisiko rendah tidak lagi terhambat karena proses AMDAL yang begitu rumit. Dengan adanya ketentuan ini, diharapkan pemilik usaha kecil dan menengah tidak perlu lagi mengurus banyak izin untuk memulai usahanya.

Selanjutnya, jika sebelumnya Siti mengharapkan masyarakat turut berkontribusi dengan lebih aktif, nyatanya dalam RUU Ciptaker peran masyarakat justru dibatasi. Dalam Pasal 26, dinyatakan bahwa masyarakat yang dilibatkan dalam penyusunan AMDAL hanyalah masyarakat yang terkena dampak

Ketiga, untuk memperkecil celah penyalahgunaan AMDAL untuk kepentingan segelintir orang, pengawasan AMDAL akan menjadi hal utama yang diperhatikan. Siti menekankan, pengawasan akan dilakukan bersamaan dengan pengawasan reguler dan impromptu. Pengawasan pembinaan meliputi monitor administrasi seperti pemantauan laporan limbah. Berikutnya pengawasan reguler dapat berupa melakukan patroli di lokasi usaha. Terakhir, pengawasan impromptu merupakan sebuah pengawasan yang dilakukan berdasarkan pengaduan masyarakat. Dalam melaksanakan impromptu, Siti mengharapkan masyarakat turut berkontribusi dengan lebih aktif dalam menanggulangi masalah lingkungan. Selebihnya, Prof. Asep Warlan Yusuf dari Fakultas Hukum Universitas Parahyangan dalam sebuah sosialisasi gabungan KLHK menegaskan RUU Cipta Lapangan Kerja Bidang Lingkungan Hidup dan Kehutanan menegaskan RUU Cipta Lapangan Kerja Bidang Lingkungan Hidup dan Kehutanan tidak mengalami perubahan yang prinsipil. Ketentuan yang mengalami perubahan hanya di bagian teknis kebijakan dan prosedurnya saja. Hal ini dilakukan untuk menggantikan rantai birokrasi yang selama ini berbelit-belit dengan prosedur yang lebih sederhana.

Foto: menlhk.go.id

LEX. | VOL. I

6


Investigasi langsung. Berbeda dengan ketentuan sebelumnya yang menyatakan bahwa penyusunan AMDAL wajib melibatkan masyarakat, dengan masyarakat yang dimaksud adalah yang terkena dampak, pemerhati lingkungan hidup, dan/atau yang terpengaruh atas segala bentuk keputusan dalam proses AMDAL. Kemudian, dalam Pasal 30 UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPLH) dinyatakan bahwa wakil masyarakat yang berpotensi terkena dampak merupakan salah satu unsur Keanggotaan Komisi Penilaian AMDAL. Namun, Pasal ini justru dihapuskan dalam RUU Ciptaker. Hal ini akan mengakibatkan masyarakat yang berpotensi terkena dampak tidak lagi dapat berpartisipasi dalam proses penilaian AMDAL, dan hanya berpartisipasi dalam penyusunannya saja. Ditambah lagi dengan ketentuan dalam Pasal 38 UU PPLH yang menyatakan bahwa ‘izin lingkungan dapat dibatalkan melalui putusan pengadilan tata usaha negara’ dihapuskan dalam RUU Ciptaker. Hal ini menutup kemungkinan bagi masyarakat untuk menggugat badan usaha yang memiliki Izin Lingkungan bermasalah. Padahal menurut ahli hukum lingkungan Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Andri Gunawan Wibisana, S.H., LL.M., Ph.D., permasalahan yang terjadi pada AMDAL selama ini terletak pada kurangnya transparansi serta akuntabilitas para pihak dalam proses pembuatan AMDAL. Dalam mengatasi permasalahan ini, faktor yang sangat diperlukan adalah kontrol publik. Kontrol publik dapat diperkuat dengan melibatkan masyarakat dalam proses pembuatan AMDAL. Tidak hanya dalam proses penyusunannya saja, melainkan juga dalam proses penilaiannya juga. Selain itu, kontrol publik juga dapat dilakukan dengan pembuatan AMDAL yang dilakukan langsung oleh pemerintah sebagai otoritas negara. Namun nyatanya, kontrol publik dalam proses pembuatan AMDAL justru direduksi dalam rumusan RUU Ciptaker. Jadi, apakah nantinya rumusan ketentuan AMDAL dalam RUU Ciptaker mampu mengatasi permasalahan AMDAL yang selama ini menjadi penghambat kegiatan usaha dan bahkan menjadi

7

sarang korupsi? Ataukah justru melegalkan penyelewengan yang selama ini dilakukan oleh oknum-oknum AMDAL? Terlepas dari bagaimana perumusan ketentuan AMDAL kedepannya, AMDAL memiliki posisi yang begitu penting dalam mengontrol sebuah kegiatan berusaha untuk mampu bertanggung jawab atas kegiatan yang dilakukan. Dampak ini tidak hanya dalam pengelolaan limbah dan penggunaan bahan dasar ramah lingkungan, tetapi juga bagaimana kegiatan ini melindungi dan mengayomi warga sekitar yang terdampak langsung maupun tidak langsung. Langkah pemerintah yang ingin menyederhanakan perizinan usaha dan kegiatan memang patut diapresiasi. Namun, jangan sampai izin yang sederhana justru malah memudahkan pengusaha untuk mengenyampingkan hak-hak masyarakat yang seharusnya dipenuhi. adat hidup orang beriman tahu menjaga laut dan hutan tahu menjaga kayu dan kayan tahu menjaga binatang hutan tebasnya tidak menghabiskan tebangnya tidak memunahkan bakarnya tidak membinasakan - sajak orang melayu

Nouvaliza Aisy Akmalia Staf Jurnalistik LK2 FHUI FHUI 2019

Ardia Khairunnisa Setiawan Staf Jurnalistik LK2 FHUI FHUI 2019

LEX. | VOL. I


profil

Menggapai ala Mimpi ala Andri Gunawan Wibisana Oleh Gita Rachma & Marion Mutiara Matauch

“K

Setelah dua tahun menjadi mahasiswa teknik, pada tahun 1992, beliau akhirnya memutuskan untuk masuk dan mulai belajar di Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI). Pada awalnya, beliau lebih tertarik untuk belajar politik dibandingkan dengan hukum. Namun, setelah masuk ke FHUI, ketertarikan untuk mempelajari ilmu hukum akhirnya mulai muncul. Dukungan dari orang tua yang berprofesi sebagai pengacara menambah semangat beliau untuk menempuh pendidikan di FHUI. Berkuliah di dua fakultas sekaligus membuat beliau menjadi seseorang yang disiplin waktu dan mengharuskan beliau untuk belajar dengan sungguh-sungguh.

Foto: law.ui.ac.id

ita butuh strategi khusus untuk mencapai impian!� Demikian salah satu prinsip hidup dari seorang Dr. Muhamad Ramdan Andri Gunawan Wibisana, S.H., LL.M. Pak AGW, singkatan yang sering menjadi sapaan beliau, adalah seorang kelahiran Garut pada tanggal 3 November 1972. Ia juga menempuh pendidikan di sana dan lulus sebagai alumnus dari SMA Negeri 1 Garut. Meskipun sekarang menekuni bidang hukum, ternyata pada saat masa SMA, beliau mengambil jurusan fisika atau yang sekarang menjadi jurusan Ilmu Pengetahuan Alam. Alasan beliau untuk berubah haluan dari ilmu eksakta ke ilmu sosial, dikarenakan bahwa dirinya sempat menjadi mahasiswa Teknik Mesin di Politeknik Negeri Jakarta.

