3 minute read

Opini: Terkikisnya Etika dan Privasi

Terkikisnya Etika dan Privasi, Mudahkan Lakukan Perundungan via Media Sosial

Penyunting: Suzanah|Desainer: Salsabilla Az-Zahra

Advertisement

Oleh: Hanisah Sukmawati, Social Media Enthusiast dan Blogger

Perkembangan teknologi informasi membawa sebuah perubahan dalam masyarakat. Lahirnya media sosial menjadikan pola perilaku masyarakat mengalami pergeseran baik budaya, nilai dan norma yang ada. Orang dapat dengan leluasa melontarkan pendapat tentang apa dan kepada siapa saja. Dengan hal ini, etika dan tata krama yang semestinya kita patuhi kini tidak lagi diindahkan dalam bermedia sosial. Di mana peningkatan pemakaian media sosial yang seharusnya dapat digunakan dalam hal bijak, pada akhirnya justru menjadi ajang menumpahkan rasa yang tidak beretika.

Berkaitan dengan fenomena minimnya etika tersebut, sebenarnya etika dalam bermedia sosial dibagi menjadi etika berkomunikasi dan etika dalam membagikan informasi pribadi. Etika dalam Bahasa Indonesia berarti ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk. Sehingga di sini etika yang di maksud yaitu mampu membedakan apa yang perlu dihindari dan apa yang bisa kita sikapi dengan baik dalam berbicara serta menyebarkan informasi mengenai kehidupan. Akan tetapi di balik itu semua, pribadi masyarakat Indonesia masih sering semena-mena dalam menggunakan sosial media. Kita seolah tutup mata dan telinga mengenai aturan karena banyak yang masih terlalu awam mengetahui Undang- Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang mengatur mengenai etika bermedia sosial tersebut. Akibatnya banyak sekali pelanggaran etika, salah satunya yaitu pelanggaran privasi.

Media yang memang dirancang untuk berbagi informasi, mengakibatkan ruang privasi di media sosial sangat sulit dijaga. Alhasil, individu tidak jarang mengalami perilaku kurang etis dan tidak diinginkan yang berujung pada pelanggaran privasi dan keamanan. Hal ini dapat kita lihat pada pengguna media sosial yang sering kali tanpa sadar mengungkapkan informasi pribadinya. Bagaimana tidak, hampir semua kegiatan dapat kita bagikan dalam media sosial. Banyak foto hingga video yang dapat kita bagikan melalui media sosial, mulai dari hal yang penting sampai hal detail dalam kehidupan. Semua pengikut dalam media sosial pun bisa melihatnya, tak terkecuali oleh orang yang tidak dikenal.

Melalui hal tersebut, menjadikan sebab awal munculnya pelanggaran karena berbagai informasi pribadi yang tidak seharusnya diketahui khalayak umum justru diketahui banyak orang. Tidak semua orang suka dengan kita, kemungkinan besar orang yang tidak kenal pun dapat membenci kita. Sehingga adanya ujaran kebencian, pencurian identitas, pencemaran nama baik sampai bullying bisa saja terjadi.

Terkait ini, mencari solusi agar tetap dapat menjaga etika dan melindungi privasi dalam penggunaan media sosial menjadi sebuah tantangan besar. Dikarenakan pada dasarnya, kembali lagi kepada lingkungan dan pola pikir orang yang bersangkutan. Setiap pribadi masyarakat mempunyai pemikirannya masing-masing. Dimana tidak sedikit orang berpikir bahwa dengan membagikan informasi pribadinya dan beradu argumen dalam media sosial merupakan sarana mengekspresikan dirinya. Alhasil, tidak menutup kemungkinan adanya penolakan pun dapat terjadi ketika kita ingin mengintervensi dalam menangani masalah tersebut.

Memang setiap orang mempunyai caranya sendiri dalam mengekspresikan diri, termasuk dalam hal mengumbar setiap kegiatan dalam keseharian. Namun, yang perlu kita ingat dan tekankan adalah boleh saja kita mengungkapkan apa yang dirasakan tetapi jangan sampai lupa batasannya. Kita harus mengetahui garis besar apa saja yang bisa kita bagikan di media sosial. Misalnya dalam hal menjaga data diri, dimulai dari data nama, alamat rumah kita secara detail, alamat sekolah atau bahkan ketika membagikan foto dengan memakai seragam yang tercantum nama sekolah, kita bisa mem buramkannya agar tidak terlihat orang lain. Sehingga hal ini menjadi tugas kita untuk fokus dalam mendorong perlunya sosialisasi tentang bijak bermedia sosial agar pemahaman masing-masing individu bisa saling terbuka.

Selain itu, dalam menjaga etika berkomunikasi di media sosial minimal kita harus sudah tahu dan mengerti jika ada UU ITE. Di mana jika kita hanya salah menyebut nama saja kita pun bisa dituntut. Sehingga melalui hal tersebut kita dapat belajar untuk memperhatikan apa saja yang menyebabkan pelanggaran dalam bermedia sosial. Kita juga harus bisa berusaha bijak, tidak ada salahnya jika kita memikirkan terlebih dahulu dengan matang apa yang akan diungkapkan daripada terlanjur salah langkah dan akhirnya justru terlibat dalam masalah. Jadi, ketika ingin membagikan sesuatu di media sosial, jangan lupakan “saring sebelum sharing”. Dimana hati kita boleh panas tetapi logika tetap dipakai.

This article is from: