Buletin kecubung Edisi Sastra Phobia

Page 1

Biar Aku Mabuk Aksara

Spiritmahasiswa.trunojoyo.ac.id @Lpmsm & @WartaUTM


Salam Redaksi

Salam Pers Mahasiswa!

SUSUNAN REDAKSI BULETIN KECUBUNG Edisi IV Diterbitkan Oleh: LPM Spirit Mahasiswa UTM

Pelindung Rektor Universitas Trunojoyo Madura Dr. Drs. Ec. H. Muh. Syarif, M.Si Pembina: Ihsanuddin, S.P, M.P

Pimpinan Umum: Mustaji

Pimpinan Redaksi: Ike Dewi Lestari

Layouter: R. F. Ningsih

Alamat Redaksi: Sekber UKM Universitas Trunojoyo, Jl. Raya-Telang PO.BOX.02 Kamal Bangkalan

E-mail: spiritmahasiswa.lpm@gmail.com

1

angan menganggap sastra anak itu membosankan dan tidak menarik jika belum membaca cerita anak dari Ceko. Kalau biasanya kita menjumpai setan sebagai tokoh jahat yang memiliki kekuatan besar, pengarang-pengarang asal Ceko justru membalikkan fakta tersebut. Setan tak lagi jahat, tak lagi menakutkan, bahkan manusia mampu membodohi setan demi kesejahteraan hidup. Seakan-akan pengarang berusaha menyampaikan bahwa manusia sebagai korban dari iblis harus melakukan kejahatan yang lebih agar si iblis tak lagi merasa hebat. Penikmat sastra yang baik, pasti tak akan merendahkan sastra dari golongan tertentu, apalagi hingga mengadili sastra bukan bakat dan minatnya. Sastra bukan sekedar tulisan mendayu-dayu yang dipenuhi dengan kata-kata senja, mentari, rembulan atau penuh hal-hal berlebihan. Dibalik itu semua, sastra mengandung simbol-simbol tertentu yang tak pernah jauh dari kehidupan kita. Intinya, sastra tak pernah lepas dari kehidupan, semua orang pasti pernah melakukan sesuatu yang berhubungan dengan sastra. Kecubung edisi IV mengajak kita untuk mengetahui semua itu secara lebih detail. Termasuk menambah referensi puisi dan cerpen. Apabila kalian bukan orang-orang yang memiliki gejala sastra phobia, silahkan menulis dan bergabung dengan kecubung edisi selanjutnya. Seperti yang dikatakan Imam AlGhazali,� Kalau kamu bukan anak raja dan engkau bukan anak ulama besar, maka jadilah penulis!� (Red).

KECUBUNG_Biar Aku Mabuk Aksara


Daftar Isi

Daftar Isi Salam Redaksi........................................................................................................................ 1 Daftar Isi.................................................................................................................................2 Puisi Mahasiswa Aku, Dia, dan Kejora..................................................................................................3 Detik Waktu..............................................................................................................4 Puisi Tepi Kali....................................................................................................................5 Cerpen Membeli Ayah...........................................................................................................6 Teror..........................................................................................................................8 Si Kasi Pidsus...........................................................................................................11 Esai Gejala Sastra Phobia................................................................................................14 Setan Yang Tak Selalu Jahat.....................................................................................15 Prominent Figure..................................................................................................................18

Buletin Kecubung edisi selanjutnya menerima segala tulisan berupa Cerpen, Puisi, & Esai yang diterbitkan. Dengan Tema : Sastra & Perempuan Untuk Syarat Mengirim Tulisan Bisa Kunjungi Website LPM Spirit Mahasiswa Spiritmahasiswa.trunojoyo.ac.id KECUBUNG_Biar Aku Mabuk Aksara

2


Puisi Mahasiswa

Detik Waktu Demi detik waktu yang tersisa Hilangkanlah segala keresahan Keraguan yang menggema dalam jiwa Kelumpuhan akal yang menggetarkan Demi detik waktu Goreskanlah pena tuk melukis indah Mengukir cita penuh haru Tanpa ada perasaan gundah Dan demi detik waktu Jadilah kau kaum yang unik Dengan segudang ilmu Sejuta harapan yang menarik Tanpa mengenal kata-kata semu Demi detik waktu Raihlah segala cita Gapailah seluas samudera Dengan sorot mata yang peka Dengan hela napas yang lega

Alimah Sastra Inggris

KECUBUNG_Biar Aku Mabuk Aksara

3


Puisi Mahasiswa

Aku, Dia, dan Kejora Aku berdiri disini, di tanah ini Hembus angin masih menari Tetap pada udara pagi berseri Aku bersama dia, dan sepi Disini sudah senja bukan? Jangan pergi, tetap disini Bersama diri memahat pelangi Tetap tinggal, jangan lari Aku merindukan pelangi senja Kecup manis mesra penuh cinta Kilau aurora di kelopak mata Aku masih bersama dia sampai senja Jingga ini masih milik kita Namun belum puas aku bermanja Aku ingin bersamanya bersama dia Selalu selamanya bersama berdua Tuhan berpihak pada kita bukan ? Tetap disini sampai bintang kejora Menjadi orang ketiga diantara kita Sampai kita bersama menutup mata

Qory Nadhira Salam Sastra Inggris

4

KECUBUNG_Biar Aku Mabuk Aksara


Puisi

Di Tepi Kali

Kini dia padam, lalu raib Sementara. Lalu ingatan Mengekalkan yang runduk. Di sana, ia menyala, bahkan ketika kau sia atau kecewa. Ketika kau Lupa, mencatat yang tiada Saya tahu, suara yang ditanam tak tumbuh disitu. Tapi kami mendengarmu mengaji, seperti lupa yang rahasia Surabaya 2015.

Timur Budi Raja, Lahir di Bangkalan, 01 Juni 1979. Puisi-puisinya menjadi bagian dalam beberapa himpunan puisi bersama. Sebagai konstributor pemikiran di Komunitas Tikar Merah (Surabaya) dan Komunitas Rabo Sore (Surabaya). Kini menjabat sebagai direktur di Rumah Akar Literasi (Bojonegoro).

5

KECUBUNG_Biar Aku Mabuk Aksara


Cerpen ***

Membeli Ayah Ada hasil yang terus menyisakan ingin. Ada ingin yang tak kunjung membuahkan hasil. Rasarasanya, kehidupan tak pernah lepas dari dua rumus itu. Hasrat manusiawi menuangkan kemudahan dan rintangan yang memadukan keduanya pada siklus ketidakpuasan. *** Pangkal kepala Tatik selalu terasa berat ketika Laras menagih permintaan yang sejak kemarin diulang-ulang entah sudah berapa kali. Anak sematawayangnya itu tak henti-hentinya minta dibelikan seorang ayah. Sungguh permintaan yang membuat Tatik tak enak makan. Sejak lahir hingga sekarang usia Laras memasuki lima tahun, ia selalu mampu menuruti segala permintaan buah hatinya. Hidup seorang diri dalam keseharian tak membuatnya kekurangan. Rumah megah dan halaman luas, sudah lebih dari cukup untuk Tatik dan anaknya bermukim. Dengan pekerjaan yang tak terlalu menyibukkan, wanita berkulit kuning langsat dengan rambut sebahu itu mampu mengurus Laras seorang diri, tanpa menyewa pembantu. Tumbuhlah Laras sebagai bocah manja. Jajanan, mainan, dan segala fasilitas yang diminta Laras selalu terpenuhi. Namun, rupanya tabungan dan segala harta yang dimilikinya seakan tak bernilai, tak berguna untuk mememenuhi permintaan Laras kali ini. “Kapan Ma? Laras ingin seperti Doni dan teman-teman lain. Mama mereka baik, mau membelikan ayah?” “Nanti Laras akan punya ayah.” “Asiiik, nanti sore Ma? Kita beli ayah di mana?” “Iya nanti sore. Sekarang kamu nonton TV saja dulu, atau main dengan Elga yang baru dibeli saat kita jalan-jalan ke toko boneka kemarin.” KECUBUNG_Biar Aku Mabuk Aksara