Berhasil menjadi lulusan sarjana Teknik Mesin dan Ilmu Hukum merupakan salah satu keistimewaan dari seorang Pak Andri karena tidak semua orang dapat membagi waktu dan pikiran mereka untuk dua hal yang bisa dibilang berbeda dan berhasil lulus. Saat menjalani dua kuliah sekaligus pun, beliau masih menyempatkan diri untuk ikut serta dalam kegiatan di luar kampus dengan mengikuti beberapa aksi mahasiswa yang dulu dinaungi oleh Kelompok Kesatuan Aksi Keluarga Besar UI.

“Sebagai anak jurusan IPA, setelah lulus yang ada dipikiran saya hanya jurusan teknik, dan kebetulan kakak laki-laki saya juga merupakan mahasiswa teknik elektro di PNJ,� ujar beliau. LEX. | VOL. I

8


profil

Di penghujung studinya sebagai Mahasiswa FHUI, beliau memilih Peminatan Program Kekhususan Hukum Pertanahan & Lingkungan Hidup yang mengangkat tema skripsi tentang perbandingan Indonesia dengan Belanda dalam mengatur perihal strict liability. Beliau mulai tertarik dengan Hukum Lingkungan sejak saat masih menjadi mahasiswa FHUI. Menurutnya hukum lingkungan merupakan sesuatu yang baru dan menarik untuk dipelajari. Walaupun saat itu Hukum Lingkungan belum menjadi Mata Kuliah Wajib Fakultas (MKWF) di angkatannya, beliau tetap ikut belajar dengan angkatan bawah dan melakukan perkuliahan dengan sungguh-sungguh. “Saya pikir kayaknya mata kuliah ini bisa saya kuasai dengan baik. Menarik juga karena ada undang-undang baru di hukum lingkungan yang tadinya belum ada. Secara substansi hukum lingkungan menawarkan banyak hal seperti criminal liability, class action untuk organisasi lingkungan menggugat , strict liability, corporate criminal ability, bukan hanya sekedar AMDAL loh, dan masih banyak lagi,� ujar beliau. Mengambil mata kuliah Hukum Lingkungan yang tidak wajib adalah salah satu cara untuk menggapai impiannya menjadi seorang dosen. Alasannya adalah Alasannya adalah karena untuk untuk menjadi seorang dosen sendiri harus memiliki hubungan yang dekat dengan dosen. Namun, beliau bukanlah seorang aktivis ataupun mahasiswa yang dikenal baik oleh dosen.

Oleh karena itu, beliau perlu menggunakan apa yang disebut dengan “peacock strategy� yang ia buat sendiri. Adapun makna strategi tersebut adalah sebuah taktik dengan mengerahkan segala tenaga untuk mengesankan seseorang yang dituju. Mengambil mata kuliah Hukum Lingkungan yang tidak wajib juga merupakan langkah dalam Peacock Strategy. Beliau menggunakan teknik ini demi mendapatkan perhatian dosen sehingga beliau mendapatkan kesempatan untuk diangkat menjadi asisten dosen ataupun dosen. Lalu beliau juga mengambil mata pelajaran hukum lingkungan yang tidak wajib dan giat membuat skripsi agar menjadi salah satu yang terbaik sehingga dosen tertarik. Beliau sampai pergi ke negeri Belanda untuk melakukan riset dalam penulisan skripsinya. Dengan usaha yang maksimal, beliau pun akhirnya mendapatkan hasil yang memuaskan. Skripsi yang beliau buat membuat para dosen kagum dan menawarkan beliau untuk menjadi asisten dosen. Setelah menyelesaikan program sarjana, beliau menjadi staf pengajar tidak tetap atau yang dulu disebut sebagai calon dosen di bidang hukum lingkungan. Kemudian, beliau melanjutkan program master nya di Utrecht University, Belanda dengan memilih spesialisasi di bidang Law and Economics. Barulah saat memulai studi magisternya , beliau merasakan ilmu eksakta yang selama ini dipelajari dapat diterapkan untuk kepentingan perkuliahan. Untuk program magister-

Pak Andri Gunawan saat menjadi saksi ahli di Sidang kasus Perdata gugatan melawan hukum terhadap PT Jatim Jaya Perkasa di Pengadilan Negeri Jakarta

Foto: senara.or.id

Pak Andri G Wibisana S.H. LL.M. PhD memaparkan materi pada kuliah umum "Penegakan Hukum Lingkungan di Indonesia", di FH Unwiku Purwokerto

9

LEX. | VOL. I


Foto: mizanstore.com

profil mulai dihadapkan dengan berbagai masalah mengenai teori-teori yang sulit dimengerti. Karena tidak pernah mendapat kelas formal alias otodidak, beliau harus berusaha mencari cara agar dapat menyelesaikan masalahnya. Bertanya pada teman, mencari buku sana-sini, semuanya beliau lakukan agar dapat menyelesaikan masalahnya dengan cepat. Berkat kegigihan beliau, masalah-masalah yang menghalangi disertasinya akhirnya dapat diselesaikan satu persatu. Beliau sangat berterima kasih kepada semua teman dan orang-orang yang telah membantu beliau dalam menyelesaikan masalahnya. Dengan berbagai perjuangan, akhirnya pada tahun 2008, beliau berhasil menyelesaikan program doktornya.

Salah satu buku karya Pak Andri Gunawan

nya, beliau mengambil Law and Economics yang mempelajari mikro ekonomi, statistik dan lain sebagainya. Karena telah mempelajari materi itu sebelumnya, beliau lebih mudah memahami pelajaran tentang analisa ekonomi. Bahkan beliau sempat membantu teman-temannya untuk memahami pelajaran tentang ekonomi yang kurang dipahami oleh beberapa mahasiswa hukum disana. Saat menempuh pendidikan masternya, beliau berusaha untuk mendapatkan nilai sempurna 10 dari 10 dalam suatu mata pelajaran dalam pelaksanaan peacock strategy. Hasilnya adalah dosen bernama Michael , karena tertarik dengan prestasi dan tesis beliau, menawarkan Pak Andri untuk melanjutkan program doktoral.

Dalam jabatannya sebagai Wakil Dekan I FHUI, sebenarnya bukanlah sesuatu yang Pak Andri inginkan dan rencanakan matang-matang. Beliau menganggap menempati jabatan tersebut hanyalah sebuah spontanitas saja. Sebagai wakil dekan, Bapak Andri mengharapkan agar para dosen dapat membiasakan untuk menulis jurnal. Rencana ke depannya, beliau akan membuat banyak program pelatihan dan workshop agar dosen dan mahasiswa terasah minat dan bakatnya dalam bidang penulisan. Tujuannya agar sejak menjalani perkuliahan masa sarjana, PJ mahasiswa dapat terlatih untuk membuat tulisan yang dapat dipublikasi. Kelemahan fakultas hukum adalah minimnya tulisan yang dipublikasikan, oleh karena itu Pak Andri berjanji setidaknya akan ada lima tulisan yang masuk ke level teratas peringkat jurnal internasional dan nasional.

