Majalah Lembaga Pers Mahasiswa - Spirit Mahasiswa Edisi Dibalik Wacana Pengembangan Tebu Madura

Page 1

LPM-SM/III/2018

M AHASISWA SPIRIT Aksi dan Bersuara Lewat Tulisan

DIBALIK WACANA WACANA DIBALIK

PENGEMBANGAN TEBU MADURA PENGEMBANGAN TEBU

MADURA



Salam Redaksi

T

erbitnya majalah Spirit Mahasiswa edisi ketiga dengan

tema “Dibalik Wacana Pengembangan Tebu Madura”

memang merupakan sebuah perjalanan yang panjang

bagi crew LPM Spririt Mahasiswa. Seolah dramatis di karenakan proses penerbitan majalah ini tergolong paling lama dibandingkan dengan produk-produk lain dari LPM Spirit Mahasiswa, namun hal tersebut tidak sebanding dengan hasil yang telah dicapai oleh crew.

Penerbit

Penentuan tema “Dibalik Wacana Pengembangan Tebu

Lembaga Pers Mahasiswa Spirit Mahasiswa

Madura” bukan tanpa alasan. Secara umum tidak lain ialah untuk membongkar jika wacana Madura pulau tebu belum

Pelindung

direalisasikan. Pasalnya, di beberapa daerah telah dilaksanakan

Rektor Universitas Trunojoyo Madura Dr. Drs. Ec. H. Muh. Syarif, M. Si.

proses penanaman tebu. Selain itu juga, kami akan meninjau seberapa jauh proyek penanaman tebu di Madura ini telah

Pembina

dilaksanakan serta berbagai macam kendala yang dialami. Baik

Medhy Aginta Hidayat, S.S., M.Si.

Pimpinan Umum Moh. Adam Abdullah

Sekretaris Umum Rinda Fitari Ningsih

Bendahara Umum Fain Nadhofatul M.

Pimpinan Redaksi Syaiful Anwar

Penelitian & Pengembangan Alvi Awwaliya

oleh pihak penyelenggara ataupun masyarakat Madura. Dalam majalah ini, kami mencoba menjadi penyambung lidah antara pihak pemerintah dan PT Perkebunan Nusantara X (PTPN X) sebagai penyelenggara dengan masyarakat Madura khususnya para petani. Upaya menjelaskan anggapan tentang masyarakat Madura yang kolot dan sulit menerima hal baru terlebih dibidang pertanian ini dipilih menjadi fokus utama yang disajikan dalam laporan utama. Sedangkan dalam laporan khusus akan diwarnai dengan polemik yang terjadi antara pihak pemerintah dan PTPN X dengan masyarakat madura. Mulai dari segi kelayakan lahan, anggapan penolakan oleh petani hingga kurangnya komunikasi yang baik antara kedua belah pihak. Disisi lain, kami juga akan menyajikan rubrik yang berisi

Editor Rinda Fitari Ningsih

karya sastra seperti esai, cerita pendek, resensi buku dan juga puisi. Tidak lain, tujuan dari adanya muatan sastra dalam majalah

Layouter Ardico Fahmi

ini sebagai penyegar disela membaca berita. Dengan demikian, kami mengucapkan banyak

Ilustrator Birar Zilul illah

Reporter & Fotografer

terimakasih terhadap seluruh pihak yang terlibat dalam penyusunan majalah Spirit Mahasiswa edisi ketiga “Dibalik Wacana Pengembangan Tebu Madura”.

Sirajudin Idatus Sholihah Dina Fitriana Alfa ridza

menjadikan LPM Spirit Mahasiswa sebagai media alternatif yang

Alamat Redaksi:

untuk pembaca. Baik didalam ranah Universitas ataupun

Diharapkan dengan terbitnya majalah Spririt Mahasiswa edisi ketiga “Dibalik Wacana Pengembangan Tebu Madura” ini, dapat dapat menyajikan informasi serta konten-konten yang terpercaya

Sekber Unit Kegiatan Mahasiswa Universitas Trunojoyo Madura Jl. Raya Telang, Kec. Kamal, Bangkalan Kode Pos : 69162, Indonesia spiritmahasiswa.trunojoyo.ac.id

Masyarakat luas. (red)

LPM Spirit Mahasiwa/III/2018

1


Daftar Isi

M AHASISWA SPIRIT Aksi dan Bersuara Lewat Tulisan

Salam redaksi Pematorial (Berita Utama)

04

PTPN Seakan sia-siakan antusiasme masyarakat Madura

Todhi' Khusus (Laporan Khusus)

06 08 10 12

PEMKAB Menganggap Madura Tidak Potensial Tebu Petani Menganggap Pemerintah Tidak Serius

Mekanisme Pengelolaan Hasil Tebu Antusiasme Masyarakat Madura dalam Program Pengembangan Tebu

Olasan (Resensi)

14

Resensi Novel Pulang: Malpraktek Sejarah Dan Perzinahan Politik Indonesia

Dapor Bajang (Galeri Foto)

Essai

20

Angka Putus Sekolah dan Masalah Rezeki

Carete Sakone (Cerpen)

23

Suramadu Sebelum Subuh

Paparaghen (Puisi)

27

Sajak-sajak Rindu

Kolom

28

2

Madura dan ...

LPM Spirit Mahasiwa/III/2018


Stagnasi Proyek Tebu Madura, Salah Masyarakatnya

W

acana proyek tebu di Madura memang terdengar usang bagi beberapa

orang terlebih bagi mereka yang menggelu dunia pers atau pertanian di

Madura. Tapi proyek yang terdengar cukup manis pada berita-berita

lama di media lokal Madura bahkan di media nasional menjadikan kami makin penasaran, tentang bagaimana proyek sematang ini bisa

dak pantas disebut

berhasil. Bahkan pada informasi dari PT. Perkebunan Nusantara X (PTPN X) mengungkapkan bahwa perencanaan proyek ini telah dimulai sejak tahun 2000 silam. Betapa ironis perencanaan yang begitu lama tapi hampir dak memenuhi target sama sekali dalam realisasinya. Rasanya pepatah “ ada usaha menghiana hasil� perlu di njau ulang keabsahannya atau bisa jadi seluruh perencanaan dan pelaksanaan proyek ini kurang serius dilaksanakan pihak-pihak yang terlibat didalamnya. Sebelumnya PTPN dan perusahaan perkebunan lain telah memperhitungkan dak kurang dari 100.000 hektar lahan potensial untuk tebu di Madura. Hal itu juga berar bahwa Pulau Madura akan menjadi Pulau penghasil gula terbesar di Indonesia jika proyek ini terealisasi sepenuhnya. Tapi pada realisasi hingga tahun 2017 luas lahan tebu yang telah ditanam di Madura hanya berkisar antara 900-1000 hektar. Kemacetan proyek tersebut telah menjadikan pihak-pihak yang terlibat didalamnya tersulut dan saling menyalahkan satu sama lain. Fenomena tersebut telah menjadikan proyek ini tambah kaya akan masalah dari pemaparan berbagai pihak dan otoma s bertambah pelik pula penyelesaiannya. PTPN cenderung menyalahkan Pemerintah Daerah (Pemda) yang kurang memberikan sosialisasi sehingga mengakibatkan banyak petani yang kurang paham mengenai proses perawatan tebu. Selain itu, pihak PTPN juga mengeluhkan sifat petani yang masih kolot terhadap perubahan dan kurang antusiasnya mereka terhadap proyek ini. Pemda merasa proyek tebu ini terkesan dipaksakan oleh penyelenggara sehingga realisasinya dirasa seper main-main. Terlebih lagi masalah distribusi tebu terlalu memberatkan petani yang harus kirim ke pabrik gula ke Pulau Jawa. Sedangkan petani Madura kurang paham perawatan tebu, karena mereka belum pernah menanam tebu sebelumnya. Akibatnya biaya perawatan menjadi begitu nggi hingga keuntungan semakin sedikit. Kepala Bidang Perkebunan di Sampang, Abu Yasid bahkan menganggap bahwa tebu memang dak cocok ditanam di Madura di njau dari keadaan tanah dan keuntungan yang didapatkan petani. Selebihnya, beberapa aparatur di kabupaten lain di Madura juga telah menghen kan sosialisasi mereka kepada petani. Namun apakah lantas hasil peneli an yang dilakukan PTPN dan P3GI dak benar adanya?

LPM Spirit Mahasiwa/III/2018

3


Pematorial (Berita Utama)

PTPN Seakan Sia-siakan Antusiasme Masyarakat Madura

S

ejak tahun 2011 silam, PT. Perkebunan

Nusantara X (PTPN X) telah melaksanakan

proyek penanaman tebu di Madura dengan

target mencapai ratusan ribu hektar lahan tebu. Namun dalam realisasinya dari tahun ke tahun, luas lahan tebu di Madura kian menyusut. Bahkan data terakhir yang didapatkan PTPN X total luas lahan tahun lalu hanya kisaran 900-1000 hektar di empat kabupaten di Madura. Beberapa pihak termasuk pihak PTPN X sendiri menganggap bahwa masyarakat Madura tidak antusias terhadap program ini. Sebaliknya, budayawan Madura, Ibnu Hajar berpendapat tidak mungkin masyarakat Madura tidak antusias terhadap diadakannya program penanaman tanaman alternatif di Madura. Apalagi harga tembakau, salah satu sektor pertanian terbesar di Madura sedang anjlok. Popularitas tembakau Madura sudah mulai surut dikalangan petani Madura sejak beberapa tahun terakhir. Menurut Ibnu Hajar sebagai Budayawan sekaligus pengamat masyarakat Madura, penurunan minat petani tembakau tidak lepas dari unsur kebudayaan dan antropologi masyarakat Madura yang terkesan 'mengekor'. “Ketika salah satu petani (tembakau, red) tidak dapat keuntungan yang sebanding dengan prosesnya maka petani lainnya tidak akan menanam tembakau lagi,” terangnya. Sifat mengekor masyarakat Madura ini tidak hanya berdampak pada penurunan minat petani terhadap tembakau, tapi juga pada perkembangan program penanaman tebu di Madura. Awal mula realisasi penanaman tebu pada

