Majalah Fotogenial Edisi 4

Page 1

MAJALAH

Edisi

4

FOTOGENIAL Lembaga pers mahasiswa spirit mahasiswa

Pelipur Lara


BURUAN PASANG IKLAN DISINI

LEMBAGA PERS MAHASISWA SPIRIT MAHASISWA SPIRITMAHASISWA.TRUNOJOYO.AC.ID

@Lpmsm | @WartaUTM Warta Kampus Universitas Trunojoyo Madura Spiritmahasiswa.trunojoyo.ac.id Spiritmahasiswa.lpm@gmail.com


Pelipur Lara Kadang foto memiliki kelebihan dalam menjelaskan suatu moment atau mampu menggambarkan emosi yang terlalu panjang jika dituliskan oleh kata. Karena setiap manusia sangat relatif dalam menyampaikan pendapat hingga kebanyakan objektifitas hanya menjadi utopia semata. “Tidak ada karya foto yang jelek” semua serba kontekstual. Mengapa seperti itu, tak adakah standart khusus atau ukuran-ukuran tertentu dalam menilai sebuah karya foto. Bagaimana orang bisa mengatakan bahwa karya foto itu bagus dan sebaliknya. Pertanyaan yang menimbulkan berbagai macam kategori dalam fotografi, bahkan menimbulkan polemik-klasik diantara penikmat foto dan fotografer. Sudut pandang selalu menentukan bagaimana pendapat atau asumsi dalam menilai sebuah karya foto. Maka, apakah kita akan terjebak oleh makna, cerita, dan esensi dalam sebuah foto atau kita akan melihat karya foto hanya dalam bingkai kedangkalan visualisasi, komposisi, dan kuasa angel mungkin juga moment. Foto adalah bentuk karya alternatif dalam menyampaikan pesan mahkluk hidup. Seperti yang ingin disampaikan Lembaga Pers Mahasiswa Spirit Mahasiswa (LPM-SM) dalam terbitan Majalah Fotogenial Edisi Ke’empat 2015 ini mengangkat tema “Pelipur Lara” yang berarti penghibur dikala sedih. Kenapa memilih tema “Pelipur Lara”, siapa yang sedih dan siapa yang perlu dihibur. Sederhana saja redaksi Spirit Mahasiswa ingin menyampaikan pesan dalam Majalah Fotogenial ini bahwa masih banyak manusia yang belum seberuntung manusia lainnya. Dalam banyak hal seperti ekonomi, sosial, budaya, pendidikan, dan teknologi. Kesenjangan seolah mendominasi, keadilan, kesejahtraan, dan kemakmuran hanya menjadi mitos yang utopis. Namun kita seharusnya bukan malah apatis atau malah realistis dan tidak melakukan usaha-usaha untuk perbaikan dalam segala hal walaupun itu kecil kemungkinannya untuk mengubah kondisi kekinian yang semakin runyam. Kita memang perlu penghibur, untuk menenangkan cara pandang yang tegang dalam memandang banyak persoalan fundamental dalam hidup. Dan sembari mensyukuri kekayaan dengan sebuah karya foto adalah bentuk syukur manusia dalam mengabadikan setiap hal yang akan berlalu. Melalui Majalah Fotogenial ini segenap redaksi akan berusaha menjadi “Pelipur Lara” anda. Mencoba memberikan sudut pandang lain tentang manusia dan tempat hidupnya. Menghibur itu sederhana dan mohon maklumilah kami selaku redaksi, kalau cara menghibur kami hanya menyuguhkan deretan karya foto yang belum tentu anda sukai. Namun kami bersyukur bahwa terbitan Majalah Fotogenial ini bisa berlanjut hingga Edisi Ke’empat. Kami akan menjaga konsistensi ini untuk selalu menyuguhkan karya yang lebih baik dan bermanfaat. Nofianto Puji Imawan Pimpinan Redaksi LPM Spirit Mahasiswa


FOTOGENIAL EDISI PELIPUR LARA DESEMBER 2015

01


MEMBANGUN : Foto Bangunan Ruang Kuliah Universitas Trunojoyo Madura 2015 Dalam Proses Penyelsaian | Fotografer : Mustaji

FOTOGENIAL EDISI PELIPUR LARA DESEMBER 2015

02


ORIENTASI PELANGI : Pelaksanaan Orientasi Mahasiswa Baru Universitas Trunojoyo Madura di Jalan Utama UTM 2015 | Fotografer : Iskak Hakiki.

FOTOGENIAL EDISI PELIPUR LARA DESEMBER 2015

03


FOTOGENIAL EDISI PELIPUR LARA DESEMBER 2015

04


Berbagi Senyum

G

embira! Begitulah emosi yang muncul secara naluriah begitu melihat potret anak-anak. Wajah mungil mereka sukses mengalihkan penat yang bergumul di otak menjadi sebentuk senyum melegakan. Nampaknya tidak muluk-muluk jika tema ‘Pelipur Lara’ dalam Fotogenial edisi kali ini begitu lekat dengan karya fotografi yang ditampilkan.