Dulu, ketika masih sekolah, Tatik sering mendapat teguran dari sang ibu, tiap kali pulang larut malam. “Aku mengerjakan tugas kelompok yang harus dikumpulkan besok, Bu. Tak perlu khawatir, toh ada Lisa dan Ririn yang bisa Ibu hubungi kalau ponselku mati,” begitu selalu yang dikatakannya, menjawab teguran ibu. Alasan itu tak mendapat bantahan.Apalagi, Tatik selama ini mampu membuktikan hasil keuletannya mengerjakan tugas dan belajar. Sejak mengenakan seragam putih abu-abu, Tatik tak pernah keluar dari deretan lima besar siswa terpandai di kelas. Ibunya selalu menegakkan kepala tatkala mengambil rapor Tatik. Nyaris tiada lagi pertanyaan dan teguran muncul dari bibir ibu, saat beberapa kali Tatik kembali pulang berbarengan dengan berangkatnya kelelawar mencari makan.Namun, pada suatu ketika, Tatik sempat digigit gelisah.Rembulan yang sedikit tertutup awan mampu mengintip ketakutan pada raut mukanya.Sorotnya mengandung resah, seakan berkata jangan sampai ibu menaruh curiga, manakala ke p u l a n ga n nya m a l a m i t u d i a nta r m o b i l mewah.Lebih-lebih, pria yang ada di balik kaca mobil bukanlah muka-muka asing bagi ibu dan penduduk sekitar. Untung sajaia tak kurang akal. Dikatakannya seucap kalimat setelah menghela nafas dalam-dalam, sembari berpikir sejenak. “Om Rudi ini ayahnya temanku bu. Aku sudah bilang bisa pulang sendiri, tapi Om Rudi tidak tega melihatku pulang tanpa kawan semalam ini,” cetus Tatik sekenanya, sambil berlalu. Sandiwara Tatik cukup meyakinkan ibunya, hingga pada suatu pagi, beberapa pekan setelahnya, sang ibu mendapati perut anaknya makin membuncit. Tatik tak mampu berkelit.Kepalanya tertunduk lesu, kedua bola matanya tak kuasa menahan tangis yang segera tumpah, manakala pipi 6


Cerpen mulusnya menerima tamparan tangan kiri ibu.

kebahagiaan bisa dirasakan ketika ada uang tersedia

“Ibu memang tak mampu memberimu untuk melampiaskan sebentuk keinginan. Dulu ia uang saku sebanyak uang yang didapat teman- berpikir, segalanya bisa terbeli asal memiliki uang. temanmu dari orang tuanya. Tapi ibu tak pernah Tapi semua yang ia pikir itu mentah oleh sebuah sekalipun mengajarkanmu mencari uang dengan cara permintaan yang sebelumnya tak pernah hina seperti ini, Nak. Sejak bapakmu meninggal, ibu dipikirkannya, uang tak mampu membeli ayah. Tatik merindukan ibunya yang tak pernah ia berusaha banting tulang sendirian, membiayai sekolah dan kehidupanmu selama ini, ibu bekerja temui lagi. Ia ingin menumpahkan resahnya. Ia ingin dengan halal Nak!” kucuran air mata mengiringi menerima tamparan keras dari tangan kiri ibu, seperti rintihan ibu yang menyelimuti udara rumah yang pernah mendarat pada pipi Tatik dulu. Ia ingin tamparan itu lebih keras, agar menghadirkan sederhana, di atas tanah sepetak itu. Tatik membeku, mengabaikan mentari kenyataan sesungguhnya bahwa ia sakit dan terus yang mulai beranjak menuju puncak langit. Hanya menyakiti diri, bahwa ia bodoh dan terus membodohi satu nama yang ada dipikirnya ketika ibu memintanya diri, bahwa ia lalai dan terus melalaikan diri. meninggalkan rumah untuk selamanya. Om Rudi, pria

Om Rudi yang biasanya masih sering

yang harus menanggung ini, batinnya. Tanpa berkunjung ketika si bocah terlelap, kini terkesan berkemas, ia melangkah ringkih bersama segenggam menghindar sejak Tatik menceritakan permintaan ponsel yang kemudian digunakannya menghubungi Laras. om Rudi. Tatik pergi. Meninggalkan rumah,

“Mestinya kamu sadar posisimu. Mana

meninggalkan ibu, meninggalkan sekolah dan teman- mungkin aku mengakui Laras. Kau hanya simpanan, temannya, meninggalkan keseharian dan memulai dan aku sudah memenuhi inginmu selama ini, bahkan memberi lebih dari kebutuhanmu sehari-hari. Apa keseharian baru. ***

kata orang-orang di luar sana jika mereka semua tahu

Meski sudah berlalu bertahun-tahun, apa yang kusembunyian selama ini? Jabatanku bisa ingatan akan kejadian itu terus menggelayut pada terancam!” pekik Om Rudi, sebelum akhirnya ia pergi kepala Tatik. Dulu,ia mengira kehidupan bisa berjalan malam itu, dan belum berkunjung lagi hingga saat ini. Tatik makin dirundung pilu, tiap hari mudah setelah Om Rudi bersedia menanggung segala kebutuhannya. Sejak berpisah dengan ibunya, Tatik anaknya mengajukan permintaan serupa. Sesal makin hidup berlimang harta. Rumah megah yang ia tempati membuncah dibenaknya. Terlebih, ketika akhir-akhir sekarang merupakan pemberian Om Rudi.

ini permintaan Laras makin tak bisa dicegah

“Aku hanya bisa menikahimu secara siri. rengeknya. Bocah manis itu mulai kerap meluapkan Asal perbuatan kita selama ini tak kau laporkan tangis ketika Tatik kembali menghadirkan janji-janji kepada anak dan istriku, semua bisa kupenuhi, dan berupaya mengalihkan pembicaran lantaran termasuk biaya pendidikan dan kehidupan janin seorang ayah belum jua terbeli untuk Laras. Hari ini, tepat sepekan sejak Laras dikandunganmu hingga ia dewasa kelak,” ucap Om Rudi kala itu.

mecetuskan keinginan mambeli ayah, Laras merajuk

Sejak saat itu, kiriman uang masuk ke tak terbendung. Ia mengurung diri di kamar seharian. rekening Tatik tak pernah telat. Dulu ia berpikir, Andi Tatik makin kalut setelah anaknya menolak berbicara memiliki banyak teman di sekolah dan hidup bahagia sepatah kata pun. Sejak pagi, berbagai makanan yang karena ia anak orang kaya. Dulu ia berpikir, disediakan juga tak tersentuh, bahkan ketika Tatik 7

KECUBUNG_Biar Aku Mabuk Aksara


Cerpen memaksa menyuapkan nasi pada bibir gadis ciliknya. bersama mama, kamu bisa melihatnya sekarang. Hanya tangis yang menyambut, sampai akhirnya Laras Ayah sudah menunggu di luar sana,” cetus Tatik pingsan dan harus dilarikan di rumah sakit.

sambil meraih anaknya untuk digendong kemudian,

***

bersama selang dan botol makanannya menuju jendela.

