Majalah Edents Volume 2 Edisi Oktober 2018

Page 1

ISSN 0215-0255


DARI REDAKSI EDENTSER 2017/2018

Tahun 2019 masyarakat Indonesia kembali akan menyambut pesta demokrasi. Nahkoda Kapal Indonesia 5 tahun mendatang akan dipilih di tahun berunsur tanah ini. Pesta demokrasi politik seyogyanya diwarnai dengan intrik ekonomi di dalamnya. Ekonomi dan politik merupakan dua aspek atau sektor terpenting dalam sebuah negara. Dua aspek ini tidak bisa dipisahkan karena memiliki hubungan yang sangat erat, bila mereka berdiri sendiri niscaya akan terjadi sebuah masalah yang besar di suatu negara tersebut. Ekonomi adalah ilmu yang mempelajarai tentang tata keuangan suatu negara. Sedangkan politik merupakan ilmu yang mempelajari seluk beluk tentang tata negara, baik yang berhubungan dengan pembangunan ataupun keadilan. Berdasarkan masalah diatas LPM Edents berinisiatif mengangkat isu Ekonomi & Politik sebagai salah satu produk kami. LPM Edents yang genap berusia 43 tahun dengan bangga menerbitkan majalah Edents volume XXIX edisi November 2018. Majalah yang di launching pada perayaan ulang tahun ini mengangkat tema besar “Intrinsik Ekonomi-Politik dalam Menyongsong Tahun Politik�. Majalah Edents ini membagi tema besar tersebut ke dalam 4 Laporan utama. Laporan utama yang pertama membahas tentang Hubungan Ekonomi dan Politik itu sendiri. Kedua, laporan utama membahas Faktor-faktor ekonomi yang mempengaruhi modal sosial dan elektabilitas para elit politik. Laporan utama mengajak pembaca untuk menilik kem-

bali krisis tahun 1998 dan 2008 yang diduga memiliki suatu pola krisis, satu tahun menjelang masa pemilihan umum (kutukan angka 8). Tak ketinggalan di laporan utama 4 membahas tentang iklim investasi di Indonesia dalam menyongsong tahun politik.

Sementara itu pada laporan khusus, kami menyajikan isu-isu yang berhubungan erat dengan politik. Isu yang dibahas mulai dari bidang pendidikan, peran media, dan ditutup dengan review pemerintahan Presiden Joko Widodo. Rubrik-rubrik lain seperti sosok, komunitas, kabar kampus, geliat usaha, tentang mereka, dan opini mahasiswa turut mengisi halaman demi halaman majalah ini. Redaksi mengucapkan terima kasih untuk segenap Wadya Bala Edents dan seluruh pihak terkait yang berpartisipasi dalam pembuatan majalah edisi XXIX ini. Di usia LPM Edents yang ke 43 tahun ini, akan terus berusaha menghadirkan tulisan-tulisan yang terbaik demi para pembaca sekalian. Tak lupa kami juga menantikan kritik dan saran demi perbaikan tulisan di masa mendatang. Akhir kata kami ucapkan selamat membaca, semoga majalah Edents ini dapat bermanfaat bagi pembaca sekalian. Selamat membaca!

MAJALAH EDENTS diterbitkan oleh:

Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Edents ISSN 0215-0255 Pelindung: Dr. Suharnomo, S.E., M.Si., ; Penasehat : Anis Chariri, SE., M.Com., Akt, Ph.D,CA. ; Pembina: Darwanto, S.E., M.Si., Surya Rahadrja, S.E., M.Si., Akt. ; Pemimpin Umum: Aradeya Tangguh; Pemimpin Redaksi: Fana Mustika ; Pemimpin Perusahaan: Dewi Hastuti; Pemimpin HRD: Veronica Febriana ; Pemimpin Marketing Communication: Yayuk ; Pemimpin Artistik: Mutia Rahmania ; Redaktur Pelaksana Majalah: Dias Wahyu Rawikarani; Redaktur Pelaksana: Arvita, Pearlytha, Arsenio, Niki ; Staf Redaksi: Dirga, Albertus, Julian; Layout: Rafi, Haritz; Foto dan Ilustrasi: Asma, Kintan Staf HRD: Mariani, Mahardika, Nisrina, Herdini, Ayu, M. Fauzan, Nadia ; Staf Perusahaan: Cynthia, Farah, Fatyatul, Susi, Fanny, Wakhidatun, ; Staf Marcomm: Yolanda, Aditya Mila, Fendiawan, Alyani, Sequoia, Sekar Anggit Magang Edents : Alifa Hasnanda Putri, Amadea Arum Diani, Anika Fathur, Annisa Jasmine Barda Rajaza Musaif, Bayu Teguh Imani, Dewi Nur Aini, Elvi Hidayati Diana, Farah Nailal 'Azzah, Fatimah Fitriana, Gardini Dena Raditha, Gilang Wicaksono, Jessica Rahma Sekar Ayu, Karima Suci Ariani, Kurnia Dwi Hantari, Kurnia Wulandari, Mila Sri Utami Hayati, Nailul Maghfiroh, Olivia Gita Melinda, Prastio Anggoro, Putri Dewi Lestari, Rizka Hesti Aulia, Salsabila Putri Rifdah, Sastiansyah Rizki Akbar, Sigit Nugroho, Sri Aida Fitriani, Winnarti, Yasinta Tirani Hepartiwi, Yuna Setyaningtyas


Daftar Isi LAPORAN

UTAMA

Ekonomi & Politik: Satu Mata Uang, Dua Sisi

3

22

POTRET

Politik di Kampus Sudut Profesi

15

POLLING

Pengaruh Money Politic terhadap Daya Pilih Masyarakat

19

Tentang Mereka

24

Budi Santoso, Pengusaha Catering yang Menjadi Konsultan Pajak

26

Laporan Khusus

Menghakimi Fluktuasi Nilai Rupiah dengan 'Adil Sejak Dalam Pikiran'

Lila Kondi Dabutar: Empat Tahun Berorganisasi Bukanlah Penghalang untuk Cumlaude EDENTS

Volume 2 Edisi XXIX Tahun 2018

1


35

Daftar Isi KOMUNITAS

Menari, antara Hobi dan Pembentuk Karakter

36

KABAR KAMPUS

Menilik Kembali Rangkaian DASH UNDIP dalam Mewujudkan Akuntan yang Berkompeten

38

KOLOM REDAKSI

Kebijakan Publik, Eksternalitas, dan Public Choice dalam Bayang-Bayang Moralitas

40

OPINI MAHASISWA

HAI EKONOM! APAKAH POLITIK INDONESIA BERADA PADA KONDISI EKUILIBRIUM?