Saya melihat, ekspresi anak-anak adalah pelipur lara; sebuah hiburan visual yang mengubah duka menjadi suka. Di dalamnya seperti terdapat daya magnetis yang mengarahkan penikmat foto memasuki sebuah medan kegembiraan, dimana tidak ada beban atau kesedihan. Disinilah yang kemudian menjadi titik persuasif. Ketika kita melihat ekspresi kesenangan, mimik kita pun berubah menjadi senang. Tidak heran, Albert Mahrebian menyebutkan andil wajah bagi pengaruh pesan adalah 55%, sementara vokal 20% dan verbal hanya 7%. Dari temuan Albert Mahrebian tersebut fotografi nampaknya berpeluang besar menjadi medium hypnotheraphy. Kita dapat melatih mindset dan alam bawah sadar kita hanya dengan menikmati ekspresi yang terekam dalam sebuah foto. Begitupun dengan kumpulan ekspresi dalam Fotogenial kali ini. Secara keseluruhan foto-foto disini seperti mengajak para penontonnya untuk berbagi senyuman. Di luar segala hal yang menyangkut teknik fotografi—frekuensi, ISO, diafragma, dsb— saya menilai tidak ada yang lebih penting ketimbang bagaimana sebuah foto menjadi medium pesan. Baik di level substantif maupun pragmatis, foto akan lebih bermakna ketika pesan di dalamnya sampai di benak penonton. Jika Anda sekarang senyumsenyum sendiri menyaksikan rentetan foto yang tersaji dalam Majalah Fotogenial kali ini, upaya juru foto “berbagi senyuman” nampaknya tidak sia-sia. Sebab, foto sebagai pelipur lara seminimal mungkin dapat mengubah mimik masam menjadi segurat senyum yang merekah. Tentu, bagaimana anda tidak akan tersenyum melihat kepolosan, gelak tawa, dan juga kejailan yang anak-anak ini tampakkan? Kenyataan miris dibalik latar Madura seolah sirna. Potret anak-anak Madura disini tidak menggambarkan kejamnya keterbatasan materi di tempat tinggalnya. Sebaliknya, lewat ekspresi senang yang terekam, mereka seakan mengungkapkan bahwa mereka gembira! Bahwa bahagia itu kian sederhana: ketika kita mengalihkan sejenak segala beban di pikiran lalu tersenyum dengan tulus pada semua orang.

FOTOGENIAL EDISI PELIPUR LARA DESEMBER 2015

05


FOTOGENIAL EDISI PELIPUR LARA DESEMBER 2015

06


FOTOGENIAL EDISI PELIPUR LARA DESEMBER 2015

07


GEMBIRA-RIA : Foto Siswa SDN Kwanyar Barat Di Madura Sedang Berlari-Lari Menuju Barisan Untuk Latihan Gerak Jalan HUT RI | Fotografer : N.P.I

FOTOGENIAL EDISI PELIPUR LARA DESEMBER 2015

08


FOTOGENIAL EDISI PELIPUR LARA DESEMBER 2015

09


TIBETIAN : Mufid Siswa SDN Kwayar Barat Madura Yang Bergaya Seorang anak Bangsa Tibet Sedang Memakai Dua Topi Sekaligus | Fotografer : N.P.I

FOTOGENIAL EDISI PELIPUR LARA DESEMBER 2015

10


LOOK AT NOW : Foto Siswa SDN Kwanyar Barat Bangkalan Madura Sedang Istirahat Setelah Latihan Gerak Jalan di Lapangan Sekolah | Fotografer : N.P.I

