Volume
Koran Edents
LPM Edents
05
Dinamika Intelektual Mahasiswa Edisi 21 Mei - 4 Juni 2019
Tambakrejo, Sisi Lain Kota Semarang yang Terluka Dari Redaksi
Pada laporan utama Koran Edents Volume 5, kami laporkan kabar terkini korban penggusuran Tambakrejo. Mulai dari permasalahan penggusuran yang tidak kunjung usai hingga trauma yang dialami anak-anak dan perempuan. Kemudian, turut kami beritakan Musyawarah Mahasiswa (Muswa) yang diadakan oleh Senat Undip yang membahas mengenai student goverment.
Selain itu, kami kabarkan kegiatan FEB Berbagi yang menghiasi ibadah di Bulan Ramadhan sebagai ajang sosial dan saling berbagi. Terakhir, kabar prestasi dari salah satu mahasiswa FEB yang berhasil meraih penghargaan di negeri tirai bambu menjadi penutup Koran Edents Volume 5. Kritik saran sangat diperlukan untuk menjadikan LPM Edents menjadi lebih baik, terima kasih. Selamat membaca!
memasuki tahap pengurukan dan perataan tanah. Hunian sementara ini dijadikan sebagai tempat tinggal sementara warga menunggu selesainya pembangunan rusunawa. “Dapat dikatakan bahwa pemerintah melanggar kesepakatan, pengurukan Kali Banger belum selesai, namun warga sudah digusur,” jelas Nico. Momok Kelam Tambakrejo: Histeris, dan Putus Sekolah
Dok. Edents
Penggusuran merupakan momok yang paling menakutkan bagi semua orang. Seperti bencana, penggusuran merenggut kebahagiaan setiap insan. Terlebih perihal harta benda yang memang jelas dirasakan kehilangannya. Tidak terkecuali warga Tambakrejo, digusur secara paksa dan tiba-tiba. Histeris mempertahankan rumah, tanah, dan hak yang sudah diingkari. Mereka, berjuang sampai titik darah penghabisan, mempertahankan kehidupan yang layak dengan memegang teguh keyakinan akan hak sebagai warga Kota Semarang.
“Warga Tambakrejo adalah Warga Negara Indonesia (WNI) , memiliki hak atas perumahan yang layak, hak atas rasa aman dan nyaman, hak atas ganti rugi, tapi itu tidak dipenuhi oleh Pemkot Semarang” - Nico Wauran.
Penggusuran paksa yang terjadi hari Kamis (9/5/2019) di Desa Tambakrejo, Kelurahan Tanjung Mas, Semarang Utara, Kota Semarang menyisakan derita bagi warga Tambakrejo. Sebanyak 97 Kepala Keluarga (KK) harus kehilangan tempat tinggal. Pasalnya, penggusuran yang terjadi merupakan bentuk pengingkaran kesepakatan yang telah disetujui Pemerintah Kota (Pemkot) Semarang dengan warga Tambakrejo. “Sebuah perjanjian yang disepakati bersama, disaksikan oleh Komnas HAM ternyata diingkari oleh Pemkot Semarang,” ujar Nico Wauran selaku Koordinator Relawan. Nico menambahkan, Pemkot Semarang melakukan penggusuran dengan tujuan normalisasi Banjir Kanal Timur (BKT). Kesepakatan Dilanggar, Rumah Digusur
Pada tanggal 13 Desember 2018 telah terjadi mediasi yang dihadiri oleh warga Tambakrejo selaku pihak pertama, Pemerintah Kota Semarang, Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) selaku pihak kedua, dan Komisi Nasional (Komnas) HAM sebagai mediator. Dalam perjanjian itu, ada sepuluh poin kesepakatan, diantaranya warga bersedia pindah dari Tambakrejo ke Rumah Susun Sewa (Rusunawa) yang dekat dengan laut. Warga Tambakrejo merasa bahwa Pemkot Semarang melanggar janji karena pada tanggal 3 Mei 2019 Pemkot Semarang melakukan upaya penggusuran. Namun, berhasil dihalau oleh warga. Kurang dari seminggu, tepatnya tanggal 9 Mei 2019, Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) datang dan menggusur lahan tanpa adanya dialog dengan warga terlebih dahulu. Padahal proses pembangunan hunian sementara yang terletak di Kali Banger baru
Trauma, Takut,