43 KOLOM PU

37

Politik Kita Manis atau Politik Kita Praktis? EDENTS

Volume 2 Edisi XXIX Tahun 2018

RESENSI

Garis Batas: Perjalanan Menguak Kehidupan Manusia dalam Kotak-Kotak Garis Batas

2


LAPORAN UTAMA

Ekonomi & Politik: Satu Mata Uang, Dua Sisi Oleh : Nadia, Aditya Mila, dan Rizka

Dok. geotimes.co.id

Ekonomi dan politik merupakan dua aspek atau sektor terpenting dalam sebuah negara. Dua aspek ini tidak bisa dipisahkan karena memiliki hubungan yang sangat erat, bila mereka berdiri sendiri niscaya akan terjadi sebuah masalah yang besar di suatu negara tersebut. Ekonomi adalah ilmu yang mempelajari tentang tata keuangan suatu Negara (Fungsi ilmu ekonomi dan fungsi ilmu ekonomi regional). Sedangkan politik merupakan ilmu yang mempelajari seluk beluk tentang tata negara, baik yang berhubungan dengan pembangunan ataupun keadilan. Hubungan antara ekonomi dan politik bisa dilihat dari berbagai aspek, mulai dari sejarahnya, perkembangannya dan lainnya. Semua itu menunjukkan bahwa memang ada hubungan yang erat antara ekonomi dan politik. Asal Mula dan Keterkaitan antara Ekonomi dan Politik

Melihat lebih dahulu dari sisi makro suatu Negara yang mempunyai sumber daya dan rakyatnya mempunyai kebutuhan yang harus dipenuhi. Ada penguasa, ada sumber daya, dan ada rakyat. Pada saat negara itu menjadi modern maka ketika berbicara politik, berbicara tentang kekuasaan, pasti juga selalu berbicara tentang ekonomi. Banyak hal yang dipertimbangkan seperti bagaimana cara untuk mengatur pembagian sumber daya, bagaimana melakukan distribusi yang adil ke seluruh wilayah, bagaimana membuat rakyat itu sejahtera. Nilai-nilai ekonomi itulah yang harus diperhatikan oleh penguasa. Penguasa dalam hal ini adalah kekuatan politik. Jadi di dalam negara modern kalau kita bicara persoalan ekonomi pasti bicara politik. Demikian juga jika kita bicara tentang politik, kita bicara

EDENTS

Volume 2 Edisi XXIX Tahun 2018

tentang kekuasaan, tentang bagaimana memimpin dalam satu negara, dan bagaimana mempertahankan kekuasaan di dalam satu Negara, maka kita juga bicara tentang ekonomi. Oleh sebab itu di dalam negara modern interaksi antara kekuatan politik dan kekuatan ekonomi itu tidak bisa saling terpisahkan. Pada era tradisional, kekuatan politik adalah bicara tentang kekuasaan ekonomi, bicara tentang pembagian sumber daya, tetapi ternyata pada era negara modern kedua hal itu saling berkaitan. Ekonomi politik seperti mata uang dimana dua-duanya memiliki nilai jadi, ekonomi politik itu adalah bagaimana kekuasaan mengatur ekonomi dan bagaimana ekonomi bisa mempengaruhi kekuasaan itu dan legitimate di mata masyarakat. Pengaruh Paling Kuat dan Kasus

Proporsi dari kedua ilmu itu saling mempengaruhi dan tidak bisa satu ilmu itu di atas yang lain. Jadi seperti tadi yang dikatakan, ekonomi politik ini seperti mata uang yang memiliki dua sisi dan dua-duanya sangat berharga. Artinya, tidak ada yang dominan dan tidak ada yang tidak dominan. Kenapa demikian? Permasalahannya adalah bagaimana pihak penguasa selalu dihadapkan pada cara menyejahterakan masyarakat, ini berbicara ekonomi. Ketika berbicara ekonomi, selalu berkaitan dengan bagaimana kekuasaan itu bisa mengatur distribusi sumber daya sehingga adil. Jadi dua ilmu itu sama-sama penting dalam mempelajarinya hanya saja ketika ada kekuasaan politik yang sudah stabil seperti saat ini, maka seluruh tindakannya fokus kepada ekonomi, pada bagaimana menyejahterakan rakyat, distribusi pendapatan yang merata, pengaturan sumber daya, pembangunan, dan sebagainya.

3


LAPORAN UTAMA

Pada saat negara stabil dan kekuasaan tidak akan terjadi pergantian, maka ekonomi akan lebih fokus. Perubahan di sektor politik yang terjadi dua, tiga, empat tahun mendatang , bisa jadi membuat fokus menjadi berubah Dan pembicaraan tentang politik itu menjadi hangat. Misalnya, tahun depan akan ada pemilihan pemimpin yang baru di negara ini maka pembicaraan tentang politik menjadi menonjol sementara pembicaraan ekonomi atau keputusan-keputusan ekonomi akan menjadi prioritas kesekian, tetapi bukan berarti menjadi tidak lebih penting. Dinamika ekonomi dan politik itu akan saling mempengaruhi dan memiliki porsi yang seimbang. Stabilitas ekonomi akan menghasilkan stabilitas politik, demikian juga sebaliknya. Duaduanya sangat penting dan dua-duanya memiliki posisi strategis. Dinamika itu tergantung apa yang akan terjadi di masa yang akan datang. Misalnya pergantian kepemimpinan pastinya politik akan lebih banyak dibicarakan, ekonomi nomor sekian. Kekuasaan sudah stabil maka ekonomi akan mengemuka, politik akan menjadi yang kedua. Keadaan Ekonomi dan Politik Negara Sekarang

Kita tahu bahwa Indonesia ini menganut sistem ekonomi terbuka, jadi perekonomian di Indonesia tidak akan lepas dari kondisi stabilitas ekonomi global. Di ekonomi global kita lihat perubahan demikian cepat. Teknologi informasi, ekonomi, peperangan, bencana alam, dan sebagainya itu akan mempengaruhi kondisi dalam negeri. Beberapa tahun mendatang kemungkinan perubahan-perubahan ekonomi juga dipengaruhi oleh hal-hal yang sifatnya fundamental. Contoh, nilai uang rupiah, stabilitas politik internal, ekonomi perpajakan, kebijakan yang berkaitan dengan ekonomi satu negara, dan sebagainya itu tentu akan mempengaruhi. Permasalahan yang dapat timbul adalah ekonomi ke depan ini dinamikanya atau kekuatannya akan jauh lebih sulit lagi. Indonesia akan menghadapi kondisi yang sulit ketika misalnya, nilai rupiah kita melemah. Kita banjir informasi bahwa APBD dan APBN tekor. Informasi pun akan mempengaruhi kondisi stabilitas politik, jadi kondisi ekonomi Indonesia ke depan akan lebih sulit dari sekarang. Pergantian pimpinan di tahun-tahun mendatang, dalam hal ini hampir semuanya sudah tahu siapa yang akan menjadi pemimpin nanti. Artinya bahwa kondisi politik lebih bisa diprediksi dari informasi, dari riset, dari jajak pendapat dan sebagainya. Stabilitas politik pasti bisa diprediksi lebih baik. Stabilitas politik yang lebih baik inilah yang menjadi modal kita menghadapi dinamika ekonomi Indonesia dan ekonomi global. Jadi, stabilitas politik itu di Indonesia sangat mendukung dalam kita menghadapi persaingan global di masa mendatang. Peran penting ideologi dan wujudnya