4

LPM Spirit Mahasiwa/III/2018

tahun 2014 minat petani begitu tinggi. Namun seiring berjalannya waktu, beberapa petani mulai meninggalkan tebu dan kembali pada jagung dan tembakau. Bahkan menurut Abdul Hamid, Kabid (Kepala Bidang) Perkebunan Sumenep pada tahun 2014 di Kabupaten Sumenep total luas lahan tebu di lima kecamatan mencapai 252 hektar sedangkan pada tahun 2016 silam hanya tersisa satu hektar saja. Menanggapi hal ini Ibnu Hajar berpendapat bahwa masyarakat Madura mungkin saja kurang paham dengan keuntungan serta cara-cara penanaman tebu. Dia juga menyayangkan sosialisasi dari pemerintah jika yang terjadi demikian. Selain itu dia juga menyangkal jika masyarakat Madura dikatakan tertutup terhadap program agraria. Apalagi disisi lain masyarakat Madura juga sedang mencari tanaman alternatif pengganti tembakau. “Tidak mungkin masyarakat Madura tertutup terhadap program yang berhubungan dengan masalah agraris, apalagi saat harga tembakau menjadi murah,” sangkal laki-laki kelahiran asli Sumenep. Tidak hanya budayawan saja, bahkan mantan Kepala Desa Beraji, Misdianto juga sepakat bahwa masyarakat Madura tidak mungkin menutup diri pada program penanaman tebu. Mengetahui keadaan ekonomi masyarakat Madura sedang menurun mengikuti turunnya harga tembakau. Sayangnya, anggapan pihak PTPN X terhadap masyarakat Madura berbanding terbalik dengan respon positif mayoritas petani Madura terhadap program penanaman tebu ini. Arif selaku Pimpinan Produksi PTPN X di Madura terkesan menyalahkan para petani yang kurang serius merawat tanaman tebu yang telah ditanam oleh PTPN X sebagai bahan uji coba. Oleh sebab itu, tebu yang diperoleh dirasa kurang maksimal. “Tebu yang dirawat baik ya hasilnya baik, yang buruk (perawatannya, red) ya hasilnya buruk,” jelasnya. Selain itu pihak PTPN X juga menganggap bahwa pemerintah setempat tidak memberi dukungan penuh atas berjalannya program ini. Anggapan ini didasari dengan kurangnya peran pemerintah dalam mensosialisasikan program ini


Pematorial (Berita Utama)

kepada masyarakat. Arif juga menjelaskan pihak

mengikuti sosialisasi oleh PTPN X juga menyesalkan

PTPN X akan kesulitan jika mensosialisasikan

munculnya kasus korupsi oleh oknum Dinas

program ini karena tidak memiliki akses untuk

Pertanian dan Holtikultura Kabupaten Sampang.

mengkomunikasikan ke petani secara merata.

“Padahal pemerintah sudah mengucurkan dana

“Kalau pemerintah kan punya jajaran sampai ke

yang sangat banyak, cuma ya salah sasaran. Malah

bawah,� ungkapnya. Namun ironisnya, beberapa petani yang

ada kabar kasus perluasan lahan dengan dana yang terkucur itu tidak sesuai,� kesalnya.

pernah menanam tebu dan kepala desa setempat

Terkait hal ini Ibnu Hajar menambahkan

malah cenderung menyalahkan pemerintah karena

bahwa masyarakat Madura sulit mempercayai

terkesan tidak serius menjalankan program

sesuatu jika sudah pernah dikhianati. Bisa jadi

penanaman tebu di Madura. Bahkan salah satu

setelah adanya kasus korupsi yang juga melibatkan

petani di Kecamatan Propo, Pamekasan mengaku

dana subsidi tebu menjadikan masyarakat Madura

tidak tahu proses penanaman tebu.

jadi enggan untuk menanam tebu lagi. (Dul)

Abu Sofyan, salah satu petani yang pernah LPM Spirit Mahasiwa/III/2018

5


Todhi' Khusus (Laporan Khusus)

PEMKAB Menganggap Ma

P

engembangan tebu lahan kering di Madura

dikemukakan oleh Yasid. Demplot yang dilakukan

menyisakan polemik, pasalnya tidak ada

oleh PEMPROV mendapatkan hasil yang baik

keselarasan antara pemerintah pusat

karena dilaksanakan di lahan dengan pengairan

dengan pemerintah daerah dalam pelaksanaan.

yang cukup, sedangkan sebagian besar lahan kurang

Hingga hari ini (21/02), pengalokasian lahan

produktif yang ada merupakan lahan tadah hujan.

potensial untuk menanam tebu yang sebelumnya

”Kalau di demplot itu cocok tapi itu yang di

diprediksi bisa mencapai 100.000 hektar mengalami

pengairan. Kalau tadah hujan berbeda. Namanya

penurunan setiap tahun di seluruh kabupaten yang

tanaman apapun itu setiap kali butuh air, harus ada

ada di Madura. Dinas Pertanian Tanaman Pangan,

air, itu kan cuma mengandalkan hujan musim

Hortikultura dan Perkebunan

kemarau disiram dari mana, mau pakai apa, mau

(DISPERTAPAHORBUN)

pakai pompa air nyedotnya darimana? Itu juga

beranggapan hitungan

yang dilakukan oleh Dinas Perkebunan Jawa Timur tersebut tidak sesuai dengan realita yang ada di lapangan.

kesulitan di sini, kendala-kendala juga,” ujarnya. Ketidaksesuaian juga ditemui pada hasil demplot tersebut, tidak semua tempat yang

” H i t u n g - h i t u n g a n n ya ya i t u , l a h a n

dilakukan uji coba mendapatkan hasil yang baik,

potensial di Madura itu ada 100.000 hektar lebih, itu

bahkan mengalami kerugian. ”Di kecamatan Omben

hitung-hitungannya orang atas, fakta dibawah ya

itu hasilnya Rp. 8.000.000,-/ hektar, sedangkan

susah,” ujar Abu Yasid Kepala Bidang Perkebunan

kecamatan Jrengik malah minus Rp. 2.000.000,-“

Kabupaten Sampang.

paparnya .

Program ini pada mulanya didasarkan

K e m u n d u r a n p r o g r a m ya n g t e l a h

pada penelitian Dinas Perkebunan Provinsi Jawa

berlangsung selama delapan tahun tersebut

timur yang bekerjasama dengan Pusat Penelitian

disinyalir karena tebu dirasa kurang sesuai dengan

Perkebunan Gula Indonesia (P3GI). Pemerintah

Madura. Proses penanaman tebu yang

Provinsi mengharapkan program tersebut dapat

membutuhkan lahan luas dan waktu lama dianggap

menutupi kekurangan areal tanaman tebu yang

kurang cukup untuk memenuhi kehidupan sehari-

semakin tahun berkurang agar tercapai swasembada

hari. ”Tebu harus menunggu sekitar 1 tahun.

gula. Pengembangan tebu di lahan kurang produktif

Sehingga dengan kepemilikan lahan petani Madura

ini didasarkan pada penelitian yang dilakukan P3GI,

yang sempit, menunggu 1 tahun itu terlalu lama,

Madura digadang sebagai daerah potensial

mereka kan butuh makan setiap hari,” tambah Yasid.

penanaman lahan tebu dengan indikator produksi lebih kurang 70-90 ton tebu/hektar.

Kendala yang sama juga dialami petani di Kabupaten Bangkalan, kondisi geografis lahan

Penanaman uji coba (demplot)pertama

penanaman tebu susah berkembang karena

dilakukan tahun 2009 di beberapa wilayah Sampang

terkendala musim. Lahan tadah hujan mengalami

seluas 14,5 hektar; Kecamatan Omben, Ketapang,

kesusahan dalam pengairan ketika musim kemarau,

dan Jrengik. Optimisme Pemerintah Provinsi

akibatnya tebu yang dihasilkan tidak sebaik tebu

(PEMPROV) bertambah ketika percobaan tersebut

yang ditanam pada lahan irigasi.

mendapatkan hasil memuaskan dengan randemen

”Madura yang memiliki dua musim

6,5 % dan menghasilkan gula 5,35/hektar, kemudian

menyusahkan dalam penanaman, pada musim

program tersebut dilanjutkan dengan membangun

kemarau petani kesulitan untuk melakukan

kemitraan bersama PT. Perkebunan Nusantara X

pengairan. Tidak ada saluran irigasi yang

(PTPN X). Akan tetapi, pengakuan yang berbeda

6

LPM Spirit Mahasiwa/III/2018

mendukung,” tegas Sumarmi Kepala Bidang Perkebunan Bangkalan.


