Lembaga Pers Mahasiswa
DIMENSI
Pelindung Ir. Supriyadi, M.T. Penasehat Poniman, S.E, M.Si Pembina Junaidi, S.T, M.Eng Pemimpin Umum Afrizal Fajar Baskoro Sekertaris Umum Fitri Nur Khasanah Bendahara Umum Hesti Ayu Ambarwati Pemimpin Redaksi Gatot Zakaria Manta Redaktur Majalah Dewi Ristiana Palupi Redaktur Buletin Nailis Soraya Redaktur Cyber Miftahudin Editor Tiara Wintriana(non aktif), Windi Agustina D, Tri Mayasari Putri Reporter Muhammad Hafidz, Ruhaeni Intan, Ramayatul Ulyya, Rizky Faturrachman, Ghofur Abdul Aziz Redaktur Foto Oka Mahendra Fotografer Luthfi Desti, Neni Mulyani, Rizaldi Eka Redaktur Artistik Hilmi Imawan, Sapto Nugroho Ilustrator Uwais Qurni (non aktif), Arin Maharani (non aktif), Nailul Authari, Catur Mei Layouter Ahmad Prabawanto, Adhi Anggara, Maylinda Arsa, Nurul Rahmawati Staf Cyber Reza Wahyu P (non aktif), Sabrizal Eki, Arisa Olivia Pemimpin Litbang Edo A Kurniawan Kepala Divisi PSDM Nova Nur Anisa Staf PSDM Dewangga Binzar, Fitriya Marta R, Naenin Dwi A Kepala Divisi Riset Yuni Pambreni Staf Riset Desi Arini Putri (non aktif), Dyah Risma W Kepala Divisi Humas Dinda Aziz Aisyarachmi Staf Humas Virgine A.P (non aktif), Yesna Aulia F (non aktif), Furdiyanto Pemimpin Perusahaan Wira Arifiansyah Bendahara Perusahaan Sabrina Puteri Adila Kepala Divisi Non-Produk Mugiyanti Kepala Divisi Periklanan Lisanti Dian A Staf Non-Produk dan Periklanan Heny Eka L, Liana Setyawati (non aktif), Herman Ariwibowo, Desta Ewika Ayu J, Yusiana Riski N, Deita Minka I Kepala Divisi Produksi dan Distribusi Diyah Ayu Lestari Staf Produksi dan Distribusi Aulia Nurushifa S, Muhammad Rizal
COVER
Ilustrasi : Sapto Nugroho Grafis : Sapto Nugroho
Salurkan Idemu ! Redaksi menerima tulisan, karikatur, ilustrasi, atau foto. Hasil karya merupakan karya asli, bukan terjemahan/saduran atau hasil kopi. Redaksi berhak memilah karya yang masuk dan me-nyunting tulisan yang akan dimuat tanpa mengubah esensi. Karya dapat langsung dikirim melalui surat elektronik di lpmdimensi_redaksi@ymail.com atau dikirim ke alamat kantor redaksi di: Gedung PKM Baru Lt 2 No 5-6, Kampus Politeknik Negeri Semarang Jl. Prof. Soedharto Tembalang Selamat berkarya!
DIMENSI | 3
CONTENTS
07. Laporan Utama 08. Menakar Ancaman MEA 13. Opini: Ratna Yudhawati 09. Pasar Bebas ASEAN, Pisau Bermata Dua
17. Polling: Melek MEA 2015
11. Konveksi Lokal: Digilas Cina, Terancam MEA
20. Infografis: Bekal Komoditi ASEAN untuk MEA 2015
23. Laporan Khusus 24. Trans Semarang: Perubahan Terkini Transportasi Semarang 27. Setelah Enam Tahun Pengoperasian BRT
29. Masa Depan Trans Semarang
31. Kampusiana 32. Speak Up: Akses Hotspot “VVIP�
34. Festival ABITA Cetak Duta Polines
35. Semarangan 36. Panggon Kupu: Jembatan Odapus Berbagi Semangat
38. Sosok: Bisnis, Tak Ada Kata Gengsi
39. Travelogue 42. Kuliner: Pecel Semanggi Berpadu Sate Keong 43. Plesir: Wohkudu, Pesona di Balik Tebing Karang
45. Pigura: Medini 49. Baturan: Tradisi Legendaris Menanam Ari-ari Bayi
51. Incognito 52. Resensi Film: ALKINEMOKIYE, From Struggle Dawns New Hope 54. Resensi Film: seMESTA menduKUNG 55. Resensi Buku: The Road
4 | DIMENSI
57. Sastra : Tasbih Untuk Ayah Siti 59. Kelakar : Diam yang ( Tak Lagi ) Emas 61. Ngedims
LAPORAN UTAMA
Dari Dapur Membenci bukan perilaku manusia, menghakimi adalah wilayah Tuhan Kalimat di atas adalah cuitan dari Goto Kenji tertanggal 7 September 2010. Goto, yang seorang jurnalis, tewas dipenggal oleh militan ISIS di akhir Januari 2015. Meski tidak sedang menjalankan tugasnya sebagai pers, namun kematiannya tetap menjadi duka mendalam bagi dunia jurnalistik. Ia diplot sebagai martir—bergabung dengan barisan nama jurnalis lain yang tewas dalam tugas. Membandingkan Dimensi dengan Goto tentu saja seperti melihat langit dan atap rumah. Goto telah membuktikan determinasinya: menjelajah Timur Tengah untuk mengabdikan dirinya meliput isu dan peristiwa. Sementara kami hanya memusatkan perhatian di Politeknik Negeri Semarang, Kota Semarang atau paling banter, Indonesia. Namun tetap ada persamaan yang mendasar yang menyamakan jalan kami, LPM-LPM lain, Goto, dan para jurnalis yang tersebar di penjuru dunia: jalan yang kami ambil. Jalan yang menuntur kami bergelut dengan fakta, verifikasi, bahkan tekanan dari berbagai macam pihak. Orang yang berjalan biasanya tentu meninggalkan jejak. Maka izinkan kami, sebagai tindak lanjut jalan yang kami ambil ini, menghadirkan majalah ke-52 ini ke tangan Anda. Di edisi kali ini, kami coba mengetengahkan isu tentang MEA—momok sosial-ekonomi yang sudah kencang berembus sejak tahun 2014. Untuk rubrik lapsus, kami menyoroti 6 tahun dioperasikannya Trans Semarang—sebuah moda transportasi massal di Kota Semarang Tak lupa juga kami sisipkan liputan tentang kuliner khas, info backpacking, komunitas, dan tentu saja liputan tentang kampus tercinta, Politeknik Negeri Semarang. Kami berusaha tetap kokoh berjalan di jalan jurnalisme—sebuah jalan yang menjadikan kami adalah jurnalis dan punya tanggung jawab moral untuk itu. Selemah-lemahnya kami, fakta itu adalah yang nilai yang terus diwariskan, dari generasi ke generasi. Maka izinkan kami bertanya, di jalan manakah Anda berada? Apa ada di jalan yang berlawanan dengan kami? Hidup Pers Mahasiswa! REDAKSI
DIMENSI | 5
SURAT PEMBACA
Jam Efektif di Tengah Jeda Oleh : Febri Widianto Jurusan Akuntansi – Prodi D3 Akuntansi
Pada dasarnya tulisan ini saya buat hanya sekedar asumsi semata mengenai kritik dan saran tentang jurusan saya sendiri di Polines yakni akuntansi. Hal yang ingin saya komentari adalah tentang jadwal / jam kosong di tengah – tengah atau yang sering disebut jeda. Jeda di tengah – tengah jam kuliah setahu saya adalah efek samping dari kurangnya fasilitas gedung yang digunakan untuk proses belajar mengajar. Mulai dari tahun pertama saya menginjakkan kaki pada tahun 2012, jeda di jadwal kuliah saya hanya sekali s eminggu. Seingat saya pada tahun itu juga, baru sebuah prodi berdiri yakni Analis Keuangan. Namun pada tahun kedua dan ketiga saya selalu m endapatkan jatah jeda lebih sering lagi. Mungkin hal ini disebabkan karena bertambahnya prodi baru yaitu Akuntansi Ma-nagemen. Apakah dengan adanya masalah tersebut jurusan akuntansi siap menambah prodi baru untuk tahun berikutnya?. Pertanyaan ini kemudian muncul di benak saya. Saya beranggapan kalau pihak Jurusan Akuntansi siap secara mental. Namun dilihat dari segi fasilitas belum memenuhi. Setahu saya ada fasilitas gedung baru yang dibangun bagi Jurusan Akuntansi, tetapi yang saya tahu gedung tersebut hanya berfungsi untuk kegiatan laboratorium. Beberapa dosen mengatakan jam efektif proses PBM tidak boleh lebih dari 8 jam sehari. Tapi bisa saja jeda di tengah - tengah PBM mempengaruhi niat dan semangat mahasiswanya sendiri. Oleh karena itu mohon dikaji lagi kesiapan dari pihak internal tentang berdirinya prodi di sebuah jurusan. Bukan hanya dari segi mental, tapi juga fasilitas pendukung lainnya apakah memang telah sepenuhnya siap. Semoga tulisan saya bisa memberi sedikit masukan demi berlangsungnya PBM yang efektif bagi –mahasiswa Polines.
6 | DIMENSI
LAPORAN UTAMA
LAPORAN UTAMA
ly
Nel
Menakar Ancaman MEA
P
ada Desember 1997 , Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN yang digelar di Kuala Lumpur, Malaysia, memutuskan untuk menjadikan ASEAN sebagai kawasan yang stabil, makmur, dan berdaya saing tinggi. Berbekal keinginan tersebut, sepuluh negara ASEAN bersepakat menandatangani Deklarasi ASEAN Concord II (Bali Concord II) pada Oktober 12 tahun lampau di KTT ASEAN ke-9 di Bali, sebagai penegasan kembali komitmen guna mendirikan Masyarakat ASEAN. Kesepakatan itulah yang menghasilkan Masyarakat Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Community/AEC), Masyarakat Keamanan ASEAN (ASEAN Security Community/ASC), dan Masyarakat Sosial Budaya ASEAN (ASEAN Socio-Cultural Community/ASCC). Dalam bukunya, Perdagangan Bebas Dalam Perspektif Hukum Perdagangan Internasional, Serian Wijatno dan Ariawan Gunadi, menjelaskan bahwa untuk menghadapi MEA 2015, Indonesia harus menerapkan beberapa strategi khusus. Yang paling termuka adalah kebutuhan untuk menciptakan sumber daya pengusaha yang kompeten melalui pendidikan dan pelatihan. Pandangan ini mempertegas pendapat-pendapat ahli lain yang mengamini bahwa senjata utama untuk memenangi persaingan MEA adalah kesiapan Indonesia untuk memenuhi kebutuhan SDM yang berkualitas dan unggul. Namun bagaimana sebenarnya MEA bisa mengancam Indonesia? Dalam kajian strategisnya, Angga Triyudha dari Institut Teknologi Bandung (ITB) menyatakan bahwa diberlakukannya MEA membuka kemungkinan terjadinya pasar tunggal di ASEAN. Pasar tunggal ini, menurut Angga, akan mengancam keberlangsungan usaha lokal. Ini disebabkan Indonesia yang lebih banyak berperan sebagai pasar bagi produk-produk luar. Diberlakukan-
8 | DIMENSI
Oleh : Gatot Zakaria & Ruhaeni Intan
|
Design : Adhi Anggara
nya MEA akan semakin membuka lebar keran kedatangan produk luar—terutama ASEAN—ke dalam negeri. Sementara di satu pihak, masyarakat tidak bisa tidak mengakui bahwa aliran barang luar negeri tersebut datang dengan harga dan kualitas yang kompetitif. Hasilnya sudah bisa diketahui sejak sekarang: usaha dalam negeri semakin terjepit. Namun seperti sudah ditulis sejak awal, kekhawatiran utama dari MEA adalah posisi tenaga kerja lokal di tengah serbuan Tenaga Kerja Asing (TKA). Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) mencatat ada 68.957 orang TKA bekerja di Indonesia pada tahun 2013. Data tersebut berasal dari Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing (IMTKA) yang diterbitkan. Sebagai catatan, IMTKA diberikan kepada TKA terampil yang sudah memiliki pengalaman minimal 5 tahun. Diberlakukannya MEA membuka kemungkinan direvisinya peraturan ini, baik dari segi pembatasan pengalaman hingga kualifikasi TKA yang diizinkan. Menurut rilis dari United Nations Development Programme (UNDP) pada tahun 2013 menempatkan Indonesia di peringkat 4 dalam hal Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di antara negara ASEAN, di bawah Singapura, Brunei, Malaysia, dan Thailand. Angka ini barangkali terlihat wajar sekilas, namun jika diteliti lebih lanjut akan terasa mencengangkan. Dari indeks tersebut, Indonesia berada di peringkat 108 dunia dari 287 negara, sementera Singapura—si nomor 1—berada di angka 9 dunia. Kesenjangan ini semakin memantik kekhawatiran banjirnya tenaga kerja terampil dari negara-negara ASEAN. Dengan begitu, Indonesia terancam hanya memperta hankan statusnya sebagai pengekspor tenaga kerja kasar (TKI).
