Buletin Erlangga 17 Edisi Mei 2018

Page 1


“Dari Redaksi Beberapa tahun belakangan ini, organisasi mahasiswa (ormawa) khususnya yang berada di lingkungan FEB semakin banyak yang melakukan kajian. Hal ini dinilai menjadi sesuatu hal yang positif dan kemajuan yang dapat dikatakan signifikan dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Melihat hal ini, kami tertarik untuk mengangkat isu tersebut menjadi tema pada Buletin Edents Volume 2 Edisi Mei 2018 ini. Pada laporan utama satu, kami fokus terhadap seberapa pentingnya sebuah ormawa untuk mengadakan kajian dan bagaimana cara merangsang minat mahasiswa untuk mengikuti kajian serta membaca hasil kajian tersebut. Kemudian juga akan dibahas mengenai sebab dan latar belakang Organisasi Mahasiswa (Ormawa) di FEB beberapa tahun ini banyak yang mengadakan kajian, sehingga menjadi suatu tren yang baik, mengingat tahun-tahun sebelumnya yang dirasa terkesan apatis. Salah satu ormawa yang kami angkat pada laput ini adalah Keluarga Mahasiswa Akuntansi (KMA).

Kemudian pada laporan utama dua, kami membahas tentang salah satu kajian yang dilakukan oleh salah satu Ormawa di FEB Undip, yaitu BEM FEB. Pembahasan akan lebih menekankan pada selukbeluk, latar belakang hingga output dari kajian tersebut dengan sedikit menyinggung tentang isi kajiannya, tepatnya mengenai topik student loan yang sedang hangat dibicarakan. Selain itu, pada buletin ini juga kami menghadirkan rubrik Tea Time bersama Amir Lestanto selaku ketua BEM FEB Undip periode 2018-2019. Nikmatnya Pisang Djagoan, pisang nugget dengan lumuran aneka topping juga akan menjadi bahasan pada buletin kali ini. Terakhir, juga ada rubrik resensi buku yang dapat merefresh pikiran para pembaca.

BULETIN ERLANGGA 17 DITERBITKAN OLEH : Lembaga Pers Mahasiswa Edents

Pemimpin Umum: Aradeya Tangguh

Pemimpin Redaksi: Fana Mustika

Redaktur Pelaksana Buletin: Pearlytha Mayling

Pemimpin Artistik: Mutia Rahmania

Layouter dan Ilustrator: Rafi' Qurnia Reporter:

Gilang, Mariani, Annisa, Ulfa,

Anika, Alifa, Arsenio, Fatimah, Farah

Sirkulasi dan Pendanaan:

Akhir kata, kami dari Redaksi LPM Edents memohon maaf apabila terdapat kesalahan dan kekeliruan dalam penulisan. Kritik dan saran selalu kami harapkan dari para pembaca. Selamat Membaca!

Erlangga 2017 Erlangga17 17||Volume Volume12Edisi EdisiApril Mei 2018

Cynthia Farah


“Daftar Isi 1

Tea Time with Amir Lestanto

6

3

Kajian Sebagai Wadah Aspirasi Mahasiswa

Polling: Seberapa Penting Kajian Bagi Mahasiswa

7

Tumbuhkan Sikap Kritis Mahasiswa Melalui Kegiatan Diskusi Senja Kritis

10

Resensi Buku "Candide, Optimisme dalam Hidup"

12

Opini Women’s March, Ketimpangan Opini, dan Kita yang Masih Misoginis

15

Geliat Usaha Pisang Djagoan, Olahan Nugget Kekinian di Semarang Erlangga 2017 Erlangga 17 17 || Volume Volume 112 Edisi Edisi April April 2017 Mei 2018


Tea Time with Amir Lestanto Oleh : Annisa Jasmine

Amir Lestanto adalah mahasiswa FEB Undip jurusan Manajemen angkatan 2015 yang saat ini menduduki jabatan Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FEB Undip. Dalam sesi kali ini, Amir begitu ia dipanggil akan membagi pengalaman dan pandangan hidupnya. Yuk! Kita simak penjelasannya.

“Target dan tujuan hidup saya dapat memberikan manfaat bagi orang lain. Ketika dewasa, saya juga ingin mewujudkan cita-cita orangtua yang tidak sempat mereka capai. Lebih khususnya tujuan hidup saya menjadi seorang presiden. Jika tidak terwujud, tidak apa-apa yang terpenting saya sudah pernah menjadi pemimpin yang bermanfaat bagi orang lain terutama bagi bangsa Indonesia terlepas di manapun dan dalam organisasi apapun.” Bagaimana kesuksesan

diri

anda anda

menilai sendiri ?

“ Kesuksesan adalah saat apa yang saya targetkan tercapai. Sejauh ini, sudah ada beberapa impian yang terwujud, seperti mengikuti LKM- Madya, mencapai target IPK, dan yang terakhir menjadi ketua BEM.” Apa yang menjadi prioritas utama anda saat ini ? Menjadi seorang mahasiswa atau menjadi ketua BEM ?

1

“ Begini, baik mahasiswa ataupun ketua BEM adalah sama. Jika diibaratkan, ketua BEM hanyalah simbol untuk mahasiswa yang diberikan tanggung jawab lebih,

dok. Pribadi

Apa target dan tujuan hidup anda ke depannya ? Apa yang anda lakukan jika target dan tujuan hidup tersebut tidak terwujud ?

sementara kewajiban utama seorang mahasiswa dan ketua BEM tetap sama yaitu belajar. Menjawab pertanyaan tersebut saya akan memprioritaskan mahasiswa, kenapa? Kembali lagi ke pemahaman awal bahwa mahasiswa dan ketua BEM sama, berarti ketika saya memilih mahasiswa maka amanah sebagai ketua BEM sudah tercakup di dalamnya.” Bagaimana cara anda membagi waktu untuk belajar, berorganisasi, dan bermain agar dapat berjalan seimbang ? “ Dengan manajemen waktu yang baik karena tidak bisa dipungkiri kegiatan luar kuliah seperti rapat, diskusi, dan kepanitiaan sangat banyak dan menguras tenaga. Mengatur waktu bisa dilakukan dengan cara membuat jadwal tugas, rapat, dan kegiatan lainnya dengan jelas, ketika jadwal sudah tersusun rapi kita bisa mengontrol pola kegiatan serta bisa

Erlangga 17 | Volume 2 Edisi Mei 2018


menentukan skala prioritas. Terkadang saya juga sering kerepotan karena tugas yang mendadak, misalnya tugas hari ini wajib dikumpul besok padahal malamnya ada rapat, terpaksa lembur sampai pagi dan tidak tidur. Selain itu, agar semangat belajar dan berorganisasi tetap membara, saya biasanya mencuri waktu untuk bermain. Kalau ada waktu kosong, saya lebih memprioritaskan berkumpul bersama teman-teman. Karena waktu kosong adalah waktu yang tepat untuk mengistirahatkan tubuh dan pikiran saya.” Apa ketika

tantangan terbesar anda anda menjadi ketua BEM ?