“Aku ingin ayah, Ma,” kalimat itu kembali

“Itu ayah. Laras bisa melihatnya?” dari balik

muncul seketika Laras membuka matanya, kali ini jendela ruangan yang terletak di lantai 8 rumah sakit permintaan itu terbata-bata.

itu, Tatik mengarahkan telunjuk pada jalanan yang

Semalam sudah Laras menginap di rumah tampak riuh. sakit, namun bujukan Tatik agar anaknya mau makan

“Terlalu jauh Ma. Mengapa ayah tidak

tak juga berhasil. Laras pun enggan berbicara, kecuali kemari?” kalimat itu saja yang muncul dari bibirnya, lirih. Hari

“Kita yang akan ke sana, Laras. Kamu siap

demi hari berlalu, kondisi gadis mungil itu makin bertemu ayah?” mengenaskan tatkala dokter memasukkan selang

“Tentu saja Ma, Laras senang sekali

melalui rongga mulut agar makanan bisa masuk, akhirnya Mama membelikan ayah untuk Laras.” setidaknya membantu Laras bertahan hidup. Desir

Braakkk!!

angin bersama sinar mentari pagi yang masuk melalui

Tubuh keduanya hancur manakala

celah jendela tak mampu memperbaiki suasana jiwa mendarat di jalanan. Sesaat kemudian orang-orang dan raga Tatik yang makin tak mengerti harus berbuat sibuk mencari penutup mayat dan darah yang apa.

membasahi sekitar, sebelum akhirnya polisi “Ma….”

memasang police line dan mengevakuasi jasad itu.

Rintih Laras yang terdengar samar di telinga Tatik, sempat membuat sinar kedua matanya Penulis : Muhammad Choirul Anwar lahir di memancar sumringah, sebelum akhirnya kembali Surabaya, 9 November 1992. Bergiat di LPM Perspektif FISIP Universitas Brawijaya. Karyanya layu ketika ia mendapati permintaan itu lagi. termuat di sejumlah surat kabar dan antologi “Laras bisa mendapat ayah setelah ini. Mari bersama.

Teror Fajar belum datang ketika seisi kampungku dikagetkan oleh kematian Mbah Wirlan. Bagaimana tidak heran, lelaki tua sebaik itu meninggal dalam keadaan yang sungguh memprihatinkan. Ia ditemukan tewas gantung diri di depan warungnya. Baiklah, sebenarnya aku yang pertama kali melihat mayatnya yang menggantung. Tepatnya pagi tadi ketika aku berencana membeli kopi sambil menunggu pagi, maklum saja karena aku sering terkena gangguan tidur. Lelaki sepuh itu pun telah hafal kebiasaanku. Seperti biasanya, jika ia melihatku

KECUBUNG_Biar Aku Mabuk Aksara

datang dari kejauhan, ia akan tertawa lebar menunjukkan gigi-gigi tuanya yang masih terjajar rapi. Sambil menyeduh kopi, ia pasti akan memutarkan radio tuanya dan mencari saluran kesukaannya. Campursari. Tapi pagi ini ketika aku datang, tak ada sambutan seperti biasanya kecuali mayat Mbah Wirlan yang telah tergantung dengan mata lebarnya yang membuka dan lidah yang menjulur panjang dari mulutnya. Leher rapuh itu dibelit kain sarung berwarna biru lusuh. Aku terkejut bukan main. Siapa 8


Cerpen yang menyangka lelaki tua bermata teduh itu akan membunuh dirinya sendiri? Ada rasa kehilangan yang dalam, termasuk kecewa pada sosok yang selama ini menemaniku begadang itu. Aku masih ingat ketika ia masih hidup. Pagi itu saat aku datang tepat jam tiga, ia hampir menutup warungnya karena pembeli telah sepi. Tapi melihatku datang, niat itu diurungkan dan ia tertawa lebar seperti biasa. ”Mau mencoba kopi terenak yang belum pernah kuhidangkan pada orang lain?” ”Apa saja yang mampu membuat tubuhku bertahan, mbah.” ”Bersiap-siaplah untuk kecanduan kopi spesial buatanku.” Ia selalu tertawa saat berbicara. Seakanakan itu telah menjadi ciri khasnya dari dulu. Lalu tangan tua itu mulai meraih toples kopi yang tersimpan rapi dalam laci paling bawah lemarinya. Agak heran juga karena di depannya masih ada setoples kopi yang isinya masih setengah. Seperti mengerti isi hatiku, ia lalu menjelaskan kalau kopi yang sedang dipegang hanya untuk konsumsi pribadi. Tak pernah ia berikan kecuali pada orang-orang yang dianggapnya spesial. Aku tersenyum, sedikit terharu karena ada yang mau menganggapku spesial. ”Karena kau pelanggan setia yang sering datang saat orang-orang sudah pergi.” ”Mbah Wirlan sendiri tidak pernah tidur ya?” ”Kau ini bodoh atau bagaimana? Kalau siang aku tidur, kan warungku buka jam tujuh lalu tutup jam sebelas.” Kami berdua tertawa. Harum kopi yang ia seduh mulai tercium, memang beda dengan biasanya. Aromanya seperti memiliki proporsi yang pas, begitu padat, hangat dan lembut. Beberapa lagu campursari mengalun merdu menemani pagi kami. Mbah Wirlan duduk di sampingku setelah meletakkan kopi spesialnya di meja depanku. Aku dapat mengamati mata tuanya. Terlihat sangat lelah namun dikelilingi otot-otot yang kuat. ”Mata kelelawar. Takut cahaya siang,” lagilagi perkataannya seperti tahu apa yang tengah muncul di benakku. Kemudian ia memejamkan mata, mungkin angannya diterbangkan lagu-lagu campursari itu ke masa mudanya. Entahlah. Tanganku meraih kopi di depanku. Biasanya Mbah Wirlan tak pernah menggunakan cangkir putih kecil saat menghidangkan kopi. Ah, mungkin karena kopinya spesial wadahnya pun harus spesial. Mulai kutempelkan mulut cangkir putih itu pada bibirku, 9

hidungku begitu terangsang oleh wangi kopi yang benar-benar baru dan menggairahkan tersebut. Aku menenggaknya perlahan. ”Kopi apa ini? Belum pernah kurasakan yang seenak ini. Kau luar biasa, mbah.” Ia hanya tertawa sambil tetap memejamkan mata. Benar-benar kopi yang luar biasa, aku mulai curiga Mbah Wirlan adalah titisan nabi Isa yang mampu mendatangkan makanan dari surga. Janganjangan kopi ini pun ia petik dari taman firdaus. Heran rasanya membayangkan lelaki tua yang membujang selama hidupnya ini memiliki bakat menjadi koki. Sekitar sepuluh menit ia membiarkanku terhanyut dengan kekasih kopi baruku, kemudian ia berdiri. Mengambil rokok dan korek lalu meletakkannya di depanku. ”Hari ini gratis. Mau makan nasi pecel juga?” ”Rugi rasanya kalau kesini tidak mencoba nasi pecel buatan Mbah Wirlan.” Seperti biasanya, ia tertawa ketika mendapat pujian. Lalu berdiri menuju dapur kecilnya. Suara radio tua itu masih mengalun, kakek itu menghampiriku dan menawariku masuk. Dapurnya kecil dengan dekorasi sederhana. Tak ada alat-alat modern, hanya tungku, kuali dan beberapa peralatan dapur tradisional yang tak kumengerti namanya. ”Belum pernah mencoba masakan yang dimasak dari kayu?” Aku menggeleng,”Mereka hanya hasil dari gas gemuk berwarna hijau dan biru.” Kakek itu tertawa untuk kesekian kalinya. Ia mulai mengatakan banyak hal tentang rahasia kelezatan nasi pecel buatannya. Ia bilang, tangan seseorang dapat menentukan citra makanan. Dan alat masak tradisional mampu menciptakan rasa enak yang sesungguhnya. ”Dan memasaklah dengan hati yang ikhlas. Perasaan juga mempengaruhi rasa makanan.” Aku memperhatikan jiwa muda yang ditopang tubuh tua itu. Bagaimana mungkin jiwaku lebih rapuh darinya. Aku menggeleng pelan, menertawakan diriku yang masih muda dan lemah. Mbah Wirlan mulai menata kayu-kayu bakar itu didalam tungku. Sambil bernyanyi-nyanyi kecil, ia membakar kulit-kulit kayu yang telah kering lalu menjejalkannya pada tumpukan kayu dalam tungku tadi. ”Tak pakai minyak tanah?” ”Tak ada minyak tanah. Semuanya dari alam, seperti KECUBUNG_Biar Aku Mabuk Aksara