Gita Rachma Staf Jurnalistik LK2 FHUI FHUI 2019

Beliau mengakui saat menjalani program doktor, sempat merasa tidak mampu dan ingin menyerah. Dipertemukan kembali dengan teori ekonomi yang sulit untuk dimengerti, membuat beliau sedikit kewalahan. Pada tahun-tahun pertama, beliau memulai perkuliahan dengan lancar. �Bab-bab awal saya mengerjakan bagian hukumnya. Selama mengerjakan bab hukum saya tidak menemukan banyak masalah. Promotor saya sampai senang dan memuji saya. Pokoknya, satu tahun pertama berjalan mulus," ujar beliau. Memasuki tahun kedua, beliau LEX. | VOL. I

Marion Mutiara Matauch Staf Jurnalistik LK2 FHUI FHUI 2019

10


foto: flickr.com

Oleh: Miyuki Chan

“ We desecrated the traditional values, but new values didn’t come along. ” Rocco Buttiglione 11

LEX | VOL.1


opini

Konflik ik Konflik atas atas Tanah Tanah Adat Adat:: Akankah Akankah Berakhir? Berakhir? Oleh Muhammad Firman

M

“Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.� - Pasal 33 ayat (3) UUD NRI 1945 -

asyarakat hukum adat tidak hanya menjadi pelengkap historis suatu negara, tetapi juga menjadi hal yang harus dilindungi. Tanah adat, sebagai salah satu kekayaan yang dimiliki oleh masyarakat hukum adat, seharusnya dihormati, bahkan diberikan suatu alas hukum. Namun, pada faktanya, maraknya kasus sengketa tanah adat ini masih menjadi problematika yang terjadi di Indonesia. Menurut Badan Pertanahan Nasional, sampai akhir tahun 2019, masih terdapat 1.769 konflik agraria yang masih belum terselesaikan dengan luas total tanah lebih dari dua puluh juta hektar. Meskipun terkadang penyelesaian sengketa dilakukan secara negosiasi yang menguntungkan masyarakat hukum adat walau dengan syarat. Seperti kasus antara masyarakat hukum adat Senama Nenek dengan PT. Perkebunan Nusantara V yang merupakan anak usaha BUMN yang bekerja sama dengan swasta. Kasus ini akhirnya memberikan Hak Pengelolaan atas tanah 2.800 hektar tersebut kepada masyarakat hukum adat Senama Nenek atas perintah Presiden Jokowi. Hal ini bisa dilakukan karena Presiden Jokowi melakukan pencabutan konsesi terhadap tanah tersebut.

LEX. | VOL. I

Foto oleh suduthukum.com

Di lain sisi, bagaimana dengan kasus masyarakat hukum adat melawan korporasi besar seperti yang terjadi di Provinsi Riau, tepatnya di Kabupaten Sungai Giri. Kasus ini memperebutkan tanah seluas sembilan ribu hektar antara masyarakat hukum adat suku Talang Mamak dan PT. Inecda Plantation. PT tersebut melakukan pemaksaan penanaman sawit di 2.506 hektar tanah adat karena menganggap tanah tersebut dalam Hak Guna Usaha mereka. Kasus ini awalnya sudah termediasi dengan dibantu jajaran aparat daerah dengan memberikan alternatif agar tanah adat ini tidak jadi digusur. Namun, alternatif ini seakan tidak diindahkan oleh PT. Inecda Plantation. Melihat tidak adanya itikad baik dari perusahaan, masyarakat akhirnya memaksa menanam tanaman untuk pangan mereka di tanah tersebut. Kasus ini telah menjadi bahan investigasi Badan Pertanahan Nasional dan kembali memberi mediasi pada pertengahan 2016. Meskipun pada akhirnya kasus ini diselesaikan dengan cara negosiasi yang menguntungkan baik bagi masyarakat maupun PT Inecda Plantation, tetapi kasus ini menjadi tamparan terhadap pemerintah akan kepada siapa pemerintah akan berpihak. Kasus yang terjadi pada pertengahan tahun 2011 hingga akhir 2016 ini membuktikan bahwa

12


opini pemerintah baik otoritas daerah maupun dipusat seakan lalai akan tugasnya dalam pelaksanaan jaminan hak agraria tersebut. Konflik agraria di Indonesia juga meningkat seiring terjadinya eskalasi program pembangunan di berbagai sektor, yang banyak membutuhkan lahan. Eskalasi tersebut sering memicu timbulnya pertentangan antara masyarakat hukum adat dan korporasi, sebagai dua pihak yang memiliki kepentingan berseberangan. Kepentingan yang dibawa oleh masyarakat hukum adat adalah untuk mempertahankan hak ulayat mereka, baik berupa tanah adat maupun situs-situs yang mereka lindungi sejak dahulu. Di lain pihak, korporasi memiliki kepentingan untuk melaksanakan tender dan kepentingan pemerintah dalam upaya mencapai tujuannya dengan membangun fasilitas-fasilitas seperti jembatan, jalan bebas hambatan, bendungan dan masih banyak lagi. Dalam pelaksanaan pembangunan, meskipun korporasi melakukan tindakan yang dianggap merugikan masyarakat, tetapi tindakan mereka adalah sah di mata hukum. Seringkali UU No 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Lahan Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum (UU PTUKU) menjadi dasar hukum yang digunakan oleh para pemenang tender untuk mengosongkan lahan baik pemukiman warga atau tanah adat. Namun, bagaimana jika swasta dalam kesepakatan tendernya diberi dasar hukum melakukan hal yang dianggap merugikan masyarakat atau menggunakan tindakan represif dalam pengosongan lahan.

Sebab, pada praktiknya, dapat dinilai bahwa dalam pengosongan lahan kerap kali tidak menyesuaikan dengan kualifikasinya yang diatur dalam Pasal 9 UU PTUKU, yang didasarkan pada Komentar Umum CESCR Nomor 7 Tahun 1997 tentang Penggusuran Paksa dan United Nations Basic Principles and Guidelines on Development-Based Evictions. Kriteria ini didasarkan pada hak asasi manusia dan seharusnya dilakukan dengan partisipatif. Pemerintah, sebagai pengayom masyarakat, seharusnya bertindak sesuai yang terdapat dalam Pasal 27 UU PTUKU, yang berisi tentang ketentuan yang harus dilakukan dalam pengadaan tanah agar dapat meminimalisasi terjadinya konflik dengan mengatur baik inventarisasi kepemilikan tanahnya hingga penggantian kerugian atas tanahnya. Dalam upaya menguatkan posisi masyarakat hukum adat, Pemerintah Indonesia perlu membuat regulasi pelaksana “Hak Ulayat�, yang memang dapat betul-betul dapat dijalankan dalam praktiknya, sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 2 ayat (4) UU Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok Agraria, untuk memberikan payung hukum atas tanah adat yang memang sudah turun-temurun ditinggali oleh masyarakat hukum adatnya. Setidak-tidaknya, pemerintah harus memberikan sertifikat atau sejenisnya terkait hak atas tanah adat, guna menjadi alas hukum apabila di kemudian hari terjadi sengketa. Kedepannya, melalui program-program reformasi agraria, pemerintah diharapkan dapat membuat regulasi-regulasi yang politik hukumnya berpihak pada rakyat.