“ Tantangan terbesar yaitu menyamakan pandangan mahasiswa. Kemudian, setiap organisasi mahasiswa (ormawa) mempunyai visi dan misi yang berbeda sehingga untuk menyamakan arah dan tujuannya sedikit susah. Untuk mengatasi hal tersebut, di awal kepemerintahan saya menjelaskan secara rinci apa yang ingin dicapai selama menjabat ketua BEM. Salah satu contoh perbedaan di kalangan ormawa yaitu pelaksanaa seminar. Mungkin teman-teman pernah merasa seminar di FEB terlalu banyak sehingga timbul pertanyaan, untuk apa acara tersebut? Apakah hanya sekedar menjadi alat untuk mebranding organisasi? Awalnya saya mengajak temanteman ormawa membuat acara bersama, untuk apa saling bersaing? Sayangnya mereka menolak, tapi tidak apa-apa yang terpenting menyamakan arah gerak agar iklim kolaboratif dan sinergis bisa terwujud dan harapnnya tidak ada lagi persaingan antara ormawa dalam menyelenggarakan sebuah acara baik antara BEM dan ormawa ataupun yang lainnya karena kita satu, FEB. Tantangan lain mungkin menghilangkan anggapan bahwaBEM adalah kompetitor ormawa dalam program kerja yang mirip. Maka dari itu di tahun ini saya lebih menyelaraskan proker

yang dianggap mirip dan nantinya bisa kita sinergiskan dan kolaborasikan bersama.”

Bagaimana pendapat anda tentang apatisme di kalangan mahasiswa dan pendapat anda tentang pandangan yang menganggap mahasiswa FEB apatis ? “ Menurut saya pribadi nilai apatisme tidak ada karena setiap mahasiswa mempunyai tujuan yang berbeda, sehingga apatisme tidak bisa diberikan kepada orang-orang yang tidak berorganisasi saja karena mungkin mereka mempunyai prioritas lain seperti mengikuti perlombaan, memperoleh IPK tinggi, dan bekerja. Kemudian, apatisme tidak bisa disamaratakan untuk semua orang, bukan berarti semua mahasiswa yang tidak berorganisasi adalah apatis karena bisa saja mereka punya prioritas lain, seperti bekerja. Namun saya berharap teman-teman yang dianggap apatis harus bisa menunjukkan kemampuannya baik perlombaan maupun bekerja. Terakhir, saya lebih prihatin ke orang-orang spektif karena mereka serba tidak pasti akan sesuatu hal. Malahan spektif jauh lebih berbahaya dari pada anggapan kita kepada apatisme.” Apa pesan anda untuk mahasiswa khususnya di FEB untuk ke depannya ?

“ Pesannya semoga semua mahasiswa bisa lebih berkontribusi untuk fakultas, almamater, dan Indonesia. Pupuklah diri kita dengan mengambil nilai dari pengalaman selama berkecimpung di dunia perkuliahan agar bisa menjadi orang yang bermanfaat. Ingat Indonesia butuh generasi muda, jika teman-teman hanya meperkaya diri sendiri tanpa berkontribusi untuk orang lain nantinya akan percuma. Jadi persiapkanlah diri agar bisa berkontribusi untuk masyarakat.” (fn)

“Begini, baik mahasiswa ataupun ketua BEM adalah sama. Jika diibaratkan, ketua BEM hanyalah simbol untuk mahasiswa yang diberikan tanggung jawab lebih, sementara kewajiban utama seorang mahasiswa dan ketua BEM tetap sama yaitu belajar” – Amir Lestanto, Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa FEB Undip. Erlangga 17 | Volume 2 Edisi Mei 2018

2


LIPUTAN UTAMA

Kajian Sebagai Wadah Aspirasi Mahasiswa

dok. KMA

Oleh : Gilang Wicaksono dan Mariani

Kata ‘kajian’ memiliki kaitan paling dekat dengan kata penelaahan dan penyelidikan. Dalam hal kata penyelidikan, konteks ini bisa mempengaruhi arah maknanya, apakah dalam pengertian ‘pelajaran yang mendalam’ atas sebuah isu yang terjadi di masyarakat, yang dilakukan dalam rangka melakukan pelacakan atau pengusutan. Dari uraian tersebut menunjukan bahwa kata ‘kajian’ memiliki pengertian yang luas, yaitu berkaitan dengan penyelidikan, penelaahan, dan juga penelitian. Uraian tentang ‘pengkajian’ selalu mengarah ke dunia pendidikan, baik dalam arti pelajaran maupun pembahasan tentang ilmu pengetahuan. Mahasiswa, selaku agen intelektual yang berkecimpung di dunia pendidikan memiliki tanggung jawab atas kegiatan penyelidikan, penelaahan dan juga penelitian tersebut. Kegiatan tersebut dilakukan karena mahasiswa sebagai agen

3

intelektual sudah selayaknya memberikan output berupa saran-saran dan kritik yang solutif atas isu dan permasalahan yang terjadi di masyarakat. Semua itu tentunya dapat tercapai dengan melakukan pengkajian secara mendalam dan komprehensif. Tidak terkecuali yang dilakukan oleh berbagai mahasiswa di Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro (FEB Undip). Mahasiswa yang tergabung di dalam organisasi mahasiswa (ormawa), pada tahun 2018 ini berlombalomba dalam melaksanakan pengkajian beberapa isu sesuai dengan fokus mereka masing-masing. Salah satu dari ormawa tersebut adalah Keluarga Mahasiswa Akuntansi (KMA) FEB Undip. Kajian Akuntansi hingga Bantuan dari Akademisi