Pasar Bebas ASEAN, Pisau Bermata Dua Oleh Oleh: Ruhaeni Intan H | Desain: Nurul Rachmawati
T
ak lama lagi negara ini akan memasuki era baru perekonomian dimana keterbatasan wilayah, harga, dan regulasi antar negara ASEAN tak akan serumit sebelumnya. Pada 31 Desember 2015, sepuluh negara yang tergabung dalam ASEAN akan berintegrasi, melebur menjadi satu dalam suatu pasar bebas berlabelkan ASEAN Economic Community (AEC) atau bisa diterjemahkan bebas menjadi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Sebebas apakah pasar tersebut? Apa sebenarnya yang dimaksud MEA? Menguntungkankah bagi negara kita? Digagas sejak tahun 1997 (baca Menakar Ancaman MEA ), Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) adalah satu dari tiga impian besar para pemimpin ASEAN. Visi misinya tertuang gamblang di Piagam ASEAN (ASEAN Charter) dan Cetak Biru (Blueprint) MEA yang diputuskan pada tanggal 20 November 2007 di Singapura. MEA dibayangkan sebagai sebuah pasar tunggal dan basis produksi yang memiliki lima elemen utama yaitu aliran bebas atas barang, jasa, investasi, modal, dan tenaga kerja terampil. Pengaturan mengikat antar negara ASEAN seputar perdagangan, investasi, permodalan, pertukaran jasa, serta pasar tenaga kerja sebagian akan dikendurkan dan sebagian lagi bahkan dihilangkan. Suatu kemudahan bukan? PELUANG PASAR BEBAS ASEAN BAGI INDONESIA M. Reza Tarmizi, Wakil Ketua Umum Perdagangan dan Pengebangan Produk Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Jawa Tengah yang merangkap stebagai Ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Wilayah Jateng mengatakan bahwa Indonesia berpeluang besar mengua
DIMENSI | 9
Dok : Rizaldi Eka dan Neni Mulyani
LAPORAN LAPORAN UTAMA UTAMA
LAPORAN UTAMA
sai pasar ASEAN. Dengan luas wilayah yang hampir sebesar 40% dari total wilayah ASEAN serta bonus demografi berupa banyaknya jumlah sumber daya manusia (SDM), besar kemungkinan Indonesia dapat memimpin Pasar Bebas ASEAN di masa depan. “Yang harus dipersiapkan adalah kualitas sumber daya manusia serta kualitas produk kita,� begitu tuturnya ketika dijumpai di kantor Koran Harian Suara Merdeka. Sebagai negara dengan jumlah populasi terbesar, Indonesia akan memperoleh keunggulan tersendiri yang disebut bonus demografi. Perbandingan jumlah penduduk produktif Indonesia dengan negara ASEAN lainnya adalah 38:100 yang artinya setiap 100 warga ASEAN, 38 diantaranya adalah warga Indonesia. Apabila hal ini dimanfaatkan secara maksimal maka bonus tersebut masih dapat dinikmati hingga tahun 2035 dengan harapan mampu meningkatkan pendapatan per kapita penduduk Indonesia. Belum lagi wilayah Indonesia yang membentang luas dari Sabang hingga Merauke. Sebagai negara kepulauan yang cantik, adalah tidak mungkin investor asing tidak melirik negara ini sebagai pasar empuk. Lalu, tunggu apa lagi? Bukankah keuntungan sudah di depan pelupuk mata? Sayangnya, realitas seringkali tidak berpihak. Dikatakan bahwa berdasarkan struktur pasar, tenaga kerja Indonesia didominasi oleh pekerja lulusan SD (80%) sementara lulusan Perguruan Tinggi hanya berkisar 7%. Data dari ASEAN Productivity Organization (APO) menunjukkan bahwa dari seribu tenaga kerja Indonesia hanya ada 4,3% yang terampil. Filipina berada di angka 8,3%, Malaysia 32,6%, dan yang paling tinggi yaitu Singapura dengan 34,7%. Jadi, akankah Indonesia berakhir menjadi negara konsumen atau produsen? Tanpa berbenah diri, mustahil Indonesia dapat berperan produktif alih-alih memimpin sembilan negara lain. Bonus demografi yang dimiliki Indonesia, tidak akan memberikan keuntungan apapun tanpa adanya perbaikan kualitas SDM. Meski begitu, pandangan pesimis semacam itu rupanya ditepis oleh sebagian pengusaha Usaha Mikro, Kecil, Menengah (UMKM). Sebut saja Corry Yani, pemilik usaha tas merk Corry. Pengusaha kerajinan tas kulit asal Semarang ini mengaku hadirnya
10 | DIMENSI
Pasar Bebas ASEAN justru menjadi peluang untuk melebarkan usaha hingga ke mancanegara. “Produk saya tidak kalah saing dari Thailand. Dengan harga yang lebih murah, kualitas tas yang saya buat justru lebih bagus,� ungkapnya. Dengan harga sekitar Rp 900 ribu, tas Corry menyuguhkan produk buatan tangan dengan kulit sapi asli yang telah mengalami proses. Adanya aliran bebas modal juga dipastikan menjadi berita baik bagi kalangan pengusaha Indonesia, terlebih UMKM. Modal tambahan yang dapat diperoleh dari adanya pasar bebas ASEAN meski dengan regulasi yang masih minim diketahui oleh masyarakat dapat dimanfaatkan untuk melakukan ekspansi usaha. Pun untuk memperbaiki kualitas produk dalam negeri. Lantas bagaimana dengan kekhawatiran tentang terjadinya banjir produk luar negeri karena bea masuk yang dihapus? Mengutip dari situs Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian (PPHP), Direktur Pemasaran Internasional PPHP, Ir. Dedi Junaedi, M.Sc menjawab bahwa sejatinya sejak tahun 2010, enam negara pendiri ASEAN (Indonesia, Brunei, Malaysia, Singapura, Thailand dan Filiphina) telah melaksanakan perdagangan bebas ASEAN atau yang dikenal dengan ASEAN Free Trade Area (AFTA). Meskipun tarif bea masuk impor dihapuskan namun tetap ada proteksi guna melindungi barang dalam negeri. Hal tersebut tertuang dalam Protocol to Provide Special Consideration for Rice and Sugar yang ditandatangani pada AFTA Council tahun 2007. Pada akhirnya, Pasar Bebas ASEAN adalah pisau bermata dua bagi kesepuluh negara yang menaunginya, tak hanya Indonesia. Akankah suatu negara berakhir dilabeli negara konsumen atau produsen, keputusan berada di seluruh elemen bangsa: pemerintah, pengusaha, dan yang tak kalah penting masyarakat.
LAPORAN UTAMA
: l a k o L i s k e Konv , a n i C s a l i g Di A E M m a c n a Ter iz Abdul
Oleh: Az
K
esunyian menyergap setelah waktu menunjukkan pukul 16.00 WIB di P&R, sebuah perusahaan k onveksi di depan gedung PKK Ungaran, Jalan Letjend Suprapto Kabupaten Semarang, Jawa Tengah. Ketika memasuki rumah seluas kurang lebih 1000 meter persegi tersebut, tidak banyak terlihat aktivitas industri yang berlangsung. Nuansa sayu dengan dekorasi-dekorasi tua mengisi tiap sudut ruangan. Tumpukan bahan baku berupa kain dan manik-manik serta mesin-mesin jahit dibiarkan terbengkalai begitu saja seolah mereka dapat bercerita bahwatempat tersebut pernah diisi oleh pengrajin-pengrajin handal. Tempat dimana m ereka menggantungkan kelangsungan hidupnya, mencari nafkah untuk sanak saudara. Berawal dari krisis moneter 1998, P&R perlahan mulai merintis badan usaha mandiri. Berbekal dukungan yang besar dari pemerintah terhadap sektor UKM (Usaha Kecil Menengah) kala itu, Nunik Nurhayati perlahan namun pasti berhasil bangkit dengan berfokus pada usaha konveksi. Tuntutan yang besar untuk menghidupi keluarga dari ibu empat orang anak ini, membuat ia tetap bertahan setelah usaha lapak dagangannya di pasar gulung tikar.”Dulu saya dagang kelontong di pasar, lalu saya mulai memikirkan untuk beralih ke usaha lain setelah krisis moneter,” tutur Nunik
Gh
rsa
A aylinda
sain : M ofur | De
seraya mempertegas bahwa ia orang yang sejak dulu berkecimpung di usaha dagang. Mengawali bisnis dengan 5 orang karyawan saja, usaha Nunik berkembang hingga pernah memiliki 40 orang karyawan dan mampu mencapai omzet sampai Rp 300 juta per bulan. Nunik banyak mengikuti pameran di berbagai kota dan aktif menjadi partisipan study banding yang difasilitasi peme rintah kala itu. “Dulu truk pembawa bahan baku keluar masuk di tempat usaha saya sudah biasa, Mas. Pegawai banyak yang mondar-mandir sana sini, sering lembur sampai jam sembilan malam karena banyaknya pesanan,” kenangnya akan masa kejaya-an industri yang sempat berlangsung antara tahun 2000-2012 tersebut. Tidak jauh dari meja kerjanya, tumpukan keset dan manik-manik sisa poduksi beberapa tahun yang lalu menjadi memori tersendiri bagi Nunik. Semasa masih aktif di organisasi pemberdayaan UKM, ia juga banyak mengikuti pameran untuk mengenalkan produk-produk hasil usahanya. Mulai dari produk perlengkapan rumah tangga berbahan dasar kain hingga produk-pruduk sandang yang tersohor hingga Bandung, Jawa Barat. Sejak isu tentang perdagangan bebas mulai santer
DIMENSI | 11
LAPORAN UTAMA
terdengar di tahun 2012, pesanan produk konveksi semakin jarang menyambangi kediaman sekaligus tempat usaha Nunik. Bagai gelombang tinggi yang menyapu pesisir, produk konveksi murah mulai membanjiri pasar Indonesia.”Untuk harga kita kalah saing. Orang lebih memilih barang Cina yang dibanderol dengan harga lebih murah ketimbang barang produksi dalam negeri,” keluh Nunik ketika ditanya mengenai kondisi saat ini. Perlahan tapi pasti, perusahaan yang dulu pernah mencicipi keuntungan besar ini semakin terpuruk. Omzet yang dulunya mencapai 300 juta, kini merosot hingga hanya tersisa Rp 30 juta per bulan. Keadaan ini memaksa Nunik untuk merumahkan sebagian besar karyawannya. “Saat kami mulai kehilangan pelanggan dari Jawa Barat, ternyata banyak factory outlet (FO) disana yang beralih menggunakan kaos impor untuk bahan baku,” tandasnya. Sampai saat ini Nunik masih berusaha mempertahankan lima karyawannya yang tersisa. Namun melihat kondisi persaingan yang semakin ketat saat ini, ia m emilih untuk vacuum. Barang impor m urah menjadi bencana tersendiri bagi para pengrajin konveksi kecil menengah. Walaupun di
12 | DIMENSI
sisi lain masyarakat seakan dimanjakan dengan kebutuhan sandang yang melimpah dan terjangkau, perilaku impor yang berlebihan perlahan malah menggerus lahan u saha dan pekerjaan dalam negeri. “Apa lagi akhir 2015 kita akan masuk pasar bebas ASEAN, saya khawatir nanti kayak zamannya krisis moneter tahun ‘98, Mas,” ucapnya prihatin. “Sudah tidak ada mas, saya sudah terlalu jatuh,” jawab Nunik pesimis ketika ditanya tentang harap annya kepada pemerintah. Ketimbang pemesan, kini para pengamen lebih sering menyambangi tempat usahanya. Lima pegawai yang tersisa kebanyakan hanya melayani urusan-urusan perawatan kebersihan. Nunik pun menceritakan rencananya untuk menjual rumah sekaligus tempatnya mengais rezeki tersebut. Tepat pukul setengah lima sore, satu persatu pegawai Nunik kembali ke rumah masing-masing. Di akhir perbincangan kami, kesunyian perlahan memenuhi seisi ruangan. Berbanding terbalik dengan keramaian yang mulai menyemut di beberapa lapak pakaian bekas impor di sepanjang Jalan Semarang-Yogyakarta. Dan petang terus mendekat.
OPINI LAPORAN UTAMA
Psikolog di metaPROGRESS Training & Consulting (1998-sekarang) Dosen Unika Widya Mandala Surabaya (19992010) Inspiring Woman Jawa Timur tahun 2009 dan 2010
RATNA
yudhawati
B
erbicara mengenai Pasar Bebas ASEAN di akhir tahun 2015 nanti, berbagai pihak yang mau tidak mau akan terlibat di dalamnya pastilah memiliki asumsi dan pendapatnya masing-masing. Mulai dari mahasiswa, pengusaha, hingga praktisi akademis akan mendapatkan atau bahkan menggadaikan kepentingÂannya di sini. Perang opini, dukungan, dan penolakan akan MEA telah banyak dilontarkan mulai dari media cetak hingga berbagai media sosial yang sekarang tengah digemari. Berikut adalah pendapat dari salah satu dari sekian banyak orang yang dapat dikatakan menaruh perhatian besar dan mendukung era MEA 2015, Ratna Yudhawati, Psikolog sekaligus konsultan metaProgress Traning and Consulting.
DIMENSI | 13
LAPORAN UTAMA
Bagaimana dampak MEA 2016 ini terhadap kita, masyarakat Indonesia? Adanya MEA atau Masyarakat Ekonomi ASEAN ini sangat bagus menurut saya. MEA akan membentuk mental dan pemikiran masyarakat Indonesia agar tidak mau kalah dengan orang asing. Hal ini juga berperan untuk meningkatkan kecintaan kita akan produk buatan Indonesia sehingga dapat menciptakan produk dengan kualitas yang lebih baik.
Lantas bagaimana menurut anda kesiapan Indonesia untuk menghadapi MEA 2016? Beberapa sektor penggerak perekonomian di Indoneia yang bisa dikatakan sudah siap untuk menghadapi MEA 2016 ini antara lain pertanian, perikanan, pariwisata, perdagangan, serta perbankan. Dari segi industripun sudah mulai menunjukkan kemajuan yang pesat. Perusahaan besar yang berada di pusat kota kini makin melebarkan sayapnya dengan mendirikan anak-anak perusahaan di kota-kota kecil yang tersebar di sebagian besar Pulau Jawa.
Kendala atau ancaman apa yang mungkin saja dapat terjadi? Masalah yang mungkin muncul di awal MEA ini yang pertama adalah perbedaan kondisi sosial dan budaya. Kedua adalah kemajemukan kompetensi pada setiap daerahnya yang kemudian bertemu dengan orang-orang yang berkemampuan internasional. Mereka rata-rata sudah mencapai level manajer, sedangkan kita masih berada pada tahap operasional.
14 | DIMENSI
Lebih jauh lagi, Indonesia akan menjadi sasaran empuk bagi para distributor dan produsen asing karena melirik luasnya kawasan Indonesia dan jumlah masyarakat yang begitu banyak serta konsumtif. Sebelum ada perdagangan bebas atau masuknya orang asing ke Indonesia, masyarakat indonesia sendiri sudah begitu banyak dan persaingan terjadi begitu ketat. Bisa dibayangkan dampak yang terjadi dengan adanya pasar bebas yang memungkinkan orang asing untuk datang ke Indonesia, kita hanya akan jadi penonton dan semakin konsumtif apabila tidak mempunyai kemampuan untuk survive.