Muhammad Firman Staf Jurnalistik LK2 FHUI FHUI 2019

13

LEX. | VOL. I


opini Kerusakan

Lingkungan Hidup: Salah Siapa ?

P

foto: nationalparksofsweden.se

Oleh Beatrice Chrestella

ada dasarnya, manusia membutuhkan lingkungan hidup yang sehat dalam mendukung pemenuhan kebutuhan hidupnya. Namun, dengan kondisi lingkungan yang semakin rusak, apakah kita masih dapat melangsungkan kehidupan? Ke mana kita harus pergi jika bumi benar-benar hancur?

manusia.� Oleh karena itu, sudah merupakan kewajiban bagi pemerintah dalam menyediakan lingkungan hidup yang baik dan sehat bagi setiap warga negaranya. Namun, jika melihat kondisi saat ini, banyak terjadi bencana alam dan kerusakan lingkungan di mana-mana. Pada awal tahun 2020, Jakarta dilanda banjir sebanyak enam kali dalam kurun waktu dua bulan. Curah hujan tinggi serta kurangnya daerah resapan air menjadi penyebab. Banjir dan longsor juga terjadi di Sulawesi Selatan pada Januari 2019 dan merenggut 82 nyawa. Masih banyak bencana lainnya yang terjadi, hanya saja tidak akan cukup apabila dituliskan di sini. Dengan kondisi tersebut, muncul suatu pertanyaan: sudahkah pemerintah menjalankan kewajibannya dengan benar?

Sebelum itu terjadi, bumi masih tetap layak huni selama semua elemen masyarakat berperan dengan baik. Mulai dari pemerintah yang berkuasa sampai setiap masyarakat di sudut-sudut kota. Namun, sebagai penguasa, pemerintah memegang peranan penting dalam menjaga bumi tetap terawat. Mungkin banyak dari kita belum mengetahui bahwa lingkungan hidup yang sehat sebenarnya merupakan hak setiap warga negara. Hal tersebut dijamin dalam Pasal 28 H ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan bahwa setiap orang berhak mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat. Hal serupa kembali ditegaskan dalam Pasal 65 ayat (1) UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH): “Setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagai bagian dari hak asasi LEX. | VOL. I

Kerusakan lingkungan hidup tidak terlepas dari perubahan iklim yang saat ini benar-benar terjadi. Berdasarkan pasal 1 angka (19) UUPPLH, perubahan iklim adalah berubahnya iklim yang diakibatkan langsung atau tidak langsung oleh aktivitas manusia. Aktivitas manusia yang dimaksud, yakni yang berkaitan dengan penggunaan bahan bakar fosil dan kegiatan alih guna lahan.

14


opini Kerusakan lingkungan hidup merupakan salah satu dampak besar akibat perubahan iklim. Hal tersebut nyata terjadi, dilihat dari terpenuhinya parameter kriteria baku kerusakan akibat perubahan iklim yang tercantum dalam pasal 21 ayat (4) UUPPLH. Parameter tersebut antara lain kenaikan temperatur, kenaikan muka air laut, badai, dan/atau kekeringan.

pemerintah dapat melaksanakan kewajiban dan pertanggungjawabannya? Apabila tidak ada peraturan yang mengatur tentang tata cara penanganan kerusakan lingkungan hidup akibat perubahan iklim, maka sulit memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. Peraturan pemerintah tersebut seharusnya segera dibuat dan disahkan, mengingat kondisi lingkungan hidup di Indonesia saat ini sudah cukup parah dan mengkhawatirkan.

Temperatur rata-rata permukaan bumi diprediksi meningkat 1.4—5.8oC dalam kurun waktu 1990—2100. Permukaan air laut juga diprediksi akan terus meningkat. Bahkan, diperkirakan pada tahun 2030—2050, terdapat sekitar 2000 pulau di Indonesia akan tenggelam akibat kenaikan air laut. Bukankah manusia membutuhkan daratan untuk dapat tetap hidup? Memang, bukan hanya pemerintah yang berperan dalam menjaga lingkungan hidup. Masyarakat pada umumnya juga memegang peranan di dalamnya. Namun, mengacu pada pasal 65 ayat (1) UUPPLH, bukan menjadi perdebatan lagi bahwa warga negara Indonesia berhak mendapatkan lingkungan yang sehat dan negara berkewajiban memenuhi hak warga negaranya.

Lingkungan hidup yang buruk tidak hanya memberikan dampak kepada generasi yang hidup saat ini. Dampak tersebut akan dirasakan hingga generasi-generasi yang akan datang. Keberlangsungan kehidupan di bumi akan semakin terancam apabila pemerintah tidak bertindak cepat dan serius dalam menangani isu ini. Bukan hanya warga negara yang akan dirugikan dengan rusaknya lingkungan hidup. Pemerintah dan setiap orang yang memiliki kepentingan akan terancam kehidupannya ketika tempat kita tinggal tidak lagi mendukung kehidupan kita. Kemungkinan terburuknya, pada waktu tertentu, manusia tidak dapat lagi melangsungkan hidupnya di bumi.

Melihat dari akibat-akibat perubahan iklim yang terjadi, seharusnya negara bertanggung jawab atas kelalaian dalam memenuhi kewajibannya terhadap warga negaranya. Apalagi, banyak terjadi penggundulan hutan untuk permukiman atau ekspansi lahan. Dalam hal ini, pemerintah memiliki peran penting karena menerbitkan izin agraria dan perencanaan terkait masalah agraria serta perencanaan penggunaan tata ruang.

Oleh karena itu, seharusnya tidak ada alasan lagi bagi pemerintah untuk tidak bersikap cepat dan tanggap dalam menyikapi kondisi ini, salah satunya dengan cara membuat peraturan pemerintah untuk mengatur lebih lanjut mengenai kerusakan lingkungan hidup akibat perubahan iklim.

Seperti yang sudah dikatakan sebelumnya, kriteria baku kerusakan lingkungan hidup akibat perubahan iklim dapat dilihat dari pasal 21 ayat (4) UUPPLH. Namun, di dalam ayat (5) dikatakan “Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria baku kerusakan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.� Namun, hingga saat ini belum ada peraturan pemerintah yang mengatur lebih lanjut mengenai kriteria baku kerusakan lingkungan hidup. Padahal, peraturan pemerintah diperlukan untuk menentukan apabila sudah terjadi kerusakan lingkungan hidup dan sudah merupakan kewajiban pemerintah untuk bertanggung jawab menangani hal tersebut. Dengan tidak adanya peraturan pemerintah tersebut, bagaimana