KMA FEB Undip adalah ormawa yang didirikan pada tanggal 10 Oktober 1983

Erlangga 17 | Volume 2 Edisi Mei 2018


yang berasaskan kekeluargaan, integritas dan profesionalisme. KMA memiliki tujuan sebagai organisasi yang memfasilitasi warga Akuntansi Universitas Diponegoro untuk melatih softskill maupun hardskill yang ada dalam diri mahasiswa Akuntansi FEB UNDIP. KMA juga berperan aktif menjadi wadah aspirasi serta melayani warga akuntansi. Salah satu tindakan untuk mencapai tujuan tersebut, KMA mengadakan kajian dengan tema yang berhubungan dengan akuntansi seperti kajian sebelumnya yaitu sustainablity reporting dan workbase cost accounting. Untuk saat ini peserta kajian diperuntukkan bagi mahasiswa akuntansi, kedepan akan diperluas lagi karena mengundang beberapa ormawa. Tema yang akan dibahas dipilih oleh dosen sebagai pembicara, hal ini dimaksudkan agar mahasiswa akuntansi dapat meningkatkan iklim prestatif di akuntansi dan ekonomi juga. Diharapkan pengetahuan mahasiswa akuntansi dapat bertambah luas karena materi yang dikaji bukan hanya materi yang ada di kelas, selain itu agar mahasiswa akuntansi dapat mengikuti lomba-lomba maupun dimudahkan dalam menentukan topik skripsi.

Dengan diadakannya kajian akuntansi, diharapkan mahasiswa dapat mengenal akuntansi lebih dalam perihal trend akuntansi yang ada. Kajian ini juga berpengaruh untuk pelaksanaan pembuat branding program kerja (proker) KMA agar lebih bermanfaat. Model kajian ini tertutup dan juga mengundang dosen karena harus berpendapat sesuai dengan fakta. Selain itu, Aldo, salah satu anggota KMA mengatakan bahwa KMA lebih berfokus kepada kajian dan isu yang bersangkut paut dengan akuntansi. “Saya pernah ikut kajian dari

Selain kajian KMA, ada juga kajian yang diadakan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro. BEM itu pembahasan yang biasa di berita, kalau kami lebih condong ke pemberitaan mengenai akuntansi itu sendiri dan butuh dosen yang paham tentang hal tersebut bukan hanya opini pribadi,� ujar Aldo. Meskipun telah dibantu oleh beberapa akademisi di departemen akuntansi, persiapan yang matang juga diperlukan terlebih lagi terkait dengan peminjaman tempat dan undangan untuk dosen sebagai pemateri, serta publikasi. Persiapan ini bukanlah tanpa kendala, dalam menyediakan tempat haruslah berlombalomba dengan ormawa lain dan menarik minat mahasiswa akuntansi itu sendiri. Selain itu, dari segi publikasi juga harus lebih digencarkan dan pemilihan materinya dapat dimengerti oleh semua angkatan. Harapannya agar mahasiswa berani terjun langsung ke forum sehingga menghasilkan output salah satunya agar lebih sering ikut lomba, menambah wawasan dan menjadi nilai plus untuk himpunan yang mengadakan forum kajian ini. Eksistensi Senja Kritis

Selain kajian KMA, ada juga kajian yang

Erlangga 17 | Volume 2 Edisi Mei 2018

4


diadakan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro. Kajian ini diadakan karena melihat banyaknya potensi yang dimiliki oleh mahasiswa, sehingga sangat disayangkan jika tidak dikembangkan. BEM sendiri menamainya dengan senja kritis, yakni diskusi yang diadakan pada sore hari yang mengundang berbagai mahasiswa dan perwakilan dari setiap ormawa di FEB Undip. Eksistensi senja kritis tentunya untuk menjadi wadah ruang diskusi antar mahasiswa agar nantinya dapat aktif untuk berdiskusi melalui wadah yang telah disajikan. Adapun topik kajian terakhir yang dibahas pada senja kritis ini adalah perihal student loan. Urgensinya untuk mengajak mahasiswa FEB untuk mengetahui dan menanggapi bagaimana kredit pendidikan ala Indonesia ini nantinya akan diterapkan. “Jangan sampai mahasiswa FEB yang notabene fokus pada dunia ekonomi malah belum tahu sendiri tentang student loan. Apalagi ini di dunia pendidikan tinggi, sangat sayang apabila mahasiswa tidak tanggap terhadap isu dunia sekitar,� ujar Arsenio Wicaksono, selaku Kepala Divisi Kajian Strategis BEM FEB Undip 2018. Dengan adanya senja kritis, diharapkan dapat membangun iklim diskusi menjadi tidak asing bagi mahasiswa. Selain itu, mahasiswa tidak sekedar membaca buku dan mengerjakan tugas, tapi juga berdiskusi dan berani untuk mengutarakan pendapat. Melalui diskusi ini, mahasiswa diharapkan mengetahui dan juga bersikap kritis mengenai isu-isu yang terjadi di masyarakat, salah satunya mengenai kredit pendidikan yang akan hadir di Indonesia. Dengan adanya perwakilan mahasiswa dari masing-masing ormawa pada setiap

5

pelaksanaan senja kritis ini dimaksudkan agar memunculkan berbagai perspektif yang berbeda terkait solusi dan pendapat dari isu yang dibahas. Beberapa diantaranya ada yang berkecimpung di ranah ekonomi islam, pasar modal, keuangan, ekonomi secara makro dan masih banyak lagi sesuai dengan fokus ormawanya masing-masing. Tinjauan dari berbagai perspektif yang berbeda inilah yang membuat sebuah diskusi menjadi hidup dan menghasilkan output diskusi yang bersifat holistik. (fn)

“Saya pernah ikut kajian dari BEM itu pembahasan yang biasa di berita, kalau kami lebih condong ke pemberitaan mengenai akuntansi itu sendiri dan butuh dosen yang paham tentang hal tersebut bukan hanya opini pribadi,� –Aldo, anggota KMA.