FOTOGENIAL EDISI PELIPUR LARA DESEMBER 2015

11


FOTOGENIAL EDISI PELIPUR LARA DESEMBER 2015

12


FOTOGENIAL EDISI PELIPUR LARA DESEMBER 2015

13


Menghargai Foto

A

mati seorang anak kecil saat dia diperlihatkan sebuah foto. Tanpa banyak kata untuk bertanya dia akan langsung melihat, mencermati, kemudian mem berikan sedikit komentar. Tentu komentar mereka tidak akan serumit ktitikus foto. Namun, dalam keawaman mereka dalam menilai foto paling tidak bern ada kejujuran dalam dari sisi estetika foto. Sedangkan seorang yang mengenal atau pernah menerima pelajaran fotografi pasti mudah mengungkapkan banyak kata. Kalaupun foto itu ternyata menurut mereka buruk dengan sok bijak biasa melontarkan kata ”seandainya.” Akankah selama ini paradigma kita ketika menilai sebuah foto masih seperti orang mencicipi makanan? Cukup menjilat sedikit langsung mampu memberi kesimpulan dalam berbagai argumen teori, berbumbu kutipan-kutipan perkataan maupun karya maestro. Jika demikian, bertapa kejamnya penilaian itu. Bukankah setiap lidah atau mata manusia memiliki selera berbeda terhadap sesuatu. Buktinya terdapat sebuah ungkapan bahasa ”favorit.” Lalu dimana letak etika penghargaan estetika bercitarasa seni secara objektif sebuah karya foto dari mulut seseorang kritikus? Setiap frame foto yang diambil selalu menghadirkan kebaharuan bagi penikmatnya. Sebab foto mengambil peran sebagai media komunikasi setelah diperlihatkan kepada orang lain. Ia berusaha memindahkan suatu cerita kewaktu berbeda. Dengan kata lain foto juga berperan seperti buku ia telah membawa referensi pengetahuan baru bagi penikmatnya. Bedanya foto tidak bisa digugat. Sebab dalam penciptaan setiap frame foto tidak bisa diulang kembali sama persis. Setiap usaha melahirkan foto selalu mengejar momen cerita atau merekayasa kisah. Kembali lagi kepada kerelevanan seorang kritikus foto saat menginginkan repetisi ”seandainya.” Bisa jadi harapan demikian hanya sebatas ungkapan kosong belaka. Sebab tanpa sengaja dia telah menggugat pengulangan waktu demi keegoisan menciptakan kembali foto sesuai prespektif dirinya. Padahal kondisi lapangan belum tentu mengijinkan untuk melakukan kesempurnaan versi kritikus tadi. Logika paling masuk akal jika ingin menghargai karya foto masih belum tepat apabila cukup dipercayakan kepada segelintir kritikus. Kalaupun itu perlu diberlakukan sebagai filter, sebaiknya lebih ditekankan kepada penggunaan standart kesepakatan umum. Seperti komposisi, sudut pengambilan,fokus, dsb. Kedatangan legitimasi penghargaan seberapa bagus atau buruk karya foto paling jujur dikembalikan lagi kepada publik. Mampukah foto tersebut berkomunikasi kepada penikmatnya sampai menyentuh relung emosi? Jika ia, disanalah esensi pengakuan paling berarti penghargaan dari sebuah foto. Dengan begitu setiap pecinta fotografi tahu jika nilai karyanya mampu berperan sebagai pelipur lara, empati, bahkan menuntun kepada simpati terhadap cerita lain tentang kehidupan.

FOTOGENIAL EDISI PELIPUR LARA DESEMBER 2015

14


FAJAR : Siswa SDN Kwanyar Barat Yang berlatih Hormat Untuk Gerak Jalan Tahunan Untuk Memperingati HUT-RI | Fotografer : N.P.I

FOTOGENIAL EDISI PELIPUR LARA DESEMBER 2015

15


FOTOGENIAL EDISI PELIPUR LARA DESEMBER 2015

16


FOTOGENIAL EDISI PELIPUR LARA DESEMBER 2015

17


AYO DIPERHATIKAN : Bu Guru Yang Mencontohkan Cara Hormat Yang Benar Kepada Salah Satu Muridnya Bernama Agus | Fotografer : N.P.I

FOTOGENIAL EDISI PELIPUR LARA DESEMBER 2015

18


GERUDUK : Siswa SD Yang Sedang Asik Bermain Sampai Jatuh Kelantai Disaat Jam Istirahat Sedang Berlangsung di Sekolah | Fotografer : N.P.I

FOTOGENIAL EDISI PELIPUR LARA DESEMBER 2015

19


FOTOGENIAL EDISI PELIPUR LARA DESEMBER 2015

20


LIRIK : Siswi SD Yang Sedang Membopong Banyak Tas Keluar Kelas Entah Apa Yang Akan ia Lakukan Dengan Tas-Tas Itu | Fotografer : N.P.I

FOTOGENIAL EDISI PELIPUR LARA DESEMBER 2015

21


FOTOGENIAL EDISI PELIPUR LARA DESEMBER 2015

22


BREM-BREM : Rama dan Teman-Temannya Asik Bermain diatas Motor Sambil Membanyangkan Motor Itu Bisa Mereka Naiki di Jalan | Fotografer : N.P.I

FOTOGENIAL EDISI PELIPUR LARA DESEMBER 2015

23


FOTOGENIAL EDISI PELIPUR LARA DESEMBER 2015

24


FOTOGENIAL EDISI PELIPUR LARA DESEMBER 2015

25


NYLIMUR : Siswa SD yang Memanjat Tembok Sekolah Untuk Keluar Dari Sekolah Saat Jam-Jam Pelajaran Masih Berlangsung | Fotografer : N.P.I

FOTOGENIAL EDISI PELIPUR LARA DESEMBER 2015

26


FOTOGENIAL EDISI PELIPUR LARA DESEMBER 2015

27


KAKI BIDADARI : Dua Bocah SD yang Memakai Sepatu Bercorak Cerah Sedang Melihat Latihan Paduan Suara Di Ruangan Sekolah | Fotografer : N.P.I

FOTOGENIAL EDISI PELIPUR LARA DESEMBER 2015

28


SEANDAINYA SAJA : Sepasang Lelaki Dan Perempuan Yang Kelelahan Setelah Mengajar Siswa SD Sedang Istirahat Bersama - Sama | Fotografer : N.P.I