Cerpen api, kayu, tungku batu dan air yang nanti kurebus.” Kemudian tangan itu mulai bekerja semakin cepat. Lama sekali. Mulai mengaduk beras dalam kuali tanah hingga berubah menjadi nasi putih beraroma sedap, lalu menyiapkan sambal dari kacang, kemudian memilih sayur-sayuran hijau yang masih segar, menambah tempe dan tahu di atas sayur sebelum akhirnya menuangkan beberapa sendok sambal kacang. Dan semua itu diletakkan di atas cobek yang di beri alas daun jati segar. Benar-benar makanan yang sempurna. ”Alam memberikan makananku kelezatan yang hampir sempurna.” ”Sempurna,” ucapku sambil mencomot tempe goreng yang dipenuhi sambal kacang itu. Kami kembali duduk di tempat semula, beberapa lagu campursari masih mengalun merdu dari radio tua Mbah Wirlan. Aku menikmati kunyahan demi kunyahan dengan bangga. Bahkan nasi itu tetap terasa enak meski tak di beri lauk. ”Aku takut menderita saat aku terlalu tua nanti, tak ada yang merawatku.” ”Tenang mbah, aku sudah menganggapmu seperti kakekku sendiri.” ”Susah ya hidup membujang. Saat tua tak ada yang merawat.” ”Aku bersedia asal di bayar dengan nasi dan kopi ini setiap hari,” ucapku setengah bercanda. ”Sayangnya aku tak mau merepotkan orang lain.” Kali ini Mbah Wirlan tak berbicara yang disertai dengan tawa seperti biasanya. Aku menatap raut mukanya yang berubah lebih serius. Ia menatapku dalam. Jari telunjuknya menunjuk pada kursi panjang yang ada di depan warung, dia bilang kalau lelaki tua itu telah duduk disana dari tiga hari lalu. Aku menatap tempat itu dengan heran, tak ada siapa-siapa kecuali kursi dan meja kayu yang panjang. Tak ada lelaki tua seperti yang ia gambarkan. Ia bilang lelaki yang duduk disana memiliki rambut tebal yang telah memutih seluruhnya, termasuk alis dan janggutnya. Perkataannya membuatku sedikit gugup, aku tertawa berusaha untuk menyudahi guyonan Mbah Wirlan. Tapi ia terlihat serius. Aku berhenti tertawa, mengamati kedua bola matanya yang mulai basah, ia terlihat semakin lelah dan takut. Tapi aku tak tahu kenapa ia ketakutan. ”Aku benci ketika warungku sepi, lelaki tua itu berusaha membunuhku.” ”Maksud kakek?” ”Dia bilang aku tak punya keluarga, lebih baik aku KECUBUNG_Biar Aku Mabuk Aksara

mati sebelum menderita penyakit lansia tanpa ada yang peduli.” ”Mbah Wirlan sedang berbicara apa?” ”Dia ingin membunuhku, sebelum dia berhasil melakukannya, aku akan melakukannya sendiri.” Makananku telah habis, kopi spesial tadi pun hanya menyisakan ampas yang mengental. Aku semakin heran dengan perkataan pemilik warung ini. Katakatanya sangat abstrak, atau aku yang terlalu bodoh. Tapi sungguh tak ada orang lain di tempat itu selain kami berdua. Akhirnya aku hanya mengangguk mengiyakan, mungkin halusinasi orang yang sudah tua. ”Dia sedang melotot ke arahku, mungkin dia sangat marah karena gagal membunuhku.” Aku ikut melihat kursi panjang di depan kami. Pura-pura prihatin. Berdoa kepada Tuhan di dalam hati supaya saat itu juga bisa di beri indera keenam, tapi tetap saja kursi itu kosong. Tak ada siapapun, apalagi lelaki tua yang tengah melotot. Mbah Wirlan kembali tertawa, membuatku terkejut dan agak canggung. Ia berdiri membereskan cobek dan cangkir putih di depanku. Kemudian berjalan ke dapur dengan tergesa-gesa. Lantunan lagu campursari telah berhenti, digantikan siaran berita mengenai gunung meletus di Sumatera. Aku mulai menyalakan rokokku, melupakan lelaki halusinasi Mbah Wirlan yang sedang melotot ke arah kami tadi. ”Ini, kan besok kau tak disini.” ”Apa ini mbah?” ”Kunci rumah dan tabunganku. Bawa saja dulu, suatu saat kau membutuhkannya.” Siapa yang tidak bingung jika tiba-tiba di beri kunci rumah dan tabungan dalam amlop cokelat tanpa alasan. Tapi aku meraihnya, memasukkannya ke saku jaket dengan canggung. Mbah Wirlan tersenyum lembut, lalu kembali duduk di sebelahku. ”Besok kerja di tempat siapa kok di Surabaya?” ”Sepupunya pamanku yang bangun rumah, mbah.” ”Berapa hari?” ”Hanya satu minggu.” Dia mengangguk. Tapi aku tahu sinar matanya memancarkan kekecewaan, aku menepuk bahunya pelan. Menenangkannya kalau semua akan baik-baik saja. Tapi ia menggeleng, mengatakan kalau tak ada yang baik-baik. *** Mayat itu telah diturunkan, orangorang ramai berdatangan untuk melayat seusai shalat 10


Cerpen subuh berjamaah di masjid. Semua memperlihatkan ekspresi wajah yang sama. Kecewa, sedih, dan kasihan. Terutama ibu-ibu pecandu nasi pecel Mbah Wirlan yang setiap pagi sibuk ke sawah sehingga tak bisa menyiapkan sarapan untuk keluarganya. ”Bagaimana dengan acara selamatannya?” ”Dia tak punya keluarga.” Aku menghampiri kerumunan ibu-ibu itu. Menawarkan diri untuk membiayai selamatan Mbah Wirlan sampai keseribu harinya nanti. Mereka setuju dan berjanji akan membantu memasak dan menyiapkan segala keperluan. Aku tersenyum sambil mengangguk, membayangkan beberapa lembar ratusan ribu yang pernah diberikan Mbah Wirlan

kepadaku. Kulangkangkahkan kakiku ke arah mayat Mbah Wirlan yang akan dimandikan. Aku hanya tak menyangka lelaki tua sebaik dan setenang itu bisa meninggal dunia dengan cara seperti ini. Kupandang sekali lagi kursi panjang di depan warung. Tak ada siapapun, semua mulai terlihat menyedihkan, rasa hampa yang mendalam tiba-tiba singgah di hatiku.

