LEMBAGA PERS MAHASISWA EDENTS
KORAN EDENTS Dinamika Intelektual Mahasiswa
Dari Redaksi
w w w.lpmedents.com
Volume 4 Edisi 11 April 2016 - 24 April 2016 Kabar Kampus
Munculnya isu kenaikan UKT dan pengenaan SPI bagi Mahasiswa Baru 2016 akhirnya telah sampai pada puncaknya. Atas nama Aliansi Mahasiswa Undip ratusan mahasiswa dari berbagai fakultas melakukan aksi tolak kenaikan UKT dan SPI Selasa (5/4) lalu. Aksi yang dimotori oleh BEM Undip ini dilaksanakan di lapangan Widya Puraya dengan dihadiri sejumlah pegawai rektorat dan pihak-pihak terkait. Namun aksi Aliansi Mahasiswa Undip ini menuai kekecewaan, Rektor dan Pembantu Rektor Undip tidak hadir menemui ratusan mahasiswa tersebut. Selain itu adanya ketegangan di pihak Aliansi Mahasiswa Undip juga turut menjadi bumbu hangat atas aksi tersebut. Untuk mengetahui ketegangan saat pelaksanaan aksi ratusan mahasiswa tersebut, sahabat Edents sekalian dapat membacanya di Koran Edents Volume 4 edisi 11 sampai 24 April 2016. Adanya aksi Aliansi Mahasiswa Undip tersebut menuai tanggapan dari beberapa mahasiswa. Opini terkait aksi ratusan mahasiswa muncul dari Ketua BEM FEB Undip periode 2015. Pada kesempatan ini Muhammad Naufal Thaha turut menyuarakan aspirasinya atas isu kenaikan UKT dan SPI. Koran edisi ini juga menyajikan laporan utama terkait Latihan Keterampilan Manajemen Mahasiswa tingkat Dasar FEB Undip. Selain itu, Ajeng Hilarysa selaku mahasiswa berprestasi FEB Undip kembali membawa nama harum FEB dan Undip di kancah Internasional. Sekian dari dapur Redaksi LPM Edents. Selamat membaca bagi para sahabat sekalian. Ekonomi jaya!!
Kordents Volume 4 Edisi 11 – 24 April 2016 Diterbitkan Oleh Lembaga Pers Mahasiswa Edents Pemimpin Umum : Akbar Sih Pambudhi; Pemimpin Redaksi : Nur Wahidin; Pemimpin Artistik : Anastania Shafira; Editor : Adhevyo Reza; Reporter : Fana Insanu, Veronica, Anum Anindita, Abdan Husnan; Layouter : Filza Bazlina E Sekretariat : Gedung PKM Lt. 1 FEB Undip, Tembalang Edents Call Center : 024-91181513
Minggu Ini
Gelar Aksi Tolak Kenaikan UKT dan SPI, Aliansi Mahasiswa Undip Getarkan Widya Puraya “Katanya kau peduli, nyatanya kok begini? Lawan! Lawan! Lawan penindasan!” Undip (5/4) ― Sepenggal kor “Katanya kau peduli, nyatanya kok begini? Lawan! Lawan! Lawan penindasan!” terdengar Selasa sore kemarin. Ratusan Mahasiswa Universitas Diponegoro menggelar aksi terkait penolakan terhadap kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) dan Sumbangan Pembangunan Institusi (SPI) di depan Gedung Widya Puraya. Penolakan ini dimulai sejak awal bulan Februari. BEM Undip dan BEM Fakultas membentuk satuan tugas guna mengawal isu kenaikan UKT dan SPI. Selain itu, minggu lalu juga telah diadakan forum terbuka untuk menyampaikan aspirasi terkait isu tersebut. Jalannya aksi Aksi dihadiri ratusan mahasiwa dari berbagai fakultas, diwadahi BEM Fakultas. Massa berkumpul di Lapangan Widya Puraya dengan spanduk penolakan kenaikan UKT dan SPI. Berbagai macam orasi diteriakkan oleh masingmasing Ketua BEM Fakultas. Disajikan juga beberapa aksi teatrikal untuk ‘menyindir’ pihak rektorat Setelah beberapa saat, pihak Rektorat pun keluar dari gedung Widya Puraya. Namun, Rektor Universitas Diponegoro berhalangan hadir dan tidak satupun Pembantu Rektor yang hadir di sore itu. Kemudian yang angkat bicara mengenai Isu kenaikan UKT dan SPI adalah Ratna, Kepala Biro Keuangan Universitas Diponegoro. Tanggapan rektorat Ratna menjelaskan bahwa prosedur penetapan besaran UKT telah diatur dalam Permenristekdikti no. 5 Tahun 2016. Sebelum menetapkan besaran Uang Kuliah tunggal (UKT), pihak Universitas harus menentukan terlebih dahulu besaran Biaya Kuliah Tunggal (BKT), dalam penetapan BKT tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut ialah Akreditasi Institusi, Akreditasi Instansi atau Program Studi, dan tingkat kemahalan wilayah. Ratna mengutarakan bahwa besaran UKT tidak boleh melebihi BKT, karena selisihnya nanti akan disubsidi oleh Pemerintah sebagai bantuan Pendanaan Operasional Perguruan Tinggi Berbadan Hukum. Ratna juga menyatakan bahwa UKT belum mencukupi untuk proses belajar mengajar. “ Jadi, uang
UKT yang selama ini kita gunakan itu memang belum mencukupi untuk proses belajar mengajar. Jadi kita masih menerima pemberian dari pemerintah, dan kita pasti diberikan dana bantuan operasional perguruan tinggi,” tutur Ratna. Ketegangan Setelah penjelasan dari beberapa pihak rektorat, aksi kian menegang ketika Rionaldo Erland Pamungkas, Koordinator Lapangan Aksi mengatakan bahwa kenaikan UKT dan pengadaan SPI bukanlah suatu masalah asalkan dapat membuat Undip menjadi lebih baik. Pernyataan Rionaldo tersebut menuai kekecewaan dan emosi dari aliansi mahasiswa. Namun setelah diklarifikasi, Rionaldo tidak bermaksud mengatakan demikian. “Jadi gini, sebenarnya saya tadi mau bilang kalau memang rektorat berdalih ingin memelihara, Ya sudah pelihara. Tapi nggak usah naik (UKT). Aku pingin mahasiswa (mengerti) seperti itu. Tapi mungkin penangkapan mahasiswa beda,” ujar Rionaldo. Harapan Dengan diadakannya aksi ini, para peserta aksi berharap agar pihak rektorat tidak bersifat apatis. Muhammad Rigo, salah satu peserta aksi dari bagian sosial politik BEM Fakultas Hukum, mengharapkan transparansi pengolahan dana dan juga bukti nyata. “Dan jika mau menaikan UKT dan menerapkan SPI, harus ada aksi nyata dan bukti kenaikan UKT ini untuk hal-hal yang bermanfaat untuk mahasiswa sendiri,” jelasnya. Luthfi Rahman, selaku Wakil Ketua BEM Undip 2016 menyatakan bahwa pihak rektorat belum mencapai kesepakatan dengan Mahasiswa. Oleh karena itu diberikan tenggat waktu 7 hari bagi pihak rektorat untuk memberikan jawaban. “Jadi, hari ini kita menyampaikan tuntutan. Berhubung bapak rektornya nggak ada, minggu depan baru ada nanti itu disampaikan. Kita kasih masa tenggat sekitar tujuh hari, kalo misalkan nggak ada jawaban juga kemungkinan ada aksi selanjutnya. Jadi ini bukan aksi puncak, tapi sebagai awal,” tutup Luthfi. (nw).
Opini
di
lpmedents.com Mahasiswa Undip Gelar Aksi Tolak Kenaikan UKT dan SPI (5/4) – Menanggapi isu terkait kenaikan UKT dan pemungutan SPI, aliansi mahasiswa Universitas Diponegoro menggelar aksi penolakan kebijakan tersebut di depan Gedung Widya Puraya (Rektorat). Aksi yang berlangsung dari pukul 15.30 hingga 17.30 WIB ini, menyuarakan tiga tuntutan mahasiswa yaitu menolak kenaikan UKT, menolak pemungutan SPI bagi mahasiswa baru via Ujian Mandiri, serta transparansi pengelolaan dana. Koordinator Lapangan Salah Ucap, Aksi Penolakan Kenaikan UKT dan SPI Sempat Diwarnai Ketegangan (5/4) – Ketegangan sempat mewarnai jalannya aksi penolakan kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) dan Sumbangan Pembangunan Institusi (SPI) di depan Gedung Widya Puraya. Hal ini bermula saat Koordinator Lapangan Aksi, Rionaldo Erland Pamungkas, mengatakan suatu hal yang dianggap salah oleh peserta aksi. Mahasiswa FEB Undip Raih Gelar Putra Batik Indonesia 2016 - Satu lagi kabar membanggakan datang dari mahasiswa Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB) Undip. Frans Elkana, mahasiswa Manajemen 2012 terpilih menjadi Putra Batik Indonesia 2016. Putra Batik Indonesia adalah ajang pemilihan yang diselenggarakan untuk mencari anak-anak muda yang berpotensi menjadi duta batik Jawa Tengah.