Ideologi Indonesia kita menganut ekonomi pancasila yang relevan dengan kondisi ekonomi global, jadi tidak ada pertentangan antara kondisi ekonomi global dengan ideologi yang kita anut. Artinya, bagaimanapun juga ideologi kita, sangat kuat untuk mampu menghadapi kondisi ekonomi yang berubah ini. Kenapa sangat kuat? Ideologi berkaitan dengan proses bagaimana setiap individu di Indonesia ini punya nilai-nilai juang, punya hal yang harus dipertahankan sebagai nilai-nilai untuk menghadapi kondisi di masa mendatang. Ini relevan, artinya bahwa ideologi yang ada di Indonesia tidak bertentangan dengan perubahan ekonomi global, jadi tidak akan menjadi konflik yang besar. Kita ketahui bahwa belakangan ini rawan adanya gerakan radikalisme di Indonesia. Inilah yang kadang-kadang membuat nama Indonesia itu menjadi turun atau boleh dikatakan menjadi berkurang nama baiknya padahal sebenarnya kita di Indonesia itu sangat kuat ideologinya untuk menangkal radikalisme. “Ideologi kita cukup kuat tidak ada masalah, hanya saja memang ada yang perlu diwaspadai yaitu bagaimana perkembangan media

EDENTS

Volume 2 Edisi XXIX Tahun 2018

informasi di kehidupan kita. Kita harus cerdas menghadapi pemberitaan di media yang berkaitan dengan ideologi negara karena banyak berita yang tidak benar dan itu mempengaruhi pemikiran kita dan itu merugikan kita. Sangat penting untuk kita tangkal berita-berita yang tidak benar atau boleh dikatakan berita hoax,� ujar Hari Susanto selaku sekretaris jurusan Administrasi Bisnis UNDIP. Kerugian dan Keuntungan

Perusahaan di Indonesia ini dikelola dan bagaimana kekuatan-kekuatan politik itu mempengaruhi perjalanan ekonomi di Indonesia. Misalnya, kita lihat bagaimana kasus yang terjadi di PT. Freeport tentang perpindahan kepemilikan saham. Sudah sekian puluh tahun kondisi Freeport dalam hal kepemilikan, tata kelola atau komisionaris itu tidak ada perubahan, tetapi dengan kekuatan politik yang kita miliki sekarang ini mampu mengubah kondisi di Freeport. Kondisi di Freeport itu dalam jangka panjang tentu akan mengubah kondisi ekonomi di Indonesia. Kita lihat sekarang misalnya, penempatan jabatan kementerian di Indonesia. Kementerian di Indonesia itu ditempatkan oleh kekuatan politik (Presiden), tetapi perlu diketahui bahwa mereka yang duduk dijabatan strategis dalam kabinet itu adalah mereka yang profesional, mereka yang ahli di dalam bidang masing-masing.

Seperti contohnya, Susi Pudjiastuti yang ahli dalam sektor perikanan dan kelautan. Sehingga apa yang terjadi sekarang ini? Ketika Susi Pudjiastuti didudukkan oleh kekuatan politik menjadi menteri, mempengaruhi kondisi hasil perikanan di Indonesia, mempengaruhi bagaimana tata kelola lalu lintas komoditi ikan ekspor di Indonesia bahkan banyak kebijakan Susi Pudjiastuti yang berdampak positif bagi para nelayan meskipun kebijakan ini tidak jangka pendek tetapi jangka panjang. Demikian pula sektor lainnya. Misalnya, sektor keuangan, perbankan, sektor moneter, pajak, dan sebagainya. Kekuatan politik yang menempatkan seorang Sri Mulyani, dengan kecerdasannya Sri Mulyani bisa mengatur kebijakan moneter di Indonesia dan tentu kekuatan itulah yang membuat ekonomi dan politik ini tidak bisa saling terpisahkan. Contoh lainnya adalah, pembangunan jalan tol di Jawa yang sudah lama terbengkalai, tetapi dengan pemerintahan yang baru ini kondisi itu bisa berubah. Pada tahun 2019 akan ada Tol Jawa dan dalam jangka panjang tentu mempengaruhi kondisi kehidupan ekonomi di Pulau Jawa. Begitu kira-kira interaksi ekonomi politik itu digunakan disektor kekuasaan. Peran Media dalam Memberikan Pengaruh Terhadap Ekonomi dan Politik Kita harus tahu bahwa yang namanya jurnalisme ada yang bernama pers dan pers ada bermacam macam. Ada pers yang sifatnya kritis terhadap kekuasaan, ada yang pro terhadap kekuasaan ada juga yang objektif terhadap kondisi realita yang terjadi. Pers ini jika di dunia modern sekarang ini tentu memiliki kepentingan. Pers itu bukan hanya memberitakan realita, bukan hanya membeberkan berita ke media, namun juga mempunyai kepentingan. Kecerdasan kita sebagai pembaca diperlukan untuk menganalisis substansi yang diberitakan oleh media sehingga dapat ditarik kesimpulan apakah pers itu seimbang atau tidak . Kalau kita menelan 100% apa yang diberitakan itu namanya tidak cerdas. Misalnya, ada satu koran yang isinya kemungkinan menjelek-jelekkan kekuasaan. Dari satu sumber kita sudah mengikuti gaya pikirannya kemudian kita ikut menjelekjelekkan penguasa. Itu tidak benar. Paling tidak kalau kita cerdas sebagai pembaca pastinya kita mengumpulkan informasi dari berbagai sumber dan kita membutuhkan kecerdasan untuk menilai berita itu. Kita harus cerdas membaca, cerdas mengunyah informasi, mengolah informasi itu menjadi ilmu yang kita ketahui.

4


LAPORAN UTAMA

Dari sisi pers, idealnya mereka memberitakan sesuatu secara seimbang, artinya sesuatu dilihat tidak hanya dari satu sudut pandang saja tetapi harusnya dari berbagai sudut pandang. Misalnya, terjadi konflik di satu daerah antara kelompok A dan kelompok B. Jika person hanya memberitakan dari kelompok A saja tentu itu tidak adil, sebaliknya hanya memberitakan dari kelompok B saja itu juga pasti tidak adil. Pers atau media harusnya meliput dari sisi yang komprehensif, itu yang disebut dengan keseimbangan informasi, tetapi itu kondisi ideal. Pers juga harus melakukan peliputan itu secara komprehensif, karena pers itu sendiri jika tidak adil dan tidak imbang akan ditinggalkan oleh pembacanya. N

Namun terkadang dari sisi pembaca atau penerima informasi tidak mencerna informasi itu sebagai sesuatu yang berharga. Kita hanya melihat informasi itu sebagai hiburan yang artinya bisa saja informasi itu sesuatu yang sifatnya menyedihkan tetapi kita melihat atau membaca dengan tertawa. Hal tersebut seharusnya tidak boleh, artinya kita memposisikan informasi itu sebagai sesuatu yang berharga bukan untuk hiburan. Kalau masyarakat Indonesia masih melihat informasi itu sebagai suatu hiburan maka informasi-informasi yang sifatnya negatif, informasi-informasi yang sifatnya bullying, informasi yang dari sumber tidak terpercaya itu akan berkembang pesat karena kita menertawakan informasi. Informasi harus kita hargai sebagai sesuatu yang memicu perilaku yang baik. Misalnya, kondisi ekonomi Indonesia stabil maka kita bisa melakukan investasi.

Contoh lain, kondisi ekonomi Indonesia sedang dalam keadaan krisis kita juga harus bisa menghemat. Bukan dengan melihat Indonesia dalam keadaan krisis justru kita tertawakan. Maka keseimbangan informasi akan terjadi ketika pembaca kritis dan tidak hanya melihat informasi sebagai hiburan. “Saya lebih suka menganalisis dari sisi pembaca karena pembaca yang baik adalah pembaca yang kritis, yang cerdas, yang menanyakan sampai hal-hal yang mendalam sehingga informasi yang diterima itu komprehensif. Dari sisi pers dan sisi jurnalisme kita juga harus sadar bahwa mereka punya kepentingan sehingga kita tidak boleh membuat atau mengambil hanya dari satu sumber informasi saja untuk tindakan kita,� ucap Hari. Kondisi Ideal untuk Indonesia

Kondisi ideal di Indonesia yang pertama tentu ada keseimbangan antara distribusi sumber daya alam, distribusi moneter, kemudian juga kesejahteraan rakyat. Di sisi lain, kita kaya sumber daya alam, tetapi jika dilihat dari tahun sebelumnya misalnya, tentu kita ketahui bahwa 90% uang yang beredar itu ada di Jawa dan dari 90% uang yang beredar di Jawa itu mayoritas di Jakarta. Akhirnya menjadikan Jakarta ini pusat seluruhnya seperti, pusat ekonomi, pusat bisnis, pusat kekuasaan, pusat kegiatan perekonomian negara. Indonesia padahal lebih luas dari itu, jika ditarik garis luas Indonesia, tentu kita memiliki Papua, memliki Sumatera, dan Aceh. Apabila ada kekuatan yang ideal untuk mendistribusikan sumber daya ini maka ini tidak terjadi. Titik ideal itu ketika sumber daya itu tidak berkumpul di suatu tempat. Sumber kegiatan ekonomi tersebar di berbagai penjuru tanah air dan itulah yang sebenarnya diinginkan oleh kebijakan ekonomi dan politik. Jika kebijakan ekonomi dan politik masih terpusat maka belum ada titik stabil dalam ekonomi politik. Ekonomi politik adalah ketika secara ekonomi politik bisa mengatur sumber daya ekonomi ke seluruh wilayah negara. Demikian juga sebaliknya politik yang stabil itu akan terjaga ketika sumber daya ini didistribusikan secara merata di seluruh penjuru negara, jadi tidak ada lagi ketidakadilan, ketidakseimbangan, kesenjangan ekonomi, kesenjangan politik, dan kesenjangan informasi. Kondisi ideal ini sangat sulit dicapai, jadi dinamika politik eko-

EDENTS

Volume 2 Edisi XXIX Tahun 2018

nomi itu sampai kapanpun tidak akan selesai dan akan terus bergejolak menyesuaikan kondisi yang ada. Suatu saat mungkin akan tercapai tetapi tidak dalam waktu dua atau tiga tahun mendatang. Begitu ekonomi berubah, peta politik bisa berubah. Begitu peta politik berubah kondisi ekonomi pun bisa berubah. Artinya secara dinamis akan menyesuaikan konteks. (fn)

“Ideologi kita cukup kuat tidak ada masalah, hanya saja memang ada yang perlu diwaspadai yaitu bagaimana perkembangan media informasi di kehidupan kita. Kita harus cerdas menghadapi pemberitaan di media yang berkaitan dengan ideologi negara karena banyak berita yang tidak benar dan itu mempengaruhi pemikiran kita dan itu merugikan kita. Sangat penting untuk kita tangkal berita-berita yang tidak benar atau boleh dikatakan berita hoax,� - Hari Susanto, Sekretaris Jurusan Administrasi Bisnis Undip 5


LAPORAN UTAMA

Pentingnya Meracik Modal Sosial dalam Menghadapi Tahun Politik Oleh : Dirga Ardian Nugroho dan Annisa Jasmine

“Modal sosial itu cenderung muncul ketika ada trust, bahkan ada kemungkinan seseorang itu mau bekerja lebih keras karena ia yakin bahwa ia akan memperoleh sesuai haknya atau ia mau bekerja keras karena ia yakin akan memperoleh kenyamanan. Karena memang dalam dunia nyata itu materi bukan satu-satunya yang membuat seorang bahagia,” -Maruto Umar Basuki, Akademisi Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro Roda pemerintahan Indonesia terus berputar. Peralihan takhta kepemimpinan mungkin saja bisa terjadi, namun bisa juga tidak. Kita sebagai warga negara Indonesia telah disuguhkan beberapa kali Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak selama lima tahun terakhir. Tercatat sudah ada tiga kali Pilkada Serentak yang telah dilaksanakan, yaitu pada tahun 2015, 2017, dan yang terakhir 2018. Menurut data dari Komisi Pemilihan Umum (KPU), pada penyelenggaraan Pilkada Serentak 2018, dari 171 daerah pemilihan, setidaknya ada 64 kepala daerah yang berstatus sebagai petahana akan melanjutkan masa jabatannya untuk satu periode lagi. Bila dirinci, 64 kepala daerah tersebut terdiri dari 2 gubernur, 46 bupati, dan 16 wali kota.

Kini Indonesia tengah bersiap untuk menyongsong Pemilihan Presiden (Pilpres) dan Pemilihan Legislatif (Pileg) yang akan digelar tahun depan. Sejumlah nama calon telah bermunculan, dari petahana hingga non-petahana. Public figure pun tak mau ketinggalan mewarnai pesta politik tahun depan. Mencalonkan diri sebagai wakil rakyat Yang pasti tidaklah mudah. Masing-masing calon akan berusaha menggaet massa untuk memilih mereka melalui berbagai macam cara. Mulai dari adu visi-misi dan program kerja, hingga langkah-langkah lain dalam berkampanye tentunya akan dilakukan. Akan tetapi, perlu disadari bahwa apa yang mereka lakukan memerlukan pengorbanan berupa modal. Menjadi Elit Politik: Apa Saja Modal yang Diperlukan?