Todhi' Khusus (Laporan Khusus)

adura Tidak Potensial Tebu S e l a i n i t u , a d a n ya k r i t e r i a k h u s u s

meningkatkan komoditas pangan terlebih dahulu.

penentuan lahan yang sesuai untuk ditanami tebu

Sejauh ini langkah yang dilakukan oleh

menyebabkan tidak semua petani bisa menanam

PEMKAB dari ke empat kabupaten adalah dengan

tebu. Lahan yang dimiliki petani harus memenuhi

menghentikan upaya untuk pengembangan tebu,

syarat untuk dapat mengikuti program

akan tetapi apabila terdapat petani meminta

pengembangan tebu yang dikelola PTPN X dan

bantuan mengenai hal tersebut PEMKAB akan tetap bersedia membantu. Tindakan yang dilakukan

mendapatkan pinjaman. ”Petani yang memiliki lahan ingin di

untuk menyikapi program tebu yang semakin

tanami tebu melapor ke PTPN, lalu pihak PTPN

mengalami penurunan, dan mempertegas bahwa

melakukan survei lahan untuk melihat kesesuaian

sepenuhnya program ini adalah wewenang

lahan. Cocok tidaknya ada beberapa faktor yang

PEMPROV.

menentukan, lapisan volume minimal 50 cm, bisa

”Sekarang tidak ada sosialisasi dan tidak

dimasuki roda 4, kalau mudah tergenang air harus

dialokasikan untuk menanam tebu. Kita tidak bisa

dibuatkan drynase, tidak banyak mengandung flour

memaksa petani sudah ada undang-undang nya.

tinggi,” kata Suharto Kepala Bidang Perkebunan

Petani bisa memilih tanaman yang mempunyai nilai

Pamekasan.

ekonomis tinggi,” tegas Hamid. (Sya)

Di sisi lain, untuk mengalihkan kondisi pertanian dari komoditas semula ke tebu sulit, karena petani memiliki kecenderungan pola tanam sesuai dengan musim. ”Ada pola tanam, ada padi jagung kacangkacangan tembakau. Merubah jagung ke tebu Sulit, pindah komoditi itu sulit. Mungkin kalau ada petani yang sukses akan ada petani lain yang ikut,” terang Hamid k e p a l a B i d a n g Perkebunan Sumenep. P

i

h

a

k

Pemerintah Kabupaten (PEMKAB) sendiri berpendapat

dalam

kondisi lahan produktif, penanaman komoditas lama dapat lebih banyak menghasilkan daripada t e b u , d a n Pe m e r i n t a h seharusnya masih perlu LPM Spirit Mahasiwa/III/2018

7


Todhi' Khusus (Laporan Khusus)

K

abar mengenai proyek Madura sebagai

kecurangan yang terjadi dalam pelaksanaan proyek

pulau tebu yang di gagas oleh PT

ini. Laki-laki dari Desa Apa'an Kabupaten Sampang

Perkebunan Nusantara X (PTPN X), guna

memenuhi swasembada gula agaknya mengalami kebuntuan. Pasalnya sejak program ini digagas

tersebut menyatakan bahwa dana yang ditujukan bagi petani dinikmati secara pribadi. “Saya setuju dengan program pemerintah

tahun 2011 lalu tidak mengalami perkembangan.

untuk memajukan Madura dari sektor pertanian

Berbagai kabar menuding bahwa masyarakat

melalui Madura Pulau Tebu. Akan tetapi bersih

Madura sulit menerima gagasan baru, sehingga

dalam pelaksanaannya. Selama ini uang untuk

berdampak kepada mandek nya program dengan

petani itu dinikmati secara pribadi. Mereka menulis

dana 89 miliar. Akan tetapi pengakuan yang ditemukan

di laporan telah membuka lahan tanam tebu berhektar-hektar, tapi kenyataannya cuma tujuh

biang keladi dari stagnasi tersebut adalah pihak

sampai sepuluh batang tebu yang tertanam,” ungkap

PTPN X dan pemerintah daerah yang tidak serius

laki-laki tersebut.

menjalankan program Madura Pulau Tebu.

Tidak hanya di Sampang yang mayoritas

Pengakuan didapatkan dari salah satu pemilik lahan

masyarakatnya menilai, bahwa pihak penyelenggara

tebu di Sampang, Abah Umar. Beliau mengeluhkan

proyek seharga miliaran rupiah tersebut hanya

pihak pemerintah yang mempersulit pengadaan

program akal-akalan yang berujung kepada

pupuk untuk merawat 15 hektar lahan tebu yang Ia

lumbung kekayaan pribadi. Kepala Tani Desa Samatan yang terletak di Kecamatan Propoh

sewa. “Saya menyewa tanah yang tidak produktif

Kabupaten Pamekasan, Misnudin ketika dimintai

untuk ditanami tebu, kenapa pupuknya dipersulit?

keterangan menyatakan sebatas tau tentang gagasan

Tidak ada suratnya lah atau apalah. Mohon dengan

pemerintah yang menjadikan Madura sebagai pulau

hormat untuk pupuk jangan dipersulit,” keluhnya.

penghasil gula. Dalam proyek itu, petani yang berada

Beliau juga mengkhawatirkan kesulitan

dilingkungan nya masih asing kepada tanaman tebu.

untuk mendapatkan pupuk ini berdampak kepada

Tebu sendiri hanya di tanam di beberapa

semakin rendahnya animo masyarakat dalam bertani

desa yang dipilih untuk di jadikan proyek tebu

tebu.

melalui lurah nya. Tebu itu di tanam pada tanah Pendapat lain diperoleh dari Abu Sofyan,

pejaton milik desa, yang diolah oleh pihak pengurus

salah satu Ketua Kelompok Tani di Kabupaten

desa dengan mendatangkan petani dari Pulau Jawa.

Sampang. Beliau mengaku pernah mengikuti

Laki-laki tua yang anak nya menjabat sebagai lurah

sosialisasi pada tahun 2013 dari pihak PTPN X

Desa Samatan tersebut menuturkan memang proyek

bersama pabrik gula candi untuk penggalakan tanam

tebu itu ada dananya, misal saja dana untuk

tebu, akan tetapi tidak diikuti oleh seluruh petani.

pengadaan pupuk. Tapi untuk lebih lanjut beliau

Yang paling disayangkan oleh Abu Sofyan yakni

mengaku sama sekali tidak tau bagaimana tebu itu di

kurangnya keseriusan pemerintah daerah dan pihak

proses atau di panen. Sebab, tebu yang ditanam pada

PTPN dalam menjalankan program ini dilihat dari

tanah pejaton Desa Samatan hangus terbakar

munculnya kasus korupsi oleh oknum Pemerintah

sebelum masa siap panen.

Daerah Kabupaten Sampang.

“Saya hanya pernah di suruh foto oleh

“Padahal pemerintah sudah mengucurkan

pihak pemerintah di depan ladang tebu yang waktu

dana yang sangat banyak, cuma ya salah sasaran.

itu tingginya sekitar manusia dewasa. Namun

Malah ada kabar kasus perluasan lahan dengan dana

setelah itu, mereka tidak datang lagi,” terangnya.

yang terkucur tidak sesuai,” kesalnya.

Namun, beliau juga menegaskan bahwasannya para

Masyarakat lain yang enggan disebutkan

petani di Pulau Madura menyambut baik dengan

namanya menuturkan bahwasannya banyak

program pemerintah tersebut, asalkan terjadi

8

LPM Spirit Mahasiwa/III/2018


Todhi' Khusus (Laporan Khusus) pembinaan secara jujur dan intensif kepada masyarakat. Pihak pemerintah dari Kepala Bidang Perkebunan Dinas Pertanian, Tanaman Pangan, Hortikultura Kabupaten Sampang, Abu Yasid, m e n ya t a k a n b a h wa d i n a s h a n ya b e r t u g a s memberikan sosialiasi kepada masyarakat terkait cara bertanam tebu yang kabarnya akan dibantu untuk penanaman dengan dana sekitar 18 juta/hektar. Akan tetapi setelah dieksekusi keadaan

Petani Menganggap Pemerintah Tidak Serius

menjadi tidak jelas, dan beliau menuturkan program tebu tidak jelas k a r e n a penanggungjawa b pelaksana sesungguhnya adalah di Dinas Perkebunan Provinsi, jadi s e m u a n y a dikendalikan oleh dinas perkebunan c

u

m

a

pelaksanaanya di kabupaten. “Sepanj ang pengetahuan

Bangkalan, Sumarmi, menuturkan bahwa dinas

saya dinas kabupaten itu tidak punya kewenangan

hanya diajak oleh PTPN X untuk mengumpulkan

dalam hal seperti ini,” paparnya. Beliau juga

warga dan memberikan sosialisasi mengenai

menambahkan bahwa apabila proyek ini dapat

penanaman tebu, tidak lebih.

terlaksana dengan baik harus melalui cara

Sikap cenderung angkat tangan oleh pihak

keterbukaan dan kejujuran kepada petani. Sebab

dinas disesalkan oleh Ibnu Hajar selaku Budayawan

kepercayaan masyarakat terhadap masyarakat

Madura. Baginya apabila sosialisasi dilakukan secara

apalagi pada konteks tebu tengah menurun sejak

intensif kepada masyarakat Madura mengenai

kejadian di Sampang.

keuntungan, manfaat, dan proses pengolahan nya

“Kendala terbesarnya kan sebenarnya

maka banyak masyarakat Madura yang akan

disitu (kepercayaan masyarakat Red.) walaupun

berminat untuk menanam tebu. Sebab, pada

seandainya tidak terjadi kasus-kasus semacam itu,

dasarnya masyarakat Madura terbuka terhadap

penanaman tebu di Madura masih memungkikan.

kehidupan agraris. Permasalahan yang timbul di

Terlebih keterbukaan dan kejujuran ada di situ.

permukaan berujung pada pertanyaan seberapa

Petani sendiri sebenarnya masih ada yang berminat

serius pihak penggagas madura pulau tebu untuk

tapi di tempat-tempat tertentu. Tapi yang sudah

menggarap pulau yang telah di juluki pulau garam

terkait dengan kasus itu kapok sudah,” sambungnya

ini. “Pemerintah kayaknya main-main dengan

Kepala Bidang Perkebunan Kabupaten

program ini,” tutupnya. (Rin) LPM Spirit Mahasiwa/III/2018

9


Todhi' Khusus (Laporan Khusus)

Mekanisme Pengelolaan Hasil Tebu

P

royek penanaman tebu di Madura oleh

pihak pemerintah dan PT Perkebunan

Nusantara X (PTPN X) dengan

memanfaatkan lahan tidur di Madura mengeluarkan anggaran sekitar 89 miliar rupiah. Dana itu untuk memfasilitasi petani Madura dalam rangka menyukseskan proyek tersebut. Pihak PTPN X bekerja sama dengan pemilik lahan tidur di Madura, salah satu nya PT. Indosemen maupun perseorangan masyarakat. Kerja sama tersebut berupa penanaman tebu pada tanah menganggur yang mereka miliki. Kemudian pihak PTPN X mensosialisasikan kepada petani untuk bersedia menggarap tanah yang disewakan.