Penulis : Ike Dewi Lestari Jurusan Sastra Inggris Aktif di LPM Spirit Mahasiswa

Si Kasi Pidsus Sungguh, aku sangat gelisah berada di sini. Setiap detik seluruh dunia seakan menekanku. Bahkan orang yang sangat tahu pun ikut menudingnuding. Aku bisa apa dengan bunga melati dua di bahuku ini? Pegawai menengah, seragam coklat tua mengerikan, gaji tandas tiap bulan, tapi perangkap gila-gilaan menjaring kakiku. Istriku lesu melihat suaminya dalam belitan batin yang tak selesai. Berkali-kali ia membisikiku, “Lepaskanlah, pergilah!,”. Tapi lelaki terlalu sombong untuk tidak menghadapi semuanya dengan gagah berani, bukan? Pekerjaan kantor ini sampai kubawa pulang juga. Berkali-kali membolak-balik berkas, yang kutemukan hanya kesalahan yang sukar ditelisik. Bagiku, ini bukan soal dosa dan pahala. Tapi memakan uang rakyat adalah sebuah kejahatan. Yang berusaha mengelabuhi dan menindas rakyat adalah kejahatan. Bayangkan, Rp 534 Miliar mereka telan habis dalam waktu seperempat bulan. Berdasarkan surat sakti dari Bupati, Kepala Dinas Cipta Karya berani mencairkannya dari bendahara BPKAD dan tiba-tiba lenyap begitu saja. “Tidak ada laporan pertanggung jawaban, tidak ada pelelangan, tidak ada pembangunan fisik, tidak ada bukti kuitansi, dan paling njlimet tidak ada saksi, atau tepatnya tidak ada yang berani menjadi saksi. “Bangsat, biadab, babi!!,” omelku. Bahkan tim yang dibentuk Kepala Kejaksaan pun melempem. Mereka tak bernyali. Tapi 11

yah, aku harus memaafkan mereka. Nyali hanyalah milik diri sendiri. Kalau menyangkut kelurga, tidak ada namanya nyali lagi. Lagian, ayah siapa yang tega melihat istrinya ditemukan malam-malam dalam kondisi telah diperkosa? Atau anak lelakinya tiba-tiba pulang bersimbah darah? Kita lagi berurusan dengan jagal, yang memegang puncak jabatan di sini. Aku hanyalah pion yang dimainkan. Pion yang suatu saat, kalau tidak dibutuhkan akan dikorbankan agar sang raja selamat. Untunglah aku tidak punya anak, dan istriku juga mantan atlit taekwondo yang kesigapannya melebihi kelelakianku. Namun di kamar, biasanya aku langganan juara, hahaha... Belum lagi Pantai Timur Corruption Watch ini. Memusingkan. Berkali-kali bertemu, yang dipaparkan cuma data. Data-data-data, aku punya ribuan data yang bisa menjerat bahkan satpam sekalipun. Tapi di media, PTCW ini ngomong macammacam. Kejaksaan banci, kejaksaan ompong, kejaksaan mati suri, atau apalah. Dikiranya aku nggak kerja? Hapeku menyala kembang kempis. “Ya...?” ucapku pada sebuah nomor. “Bagaimana kasus korupsi pembangunan Block Office di Simpang Pantai pak?,” suara di telepon. Aku sudah menyangka kalau ini modelnya wartawan. “Ini siapa?,” tanyaku datar, memberi sinyal kalau aku tidak antusias dan sedang tidak mood. KECUBUNG_Biar Aku Mabuk Aksara


Cerpen “Susiati, Pak, wartawan Harian Merah Putih. Yang kemarin...,” “Nanti ketemu di kantor saja ya,” putusku. “Ini deadline, Pak,” rajuknya. “Besok ya di kantor,” tegasku. Lalu telpon kumatikan. Ia menelpon lagi, tidak kuangkat hingga lima kali. “Wartawan sialan,” gerutuku. Akhirnya HP ku silent supaya tidak ada gangguan. Berkas kubuka lagi. Berfikir. Kemungkinan yang paling pasti, pengambilan uang dilakukan secara cash, tidak ada telepon, tidak ada sms, tidak ada basabasi. “Biadab! Babi!,” teriakku. Jam menjadi bisu. Istriku berdiri di pintu kamar, membuka satu kancing di atas dadanya. Aku tidak tertarik. “Hapenya menyala itu, Yah,” ucap Novi, istriku. Kuangkat bahu. Kemungkinan dia tidak tahu maksudku karena kamar agak gelap. Kulirik sebentar HP dan betapa kagetnya karena Kepala Kejaksaan menelepon empat kali. Satu kali telpon tidak diangkhat berarti panggilan kantor, dua kali peringatan resmi, tiga kali dipindah tugaskan, keempat berarti biadab!!! “Halo pak, maaf...!,” ucapku terbata saat kutelpon pimpinan. “Itu wartawan telepon diangkat,” ujarnya landai. Hatiku plong. “Sudah tadi pak....” “Katanya tidak diangkat sama kamu, makanya dia telpon saya,” “Sudah tadi pak si....,” “Wes ta angkaten, ngomongo opo ae sing penting wartawan mingkem,” “Iya pak,” klik. Hening. Keningku berkeringat. Sialan wartawan ini, bikin pekerjaan jadi runyam. Barangkali mereka tidak tahu kalau berurusan dengan jagal begini membingungkan. Keparat! Telepon berdering lagi. Kajari. “Iya pak?” “Sampai mana pemeriksaan berkas?,” “Belum ada apa-apa, saya masih mempelajarinya,” “Lama sekali, itu bisa kamu selesaikan nggak?,” “Mohon petunjuk pak,” “Saya dulu penempatan di Kepulauan Pantai Timur saja bisa mengungkap kasus Rp 1 triliun,” “Siap pak, saya pelajari lagi,” padahal itu cerita bohong. “Kalau tidak sanggup bilang saja, tidak apa-apa. Itu stafmu ada yang mau menggantikanmu. Begini saja tidak becus. Kapolres sudah menelponku, katanya mau diambil alih kalau tidak terselesaikan. Kamu kira kamu yang ditekan? Ini Polda, Kejati, bahkan sampai KECUBUNG_Biar Aku Mabuk Aksara

ke Kejagung sudah mengincar kasus ini,” “Siap pak,” “Besok rapat, laporan harus ada ada hasil,” “Siap pak!”. Klik. Aku menelan ludah, pahit dan getir. Kepalaku mulai pening. Bukan butiran keringat lagi ke dahiku, tapi gumpalan mendung. Pimpinan terus menerus membuat beban kerja semakin berat. Novi datang membawa teh hangat. Ia selalu tahu, kalau aku telepon pimpinan berarti dia harus menyingkir. Karena percakapan anak buah dan pimpinan selalu dimenangkan pimpinan. Dan Novi tidak suka bila suaminya kalah dengan lelaki tua pemakan segala itu. “Ada tamu,” bisik Novi sambil memainkan lidahnya di telingaku. Kutarik kursi sampai berdecit. Rasanya enggan bokongku bergeser dari kursi kayu ini. Berkas kubiarkan terbuka, laptop ku standby. Setelah ganti kaos selama 5 detik, aku keluar kamar menuju ruang tamu. “Wartawan...” bisik istriku lagi dari belakang. Ia berlalu ke dapur. Mungkin menyiapkan teh. “Jangan siapkan minuman,” gamitku pada lengannya. “Biar cepat pulang,” kataku. Ia bingung tapi menuruti mauku. Mungkin ia juga setuju bila wartawan semakin cepat pulang semakin bagus. Dengan langkah sok pejabat aku datang menghampiri wartawan –yang ternyata perempuan ini. “Saya Susiati Puji, Pak Dera...,” ia mengulurkan tangan sembari menyerahkan kartu nama. Kartu nama hampir selalu menunjukkan kalau yang memilikinya seorang profesional. Dan kulihat kalung wartawannya, yang pasti menunjukkan bahwa dia punya bos. “Kartu nama baru ya?” tanyaku. Karena selama dia wawancara sejauh ini, tidak pernah pakai kartu nama segala. Ia mengangguk tersenyum. Dikeluarkannya catatan dan pena. “Kan sudah saya bilang besok,” ucapku. “Saya harus mendapatkannya malam ini juga pak,” jawabnya. Akhirnya kupersilahkan duduk juga perempuan ini. Kuamati sedetik wajah mungilnya. Kacamata bergagang tebal. Hidungnya agak tenggelam dalam gagangnya. Rambutnya pendek kemerahan dikuncir satu. “Karena bos ya?” “Iya pak, kita ini menjalankan perintah saja,” Oh, kenapa dia pakai kata “kita”, bukan “saya”? Apa dia memberiku sinyal kalau aku dan dia dalam posisi 12