Apa hal utama yang harus dibenahi dari masyarakat Indonesia agar kelak bisa bersaing dengan baik? Dengan nilai plus yang dimiliki masyarakat Indonesia yaitu penge tahuan yang luas atas kondisi tanah air mereka sendiri seharusnya menjadi potensi bersaing yang besar. Akan tetapi justru dengan pengetahuan yang banyak itu malah membuat mereka arogan dan tidak memiliki etos kerja yang baik. Menggampangkan, merasa dirinya yang paling menang, itu salah. Apalagi upah untuk pekerja imigran itu lebih kecil dan mereka tidak rewel seperti masyarakat Indonesia yang sedikit-sedikit demo. Kalau kita arogan, merasa Indonesia telah mempunyai tanah luas serta subur dan cepat puas dengan keadaan yang sekarang, kita tidak akan maju. Tingginya ego masyarakat Indonesia untuk tidak bisa menerima orang luar negeri untuk masuk ke indonesia masih sangat tinggi. Sikap mental orang indonesia itu belum bisa fighting. Sekarang contoh kata begini, saat kita sedang makan di restoran, lalu ada orang warga negara asing masuk, apakah
kita akan merasa nyaman? Kita belum bisa menerima adanya suatu keadaan bahwa ada orang-orang yang berbeda, akan tetapi memiliki hak yang sama. Memang, adanya perdagangan bebas ini sedikit banyak akan mempengaruhi budaya kita. Akan tetapi coba kita tanyakan kembali pada diri kita masing-masing, apakah budaya luar selalu negatif? Apakah budaya indonesia semua positif? Di sini kita harus cerdas memilih. JangÂan lantas ketika ada hal baru yang masuk dan berbeda, kita langsung menutup diri. Maka dari itu mulai sekarang kita harus belajar bahwa perbedaan itu tidak selamanya harus dihilangkan. Apa yang baik dari mereka, kita pelajari. Apa yang sudah baik dari Indonesia, kita pertahankan.
Jadi sebenarnya Indonesia sudah siap atau belum? Kalau dikatakan sudah siap atau belum, memang belum. Tapi kembali lagi kita harus mau berproses. Kalaupun nanti SDM kita sudah siap dan sudah bagus, kan harus lebih baik lagi. Sekarang sebe-narnya sudah banyak persiapan, baik itu dari pemerintah seperti Dinas Ketenagakerjaan maupun asosiasi pengusaha dan sebagainya. De-ngan kondisi pemerintah yang mau memperbaiki kualitas masyarakat, dan kita mendukung hal tersebut, serta kurikulum kampus yang lebih update, ini akan berhasil.
SOSOK
LAPORAN UTAMA
DIMENSI | 15
LAPORAN UTAMA
16 | DIMENSI
LAPORAN POLLING UTAMA
“Melek”
MEA 2015
Oleh : Yuni Pambreni | Desain : Afrizal Fajar
A
SEAN Economic Community (AEC) atau Masyarakat Ekonomi ASEAN yang akrab kita sebut dengan MEA 2015 merupakan istilah untuk pembentukan pasar tunggal di kawasan Asia Tenggara pada akhir tahun 2015, yang mana telah disepakati oleh negara anggota ASEAN sejak lebih dari satu dekade lalu. Tujuan utama pembentukan pasar bebas ini adalah untuk meningkatkan stabilitas ekonomi dan daya saing di kawasan Asia Tenggara, sehingga mampu menyaingi China dan India untuk menarik investasi asing. Hal ini memung kinkan arus perdagangan barang dan jasa antar negara anggota ASEAN yang lebih bebas, sehingga persaingan antar negara – negara di kawasan Asia Tenggara itu sendiri akan semakin ketat. Begitu pula dengan persaingan pasar tenaga kerja
tak terkecuali tenaga kerja professional seperti dokter, pengacara, akuntan, dan lainnya. Pasar tunggal ini salah satunya mensyaratkan pengurangan maupun penghapusan aturan pembatasan perekrutan dan aturan pada sektor ekspor impor seperti hambatan tarif (tariff barriers). Ini menjadi tantangan serta PR baru, tidak hanya bagi peme rintah Indonesia, namun juga bagi kita sebagai bagian dari Perguruan Tinggi Vokasi Politeknik Negeri Semarang. Sejauh ini bagaimanakah mahasiswa dan institusi telah mempersiapkan diri untuk menghadapi tantangan tersebut? Untuk mengetahui hal itu, Tim Litbang LPM Dimensi melakukan riset terhadap 250 responden dengan metode acak sistematis (Random Sampling) pada lima jurusan di Politeknik Negeri Semarang.
Apakah Anda mengetahui tentang Pasar Bebas ASEAN (MEA 2015)?
79 %
?
21 %
Dari riset tersebut, dapat diketahui bahwa sebagian besar mahasiswa Politeknik Negeri Semarang telah mengetahui tentang MEA. Prosentase tertinggi yakni 79% menunjukkan jumlah mahasiswa yang mengetahui Pasar Bebas ASEAN, sisanya 21% mengaku tidak mengetahui. Hal ini cukup memprihatinkan karena masih ada yang belum mengetahui, mengingat bahwa MEA sudah disosialisasikan sejak awal tahun 2015. Sebagai mahasiswa, tentu kesadaran akan kondisi perekonomian dan dunia kerja sangat diperlukan, apalagi mengingat persaingan yang akan semakin ketat nantinya.
Menurut Anda, perlukah MEA 2015 ini diadakan? Mayoritas mahasiswa menyadari perlunya MEA 2015 diadakan, yakni sebesar 73%. Menurut mereka hal ini perlu, sebagai cambuk untuk meningkatkan kualitas diri dalam memenuhi tuntutan global. Hal ini juga menjadi motivasi bagi Indonesia untuk mengembangkan produk barang dan jasa lokalnya, serta mengembangkan Usaha Kecil Menengah (UKM) sebagai salah satu langkah memajukan perekonomian bangsa. Sedangkan sebesar 25% mahasiswa menyatakan MEA 2015 tidak perlu diadakan, karena dirasa Indonesia belum siap dan perlu melakukan perbaikan pada berbagai sektor seperti kualitas SDM. Menurut mereka, hal ini akan menambah angka pengangguran di dalam negeri dan masyarakat dengan pendidikan rendah akan semakin terpuruk. Sisanya sebesar 2% mahasiswa tidak menjawab pertanyaan.
73 % 25 % 2%
?
DIMENSI | 17
POLLING LAPORAN UTAMA
75
%
Apakah dengan adanya MEA 2015 ini, akan berpengaruh bagi kehidupan sehari-hari Anda sebagai seorang pelajar/mahasiswa?
22 %
Menurut 75% mahasiswa, saat ini kabar diadakannya MEA 2015 telah memberikan pengaruh pada mereka. Selain menyadari tantangan yang semakin berat di dunia kerja nantinya, kini mereka merasakan persaingan akademik yang semakin ketat di bangku perkuliahan. Sehingga mau tidak mau mereka tertantang untuk lebih aktif, kreatif, dan giat untuk menimba ilmu dan wawasan. Terlebih lagi untuk mempelajari bahasa asing, khususnya bahasa Inggris sebagai bahasa universal, kini mereka mengangapnya sebagai kebutuhan yang harus dipenuhi untuk bisa bertahan dalam persaingan global. Sedangkan sebanyak 22% mahasiswa menyatakan MEA 2015 ini tidak berpengaruh bagi mereka, dan sisanya 3% mahasiswa memilih abstain atau tidak menjawab.
3% Sudah siapkah Anda untuk bersaing di MEA 2015 nanti? Mengenai kesiapan mereka untuk menghadapi persaingan di Pasar Bebas ASEAN mendatang, sebanyak 67% mahasiswa menyatakan belum siap. Hanya 31% dari mereka yang menyatakan siap dan sisanya 2% mahasiswa tidak menjawab. Sebagian besar mahasiswa merasa dirinya belum cukup bekal dan belum berpotensi untuk bersaing. Dari sisi mental, mereka merasa tidak percaya diri karena aspek akademisnya seperti kemampuan berbahasa asing yang masih kurang. Kurangnya motivasi dan ketidaktahuan akan kompetensi apa saja yang harus digali juga menjadi alasan ketidaksiapan mahasiswa.
2%
31 % 67 %
Apakah menurut Anda Polines sudah membekali mahasiswanya untuk menghadapi MEA 2015? Ditanya tentang kesudahan Polines dalam membekali mahasiswanya menghadapi era MEA 2015, menurut 68% mahasiswa, Polines belum cukup membekali. Terutama dari segi soft skill, menurut mereka keberadaan ORMAWA dengan keterba tasan kualitas dan kuantitasnya serta kurangnya dukungan dari pihak institusi, menyurutkan motivasi mahasiswa untuk lebih aktif. Menurut mereka pula kurikulum Polines kurang diadaptasi
18 18 || DIMENSI DIMENSI
dengan taraf internasional dan dirasa belum ada perubahan signifikan baik sistem Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) maupun staf pengajarnya terkait pemahaman mahasiswa tentang MEA 2015. Selain itu, Polines masih perlu meningkatkan kerjasama dengan perusahaan – perusahaan terutama perusahaan asing. Sedangkan sebesar 31% mahasiswa menyatakan Polines sudah cukup membekali mahasiswanya untuk menghadapi MEA 2015, teruta-
POLLING LAPORAN UTAMA
ma dari segi hard skill, mengingat mata kuliah dengan materi dan praktikum yang secara intensif telah diterapkan Polines. Selain itu pengadaan seminar, Uji Kompetensi di beberapa jurusan, dan tes TOEIC dirasa cukup membantu mereka dalam pemahamannya tentang MEA 2015. Sisanya sebanyak 1% res ponden, tidak menjawab pertanyaan.
Belum siap 31 % Abstain 1 % Siap 68 %
Menurut Anda, apa bekal terpenting yang harus diberikan oleh Polines? Berkaitan dengan bekal terpenting bagi mahasiswa yang harus lebih digali dan harus diberikan oleh Polines saat ini, data menunjukkan sebesar 48% mahasiswa menginginkan Polines untuk lebih meningkatkan pembekalan & pelatihan soft skill. Karena hingga saat ini mereka merasa hard skill sudah cukup ditempa saat KBM, sedangkan soft skill belum, dimana untuk mengasahnya lebih susah dan diperlukan waktu yang lebih lama. Dengan soft skill pula dapat membentuk mahasiswa Polines yang berkarakter, memiliki
Soft Skill 48 %
kepribadian, dan attitude yang berkualitas, serta mempunyai mental kuat untuk bersaing di dunia internasional. Sebanyak 38% mahasiswa menya takan hard skill sebagai bekal terpenting yang harus digali saat ini, karena mereka beranggapan bahwa Polines sebagai Perguruan Tinggi Vokasi sudah sewajarnya mencetak mahasiswa dengan keunggulan hard skill. Sisanya sebanyak 14% mahasiswa memilih untuk diberikan bekal lain seperti pengalaman, karena mereka merasa telah memiliki bekal soft skill dan hard skill yang cukup.
Hard Skill 38 %
Lain-lain 14 %
Kesimpulan : Jadi dapat disimpulkan bahwa sebagian besar mahasiswa Politeknik Negeri Semarang telah memiliki pemahaman yang cukup akan MEA 2015 dan mengetahui pentingnya hal itu bagi stabilitas ekonomi, serta menyadari hal tersebut sebagai kebutuhan bersama untuk mencapai kehidupan bangsa yang lebih baik. Namun di sisi lain, sebagian besar dari mereka belum siap untuk menghadapi persaingan global, begitu pula dengan institusi sebagai wadah mereka belajar dan menggali bekal untuk bersaing. Lalu apa kita akan menjadikan MEA 2015 ini sebagai kesem-
patan ataukah ancaman? Jawabannya tergantung pada tindakan yang akan kita ambil, dimulai dari diri sendiri. Alangkah lebih baik jika kita mulai “melek” lingkungan, berpikir kritis, bertindak aktif dan bersiap untuk persaingan yang sehat. Pihak institusi diharapkan dapat lebih memberi dukungan dan solusi untuk perbaikan hard skill dan peningkatan soft skill mahasiswa, serta kompetensi lain yang harus dimiliki oleh mahasiswa. Dengan begitu, kita dapat me-nyambut MEA 2015 mendatang sebagai kesempatan emas untuk meningkatkan derajat hidup.
DIMENSI DIMENSI || 19 19
LAPORAN UTAMA INFOGRAFIS
Myanmar Sektor pertanian Myanmar menghasilkan padi, kapas, kacang tanah, dan tembakau. Hasil perkebunan di Negara ini adalah tebu dan kayu jati. Myanmar adalah salah satu pengekspor kayu jati terbesar di dunia. Myanmar memiliki banyak sumber tambang diantaranya timbel, zinc, tembaga, emas, perak, timah, batu permata dan minyak bumi.
Vietnam Sektor pertanian Vietnam terpenting adalah beras. Perikanan dipusatkan di Teluk Tonkin dan daerah pe足 nangkapan ikan di Laut Cina Selatan. Pertambangan Quang Yen di sebelah utara Hanoi terdapat endapan antrasit yang paling besar di Asia Tenggara. Ekspor utama negara Vietnam adalah beras, karet, kopi, tebu, batu bara, bijih logam, semen dan ikan.
Laos
Thailand Sebagai Negara pertanian tradisional, hasil pertanian terutama beras adalah salah satu sumber utama penghasilan devisa negeri itu. Thailand juga Negara produsen hasil laut terbesar ketiga di Asia setelah Jepang dan Tiongkok, dan merupakan Negara penghasil udang terbesar di dunia. Sumber daya hutan, perikanan, minyak bumi dan gas alam juga merupakan dasar perkembangan ekonomi.
Singapura Perekonomian Singapura terfokus pada jasa perdagangan. Hampir sebagian besar perusahaan perdagangan dan industri internasional memiliki kantor di Singapura. Produk unggulan yang menjadi daya tarik Singapura antara lain : Pelayanan kesehatan, Gedung-gedung perkantoran, elektronik,足 perguruan tinggi, pusat perbelanjaan, dll.
20 | DIMENSI
Lembah sungai Mekong yang subur banyak menghasilkan tanaman pertanian dan perkebunan, terutama padi, kopi, dan tembakau. Memiliki sumber-sumber tambang mineral, seperti timah, tembaga, emas, dan perak. Wilayahnya didominasi perbukitan dan pegunungan yang tertutup hutan lebat, sehingga menghasilkan kayu sebagai salah satu komoditasnya. Pertanian masih mempengaruhi 50% dari penda足 patan足nasional dan menyerap 80% dari tenaga kerja yang ada.
Kamboja Pertumbuhan ekonomi Kamboja didukung oleh empat sector utama yaitu, pertanian, pariwisata, garmen dan properti. Sektor garmen merupakan salah satu sektor unggulan yang selama ini menjadi motor penggerak pertumbuhan ekonomi Kamboja. Pada tahun 2008, sektor garmen menyumbangkan 15% dari GDP Kamboja dan 65% dari total ekspor Kamboja.
LAPORAN INFOGRAFIS UTAMA
Bekal Komoditi Andalan ASEAN untuk MEA 2015 Tingginya arus perdagangan ekonomi liberalis mau tidak mau mendorong ASEAN untuk ikut andil dalam kemajuan pasar global agar mampu menyaingi India dan Cina. ASEAN mencetuskan dibentuknya Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) atau ASEAN Economic Community (AEC) dalam pertemuan di Bali tahun 2003, selanjutnya dikukuhkan lewat Declaration of ASEAN Concord II. Adapun komoditi masing-masing negara Asia Tenggara dalam menghadapi MEA 2015 mendatang adalah:
Filipina Komoditas Filipina dalam dunia perdagangan internasional adalah berbagai hasil pertanian, seperti serat manila, gula, kopra, buah-buahan, dan berbagai jenis kayu hutan. Keberadaan International Rice Research Institute (IRRI) yang mengkaji kelainan-kelainan padi menjadi bibit unggul dan Filipina telah menjadi pemeran utama dalam Revolusi Hijau. Selain itu, hasil industri dan pertambangan yang merupakan komoditas ekspor adalah tembaga, emas, perak, keramik, dan bijih besi.