Beatrice Chrestella Staf Jurnalistik LK2 FHUI FHUI 2019

15

LEX. | VOL. I


kata kita

Perubahan Iklim: Pemerintah Siap? Siap

P

Oleh Ninda Maghfira

erubahan iklim yang semakin nyata dampaknya bagi bumi beserta isinya menimbulkan urgensi bagi para pemimpin negara untuk berkomitmen dalam menghadapinya. Komitmen tersebut kemudian diejawantahkan ke dalam suatu perjanjian yang lahir di Konferensi Perubahan Iklim PBB ke-21 di Paris pada tahun 2015 dan termasuk dalam United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) mengenai mitigasi emisi gas rumah kaca, adaptasi, dan keuangan, yang dikenal dengan Perjanjian Paris. Pokok dari perjanjian tersebut adalah mengurangi risiko dan dampak dari perubahan iklim. Selanjutnya, tiap negara diharuskan untuk menetapkan Nationally Determined Contributions (NDCs) atau bentuk komitmen negara dalam menghadapi perubahan iklim yang disesuaikan dengan kemampuan dan keadaan nasionalnya agar dapat diaktualisasikan. NDCs ini kemudian harus ditingkatkan dan dilaporkan ke UNFCCC setiap lima tahun. Indonesia sendiri telah meratifikasi Perjanjian Paris pada tahun 2016 sehingga dibuatlah NDCs Indonesia. Di dalamnya, Indonesia berkomitmen untuk menurunkan emisi sebesar 29% di bawah upaya apapun pada tahun 2030 dan dapat dinaikkan sampai 41% dengan kerja sama internasional. Lima tahun sudah berlalu sejak Indonesia menetapkan NDCs periode pertama, tetapi tidak ada peningkatan target

LEX. | VOL. I

16

Foto: Rusmandari dari fin.co.id

penurunan emisi dalam NDCs sebagaimana yang diharapkan dalam Perjanjian Paris. Pihak KLHK menganggap bahwa hal yang terpenting bukanlah angkanya, tetapi langkah-langkah yang diambil pemerintah. Lantas, apakah menurut anda pemerintah telah optimal dalam melaksanakan komitmen untuk menangkal perubahan iklim melalui penerapan regulasi yang telah ada? “Dalam Pasal 28H ayat (1) UUD 1945 tercantum bahwa setiap warga negara memiliki hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. Hal tersebut merupakan salah satu dasar pertimbangan dalam UU No. 16 Tahun 2016 mengenai ratifikasi Perjanjian Paris. Dalam pelaksanaannya, Indonesia sebenarnya telah membuat beberapa peraturan turunan, contohnya Peraturan Menteri ESDM No. 22 Tahun 2019 tentang Pedoman Penyelenggaraan Inventarisasi dan Mitigasi Gas Rumah Kaca Bidang Energi.


kata kita lebih ramah lingkungan. Selain itu, sektor swasta juga Namun, menurut saya masih terdapat beberapa peraturan perundang-undangan baru yang justru berlawanan dengan semangat pembangunan berkelanjutan dan perlindugan lingkungan hidup, seperti percepatan proses pembangunan yang mengesampingkan dan mempersingkat AMDAL di PP OSS, atau yang terbaru terdapat Omnibus Law RUU Cipta Kerja terkait perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang mengesampingkan sanksi pidana penjara bagi perusak lingkungan walaupun sanksi dendanya tetap berlaku. Dapat disimpulkan, bahwa dalam penyusunan peraturan perundang-undangan serta implikasinya belum ada keselarasan dan kesatuan niat dalam menerapkan semangat yang sama untuk perlindungan terhadap lingkungan hidup dan konsep pembangunan berkelanjutan.” (Rivaldi Rizqianda, FHUI 2018) “Menurut saya, keseriusan dan komitmen pemerintah Indonesia dalam memerangi perubahan iklim dan melaksanakan NDCs terlihat dalam Conference of Parties (COP-25) yang diselenggarakan oleh UNFCCC di Madrid pada tahun 2019. Pemerintah Indonesia telah melaksanakan berbagai agenda untuk menerapkan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan yang menyeimbangkan aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan secara optimal. Hal ini terlihat dari langkah Indonesia dalam memprakarsai Pembangunan Rendah Karbon Indonesia (LCDI) yang merupakan kunci untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi tanpa mengorbankan keberlanjutan lingkungan. Setidaknya terdapat 2 proyek besar yang telah dilaksanakan dalam menyukseskan LCDI, meliputi agenda Indonesia Climate Change Trust Fund serta Penandatanganan Komitmen Provinsi Berkelanjutan. Sejalan dengan komitmen tersebut, Bappenas bahkan telah mengagendakan Pembangunan Rendah Karbon Indonesia ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2020-2024. Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa pemerintah Indonesia perlu memperbaiki strateginya dalam menyukseskan agenda Pembangunan Rendah Karbon Indonesia. Salah satunya adalah melibatkan peran sektor swasta dalam mengurangi emisi gas rumah kaca. Sektor swasta dapat berkontribusi dalam menginisiasi inovasi atau teknologi baru yang dapat menjadi alternatif energi baru terbarukan yang berkelanjutan

17

dan lebih ramah lingkungan. Selain itu, sektor swasta juga dapat beralih ke mekanisme industri hijau yang dapat mengurangi emisi gas rumah kaca serta menjaga keseimbangan ekosistem.” (Eifellyne Jovanca Bandi, FHUI 2019) “Isu lingkungan merupakan isu yang sedang hangat-hangatnya diperbincangkan. Jika kita membicarakan isu lingkungan secara holistik, terdapat banyak sekali persinggungan dengan bidang-bidang lainnya seperti hukum, ekonomi, politik, dan kebudayaan. Pemerintah sebagai stakeholder perlu terlibat secara aktif dan membuka ruang partisipasi kepada masyarakat untuk ikut serta menangani isu ini. Pemerintah sebenarnya telah memiliki beberapa program unggulan untuk mengatasi problem ini, salah satunya program kampung lingkungan berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup (KLH) Nomor 84 tahun 2016. Pemerintah melalui KLHK berupaya menyelesaikan isu lingkungan utamanya perubahan iklim dengan mendorong pembentukan Gerakan Nasional Pengendalian Perubahan Iklim berbasis komunitas. Dengan pendekatan berbasis partisipatif melalui komunitas tersebut diharapkan akan terbentuk pemahaman yang lebih baik dan komprehensif terkait perubahan iklim dan dampaknya, serta mendorong partisipasi aktif dan berkelanjutan dari seluruh stakeholder. Gagasan yang telah dihadirkan pemerintah menurut hemat saya sebenarnya sudah baik dengan adanya upaya melibatkan partisipasi aktif dari masyarakat. Hanya saja dalam realisasinya, program yang diusung belum berjalan secara efektif di seluruh Indonesia. Memang benar sudah terdapat banyak kampung iklim seperti di Jawa tengah yang telah memiliki 338 kampung iklim, namun pendekatan pemerintah di wilayah perkotaan mungkin memerlukan cara yang berbeda seperti dengan menggunakan influencer, pembuatan video edukasi kreatif, dan gerakan penggunaan tumbler.” (Satrio Alif Febriyanto, FHUI 2019) Ninda Maghfira Staf Jurnalistik LK2 FHUI FHUI 2019 LEX. | VOL. I


Bagaimanakah efektivitas regulasi terkait pengelolaan sampah di Indonesia? - Syifaurrahma FKUI UI20192019- SyifaurrahmaHanif, Hanif, FK

B

icara tentang pengelolaan sampah, akan teringat oleh kita mengenai kasus penumpukan sampah pada Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) atau Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST). Pada tahun 2019, Indonesia sempat dihebohkan dengan berita penumpukan sampah pada TPST Bantargebang di Bekasi. TPST Bantargebang adalah TPST milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dengan keadaan memprihatinkan. Sampah menumpuk mencapai ketinggian empat puluh meter dengan volume 39 ton, sedangkan kapasitas TPST Bantargebang hanya 49 juta ton. Bila tidak ada tindak lanjut, tahun 2021 akan menjadi tahun terakhir bagi TPST Bantargebang (Kompas, 2019). Kasus penumpukan sampah tidak hanya terjadi di tempat ini, kasus serupa juga terjadi pada TPA Sarbagita Suwung di Bali, TPA Panembong di Kabupaten Subang, dan TPA Kebon Kongok di Kota Mataram.