FOTOGENIAL EDISI PELIPUR LARA DESEMBER 2015

29


FOTOGENIAL EDISI PELIPUR LARA DESEMBER 2015

30


FOTOGENIAL EDISI PELIPUR LARA DESEMBER 2015

31


Potret Marginal

M

encermati terbitan Fotogenial mulai edisi perdana hingga keempat, ada salah satu corak khas yang dapat saya tangkap dari setiap foto yang disajikan. LPM Spirit Mahasiswa selaku redaksi seolah mendefinisikan setiap tema yang diangkat melalui potret kaum marginal. Alhasil, sosok terpinggirkan dan jauh dari ingar bingar metropolitan senatiasa menghiasi halaman Fotogenial. Imbasnya, Madura sebagai tempat bernaung redaksi Fotogenial secara bersamaan akan dimaknai sebagai daerah marginal. Lantas, apakah Fotogenial bermaksud mendekonstruksi pemaknaan atas Madura? Diane Arbus pernah mengatakan, “I really believe there are things nobody would see if I didn’t photograph them.” Jika saja tidak ada satu sumber foto pun tentang Madura, bagaimana orang akan tahu tentang Madura? Dan jika tidak ada satu sumber foto pun yang menggambarkan marginalisasi Madura bagaimana orang akan tahu bahwa daerah ini benar-benar masih terpinggirkan? Mengacu pada ungkapan Diane Arbus di atas, saya melihat bahwa Fotogenial tidak hendak menguatkan stereotip Madura sebagai daerah marginal. Justru sebaliknya, Fotogenial merekam realitas sosial Madura dan menyajikannya dalam bingkai artistik yang mengandung sisi human interest. Kalau saya gunakan bahasa Diane Arbus, kalimatnya akan menjadi begini: “I really believe there are things nobody would see about Madurese reality if I didn’t photograph them”. Menarik bukan? Upaya menyajikan realitas namun membingkainya dengan kaca mata humanis. Begitulah yang saya tangkap dari keseluruhan potret masyarakat Madura di setiap edisi Fotogenial. Tidak terkecuali edisi keempat kali ini. Potret anak-anak pinggiran Madura mampu menarik perhatian penontonnya, bukan karena kasihan atau miris. Kesan yang muncul justru perasaan gemas, bangga, dan kagum. Di tengah keterbatasan mereka tetap gembira dan semangat bersekolah; tidak jauh berbeda dengan anak-anak metropolitan seusianya. Disinilah titik temu yang semestinya dipahami. Bahwa mengabadikan momen ibarat sebuah kewajiban. Salah satunya melalui media foto. Foto mampu menjadi bukti empirik; dia akan bercerita tentang ruang dan waktu dari potret yang terekam di dalamnya. Pencitraan Madura sebagai pulau yang tak lagi marginal tak lantas memaksa kita mereka objek untuk dibidik. Because nobody would see about Madurese reality if I didn’t photograph them.

FOTOGENIAL EDISI PELIPUR LARA DESEMBER 2015

32


BOLA JOGET HIJAU : Sepasang Anak Perempuan Sedang Fokus Berlombam Bola Joget Untuk Memperingati HUT-RI Di Desa Mereka | Fotografer : N.P.I

FOTOGENIAL EDISI PELIPUR LARA DESEMBER 2015

33


BOLA JOGET MERAH : Sepasang Anak Laki-Laki Sedang Fokus Berlombam Bola Joget Untuk Memperingati HUT-RI Di Desa Mereka | Fotografer : N.P.I