Malaysia Malaysia merupakan negara produsen karet terbesar ketiga di dunia. Malaysia memiliki luas lahan karet yang semakin menurun namun produksi dan produktivitasnya meningkat. Sebesar 96% lahan karet dimiliki dan digarap oleh rakyat, sedangkan 4% dikelola oleh perusahaan. Industri di Malaysia sangat berkembang, ekspor produk barang jadi karet bervariasi, bahkan produk kayu karet juga diekspor dalam bentuk furniture.
Brunei Darussalam Ekonomi Brunei Darussalam bertumpu pada sektor minyak bumi dan gas sebagai sumber pendapatan utama. Lahan pertambangan Brunei berada di kawasan Seria, Ampar, Jerudong, dan Kuala Belait.Selain bertumpu pada sektor pertambangan, pemerintah Brunei mencoba melakukan diversifikasi sumber-sumber ekonomi melalui upaya peningkatan di bidang perdagangan dan Industri.
Indonesia Sepuluh komoditi ekspor utama Indonesia adalah Tekstil dan Produk Tekstil (TPT), produk hasil hutan, elektronik, karet dan produk karet, sawit dan produk sawit, otomotif, alas kaki, udang, kakao dan kopi. Komoditas lainnya, yaitu makanan olahan, perhiasan, ikan dan produk ikan, kerajinan dan rempah-rempah, kulit dan produk kulit, peralatan medis, minyak atsiri, peralatan kantor dan tanaman obat.
DIMENSI | 21
LAPORAN KHUSUS
22 | DIMENSI
LAPORAN KHUSUS
LAPORAN KHUSUS
DIMENSI | 23
LAPORAN KHUSUS
Trans Semarang:
Perubahan Terkini  ransportasi Semarang T Oleh : Muhammad Hafidz | Desain : Hilmi Imawan | Dok : Rizaldi Eka dan Neni Mulyani
24 | DIMENSI
LAPORAN KHUSUS
K
ota Semarang sudah dikenal sejak masa penjajahan Belanda sebagai kota perdagangan. Sejak zaman itu, Semarang telah ramai dikunjungi oleh orang dari berbagai negara seperti Cina, Melayu, dan Negara Barat yang mempunyai urusan perdagang-an. Semarang sendiri memiliki pelabuhan yang memang menjadi jalur utama bagi kapal-kapal yang relatif besar untuk berlabuh. Hal tersebut secara berkesinambung an mempengaruhi pertumbuhan penduduk dan moda transportasi yang dari tahun ke tahun berkembang pesat. Di Semarang sendiri, moda transportasi angkutan umum dinilai berkembang pesat dalam jumlah pelayanan dan penggunanya hingga mengalami titik emasnya pada tahun 2005. Ironisnya, pada tahun 2007 perkembang-an pelayanan angkutan umum dinilai berkurang secara signifikan. Hal ini disampaikan oleh Joko Umbara Jati selaku Kepala UPTD Terminal Mangkang, Dinas Perhubungan, Komunikasi, dan Informasi (Dishubkominfo) Kota Semarang, “Perkembangan pelayanan moda transportasi angkutan umum sangat berkurang di tahun 2007. Hal ini dilihat dari peta perkembangan jumlah angkutan dan penggunanya dari tahun ke tahun. Yang ironis, pengguna kendaraan pribadi malah semakin banyak, terutama sepeda motor”. jelasnya.
untuk kredit kendaraan pribadi, belum lagi pertimbangan aspek waktu. Dengan kendaraan pribadi perjalanan yang harusnya ditempuh dengan angkot 30 menit menjadi 15 menit.”tuturnya. Dari kenaikan jumlah pengguna moda transportasi pribadi tersebut, maka pemerintah dihadapkan pada permasalahan lalu lintas, seperti tingginya angka kecelakaan dan kemacetan di sepanjang jalan protokol. Inilah yang memantik niat pemerintah untuk mencari solusi pembenah-an sistem transportasi, salah satunya dengan membuat Bus Rapid Transit (BRT) berlabel Trans Semarang. BRT sendiri mulai diterapkan pada tahun 2009 oleh Pemkot Semarang. Rencana awalnya terdapat 6 koridor, yakni koridor 1 rute terminal Mangkang-Penggaron,koridor 2 rute Terboyo-Ungaran, koridor 3 rute Terboyo-Undip Tembalang, koridor 4 rute Pelabuhan Tanjung Mas-Banyumanik, koridor 5 rute Penggaron-Terboyo, dan koridor 6 rute Bandara A.
Yani-Terboyo. Hingga saat ini, dari 6 koridor, Pemkot Semarang sudah membuka 5 koridor. Sedangkan satu koridor yang rencana akan segera dibuka adalah koridor 3 rute Terboyo-Undip Tembalang. “Mohon doa restunya kami akan membuka rute hingga ke kampus Undip. Mari dorong bersama ke Pak Wali perubahan ini bisa jalan,” terang Joko. Sejauh ini, Joko menilai bahwa moda transportasi yang sudah 6 tahun diterapkan ini mendapatkan respon positif dari masyarakat. Pelayanan yang ramah, fasilitas yang layak, dan biaya yang murah adalah alasan utama masyarakat yang memilih menggunakan moda transportasi ini. Ke depannya banyak yang berharap kenyamanan yang didapat saat ini menjadi komitmen yang tetap dipegang oleh Pemkot Semarang hingga tahun-tahun mendatang.
Menurut Joko, kenaikan jumlah pengguna moda transportasi sendiri disebabkan karena aspek pelayanan dari angkutan umum yang kurang disukai masyarakat. “Seperti biaya angkot itu sendiri sudah mempengaruhi alasan mengapa orang lebih memilih
DIMENSI | 25
LAPORAN KHUSUS
26 | DIMENSI
LAPORAN KHUSUS
Setelah Enam Tahun Pengoperasian BRT T Oleh: Muhammad Hafidz | Desain : Ahmad Prabawanto | Dok : Rizaldi Eka dan Neni Mulyani
RANSPORTASI massal, siapa yang tidak membutuhkannya. Transportasi sangat erat kaitannya dengan mobilitas sehari–hari demi mendukung semua kegiatan perpindahan tempat. Memasuki kehidupan perkotaan yang dituntut serba cepat dan tepat, moda transport-asi nyaman dan aman pasti diharapkan semua pihak. Menjawab kebutuhan terse-but, Pemerintah Kota Semarang telah membuka pengoperasian moda transportasi Bus Rapid Transit (BRT) selama kurang lebih 6 tahun terakhir. Sebagai sarana transportasi yang masih relatif muda, alhasil BRT memiliki berbagai sisi, baik yang dinilai sudah bagus maupun yang masih memerlukan pengembangan dan pembenahan.
“
Meskipun mayoritas masyarakat sejauh ini mendukung Intimidasi bagi Angkutan Umum Kota diberlakukannya BRT, Di awal pengadaan dan pengoperasiannya, banyak aspek yang perlu dibenahi beberapa pihak merasa dalam pencanangan BRT. Salah satunya adalah pemangkasan atau scraping pihak Pemkot hingga saat moda transportasi umum yang sudah lebih dulu beroperasi. Sebagai contoh adalah koridor 1 BRT rute Mangkang–Penggaron. Rute ini sebelumnya dipeini belum melakunuhi lalu lalang angkutan umum kota jenis metro mini, akan tetapi seiring kan sosialisasi kebutuhan masyarakat akan moda transportasi massal yang berfasilitas lebih baik maka Pemkot Semarang memutuskan untuk melakukan pemangkasan dengan cukup angkutan umum kota tersebut dan menggantikannya dengan BRT. baik Meskipun mayoritas masyarakat sejauh ini mendukung diberlakukannya BRT, beberapa pihak merasa pihak Pemkot hingga saat ini belum melakukan sosia-
DIMENSI | 27
“
LAPORAN KHUSUS lisasi dengan cukup baik. “Mengenai hal itu kami tetap merespon baik kepada pemerintah. Namun sampai sejauh ini kami belum menerima komunikasi secara kelembagaan,” ungkap Wasidarono, Ketua DPC Organda Kota Semarang. Terkait hal itu, Joko Umbara Jati selaku Kepala UPTD Terminal Mangkang Dinas Perhubungan Informasi dan Komunikasi (Dishubkominfo) mengatakan bahwa sebelum melakukan scraping pihak pemkot sudah berkomunikasi dengan pihak Organda sebagai organisasi yang bergerak perihal angkutan umum kota. “Kami sudah melakukan komunikasi dengan pihak Organda, dan mengenai scraping itu harusnya pihak Organda sudah tahu karena dulu pernah dikomunikasikan di publik,” terangnya.
Tak Sebanding dengan Moda Transportasi Sejenis. BRT Semarang yang sudah 6 tahun beroperasi ini, masih berada di tingkat bawah jika disandingkan dengan angkutan umum serupa di kota-kota besar lain. “Dari sisi kuantitas BRT Semarang masih berada di bawah Kota Jakarta dan dari segi kualitas masih di bawah Kota Yogyakarta,” jelas Teguh Prasetyo, pengamat transportasi dari Laboratorium Transportasi Universitas Katolik Soegijapranata Semarang.
“
Nyamannya naik BRT adalah karena datang dan perginya tepat waktu. Tidak ada istilah ngetem dan tak ada pengamen yang sering menggangu kenyamanan
Hal-hal yang masih memerlukan perhatian lebih adalah penambahan armada dan jam oprasional BRT. Sejauh ini meski Pemkot tahu bahwa pengguna BRT semakin banyak, belum ada penambahan armada. “Kami memang belum fokus menambahkan jumlah armada. Yang sedang gencar dikerjakan pemkot saat ini adalah menambah jumlah koridor sesuai rencana awal,” jelas Joko. Salah satu yang dikritisi adalah perubahan jam operasional yang semula bero-perasi hingga 21.00 WIB menjadi hingga pukul 18.00 WIB saja. Hal itu bukanlah tanpa alasan, Pemkot menilai bahwa akan merugikan jika jumlah pengguna di atas pukul 18.00 tidak sebanding dengan biaya operasional BRT. “Kami melihat pola pergerakan masyarakat Semarang setelah jam 6 sore sudah sepi dari aktif-itas,” tandasnya. Lebih jauh lagi, yang menjadi pekerjaan rumah bagi Pemkot adalah bagaimana cara mempertahankan kepusan masyarakat selama beberapa tahun ke depan. “Mayarakat akan cenderung selalu menuntut hal yang baru,” tutur Teguh.
“
Jawaban untuk Angkutan Umum yang Nyaman dan Murah? Subsidi yang digelontorkan Pemerintah Kota Semarang untuk menunjang moda transportasi BRT dengan 4 koridor ini mencapai Rp 10 miliar per tahun. Dana subsidi itu mampu menurunkan ongkos BRT hingga Rp 3.500 untuk penumpang umum dan Rp 1.000 untuk pelajar. Tak heran jika BRT kini banyak diminati oleh masyarakat luas. Selain murah dari segi biaya, BRT pun memiliki waktu kedatangan yang akurat dan berfasilitas baik. Sebagai salah satu pengguna BRT, Zakaria Ahmad mengaku lebih banyak diuntungkan jika naik BRT dibanding angkutan kota pada umumnya. “Nyamannya naik BRT adalah karena datang dan perginya tepat waktu. Tidak ada istilah ngetem dan tak ada pengamen yang sering menggangu kenyamanan,” jelas pria yang juga berprofesi sebagai guru di salah satu SMP di Kota Semarang tersebut.
28 | DIMENSI
Indeks kepuasan masyarakat pengguna BRT selama 6 tahun terakhir juga meningkat. Hal ini terlihat dari semakin bertambahnya pengguna hingga dua kali lipat sejak 2 tahun terakhir. “Survei kami menyimpulkan bahwa layanan BRT dinilai baik oleh masyarakat pengguna. Bertambahnya koridor yang telah dibuka dan berbagai aspek lain yang tidak bisa didapat dari angkutan umum biasa menjadi faktor yang membuat masyarakat memilih BRT,” jelas Teguh Prasetyo.
LAPORAN KHUSUS
Masa Depan Trans Semarang Oleh : Ramayatul Ulyya | Desain : Hilmi Imawan | Dok : Rizaldi Eka dan Neni Mulyani
B
us Rapid Transit (BRT) sudah tak asing lagi keberadaannya di Kota Semarang. Harga murah dan jalur operasional yang menjangkau hampir semua area kota sudah menjadi andalan. Setelah hampir 6 tahun beroperasi, perkembangan yang relatif baik bisa dilihat dari segi pelayanan dan operasional yang kemudian menjadi daya tarik bagi pengguna BRT. Namun, bagaimana masa depan keberadaan BRT di Semarang? Sempat muncul E-ticketing di tahun 2014, namun hanya dengan kuota sebanyak 2.000 lembar. A  ntusias masyarakat sendiri terlihat dalam peluncuran pertama tiket elektronik tersebut yang langsung habis. Hal ini menjadikan pemerintah lebih berseÂmangat untuk meluncurkan kembali E-ticketing. “Tahun ini (2015-Red), kami akan kembali mengeluarkan E-ticketing, namun hal tersebut harus dibarengi
DIMENSI | 29
LAPORAN KHUSUS
dengan adanya alat penunjang E-ticketing yang memadai dan layak keberadaannya,“ tutur Kepala Badan Layanan Umum (BLU) Trans Semarang, Joko Umboro Jati. Peningkatan pengguna BRT setiap tahunnya, juga memotivasi pemerintah dalam pengembangan Trans Semarang untuk tahun – tahun yang akan datang. Dalam hal pelayanan, pihak BLU tidak mau ketinggalan mengenai perkembangan teknologi. Dalam keterkaitan kemajuan teknologi, BLU sedang mengkaji mengenai sebuah aplikasi. Aplikasi tersebut nantinya akan membantu pengguna BRT untuk mengetahui keberadaan shelter terdekat dan keberadaan armada BRT yang akan digunakannya. Saat ini pihak BLU sudah memiliki beberapa akun media sosial yang mampu membantu pengguna BRT dalam hal update kondisi
30 | DIMENSI
perjalanan BRT. “Sekarang naik BRT sudah enak, karena sudah ada akun social media yaitu Twitter. Tweet-nya berisi tentang kondisi armada Trans Semarang yang beroperasi dan beberapa informasi mengenai perjalanan BRT sampai ke shelter tujuan. Kita jadi tahu jadwal BRT sampai ke shelter tepat waktu dan mengapa BRT mengalami keterlambatan,“ ungkap pengguna aktif BRT, Amelia Tri Wijayati. Dalam hal penunjang layanan untuk memenuhi kenyamanan pengguna BRT, pihak BLU akan menambah koridor dalam per luasan wilayah operasional Trans Semarang. Peningkatan pengguna BRT juga harus didukung dengan ketersediaan koridor yang semakin banyak dan menyebar. “Kami akan memperluas wilayah operasional BRT, hal ini dikarenakan pengguna semakin meningkat. Kami akan mengajak pengguna kendaraan kendaraan
pribadi beralih ke BRT. Karena harga yang kami tawarkan murah untuk semua kalangan,” tutur Joko Umboro jati. Namun pakar transportasi dari Unika Soegijapranata, Teguh Prasetyo, meragukan rencana pengembangan BRT tersebut akan berhasil, tanpa adanya suatu master plan. “Percuma pemerintah dan pihak BLU memiliki kebijakan yang baik untuk memajukan keberadaan BRT tanpa adanya master plan, karena keberadaan master plan itu pen ting untuk mendukung semua rencana pembangunan,” ucapnya. Keberadaan master plan ini juga berguna karena di Indonesia, ada kecenderungan jika suatu sistem pemerintahan berganti, kebijakannya juga akan berganti. “Hal ini tidak akan memajukan kebijakan–kebijakan yang telah dibuat,” imbuhnya.