Persoalan penumpukan sampah ini dapat terjadi karena pengelolaan hanya berfokus pada cara memindahkan sampah ke tempat pembuangan. Hal ini adalah persoalan lama yang berusaha diatasi pemerintah dengan UU No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah (UU Pengelolaan Sampah) dengan penanganan sampah yang berkesinambungan dari hulu ke hilir. Regulasi tersebut mengatur tata cara penanganan sampah dalam lima tahapan, yaitu pemilahan, pengumpulan di Tempat Penampungan Sementara (TPS) atau TPST, pengangkutan menuju TPA, pengolahan, dan pemrosesan akhir sampah. Pengaturan tahapan ini memiliki perbedaan dengan tahapan penanganan sampah pada PP No. 81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan sampah sejenis sampah Rumah Tangga (PP 81/2012). Perbedaan terdapat pada tahapan yang menyangkut peran TPST.

Pengelolaan Sampah di Indonesia

Oleh Faradila Utami

melek hukum LEX. | VOL. I

18

Foto: https://www.mongabay.co.id


melek hukum Dalam UU Pengelolaan Sampah, TPST memiliki fungsi pengelolaan, mendaur ulang, dan menggunakan kembali sampah. Hal ini berbeda dengan PP 81/2012, dimana TPST menjadi tempat tujuan setelah dilakukan pengumpulan di TPS dan/atau Tempat Pengelolaan sampah dengan prinsip 3R (TPS 3R). Dalam PP ini, TPST juga menjadi tempat pelaksanaan dari tahap pemrosesan akhir. Perbedaan mekanisme ini menjadi suatu ketidakjelasan terkait dengan peran TPST. Terlepas dari permasalahan mengenai peran TPST, realisasi terkait tahapan-tahapan penanganan sampah tidak berjalan sesuai dengan seharusnya. Pertama, tidak dilaksanakannya pemilahan lima jenis sampah. Dalam PP 81/2012, Pasal 17 ayat (2) mengatur kewajiban pengelompokan lima jenis sampah, antara lain sampah bahan beracun berbahaya, sampah mudah terurai, sampah yang digunakan kembali, sampah yang dapat didaur ulang, dan jenis sampah lainnya. Pada Pasal 17 ayat (1) disebutkan bahwa pemilahan ini dilakukan oleh setiap orang pada sumbernya, pengelola kawasan (kawasan permukiman, kawasan komersial, kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas umum, fasilitas sosial, dan fasilitas lainnya), serta pemerintah kabupaten/kota. Akan tetapi, menurut survei Katadata Insight Center (KIC) sebanyak 50,8% responden di Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, dan Surabaya tidak memilah sampah. Responden lain melakukan pemilahan sampah, namun hanya mengelompokan sebanyak dua hingga empat jenis sampah (Katadata, 2020). Kedua, ketidaksesuaian terkait fasilitas pengolahan sampah skala kawasan. Dalam Peraturan Menteri Pekerja Umum No. 3 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Persampahan dalam Penanganan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Rumah Tangga, Pasal 29 ayat (2) mewajibkan pengelola kawasan untuk memiliki fasilitas pengolahan skala kawasan, berupa TPS 3R. Dengan adanya TPS 3R, diharapkan jumlah sampah yang diangkut menuju TPA akan berkurang. Akan tetapi, TPS 3R ini tidak diadakan sesuai dengan pasal tersebut. Misalnya di Jakarta, pemerintah hanya memiliki empat TPS 3R yang memadai. Oleh karena itu, pengolahan sampah hanya dapat mengandalkan TPST atau TPA (Kompas, 2019).

19

Ketiga, permasalahan terjadi pada penyediaan alat pengumpul dan alat pengangkut sampah. Dalam PP No. 81/2012, diwajibkan tersedianya alat-alat ini untuk mengangkut sampah yang telah dipilah sesuai dengan jenisnya. Hal ini dilakukan guna memudahkan pengolahan sampah di tahapan selanjutnya. Berlawanan dengan amanat peraturan tersebut, banyak daerah yang mengalami kekurangan alat-alat ini, beberapa di antaranya adalah Tulungagung, Padang, Bengkulu Selatan, Jakarta Selatan, dan Sukoharjo. Kekurangan ini berujung pada sulitnya pelaksanaan pengangkutan sampah sesuai dengan jenisnya. Akibatnya, terjadi pencampuran kembali pada tahap pengumpulan dan pengangkutan (Antara, 2020). Keempat, masalah-masalah yang ada mengakibatkan berlebihnya kapasitas sampah pada tahap pemrosesan akhir. Hal ini diperparah dengan sistem open dumping pada TPA, yaitu sistem pembuangan yang membiarkan sampah menumpuk di lahan terbuka tanpa ada tindak lanjut. Penggunaan sistem ini telah dilarang dalam Pasal 44 ayat (2) UU Pengelolaan Sampah, dimana pemerintah daerah diwajibkan untuk menutup TPA yang menggunakan sistem open dumping. Akan tetapi, pada kenyataannya, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mencatat bahwa TPA open dumping di Indonesia masih mendominasi dengan jumlah 55,65% (Antara, 2019). Dengan demikian, dapat diketahui bahwa regulasi pengelolaan sampah kurang dihiraukan dalam pelaksanaannya. Masih terdapat berbagai masalah, dari awal hingga akhir proses pengeloalan sampah. UU Pengelolaan Sampah telah mengatur berbagai hal, namun tindak lanjut dari undang-undang masih sangat minim, terutama dari aspek penerapannya. Faradila Utami Staf Jurnalistik LK2 FHUI FHUI 2019

LEX. | VOL. I


Foto: www.mongabay.co.id

Kilas Balik: Sabda Lingkungan dari Sriwijaya Oleh Raden Farrazka Hilmilla Indiriani

jas merah N

usantara pernah menjadi tempat tumbuhnya kerajaan-kerajaan besar, salah satunya adalah Kerajaan Sriwijaya. Kerajaan Sriwijaya terletak di daerah Palembang, Sumatera Selatan. Konon katanya, penetapan Palembang sebagai ibukota dari Kerajaan Sriwijaya memiliki cerita tersendiri terlepas dari keberadaan beberapa peninggalan Sriwijaya yang memang ditemukan oleh para arkeolog di Palembang. Menurut catatan seorang pendeta besar dari Tiongkok bernama I-tsing, nama lama ibukota Sriwijaya merujuk dari kata Fo-shih. Nama tersebut berasal dari aliran sungai di daerah tersebut yang sekarang menjadi Musi atau diartikan sebagai Sungai Wijaya. Keyakinan inilah yang memperkuat bukti bahwa ibukota Sriwijaya adalah Palembang. (Irwanto, 2013: 138). Sekitar enam abad lamanya Sriwijaya berdiri sejak abad 7 M. Sriwijaya mampu menguasai berbagai wilayah bahkan sampai ke beberapa negara di Asia Tenggara seperti Malaysia dan Thailand (Taim, 2013: 103). Walau pada akhirnya di abad ke 13 M, masa keruntuhan itu pun datang secara perlahan tapi pasti. Singkat cerita, angkatan militer Sriwijaya tak sanggup mempertahankan kerajaannya akibat tekanan baik dari dalam maupun luar kerajaan hingga berakhir dengan keruntuhan. Namun demikian, kisah Kerajaan Sriwijaya tetap meninggalkan berbagai ilmu dan benda peninggalan, salah satunya adalah prasasti. Prasasti-prasasti ini berisi kisah Sriwijaya, salah satunya Prasasti Talang Tuo.