Secara umum, elite politik dapat diartikan sebagai orang yang memiliki jabatan dalam sebuah sistem politik. Diperlukan usaha serta modal guna meraih jabatan dalam sebuah sistem politik. Modal di sini memiliki andil yang cukup penting dalam memperlancar jalan menuju jabatan politik. Menurut Pierre Bourdieu, sosiolog asal Perancis, ada empat jenis modal yang dapat menentukan posisi seseorang di dalam lingkungan sosialnya. Modal-modal tersebut ialah modal ekonomi, modal simbolik atau politik, modal kultural, dan modal sosial. Tidak hanya dalam lingkungan sosialnya, modal-modal tersebut juga bisa menjadi ‘pelumas’ bagi seseorang dalam mencapai suatu jabatan politik tertentu. Modal ekonomi dapat diartikan sebagai bentuk permodalan yang bisa diukur dengan uang, emas, tanah, dan lain-lain. Bila dikatikan dengan kesiapan seseorang dalam membidik ja-

EDENTS

Volume 2 Edisi XXIX Tahun 2018

batan politik, modal ekonomi memiliki peran dalam pembiayaan secara finansial. Contohnya saat masa kampanye, kandidat politik akan ramai-ramai menjaring perhatian masyarakat lewat berbagai macam media seperti spanduk, bendera partai politik, baju partai politik dan atribut-atribut lainnya. Bila seorang kandidat ingin memperoleh perhatian yang lebih dengan cara demikian, tentunya dana yang digelontorkan akan semakin banyak. Berdasarkan riset yang telah dilakukan oleh Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Universitas Indonesia (LPEM UI), pada tahun 2014, besaran biaya kampanye yang dikeluarkan oleh seorang kandidat politik bisa terus naik dikarenakan adanya faktor keuntungan. Besaran dana yang dikucurkan sangat bergantung pada seberapa besar keuntungan yang nantinya bisa diperoleh setelah mendapatkan sebuah jabatan politik yang dinginkan. Keuntungan ini bisa berupa material ataupun non-material–seperti popularitas, keistimewaan, dan jaringan. Keuntungan material diukur berdasarkan gaji yang mungkin diterima, uang reses, gaji ke-13, dan sumber penerimaan lainnya. Hal tersebut mencerminkan bahwa besaran biaya kampanye berbanding lurus dengan keuntungan yang diharapkan oleh kandidat politik. Riset tersebut juga menyebutkan bahwa dana kampanye yang wajar pada perhelatan Pemilihan Umum (Pemilu) 2014 adalah sebesar Rp 750 juta-Rp 1 miliar per calon legislatif (caleg) DPR, dan sebesar Rp 250 juta-Rp 500 juta per caleg DPRD Provinsi. Angka yang cukup fantastis bukan? Kendati demikian, caleg yang jojoran menggelontorkan dana ‘selangit’ tidak menjamin dirinya akan terpilih dalam proses pemilihan. Modal simbolik atau politik didefinisikan sebagai kehormatan yang diperoleh seseorang dari jabatan yang ia miliki. Selain itu, modal politik juga dapat diartikan sebagai dukungan dari elemen-elemen politik seperti partai politik dan orang lain yang memiliki jabatan di sitem politik terhadap seorang kandidat politik. Semakin banyak dukungan dari elemen-elemen politik, maka semakin besar pula modal politik yang dimiliki. Hal itu bisa dilihat dari bagaimana strategi partai-partai politik yang ada di Indonesia, mereka melakukan koalisi untuk menyatukan dukungan terhadap kandidat politik tertentu. Peranan modal ekonomi dan modal politik ini relatif kuat. Sebuah partai politik tentunya akan mengambil jalan pintas untuk menekan besarnya modal ekonomi yang diperlukan. Salah

6


LAPORAN UTAMA

Modal kultural ialah sesuatu yang merujuk pada aset non-fisik yang melibatkan ilmu pendidikan, sosial, dan intelektualitas. Menurut Bourdieu, modal kultural bertindak sebagai bagian penting dalam hubungan sosial, terutama dalam konteks hubungan timbal balik yang nantinya dapat menciptakan kuasa atau status dalam lingkungan masyarakat. Seseorang yang memiliki tingkat intelektualitas yang tinggi, akan dipandang lebih cocok memegang jabatan politik. Hal tersebut akan memunculkan rasa kepercayaan dalam diri masyarakat terhadap orang tersebut. Hal itulah yang kemudian disebut sebagai bentuk dari modal sosial. Hal tersebut senada dengan apa yang diungkapkan oleh Maruto Umar Basuki, Akademisi Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro (FEB Undip). Dirinya menyebutkan bahwa modal sosial timbul dari adanya rasa percaya (trust). “Modal sosial itu cenderung muncul ketika ada trust, bahkan ada kemungkinan seseorang itu mau bekerja lebih keras karena ia yakin bahwa ia akan memperoleh sesuai haknya atau ia mau bekerja keras karena ia yakin akan memperoleh kenyamanan. Karena memang dalam dunia nyata itu materi bukan satu-satunya yang membuat seorang bahagia,” tukas Maruto. Modal Sosial, Kepercayaan, dan Perpecahan

Maruto menghimbau agar antarcalon elite politik tidak mudah terbawa arus pada masa-masa menjelang tahun politik seperti ini. “Dalam konteks ini seharusnya antarcalon elite politik tidak boleh terbawa arus dan diharapkan calon elite politik menjadi educator untuk memberikan dampak positif sehingga trust akan semakin tinggi, jika ini dibiarkan akan mengalami kekacauan,” pungkasnya. Dirinya juga menambahkan pandangan-pandangan yang parsial di tengah masyarakat dapat memicu terjadinya perpecaham dalam negara Indonesia. “Intinya ketika ada fenomena pandangan-pandangan parsial pasti akan menyebabkan biaya sosial yang semakin tinggi dan biaya sosial yang terberat ketika NKRI menjadi pecah,” ujar Maruto. Meminimalisir Biaya Transaksi

Didik dalam bukunya juga menyebutkan bahwa indikator lain modal sosial dikatakan bekerja adalah dengan adanya peminimalisiran dalam biaya transaksi. Maruto pun mengatakan bahwa penekanan pada biaya transaksi didasari oleh adanya rasa saling percaya atau tidak adanya rasa kecurigaan, yang akhirnya membuat sebuah hubungan (transaksi) berjalan dengan baik. “Konsep biaya sosial berawal dari ekonomi kelembagaan. Inti dari kelembagaan itu adalah minimize transaction cost. Minimize transaction cost disebabkan salah satunya dengan adanya modal sosial. Modal sosial memegang peranan, katakanlah modal sosial itu gotong royong ataupun kepercayaan sehingga mereka tidak ada kecurigaan, yang akan menyebabkan transaksi itu dapat berjalan dengan baik dan saling percaya,” ungkap Maruto. Peminimalisiran biaya transaksi oleh modal sosial mungkin terjadi dalam lingkup politik. Bila dikaitkan dengan modal ekonomi yang telah dijelaskan sebelumnya, maka modal sosial dapat menekan pengeluaran kandidat politik. Seorang kandidat politik yang sudah memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi sebelum kontestasi, tentunya tidak perlu repot-repot menggelontorkan dana ‘selangit’ untuk menarik kepercayaan masyarakat