LAPORAN KHUSUS
KAMPUSIANA
DIMENSI | 31
LAPORAN SPEAK UP UTAMA
Akses Hotspot “VVIP” Desain : Maylinda Arsa
D
i Politeknik Negeri Semarang (Polines) fasi litas hotspot tersedia luas di berbagai sudut lingkungan kampus. Dengan menggunakan beragam nama, hotspot di Polines dikelola dan dirawat oleh masing-masing jurusan. Sehingga, ketika kita me lakukan pencarian akses hotspot menggunakan gadget, kita dapat menemui setidaknya empat atau bahkan
tujuh ruang akses hotspot di satu tempat. Seiring berkembangnya zaman, akses internet menjadi kebutuhan yang sangat kompleks. Mulai dari sekadar pencarian informasi, media sosial, jaringan komunikasi hingga penggunaan untuk kepentingan bisnis dan pelayanan masyarakat. Akses internet menjadi faktor penting peningkatan daya saing mahasis-
wa. Namun, bagaimana jika akses intenet melalui hotspot diproteksi dengan pemberian password? Apakah dengan adanya password pada hotspot kampus berarti hak mahasiswa dikebiri? Mengapa muncul kebijakan pemberian password pada jaringan hotspot kampus? Siapakah yang sebenarnya diuntungkan dan dirugikan?
Reza Fahlevi A D3 Konstruksi Gedung Saya tidak setuju hotspot kampus di-password, karena akan sangat menyulitkan mahasiswa dalama mencari tugas.
Edi Wijayanto Staf Pengajar D4 Analis Keuangan Walaupun sudah di-password, hotspot kampus implementasinya masih kurang. Karena hotspot kampus masih sangat lambat saat digunakan
32 | DIMENSI
Fadli Irawan Mardjan D4 Komputerisasi Akuntansi Tidak jadi masalah hotspot kampus di-password selama itu ditujukan untuk melindungi kepentingan mahasiswa Polines. Sehingga hanya mahasiswa Polines yang bisa mengaksesnya. Tapi jika hotspot kampus hanya bisa dinikmati segelintir orang yang memiliki password, mendingan anggaran jebol tapi bisa dinikmati seluruh mahasiswa.
LAPORAN SPEAK UTAMA UP
Nico Pracahya D4 Analis Keuangan Saya tidak setuju diberlakukan password bagi hotspot kampus, alasannya karena akses internet pada hotspot kampus sangat penting dalam menunjang kegiatan perkuliahan.
Tri Norma Romadhon D3 Konversi Energi Kurang tepat jika hotspot kampus harus di-password, karena akses ke dunia maya merupakan sarana pendukung penting dalam pembe-
Bahrul Huda D3 Teknik Mesin Kalau hotspot kampus di-password bagus sih, jadi hotspot yang dana nya berasal dari institusi hanya bisa digunakan oleh mahasiswa Polines. S ehingga dengan adanya password dan user nama, mahasiswa bisa m erasa memiliki dan memaksimalkan penggunanaya. Dengan catatan penerapan hotspot kampus bisa m erata ke seluruh mahasiswa.
M. Noor Ardhiansyah Wakil Direktur 2 Polines Setuju, memang saya yang perintahkan (pemberian password-Red) untuk keamanan. Sehingga kita bisa menjamin akses hotspot yang kita adakan bisa dinikmati mahasiswa Polines yang teridentifikasi secara sah melalu password nantinya.
Efendi Ariyo Saputra D3 Keuangan dan Perbankan Hotspot kampus seharusnya tidak di-password, karena akan menyulitkan mahasiswa mengakses salah satu fasilitas kampus.
DIMENSI | 33
LAPORAN UTAMA KAMPUSIANA
Festival ABITA cetak
Duta Polines Oleh : Dewi Ristiana Palupi | Design : Adhi Anggara
berharap finalis Mbak “ Kami Mas bisa ikut dalam ajang Denok Kenang Semarang “
J
oko Priyo Satriyo, Ketua Pelaksana Festival ABITA mengawali wawancara dengan berkata, “Awal mulanya karena di Jawa Tengah ada gerakan ABITA, Aku Bangga Indonesia Tanah Airku.”. Hiruk pikuk Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Polines kala itu memang terpaksa membuatnya untuk bersuara lebih keras. Maklum sebagian besar anggota aktif tengah disibukkan oleh persiapan penyelenggaraan Festival ABITA. Maraknya isu nasionalisme dan wawasan kebangsaan yang tengah digaungkan saat ini meng-inspirasi BEM bersama Komunitas Polines Kreatif (KPK)—wadah non ormawa di bawah naungan BEM—untuk menjadikannya tema dalam program kerja Talk Show milik Kementerian Penalaran dan Minat Bakat kabinet BEM tahun ini. Selain Talk Show, Festival ABITA juga akan diisi dengan Lomba Karya Tulis Ilmiah (LKTI) yang temanya juga tidak jauh-jauh dari nasionalisme dan wawasan kebangsaan. Sedangkan untuk menggali minat bakat dan serta mensosialisasikan wawasan kebangsaan di Polines, acara akan ditambah dengan pemilihan duta Polines yang diwujudkan melalui ajang “Mbak Mas” Polines. Masing-masing dari rangkaian kegi-atan tersebut telah dibuka pendaftarannya sejak pertengahan Maret dan final berturut-turut akan digelar pada 13, 16, dan 17 April 2015. Pemilihan Mbak Mas Polines sendiri adalah yang paling dibanggakan oleh BEM dan KPK. Pasalnya, acara ini akan menjadi ajang kompetisi yang menghasilkan mahasiswa-mahasiswi pilihan sebagai Duta Polines dan memperebutkan piala direktur.
34 | DIMENSI
Sebanyak 20 finalis putra dan 20 finalis putri nantinya akan otomatis masuk menjadi volunteer KPK dan diharapkan dapat memberi manfaat pada mahasiswa dan keluarga besar Polines. Akan tetapi ketika ditanyai lebih lanjut menge nai program kerja Mbak-Mas Polines nantinya setelah terpilih, Joko mewakili BEM mengaku belum ada perencanaan yang matang. “Setelah terpilih, finalis baru akan diajak rembuk bareng untuk melaksanakan program dalam bidang sosial, lingkungan, maupun akademis. BEM dan KPK hanya sebatas memberikan bekal cinta tanah air dan bangga Polines melalui ajang Mbak Mas Polines ini,” aku Joko. Rencana jangka pendeknya, finalis Mbak Mas dapat menjadi figur teladan dengan menjadi duta untuk dokumentasi Polines misalnya web atau kalender. Hal serupa juga disampaikan oleh Sindung Wuragil Permana selaku Presiden Mahasiswa, ia menjelaskan bahwa acara ini terlebih dahulu akan dievaluasi karena baru dilaksanakan untuk pertama kalinya. “Sekarang BEM fokus akan seleksi dan teknis pelaksanaan acara dulu,” jelas Sindung. Ia menjelaskan bahwa apabila ternyata tidak ada tindak lanjut dari BEM dan KPK, acara semacam ini tidak akan diadakan lagi untuk kepengurusan di tahun berikutnya. “Kami berharap finalis Mbak Mas bisa ikut dalam ajang Denok Kenang Semarang,” tambah Sindung ketika ditanyai mengenai harapannya. Di sisi lain, Poniman selaku Wakil Direktur 3 Bidang Kemahasiswaan yang notabene akan didaulat sebagai salah satu juri Mbak Mas Polines juga belum mau berkomentar banyak. “Berhubung ini proker pertama mari kita lihat hasilnya dulu. Pada dasarnya sama saja dengan acara semacam ‘Putra Putri Akuntansi’, hanya saja ini lingkupnya kampus,” tutur Poniman. Ia mengaku bahwa sejauh ini hanya bisa mendukung sebatas perijinan, dan yang terpenting dari pihak BEM sudah berkoordinasi secara internal.
LAPORAN UTAMA
SEMARANGAN
DIMENSI | 35
KOMUNITAS
Sahabat-sahabat awam
YLI Jogjakarta Omah Kupu
Panggon Kupu: Jembatan Odapus Berbagi Semangat Oleh : Fitriya Marta Ristiana Desain : Maylinda Arsa Dok : Pribadi
P
engetahuan masyarakat Indonesia mengenai penyakit dalam dunia kesehatan umumnya masih awam. Hanya sebagian kecil orang atau kelompok tertentu saja yang menaruh perhatian terhadap uraian tersebut. Bicara mengenai penyakit sendiri, di dunia ini terdapat bermacam-macam jenis penyakit dan setiap manusia selalu memiliki resiko terjangkit, dari yang levelnya biasa saja hingga yang berbahaya, mematikan, bahkan langka dan misterius. Salah satu penyakit yang memegang beberapa predikat terakhir adalah Lupus, lengkapnya Systemic Lupus Erythematosus (SLE). Tak banyak orang Indonesia mengetahui apa itu Lupus, sehingga banyak pula orang beranggapan Lupus adalah penyakit langka dan pasiennya sedikit. Kenyataannya, penderita penyakit ini (biasa disebut odapus atau orang dengan Lupus) cukup banyak dan semakin meningkat. Survei pada tahun 2013 menyatakan penyakit Lupus setidaknya telah menyerang 5 juta orang di seluruh dunia, sementara di Indonesia terdapat 400.000 orang dengan dominasi penderita adalah kaum wanita. Bukan angka yang sedikit, terlebih jika setiap tahun terus meningkat. Awalnya banyak dari odapus sendiri yang tak menduga bahwa ternyata dirinya mengidap penyakit tersebut. Penyakit ini memang dapat menyerupai beberapa penyakit organ dalam manusia, hingga tak heran sering juga dijuluki penyakit penipu ulung. Namun menurut buku saku Yayasan Lupus Indonesia, salah satu gejala awal yang paling mencolok jika seseorang menderita penyakit Lupus adalah munculnya bercak-bercak merah di sekitar pipi yang berbentuk seperti kupu-kupu atau butterfly rash.
36 | DIMENSI
KOMUNITAS
Bersama sahabat odapus dari YLI Jakarta
“
Para dokter dan residen
Bicara mengenai penyakit sendiri, di dunia ini terdapat bermacam-macam jenis penyakit dan setiap manusia selalu memiliki resiko terjangkit, dari yang levelnya biasa saja hingga yang berbahaya, mematikan, bahkan langka dan misterius.
Berawal dari penyakit tersebut, Tiara Savitri, putri bungsu dari tiga bersaudara yang terlahir dari pasangan Poernomo Kismosoedirjo (Alm) dan Oesye Purnomo (67) tergugah hatinya untuk mendirikan sebuah yayasan, yakni Yayasan Lupus Indonesia (YLI). Tiara merupakan ketua YLI sejak tahun 1998 sampai sekarang. Lulusan SMA Labshool Rawamangun Jakarta tahun 1987 ini sendiri divonis menderita Lupus oleh seorang dokter 27 tahun silam. Demi alasan berbagi semangat kepada para odapus, wanita kelahiran Beograd (Yugoslavia), 5 Agustus 1998 ini membuka cabang yayasan di empat kota besar di Indonesia, yakni di Jakarta, Surabaya, Yogyakarta, dan Makassar. Selain yayasan, terdapat juga komunitas daerah yang tersebar di 10 penjuru kota besar di tanah air, yakni Bandung (Pivot Station), Palembang (PLSS), Medan (Cinta Kupu), Solo (Griya Kupu), Tarakan (Kompak), dan Semarang (Panggon Kupu). Penggunaan kata kupu sendiri dijadikan identitas karena menjadi simbol gejala Lupus. Panggon Kupu sendiri adalah salah satu komunitas odapus yang didirikan di Semarang pada 6 Februari 2013. Diketuai oleh Yohana Septiana Kusumawardhani atau lazim disapa Danik, Panggon Kupu berdiri de-ngan dukungan Yani Salma, Prima Dewi, dan Melati.
”
adalah mahasiswa dari berbagai universitas di Kota Semarang. Kegiatan yang dilakukan komunitas Lupus daerah tidak jauh berbeda dengan yayasan, meski dalam skala yang lebih kecil mengingat terbatasnya jumlah anggota dan adanya batasan-batasan fisik dari penderita Lupus sendiri. Cara mereka menyiasati hal tersebut yakni dengan mengadakan agenda rutin yang ringan sebagai pengganti kegiatan besar, seperti berkumpul untuk berbagi cerita, berbagi semangat, atau menjenguk sesama anggota yang sedang berjuang di rumah sakit. “Kumpul-kumpul sebentar aja, kayak makan atau nongkrong. Sekadar ketemu supaya gak mikirin sebenarnya kita itu sedang sakit,” ucap Yani. Kegiatan besar sendiri tidak mungkin dapat diadakan kecuali ada volunteer. Tidak ada persyaratan ter-tentu untuk menjadi seorang volunteer sehingga siapa saja bisa bergabung terlepas dari ikatan keluarga atau sahabat dekat. Hal itu semata-mata agar kegiatan besar yang sebenarnya mereka ingin adakan dapat tercapai dengan bantuan pihak-pihak yang peduli.