LEX. | VOL. I

Asal muasal Prasasti Talang Tuo ditulis untuk memperingati sebuah kejadian penting yang berkaitan langsung dengan penguasa Kerajaan Sriwijaya bernama Dapunta Hyang saat mendirikan Kerajaan Sriwijaya. Pada 16 Juni 682, Dapunta Hyang mendirikan kerajaan Sriwijaya di Kota Palembang sekarang untuk melambangkan sebuah mikrokosmos. Dalam agama Buddha, mikrokosmos berarti dunia manusia. Mikrokosmos ini memiliki pusat jagat raya bernama Gunung Meru. Sebuah gunung tempat tinggal dewa dewa di mana Indra bersemayam sebagai raja para dewa. Dalam pembangunan Kerajaan Sriwijaya, Dapunta Hyang tidak hanya mendirikan wilayah kerajaan saja melainkan juga membuat sebuah taman. Hal ini disebabkan oleh penguasa Sriwijaya Dapunta Hyang yang memerintahkan pembangunan taman dengan penanaman pohon yang bermanfaat semata-mata untuk menjalankan dharma kebajikannya kepada rakyat di wilayah kekuasaannya. Pendirian taman inilah yang tertulis pada prasasti Talang Tuo. Menurut ahli epigrafi – kemampuan menganalisis prasasti –, prasasti ini berisi titah sekaligus amanah dari Sang Raja kepada rakyatnya perihal rencana mempercantik wilayah dengan mengatur pemukiman, perkebunan, air, kolam-kolam, dan taman-taman. Untuk menghargai pesan leluhurnya tersebut, masyarakat Sriwijaya dan sekitarnya

20


jas merah

lebih ramah lingkungan. Selain itu, sektor swasta juga dapat beralih ke mekanisme industri hijau yang dapat kemudian menerapkannya dalam beberapa tradisi daerah yaitu sedekah bumi dan sedekah laut atau sungai yang hingga kini masih cukup diterapkan oleh masyarakat Sriwijaya. Meskipun berpangkal pada prasasti yang sama, tetapi kedua cara penerapan tradisi ini berbeda. Pertama, ‘sedekah bumi’ atau biasa juga disebut dengan ‘kirab Sriwijaya’, tradisi ini biasa dilakukan dengan cara mendoakan para roh leluhur agar bisa tenang dan damai. Kedua, ‘sedekah laut atau sungai’ yang biasa dilakukan dengan cara selametan, yakni pemberian sesajen yang dipersembahkan untuk penguasa dengan membuang kepala kerbau penuh dengan hiasan dan makanan tambahan ke laut ataupun ke sungai. Acara ini bertujuan sebagai ucapan rasa syukur para nelayan kepada Tuhan Yang Maha Pemurah dan permohonan keselamatan dalam mencari nafkah di laut atau sungai tersebut. Prasasti Talang Tuo ini jika dilihat dari isinya bertujuan untuk memberikan sebuah kenyataan bahwa sejak zaman kerajaan pun masyarakat Nusantara (khususnya Sriwijaya) sudah lama peduli terhadap bumi. Rasa bersyukur terhadap setiap rezeki yang diberikan oleh alam untuk mereka, membuat mereka memiliki rasa tanggung jawab terhadap alam untuk menjaganya dan tidak merusaknya. Mereka sangat menjunjung peribahasa, apa yang kita tanam, itulah yang kita tuai.

Pesan yang tertulis dalam Prasasti Talang Tuo tentu diperuntukkan juga bagi masyarakat lain selain di Sriwijaya. Kita yang bukan masyarakat Sriwijaya juga patut mengambil peran dalam menghargai dan menjaga alam serta lingkungan sekitar. Tidak harus melalui tradisi yang sama seperti masyarakat Sriwijaya. Cukup dengan menjaga dan melestarikan alam serta lingkungan di tempat kita berada, maka kita sudah mengambil peran besar sesuai pesan yang disampaikan Prasasti Talang Tuo. Hal ini juga merupakan bentuk perwujudan kita sebagai bangsa Indonesia dalam melestarikan dan memelihara warisan budaya lokal. Dengan ini maka kekayaan budaya dan tradisi di Indonesia akan terjaga. Indonesia, dengan kekayaan sejarah dan peninggalannya, memiliki budaya serta tradisi yang bermakna besar bagi lingkungan dan alam sekitar. Dengan demikian, kita harus menjaga dan memeliharanya demi mengukuhkan jati diri bangsa Indonesia yang sebenar-benarnya. Raden Farrazka Hilmilla Indiriani Staf Jurnalistik LK2 FHUI FHUI 2019

Prasati Talang Tuo yang terletak di Dusun talang kelapa, desa talang tuo, Bukit Baru, Kec. Alang-Alang Lebar, Kota Palembang, Sumatera Selatan 30153

21

LEX. | VOL. I


seputar kita

Foto: Hany Areta Athayalia

Big Bad Wolf: Surga Para Pecinta Buku K

Oleh Hany Areta Athayalia & Siti Chatlia Quranina

abar baik bagi para pecinta buku di Indonesia, bazar buku yang diklaim terbesar se-Asia Tenggara hadir kembali dengan diskon besar-besaran. Acara yang bernama Big Bad Wolf ini diselenggarakan di ICE BSD, Tangerang Selatan. Sebelumnya, BBW telah diselenggarakan di sejumlah kota di Indonesia dan pertama kali diselenggarakan pada 30 April 2016 di ICE BSD. BBW merupakan ajang pameran buku impor tahunan yang dirintis oleh sepasang suami istri yaitu Andrew Yap dan Jacqueline Ng. Awal usaha dimulai dari toko kecil yang menjual majalah di AmCorp Mall di Petaling Jaya, Malaysia pada tahun 2009 yang diberi nama BookXcess. Setelah itu nama Big Bad Wolf diambil untuk nama perusahaanya yang berarti “Serigala Besar yang Jelek� yang dianggap nakal dan menarik oleh Andrew Yap. Nama tersebut terinspirasi dari dogeng Little Red Hiding Hood. Usaha buku ini akhirnya menjadi ajang pameran buku yang sukses diselenggarakan di berbagai negara LEX. | VOL. I

22

terkhususnya Asia Tenggara dan berhasil menghasilkan jutaan dolar. Andrew mengatakan bahwa mereka mendapatkan buku tersebut dari pusat penjualan buku murah di berbagai negara. Walaupun sebagian besar buku merupakan stok lama namun tetap dalam kondisi baru sehingga dijual dengan harga yang miring. BBW dimulai dari tanggal 6-16 Maret 2020 dan dilaksanakan selama 24 jam, dengan kata lain sepanjang hari.. BBW menjual buku-buku dengan diskon berkisar dari 60% hingga 80%. Buku yang dijual juga beragam, dari buku fiksi hingga non-fiksi. Tersedia juga buku untuk anak-anak, seperti buku dongeng. Terdapat juga hal lain selain buku, seperti poster, pajangan dinding, pin, serta tas. Di hari pertama pembukaan, antusiasme pengunjung sangatlah besar. Dibuktikan dengan ribuan pengunjung yang tetap berdatangan untuk berbelanja hingga dini hari. Pengunjung yang selesai berbelanja terlihat puas membawa plastik bahkan koper


seputar kita berisikan buku yang telah dibeli. Syifa, Mahasiswa fakultas teknik tampak puas karena mendapatkan buku arsitektur yang ia cari dengan harga murah. Ia memborong 6 buku arsitektur, dengan harga sekitar Rp1.000.000 yang terbilang murah jika dibandingkan dengan harga di toko buku yang untuk satuanya bisa mencapai Rp300.000.