Cerpen menerima perintah dari bos? Barangkali dia tadi yang menelpon Kajari sehingga Kajari menelponku empat kali. “Sudah berapa saksi yang diperiksa dalam kasus ini pak?,” wow ia langsung ke pokok permasalahan. “Nihil,” ucapku tidak bisa berkonsentrasi. Rupanya dia memakai parfum yang harum sekali. Istriku mana pernah pakai parfum, kecuali ada kondangan bersama Adhyaksa Dharmakarini. Kukeluarkan selembar kertas pula dan mencatat. “Kenapa bisa pak? bukankah sudah tiga bulan?,” selidiknya sembari tangannya lincah menusukkan pena ke buku. “Tidak ada saksi yang datang saat dipanggil kejaksaan,” jawabku. Aku sebenarnya sudah faham pertanyaan wartawan setelah ini. Biarlah kuikuti hingga ia puas, lalu cepat pulang. “Ketegasan kejaksaan bagaimana pak? Apakah membiarkannya?” pertanyaan kacangan. “Kita akan segera mengirim surat panggilan kedua, ketiga, kalau tidak datang ya kita jemput paksa,” jawaban prosedural. Kalau wartawan ini membaca undang-undang soal kewenangan kejaksaan, pasti sudah tahu itu. “Kapan kira-kira jemput paksa itu?,” wartawan gak fokus dan hanya mengejar sensasi. Kemungkinan besar, pertanyaan inilah yang akan dijadikan judul dan lead berita. Hah, kacangan. “Kan baru surat panggilan pertama,” penjelasanku ini pasti membuatnya selesai. “Tersangkanya mengarah ke siapa pak? Informasinya beberapa pejabat publik ikut kongkalikong terkait dana ini?” contoh pertanyaan yang tidak berdasarkan informasi valid. Oh Tuhan, cepatlah selesai. “Informasi dari mana?” tanyaku balik. Biasanya wartawan keok kalau narasumber bertanya balik soal asal informasi. “Dari sumber rahasia kami pak, di kejaksaan,” jawabnya grogi. Aku tertawa saja. “Kami masih selidiki,” ujarku singkat agar dia tidak kelihatan bodoh. “Mendingan kita makan malam nanti, biar kujelaskan semuanya,” tawarku berbisik, setelah kulirik istriku masih belum keluar dari kamar. Sesuai prediksi, dia kaget bukan kepalang. Mencoba berbuat biasa, dia menyerah juga. Berdiri dan pamitan. “Iya pak terimakasih, tapi informasinya sudah cukup,” jawabnya. Aku terkekeh dalam hati. Aku mengambil dompet lalu mengeluarkan uang 13

Rp.200 ribu dan selembar catatan. “Hai Sus, sini dulu. Ini buat bensin,” kataku sambil cepat menyerahkan uang ke tangannya. Selembar catatan itu hanya bertuliskan : aku tahu ajakanku akan membuat wartawan perempuan cepat pulang. Pintu kututup saat mendengar bunyi motor Susi menjauh. Istriku datang memeluk dari belakang. Tapi aku capek sekali. Kalau sedang manja begini, biasanya istriku minta ditemani tidur. Tapi mana mungkin aku bisa tidur dengan kasus pelik yang harus segera diselesaikan. “Sudahlah, bilang saja ke wartawan kalau Kajari terlibat,” ujarnya mulai cemberut. “Masih rumit, Ma. Resikonya terlalu besar. Dia menekanku, tapi juga menelan dana itu,” tukasku. “Mungkin dia minta wartawan tadi untuk menginterogasimu. Supaya dia tahu progresnya sampai mana,” celetuknya. Aku melamun, bisa saja hal itu terjadi. Tapi wartawan itu tadi juga yang ikut melaporkan kasus ini ke Kejaksaan. Katanya selain Bupati, Kajari, dan Dandim pun ikut menikmati. Makanya Kapolres ngotot hendak mengambil alih karena dia tidak mendapatkan jatah. “Rumit, Ma,” jawabku lagi. “Terus gimana?,” “Entahlah,” “Lepaskanlah, mari pergi dari semua ini,” ia menatap mataku sungguh-sungguh. Ia seperti Profesor Xavier di film maraton X-Men, menembus pikiranku. “Iya, sepertinya itu yang paling baik,” akhir jawabanku. Sebelum aku membopong dan bergulat dengannya, aku kirim sms ke Susiati untuk menemuiku malam ini. Pasti dia mau dan rela menghabiskan malam bersamaku demi pemberitaan spektakuler.

Penulis : Fathul Qorib, Pernah Aktif Sebagai Anggota KLP (Komunitas Lingkar Pena) di Bangkalan. Serta Alumni Prodi Ilmu Komunikasi UTM Angkatan 2008.

KECUBUNG_Biar Aku Mabuk Aksara


Esai

Gejala Sastra Phobia Bagaimana pun tinggi studi dan lektur seseorang, tanpa sastra atau seni, orang itu masih belum beradab—RA. Kartini Teman saya mengeluh. Katanya, ia mulai trauma dengan sastra. Kebiasaannya mengepos kalimat-kalimat puitis di media sosial membuatnya dicap melankolis. Beberapa teman menyebutnya baper (bawa perasaan); sentimen; dan terlalu mendramatisir kehidupan. Kini, teman saya enggan menuliskan imajinasinya dalam bentuk puisi. Takut diledek, katanya. Anggapan bahwa sastra adalah produk kamar agaknya belum juga menghilang. Sastra hanya dianggap luapan emosi penulisnya; sebuah ratapan kesedihan ataupun protes kemarahan. Bisa jadi, anak muda pragmatis masa kini telah menganugrahi para penulis sastra dengan sebutan orang paling 'baper' sedunia—persis dengan pengalaman teman saya di atas. Praktis, peminat sastra masih jauh di bawah karya pop yang beredar. Rendahnya angka peminat sastra ini memang tidak selamanya menentukan kualitas karya yang dihasilkan. Kalaupun peminat sastra bejibun, hal itu tidak lantas menjadi kabar baik bagi dunia sastra—sebab kualitas sebuah karya tentu lebih bernilai dibanding kuantitasnya. Namun, salah satu poin penting dalam perbincangan sastra ialah soal apresiasi—dan secara tidak langsung mempertanyakan seberapa banyak peminat sastra dewasa ini. Sepintas, kita bisa saja bersikap cuek ketika karya kita tidak mendapat perhatian khalayak. Toh, penciptaan sebuah karya sastra tidak ditujukan untuk mengumpulkan massa ataupun menyenangkan semua orang. Apresiasi sastra menjadi hal vital karena menyangkut internalisasi nilai-nilai budaya sebagaimana ungkapan RA. Kartini: Bahwa sastra juga memiliki kedudukan penting dalam menentukan keadaban seseorang. Ilmu pengetahuan saja tidak cukup. Butuh nilai-nilai kearifan yang bisa didapat dengan mempelajari sastra.

berlebih tehadap benda atau keadaan tertentu yang dapat menghambat kehidupan penderitanya. Sastraphobia dapat dimaknai sebagai keadaan dimana seseorang takut terhadap sastra. Definisi ini akan lebih fleksibel jika gejala sastra-phobia dapat diamati, misalnya dari perilaku tidak tertarik; menganggap remeh; dan tidak suka terhadap sastra—baik dalam bentuk karya, ulasan, maupun perbincangan. Penyebab sastra-phobia beragam. Mulai dari persoalan remeh temeh seperti kasus teman saya di atas, yakni khawatir disebut baper, hingga mencaricari alasan dengan mengaku sastra bukanlah minat bakatnya. Sekali lagi, semua orang memang tidak diharuskan meminati sastra. Namun, yang perlu dipahami adalah bagaimana peran sastra dalam kehidupan manusia. Sekalipun terdengar begitu utopis, sejarah telah menorehkan catatan membanggakan tentang peran sastra bagi kehidupan sosial. Kembali pada pengalaman teman saya dan sastra. Kita dapat melihat keresahan teman saya bermula ketika puisi miliknya dinilai terlalu mendramatisir. Dia merasa malu. Apalagi dia seorang anak lelaki—yang dikonstruksikan oleh masyarakat kita hendaknya bisa berpikir logis daripada membawa perasaan. Persoalannya bukanlah sikap rendah diri teman saya sehingga ia enggan menulis, melainkan serendah itukah peghargaan untuk sebuah karya sastra—hanya dianggap bualan kata atau luapan emosi?