Mereka berempat kemudian berinisiatif bekerjasama dengan yayasan pusat untuk membentuk komunitas Lupus di daerah. Data sementara anggota komunitas ini berjumlah 30 orang dan semuanya adalah odapus. Usia rata-rata anggota antara 20 – 40 tahun dan berdomisili di Semarang, serta mayoritas
DIMENSI | 37
LAPORAN UTAMA SOSOK
Bisnis, Tak Ada Kata Gengsi Oleh: Hesti Ayu Ambarwati | Desain: Nurul Rachmawati
38 | DIMENSI
LAPORAN UTAMA SOSOK
doc. pribadi
“Tidak sekedar punya pendidikan tinggi, tapi juga bermanfaat bagi orang lain serta membuka lapangan usaha sendiri,” jawab Yama Fresdian Dwi Saputro, Ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Polines 2014-2015, saat ditanya mengenai moto hidupnya. Mahasiswa semester 8 Program Studi D4 Telekomunikasi ini mengaku bahwa sejak kecil memang sudah senang berwirausaha. Hal ini terbukti saat kelas 1 SD dirinya pernah menyewakan games Nintendo kepada teman-temannya. Alhasil, mahasiswa yang akrab disapa Yama ini mampu mendapatkan keuntungan dari persewaan kecil-kecilan tersebut. Tak hanya itu, menginjak kelas 4, ia pernah berjualan mercon dan layang-layang. Sejak itulah dia mulai mengenal bagaimana cara mencari uang. Jiwa wirausaha yang tumbuh sejak kecil itu semakin berkembang saat ia duduk di bangku kuliah. Sejak semester 3, Yama mulai merintis usaha dibidang supplier kertas bekas. Usaha yang ia bangun dari bawah ini tentunya tidak mudah. Butuh kerja keras serta keuletan super exstra untuk mengembangkannya. Setelah menekuni usaha supplier kertas bekas selama hampir 3 tahun, akhirnya diawal tahun 2015 ia berhasil bergabung dengan Pura Group, salah satu perusahaan produsen kertas terbesar di Indonesia. “Puncaknya tahun 2015 bisa masuk ke Pura Group jadi supplier,” terang pemuda asal Pemalang ini saat dijumpai disela-sela kesibukannya mengikuti seminar peluang usaha. Usaha yang ia geluti bersama satu orang temannya ini lebih mengarah ke social-preneur. Mereka tidak
hanya menonjolkan bisnis usahanya saja, namun juga sisi sosial dalam bentuk sedekah alam. Kegiatan sosial yang dilakukan Yama salah satunya ialah ia akan memberikan benefit berupa 1 buah bibit pohon kepada orang yang menjual 10 kilogram kertas bekas kepada dirinya. Bibit tersebut nantinya akan ditanam bersama pada acara ‘Aksi Tanamkan’. Acara tersebut bekerjasama dengan social-preneur lain bernama Kelas Anak Negeri yang kini sudah mempunyai cabang di Semarang, Pemalang, dan Jakarta. Yama yang masih berusia 21 tahun ini menuturkan bahwa peluang usaha yang dia jalankan sekarang berasal dari proses mengamati yang ada di sekitar, serta tidak gengsi dalam menjalankan bidang usaha apapun. “Dapat peluang bisnis dari ngamatin apa yang ada disekitar, apa yang bisa jadi peluang. Kertas bekas apa ada yang ngelirik? Enggak kan? Bisnis itu intinya jangan gengsi,” tambahnya. Ancaman MEA yang sudah menghantui sebagian besar masyarakat ASEAN tak membuatnya gentar dalam menjalankan usahanya. Pasalnya ia mempunyai cara tersendiri dalam menghadapi MEA di awal tahun 2016 nanti, yaitu dengan menciptakan produk baru. Caranya adalah dengan memodifikasi produk yang sudah ada, kemudian membuat gebrakan baru yang tentunya akan membuat masyarakat penasaran dengan produk yang dihasilkan. “Jangan buat bisnis yang biasa-biasa saja, caranya dengan ATM: Amati, Tiru, Modifikasi. Tinggal pintar-pintarnya kita aja mencari celah”, pesan mahasiswa tingkat akhir ini.
DIMENSI | 39
40 | DIMENSI
SOSOK
TRAVELOGUE
DIMENSI | 41
KULINER
Pecel Semanggi Berpadu Sate Keong Oleh: Arisa Olivia dan Naenin Dwi A Design : Adhi Anggara Dok: Afrizal Fajar
N
ama Pecel Semanggi sendiri sebenarnya berasal dari kota Pahlawan, Surabaya Jawa Timur. Akan tetapi masyarakat tidak perlu bersusah payah untuk mencarinya karena tidak hanya di Jawa Timur, pecel semanggi kini juga dapat dijumpai di wilayah-wilayah sekitar Jawa Tengah, salah satunya Kota Kendal. Daun Semanggi, sayuran yang digunakan untuk membuat penganan ini adalah tanaman sejenis tumbuhan paku air dan biasa tumbuh di ladang sawah. Tidak banyak yang tahu bahwa tanaman yang bentuknya menyerupai payung ini bisa diolah menjadi kuliner yang lezat. Makanan Khas Jawa Timur ini dulunya banyak diminati oleh berbagai kalangan, akan tetapi seiring berkembangnya zaman makanan ini semakin sullit ditemui. Di Kendal Jawa Timur terdapat salah satu pasar yang masih setia menjual Pecel Semanggi. Makanan ini biasanya dijual ketika pagi karena cocok disan-
tap saat sarapan. Susi, salah satu penjual pecel semanggi di pasar ini mengaku selalu menggelar dagangannya dari pukul 5 pagi dan biasanya sudah habis terjual pukul 1 siang. Jika pembeli sedang ramai bahkan tak sampai pukul 10 pagi pecel sudah habis terjual. “Ini sudah seperti turun-temurun dari keluarga, saya meneruskan menjual pecel semanggi yang sudah berjalan selama kurang lebih 10 tahun,� tutur Susi. Pecel yang disajikan tanpa nasi ini hanya berisi sayur daun semanggi yang disiram dengan bumbu atau sambal kacang dan disajikan di atas pincuk atau bungkusan daun pisang. Cita rasa yang khas, lembut dan tentunya enak menjadi salah satu daya tarik kuliner ini. Tak heran jika penganan ini masih dicari oleh banyak orang. Selain cita rasa, harga yang ditawarkan untuk satu porsi pecel semanggi pun sangat murah, yaitu hanya 2000 rupiah. Penjual pun melengkapi dagangannya dengan aneka macam gorengan dan juga sate keong. Untuk sate keong, pembeli cukup merogoh kocek sejumlah 3000 rupiah saja. Dengan kata lain, kita bisa menikmati Pecel Semanggi lengkap dengan sate keong yang nikmat hanya dengan 500 rupiah .Bagi yang penasaran akan cita rasa pecel semanggi khas Kota Kendal ini, silahkan mencoba.
42 | DIMENSI
PLESIR
Wohkudu, Pesona di Balik Tebing Karang Oleh: Nova Nur Anisa dan Edo Arif Kurniawan Desain : Hilmi Imawan Dok : Miftahudin
D
IY atau Daerah Istimewa Yogyakarta memang memiliki alam yang tidak ada habisnya memanjakan pelancong. Layaknya sayur tanpa garam, tidak lengkap rasanya jika me-ngunjungi kota ini tanpa menikmati beberapa pantai yang memang menjadi daya tarik utama. Selain Parangtritis, kini muncul beberapa nama lain yang mulai ramai dibicarakan seperti Pantai Indrayanti, Baron, Sundak, dan Siung. Selain pantai-pantai yang memang sudah banyak dikenal orang tadi, beberapa sisanya masih sangat asri dan belum banyak dijangkau oleh wisatawan. Wohkudu salah satunya, pantai yang terletak di Dukuh Wiroso, Desa Nglaos, Kecamatan Panggang, Gunung Kidul ini memang masih terdengar asing. Gerimis mulai mengguyur sejak awal keberangkatan kami pada pukul 12.30 WIB. Bermodalkan logistik, tenda, serta sepeda motor, kami memulai perjalanan dan sampai di Kota Yogyakarta sekitar pukul 18.00 WIB. Cukup lama memang bila diÂbandingkan dengan durasi yang dibutuhkan Semarang-Yogyakarta pada umumnya. Berpergian seperti
ini, cuaca memang menjadi salah satu kendala apalagi untuk kami yang menggunakan kendaraan roda dua. Rencana awal kami untuk berkemah di lokasi gagal. Hujan lebat yang turun sepanjang perjalanan hingga tiba Yogyakarta serta hari yang sudah petang membuat kami tak dapat bermalam di Wohkudu. Mencari penginapan dadakan pun ternyata bukan perkara mudah karena bertepatan dengan musim liburan sekolah. Setelah berkeliling dari satu penginapan ke penginapan lainnya kami tetap tidak mendapatkan kamar. Alhasil menumpang di rumah salah satu sahabat yang berdomisili di Yogyakarta menjadi pilihan terakhir. Esok harinya setelah berpamitan kepada tuan rumah, kami kembali melanjutkan perjalanan. Sekitar pukul 08.30 WIB kami berangkat dari rumah sahabat kami tersebut yang kebetulan tak jauh dari Ring Road Selatan Yogyakarta. Kami langsung mengambil rute perjalanan ke arah Imogiri. Pantai Wohkudu sendiri terletak sebelum Pantai Gesing, Kecamatan Panggang. Ketika sampai di Panggang, kami hanya perlu mengikuti petunjuk jalan menuju Pantai Gesing. Jalan berkelok dengan pemanÂdangan
DIMENSI | 43
PIGURA PLESIR
perbukitan hijau nan sejuk memanjakan kami selama perjalanan.
waktu yang dibutuhkan dari lokasi parkir menuju Pantai Wohkudu.
Kami sempat dibuat bingung karena selanjutnya tidak ada lagi petunjuk jalan menuju Pantai Gesing apalagi Wohkudu. Akhirnya kami harus bertanya kepada masyarakat sekitar untuk menuju lokasi. Ketika sudah dekat dengan pantai, medan yang dilalui semakin sulit. Kami harus melewati bukit dengan akses berupa jalan cor seadanya dimana terkadang terdapat jurang di salah satu sisinya. Perjalanan terhenti ketika kami menemukan sebuah gubuk seder hana yang dijaga oleh warga sekitar di pinggir jalan setapak tersebut. Berniat hanya menanyakan rute selanjutnya, kami justru diberi tahu bahwa ternyata Pantai Wohkudu sudah dekat dan bisa dicapai de ngan berjalan kaki. Setelah memarkir sepeda motor di gubuk tersebut kami melanjutkan perjalanan menuruni bukit karang dengan berjalan kaki. Letak Pantai Wohkudu memang berada diantara tebing karang. Tak heran medan menuju pantai tergolong berbahaya karena akses hanya berupa jalan setapak di perbukitan karang yang curam. Sekitar 20 menit
Sampailah kami di Pantai Wohkudu, tak ada habisnya kami dibuat takjub dengan pemadangan yang dihadirkan. Rerumputan hijau, tebing yang mengapit pantai, serta deburan ombak seakan menyam but kami dengan ramah. Pasir putih dan sepinya pantai ini menjadi obat tersendiri untuk mengembalikan tenaga kami yang sudah letih.
44 | DIMENSI
Setelah tenda terpasang dengan rapi, menikmati ombak dan pasir Wohkudu menjadi salah satu kewajiban yang harus kami lakukan. Pada saat pantai surut beberapa clown fish, lion fish, serta kepiting dengan keunikan warna tersendiri bisa dengan mudah dijumpai. Meski memiliki pemandangan yang mengagumkan, namun Pantai Wohkudu termasuk pantai yang belum dikembangkan di Kabupaten Gunung Kidul. Karena itu, menjelajahinya bisa memberikan sensasi tersendiri seakan berlibur di pantai pribadi.
PIGURA
Pemetik Teh Medini Desain : Afrizal Fajar
S
ejuknya suasana pagi hari di medini menemani para pekerja pemetik teh dalam kegiatannya. Dengan pakaian yang dilapisi jas hujan berbahan plastik sebagai pelindung tubuhnya, tangan cekatan mereka memilah pucuk-pucuk daun teh yang siap petik. Mulai dari memetik pucuk daun teh, lalu mengumpulkannya ke dalam satu karung besar, membawa ke pengepul hingga menimbang hasil petikan. Seberapapun banyaknya hasil petikan yang didapat tidak menjadikan alasan bagi mereka untuk tetap mensyukurinya. DIMENSI | 45
PIGURA
Berjalan sambil memikul hasil petikan doc.neni
Memetik daun teh doc rizaldi
Bersiap memanggul doc.Upik 46 | DIMENSI
PIGURA
Mengisi perut saat istirahat doc.oka
Bercengkrama sembari menunggu truk pengangkut doc.rizaldi DIMENSI | 47
PIGURA
Merapikan hasil petikan doc. Neni
Menimbang hasil petikan doc oka
Kembali pulang doc.upik 48 | DIMENSI
TRADISI
Baturan: Tradisi Legendaris Menanam Ari-ari Bayi Oleh: Adhi Anggara | Desain : Maylinda Arsa
Masyarakat Indonesia dengan ragam suku, bahasa dan budaya, hingga zaman yang m  odern ini masih kental dengan kegiatan adat yang ada sejak zaman nenek moyang.
B
erdalih melestarikan tradisi agar tetap ada hingga anak cucu nanti, kegiatan adat masih dengan rutin dilaksanakan di beberapa daerah. Desa Tempel, Klaten, Jawa Tengah adalah salah satu desa yang penduduknya masih setia Âmelakukan beberapa tradisi, salah satunya Baturan.
Baturan adalah tradisi menanam atau Âmengubur ari-ari bayi yang baru lahir. Ari-ari yang keluar menyertai bayi yang baru dilahirkan tersebut tidak begitu saja dibiarkan. Oleh tradisi yang ada, ari - ari tersebut akan ditanam. Ari-ari tidak begitu saja ditanam, melainkan sebelumnya harus melalui beberapa proses dan syarat untuk melengkapinya.