Bazar ini menjadi pengalaman berkesan bagi Ilham. Banyak hal yang didapatkan yaitu bertemu banyak orang dalam berbagai kalangan, melatih mental kerja dan profesionalitas serta menumbuhkan rasa menghargai orang lain. Selain mendapatkan pengalaman baik, Ilham mengatakan ada beberapa sistem kerja di BBW yang perlu dibenahi yaitu perjanjian kerjanya serta pembagian gaji. “MOU-nya kurang jelas di awal sehingga ada pekerjaan yang akhirnya ga sesuai terus turun gajinya itu cenderung lama�. Namun, secara garis besar Big Bad Wolf sudah baik bagi Ilham sehingga membuat dia mau menjadi volunteer lagi.

Harga murah memang menjadi tujuan orang datang di bazar ini. Dela, seorang pekerja menyempatkan diri untuk membeli buku anak kecil dengan harga murah. Ia sendiri menemukan 4 buku dengan total Rp300.000. Kali ini Dela belum menemukan buku pop-up yang ia cari, dan menyarankan agar koleksi buku serta jenis buku yang dijual ditambahkan. `Untuk pembaca yang belum berkesempatan berkunjung ke BBW, saran waktu yang tepat untuk Walaupun pengunjung terbilang puas dengan bazar, berkunjung adalah pada saat weekdays dan pada waktu terdapat saran yang mereka berikan untuk kedepanya. tengah malam karena kondisi bazar yang terbilang Kekurangan terbesar dari bazar ini adalah klasifikasi belum terlalu ramai sehingga memudahkan untuk bukunya. Pengunjung merasa bahwa penataan buku berbelanja. Ketika datang kesini pun, pengunjung belum sempurna, dan masih menyulitkan proses harus memiliki tujuan buku apa yang akan dibeli agar pencarian buku. Selain itu, beberapa buku belum tidak kaget saat melihat jumlah buku yang memiliki sampel yang membuat pengunjung tidak bisa membeludak. Big Bad Wolf juga sangat menggoda melihat isi dari buku tersebut. karena buku yang dijual memiliki kualitas yang baik meskipun dijual dengan harga yang miring. Dengan Para pekerja pun terlihat sama antusiasnya dalam keuntungan yang didapatkan, Big Bad Wolf melayani para pengunjung. Pekerja yangdirekrut melalui merupakan bazar yang wajib didatangi oleh para hasil seleksi ini terbagi-bagi menjadi beberapa section pecinta buku! seperti floor, kasir, customer service, sorter, top up dan lain-lain. Terdapat pembagian tugas yang berbeda-beda dalam menunjang keberlangsungan acara. Salah satunya Hany Areta Athayalia adalah Floor yang dipegang oleh Ilham dan bertugas Staf Jurnalistik LK2 FHUI untuk mengambil buku, merapikan buku maupun FHUI 2019 membantu pengunjung untuk mencari buku. “Semacam panitia lapangan kalau di organisasi, jadi memang seperti tim venue� Ujar Ilham. Floor ini terbagi menjadi beberapa section sesuai dengan jenis bukunya. Jam kerja Siti Chatlia Quranina untuk para pekerja ini terbagi menjadi tiga shift yaitu Staf Jurnalistik LK2 FHUI pagi (06.00-14.00), siang (14.00-22.00) dan malam FHUI 2019 (22.00-06.00) dan digaji Rp20.000/ jam.

23

LEX. | VOL. I


SPOTL

I G I L T O P S T H G I L T O P S T H G POTLI

GHTS

Arya Galuh D. J Jeremy Sebastian Joshua Christian M. T Kemal Azizi Luqyana Agny A Muhammad Rafi A Pramudya Sekar A Raihan Al Hadi N Salsabela Mulia J Nouvaliza Aisy A. Shimaa

Angelina R. H. H Canissa Maharani Dupuis Sola S Gerhard Mangara Glenn Wikarta Lawrence Daniel F. A. L Mataniari Yuflih

Bidang Kajian Ilmiah Andri Halomoan M Febita Shafira Gizscha Vivi Nadia Sekar W Raymon Zamora S

Bidang Literasi Penulisan

Biro Wirausaha

Anggie Fauziah D Faldiansyah Rizqianto Hanadhia Zein Marcel Jeremy Marsyaa Ramadhani Sidajaya Barus

Biro Hubungan Masyarakat

Ahmad Syidi S. M Benita Beryl B Hardiana Clarisa Jeremiah Ernest Shaubi Laidilnar

Bidang POSDM

Ananda Ma'rifah Brigitta Eva S. S Della Puspita L Edmund Khovey Kirei Litvia U. S Muhammad Farrel A Muhammad Kahlil A Muhammad Rafi S Nabila Azzahra A. K. S. A Raaf Muhammad J. H Tazqia Aulia A William Khoswan

Alya Zafira Bidang Arista Salsabila H Diah Maharani Penelitian Gita Permata M Ricky Hendrika

Bidang Ramadhanya Elwinne H. Raymon Zamora S. Shafira Zada S. A Kesekretariatan Stephen Antonius Vina Natalia Organisasi

WEL COME STAFFS

Biro Jurnalistik

Aditya Weriansyah Ardia Khairunnisa S Beatrice Chrestella Miyuki Fattah R Faradila Utami Muhammad Ammar J Gita Rachma Muhammad Firman Hany Areta A Ninda Maghfira Marion Mutiara M Nouvaliza Aisy A Raden Farrazka H. I Siti Chatlia Q


IGHTS L T O P S T H G I L T PO O P O S T H T G I L GHTS thank you for the GHTSP POTLI GHTS hardwork! POTL WIRAUSAHA Raymon Z

HUMAS Marsyaa R

KAJIAN ILMIAH Gerhard M

POSDM Kemal A

FF A T S HE OF T

MO

NTH

FF A T S O

O EM F TH

O

H ONT

FF A T S H OF T

EM

POSDM Chairin C

O EM H T OF

NTH

NTH

FF A T S EM F TH

H P B

H ONT

JURNALISTIK Aditya W

PENELITIAN Stephen A

FF A T S O

EM F TH

H ONT

FF A T S HE OF T

M

H ONT

LITPEN Della P

BKO Benita B

FF A T S O

O EM F TH

NTH

FF A T S H OF T

O EM

NTH


LIGHT

LIGHT

SPOTL

IGHTS

POTLI

GHTS

POTL

There is a sufficiency in the world for man’s need but not for man’s greed. Mohandas K. Gandhi


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.