FOTOGENIAL EDISI PELIPUR LARA DESEMBER 2015

34


FOTOGENIAL EDISI PELIPUR LARA DESEMBER 2015

35


P

Trauma Kapitis Dalam Foto

ahit atau manis perjalanan hidup manusia dianggap biasa. Sebab begitu makhluk dikatakan hidup, berbagai permasalahan dan probabilitas masa depan akan mengiringi. Uniknya seberapa besar prioritas ambisi untuk meraih masa depan agar sesuai harapan selalu dibangun dari masa lalu. Setidaknya pada rangkaian cerita masa lalu telah membuka sejuta lembaran harapan lagi dari masa lalu sebelumnya. Begitupun seterusnya, temasuk keberadaan kita hari ini. Setiap detik dari waktu yang terlampaui juga akan menjadi masa lalu bagi esok. Namun, adakalanya ketika melewati momen tertentu timbul keinginan untuk menyimpan, mengabadikan, dan menyembunyikannya sebagai kenangan. Salah satu media paling umum untuk merekam memori kenangan masa lalu tersebut melalui foto. Cukup satu sentuhan klik atau harus dibuat rumit oleh serangkaian seting perangkat seperti Iso, Diafragma, Fokus, atau istilah-istilah fotografi lain dalam mengabadikan momen, itu soal pilihan. Sebab tingkat kualitas foto sebenarnya tidak bisa mengurangi dan menambahi nilai kenangan dari momen yang telah terlewat. Meski bagi orang lain kualitas gambar dimaknai berbeda apabila tanpa diikuti narasi lengkap. Karena foto memiliki keindentikan sifat seperti gambar. Foto bisa berperan sebagai bahasa universal penuh interprestasi sepersekian detik dari momen terabadikan. Sedangkan muatan kenangan dibawanya akan tetap tersimpan abadi melalui balutan perasaan jiwa, berbahasa hati. Hingga mustahil dapat ditransformasikan penuh kepada orang lain. Inilah mengapa semakin usang usia foto akan memiliki arti tersendiri bagi pemiliknya. Pada bingkai atau frame foto lama selalu memanggil kerinduan manusia. Hasrat bernostalgia seperti ini mampu mengungkit kembali pemantik nafsu bercerita dari keadaan paling berkesan di masa lalu. Entah cerita kenangan itu mengalir bebas atau malah tergagap-gagap. Semua tergantung bagaimana kekuatan si pencerita menerjemahkan ulang dari foto. Sampai disini nilai yang tidak bisa diingkari dari sebuah kenangan foto-tua adalah mencerminkan bagaimana dramatisnya perubahan kebudayaan di masyarakat. Misalkan gaya hidup, saya pilih ini karena paling gampang untuk dirasakan. Pembuktian secara sederhananya apabila disandingkan antara foto lama dan foto kekinian. Cermati betapa jauh perbedaan gaya hidup itu setelah berselang oleh sekat ruang dan waktu. Entah dari cara berpakaian, tradisi, nilai, norma, serta asimilasi budaya populer yang menjalar ke ruang privat. Fleksibelitas waktu juga membawa konsekuensi lain berupa pembelokan kenangan. Seperti timbulnya kebencian dari foto lama setelah melewati konflik diwaktu tertentu tanpa penyelesaian atau kata maaf. Goresan luka sisa konflik seperti ini telah menggiring naluri manusia berkehendak menanggalkan semua momen berkaitan. Contohnya foto bersama pasangan hidup, namum malah melakukan penghiatanan selingkuh. Membiarkan kenangan hilang tertelan waktu umum dianggap sebagai penawar terapi terbaik memulihkan keadaan. Ingatan rasa sakit hati dari orang bekas orang tercinta terlampau kuat untuk membuat dada sesak. Apalagi saat dikorek kembali kenangan tersebut lewat lembaran foto. Ketertautan foto dan kenangan pahit selain merobek luka lama juga berpotensi menumbuhkan kesakitan baru. Sementara hari ini hampir setiap orang ramai-ramai sepakat untuk berfoto ria bila melewatkan momen baru. Entah itu penting, konyol, atau sekedar iseng tetap dilakukan. Seolah bagian dari ritual tren budaya manusia kekinian. Apalagi gerakan demikian didukung kemudahan akses serta ketersediaan fasilitas kepemilikan kamera. Imbasnya esensi foto sebagai penyimpan kenangan menjadi murah. Berdasarkan jumlah telah terlalu banyak, sampai-sampai membutuhkan penyimpanan di dunia maya. Nilai foto telah bertransformasi diri bergeser menjadi ajang kompetisi ngeksis di dunia maya. Tidak peduli seberapa penting atau bernilai bagi publik tetap saja disebarkan luaskan. Jika sudah demikian, bagaimanakah kiranya generasi mendatang memaknai foto sebagai kenangan saat foto kita saat ini dijadikan media penyombongan diri?

FOTOGENIAL EDISI PELIPUR LARA DESEMBER 2015

36


SUSAH SELFIE : Sekumpulan Reporter Media Massa Yang Berfoto Diatas Kapal Motor Nelayan Saat Meliput Perlombaan Perahu Layar | Fotografer : N.P.I

FOTOGENIAL EDISI PELIPUR LARA DESEMBER 2015

37


FOTOGENIAL EDISI PELIPUR LARA DESEMBER 2015

38


FOTOGENIAL EDISI PELIPUR LARA DESEMBER 2015

39


PERAHU LAYAR : Salah Satu Peserta Lomba Perahu Layar Sampan Di Desa Kwanyar Barat Bangkalan Madura Saat Beradu kecepatan | Fotografer : N.P.I

FOTOGENIAL EDISI PELIPUR LARA DESEMBER 2015

40


FOTOGENIAL EDISI PELIPUR LARA DESEMBER 2015

41


AYO MAKAN : Lomba Makan Kerupuk Yang diadakan Warga Desa Kwanyar Barat Untuk Memperingati HUT-RI Pada Malam Hari | Fotografer : N.P.I

FOTOGENIAL EDISI PELIPUR LARA DESEMBER 2015

42


ASIK : Dua Siswi SD Begitu Riang Saat Mengetahui Mereka Akan di Foto Dan Sempat Bergaya Ala Kadarnya Sambil Malu-Malu | Fotografer : N.P.I

FOTOGENIAL EDISI PELIPUR LARA DESEMBER 2015

43


FIKRI : Bocah Yang Sedang Kebinggungan Disuatu Sore Sambil Bersandar Ditembok Samping Rumah Kepala Desa Kwanyar Barat Madura | Fotgrafer : N.P.I

FOTOGENIAL EDISI PELIPUR LARA DESEMBER 2015

44


NAYA CERIA : Bocah Bernama Naya Yang Selalu Ingin Di Foto Tanpa Mau Melihat Hasil Fotonya Karena Malu Sendiri | Fotografer : N.P.I

FOTOGENIAL EDISI PELIPUR LARA DESEMBER 2015

45


SUMRINGAH RAFI : Bocah Kwanyar Barat Yang Hadir Untuk Menonton Lomba Perahu Layar Sampan Di Kwanyar Barat | Fotografer : N.P.I