DIMENSI | 49
TRADISI Menurut Tano Miharjo selaku tetbambu beserta lampu. Kali ini ua adat Desa Tempel, proses pepeletakan lampu dimaksudkan nanaman ari-ari diawali dengan agar bayi tidak diganggu oleh mencuci bersih ari-ari tersebut. makhluk halus ketika malam tiba. Ari-ari yang sudah bersih kemuSukini, warga dian diberi jarum, kunyit, garam dan dialasi daun lalu dimasukkan ke dalam wadah yang disebut “Layah” atau sejenis kendil tradisional. Adapun syarat tambahan yang dimasukkan yaitu buku dan pulpen. Masyarakat yakin bahwa hal tersebut akan membuat si bayi tumbuh menjadi anak yang pintar. Setelah itu, wadah berisi ari-ari dan syarat- syarat yang melengkapinya digendong memkai selendang oleh ayah si bayi untuk kemudian ditaruh dalam suatu lubang Kurungan pada yang mengelilingi, tanah Desa lampu yang menerangi yang telah Tempel (doc.Adhi) disiapkan yang ketika dijumpai dan ditumemang sedang dalam tup dengan proses pelaksanaan tradisi serabut kelapa, Baturan, menuturkan bahwa kemudian ditutup lampu akan dipasang hanya dengan tanah. B iasanya proses sampai berusia “Selaadat seperti ini dituntun oleh pan dino” atau sekitar 35 hari. dukun b eranak yang memang Dahulu dianjurkan untuk segera benar-benar memahami tradisi melakukan proses penanaman Baturan. “Tidak sembarang temari-ari tersebut ketika bayi lahir. pat menanamnya, kalau ari-ari Meskipun bayi tersebut lahir bayi laki-laki ditanam di sebelah malam hari atau dini hari tidak kanan pintu dan ari-ari bayi perlu menunggu fajar terbit, perempuan ditanam di sebelah melainkan langsung saat itu juga kiri pintu. Pintu mana saja yang harus ditanam dengan tata cara penting dirumah,” ungkap Tarno yang ada. Akan tetapi seiring Miharjo. dengan berubahnya pemahaman masyarakat, tradisi Baturan pun Belum selesai sampai di situ, mengalami beberapa pergeseran. tanah di mana ari-ari tersebut “Orang-orang sekarang banyak ditanam diberikan kurungan dari maunya, jadi ya menanamnya
50 | DIMENSI
nunggu pagi dulu kalau bayinya lahir malam hari,” ujar Sukini. Berbeda dengan Sukini yang memang tahu betul apa sebenarnya tujuan dari tradisi tersebut, Didi dan Santi (pasangan muda berusia 25 dan 19 tahun) mengaku hanya mengikuti anjuran orang tua mereka saja. Kebanyakan pasangan muda sekarang memang tidak mau tahu akan tradisi ini, karena mereka sudah menyerahkan segala proses adat yang berhubungan dengan kelahiran bayi mereka kepada para orang tua. Sebenarnya dari sudut pandang agama mana pun tidak mewajibkan atau menganjurkan untuk melakukan tradisi Baturan ini. Namun kembali lagi, masyarakat memang menjunjung tinggi tradisi warisan dari nenek moyang mereka. Ditambah lagi dengan kepercayaan adat yang menyatakan bahwa ari-ari bayi itu adalah saudara kandung bayi itu sendiri.
INCOGNITO
DIMENSI | 51
TRADISI
ALKINEMOKIYE
Produser: Andhy Panca Kurniawan | Sutradara: Dandhy Dwi Laksono | Video Editor: Ari Trismana
From Struggle Dawns New Hope Oleh: Dewi Ristiana Palupi | Design : Adhi Anggara
A
lkinemokiye, judul film dokumenter yang disutradarai oleh Dandhy Dwi Laksono ini memang terdengar asing. Diambil dari bahasa asli suku Amungme, suku tebesar di Papua, Alkinemokiye dapat diartikan menjadi “usaha keras demi kehidupan yang lebih baik” atau From Struggle Dawns New Hope. Digantikannya rezim Soekarno dengan peme-rintahan Soeharto dapat dikatakan menjadi awal permasalahan yang dibahas di film ini. Siapa yang akan menyangka bahwa ditandatanganinya perjanjian selama 30 tahun dengan perpanjangan kontrak menjadi 50 tahun di 1991 dengan PT. Freeport untuk membangun dan menjalankan tambang emas di Papua, seiring perjalanannya malah menimbulkan berbagai masalah. Harap an masyarakat Papua yang bekerja pada PT. Freeport untuk dapat meningkatkan kesejahte raan semakin lama semakin hilang karena upah yang tidak sesuai. Puncaknya diceritakan bahwa pada 15 September 2011, sekitar 8000 karyawan PT. Freeport Indonesia melakukan pemogokan kerja, mengadakan longmarch, dan meninggalkan tambang serta peralatan kerja begitu saja. Pemogokan terpaksa dilakukan setelah negosiasi meminta kenaikan upah dengan manajemen PT.
52 | DIMENSI
Freeport menemui jalan buntu. Kenaikan upah sebesar US$ 3,5 menjadi US$ 7,5 per jam ditolak dan hanya menyanggupi maksimal 25% kenaikan dari gaji pokok. Merasa nilai tersebut tidak sesuai dengan resiko kerja dan keuntungan perusahaan, pekerja menolak untuk setuju. Pada 10 oktober 2011 PT. Freeport Indonesia mengerahkan aparat bersenjata untuk menghadang para pekerja yang melakukan pemogokan dan demonstrasi. Salah seorang pekerja tewas tertembak, niat baik untuk menyampaikan aspirasi tidak diterima. Di bagian ini, Dhandy Dwi Laksono memberikan suguhan video yang mengharukan sekaligus miris. “Kami hanya menuntut keadilan dan kesejahteraan sebagai warga negara yang memberikan kontribusi besar untuk Indonesia. Kami bukan penjahat, kenapa ditembaki seperti binatang?” ucap salah satu pekerja. Tokoh-tokoh yang diwawancarai dalam pem-buatan film dokumenter ini antara lain adalah Etinus Tabuni dan Nua Magay. Dua dari 8000 pekerja yang memutuskan untuk melakukan pemogokan. Nua Magay sendiri adalah seorang supir caterpillar haul trucks atau truk besar dengan kapasitas 320 metrik ton. Ia bekerja siang
RESENSI FILM dan malam akan tetapi gaji pokoknya hanya sebesar 3,4 juta rupiah. Pernyataan serupa juga disampaikan oleh para pensiunan PT. Freeport Indonesia yang merasa dibohongi karena uang pensiun tidak diberikan sesuai perjanjian. Terakhir adalah Sudiro, ketua serikat buruh PT. Freeport ini dengan lantang membela kepentingan pekerja. “Kita mencari keadilan, segala cara sudah ditempuh, tapi semua pintu ditutup. Mari kita kembalikan ke hukum yang tertinggi yaitu hati nurani,� ucap Sudiro ketika melakukan orasi di hadapan para buruh. Alkinemokiye dengan berani membuka mata penonton akan fakta-fakta yang selama ini tidak diketahui khalayak umum. Antara lain mengenai nominal pendapatan James R. Moffet, pimpinan utama PT. Freeport di Amerika yang mencapai 27 milyar rupiah per bulan, perbedaan jumlah upah dalam setiap jenjang karyawan, hingga kenyataan bahwa PT. Freeport
mengeluarkan sejumlah dana setiap tahunnya untuk aparat keamanan Republik Indonesia. Namun, meski dalam film ini dibahas pula mengenai penembakan misterius terhadap beberapa buruh, tidak dijelaskan bagaimana relasi antara kejadian tersebut dengan pemogokan yang sedang terjadi. Kekurangan lain adalah tidak fokus. Pembahasan melebar ke isu lain tanpa menarik hubungannya dengan isu utama yakni pemogokan kerja. Contoh nya pembahasan mengenai Organisasi Papua Merdeka (OPM). Adanya beberapa rekaman video yang berisi adegan kekerasan dan pertikaian membuat film ini tidak dianjurkan untuk anak di bawah umur. Terlepas dari hal tersebut, Alkinemokiye adalah film dokumenter yang la-yak diperhitungkan karena kaya akan informasi sehingga membuat penonton memiliki pandangÂan serta asumsi sendiri mengenai isu yang tengah dibahas.
. . .Screen shoot. . .
DIMENSI | 53
RESENSI FILM
seMESTA menduKUNG Sutradara : Jhon de Rantau Penulis skenario : Hendrawan Wahyudianto, Jhon de Rantau Pemain : Revalina S.Temat, Lukman Sardi, Helmalia Putri, Sayef Muhammad Billah, dll Produser : Putut Widjanarko Tahun Rilis : 2011 Oleh :
Heny Eka Lestari | Design : Adhi Anggara
F
ilm garapan sutradara Jhon De Rantau ini menyajikan nuansa edukatif dan kerinduan seorang anak terhadap ibunya. Film ini terinspirasi dari kisah gemilang putra putri Indonesia dalam berbagai Olimpiade Sains Internasional. Karapan sapi dan suasana jembatan Suramadu menjadi pembuka film yang tepat untuk menggambarkan latar tempat yang ada, yaitu Madura. Berawal dari kisah seorang anak SMPN 1 Sumenep bernama Arif. Ia tinggal bersama seorang ayah bernama Muslat, supir serabutan yang dulunya petani garam. Ibunya, Salmah, telah pergi ke Singapura untuk menjadi TKI. Tujuh tahun sudah Arif ditinggal ibunya dan tiga tahun terakhir tak ada kabar yang ia terima. Arif merupakan anak yang cerdas di sekolahnya, terutama dalam ilmu Sains. Ia mampu menerapkan Fisika praktis dalam kehidupan sehari-hari. Kecerdasan Arif tersebut membuat kagum guru Fisikanya, Ibu Tari Hayat. Hingga suatu ketika Arif mendapatkan tawaran untuk mengikuti lomba Sains tingkat provinsi. Namun sayang hal tersebut tak jadi terlaksana karena kepala sekolah tak mau memberikan dana. Bu Tari tidak kehabisan ide untuk itu. Beliau meng-hubungi sahabatnya yang bekerja menjadi pengajar tim FUSI (Fisika Untuk Anak Indonesia), Pak Tio. Dari situlah Arif mendapatkan tawaran lagi untuk berkesempatan mengikuti lomba olimpiade sains tingkat internasional. Namun sayang lagi-lagi Arif menolak dengan alasan yang sama yaitu bekerja. Akan tetapi setelah mengetahui bahwa lomba tersebut akan diadakan di Singapura, akhirnya Arif bersedia. Ia berpikir bahwa ia bisa mencari ibunya langsung di Singapura. Motivasi itu menjadi penyemangat Arif. Ketika mengikuti pelatihan di Jakarta, hari demi hari peri-ngkat Arif terus naik dan pada akhirnya dibacakan 6 anak yang akan mengikuti lomba ke Singapu-
54 | DIMENSI
ra. Ketika ternyata namanya tak disebut, ia sangat sedih. Harapan untuk bertemu ibunya di negeri seberang pun kandas. Namun tiba-tiba kabar gembira bahwa pihak sponsor bersedia memberikan tambah an dana untuk satu orang lagi mengikuti lomba ke Singapura. Orang tersebut tak lain adalah Arif. Di Singapura, sembari mengikuti lomba Arif berusaha mencari ibunya. Juara Olimpiade Internasional didapat, akan tetapi ibunda tak kunjung ketemu. Kegembiraan dan kesedihan bercampur menjadi satu mengiringi kepulangan Arif ke kampung halamannya, Madura. Gembira karena ia berhasil menjadi juara dan sedih karena gagal bertemu ibunya di Singapura. Namun kesedihan tersebut tertepis setelah mengetahui bahwa ibunya telah pulang ke rumah dan menyambut kedatangannya. Inilah jawaban semesta yang mendukung segala daya usaha Arif. Film berdurasi satu setengah jam ini memang terlalu singkat untuk menggambarkan kisah heroik seorang anak. Perlu klimaks cerita yang lebih mendalam untuk memberikan sensasi yang lebih menyentuh hati para penontonnya. Namun film ini memberikan nuansa edukatif dan positif. Tidak seperti kebanyakan film jaman sekarang yang berbau negatif dan tentu nya kurang mendidik. Film ini layak untuk ditonton semua kalangan terutama anak muda agar lebih giat belajar. Kalangan dewasa terutama guru untuk lebih semangat dalam mendidik anak bangsa menjadi insan cerdas yang mampu bersaing di kancah internasional. Kegigihan dalam belajar, kasih sayang terhadap sang ibu, sahabat sejati, guru tauladan, semua tergambar indah dalam film ini dan patut menjadi suri tauladan untuk kita. Film ini sangat menginspirasi semua kalangan untuk terus berusaha mencapai impiannya. Yakin, fokus dan berusaha keras, maka semesta akan mendukung.
LAPORAN UTAMA
Karya : Cormac McCarthy Terbit 2009 oleh Gramedia Pustaka Utama Tebal : 260 halaman Penerjemah : Sonya Sondakh. Penyunting : Sapardi Djoko Damono
Oleh : Gatot Zakaria Manta Design : Adhi Anggara
DIMENSI | 55
RESENSI BUKU
T
he Road dibuka langsung dengan sebuah masalah: dunia yang telah terbakar dan tidak meninggalkan apapun selain debu. Buku ini menceritakan seorang ayah—yang sampai akhir cerita tidak pernah disebutkan namanya—dan anak lelakinya untuk bertahan pasca bencana yang menghancurkan dunia. Dengan hanya bermodalkan sebuah keranjang belanja dan sepucuk senapan, mereka berjalan melintasi dataran Amerika yang hangus untuk tiba ke pantai. Dua anak-beranak itu dihadapkan dengan berbagai masalah yang dimungkinkan ketika dunia ditimpa kehancuran yang luar biasa. Masalah makanan, lingkungan yang hancur, hingga konflik yang kemudian timbul ketika mereka dipertemukan dengan pejalan yang lain. Mereka harus menentukan apakah untuk bertahan hidup, dua orang itu harus merenggut kehidupan yang lain. Meski menyuguhkan ide yang berbeda dan diganjar Pulitzer untuk katagori fiksi pada tahun 2007, plot cerita yang dibangun cenderung monoton dan lambat. Sepanjang cerita, pembaca disuguhkan konflik yang tidak jauh-jauh dari pencarian makanan, ketegangan dengan pejalan yang lain, dan—barangkali yang paling membosankan—monolog yang dilakukan oleh tokoh ayah ketika mengingat-ingat kenangannya, jauh sebelum dunia ditimpa kehancuran. Ditambah lagi dengan ketidakjelasan penyebab kehancuran bumi serta begitu remangnya masa lalu para tokoh yang bisa menjadi celah kebosanan bagi pembaca yang tidak suka dengan tema cerita yang berat, kelam, dan suram. Selain itu, barangkali yang menjadi masalah di awal-awal pembacaan novel ini adalah cara menulis McCarthy yang penuh dengan eksperimen. Salah satu yang paling unik adalah keberanian McCarthy untuk membangun adegan dialog tanpa menggunakan tanda petik. Eksperimen ini berpotensi membingungkan pembaca yang tidak teliti. Imbasnya, pembaca bisa sangat sering kembali ke awal dialog untuk mengetahui siapa yang bicara dulu untuk memberi patokan.