10

LPM Spirit Mahasiwa/III/2018

Namun apabila petani memiliki lahan pribadi, maka bantuan dapat berupa pinjaman sebesar 18 juta perhektar. Dana bantuan tersebut di serahkan kepada koperasi atas jaminan pihak PTPN X, sehingga masyarakat yang tidak memiliki modal untuk menanam tebu di berikan pinjaman yang dapat berupa bibit ataupun pupuk nantinya akan dikembalikan setelah petani mendapatkan uang hasil panen. A b u Ya s i d s e l a k u K e p a l a B i d a n g Perkebunan Kabupaten Sampang membenarkan bantuan yang diberikan kepada masyarakat yang bersedia menanam tebu. “Jadi nanti kalau sudah tebunya digiling berapa hasilnya misal katakanlah hasil lelang itu tebu si A sampai 50 juta. Di potong untuk ongkos giling berapa persen, ongkos angkut, dan masih di potong hutang 18 juta. Hasil bersihnya itu yang dikembalikan ke petani,� terangnya. Selain bantuan tersebut pihak PTPN X melalui Arif Pimpinan Produksi PTPN X mengaku


Todhi' Khusus (Laporan Khusus)

memberi bantuan berupa traktor kepada

tebu kelabakan untuk mendapatkan modal kembali

masyarakat madura sebanyak 26 unit. Akan tetapi,

menanam tebu.

masih menurut Abu Yasid traktor-traktor tersebut bersifat bantuan peminjaman.

Mayoritas masyarakat Madura sepakat apabila dilaksanakan pendirian pabrik Gula, guna

“Dipinjamkan istilahnya petani tebu yang

mempermudah dan menghemat biaya angkut ke

memakai itu (traktor red.) ya bayar sewa, bantuan itu

pabrik gula. Namun untuk membangun pabrik gula

kan ada bantuan pemerintah yang berupa

baru di Pulau Madura, membutuhkan lahan tebu

pinjaman,” tutur beliau saat ditemui diruanganya.

sekitar 5000-6000 hektar.

Disisi lain, hambatan dalam memproses hasil

Abu Yasid pernah mendengar bahwa

tanaman tebu di utarakan oleh Abah Umar salah

pembangunan pabrik gula akan ditempatkan di

satu pemilik lahan di Desa Apa'an, Sampang. Ia

kabupaten Pamekasan. Bahkan juga diperkirakan

menuturkan harus menunggu lama untuk

bahwa pembangunan pabrik gula tersebut sudah

menerima hasil panenan tebu tersebut setelah

sampai tahap survei.

dimasukkan ke pabrik. “Saya harus menunggu satu

Saat dikonfirmasi kepada Kepala Dinas

tahun setelah masa panen untuk mengantongi uang

Pertanian, Tanaman Pangan, Horticultural dan

dari penjualan tebu,” keluh beliau.

Perkebunan Pamekasan, Suharto, memebenarkan

Abah Umar menuturkan pula, proses

kabar bahwa Pamekasan akan di bangun pabrik

penjualan tebu di pabrik setelah masa penggilingan

gula. Namun ia menegaskan pembangunan pabrik

menjadi gula menggunakan sistem lelang.

gula di Pamekasan bukan urusan dinas. “Pendirian

Menurutnya hal inilah yang menyebabkan hasil

pabrik gula itu bukan urusan dinas, saya tidak tau

panen tebu lama. Sehingga membuat para petani

itu,” tegasnya. (Fak) LPM Spirit Mahasiwa/III/2018

11


Todhi' Khusus (Laporan Khusus)

Antusiasme Masyarakat Madura dalam Program Pengembangan Tebu

P

T Perkebunan Nusantara X (PTPN X)

Sumenep. Selama sepengetahuannya penanaman

bekerjasama dengan Pemerintah Daerah

tebu yang dilakukan hanya untuk tahap pengujian

(Pemda) mengusung program penanaman

tebu di Pulau Madura. Program ini di mulai sejak

kualitas tanpa ada pemberitahuan produksi penanaman tebu.

tahun 2011 di empat kabupaten Madura dimulai dari

“Di desa ini tebu hanya untuk dicari

Bangkalan, Sampang, Pamekasan hingga Sumenep.

kualitasnya tidak untuk diteliti penyakitnya apalagi

Penanaman tebu di Madura ini diharapkan akan

untuk di produksi,” ujar Misdianto ketika ditemui di

dapat menyumbang produksi gula yang terdapat di

kediamannya.

Indonesia. Namun, hingga tahun 2017 penanaman

Tidak hanya kurang pemerataan informasi

tebu di Pulau Madura hanya mencapai 900-1000

adanya proyek tebu, penyuluhan dan sosialiasi yang

hektar lahan. Sedangkan target yang diharapkan

direncanakan oleh pihak PTPN X bersama

pada tahun 2017 harusnya mencapai 5000-6000

Dispertapahorbun juga belum dirasakan oleh petani

hektar lahan. Kesulitan pencapaian lahan ini diduga

di Pulau Madura. Salah satunya

Ahmad Hafidi

karena masyarakat Madura yang cenderung sulit

selaku Ketua Kelompok Petani di Desa Beraji,

menerima perubahan.

Kecamatan Gapura Kabupaten Sumenep. Ahmad

Sejauh mana masyarakat mengetahui tetang

penanaman tebu dan proyek penanaman tebu di

program penanaman tebu di Madura?

Madura. Pasalnya tidak seluruh petani diberi

Hafidi mengaku tidak tahu menahu bagaimana cara

sosialisasi. Sejauh ini, pihak PTPN X dan pemerintah

“Saya rasa Desa Beraji merupakan desa

daerah berperan mengadakan penyuluhan kepada

yang pertama kali di tanami tebu, tetapi penanaman

seluruh petani di Pulau Madura. Sumarmi selaku

tebu yang tahu hanya orang-orang pilihan Pak

Kepala Bidang Perkebunan Dinas Pertanian,

Klebun, setelah itu tidak ada lagi pemberitahuan

Tanaman Pangan, Horticultural dan Perkebunan

tentang penyuluhan untuk penanaman tebu,”

Bangkalan membenarkan hal tersebut. Pihak dinas

terangnya.

di seluruh kabupaten dan pihak PTPN X telah melakukan sosialisasi terhadap petani. Tetapi

Masyarakat Madura Setuju dan Ingin Beralih ke

sampai saat ini masih terdapat banyak petani yang

Penanaman Tebu.

belum mengetahui perkara wacana proyek penanaman tebu. B e r d a s a r k a n s u r ve i L e m b a g a Pe r s

Salah satu indikator yang dirasa menghambat terwujudnya proyek penanaman tebu

Mahasiswa (LPM) Spirit Mahasiswa, sebanyak 71%

di Madura adalah sulitnya petani untuk beralih

masyarakat Madura tidak mengerti adanya

menanam tebu. Seperti halnya yang dikatakan oleh

perencanaan proyek penanaman tebu di Pulau

Pimpinan Produksi PTPN X. “Petani Madura

Madura. Itu artinya penyebaran informasi yang

cenderung ingin menanam yang cepat panen jadi

dilakukan oleh pihak PTPN X atau Pemda masih

susah untuk beralih ke tanaman tebu,”

belum dilakukan secara maksimal dan merata.

ketika ditemui di ruang kerjanya.

ujarnya

Hal tersebut juga dibenarkan oleh mantan

Sayangnya ketika dilakukan survei di

Kepala Desa Beraji, Kecamatan Gapura, Kabupaten

lapangan, dinilai dari indikator tersebut minat untuk

12

LPM Spirit Mahasiwa/III/2018


Todhi' Khusus (Laporan Khusus) beralih menjadi petani tebu sebanyak 46% dari

mendukung adanya pembangunan pabrik gula

Artinya masih

ya n g d i a d a k a n d i M a d u r a . t e r d a p a t 8 4 %

terdapat banyak petani yang ingin beralih untuk

masyarakat Madura yang mendukung adanya

menanam tebu.

pendirian pabrik gula di Madura. Pasalnya, ketika

empat kabupaten di Madura.

Tidak hanya itu, antusiasme masyarakat

pabrik gula telah di bangun di Madura hal tersebut

terhadap adanya proyek penanaman tebu di

dirasa akan memudahkan petani untuk mengolah

Madura juga sangat tinggi. Sebanyak 79% petani

hasil panen tebu tanpa harus melakukan

Madura setuju dengan adanya proyek penanaman

pengiriman ke pabrik gula di Pulau Jawa.

tebu yang telah diusung oleh PTPN X dan

Menanggapi banyaknya isu-isu yang

pemerintah daerah. Sementara hanya 21% yang

dituduh pihak penyelenggara proyek tebu kepada

tdak setuju dengan adanya proyek tebu di Madura.

masyarakat Madura diharapkan selanjutnya

Kecenderungan tersebut sudah jelas menunjukkan

terjalin komunikasi yang baik antara pihak PTPN X

jika petani Madura ingin proyek penanaman tebu

dan pemerintah daerah dengan para petani

dilakukan.

Madura.