FOTOGENIAL EDISI PELIPUR LARA DESEMBER 2015

46


FOTOGENIAL EDISI PELIPUR LARA DESEMBER 2015

47


GELAK-TAWA : Foto Dua Bocah SD Sedang Istirahat Sekolah Sembari Bemain Menaiki Tiang Panggung Bekas Acara Musik Semalam | Fotografer : N.P.I

FOTOGENIAL EDISI PELIPUR LARA DESEMBER 2015

48


FOTOGENIAL EDISI PELIPUR LARA DESEMBER 2015

49


Moment & Setting

S

aya sering mendengar teori mainstream tentang fotografi: fotografer yang baik adalah yang mampu mengabadikan momen. Di sisi lain, ada juga yang menyatakan keberhasilan sebuah foto dinilai berdasarkan kreatifitas setting, seperti pengaturan cahaya, properti pendukung, dsb. Kedua teori ini bagi saya mengandung kontradiksi: teori pertama mengedepankan natura, sementara yang kedua lebih berpijak pada setting (selanjutnya, “setting” akan saya sebut sebagai pencitraan). Saya memang sengaja menuliskan kata “pencitraan” dalam kurung tersendiri. Selain sebagai keterangan tambahan, sebenarnya saya ingin menegaskan secara sembunyi-sembunyi: bahwa foto yang meributkan hal teknis seolah tidak puas dengan natura, sehingga perlu mencitrakan dirinya lewat “setting” atau “framing”. Kembali pada tema ‘Pelipur Lara’ yang diangkat Majalah Fotogenial edisi kali ini. Bagi saya, momen pelipur lara akan berbeda dengan setting pelipur lara. Jika saja tema pelipur lara direfleksikan melalui potret para penari dengan kostum artistik sedang tersenyum manis pada kamera, kesan yang dirasakan penikmat foto dalam majalah ini pasti akan berbeda. Gambar penari seperti ini bukan lagi menempatkan seorang fotografer kreatif dalam mendefinisikan pelipur lara. Dia terlalu mainstream, bahwa pelipur lara adalah yang di-setting untuk tersenyum dan menghibur. Alhasil, menjadi pekerjaan sukar ketika kita ditantang untuk memvisualisasikan pelipur lara melalui karya foto. Bagaimana caranya menangkap momen pelipur lara—sementara sang pelipur lara itu sendiri hanyalah tokoh buatan? Itu berarti tidak pernah ada momen pelipur lara yang benar-benar momen (alamiah). Saya cukup menghargai upaya redaksi Fotogenial mengambil frame ekspresi anak-anak sebagai tokoh utama pelipur lara. Sekilas, kita akan berpikir apa menariknya memandang foto bocah-bocah ingusan dari daerah pinggiran? Tidak ada satu tanda pun yang mencirikan kalau mereka adalah penghibur. Benarkah? Dalam kehidupan sehari-hari, seringkali kita berjalan kian jauh hingga mengabaikan yang dekat. Ketika kita butuh hiburan, kita hanya terfokus kemana tempat hiburan paling seru—tanpa kita sadari tempat hiburan adalah bagian dari setting. Menyaksikan ekspresi anak-anak, kepolosan, kesederhanaan, hingga kejailan mereka adalah segala momen tanpa tendensi setting dan pecitraan. Semua ekspresi mereka murni, menggemaskan, dan membuat kita terhibur—sekalipun yang nampak adalah potret anak menangis minta dibelikan permen. Ekspresi anak-anak menjadi momen paling subjektif bagi setiap orang. Begitu melihat potret anak-anak, kita seperti bernostalgia mengingat kekonyolan kita di masa kanak-kanak. Hal inilah yang kemudian bagi saya menjadi pilihan strategis redaksi Fotogenial untuk mendefinisikan pelipur lara dalam bingkai fotografi. Segalanya menjadi murni menghibur tanpa stimuli buatan: tidak ada setting, framing, atau image building.

FOTOGENIAL EDISI PELIPUR LARA DESEMBER 2015

50


SESOBEK SERAGAM : Bocah SD yang Tak Tau Kalau Celananya Sobek Saat Belajar Olaraga Di Depan Teman-Temanya Dan Gurunya | Fotografer : N.P.I

FOTOGENIAL EDISI PELIPUR LARA DESEMBER 2015

51


FOTOGENIAL EDISI PELIPUR LARA DESEMBER 2015

52


FOTOGENIAL EDISI PELIPUR LARA DESEMBER 2015

53


SUDAHLAH : Naya Lagi-Lagi Ingin di Foto Tanpa Memperhatikan Kesibukan Teman-Temanya Dibelakangnya Antri Jabat Tangan | Fotografer : N.P.I

FOTOGENIAL EDISI PELIPUR LARA DESEMBER 2015

54


POWER-RANGERS : Lima Bocah Kwanyar Barat Yang Ingin Foto Sampai Berebut Walaupun Akhirnya Di Foto Layaknya Power Rangers | Fotografer : N.P.I