Setelah kehilangan tempat tinggal, warga Tambakrejo tidak memiliki kepastian untuk tempat menetap. Mereka tidur dan melakukan segala kegiatan di tenda darurat yang dibangun oleh relawan. Bahkan sebelum adanya tenda tersebut para warga harus tidur di bawah jembatan. “Ini cukup membantu daripada hari pertama kemarin yang sama sekali tidak ada tenda. Hanya tidur di bawah jembatan,” terang Nico. Meskipun sudah ada tenda darurat, tetap saja tidak melindungi warga secara penuh dari cuaca. Terlebih saat hujan, tenda sering bocor dan mengakibatkanterganggunya kenyamanan warga. Bahan makanan yang ada di tenda pusat ikut basah oleh hujan. Dengan kondisi dan cuaca yang tidak mendukung, banyak warga yang sakit hingga beberapa dari mereka dilarikan ke rumah sakit terdekat. Menanggapi hal ini, Pemerintah Kota Semarang memberikan bantuan berupa puskesmas keliling, namun kedatangannya tidak se-intens yang diharapkan warga. Penggusuran yang terjadi secara tiba-tiba juga menimbulkan dampak yang cukup berarti bagi masyarakat Tambakrejo, seperti banyaknya warga yang mengalami trauma, terkhusus para perempuan dan anak-anak. “Ada anak-anak yang ketika dia melihat orang berseragam, mereka takut dan histeris,” jelas Nico. Begitupun dengan sekolah anak-anak di Tambakrejo. Mereka sempat bolos dua hari setelah kejadian penggusuran. “Dua hari kemarin, Jum’at dan Sabtu mereka bolos sekolah,” tambah Nico. Untungnya banyak relawan dan mahasiswa yang mengusahakan agar anakanak tidak putus sekolah dengan mengadakan kegiatan belajar mengajar di Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPQ). Kegiatan belajar mengajar ini juga memiliki tujuan untuk mengurangi rasa trauma yang dialami anak-anak. Ganti Rugi untuk yang Merugi
Banyak bantuan yang berdatangan dari berbagai pihak ke Tambakrejo. Seperti tas, seragam sekolah, pakaian, makanan, alat tidur, alat mandi, tikar, tenda, dan obatobatan. Pihak pemerintah juga memberikan bantuan berupa tiga kali makan (sahur, makan siang, dan buka puasa), air bersih, serta listrik. Meskipun aliran listrik sempat diputus, namun relawan tetap mengusahakan agar disambungkan kembali. “Kemarin sempat diputus selama empat hari, tapi kita upayakan untuk bisa disambung lagi,” terang Nico.
Tak hanya itu, Pemkot Semarang juga memberikan
Kabar Prestasi
ganti rugi sebesar Rp 1.500.000 untuk biaya pembongkaran dan pendirian rumah. Uang ganti rugi sudah diberikan kepada 30 KK dan 67 KK belum menerima. Namun warga merasa sia-sia karena semua barang yang dimiliki sudah tidak bisa diselamatkan. “Kita awalnya setuju diberi uang sebesar itu karena masih ada barang, kalau kondisinya seperti sekarang, rumah tiba-tiba digusur, tidak ada harta yang bisa diselamatkan. Kalau gitu, uang Rp 1.500.000 tidak akan cukup,” keluh warga, Dani dan Agus. Rusunawa Harusnya Dibangun Didekat Laut
Informasi dari Dani dan Agus selaku wargaTambakrejo, Pemerintah Kota Semarang sudah mendirikan Rusunawa di Kudu untuk korban Tambakrejo, namun warga menolak untuk melakukan pemindahan. Hal ini dikarenakan lokasi rusunawa sekitar 10-15 kilometer dari Tambakrejo, sementara mayoritas warga bekerja sebagai nelayan. Warga Tambakrejo berupaya untuk mempertahankan mata pencahariannya sebagai seorang nelayan, karena mereka tidak memiliki keahlian lain dan sebagian besar hanya lulusan SD atau SMP bahkan tidak bersekolah, tentunya akan sulit untuk mencari pekerjaan baru. ”Kami berharap pemerintah membuat lapangan pekerjaan baru, entah itu pekerjaan apa, yang penting menyejahterakan kami," ucap Agus. Selain itu alasan yang diberatkan adalah masalah biaya sewa yang terlalu tinggi yaitu 400-650 ribu per bulan, apalagi belum termasuk ongkos perjalanan yang harus dikeluarkan untuk melaut. “Seharusnya pemerintah memahami aspek kehidupan disini. Kalau bisa ya rusunawa yang dibangun dekat dengan laut, sesuai dengan mata pencaharian warga. Kalau bisa lagi ya rusunami atau rumah deret, bukan rusunawa," ujar Agus dan Dani. Warga Tambakrejo : Pentingkah Taman Daripada Kami?
Dengan adanya penggusuran yang mendadak, warga berharap agar pemerintah meminta maaf terhadap apa yang mereka lakukan dan segera membangunkan hunian sementara atau rusunawa yang dekat dengan laut. Kondisi sekarang sangat menyusahkan bagi warga. Terlebih bagi kepala keluarga, mereka tidak bisa pergi melaut dan harus menyaksikan istri dan anak-anaknya mederita di tenda darurat. “Harapan kami, pemerintah meminta maaf kepada semua warga Tambakrejo dan apa yang dijanjikan oleh
pemerintah seharusnya harus dipenuhi semua," ujar Dani.