Erlangga 17 | Volume 2 Edisi Mei 2018


Polling Oleh : Fatyatul Ulfa

Erlangga 17 | Volume3 Edisi Oktober 2017

6


LIPUTAN UTAMA

Tumbuhkan Sikap Kritis Mahasiswa Melalui Kegiatan Diskusi Senja Kritis

dok. Edents

Oleh: Anika Fathur dan Alifa Hasnanda Putri

7

Diskusi ‘Senja Kritis’ merupakan salah satu rangkaian dari program kerja Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) di Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro. Kegiatan diskusi atau kajian ‘Senja Kritis’ ini merupakan kegiatan untuk mengembangkan potensi yang dimiliki mahasiswa melalui kegiatan diskusi. Kegiatan kajian ‘Senja Kritis’ ini menjadi sebuah ruang diskusi antar mahasiswa agar mahasiswa dapat aktif untuk berdiskusi melalui wadah yang telah disajikan. Kegiatan diskusi ini menyajikan topik atau pembahasan yang sedang menjadi bahan pembicaraan saat ini. Selain itu pemilihan topik yang menarik dapat menjadi sebuah cara agar mahasiswa tanggap pada isu dunia sekitar. Senja Kritis juga diadakan setiap

sekali dalam sebulan dengan bermacam topik yang berbeda tiap diskusinya. Pesertanya adalah mahasiswa umum dan beberapa perwakilan dari organisasi mahasiswa (ormawa).

Senja Kritis sebagai Wadah bagi Mahasiswa untuk Menjadi Agen Perubahan Arsenio Wicaksono, selaku Kepala Divisi Kajian Strategis BEM FEB Undip 2018 mengatakan bahwa urgensi dalam kegiatan kajian ini sudah jelas diterapkan di beberapa universitas. Dengan adanya kegiatan kajian mahasiswa seperti ‘Senja Kritis’ ini menjadi sebuah wadah agar mahasiswa dapat menjadi agen perubahan dengan

Erlangga 17 | Volume 2 Edisi Mei 2018


“Sebagai mahasiswa peran kita adalah untuk aware dan bersikap kritis terhadap apa yang sudah ada di depan mata, jangan sampai kita diam-diam saja dan nanti ketika sudah diterapkan kebijakan tersebut, lalu ternyata merugikan, itu baru kita kelimpungan atau kaget. Kalau semacam itu, namanya adalah gerakan-gerakan reaksioner. Mahasiswa harus cerdas untuk melihat fenomena dan isu yang terjadi di dunia sekitar,” –Arsenio Wicaksono, Kepala Divisi Kajian Strategis BEM FEB Undip 2018. apa yang akan hadir di Indonesia. “Sebagai mahasiswa peran kita adalah untuk aware dan bersikap kritis terhadap apa yang sudah ada di depan mata, jangan sampai kita diamdiam saja dan nanti ketika sudah diterapkan kebijakan tersebut, lalu ternyata merugikan, itu baru kita kelimpungan atau kaget. Kalau semacam itu, namanya adalah gerakangerakan reaksioner. Mahasiswa harus cerdas untuk melihat fenomena dan isu yang terjadi di dunia sekitar,” pungkasnya.

Lebih lanjut Arsenio mengatakan bahwa tujuan diadakannya kegiatan kajian ini untuk membangun iklim diskusi menjadi tidak asing bagi mahasiswa. Sebagai mahasiswa yang berperan menjadi agent of change, kegiatan belajar jika hanya sekedar membaca buku dan mengerhakan tugas saja tidak cukup. Namun mahasiswa perlu berdiskusi dan berani untuk mengutarakan pendapat. Melalui diskusi ini mahasiswa diharapkan mengetahui dan bersikap kritis mengenai hal-hal yang akan hadir di Indonesia ini, salah satunya yaitu mengenai kebijakan student loan. Membahas Student Loan

Salah satu kegiatan diskusi ‘Senja Kritis’ digelar pada hari Kamis tanggal 19 April 2018. Dalam diskusi kali ini mengangkat tema mengenai “Dalam Bayang-Bayang Student Loan”. Alasan diadakannya kajian

Senja Kritis ini yaitu untuk mengembangkan potensi-potensi yang dimiliki oleh mahasiswa agar menjadi sebuah wadah untuk aktif berdiskusi dengan topik-topik tertentu. Akhir-akhir ini topik mengenai kebijakan student loan menjadi sebuah bahan pembicaraan. Pemilihan topik yang menarik perhatian, seperti isu tentang student loan atau kredit pendidikan menjadi sebuah cara agar mahasiswa tanggap pada isu dunia sekitar, apalagi mahasiswa berada dalam dunia pendidikan tinggi. Sederhananya, student loan adalah pinjaman yang ditawarkan kepada mahasiswa untuk melunasi biaya yang berhubungan dengan pendidikan seperti biaya kuliah, tempat tinggal atau buku pelajaran. Biasanya pinjaman ini memiliki suku bunga yang lebih rendah dari pinjaman yang lain. Secara umum, mahasiswa tidak diharuskan untuk membayar kembali pinjaman ini sampai akhir masa sekolah atau kuliahnya, dimana biasanya mulai di bayar atau di lunasi setelah mereka menyelesaikan pendidikan mereka.

Salah satu topik yang menjadi diskusi ‘Senja Kritis’, yaitu mengenai kebijakan student loan di Universitas Diponegoro yang akan ditujukan untuk mahasiswa S1, menuai beberapa pertanyaan perihal urgensinya. Banyak universitas yang sudah bekerjasama

Erlangga 17 | Volume 2 Edisi Mei 2018

8


dengan berbagai bank dan BUMN. Tak terkecuali Universitas Diponegoro, yang sudah bekerjasama dengan Bank BTN. Disinilah sisi urgensi muncul, dimana ketika sebuah perguruan tinggi telah menjalin kerjasama dengan perbankan, maka muncullah isu-isu student loan yang berpotensi diterapkan kepada mahasiswa. Menurut Arsenio, mahasiswa perlu bersikap kritis terhadap apa yang sudah ada di depan mata serta berdiam diri saja, apalagi malah kaget ketika kebijakan ini sudah diterapkan namun malah merugikan. Ini disebut juga dengan gerakan-gerakan reaksioner. Mahasiswa juga harus cerdas dalam melihat fenomena dan isu yang terjadi di dunia sekitar. Pro dan Kontra adalah Keniscayaan dalam Sebuah Diskusi

Dalam memengaruhi peserta dalam diskusi dengan kajian tema yang menarik, beberapa ada yang pro dan beberapa juga ada yang kontra. Tidak terkecuali perihal topik mengenai student loan ini. Meskipun ada yang pro dan kontra, ada peserta yang beralasan bahwa jika kebijakan student loan ini mengacu pada yang ada di Amerika Serikat, akan menyebabkan Indonesia menjadi collapse dan sebagainya. Sehingga hal tersebut dapat menimbulkan dampak ekonomi yang tidak remeh. Namun, ada juga yang pro dengan mengatakan jika student loan ini memiliki potensi besar untuk membantu mahasiswa yang kekurangan dan akhirnya mahasiswa tersebut dapat terbantu dalam biaya untuk melanjutkan pendidikan kuliah. “Perbedaan dalam diskusi merupakan hal yang wajar dan apabila jika dalam diskusi justru tidak ada perbedaan, maka itulah yang merepotkan,” ujar Arsenio.