FOTOGENIAL EDISI PELIPUR LARA DESEMBER 2015

55


FOTOGENIAL EDISI PELIPUR LARA DESEMBER 2015

56


FOTOGENIAL EDISI PELIPUR LARA DESEMBER 2015

57


Kami Ini

I

ndonesia, negara bersih, kaya dan penuh dengan keajaiban. Kita mulai masa kecil dengan segala cerita tentang kebesaran serta kekudusan dari masa lalu yang sebenarnya telah hilang jauh sebelum aku dilahirkan. Kami tersenyum dan tertawa karena peluh tangis orang-orang yang telah mati. Lalu kita tumbuh dalam cerita baru serta kenyataan yang memaksa kita untuk menertawai perilaku bodoh badut-badut kerdil yang mengaku terpelajar. Kami tersenyum dan tertawa dalam sebuah potret, kami tertawa dalam gambar yang dibuat dari ciptaan manusia. Kami tertawa bukan karena sepenuhnya bahagia, kami tertawa sekedar menghibur diri, kami tertawa untuk sebuah pelipur lara. Kami, bangsa Indonesia adalah kumpulan orang-orang hebat yang masih bisa tertawa ditengah kemunafikan para pemburu rente. Apa boleh buat, kami hanyalah anak kecil yang dipaksa menjadi dewasa sebelum waktunya, dewasa sejak dini. Kami anak-anak yang terasing dirumah sendiri. Kepentingan kami tergantikan dengan sistem yang mengikat, mesin pencetak robot. Kami penghuni pulau kecil yang terkenal karena garam dan tembakau, manusia mungil yang bahkan tidak diperhitungkan oleh wakil kami, mereka manusia yang dipilih oleh orang-orang yang mengaku sudah dewasa. Sedangkan kini kami dipaksa menertawai kejadian-kejadian yang sama sekali tidak lucu, dimana kaum terpelajar justru saling menyalahkan, menghujat, memaki dan banyak berbicara seolah mereka adalah prima kausa. Tapi kami tetap tersenyum dan memaafkan, karena kami adalah bangsa Indonesia. Sedikit mengutip perkataan dari Pramoedya Ananta Toer dalam salah satu bukunya �jangan pernah mendewakan dewa yang bersemayan dalam tubuh manusia, suatu kali kau akan kecewa karena anggapanmu sendiri�. Aku tidak tau apakah jaman dulu telah ada kejadian seperti saat ini, maksudku kejadian aneh �papa minta saham� atau koruptor yang bebas berkeliaran dan dengan tersenyum melambaikan tangan ke kamera televisi. Yang menjadi masalah adalah, tidak sulit menemukan kejadian semacam itu di negeri yang indah ini. Foto hanyalah gambar yang diambil sepersekian detik dari sepenggal kehidupan kami. Ia hanya representasi, kami bukan tukang akting yang konsisten, mungkin karena itu hanya sebuah foto. layaknya manusia pinggiran yang merasa asing di negeri kami, karena kami tak diajak berbicara layaknya orang asing di negeri ini atau karena mereka membayar lebih, sedangkan kami tidak, entah karena mereka memilih memakai jas dan dasi, sedangkan kami hanya berbalut kain lusuh yang kusam terlindas jaman. Itulah negeri kami, negara Indonesia yang katanya sudah 70 tahun merdeka. sedangkan Kami tidur diatas empuknya tumpukan hutang negara. sambil dicumbu sistem rimba. Inilah kami, manusia kerdil yang dibebani egoisme pemimpin-pemimpin serakah. Kami adalah manusia jenius, karena kami mampu membohongi diri kami dengan setetes pelipur lara.

FOTOGENIAL EDISI PELIPUR LARA DESEMBER 2015

58


FOTOGENIAL EDISI PELIPUR LARA DESEMBER 2015

59


MANDI DI SUMBER : Bocah Desa Yang Asik Mandi Di Sebuah Sumber Air Yang Berdekatan Dengan Tempat Pembuangan Sampah | Fotografer : N.P.I

FOTOGENIAL EDISI PELIPUR LARA DESEMBER 2015

60


FOTOGENIAL EDISI PELIPUR LARA DESEMBER 2015

61


SELURUP : Salah Satu Bocah Desa Yang Asik Mandi Di Sebuah Sumber Air Yang Berdekatan Dengan Tempat Pembuangan Sampah | Fotografer : N.P.I

FOTOGENIAL EDISI PELIPUR LARA DESEMBER 2015

62


RIANG-GEMBIRA : Bocah Desa Yang Asik Mandi Di Sebuah Sumber Air Yang Berdekatan Dengan Tempat Pembuangan Sampah | Fotografer : N.P.I

FOTOGENIAL EDISI PELIPUR LARA DESEMBER 2015

63


FOTOGENIAL EDISI PELIPUR LARA DESEMBER 2015

64


KHOLIL : Peserta Lomba Balap Karung Desa Kwanyar Barat Bangkalan Madura Yang Hampir Jatuh Karena Karungnya Jebol | Fotografer : N.P.I

FOTOGENIAL EDISI PELIPUR LARA DESEMBER 2015

65


FOTOGENIAL EDISI PELIPUR LARA DESEMBER 2015

66


MELESET : Salah Seorang Pemuda Desa Yang Pusing Kepalanya Saat Mengikuti Lomba Putar Bola Yang Diadakan Warga Desa Kwanyar | Fotografer : N.P.I

