Angka perceraian di Indonesia melambung tinggi di tengah situasi pandemi COVID-19. Sampai bulan Agustus 2020, tercatat telah terjadi 306.688 kasus perceraian di Indonesia. Di tengah tingginya angka perceraian tersebut, DPR memasukkan Rancangan Undang-undang Ketahanan Keluarga (RUU KK) ke dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2020. Meskipun bertujuan menekan angka perceraian dan menciptakan keluarga yang tangguh, ternyata RUU KK mengandung beberapa pasal yang berpotensi mendiskriminasi terhadap kaum perempuan dan menegakkan budaya patriarki.
Lantas apa saja pasal yang dipandang dapat membuat perempuan terdiskriminasi dan bagaimana respons DPR terhadap hal tersebut? Apakah RUU KK sebaiknya tetap disahkan atau tidak?