Buku yang ditulis oleh Didik ini, menjelaskan bahwa modal sosial dapat dikatakan bekerja apabila memenuhi beberapa indikator tertentu, salah satunya adalah meningkatkan kepercayaan di dalam hubungan bermasayarakat. Masyarakat yang memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi pada salah satu kandidat politik tertentu, pastinya akan cenderung memilih kandidat tersebut dalam proses pemilihan. Hal senada juga diutarakan oleh Maruto. Ia menyebutkan bahwa ukuran modal sosial yang tinggi adalah salah satunya ketika seseorang dipercayai oleh masyarakat untuk menjadi elite politik. “Peranan modal sosial dalam hal ini cukup tinggi karena ia harus mengetahui sesungguhnya peranan modal sosial itu seperti apa, jadi ukuran seseorang yang mempunyai modal sosial yang tinggi ketika orang tersebut banyak dipilih oleh masyarakat,” pungkasnya.

EDENTS

Volume 2 Edisi XXIX Tahun 2018

Dok. pribadi

Didik Junaidi Rachbini, ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), dalam bukunya yang bertajuk “Ekonomi Politik dan Teori Pilihan Publik”, mendefinisikan modal sosial sebagai gambaran dari organisasi yang bisa dilihat pada asosiasi horizontalnya seperti jaringan, norma-norma, kepercayaan sosial, dan lain sebagainya. Buku ini juga menjelaskan bahwa modal sosial dapat membangun struktur sosial dalam lingkungan sosial dan politik termasuk di dalamnya sistem pemerintahan, rezim politik, aturan hukum, sistem peradilan, dan masyarakat sipil pada umumnya. Modal sosial tidak sekedar hadir di antara kehidupan masyarakat, akan tetapi eksistensinya dapat mengkoordinasi tindakan untuk mencapi tujuan tertentu yang dikehendaki secara bersama.

Maruto Umar Basuki, Akademisi Fakultas Ekonomika dan Bisnis UniverDok. pribadi sitas Diponegoro

7

Kunjungi! www.lpmedents.com

satu cara yang bisa dilakukan ialah dengan berkoalisi. Beberapa partai yang mengusung seseorang atau pasangan menjadi kandidat politik tentunya akan bekerjasama dalam berkampanye. Sumber pendanaan yang ditanggung secara kelompok tentunya akan lebih meringankan bila pembiayaannya hanya dibebankan pada satu buah partai. Hal ini semakin menegaskan bahwa ilmu ekonomi dan politik saling memiliki keterkaitan. Seperti yang diucapkan oleh Hari Susanto, Akademisi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Undip. “Jadi di dalam negara modern kalau kita bicara persoalan ekonomi pasti bicara politik. Demikian juga sebaliknya,” tuturnya. Ia juga menambahkan bahwa urusan ekonomi tidak bisa dipisahkan dengan unsur politik. “Oleh sebab itu di dalam negara modern, interaksi antara kekuatan politik dan kekuatan ekonomi itu tidak bisa saling terpisahkan,” tambah Hari.


LAPORAN UTAMA lagi lewat atribut-atribut politik.

Memperkuat modal sosial bisa menjadi ‘jalan pintas’ dalam menyiasati modal-modal lain dalam bersaing di panggung politik. Masing-masing modal itu tentu memiliki porsinya sendiri-sendiri. Maka tidak heran bila mendekati masa pemilihan, akan semakin banyak calon elite politik terjun ke tengahtengah masyarakat untuk berinteraksi secara langsung dengan para pemilih. Hal ini bisa berpotensi sebagai ‘alat’ untuk mendulang kepercayaan guna meraih suara pemilih. Petahana ‘Menanamkan’ Modal Sosial

Di Indonesia, fenomena seorang pemimpin–baik di tingkat daerah hingga nasional–maju mencalonkan diri untuk satu masa jabatan lagi (dua periode berturut-turut) bukanlah hal yang biasa lagi. Salah satu contohnya adalah rematch antara Joko Widodo–yang kini masih menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia–dengan Prabowo Subianto untuk menjadi presiden di masa yang akan datang. Lantas, apakah keterkaitan fenomena ini dengan modal sosial? Modal sosial merupakan sebuah hal yang muncul karena adanya kepercayaan. Seorang petahana yang memiliki kinerja relatif bagus di mata masyarakat, akan berpotensi terpilih kembali. Hal itu karena masyarakat memiliki kepercayaan tersendiri setelah melihat hasil kerja dari kinerja yang telah dilakukan. Akan tetapi, bila seorang petahana justru menunjukkan kinerja yang buruk, bukan tidak mungkin apabila kepercayaan masyarakat terhadap dirinya bisa saja tergerus. “Seorang petahanan dia lebih beruntung karena evaluasinya real. Tetapi peluangnya apakah dia mampu memberikan modal sosial bagi dirinya sangat bergantung pada kinerja yang kemudian menimbulkan trust bagi masyarakat,” jelas Maruto. Dari Layar Kaca ke Ranah Politik

Seperti yang sudah-sudah, nampaknya Pileg 2019 akan kembali diwarnai oleh sederet nama artis. Bukan sebagai penghibur di tiap acara kampanye partai politik, melainkan sebagai calon legislatif (caleg). Penulis yakin bahwa Pembaca tidak asing dengan nama-nama seperti Olla Ramlan, Tina Toon, Sahrul Gunawan, Giring “Nidji” atau bahkan Ian Kasela. Menilik lebih

jauh lagi selain nama-nama artis, kita akan melihat nama-nama seperti Taufik Hidayat dan Chris Jon yang telah lebih dulu kita kenal lewat dunia olahraga akan ikut berkompetisi dalam pileg tahun depan.

Secara keseluruhan, setidaknya ada 54 artis yang akan ikut berpartisipasi sebagai caleg pada tahun 2019. Bila dirinci lebih mendalam, 54 artis tersebut berasal 10 parti politik yang ada di Indonesia. Partai Nasional Demokrat (Nasdem) menjadi penyumbang nama terbanyak dengan 27 orang. Adapun rinciannya adalah sebagai berikut: Nasdem (27 orang); PDIP (13 orang); PAN (4 orang); PKB (7 orang); Partai Berkarya (5 orang); Golkar (4 orang); Demokrat (4 orang); Perindo (3 orang); Gerindra (3 orang); PSI (1 orang).