9

Dengan diadakannya kegiatan diskusi ‘Senja Kritis’ yang menjadi wadah atau ruang untuk diskusi mahasiswa tentunya terdapat kendala-kendala kecil. Namun, kendala tersebut tidak menjadi penghalang agar kegiatan berlangsung dengan lancar. “Kendalanya yaitu selalu dalam sebuah diskusi berpikir nantinya akan ramai atau tidak, kemudian apakah akan terjadi arus yang berbeda atau tidak. Karena sebelumnya juga pernah dalam sebuah diskusi tidak ada yang berpendapat berbeda antar satu sama lain, dari sini kita justru bingung. Kalau tidak ada perbedaan, kemudian bagaimana resolusinya sebuah diskusi,” tutur Arsenio.

Dengan berlangsungnya diskusi dalam kegiatan ‘Senja Kritis’ ini, Arsenio berharap agar mahasiswa FEB banyak yang mengikuti kegiatan kajian ‘Senja Kritis’ ini sehingga lebih banyak lagi memberi perhatian pada isu-isu yang ada. Karena sejatinya mahasiswa tidak hanya belajar, namun mahasiswa juga harus bermanfaat melalui banyak acara, seperti kegiatan diskusi ini serta tanggap pada isu sekitar. Sikap kritis juga perlu dikembangkan agar terjadi kompetisi antar mahasiswa. “Harapannya ya, jelas nantinya agar mahasiswa FEB dapat lebih banyak lagi yang ikutan. Dan lebih banyak lagi yang memberi perhatian pada isu-isu yang ada. Karena sejatinya mahasiswa tidak cuma belajar, namun juga bermanfaat lewat banyak cara. Salah satunya ialah diskusi. Mahasiswa harus tanggap terhadap isu sekitar, jangan mau kalah sama mahasiswa yang lain. Karena pada saat ini yang terjadi adalah arus kompetisi antar mahasiswa, maka sikap kritis perlu dikembangkan untuk tidak jadi kalah dengan yang lain,” tutupnya. (fn)

Erlangga 17 | Volume 2 Edisi Mei 2018


RESENSI BUKU

dok. KPG Indonesia

Judul Judul Asli Penulis Tebal uku Penerbit Skenario Peresensi

Kental akan Nuansa Filsafat Satir Candide, sebuah karya sastra karangan Voltaire‒seorang filsuf Perancis‒yang dikemas dalam bentuk dongeng dengan nuansa filsafat satirnya yang kental. Dongeng satir ini ditujukan untuk mengejek “musuh besarnya” yaitu ahli filsafat Leibniz dan pengikut Wolff, yang beranggapan bahwa dunia ini diciptakan Tuhan dalam keadaan maksimal terbaik yang mungkin diberikan. Juga ia mengritik pendapat ahli filsafat itu yang menyatakan bahwa untuk semua akibat, pasti ada sebabnya, karena segalanya telah diatur dalam suatu keselarasan yang telah ditetapkan sebelumnya (L’harmonie préétablie). Karena karyanya, banyak yang kemudian menuduh Voltaire sebagai seorang atheis, dan dalam konteks pada kehidupannya di Perancis pada abad ke-18, ia pun dikatakan sebagai seorang rebelle‒pemberontak‒ dalam bentuk pemerintahan monarki yang melakukan penyalahgunaan agama dan kesewenang-wenangan penguasa pada saat itu. Namun apabila kita mencermatinya lebih dalam, Voltaire sendiri justru telah

: Candide, Optimisme Dalam Hidup : Candide, ou l'Optimisme : Voltaire : 256 Halaman : Liris Tahun 2009 : Lucky Kuswandi, Fathan Todjon : Arsenio Wicaksono

sampai pada taraf déiste (percaya kepada Tuhan) dan menempatkan diri di atas semua agama. Dan dalam politik, ia sesungguhnya tetap menginginkan seorang raja, namun kepala negara itu hendaknya memiliki kemampuan dan wawasan (Le despotisme éclairé). Ida Sundari Hussen, penerjemah teks asli bahasa Perancis yang berjudul “Candide ou l’Optimisme” mengatakan bahwa proses antagonisme pada diri Voltaire yang dibentuk oleh masyarakat Perancis di masanya diakibatkan oleh salah satunya ialah perkembangan masyarakat yang waktu itu belum matang untuk gagasangagasannya yang lebih mutakhir itu. Oleh karena itu dalam membaca karyanya, diharapkan pembaca lebih mawas diri dan membaca dengan konteks yang lengkap dan tepat. Sebagai contoh pada akhir kisah yang dikarangnya ini, ia menceritakan seorang Turki yang mengatakan, “Pekerjaan menjauhkan kita dari tiga keburukan: rasa bosan, dosa, dan kemiskinan.” Jika kita lihat, melalui ucapannya inilah Voltaire memberi nada pesimisme dalam karyanya, namun bersifat membangun dalam kehidupan materiil dan rohani.

Erlangga 17 | Volume 2 Edisi Mei 2018

10


RESENSI BUKU Sinopsis Candide sendiri ialah seorang pemuda yang berasal dari Westphalen dalam sebuah istana bernama Baron Thunder-ten-tronckh. Ia digambarkan hidup dengan sebuah keluarga besar kerajaan sampai-sampai para pelayan yang telah lama mengabdi di rumah besar itu menduga bahwa Candide adalah anak saudara sang Baron yang perempuan. Dalam cerita ini, Candide hidup juga dengan nyonya besar yang merupakan istri dari sang Baron. Nyonya besar itu memiliki seorang anak putri berusia tujuh belas tahun, tinggi langsing, segar, montok, dan menggiurkan. Gadis itu bernama Cunegonde. Candide sungguh mencintainya, namun ia sadar atas gadis keturunan, jangankan mempersunting, ia pun tak berani untuk bertemu dengan gadis belia tersebut.