“Saya tidak tahu siapa yang mengatakan

“Kami ingin sekali mendapatkan

Madura tidak mau ditanami tebu,� jelas Misnudin

informasi dari pihak penyelenggara atau

selaku Ketua Kelompok Tani Desa Samatan,

pemerintah, jadi kita sebagai petani juga tahu

Kecamatan Propo Kabupaten Pamekasan. Selain itu, masyarakat Madura juga sangat

informasi tidak hanya sebatas di pemerintah saja,� tegas Misnudin. (Aww)

LPM Spirit Mahasiwa/III/2018

13


Olasan (Resensi)

Resensi Novel Pulang: Malpraktek Sejarah Dan Perzinahan Politik Indonesia JUDUL BUKU : Pulang PENULIS : Leila S. Chudori HALAMAN : viii + 464 halaman PENERBIT : Kepustakaan Populer Gramedia TAHUN TERBIT : Desember 2012

Oleh : Ardico Fahmi

B

isa dibilang ini novel pertama saya yang mengambil latar cerita dari tragedi-tragedi di Indonesia dan Prancis era tahun 1965, 1968, dan1998. Ada tiga tragedi yang menjadi latar belakang cerita novel ini. Pertama adalah tragedi 30 september 1965 pemberontakan PKI Indonesia, kedua revolusi Prancis Mei 1968, dan ketiga reformasi Indonesia Mei 1998. Saya lebih suka menggolongkan novel pulang ini sebagai novel sejarah, atau sejarah yang disembunyikan. Seperti novel tetralogi pulau buru karya Pramodya Ananta Toer yang mengisahkan bagaimana kebangkitan pemuda Indonesia era sebelum kemerdekaan yang jarang muncul dalam buku sejarah. Sedangkan di novel Pulang, lebih menceritakan tentang cara bertahan hidup para eksil maupun tahanan politik yang dicap sebagai PKI, dan yang dikira pengikut ideologi kekirian pada saat itu. Keduanya sama-sama novel yang mengajak kita untuk mereeksi sejarah yang ada, dan yang hilang. Di dalam novel ini menceritakan bagaimana dampak dari kejadian G30S PKI terhadap para keluarga yang memang ikut dalam PKI, Lekra, dan GERWANI. Bahkan yang hanya simpatisan atau memang cuman berkawan dengan salah satu anggota PKI juga akan diciduk. Seperti diceritakan, semua yang berbau PKI pada saat itu ada yang ditangkap, diinterogasi, ditahan, diculik, atau bahkan dibunuh (dengan peradilan atau bahkan tanpa peradilan). Bahkan kutukan PKI tersebut akan mendarah daging sampai anak-cucu mereka, sehingga ada diskriminasi sosial pada saat itu. Di mana mereka yang masih dianggap sebagai keluarga para komunis, maka pada KTP mereka

14

LPM Spirit Mahasiwa/III/2018

akan diberi tanda ET (eks tahanan politik), dan sulit mendapatkan pekerjaan. Namun di novel pulang ini lebih menceritakan bagaimana perjalanan para eksil politik, yaitu Dimas Suryo, Nugroho Dewantoro, Risjaf, dan Tjahjadi Sukarna. Yang harus berpindahpindah Negara untuk bertahan hidup dan tidak bisa pulang ke Indonesia. Keempat tokoh itu dianggap pengikut komunis oleh pemerintah saat itu, sehingga jika mereka pulang ke indonesia risiko terkecil adalah ditahan, risiko terbesarnya bisa dibunuh. Dimas Suryo, Nugroho Dewantoro, Risjaf adalah seorang wartawan pada kantor berita Nusantara, yang sejatinya tidak memilih dan mengikuti hal-hal yang berbau komunis. Namun sudah dikategorikan pada saat itu bahwa media atau wartawan yang mengkritik pemerintah, maka akan dikategorikan menjadi musuh oleh pemerintah. Sebelum kejadian pemberontakan G30S PKI 1965, Dimas Suryo dan Nugroho pergi ke Cile untuk menghadiri konferensi wartawan dunia, menggantikan Hananto Prawiro yang harus mengurus masalah rumah tangganya dengan Surti Anandari, yang juga adalah mantan pacar Dimas Suryo. Sedangkan Risjaf harus menghadiri event yang serupa di Havana. Setelah meletusnya Pemberontakan tersebut, mereka akhirnya memutuskan untuk berkumpul di Havana sebelum pulang ke Indonesia. Namun karena mereka dianggap simpatisan PKI, paspor mereka dicabut, sehingga mereka tidak bisa pulang. Sedangkan di Indonesia Hananto Prawiro yang memang simpatisan PKI dan memilih


Olasan (Resensi) mengikuti ideologi kekirian, walau diceritakan Hananto sendiri tidak pernah mengakui bahwa dirinya ikut PKI, harus main kejar-kejaran dengan aparat. Sampai akhirnya tertangkap pada 1968. Akhirnya setelah Dimas Suryo, Nugroho Dewantoro, Risjaf, dan Tjahjadi Sukarna berkumpul. Mereka memutuskan untuk ke Peking (Cina) setelah itu baru mereka memutuskan untuk ke Paris. Disana mereka harus bekerja untuk bertahan hidup, gontaganti pekerjaan sudah menjadi kebiasaan. Sampai akhirnya mereka memutuskan untuk membuka restoran masakan Indonesia dengan nama “Tanah Air”. Ditengah-tengah Paris yang saat itu sedang terjadi demontrasi yang dikenal sebagai Revolusi Prancis 1968, Dimas Suryo menemukan tambatan hatinya, seorang wanita Paris yang mempunyai sepasang mata berwarna hijau, dengan rambut tebal, berombak berwarna brune e. Bernama Vivienne Devereaux. “Benarkah angin tak sedang mencoba menyentuh bibirnya yang begitu sempurna” –Dimas Suryo. Hal: 11. Dari pernikahan mereka berdua melahirkan seorang gadis bernama Lintang Utara yang selalu bertanya-tanya jati dirinya, dan selalu penasaran tentang apa yang bisa dia petik dari Negara asal bapaknya, Indonesia. “Bagaimana aku caranya memetik Indonesia dari kata I.N.D.O.N.E.S.I.A?” – Lintang Utara. Hal: 165. Dimas Suryo sendiri dalam hatinya selalu memimpikan agar bisa pulang ke Indonesia, dalam hidup ataupun mati. Dia selalu merindukan Indonesia bau tanah setelah hujannya, keluarganya dan tidak ketinggalan wanita pujaannya Surti Anandari. Walau kepulangannya itu sangat tidak diinginkan oleh pemerintah Indonesia. Novel ini jika ditelaah memiliki dua babak, pertama adalah babak perjuangan Dimas Suryo dalam hidup menjadi eksil politik setelah tragedi G30S PKI. Kedua adalah pencarian jati diri Lintang Utara yang belum ditemukannya dalam kata Indonesia yang mengambil latar tahun reformasi Indonesia 1998. Novel ini memiliki alur majumundur sporadis pada setiap babnya yang sangat mudah dimengerti dan nyambung. Dalam penokohan penulis memberikan setiap tokoh, porsi yang cukup dalam setiap bab yang ada. Sehingga pembaca bisa mengenal para tokoh dengan sangat detail. Seperti salah satu bab

khusus membahas full tokoh Hananto Prawiro, Bab lain membahas full Dimas Suryo, bab lain lagi bercerita dari sudut pandang Vivienne Devereaux, dan tidak ketinggalan Bab yang mengambil sudut pandang Lintang Utara. Namun saya agak riskan dengan penggambaran tokoh protagonist dan antagonis yang sangat kontras. Seperti penggambaran rupa tokoh protagonist yang selalu tampan, cantik dan tidak kurang apa-apa. Sedangkan untuk penggambaran rupa peran antagonis, penulis memilih untuk mengambil katakata seakan-akan mereka buruk rupa, seperti tokoh interogasi yang berwajah hitam legam dan mesum, intel yang ompong dan digantinya dengan gigi emas. Kelebihan yang lain adalah referensi penulis yang sangat banyak, selain itu riset yang dilakukan penulis selama 4 tahun membuat cerita ini nyata dan luput dari kehidupan kita. Selain itu pengambilan kutipan beberapa tokoh-tokoh penulis dan judul buku-buku terkenal untuk dijadikan inspirator para tokoh dalam cerita, membuat cerita menjadi semakin kaya dan berisi. Bahkan saya sampai dibuat penasaran dengan tokoh-tokoh dan judul buku-buku yang acap kali muncul dalam dialog ataupun narasi cerita. Namun kekurangannya adalah gaya bahasa dan pemilihan kata penulis dalam setiap tokoh cerita yang terlihat sama saja, walau dengan sudut pandang tokoh yang berbeda. Sehingga membuat tidak ada ciri khas tersendiri dari salah satu tokoh tersebut, selain itu juga akan sedikit membingungkan pembaca jika tidak teliti membaca setiap bab yang ada. Terlepas dari semua kekurangannya, Novel pulang ini sangatlah rekomendasi bagi kalian yang ingin melihat dampak dari G30S PKI dari sudut pandang sejarah yang berbeda. Bahwa sebenarnya ada sebuah sejarah yang disembunyikan, yang membuat kita bertanya-tanya, apakah memang itu kejadian sejarah sebenarnya? Buku ini seakan menjadi pembanding sejarah G30S PKI yang ada dan kita amini sampai saat ini. Seakan ingin mengajak pembaca mengungkap apa yang terjadi sebenarnya saat itu. Ada tanda tanya besar dalam sejarah kelam bangsa ini yang belum banyak orang ketahui. “Manakah sejarah yang benar, dan siapa pembuat sejarah yang benar. Sejarah yang dibuat oleh pemerintah orde baru, atau kesaksian sejarah dari mereka yang terzalimi?” LPM Spirit Mahasiwa/III/2018

15


Dapor Bajang (Galeri Foto)

Aspirasi Canon EOS 600D Diagfragma : f/5.6 Rana : 1/2500 sec. ISO : 800

16

LPM Spirit Mahasiwa/III/2018


Dapor Bajang (Galeri Foto)

LPM Spirit Mahasiwa/III/2018

17


Dapor Bajang (Galeri Foto)

18

LPM Spirit Mahasiwa/III/2018


Dapor Bajang (Galeri Foto)

Duta Kampus Canon EOS 600D Diagfragma : f/5 Rana : 1/100 sec. ISO : 6400

LPM Spirit Mahasiwa/III/2018

19


Essai

Angka Putus S e ko l a h dan Masalah Rezeki Oleh : Sirajudin

R

ibut-ribut gosip tentang anak

lulusan Fakultas

tetangga yang masih

Ilmu Sosial dan

menganggur setelah lulus S2

Ilmu Politik di salah

sungguh mengganggu ketenangan saya.