Kau lupa apa yang ingin kau ingat dan kau ingat apa yang ingin kau lupakan Cormac McCarthy menulis The Road dengan menampilkan idenya yang berbeda: tentang bagaimana kehidupan manusia setelah bumi dilanda kehancuran yang hampir memunahkan semua populasi. McCarthy bahkan, barangkali adalah salah satu orang yang pertama kali menggunakan ide tersebut, mengingat cetakan awal The Road sendiri diterbitkan pada tahun 2006. Konon, McCarthy menemukan ide menulis The Road pada tahun 2003 ketika ia dan anaknya pergi ke El Paso, Texas. Di sana, ia membayangkan bagaimana jika seluruh bumi terbakar dan nasib yang akan menimpa anaknya. Hasrat membaca The Road barangkali akan bertambah ketika pembaca tahu siapa yang menyunting novel ini. Ya, setelah diterjemahkan oleh Sonya Sondakh, novel ini menempatkan Sapardi Djoko Damono—salah satu sastrawan besar Indonesia—sebagai penyuntingnya. Kualitas penyuntingannya tentu saja sangat relatif, namun jaminan nama besar Sapardi semakin membuat novel ini berkilau. Sebagai tambahan, The Road sudah divisualkan dalam bentuk film dengan judul sama pada tahun 2009. Meski tidak terlalu sukses di pasaran, film yang disutradarai oeh John Hillcoat ini menempatkan nama-nama besar macam Charlize Theron, Robert Duvall, dan Viggo Mortensen— pemeran Aragorn dalam trilogi The Lord of the Rings.
56 | DIMENSI
Tasbih untuk Ayah Siti
SASTRA
T api aku tak peduli. Senja mulai terbit, mengingatkanku pada sebuah janji. Oleh : Ruhaeni Intan | Desain : Ahmad Prabawanto
J
ika ada yang rajin berdoa di antara sore menjelang malam, pastilah Siti orangnya. Di waktu pada saat senja turun mengguyur langit, ia duduk bersila dengan tangan menengadah. Ia menggumam pelan sekali, tapi telingaku belum cukup tuli untuk tidak mendengar isaknya. Aku tahu ia termasuk golongan gadis salehah. Ia sering membaca kitab yang kertasnya rapuh, serapuh pemilik-nya. Siti teman satu kamarku. Kami menyewa sebuah kamar di pinggiran kota Semarang. *** Parkiran tampak lengang. Hanya ada lima motor yang mendengkur di latar itu, sisanya sebuah mobil menderu hendak menghilang. Aku yang sejak lima menit tadi duduk di depan pintu hendak mengikuti jejak mobil, membangunkan motorku. Lagipula botol yang kupegang sudah kosong, tak menyisakan cairan haram. Tubuhku kini tak lagi suci untuk empat puluh hari ke depan. Tapi aku tak peduli. Senja mulai terbit, mengingatkanku pada sebuah janji. Diskusi kali ini tak akan bisa aku lewatkan. Di atas motor, diantara senja dan puluhan motor lainnya, pikirku melayang 400 kilometer jauhnya, teringat Mamak.
Mamak sedang mengupas terong di belakang. Sambil menonton seekor ayam jago mengepak sayap, aku menemaninya berkeluh kesah. “Mamak dah cukup syukur makan terong. Ndak kepingin yang lain-lain. Pak Kades bilang kalau pabrik itu jadi dibangun, tiap hari kita bisa makan gizi seimbang biar sehat.” “Pak Kades matur begitu,Mak? Lha,Mamak karo sing liyane jawab piye?” bahasa Jawaku kocar-kacir seke-dar untuk menanyakan pendapat Mamak tentang perkataan pak Kades. Pada Mamak—orang yang lebih tua dariku—harusnya aku memakai bahasa Jawa Krama. Tapi peduli apa, bagiku kami saling menangkap percakapan satu sama lain itu sudah cukup. Bukankah hakikat sebuah komunikasi adalah menangkap pesan yang disampaikan? Paling tidak begitu kata dosenku ketika mata kuliah yang diampunya—komunikasi bisnis—mulai membosankan. “Kamu kayak ndak tahu Mamakmu. Aku tetep emoh. Buktine mamak tetep sehat. Isih iso mlaku ning warunge Mak Dhe saben esuk, tuku tempe kanggo kowe sarapan,” mamak mengakhirinya dengan gelak tawa, ia memang tak pernah lupa membuatkanku
DIMENSI | 57
SASTRA sarapan. Nasi yang mengepul dan sebaris tempe goreng membuat percakapan kami terhenti, tapi tidak dengan pikiran kami. Sebersit kecemasan bisa kutangkap lewat mata sepuhnya. Mamak sedang gelisah. *** Senja di Kamis terakhir tahun ini dan Siti masih saja bergerak ke kanan dan ke kiri, mengikuti bacaan kitab yang keluar dari bibirnya. Tiba-tiba ia menoleh. “Kau akan berangkat?” “Tentu saja. Apa tak kau lihat aku sedang mengganti bajuku?” aku menjawabnya setengah malas. Tentang Siti ini, aku pernah begitu akrab de-ngannya dulu. Ia seorang aktivis kampus. Kami sering berdiskusi lama sekali hanya untuk membicarakan berapa kalori yang kami makan hari ini, hubungan sepatu dengan pemakainya, hingga siapa dalang peristiwa 65. Ia lalu menyodorkan tasbihnya kepadaku. Aku yang memang sudah tak akrab lagi dengannya seperti dulu hanya diam, tapi juga tak menolak. Kumasukkan tasbih itu ke dalam saku celana. Sebelum pergi aku sempat melihat koran yang tergeletak disamping sajadah Siti. Betapa ia tak rapuh, koran lapuk saja masih disimpan. Tipe orang pengingat masa lalu. Barangkali orang-orang rapuh adalah mereka yang tak mau jauh dari masa lalu. Sinar senja mulai turun, membuat semua yang diterpanya berwarna merah menyala. Semuanya, tak terkecuali mataku. Mataku merah, jantungku berdegup gencang. Ku hirup dalam-dalam aroma keberanian yang mele-tup-letup. Betapa banyak orang jatuh cinta pada senja. Banyak tapi tidak termasuk aku. Diskusi kali ini pasti seru. Aku sudah menantikannya begitu lama. Kupelankan motorku, dari dalam jok motor aku ambil beberapa peralatan diskusi. Sayup-sayup kudengar suara-suara keberanian. Aku melangkah pelan sembari menyiapkan argumen terbaik. “Dorrr... Dorrr...” Gagal, ini tidak adil. Aku belum sempat mengeluarkan argumen terba-ikku dan ia telah menyerangku. Kami berhamburan seperti anai-anai yang diceritakan di hari kiamat. Kulihat mamak membawakan serantang makanan. Tawa renyahnya menggelegar diantara batu-batu yang berserakan serta senapan-senapan laras panjang yang terus berbunyi. Inilah diskusi yang aku nanti-nantikan. Diskusi kematian. Aku tak melihat satu pun diantara kerumunan di seberang yang mengenakan dasi atau bersepatu mengkilap atau yang sejenis dengan mereka. Segalanya berwarna cokelat, sama seperti Ayah Siti. Kau tahu Ayah Siti? Ia seorang perwira. Sepatunya mengilap, badannya tegap, jika berjalan prok-prok-prok. Ibuku wanita yang pandai berdiskusi. Ia tak punya senjata seperti Ayah Siti. Yang ibuku tahu hanya kampungku tak mau dijadikan sarang semen. Ibuku dan ibu-ibu lainnya tidak kepingin beli smartphone, tablet, atau seperangkat alat modern lainnya. Ibuku cerdas, argumennya sangat menarik, sangat kuat, dan karena itu Ayah Siti membunuh ibuku atas perintah orang-orang berdasi. Aku mengetahuinya dari koran di se-belah sajadah Siti, terbitan hari Kamis sebelas bulan yang lalu. Alat diskusi yang aku pegang berkilat-kilat memantulkan seringai ayah
58 | DIMENSI
Siti, ia seperti hendak menantangku diskusi. Aku jelas mewarisi darah Ibu, pandai berargumen. Senja mulai memudar, waktuku tinggal sebentar. Sekali lagi aku mende-ngar tawa ibu yang renyah, percakapan di dapur reyot kami. Setelah ini aku akan menyelesaikan diskusi Ibu dengan Ayah Siti. Akan aku ulangi kemenangan itu lagi. Siti, temanku, aku tahu kau rapuh karena menanggung dosa ayahmu di kala senja setahun yang lalu. Aku tahu kau melulu berdoa pada setiap senja hanya untuk menghapus dosanya. Tubuhku sudah tak lagi suci selama empat puluh hari ke depan maka jika aku mati hari ini aku pasti bertemu ayahmu. Di neraka. Akan aku selesaikan diskusi tentang pabrik semen yang tak kunjung reda ini, Siti. Setelah ayahmu mengakui kekalahannya maka akan aku ikhlaskan ia masuk ke surga. Ku lihat ayah Siti berjaga paling depan. Pisauku berkilat-kilat, dalam sekejap aku berlari tunggang langgang. Beberapa pistol gemelatuk, telingaku sakit mendengar letupannya. Sempat ku rasakan tubuhku nyeri. Pelan tubuhku terasa ringan. Satu kali hujaman dan hap darah muncrat ke seluruh wajahku, terasa hangat. Sehangat pelukan ibu di antara senja menuju maghrib. “Puluhan Mahasiswa Tolak Pembangunan Pabrik Semen di Pegunungan Kendeng Rembang. Aksi demo yang berlangsung ricuh me-ngakibatkan dua korban meninggal. Satu orang mahasiswa tertembak dan seorang perwira mati tertusuk...,” sayup-sayup suara TV bergantian dengan isak tangis Siti. Jika kau bertemu dengan Siti tolong sampaikan tasbihnya masih ku genggam. Akan aku berikan pada ayahnya sebentar lagi, setelah aku menemukannya di neraka. []
KELAKAR
Diam yang (Tak Lagi) Emas Oleh: Afrizal Fajar Baskoro | Desain: Nurul Rachmawati
Kesadaran untuk berbicara atau menyampaikan pendapat memang bukanlah sesuatu yang mendesak untuk diperdebatkan. Namun bukan berarti hal ini bisa dianggap remeh. Terkadang timbul pemikiran bahwa walaupun kita tidak memulai berbicara pastilah akan ada orang lain yang menggantikannya. Akan tetapi kita coba olah lagi dengan benar pemikiran tersebut, bila semua orang melakukan hal yang sama lantas siapa yang akan berbicara?
DIMENSI | 59
KELAKAR
Pernahkah kita melihat sesuatu hal yang melanggar aturan atau tidak layak karena dianggap tabu bagi masyarakat? Seperti melihat orang membuang sampah sembarangan, merokok di kendaraan umum ataupun anak muda yang pacaran di tempat-tempat sepi. Pernahkah terfikir untuk mengingatkan mereka akan hal tersebut, mungkin kebanyakan orang akan lebih memilih untuk mengacuhkan hal tersebut demi tetap berada di zona nyaman mereka. Malas dianggap terlalu banyak bicara dan mencampuri kehidupan orang lain adalah hal pertama terlintas di pikiran bila hendak mengutarakan pendapatnya. Kebungkaman pun dialami beberapa media jurnalistik di Indonesia, sumber pemberitaan yang seharusnya dapat terus menjadi kontrol sosial yang independent. Mulai dari menutup-nutupi suatu kasus, pemberitaan yang diarahkan, hingga memunculkan kasus-kasus baru untuk menutupi kasus lama yang belum terselesaikan. Memang tidak semua pers seperti itu, namun beberapa oknum yang melakukan hal tersebut menimbulkan paradigma yang sangat kuat dalam masyarakat. Ada pepatah yang mengatakan bahwa diam itu emas namun pepatah itu kurang pas jika direlevansikan dalam kehidupan pada masa sekarang ini. Di kehidupan nyata kita dituntut untuk aktif berbicara, baik untuk mengutarakan pendapat maupun meluruskan sesuatu yang memang menyimpang. Bicara disini bukan berarti berbicara omong kosong dan tanpa henti, melainkan berbicara tentang hasil dari pemikiran dan merupakan kebenaran yang terjadi. Kesadaran untuk berbicara atau menyampaikan pendapat memang bukanlah sesuatu yang mendesak untuk diperdebatkan. Namun bukan berarti hal ini bisa dianggap remeh. Terkadang timbul pemikiran bahwa walaupun kita tidak memulai berbicara pastilah akan ada orang lain yang menggantikannya. Akan tetapi kita coba olah lagi dengan benar pemikiran tersebut, bila semua orang melakukan hal yang sama lantas siapa yang akan berbicara? Bila kita lihat, banyak sekali pepatah yang menjadikan bicara menjadi objeknya. Antara lain mulutmu harimaumu, lain di mulut lain di hati, mulut manis berkait dan sebagainya Hal ini membuktikan bahwa berbi-cara mempunyai peran yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari sehingga harus dijaga dengan benar. Bila kita menilik kembali sejarah, bicara juga mempunyai peranan penting dalam perkembangan hampir semua aspek kehidupan mulai dari teknologi, seni, ilmu pengetahuan dan lain-lain. Hal itu terjadi disebabkan sebelum ditemukannya aksara di kehidupan manusia, berbicara atau dengan cara lisanlah manusia saling bertukar ilmu, seni dan hal-hal lainnya. Semua alasan tadi menunjukkan betapa pentingnya sebuah hal yang begitu sederhana yaitu berbicara. Mungkin dengan kata-kata yang kita sampaikan tidak akan merubah sesuatu secara keseluruhan namun paling tidak kita sudah berusaha membangun dan menjaga apa yang kita miliki. Jadi kapan kalian mau buka suara?
60 | DIMENSI
nge-DIMS Wifi Polines mulai di-password
Kasihan, belum dapat pengakuan
Fasilitas umum kok dibatasi
Hingga semester 2, maba belum terima KTM
P
Semakin tahun, jumlah mahasiswa semakin bertambah
Sudah dapat bekal apa dari kampus?
KTM
Tapi tidak dengan lahan parkirnya
Sambut MEA 2015.. asean
RALAT Redaksi menyampaikan pemintaan maaf atas kesalahan peletakan nama di rubrik Speak Up (Dampak Ditutupnya Jalan di Dalam Polines) pada edisi ke-51. Foto dengan nama Ari Alwi Kholid Muazi (Mahasiswa LT 31 Prodi Listrik tahun 2011) tertukar dengan foto bertuliskan Novit Ade Perdana (Mahasiswa D4 Prodi Perbankan Syariah, semester 3), dan sebaliknya. Demikian ralat dari Redaksi. DIMENSI | 61
di
Tersisih Rumah Sendiri KANG PROV
62 | DIMENSI
LAPORAN UTAMA
DIMENSI | 63
LAPORAN UTAMA
64 | DIMENSI