Semasa mudanya, ia memiliki guru bernama Pangloss yang mengajarkan metafisikateologi-kosmolo-konyo-logi (dalam bahasa satirnya kepada lawan filsafatnya) yang kelak akan menjadi kawan perjalanannya mengarungi dunia. Candide sungguh merasa beruntung untuk hidup di sebuah istana Baron Thunder-ten-trockh, dan akibat ajaran yang ia dapatkan dari gurunya, ia menempatkan hal tersebut sebagai keberuntungan utama dalam hidupnya. Namun keberuntungan utamanya segera berakhir ketika Candide dan Cunegonde berpapasan di balik sekat ruangan setelah makan malam. Cunegonde menjatuhkan saputangannya dan Candide memungutnya. Secara lugu, pemuda itu mencium tangan

11

si gadis dengan gairah hingga bibir mereka bertemu dan tangan pun merayap. Baron yang melihat hal tersebut pun langsung menendang Candide keluar istana.

Dalam pengusirannya, Candide pun sedih dan ia terus berjalan menuju desa-desa yang belum pernah ia ketahui sebelumnya. Satu hal yang ia pegang teguh ialah bahwa ia sangat mencintai Cunegonde dan berjanji akan menikahinya jika kembali bertemu. Hingga suatu saat, ia mendengar bahwa istana Baron-Thunder-ten-trockh hancur lebur diserbu oleh pasukan yang berasal dari Bulgaria ketika ia dipertemukan kembali oleh gurunya dulu dari istana yang menyamar sebagai pengemis di Belanda. Sontak, ia mendapati kabar bahwa Cunegonde mati disobek perutnya setelah diperkosa maksimal sesaat istana diserbu oleh musuh. Candide pun sontak menangis setelah mendengar cerita dari gurunya.

Banyak kejadian yang dialami Candide, hingga ia bertemu dengan Cunegonde namun harus kembali berpisah ketika mereka berlayar ke benua Amerika Latin untuk menghindari perang yang terjadi di benua Eropa dan Cunegonde harus diperistri oleh gubernur Argentina. Namun kegigihan hatinya akan janjinya untuk menikahi Cunegonde tidak berhenti oleh segala kejadian yang terjadi. Hingga akhirnya mereka bertemu di dataran Turki, meski Cunegonde telah banyak berubah dan tidak sejelita dulu dengan kulitnya yang kecokelatan, dada kempis, pipi bergaris-garis dan lengan merah-merah dan terkelupas akibat ia diperbudak, Candide tetap menikahinya. (fn)

Erlangga 17 | Volume 2 Edisi Mei 2018


Opini Opini

Women’s March, Ketimpangan Gender, dan Kita yang Masih Misoginis Oleh: Arsenio Wicaksono*

dok. womensmarchbayarea.org

Pagi itu, ratusan orang berbondongbondong turun ke jalan. Saya kira orangorang itu ‘turun ke jalan’aksikali ini sama seperti aksi yang diisi oleh sekumpulan orang mengenakan pakaian serba putih untuk membela sang mistikusnya dengan menggunakan simbol angka seperti aksi yang sudah-sudah.

Namun ternyata aksi ini diisi oleh banyak wanita tangguh yang berjuang untuk membela haknya, melawan kekejaman akibat pembentukan budaya di tempatnya. Mereka berkumpul di jalan MH Thamrin dengan membawa berbagai macam atribut untuk menyuarakan tuntutan mereka dengan meminta proteksi lebih kepada pemerintah dan juga untuk merubah paradigma masyarakat dalam memandang perempuan. Ialah women’s march sebagai jalan yang ditempuh untuk menyuarakan suara mereka. Aksi yang juga dilakukan di banyak negara lain seperti Amerika Serikat ini kerap menjadi momen untuk menyuarakan tak hanya hak-hak mengenai wanita, melainkan juga hak-hak lain seperti hak untuk imigran, hak kesetaraan ras, hak

kebebasan beragama, dan hak untuk pekerja sebagaimana yang terjadi pula di Washington tahun 2017. Tak hanya itu, aksi ini juga mampu menciptakan suasana berbau politis sebagaimana aksi ini di AS pada tahun lalu digunakan untuk memprotes besar-besaran kebijakan Trump yang dinilai anti-wanita dan juga ofensif terhadap masyarakat marjinal lainnya. Historisitas Pengagungan Laki-Laki dan Pola Perilaku Misoginistis

Sejak masa lampau, budaya masyarakat di dunia telah menempatkan laki-laki pada hierarki teratas, sedangkan perempuan menjadi kelas nomor dua. Hal ini terlihat pada praktek masyarakat Hindustan misalnya, pada zaman Vedic 1500 SM, perempuan tidak mendapat harta warisan dari suami atau keluarga yang meninggal. Juga dalam tradisi masyarakat Buddha pada tahun 1500 SM, perempuan dinikahkan sebelum mencapai usia puberitas. Mereka tidak memperoleh pendidikan, sehingga sebagian besar menjadi buta huruf tidak mengenyam pendidikan sebagaimana kaum adam terima. Begitu pula di Indonesia

Erlangga 17 | Volume 2 Edisi Mei 2018

12


Opini pada tempo lampau, di era penjajahan Belanda maupun Jepang, perempuan dijadikan sebagai budak seks bagi tentaratentara asing yang sedang bertugas di Indoensia. Serta terdapat peraturan yang melarang perempuan mengenyam pendidikan, kecuali mereka berasal dari kalangan priyayi atau bangsawan (ConventionWatch, 2007). Hal-hal seperti inilah yang kemudian biasa kita sebut sebagai budaya patriarki. Sebagaimana menurut Alfian Rokhmansyah (2013) dalam bukunya yang berjudul Pengantar Gender dan Feminisme,patriarki berasal dari kata patriarkat, berarti struktur yang menempatkan peran laki-laki sebagai penguasa tunggal, sentral, dan segalagalanya.

Sistem patriarki yang mendominasi kebudayaan masyarakat menyebabkan adanya kesenjangan dan ketidakadilan gender yang mempengaruhi hingga ke berbagai aspek kegiatan manusia. Laki-laki seakan-akan memiliki kuasa absolut pada perannya sebagai kontrol utama dalam masyarakat, sedangkan perempuan hanya memiliki sedikit pengaruh hingga bisa dikatakan tidak memiliki hak pada wilayahwilayah umum dalam masyarakat. Waktu berlalu dan zaman berganti, keadaan pun tak sama seperti dulu. Melalui karyanya Habis Gelap Terbitlah Terang,Kartini mampu mengungkapkan segala permasalahan yang didera wanita dan berhasil membuka mata bangsa dan dunia terhadap kesetaraan genderdalam hal ini wanita.