satu universitas

Sambil menyedot rokok, sedikit banyak saya

unggulan di ibu

menguping apa yang digosipkan mereka.

kota. Suatu hari

Salah satu dari mereka berkata: Hah, percuma

ketika kami

sekolah tinggi kalau ujung-ujungnya nganggur.

asik ngopi,

Satu persatu mengiyakan sampai salah seorang berkata, �Sebenarnya apa maunya

tiba-tiba d

i

a

bercemooh. Saya

pemerintah? Mereka suruh anak-anak untuk

sebagai suku

sekolah tinggi-tinggi. Setelah itu, dianggurin gitu

Madura,

aja,� ungkapnya dengan menggebu.

dikatanya

Semakin hangat percakapan mereka sampai ada yang bertanya, sepenting apakah pendidikan itu? Kalau penting, kenapa masih ada lulusan S2 yang menganggur? Kenapa capek-capek

, kampungan.

sekolah kalau akhirnya menganggur? Lebih baik

Pe n d i d i k a n n ya

bertani saja di desa seperti kita. Semua tertawa, kecuali satu orang. Orang itulah yang kemudian berkata, � Masalah rezeki itu,

tidak maju. Dia juga memaparkan tingkat putus sekolah di Madura yang masih

sudah urusan Tuhan. Tidak usah sok tahu,� dengan

tinggi, setinggi monas, eh tidak setinggi menara Eifel

itu, pergunjingan mereka bubar seketika.

di Paris sana.

Keributan dari gosip masalah pendidikan

“Bagaimana, Mas. Pikirannya orang

dan lain sebagainya yang baru saja usai itu,

Madura itu sebenarnya seperti apa? Masak iya

mengingatkan saya pada seorang kenalan yang

tingkat putus sekolah sampai sekarang masih tinggi-

sedikit kurang ajar. Sebut saja Jon, seorang lelaki

tinggi saja. Kalau begitu apa iya Madura bisa maju

20

LPM Spirit Mahasiwa/III/2018


Essai dan menjadi provinsi tersendiri,” ujarnya dengan

menjelama dalam diri saya. ”Benar, apa yang kamu katakan itu sesuai data yang tersebar dimana-mana.

nada bercanda yang tidak lucu. Untungnya, orang itu tengah berhadapan dengan saya, orang Madura yang sabar dan terbuka.

Tetapi, ada yang luput dari pengamatanmu. Kebanyakan data putus sekolah hanya

Saya tertawa saja, tidak menjawab apapun.

menampilkan nilai anak-anak yang putus sekolah

Namun, Jon seperti serius dengan

SD/MI, SMP/MTs dan SMA sederajat. Padahal, putus

hal ini. Dirinya seperti

sekolah bukan berarti putus pendidikan. Orang-

m e n a n t i

orang boleh saja berkata Madura menjadi daerah

p e n d a p a t s a ya

dengan nilai putus sekolah yang tinggi. Tetapi,

mengenai

jangan sekali-kali berpikir bahwa Madura dipenuhi dengan anak-anak putus sekolah yang menganggur, bekerja atau berumah tangga, sedikitpun, jangan! Saya juga tidak menyalahkan pendapat yang mengatakan masalah ekonomi dan tidak meratanya pembangunan sebagai penyebab

per

tingginya angka putus sekolah. Tidak, bahkan saya membenarkan dua hal itu cukup meresahkan sebagai penyakit yang belum juga diatasi oleh para

nya nny

bupati penguasa Pulau Garam ini, gubernur dan

taa

presiden sekalipun.

a tadi.

Tetapi, seperti yang sudah diungkapkan

”Miris, Mas. Angka

tadi, masalah putus sekolah tidak berarti putus

putus sekolah di

pendidikan. Mereka yang putus sekolah formal

M a d u r a i t u

masih banyak yang belajar di tempat-tempat lain.

tertinggi se-Jatim

Sebab ilmu, bagi orang Madura bisa di dapat

l h o . Ya n g s a ya

darimana saja, sekolah hanya satu diantara yang

baca, kalau tidak

lainnya,” Demikian saya pandangi Jon yang

salah angka putus sekolah

manggut-manggut saja mendengar penjelasan yang

pasca SMP/MTS sudah tembus angka 1600 di

tahu

n 2016 kemarin.

Mas,

pasti sudah tahu k

a

n

?

i t u ,

tanyanya

d e n g a n

pandangan y

a

n

g

menjengkelkan. ”Lalu, Mas,” lanjutnya “Dari apa yang saya dengar, masalah ekonomi dan kurang ratanya pembangunan jadi penyebabnya, ya?” Lama-lama risih, dengan perlahan dan suara yang diberat-beratkan, saya katakan padanya. ”Jon yang baik hati, terima kasih telah susah payah mengamati pendidikan di Madura,” sejanak m e n g h i r u p n a f a s . A d a k e d o n g k o l a n ya n g

saya berikan. ”Lho, kalau tidak di sekolah , terus menuntut ilmunya dimana dong?” Jon yang menjadi polos saat itu bertanya, lugu sekali. Saya berkata pada Jon. Seyogyanya orang Madura adalah orang yang religius. Itu dapat dilihat dari langgar, masjid dan pondok pesantren yang lebih disukai mereka sebagai tempat menimba ilmu daripada di sekolah umum yang dianjurkan pemerintah. Disamping itu, mereka percaya pada ungkapan yang berbunyi, untuk menaklukkan dunia dan memperoleh kenikmatan akhirat, hendaklah dengan mempelajari ilmu agama dengan sedalam-dalamnya. Makanya, saya melanjutkan, kami –orang Madura –lebih memprioritaskan mana yang lebih menguntungkan. Sebab, semua orang sudah tau, orang Madura naluri bisnisnya tinggi. Bahkan untuk LPM Spirit Mahasiwa/III/2018

21


Essai hal semacam ini, kami harus cermat

berorientasi jangka panjang. Pendidikan yang seperti

memperhitungkan, pendidikan yang mana yang

itulah yang menjadi prioritas orang Madura.

lebih menguntungkan bagi kami. Kemudian setelah ditimbang, dikaji dengan

”Jadi, maksudnya, orang Madura lebih memilih meninggalkan sekolah formal dan

serius dan seksama. Kami mengamini pendidikan

menempuh pendidikan di pondok-pondok

agama adalah pendidikan yang lebih diprioritaskan

pesantren?” Jon mengejar tanya.

ketimbang pendidikan formal di sekolah-sekolah mainstream. Pendidikan agama yang biasa

”Bisa dibilang begitu,” jawab saya pendek. ”Lalu, apa orang Madura macam itu tidak butuh

diajarakan di pondok-pondok dari kaca mata kami

ijazah? Di zaman ini kan kalau mau cari kerja harus

memiliki nilai lebih daripada pendidikan formal ala

pakai ijazah, dan saya yakin, ijazah pondok

sekolahan. Kalau bertanya apa nilai lebih itu, yang pertama pendidikan agama di pesantren tidak hanya

pesantren tidak laku dipasaran,” Ungkap Jon sambil mengerutkan dahi dan tersenyum , senyum yang tidak enak dipandang.

membahas spiritualitas dan urusan langit belaka.

“Sorry, ya. Tetapi, saya sudah bilang. Orang

Disana, ilmu sosial, etika, moral, filsafat, sastra dan

Madura itu naluri bisnisnya tinggi. Mengapa harus

tata cara sex yang baik juga diajarkan. Sedang di

jadi kuli yang perlu ijazah untuk mendapat

pendidikan ala sekolah pemerintah, pendidikan

pekerjaan kalau bisa buka usaha sendiri tanpa

agama hanya ada sekali dalam seminggu. Memang,

membutukan ijazah? Lagipula, rezeki sudah ada

ada beberapa sekolah yang juga mempelajari ilmu

yang mengatur, percaya saja. Pendidikan itu untuk

fiqih, hadist, akidah akhlak dan lainnya. Tetapi, ya,

menambah ilmu, salah jika dijadikan sebagai

tetap saja tidak sedalam pelajaran di pesantren.

jamianan rezekimu,” mendengar itu, Jon cengar-

Itu yang pertama, yang kedua, malaikat saat

cengir sendiri. Setelah itu, kopi kami habis, rokok

di dalam kubur tidak akan bertanya 2x2 berapa

pun tidak ada dan percakapan menjadi mati karena

hasilnya, atau hewan pemakan daging apa namanya.