Panas Dingin SPI dan UKT “Ada ruang diskusi yang sangat terbuka antara rektorat dan pihak mahasiswa mengenai sistem verifikasi guna memperkecil terjadinya kekeliruan. Di sini mahasiswa ikut andil dalam memastikan keadilan.” - M. Naufal Thaha Akhir-akhir ini mahasiswa Undip disibukkan dengan sebuah isu yang begitu 'seksi' dan sensitif. 'Seksi' karena mampu membuat hampir semua lini masa media sosial dipenuhi propaganda yang persuasif, menolak isu tersebut dan menyebabkan terjadinya perang argumen mahasiswa yang pro dan kontra. Dikatakan isu sensisif karena berbicara tentang nominal uang yang akan dikeluarkan setiap semester, dan tentang kemampuan orangtua mahasiswa dalam menanggung biaya tersebut. Isu tersebut adalah Isu kenaikan UKT dan SPI (Sumbangan Pembangunan Institusi) yang “katanya” akan kembali diberlakukan untuk mahasiswa baru tahun 2016. Hal ini menimbulkan kegerahan dikalangan mahasiswa. Mahasiswa lalu mengkaji dan melakukan konsolidasikan kekuatan untuk melawan apa yang disebut sebagai kebijakan yang tidak pro rakyat miskin. Menurut saya, pemberlakuan UKT sejak 2013 tidak perlu dihapuskan. UKT sebenarnya bertujuan baik dan setiap mahasiswa membayar sesuai dengan kemampuan orang tua masing - masing. Masalahnya, banyak mahasiswa yang terkena dampak ketidaksempurnaan sistem, Salah golongan contohnya. Mahasiswa yang orangtuanya tidak mampu mendapatkan golongan yang tinggi, sebaliknya ada orang
kaya yang mendapat UKT rendah. Sebenarnya hal ini lah yang menjadi peluang bagi para aktivis mahasiswa untuk membantu pihak rektorat dalam proses dan verifikasi UKT. Solusi Ada ruang diskusi yang sangat terbuka antara rektorat dan pihak mahasiswa mengenai sistem verifikasi guna memperkecil terjadinya kekeliruan. Di sini mahasiswa ikut andil dalam memastikan keadilan. Selain itu, pihak kampus juga harus berani memberikan sanksi kepada mahasiswa yang ternyata berbukti berbohong saat pengumpulan syarat UKT. Bisa drop out atau hukuman berat lain. Hal ini mungkin bisa dibicarakan antara para aktivis dan kampus untuk menentukan bagaimana sanksi yang pantas. Namun dalam hal kenaikan UKT menurut saya pihak rektorat harus menjelaskan alasan kenaikan disertai data pendukungnya. Perlu diadakan diskusi intelektual dari mahasiswa dan pihak rektorat sehingga tidak ada kecurigaan dari kedua belah pihak. Harapannya setelah saling paham, kedua belah pihak mampu mendapatkan win win solution dari permasalahan ini. Dari sudut pemberlakuan, menurut saya kecil kemungkinan pemberlakuan ini dibatalkan. Berdasarkan rilis yang diterima dan juga klarifikasi pihak rektorat kepada salah satu media cetak, Undip memiliki kekurangan 320 milyar untuk subsidi dikarenakan
Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN) hanya 80 milyar. SPI setidaknya mampu menutupi kekurangan yang ada. Kita tidak bisa kita memungkiri bahwa pihak universitas membutuhkan biaya untuk peningkatan dan pengembangan operasionalnya PTN-BH Universitas Diponegoro sudah resmi berbadan hukum, memungkinkan untuk memperoleh sumber pendanaan dari banyak pilihan. Namun kita tak boleh selalu bergantung pada dana pihak luar. Undip harus bisa mandiri namun tidak mengorbankan mahasiswa. Salah satunya adalah pembangunan Badan Usaha. Untuk membangun dan mengembangkannya, Undip membutuhkan modal dan biaya pengembangan awal. Oleh karenanya, diawal dalam pengembangan universitas memang membutuhkan modal yang cukup besar tapi seiring berjalannya waktu , badan usaha yang sudah mapan akan menutupi kekurangan sumber pendanaan. Mengenai mahasiswa yang tidak mampu membayar UKT dan SPI, kita harus meminta pihak rektorat untuk menjamin bahwa tidak akan ada siswa yang mundur masuk UNDIP hanya karena tak mampu membayarnya. Karenanya, peran mahasiswa sangat penting untuk bekerja sama merumuskan verifikasi yang baik. (nw)