13

Kita pun sekarang pasti melihat perempuan mengenyam hak pendidikan yang sama dan tak jarang pun kita lihat perempuan banyak menduduki posisi strategis dalam sebuah jabatan negara maupun perusahaan. Namun kesetaraan gender yang dicitacitakan tentunya tak sebatas pada

substansi-substansi formal seperti ini, pada kenyataannya di negara kita masih terdapat banyak ketimpangan pada substansi sosial.

Satu contoh yang mudah kita lihat adalah pandangan masyarakat terhadap subyek antara pelaku dan korban pemerkosaan. Pada kenyataannya, kita masih banyak menjumpai tak sedikit dari orang yang beranggapan bahwa dalam suatu kasus pemerkosaan adalah mutlak kesalahan dari sang korban, lagi-lagi wanita.

Pandangan-pandangan seperti inilah yang dapat kita sebut sebagai misoginistis. Pandangan yang mengantagoniskan wanita sebagai hasil dari kentalnya budaya patriarki dalam substansi sosial. Berbagai cemoohan seperti pakaian yang tak pantas hingga sang korban yang ‘tak kental imannya’ menjadi buah bibir yang pedas untuk disalahkan pada wanita. Ternyata, paradigma misoginistis ini juga kental lestari dalam institusi kepolisian yang secara bebal kerap menanyakan kepada korban pemerkosaan mengenai ‘kenikmatan’ yang secara tabu dilontarkan pada konteks kejadian terjadi. Sebuah pameran di Brussels, Belgia menampilkan 18 sampel baju yang dikenakan oleh korban pemerkosaan. Dan tiada darinya yang terlihat vulgar, ataupun sensual. Bukti ini menunjukkan bahwa pandangan misoginistis yang kerap menyalahkan wanita sebagai akibat dari kebejatan nafsu laki-laki membiaskan lakilaki sebagai manusia yang tak memiliki kuasa atau kontrol terhadap dirinya untuk menciptakan karsa atau tindakan secara sadar. Dalam hal ini, posisi laki-laki terbalik dari ‘selalu salah’ menjadi mahabenar sementara wanita serba salah. Demikian pun pada wanita dengan ajaran rejili tertentu dengan nilai dogmatisme yang mengenakan pakaian hingga menutupi seluruh anggota badan dengan

Erlangga 17 | Volume 2 Edisi Mei 2018


Opini tujuan menghindari hal-hal kebejatan moral lawan jenis dan juga berkembangnya penggunaan kata ‘pelakor’ dalam keadaan perselingkuhan yang secara sadar dilakukan oleh baik laki-laki dan perempuan. Budayabudaya patriarkal yang mengagungkan nilai-nilai kebenaran laki-laki semacam demikian secara tak langsung kembali mengantagoniskan wanita dan menganggap kebejatan moral pria sebagai suatu keadaan yang lumrah. Dan kembali lagi, wanita yang harus menanggungnya. Soekarno pun dalam bukunya yang berjudul Sarinahmenggambarkan hubungan laki-laki dan perempuan soal urusan ‘kepemilikan’ perempuan ini. Pada halaman 109, Soekarno menggambarkan bahwa laki-laki seakanakan memiliki perempuan. Dan relasi antaranya yang terjadi mengakibatkannya mengalami perubahan dari sifat yang mewakili sebuah subyek menjadikannya sebuah obyek dalam hal kepemilikannya oleh laki-laki.

Bung Karno mengatakan perempuan malah dijadikan benda. Perempuan harus disimpan, disembunyikan, tak boleh dilihat orang, apalagi disentuh. Oleh karena itu, ia mengutip kata-kata Edward Carpenter yang mengatakan, “Nafsu kepada milik itu membuat laki-laki menutu dan memperbudakkan perempuan yang ia cintai itu.” Cinta yang memperbudak pun ia gambarkan tak seperti pada zaman ketika wanita bisa ditukar dengan ternak atau uang. Namun jelas, Bung Karno menggambarkan dengan gamblang bahwa pandangan “kepemilikan” tersebut masih ada dan semakin kentara. Ia mengatakan bahwa ketika perempuan dijadikan benda, ditakut-takuti atas nama agama, laki-laki bebas berkeliaran. Bebas menikahi istri lebih dari satu. Tapi semua istrinya itu ia kurung dengan

berkata bahwa itu kodrat perempuan. Memang jika kita lihat sekarang banyak yang laki-lakinya bebas berpakaian sesuai kehendak, wanitanya dikerungkung dalam kain panjang. Seakan-akan berlomba ingin memenuhi nilai reliji, namun melupakan bahwa sejatinya laki-laki pun harus adil dalam memberlakukan wanita dan melupakan dalam kisah nabi, bahwa wanita pun sesungguhnya mampu kalut dalam nafsu melihat pria sama sepertinya halnya pria kebalikannya.

Dengan pola perilaku demikian, sudah selayaknya kita berlaku adil sejak dalam pikiran. Kesetaraan gender tak sepantasnya dimaknai dalam agenda-agenda pada substansi formal hingga menduakan substansi sosial yang sepatutnya juga harus dipenuhi untuk memanusiakan sesama manusia lainnya. Budaya patriarki yang menghasilkan pola perilaku dan pikiran yang misoginistis layaknya sebuah rantai yang turun temurun tiada habisnya, dan sudah menjadi peran dan kewajiban kaum laki-laki sendiri untuk memotong rantai penderitaan tersebut. (fn)