Jon merenungi percakapan itu dengan begitu

Ilmu-ilmu seperti itu hanya berguna untuk

dalamnya.

menjawab soal saat ujian di sekolah saja. Maka jelas pendidikan agama adalah pendidikan yang

22

LPM Spirit Mahasiwa/III/2018


Carete sakone (Cerpen)

Suramadu Sebelum Subuh Oleh : Ike Dewi Lestari

H

arold telah menghabiskan beberapa

kamarnya untuk mencari inspirasi melukis.

batang rokoknya. Ia kini meringkuk di

Kemudian ia menatap pada lukisan tiruan

atas ranjang dengan tatapan kosong.

yang ia buat dari karya John Milton, The Death of

Kuas dan kanvas ia biarkan tergeletak di atas lantai,

James Dean. Harold menyunggingkan sedikit

hampir seluruh kanvas dipenuhi dengan coretan. Ia

s e n y u m s e b e l u m a k h i r n ya t e r b a n g u n d a r i

telah melukis berkali-kali tapi selalu berakhir dengan

ranjangnya, ia berjalan ke arah easel lalu mulai

ketidakpuasan. Lima hari yang lalu, seseorang

melukis pada satu-satunya kanvas kosong yang

memesan

masih tersisa.

lukisan pada Harold. Ia ingin sebuah

lukisan tidak biasa yang objek utamanya adalah jembatan Suramadu. �Aku akan membayar dengan sembilan

�Suramadu pukul tiga pagi, Suramadu sebelum subuh. Bukannya melukis Suramadu dari tempat lain, tapi melukisnya dari tempat itu sendiri.�

digit angka nol dibelakang angka 1,� kata

Ia terlihat tegang, wajah dan tubuhnya

pelanggannya. Tapi bukan karena uang itu Harold

berkeringat, tangannya sedikit gemetar, namun

merasa harus menghasilkan lukisan yang tak biasa,

sorotan matanya menggambarkan ambisi, atau

melainkan reputasinya sebagai seorang pelukis

mungkin hal lain yang sedang direncanakannya.

menuntutnya untuk tidak akan mengecewakan

Dua jam, ia telah selesai melukis dan melirik

pelanggan. Ia sadar ia memberontak, sebelum ia

ke arah jam dinding. Jarum pendek pada jam itu

terkenal dan memiliki pekerjaan melukis untuk orang

berada di pertengahan angka satu dan dua,

lain, ia hanya melukis untuk dirinya sendiri, karena

sedangkan jarum panjang berada di angka enam.

memang kecintaannya pada seni lukis. Tapi sekarang

Harold tersenyum puas lalu mengeluarkan

semua berbeda, Harold telah terperangkap pada

persediaan rokok. Ia mengambil sebatang, mencari

sebuah dunia dimana tugasnya adalah mengikuti

korek api di atas meja tetapi tak ada disana. Ia melihat

keinginan pelanggan.

ke bawah bantal, di seluruh ranjang dan di kolong

Ia masih meringkuk di atas ranjang,

tempat tidur. Koreknya tetap tak ada. Kemudian ia

beberapa botol bir yang kosong ia biarkan berantakan

hanya menghisap rokok tanpa menyalakan ujungnya

di atas meja. Ia teringat dua malam terakhir ketika

dengan api. Ia duduk pada sebuah kusi kayu,

saling berbicara dengan seorang perempuan di

tangannya menggapai secarik kertas dan pulpen, ia

Pelabuhan Kamal, keningnya berkerut seperti tengah

mulai menulis, dengan tetap menjejalkan rokok ke

mengingat sesuatu, matanya menyipit, terkesan

dalam mulutnya.

seperti tengah memeras otaknya untuk berpikir

***

kembali. Harold mengamati setiap sudut yang ada di

�Ketika sedang berada diluar Madura, kau lebih LPM Spirit Mahasiwa/III/2018

23


Carete sakone (Cerpen) rindu Pelabuhan Kamal atau Jembatan Suramadu?”

”Aku berkunjung

Pertanyaan klasik sebenarnya, Harold bertanya

T a p i

sambil menuangkan teh ke dalam dua sloki kecil di

mengatakan jika

depannya. Perempuan itu tidak langsung menjawab,

tak bisa lagi

ia menoleh ke arah kapal-kapal yang singgah lalu

a

melempar pandangan pada Suramadu.

perempuan

”Tidak ada, aku rindu pada tempat lahirmu saja, Sumenep.” Harold tertawa, angannya kembali pada

i t u

mengaj

rumahnya . Bukan

untuk bertamu ke rumahnya, di Sumenep.

t

a

k

suka,

diajak berjalan-jalan ke Giliiyang, sebuah pulau kecil

d

yang masih sangat alami. Lautnya begitu biru, dari

yukai gadis itu,

jauh akan terlihat hijau, merah muda dan bahkan

namun ia telah

oranye. Sangat indah. Harold sempat khawatir

m e m i l i k i

karena saat turun dari perahu, gadis itu menangis

s e o r a n g

karena perutnya terasa mual dan kepalanya pusing.

tunangan.

”Harold, aku benci perahu itu,”katanya sambil

Akhirnya

menunjuk salah satu perahu pengangkut barang

malam itu

yang tadi mereka tumpangi.

mereka tidak l

i

a

a

g

waktu untuk menghias perahu, menyiapkan sesajen

berbicara

laut dan melihat ketoprak.

tentang

”Pasti rindu dengan tiga tahun lalu ya?”

Sumene

”Apa namanya? Petik laut? Iya, Harold aku mau

p. Lalu

kesana lagi. Melihat perahu kecil yang dipenuhi

Harold

sesajen lalu menghanyutkannya ke tengah laut. ”

memp

”Bukan rindu Giliiyang?”

erlih

”Eh nyindir aku kan? Rindu juga sebenarnya, tapi

a t k a n

mabuk laut.”

beberap

”Yasudah jangan kesana lagi kalau begitu.”

a foto

”Ke laut belakang rumahmu saja, kapan petik laut

ponsel

lagi?”

men

i

dalam nya pada gadis itu. Semua itu adalah foto lukisan Harold

”Bulan depan.”

24

sekarang ia sudah

k e

karena

Lalu di hari kedua, mereka menghabiskan

Harold diam, ia tak berani

k

kejadian tiga tahun silam. Ia mengajak gadis itu

Pada hari pertama menginap, gadis itu

ya.”

LPM Spirit Mahasiwa/III/2018

ketika belum menjadi terkenal seperti sekarang.


Carete sakone (Cerpen) Lukisan-lukisan yang ia buat karena cinta, bukan

lelaki. Harold merasa sedikit bersalah, ia tak

ambisi untuk memuaskan pelanggan. Perempuan itu

seharusnya melukis adiknya dalam keadaan seperti

tersenyum, memandang ke arah Harold

itu.

lalu kembali melihat layar ponsel

Apalagi ia tahu bahwa sekarang adiknya

dengan mata berbinar-binar. Ia

lebih nyaman hidup sebagai seorang perempuan dari

melihat lukisan seorang nelayan

pada laki-laki, tapi ia tak membicarakannya dengan

dengan perahu, pengemis-

perempuan itu, ia malu.

pengemis kecil yang

”Harold, apa nama aslimu memang Harold?”

mengerumuni lelaki paruh

Harold kembali tersenyum, ia mematikan

baya, Suramadu di malam

layar ponselnya dan menaruhnya di atas meja.

hari, dan seorang

Tangannya mengambil teko teh di hadapannya dan

perempuan cantik yang

menuangkannya kembali pada dua sloki kecil yang

tersenyum.

telah kosong di depan mereka.

”Cantik sekali. Siapa dia?”

”Aku sedang membayangkan menuang bir, bukan

”Dia adikku, cantik ya?”

teh.”

”Bukankah adikmu laki-laki?”

”Aku serius, namamu bukan Harold pasti?” ”Iya itu namaku, memangnya kenapa? Aku tidak

”Dia memang lelaki. Adikku pemeran ludruk dan

pantas dengan nama itu karena aku bukan bule?” ”Harold, tidak seperti itu. Sungguh.” Gadis itu manja, sangat manja dan Harold menyukainya.

selalu menjadi

”Oh iya, aku bisa melukis Suramadu dari pelabuhan

perempuan,”

Kamal, tapi aku tidak bisa melukis Pelabuhan Kamal

H a r o l d

dari Suramadu.” Mereka berdua tertawa, lalu

menjelaskan s a m b i l

meminum teh pada sloki masing-masing. ”Hanya saja, seseorang memesan lukisan Suramadu

menunjuk

yang tak biasa. Aku bingung harus melukis apa.”

baju ludruk

”Jika membicarakan Suramadu sebagai objek sebuah

y

g

gambar, orang-orang akan tertarik melukisnya dari

dikenakan

jauh. Kalau mencari sisi yang tidak biasa, menurutku

a

n

adiknya. Pe r e m

kau hanya perlu melukis Suramadu tidak dari tempat lain, tapi dari Suramadu itu sendiri.”

puan itu

menutup mulut

Harold memandang gadis itu, ia perhatikan

dengan kedua

tangannya,

bibir merahnya, mata sayunya dan beberapa helai

siapapun pasti tak akan menyangka jika perempuan

rambutnya yang tertiup angin malam di pinggir laut.

cantik di dalam lukisan yang difoto itu adalah seorang

Ia melihat kecantikan gadis itu sebagai candu lalu LPM Spirit Mahasiwa/III/2018

25


Carete sakone (Cerpen) mengambil rokok dan mulai menyalakannya. Sekali

tiang-tiang menjulang ke atas. ”Loh, Suramadu ya?”

lagi ia melihat Jembatan Suramadu yang semakin

Tapi matanya berhenti pada gambar seorang lelaki

malam terlihat semakin cantik, seperti perempuan di

yang tergeletak di tanah dengan lumuran darah dan

depannya.

pisau di sampingnya. Keningnya berkerut. Ia ***

menatap lelaki dalam lukisan itu lebih dekat lagi,

Perempuan itu berhenti di depan rumah

lelaki itu sepertinya berambut ikal, ucapnya dalam

Harold. Ia melihat pintu depan rumah Harold sedikit

hati. Di bawah lukisan itu tertulis “Suramadu

terbuka, tetapi motor vespanya tak ada di garasi.

Sebelum Subuh”, ia mengingat kembali pesan

Maka perempuan itu berjalan mendekat ke dalam

pendek yang ia kira dikirim Harold pagi tadi k

rumah. Ia membuka pintu itu perlahan-lahan, lalu

tika subuh. Ia membuka ponselnya lagi,

suaranya mulai memanggil nama Harold berulang-

ternyata tidak dikirim saat subuh tapi tepat jam tiga

ulang. Tidak ada jawaban. Ia sering berkunjung ke

pagi. Perempuan itu terduduk lemas di kursi depan

rumah Harold, bahkan telah berkali-kali

easel, kursi yang biasanya ditempati Harold saat

menyaksikan Harold menyelesaikan lukisan di

melukis. Ia berdiri tiba-tiba ketika merasa ada

dalam kamarnya.

sesuatu yang didudukinya, sebuah kertas ternyata.

”Harold, aku langsung ke kamarmu ya.