Langkah dalam menggaet sejumlah artis yang dilakukan oleh para juru taktik partai politik bisa dikatakan sebagai ‘jalan pintas’ untuk memperoleh modal sosial. Melalui kepopuleran yang telah dimilikinya, diharapkan mampu menarik suara dari masyarakat. Segilintir masyarakat yang pragmatis dan lebih mementingkan kepopuleran nama artis tentu akan dengan mudah terpikat. “Untuk menimbulkan trust membutuhkan pencitraan. Artis sudah diuntungkan karena mereka sudah dicitrakan. Di satu sisi ketika artis masuk ke dalam dunia politik, keuntungan dia sudah ada yaitu populer terlebih dahulu,” tukas Maruto. Meskipun begitu, menurut penelusuran yang dilakukan oleh Tirto.Id, dari 100 caleg DPR pada tahun 2014-2019 hanya 16 persen yang terpilih. Sedangkan sisanya gagal dalam panggung politik pada Pemilu 2014, dan harus puas untuk kembali ke panggung hiburan. Terkait Pemilu 2019, Maruto berharap agar calon pemimpin yang terpilih nantinya konsisten dengan apa yang dijanjikannya. Dirinya juga berharap agar pihak-pihak yang terkait dalam pelaksanaan pemilu tahun depan dapat bertindak dengan baik. “Harapan saya yang terpenting siapa pun yang memimpin tentu harus konsisten antara janji dengan apa yang akan dilakukan. Jadi artinya siapa pun yang memimpin pasti yang terbaik. Tetapi dalam proses-prosesnya juga harus baik dan ketika ada indikasi kecurangan harus ditiadakan,” tutup Maruto. (fn)

Dok. klaster-umkm.blogspot.com

EDENTS

Volume 2 Edisi XXIX Tahun 2018

8


LAPORAN UTAMA

Indonesia di Ambang Pola Krisis dan Kutukan Angka Delapan Menjelang Tahun Politik Oleh: Farah, Haritz, dan Karima Suci

Dok. kompasiana.com

Gejolak ekonomi yang terjadi di Indonesia beberapa waktu terakhir memicu mitos angka delapan diangkat kembali. Seolah menjadi kutukan, angka delapan membawa kabar duka bagi perekonomian bangsa, dimulai dari krisis moneter tahun 1998, krisis keuangan tahun 2008, hingga pada tahun ini, banyak pihak yang mulai berspekulasi bahwa kondisi yang sama di dua dekade sebelumnya akan terjadi lagi di tahun 2018. Pendapat tersebut didukung oleh masalah-masalah ekonomi Indonesia, seperti polemik import beras dan garam, utang luar negeri hingga yang paling naik daun adalah melemahnya nilai rupiah terhadap dolar Amerika Serikat. Terakhir, satu dolar AS mencapai

Rp 15.296,55. Fakta tersebut semakin menguatkan eksistensi mitos angka delapan dikalangan masyarakat bahwa pada tahun 2018 Indonesia akan mengalamai krisis ekonomi untuk ketiga kalinya. Menilik krisis tahun 1998 dan 2008

Ahli ekonomi percaya bahwa krisis ekonomi dimulai sejak satu dekade, setiap dekade memunculkan pergeseran yang disebut Economic Cycle. Dalam artian, krisis merupakan bagian dari siklus ekonomi. Sementara, siklus ekonomi selalu naik turun, bergerak ke kiri kemudian ke kanan atau sebaliknya. Tidak ber-

beda jauh dengan tiga dekade saat ini, perekonomian Indonesia juga dipengaruhi oleh siklus ekonomi . “Jika dilihat secara luas, krisis ekonomi yang terjadi tahun 1998 dijelaskan melaui konteks ekonomi internasional. Krisis tahun 1998 diawali oleh pemahaman Neo-Liberal, biasa disebut The New Right. Gerakan implikasi The New Right adalah ideologi ekonomi yang ber-

EDENTS

Volume 2 Edisi XXIX Tahun 2018

hubungan dengan ekonomi sosialis, mengutamakan intervensi negara di dalam ekonomi. Gerakan ini beranggapan, pemerintah terbaik adalah mereka yang paling banyak mencampuri urusan negara, terutama ekonomi,� ucap Priyatno. “Hal ini memicu birokrasi menjadi sangat besar, yakni dimana Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sangat berpengaruh, dan subsidi terlalu banyak diberikan. Hal demikian menyebabkan kurangnya persaingan antara perusahaan, lalu terjadilah stagnasi ekonomi. Ekonomi melambat, swasta menjadi kurang teranyar. Dimulai dari Amerika, Inggris hingga menjadi perubahan besar-besaran, privatisasi dan seterusnya. Pengaruh tersebut juga berimbas ke Indonesia, yaitu krisis ekonomi tahun 1998,� tambahnya.

Krisis yang terjadi pada tahun 2008 disebut krisis finansial global. Berawal dari tahun 2007, saat persediaan rumah di Amerika Serikat untuk masyarakat menengah ke bawah melimpah ruah. Namun banyak nasabah perumahan kelas bawah yang tidak

mampu membayar cicilannya. Imbasnya, institusi keuangan di AS banyak yang lumpuh dan gugur. Fenomena tersebut turut mempengaruhi perekonomian dunia, tidak luput Indonesia. Rupiah jatuh, dari Rp 8.000 hingga Rp 12.650 dan depresiasi rupiah mencapai 34,86%. Ekonomi Indonesia meski ditengah fenomena itu tetap tumbuh walau turun ke level 4,12%.Inflasi sayangnya melonjak hingga 12,14%, total utang pemerintah dan swasta mencapai US$ 155,8 miliar, dan rasio utang pemerintah terhadap PDB 27,4%. Cadangan devisa mencapai US$ 80,2 miliar. Rasio utang luar negeri terhadap cadangan devisa mencapi 3,1 kali.

9


LAPORAN UTAMA Membandingkan Krisis Dua Dekade dengan Tahun 2018 Krisis ekonomi tidak hanya disebabkan oleh internal suatu Negara, tetapi pengaruh dari luar patut dipertimbangkan sebagai

penyebab buruknya kondisi perekonomian. Tidaklah bijak apabila kita menghakimi kinerja ekonomi bangsa tanpa memahami alur perekonomian secara global. Jika diibaratkan, perekonomian bagaikan sebuah novel yang tersusun dari bab bab bagain. Setiap bab memiliki hubungan, baik timbal balik maupun hubungan sebab akibat. Sehingga, kita tidak bisa menarik kesimpulan cerita jika hanya membaca satu atau dua bab. Kesimpulan yang

benar dihasilkan dari pemahaman setiap bab-bab di dalam

novel. Begitu pula dengan siklus perekonomian, kita tidak bisa menyimpulkan terjadi krisis tanpa mengupas semua data-data, latar belakang, penyebab, dan pengaruh yang akan ditimbulkan.