FOTOGENIAL EDISI PELIPUR LARA DESEMBER 2015

67


FOTOGENIAL EDISI PELIPUR LARA DESEMBER 2015

68


HASBIH : Ibu dan Anaknya Bernama Hasbih Yang Sedang Melihat Proses Pembuatan Kerajinan kerang Di Desa Kwanyar Barat Bangkalan | Fotografer : N.P.I

FOTOGENIAL EDISI PELIPUR LARA DESEMBER 2015

69


INFOGENIAL KIRIMKAN KARYA FOTO ANDA UNTUK EDISI FOTOGENIAL 5 DENGAN TEMA PEREMPUAN MADURA SYARAT DAN KETENTUAN : 1. Foto yang dikirimkan hanya dalam bentuk digital. 2. Foto yang dikirim belum pernah di publis di media 3. Minimal jumlah foto yang dikirimkan 3 4. Dimensi terpanjang minimal 1024 piksel 72 dpi 5. Ukuran fisik berkas setiap foto maksimal 10 Mb 6. Tidak diperkenankan menambahkan bingkai/ latar belakang/ tulisan (watermark) dalam bentuk apapun. 7. Modus foto berwarna atau duotone (misal: hitam putih) 8. Foto tidak mengandung materi SARA atau pornografi 9. Pengirim foto melampirkan CV/ biodata 10. Batas waktu pengiriman foto maksimal 16 Januari 2016 11. Foto dapat dikirimkan via e-mail (spriritmahasiswa.lpm@gmail.com) atau langsung di serahkan ke sekber UKM Spirit Mahasiswa

KENAPA HARUS MENGIRIM FOTO KE MAJALAH FOTOGENIAL? Fotogenial sebagai salah satu majalah yang terlahir dari lingkungan akademik mencoba menggali sisi lain kehidupan masyarakat khususnya Madura. Output riilnya bisa dinikmati langsung pada setiap bidikan frame foto di Majalah. Jauh sebelum itu redaksi beserta seluruh tim bekerja keras melakukan berbagai filterisasi agar sesuai tema. Tantanganya selain terletak pada konteks penyesuaian tema majalah, tetapi wajib mencerminkan nilai ataupun saksi sejarah pada masanya. Jadi ketika sebuah hasil karya foto sudah termuat di Fotogenial, foto tersebut sama halnya dimasukkan dalam arsip untuk diabadikan bersama deretan karya lain. Seiring perjalanan waktu dan jumlah terbitan tentu semakin menaikkan kepopuleran dan kredibelitas majalah Fotogenial. Dikemudian hari bukan mustahil seandainya lima sampai sepuluh tahun kedepan hasil foto-foto dokumentasi majalah Fotogenial dijadikan sebuah rujukan literasi perkembangan foto Khususnya di Madura dan Umumnya di Indonesia.

@Lpmsm | @WartaUTM Warta Kampus Universitas Trunojoyo Madura

FOTOGENIAL EDISI PELIPUR LARA DESEMBER 2015

70

Spiritmahasiswa.trunojoyo.ac.id Spiritmahasiswa.lpm@gmail.com


NYAM-NYAM : Pak Fud Yang Asik Istirahat & Menikmati Makan Roti Saat Kerja Bakti Membuat Layar Perahu Untuk Lomba Perahu | Fotografer : N.P.I

FOTOGENIAL EDISI PELIPUR LARA DESEMBER 2015

71


FOTOGENIAL EDISI PELIPUR LARA DESEMBER 2015

72


TAWA BOCAH SEKOLAH : Keriangan Bocah SD yang Sedang Berlari Sambil Melompat-Lompat Saat Jam Istirahat Sedang Berlangsung | Fotografer : N.P.I

FOTOGENIAL EDISI PELIPUR LARA DESEMBER 2015

73


GELAK GEMBIRA : Keriangan Bocah SD yang Sedang Berlari Sambil Melompat-Lompat Saat Jam Istirahat Sedang Berlangsung | Fotografer : N.P.I

FOTOGENIAL EDISI PELIPUR LARA DESEMBER 2015

74


PILAH-PILAH : Seorang Pemuda Desa Yang Memilah Kerang Setelah Mencari Di Bibir Pantai Untuk Dibuat Kerajinan Kerang Lalu Menjualnya | Fotografer : N.P.I

FOTOGENIAL EDISI PELIPUR LARA DESEMBER 2015

75


FOTOGENIAL EDISI PELIPUR LARA DESEMBER 2015

76


LEMBAGA PERS MAHASISWA SPIRIT MAHASISWA Edisi

4

MAJALAH

FOTOGENIAL Lembaga pers mahasiswa spirit mahasiswa

Pelipur Lara Fotogenial Edisi ke'empat

Fotogenial Edisi Perdana

FOTO GENIAL BUKAN SEKEDAR PESAN VERBAL

Fotogenial Edisi kedua

Fotogenial Edisi ketiga

SPIRITMAHASISWA.TRUNOJOYO.AC.ID


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.