*) Penulis merupakan Redaktur Pelaksana Koran LPM Edents 2018

Erlangga 17 | Volume 2 Edisi Mei 2018

14


Geliat Usaha

Pisang Djagoan, Olahan Nugget Kekinian di Semarang Oleh: Fatimah Fitriana dan Farah Nailal Pisang merupakan salah satu jenis buah yang mudah hidup di Asia Tenggara, Papua, dan Australia tropika. Di daerah dengan hujan merata sepanjang tahun, produksi pisang dapat berlangsung tanpa mengenal musim. Indonesia, Kepulauan Pasifik, negara-negara Amerika Tengah, dan Brasil dikenal sebagai negara utama pengekspor pisang. Pisang dikenal sebagai buah yang kaya gizi dan manfaat. Tak hanya rasanya yang manis, pisang juga memiliki beragam jenis seperti Pisang Raja, Pisang Ambon, Pisang Barangan, Pisang Mas, Pisang Kepok, Pisang Giant Cavendish, dan masih banyak lagi. Pisang memiliki kandungan vitamin B6 dan mineral yang tinggi sekitar 0,5 miligram per 100 gram serta mineral berupa kalium, magnesium, dan fosfor yang jumlahnya sekitar 0,8 miligram per 100 gram. Pisang juga bermanfaat untuk menurunkan tekanan darah, menurunkan risiko kanker, asma, dan meningkatkan kesehatan jantung. Selain itu, pisang juga bermanfaat untuk melancarkan peredaran darah, membantu pencernaan pada usus, menjaga kesehatan mata, serta mampu meningkatkan kesehatan otak pada bayi. ‘Djagoan’ yang Merujuk kepada Tiga Owner Laki-laki

Pisang Djagoan berdiri sekitar bulan Agustus 2017. Ada hal unik yang melatar belakangi pemberian nama ‘Djagoan’ yaitu owner bisnis ini terdiri dari tiga laki-laki yakni Paldibo, Christian, dan Dedi. “Karena

15

semuanya laki-laki, jagoan, akhirnya kita kasih nama Djagoan”, terang Paldibo. Hal lain yang melatarbelakangi bisnis ini karena banyaknya antusias masyarakat akan permintaan makanan olahan berbahan dasar pisang. “Pisang kan sekarang lagi ngetrend, kenapa kita nggak coba olah lagi”, ujar Paldibo.

Ide ini pertama kali muncul saat Paldibo selaku owner Pisang Djagoan melihat makanan serupa di Jakarta namun olahan pisang ini masih biasa saja. Lalu, ia memodifikasinya menjadi lebih menarik lagi dan akhirnya dapat diterima masyarakat. Hal yang menjadi keunggulan Pisang Djagoan adalah keunikan rasa dari pisang kepok. Paldibo mengatakan bahwa yang membuat usahanya ini berbeda dari yang lain yaitu rasa pisangnya, jenis pisang yang dipakai adalah pisang jenis unggulan. Berbeda dari olahan pisang nugget yang lain, yang mungkin hanya rasa dan bentuknya yang seperti nugget namun jenis pisangnya belum tentu jenis yang unggulan. Jadi, lebih mengutamakan kualitas bahan dasarnya. Varian Rasa yang Banyak

Harga makanan yang dijual di Pisang Djagoan berkisar di 10 ribu hingga 20 ribu rupiah. Varian yang tersedia di Pisang Djagoan terdiri dari banyak rasa atau topping namun yang paling banyak diminati yaitu topping Chocomaltine. Menu yang ditawarkan terbagi menjadi tiga jenis yaitu

Erlangga 17 | Volume 2 Edisi Mei 2018


Geliat Usaha regular, mini, dan ekstra topping. Untuk jenis regular ada rasa choco, chocomaltine, cheese, oreo, strawberry, green tea, tiramisu, dan nutella yang kisaran harganya dari 16 ribu rupiah hingga 19 ribu rupiah. Untuk jenis mini hanya tersedia varian topping choco, chocomaltine, cheese, oreo, green tea, tiramisu yang harganya 10 ribu rupiah. Lalu, jika pembeli ingin merasakan ekstra topping, mereka bisa mencoba semua varian topping yang ada namun dikenai harga tambahan sekitar tiga ribu hingga lima ribu rupiah. Perihal modal usaha yang dibutuhkan untuk membuka bisnis ini, Paldibo mengatakan Pisang Djagoan membutuhkan sekitar dua hingga tiga juta rupiah. Sekarang, keuntungan yang diraih rata-rata setiap bulannya per cabang 30 juta hingga 40 juta rupiah. Ia juga menambahkan adanya target omset yang ingin ia raih di tahun ini yaitu sebesar 60 juta rupiah. “Yah, harapannya target sih pasti ada. Target tahun ini semoga omset kita meningkat hingga Rp 60.000.000,00 per bulan,� terangnya. Promosi melalui Media Sosial hingga Pembukaan Cabang

Paldibo mengatakan selama ini ia telah mempromosikan Pisang Djagoan melalui media sosial seperti instagram, facebook, dan lain-lain. Tak lupa paid promote, dari mulut ke mulut, bantuan promosi temanteman, dan para pembeli juga digunakan dalam promosi. Target penjualan Pisang Djagoan awalnya hanya untuk kalangan menengah ke atas, namun karena semakin banyak permintaan dari mahasiswa, target pasar diganti menjadi kalangan menengah ke bawah.

Kendala dalam Mempertahankan Rasa Manis dari Pisang Kendala utama yang ia hadapi yaitu pada bahan baku, mempertahankan rasa manis pisangnya. “Tentunya, untuk mengatasinya kita sudah punya bagian pemasok bahan baku (pisang) di beberapa tempat agar lebih selektif lagi memilih pisang dengan kualitas yang baik dan jumlahnya pun kita memasok hingga ton-ton an� ujar Paldibo.

Terakhir, harapan yang ingin Paldibo capai saat ini untuk memajukan bisnisnya yaitu semakin banyak membuka cabang Pisang Djagoan di daerah - daerah lain. Agar menarik minat pembeli, Pisang Djagoan memberika promo-promo dengan harga menarik untuk pembeli pertama saat cabang dibuka. (fn)

Erlangga 17 | Volume 2 Edisi Mei 2018

dok. Pribadi

Pisang Djagoan sendiri saat ini telah membuka dua cabang diantaranya di daerah Banyumanik dan Banjarsari. Keduanya dibuka setiap hari namun di cabang Banyumanik beroperasi pukul 2 siang hingga pukul 9 malam. Sedangkan di cabang Banjarsari beroperasi pukul 3 sore hingga pukul 10 malam. Cabang Banjarsari berada di Jalan Banjarsari Raya

Nomor 27. Sedangkan cabang Banyumanik berada di Jalan Kalingga II, Srondol Wetan, Banyumanik, Semarang. Pisang Djagoan ini telah terintegrasi dengan layanan GoFood dan GrabFood sehingga cocok untuk para pembeli yang tidak ingin repot jauh-jauh datang ke cabang, hanya tinggal pesan lewat aplikasi tersebut.

16



Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.