Kekeliruan Salah satu kekeliruan dalam pembelajaran sastra ialah mengharuskan penggunaan bahasa estetis dalam penulisan sastra. Anggapan umum yang beredar, puisi tak akan manis jika tidak memasukkan diksi, metafora, dan berbagai bahasa eufimistis lainnya yang sukar dipahami. Cara pembelajaran khas mata pelajaran Bahasa Indonesia ini pada akhirnya membuat penulisan karya sastra lebih dititikberatkan pada penguasaan bahasa, sementara proses meramu nilai-nilai kearifan menjadi dikesampingkan. Tentu tidak mengherankan jika kemudian berkembang stereotip bahwa sastra cenderung melankolis, mendramatisir, dan mendayu-dayu. Lalu, siapa yang sebenarnya keliru—teman saya yang terlalu mendayu-dayu dalam menulis puisi atau Sastra-Phobia Menurut KBBI, phobia adalah ketakutan pembaca puisi tersebut yang menganggap teman saya terlalu baper? KECUBUNG_Biar Aku Mabuk Aksara

14


Esai Kita tahu menulis puisi hanya dengan bahasa mendayu-dayu saja tidak cukup sebagai ciri sastra. Kalimat puitis penuh permainan majas juga belum tentu sastra. Sastra menjadi penutur keadaban bukan karena bahasanya yang berbunga-bunga. Ada kontemplasi. Ada perjalanan. Ada pergulatan batin. Ada logika. Ada pesan moral. Ada kearifan. Ada sejarah. Ada pengetahuan. Dan masih banyak lagi. Sayangnya, hal yang justru menjadi ruh bagi sastra ini sering dilupakan. Di sisi lain, melabeli pegiat sastra sebagai baper, sentimen, atau sejenisnya hanya menjadikan kita produk pragmatisme. Kita menjadi malas berempati: enggan membaca, melihat, mendengar, serta merasakan kehidupan orang lain. Sekalipun sebuah karya sastra hanya berbentuk coretan pena, setiap goresan tersebut memiliki ceritanya masingmasing. Selalu ada alasan tersendiri yang tak pernah kita duga sebelumnya. Kekeliruan lainnya adalah tulisan ini sendiri. Adalah hal yang terburu-buru untuk memunculkan

frasa sastra-phobia. Jika yang sebenarnya terjadi adalah pergeseran pemaknaan terhadap proses kreatif penciptaan sastra, bagaimana mungkin mendiagnosa seseorang dengan sebutan sastrapbobic? Kecenderungan karya berbau melankolis itu sendiri yang membuat khalayak memicingkan mataterhadap perkembangan sastra. Bukan karena phobia. Bagaimana mungkin seseorang akan dianggap phobia terhadap sastra hanya karena menyebut para pegiatnya terlalu mendramatisir kehidupan? Dalam hal ini kita perlu belajar banyak terhadap peran sastra di masa lalu. Pesan RA. Kartini di atas patut kita camkan baik-baik: melalui sastra kita dapat belajar menjadi manusia beradab. Penulis : Riris Aditya Ningrum Jurusan Ilmu Komunikasi Aktif di LPM Spirit Mahasiswa

Setan yang tak selalu Jahat: Menelaah Karakter Cerita Anak di Ceko Cerita anak seringkali identik dengan pesan tema dan akhirnya ceritapun kurang berkembang. – pesan moral dan juga nilai – nilai budaya adiluhung Pembaca dengan mudah menebak arah cerita dan dari suatu wilayah ataupun negara – negara tertentu. akhir dari cerita tersebut, karena banyak sekali Nilai – nilai moral tersebut biasanya teraktualisasikan kemiripan motif antara cerita yang satu dengan cerita melalui ketokohan dan sifat – sifat dari tokoh utama, lainnya. Termasuk kumpulan cerita yang termasyur atau hero/heoine dalam kisah – kisah cerita anak dari Jerman, Brother Grimm, dimana dengan berbagai tersebut. Sehingga penokohan dalam cerita anak versi, seringkali melibatkan cinta seorang pangeran biasanya bersifat flat, karena secara universal pesan dan putri cantik yang selalu diakhiri dengan bahagia moral yang ingin disampaikan adalah bahwa kebaikan selamanya. akan mengalahkan kejahatan. Sulit menemukan

Sah - sah saja dan memang sebuah dalam sebuah cerita anak, dimana tokoh utama keharusan jika cerita anak berbasis pada pengajaran awalnya jahat kemudian melalui sebuah proses dia moral. Namun aspek lain juga perlu diperhatikan jika berubah menjadi baik, begitu pula sebaliknya, sulit tidak ingin terjebak pada kejumudan alur cerita, yang pula ditemukan tokoh yang jahat akan berubah akibatnya cerita anak menjadi tidak lagi menarik m e n j a d i b a i k p a d a a k h i r c e r i ta . Ka re n a untuk dibaca oleh anak – anak sekalipun. Syarat menitikberatkan pada pesan moral inilah, terkadang m e n y e n a n g k a n d a n m e n a n t a n g p e r l u cerita anak terbelenggu dalam mengembangkan dipertimbangkan untuk alur penceritaan dalam kisah 15

KECUBUNG_Biar Aku Mabuk Aksara


Esai – kisah dan dongeng anak, meskipun tetap harus beberapa dongeng yang telah ditulisnya dengan visi dalam bingkai nilai – nilai sosial, moral, dan budaya. tentang nasionalisme dan kebangsaan sebagai orang Kata menyenangkan mengacu pada istilah menghibur Ceko, kesetaraan, dan juga desakralisasi terhadap pembaca dan tentunya adalah pada segmentasi golongan keturunan ningrat dan juga hal – hal ghaib pembaca cerita anak. Untuk membuat sebuah cerita sangat mewarnai karya – karyanya. Itulah sebabnya, yang menyenangkan bisa dimulai melalui penciptaan dalam beberapa dongeng yang ditulisnya, terdapat setting atau latar belakang cerita yang menarik, tokoh setan yang sifatnya tidak sepenuhnya jahat, misalnya jika sebuah cerita anak sering berlatar bahkan tidak bisa dikategorikan sebagai sifat jahat. belakang tentang kisah kerajaan, maka tidak ada Desakralisasi tersebut muncul dengan penokohan salahnya latar belakang cerita anak bisa digeser ke setan sebagai negosiator terhadap tokoh utama dan latar belakang tentang kehidupan orang biasa, memberikannya ruang sebagai penolong tokoh semacam petani, nelayan, dan tukang kebun. Selain utama, ataupun kadang sebagai pengadil terhadap itu juga dalam hal penokohan, orang – orang biasa tokoh antagonis dalam cerita. tersebut juga bisa dijadikan tokoh – tokoh utama.