Dengan tergesa-gesa ia membukanya,”Lukisan ini

Kau di dalam kan?” Ucapnya sambil membuka pintu

untuk pelanggan terakhirku yang meminta

kamar Harold. Ia tersenyum melihat beberapa

Suramadu digambar dengan sudut pandang

kanvas penuh coretan yang berserakan, botol-botol

berbeda, dia mendapatkannya dan aku juga di

bir dan beberapa bungkus rokok di lantai.

dalamnya.” Dibawah deretan kalimat itu tertulis

Perempuan itu menuju sebuah foto dengan bingkai kayu di meja dekat ranjang tidur Harold. Matanya berbinar-binar, ia selalu jatuh cinta ketika melihat foto Harold dua tahun yang lalu. ”Harold yang tampan,” ucapnya sambil terus memperhatikan lelaki berambut ikal agak panjang di dalam foto. Kemudian ia menghembuskan nafas,”Entahlah kenapa sekarang Harold lebih suka rambut pendek.” Lalu ia meletakkan foto itu di mejanya kembali, tiba-tiba tatapannya tertuju pada sebuah lukisan yang masih melekat pada easel. Ia berjalan mendekat, memperhatikan lukisan itu dengan baik. Ia mengingat-ingat latar dari lukisan itu, ada laut, kemudian jalanan beraspal, dan

26

LPM Spirit Mahasiwa/III/2018

nama seseorang dan nomor teleponnya.


Paparaghen (Puisi) SEPI DAN SEBUAH NAMA

Oleh : Idatus Sholihah

Perbincangan malam begitu sepi Kau mencatat satu nama, kemudian dikenangkan begitu saja Di tubuhmu masih ada sisa luka dibenamkan Dan lubang menganga: anyir darah begitu pekat di lubang penciumanku saja Malam biar jengah

SISA LUKA

Tubuhmu menjadi korban Suara diabaikan

Sesudah kemarin lahirnya luka

Satu nama semoga saja dilupakan

Sebuah pagar nama menjelma jadi awan di suatu rembang senja

SISA RINDU ABADI Abadilah rindu, Mengingat harum pagi; masih dibasahi sisa embun semalam Pembakaran menyisakan abu-abu hitam Juga sisa dingin malam Ditambah ketika sinar pagi belum mencuat datang

Langit masih berderma atas dukamu Menciptakan nyanyian alam Mengecup kening manusia malang; dikalahkan ketika hati melawan pertarungan Tanpa mengucap 'selamat tinggal' Mari kita kenangkan segala kisah yang masih disisakan Januari 2017

Abadilah rindu, Mengingat edelweis yang diabaikan Juga pohon berry kecil durinya tak sengaja

TUDUNG TUA

melukai tangan Abadilah!

Pagi masih menyisakan bau rambutmu Menyapu kelopak setengah sadar

Pada jalan; kerap disapa lelah Canda yang mewarna tanpa pasrah

aku hanyut dalam buaian

Abadilah, rindu

Sebab kisah pengantar tidur dan pengiring pagi datang

Mari mengulang Mengingat di mana jalan bermula

Pagi masih menyisakan bau rambutmu, sayang

Lalu menuju akhir

Jejak yang tertinggal di tudung tua

Hingga sampai pada puncak; membuat kita

Kepala yang saling bertemu dan mengadu

tertawa lepas dengan melihat segala

kasih, sayang

keagunganNya Dan rindu yang masih hadir di setiap jalan dan

Bau rambutmu masih lekat ada, Sayang

kisahnya.

Dan bola mata bulatmu kekal di baliknya.

Desember 2017 LPM Spirit Mahasiwa/III/2018

27


Kolom

Madura dan ... Oleh : Citra Dara Vresti

M

adura adalah ”ayat”. Madura adalah ”Gatholoco” dalam bentuk yang lain. Ia mempertanyakan banyak hal di luardalam kehidupan kita. Mungkin di luar sana, di sekitaran kita (yang tinggal di kota), Madura nampak sebagai sesuatu yang ”menggelikan”. Olok-olok yang terkadang menyakitkan. Madura jarang absen dari anekdot-anekdot getir serta penggambaran akan ”kampung terasing” yang seakan-akan beribu-ribu kilometer jauhnya dari sesuatu yang mambu modern. Madura kerap dihadirkan di sepetak nilai dan standar-standar angkuh yang sebelumnya telah kita monopoli kebenarannya. Meski demikian, Madura nampak tidak gemetar dengan itu semua. Masyarakat Madura yang belum kehilangan jati dirinya — di plosokplosok desa, di gunung dan pesisir — tetap berjalan sebagaimana yang mereka yakini. Mereka menjalani hidup dengan memegang teguh ”harga diri” — sesuatu yang telah lama kita tinggalkan — dan tak rikuh dengan berbagai anggapan. Mungkin ini bagi orang tua yang dulu pernah saya kenal sembarangan di warung, di kampus, di rumah teman. Tapi bagi generasi mudanya... ah, saya sungkan sendiri jadinya. Tentu ingatan tentang restu pendirian Nahdatul Ulama tidak lepas dari kiyainya. Sehingga, bagi para dedemit konsultan politik para cagub dan capres harus memperhitungkan itu dan memasukkan Madura ke dalam peta strategi tersendiri. Berbagai keajaiban mengenai realitas pemilihan calon kerap dikejutkan oleh keajaibankeajaiban di luar nalar dan logika politik. Terlepas baik-buruk hal ini, tentu rasionalitas mengenai teori marketing politik dijungkir balik di tanah gersang ini. Ada apa dengan Madura? Meski saya sudah menghabiskan enam tahun masa studi di pulau garam dan satu tahun duduk di meja redaksi surat kabar lokal di Madura tetap tak membuat saya mengerti dan bertemu dengan “Madura” yang sebenarnya. Kalau pun ada kasus-kasus yang terjadi, tentu itu hanya di kulit luar dan tak sampai pada

28

LPM Spirit Mahasiwa/III/2018

substansi. Masyarakat Madura menghantam segala kemapanan dengan pola pikir masyarakatnya yang ”lugu” tapi lugas; yang terkesan ”memalukan” namun agung. Di dalam, Madura terbukti menjungkir balik toko rasionalitas dari Universitas — sebut saja Trunojoyo (bukan nama sebenarnya) — hingga bertekuk lutut. Kalau ada yang perlu bukti, pengujian, dan segala metode taik kucing agar akademisi percaya!? Mudah saja: suruh saja, kampus mengelola parkir tanpa sedikit pun melibatkan ”preman”. B a g i o r a n g ya n g punya kejelian mripat, tentu dapat melihat dengan jelas bentangan spanduk bertuliskan: ”letakkan rasionalitas anda di dalam kulkas dan perbanyaklah maklum!” Konon malaikat Jibril yang memasang spanduk tersebut agar anda tidak kecele alias tertipu dengan berbagai gejala yang mencuat. Karena Madura terbukti menjungkir rasionalitas yang dianggap mapan di segi apapun, baik soal kasak-kusuk kemenangan Soekarwo, remuknya tukang mebel asal Solo pada pilpres di empat kabupaten, dan menghajar pseudointellektual hampir seluruh penghuni kampus. Meski dari kacamata sombong kita, Madura itu fulgar, tidak artistik, romantis dan tidak in, tapi kita tak boleh lupa banyak penyair besar lahir di tempat ini. Madura adalah puisi yang paling ”puisi”; bahasa yang (hampir) paripurna. Pencitraan laut, tanah gersang, asin dan darah mampu membuat kita pulang ke sebalik batin dan merenung dalam huma. Mencari wajah kemanusiaan yang


Kolom

pecah belah oleh realitas kebangsaan hari ini. Meski saya lahir di Surabaya, tapi Madura melahirkan saya kembali sebagai manusia dengan kesadaran yang lain; terutama dalam hal menghayati arti falsafah Jawa: eling lan waspodo. Selepas ngangsu kaweruh di pulau garam ini, saya jadi tahu bila selalu ada �rambu-rambu� dalam hidup. Selalu ada pengecualian dan kesadaran bila hidup tak sepenuhnya saklek dan punya jutaan kemungkinan. Sehingga ketika saya hendak melihat sesuatu dari satu sudut pandang, secara otomatis saya akan dikemplang oleh sisa-sisa kebijaksanaan Madura yang masih tersimpan. Semua itu mengantarkan saya pada dua kata: eling dan waspado. Sekarang saya menumpang hidup di Jakarta. S a ya t a k l a g i m e n e m u k a n M a d u r a s e b a g a i kompleksitas. Saya hanya menemukan beberapa gelintir orang Madura yang menguasai toko kelontong langganan saya. Pedagang yang mau menyediakan rokok kesukaan saya agar tak belanja di

tempat lain. Tapi, pedagang rokok ini tak sepenuhnya membuat saya merasa “pulang kampung�. Rasa rindu yang ganjil di batin saya pada Madura semakin berkobar dengan pilgub DKI. Pesta yang seakan-akan demokrasi yang terlalu sombong dan menganggap DKI adalah segala-galanya. Sehingga debat cagub pun harus disiarkan televisi nasional. Saya jadi rindu keajaiban pemilu di Madura. Saya rindu orang-orang yang tak gemetar dengan kharisma hasil gincu-kosmetik. Saya rindu pengamat politik jadi gemetar suaranya melihat hasil pemilu di Pulau Garam. Mungkin rindu ini yang membuat rokok saya cepat habis dan segera pulang kampung kecilkecilan agar rindu saya sedikit reda. Tapi, apa daya kondisi dompet membuat saya harus sedikit menahan diri dan tidak terlalu nyepur kalau sedang udut. Apa Madura punya keajaiban merubah isi dompet saya terus penuh sehingga saya bisa pulang kampung yang sebenarnya? Saya ndak tau... LPM Spirit Mahasiwa/III/2018

29


Alamat Redaksi: Sekber Unit Kegiatan Mahasiswa Universitas Trunojoyo Madura Jl. Raya Telang, Kec. Kamal, Bangkalan Kode Pos : 69162, Indonesia spiritmahasiswa.trunojoyo.ac.id


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.