Dani dan Agus juga menekankan, penggusuran dilakukan untuk kepentingan rakyat Semarang. Selain pembangunan Banjir Kanal Timur, Pemkot Semarang juga akan membangun taman. “Selain BKT, di sini juga akan ada taman untuk warga Semarang. Tapi, kami juga warga Semarang. Memangnya, sebegitu pentingkah taman dari pada kehidupan kami?” tutup Dani dan Agus. (jl)
Kompetisi Pertama di Luar Negeri, Sabet Dua Penghargaan Sekaligus didampingi oleh Sundari, dosen Fakultas Sains dan Matematika.
SIEI merupakan lomba exhibition untuk mahasiswa yang diadakan oleh Innopa pada tanggal 19-21 April 2019 di Shanghai, China. Negara yang berpartisipasi dalam lomba SIEI ini ada dari Arab Saudi, China, Taiwan, Macau, dan Indonesia. Lomba serupa tidak hanya dilaksanakan di China saja, namun ada beberapa negara yang turut mengadakan, seperti Indonesia, Korea Selatan, Taiwan, Turki, dan Jerman. Dok. Pribadi
Persiapan Matang, Bekal Untuk Berjuang
Umi Khulsum, mahasiswi jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan (IESP) angkatan 2017 berhasil menyabet dua penghargaan bergengsi di Shanghai International Exhibition of Inventions (SIEI) 2019. Ia tergabung dalam tim dari Indonesia bersama enam mahasiswa lain dari jurusan Matematika 2015, yaitu Vera Meika Istantina, Sinta Marito Sirait, Riska Permata Sari, Disna Tyas Sulamas, Desi R N Sagala, dan Putri Namba Apriyani. Ketujuh mahasiswa ini
Tahapan lomba dimulai dari seleksi yang terdiri dari seleksi abstrak dan dilanjutkan seleksi administrasi. Jika lolos kedua seleksi tersebut, selanjutnya calon peserta akan diundang untuk mengikuti expo di negara pelaksana. Umi dan tim mulai melaksanakan persiapan lomba setelah dinyatakan lolos seleksi. Persiapan dilakukan sejak tiga bulan sebelumnya, tepatnya sejak bulan Februari. Banyak persiapan yang
yang harus dilakukan dan cukup memakan waktu yang lama. “Persiapan tersebut antara lain proses pembuatan makalah, pengajuan sponsor, pembuatan dokumen administrasi (paspor dan visa), persiapan mental dan penyesuaian hidup terhadap musim dan budaya di China,” jelas Umi. Kemudian, ditambahkan oleh Umi ada juga karya yang dipersiapkan untuk ditampilkan saat expo yaitu poster dan pernak-
pernik stand. Untuk pematangan konsep karya yang dipresentasikan mulai difokuskan di akhir bulan Maret. Ketika memasuki tujuh hari terakhir sebelum berangkat ke Shanghai, tim difokuskan untuk mempersiapkan materi dan presentasi untuk lomba SIEI. Inovasi Berbuah Prestasi dan Apresiasi
Selama tiga hari di Shanghai, Umi dan tim berkompetisi dengan membawa inovasi berupa analisis limbah cair batik terhadap COD (Chemical Oxigen Demand) dengan menggunakan metode regresi linier berganda. Tema ini dipilih karena banyaknya limbah cair berbahaya yang dikeluarkan oleh pabrik kain batik yang langsung dibuang ke sungai. “Ada kandungan yang terbukti setelah adanya penelitian limbah cair batik, yaitu TSS. Kandungan ini dapat mempengaruhi permintaan oksigen hewan laut dan mikroorganisme sehingga dapat berujung kematian dan lama kelamaan akan menyebabkan kepunahan,” jelas Umi. Oleh karena itu, Umi dan kawankawan menganjurkan untuk perusahaan segera mengambil kebijakan untuk mengurangi kandungan TSS dalam limbah sebelum dibuang. Hari pertama di Shanghai, peserta mengikuti technical meeting dan menghias stand untuk sesi presentasi. Selanjutnya adalah pelaksanaan expo sekaligus awarding day. Umi dan tim berhasil menyabet dua penghargaan sekaligus yaitu Bronze Medal dan Special Award from
Kordents Volume 05 Edisi 21 Mei - 4 Juni 2019
Pemimpin Umum :Dirga Ardian Nugroho ; Pemimpin Redaksi : Julian Karinena ; Pemimpin Artistik: Rafiqurnia ; Editor : Julian Karinena; Layouter : Mila Sri Utami H ; Reporter : Luthfia, Marsha, Cahyani Wulan, Dewima, Rizqy, dan Anisulfuad.
Diterbitkan Oleh Lembaga Pers Mahasiswa Edents
Sekretariat : Gedung PKM Lt. 1 FEB Undip, Tembalang Edents Call Center : 024-91181513