Misalnya dalam dongeng Kate and the

Sedangkan aspek menantang pada cerita anak lebih Devil, sosok tokoh setan disini digambarkan sebagai pada alur penceritaannya, Dengan bumbu konflik tokoh yang memediasi dan membantu tokoh utama yang terbuka dan juga diperlihatkannya gradasi yaitu penggembala untuk bisa mencapai tujuannya. perjuangan tokoh utama untuk mencapai tujuannya, Setan, memberikan bantuan setelah si penggembala maka cerita anak akan semakin seru dan menantang menolongnya lepas dari wanita yang ingin dan imbasnya akan menarik buat pembaca. Meskipun menikahinya, yaitu Kate. Sehingga, sebagai balas dalam menuliskan konflik harus tetap hati – hati jasanya, maka setan memberikan hadiah berupa karena menyangkut nilai – nilai moralitas sebagai berkantong-kantong emas, melalui muslihat yang ia tujuan dari penulisan cerita anak.

jalankan untuk menghukum dua orang gubernur dan

Berkaitan dengan penokohan, cerita anak seorang pangeran yang berlaku korup. Singkatnya, dari Republik Ceko memiliki ciri khas yang hampir setan ditugaskan untuk mengambil jiwa para pejabat mustahil ditemukan pada dongeng – dongeng di korup tersebut dan membawanya ke neraka, dan negara – negara lain. Meskipun secara umum pada saat kemunculan setan si penggembala harus motifnya memiliki banyak kesamaan dengan dongeng muncul dan menjalankan muslihat yang sudah – dongeng Brother Grimm, namun demikian dongeng disusunnya bersama tokoh setan. Sehingga, seolah – dongeng dari Ceko memiliki keunikan yang olah dia berhasil menyelamatkan para gubernur, dan membuatnya memiliki daya tarik tersendiri. Kekhasan selanjutnya ia menerima hadiah sesuai keinginannya. tersebut terletak pada tokoh setan yang muncul Contoh lain adalah pada dongeng berjudul the Clever dalam beberapa dongeng anak dari Ceko, terutama Princess, pada cerita ini,tokoh utama, yaitu pemahat yang ditulis oleh Bozena Nemcova, penulis wanita membuat perjanjian untuk bisa menikah dengan putri kenamaan pada abad ke 19. Nemcova, bukan hanya cantik pujaannya, dengan bantuan dari tokoh setan. mengkompilasi dan menuliskan kembali cerita anak Perjanjian tersebut hanya berlaku 20 tahun dan yang berbasis pada kearifan lokal di Ceko pada jaman selanjutnya si pemahat akan dibawa ke nereka. keemasan kerajaan Bohemia dan Moravia, namun

Tokoh setan pada the Clever Princess tidak

Nemcova menciptakan kembali dongeng – dongeng serta merta membawa si pemahat yang telah menjadi anak dengan visinya sendiri. Menelusuri dari raja tersebut ke neraka. Namun ia masih memberikan KECUBUNG_Biar Aku Mabuk Aksara

16


Esai kesempatan kepadanya dengan cara memberinya 3 Princess saat ia memberikan kembali surat tugas. Jika dalam 3 tugas tersebut ada 1 tugas yang tak perjanjiannya setelah dia tidak mampu melakukan mampu dilakukan oleh tokoh setan tersebut, maka tugasnya. Setan bisa pula sebagai penolong tokoh setan akan mengembalikan surat perjanjiannya, yang utama menggapai tujuannya, seperti pada dua cerita artinya si pemahat bebas dan bisa melanjutkan tersebut, dimana tokoh utama yang berasal dari kehidupan bersama keluarga yang dicintainya. kalangan biasa bisa menjadi raja dan perdana mentri. Alhasil, setelah berhasil menyelesaikan tugasnya Oleh karena itu dongeng – dongeng Ceko yang ditulis yang pertama dan kedua, sang Setan menemui oleh Nemcova, telah memberikan warna yang kegagalan pada tugasnya yang ketiga, saat sang ratu, berbeda, keunikan tersendiri, kekhasan yang tidak yaitu istri pemahat memberi tugas untuk mencabut bisa ditemukan pada dongeng – dongeng di Eropa tiga helai rambut dikepalanya tanpa rasa sakit dan pada umumnya seperti pada kumpulan cerita Brother kemudian memintanya untuk memanjangkannya Grimm.. sampai tiga kali lipat. Meskipun si Setan meminta bantuan Lucifer sang raja setan, namun dia tetaplah ga ga l m e n j a l a n ka n ny a . A k h i r ny a L u c i fe r memerintahkan untuk memberikan surat perjanjian kembali ke pemahat. Jika melihat dua contoh cerita diatas maka terlihat dengan jelas, bahwa tokoh setan telah mengalami desakralisasi pada dongeng – dongeng yang ditulis oleh Nemcova. Setan bukanlah tokoh yang sepenuhnya jahat, karena dia menghukum para koruptor yang memakan uang rakyat seperti pada cerita Kate and The Devil. Setan juga tokoh yang selalu menepati janjinya, seperti dalam cerita The Clever

Penulis: Imron Wakhid Harits Kandidat PhD bidang Sastra Anak, University of Palacky, Olomouc, Republik Ceko. Lulusan Summer Institute on American Contemporary Literature, University of Louisville, Kentucky, USA,2012. Peserta Multicultural Exchange di Xihua University, Chengdu, Sichuan Province, P.R. China, 2015. Pemakalah MBBY Congress di Putrajaya, Malaysia. email: imronwakhidharits@gmail.com

We can know only that we know nothing. That is the highest degree of human wisdom. Leo Tolstoy 17

KECUBUNG_Biar Aku Mabuk Aksara


Prominent Figure

Leo Tolstoy

Leo Tolstoy, ada juga yang menyebut Tolstoi, penulis Rusia dengan nama lengkap Lev Nikolayevich Graf Tolstoy lahir pada 28 Agustus 1828 di Yasnaya Poliana, Provinsi Tula, Kekaisaran Russia. Tolstoy merupakan seorang penulis beraliran fiksi-realistis karena dipengaruhi oleh lingkungannya sebagai kalangan elit aristokrat yang sering melihat kesenjangan kelas sosial pada saat kekaisaran Rusia. Dia terkenal dengan dua karya yang fenomenal, War and Peace dan Anna Karenina yang berhasil mendapat penghargaan sebagai novel terbaik yang pernah ditulis. Sebagai seorang penulis fiksi-realistis, Tolstoy memang mampu membuat tulisannya benarbenar terkesan hidup. Ia mampu mendalami setiap karakter dengan baik, seakan-akan itu bukan hasil dari imajinasi. Mengenai kehidupan Leo Tolstoy, ia pernah merasa ragu dan bertanya-tanya seputar kehidupan disekitarnya sampai akhirnya dia memutuskan untuk masuk agama Kristen. Dia melihat ajaran kasih mengenai khotbah, �Jika kau ditampar pipi kananmu KECUBUNG_Biar Aku Mabuk Aksara

berikan pipi kirimu.� Sesuai dengan semangat anti kekerasan. Disaat itulah, tulisannya dengan gaya religius mulai muncul, misalnya Confession(1879) yang berisi pengalaman pertobatannya, kemudian A Short Exposition of the Gospels (1881), God sees the truth but wait, What I Believe in(1882), Hadji Murad(1896-1904), Novella The Death of Ivan llyic(1884) yang merupakan salah satu contoh dari novella terbaik dunia. Pada tahun 1862 Tolstoy menikahi Sophia Andreyevna Bers, seorang gadis muda terpelajar dan memberinya tiga belas anak. Pernikahannya tidak bahagia karena sifat keterusterangannya dan perbedaan konsep tentang tugas istri. Selama pernikahan ini ia menulis The Cossacks dan War and Peace. Karya-karya agungnya berakhir begitu saja setelah ia menuai banyak masalah dalam rumah tangga hingga meninggal di Kereta karena kedinginan pada usia 83 tahun. www.britannica.com 18


Biar Aku Mabuk Aksara

Spiritmahasiswa.trunojoyo.ac.id @Lpmsm & @WartaUTM


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.