Kunci siklus perekonomian dunia berada di bank sentral Amerika, The Fed. Ketika dia menaikkan suku bunga, modal yang tadinya semena-mena, kembali lagi ke Amerika . Ketika kembali ke Amerika, mereka mendapatkan keuntungan yang lebih besar, karena nilai modal akan lebih tinggi. Hal demikian berakibat modal dalam negeri juga mengalir ke Amerika. Padahal sebelumnya ada kenaikan suku bunga. Meskipun sudah diantisipasi, jika kondisi seperti demikian terus terjadi maka akan menyebabkan defisit Negara semakin tinggi dan terjadilah pelarian modal yang berujung pada krisis ekonomi. Jadi, krisis terjadi bukan hanya karena kelemahan domestik, tetapi lebih dipelopori oleh situasi ekonomi global. Salah satu aspek yang sering digunakan untuk mengukur daya krisis perekonomian adalah nilai rupiah terhadap mata uang dolar. “Dulu di Indonesia, nilai mata uang tidak diserahkan kepada pasar. Mata uang dipatok untuk rupiah, 1 bulan sebesar Rp 2000,- Bukan karena secara ekonomi kuat tetapi pemerintah yang memutuskan. IMF menyarankan untuk nilai mata uang dis-

erahkan kepada pasar. Ketika diserahkan kepada pasar, langsung nilainya runtuh, dari Rp 2.000 sampai Rp 15.000, seakan-akan depresiasinya sampai 300%,� pungkas Priyatno. “Nah itu, tidak bisa dibandingkan dengan sekarang. Sekarang dari Rp 13.000 sampai Rp 14.000, hanya sekitar 10%. Kebanyakan masyarakat mengambil kesimpulan� Ini sudah sampai Rp 15000, sudah parah, tapi tidak ditanyakan berapa margin kenaikannya,� tambahnya.

Krisis bukanlah semata-mata kesalahan dari domestik. Siklus ekonomi selalu bergerak dan ekonomi dikendalikan oleh kebijakan-kebijakan pemegang kuasa terbesar. Pada tahun 2018, terjadi kenaikan mata uang dolar, akan tetapi kita harus bisa menilai porsi kenaikannya dan membandingkan dengan porsi kenaikan saat terjadi krisis. Jika pada tahun 1998, kenaikan dolar mencapai 300%, tahun ini dolar mengalami kenaikan 10%, tentu fakta menegaskan adanya perbedaan terhadap dua decade

EDENTS

Volume 2 Edisi XXIX Tahun 2018

krisis dengan tahun sekarang.

Berbeda dengan dua dekade terakhir, perekonomian Indonesia

masih bisa dikatakan selamat dari krisis ekonomi. Selain bercermin dari rentang kenaikan dolar, narasumber juga memberikan contoh mengenai kondisi perekonomian Indonesia. Sekarang

Pertamina bisa menghasilkan 400 ribu barrel minyak per hari. Target konsumsi 1,9 juta perhari, maka kita harus melakukan impor untuk menutupi kebutuhan. Indonesia kemudian memiliki 4 kilang minyak dengan kondisi tua, pemerintah tahun sekarang sedang melalukan perbaikan keempat kilang serta me-

rencanakan pembangunan dua kilang tambahan walapun masih kesulitan mencari tempat pendiriannya, karena mendirikan kilang dibutuhkan lahan yang besar. Target pemerintah, tahun 2019 dua kilang mulai dibangun dan tahun 2020 awal sudah dioperasikan. Hal tersebut berdampak Indonesia bisa memproses minyak sendiri tanpa membutuhkan tambahan minyak impor, tentu kita jadi lebih mandiri. Kemajuan ekonomi Indonesia juga dapat didukung dengan rencana pemerintah membeli minyak Pertamina untuk mengurangi impor. Jika kita membeli minyak Pertamina, pastinya transaksi ini tidak terkena imbas kenaikan dolar karena transaksi dengan Pertamina menggunakan rupiah. Struktur utang Indonesia menunjukkan porsi 70% utang dalam negeri dan 30% utang non asing. Struktur tersebut tentu meningkatakan kemandirian ekonomi dan narasumber menekankan jika kondisi seperti itu dijalankan secara terus menerus dan ditata rapi, diprediksi tahun 2030 Indonesia akan masuk kelompok Negara maju. Di tahun 2014 sampai tahu 2015 Indoneisa termasuk Negara yang PDB sudah mencapai 1 triliun. Kalau tren ini bagus dan kita bisa mengatasi krisis kecil-kecil itu, politik maupun ekonomi ya tahun 2030, kita masuk 10 besar kelompok Negara maju. Indonesia akan menjadi Negara maju, kalau kita percaya dan berpikir positif, tentang kemandirian ekonomi, sesuai The Fulfilling Profesi di tahun 2030,. Kedewasaan Politik Guna Memahami Ekonomi Politik

Politik dan ekonomi merupakan dua hal yang tidak bisa dipisahkan, dua hal ini merupakan pengaruh terbesar dalam hubungan nasional dan internasional. Setiap kepentingan politik selalu diikiuti kebijakan ekonomi, baik untuk kepentingan bersama maupun kepentingan golongan. Sehingga, pihak pemegang kuasa tertinggi akan diuntungkan dan pihak dengan kekuatan lemah harus mengikuti alur yang sudah diskenariokan oleh si nomor satu. Tidak terkecuali di lingkup nasional, pihak-pihak dengan kekuasaan akan mencoba melakukan aksi untuk berjaya di sector ekonomi, meraup keuntungan dan memutar roda perekonomian ke arah golongan yang mereka tuju. Singkatnya, siapa yang mampu menguasai politik maka mereka bisa mengatur kendali ekonomi.

10


LAPORAN UTAMA Pengaruh politik dalam ekonomi tidak hanya mengenai penetapan kebijakan, akan tetapi ada kepentingan-kepentingan lain

tusan rakyat yang dikembangkan ke kepentingan lain. Masyarakat juga dituntut untuk lebih waspada terhadap isu-isu yang

bermakna jika kita mengatakan akan menjadi kaya dalam umur

akan tetap kuat bersama dukungan dari rakyat.

yang menyertainya. Narasumber menjelaskan, di dalam politik terdapat istilah The Fulfilling Profesi. Istilah The Fulfilling Profesi

60 tahun dan kita mempercayainya dengan keyakinan yang besar, kemungkinan hal tersebut akan terjadi, karena usaha untuk mencapai kaya akan semakin tinggi sebab kita percaya dan yakin kita akan menjadi kaya. Begitu juga Indonesia, jika ada pihak yang mengatakan Indonesia akan bubar dan semua orang di Indonesia meyakininya, maka mereka tidak akan mau berusaha untuk menolak keyakina tersebut. Hasilnya, tentu Indonesia

akan bubar, mengikuti omongan yang sudah diyakini. Jadi, kalau para elit politik banyak mengeluarkan statement-statement negative, hal demikian akan mempengaruhi masyarakat yang cenderung tidak tahu dan menerima itu semua sebagai kebenaran. Sehingga statement yang awalnya hanya isu berakhir menjadi nyata. Kecenderungan mengikuti pola isu seperti The Fulfilling Profesi memunculkan kebiasaan buruk. Hubungannya dengan politik dan ekonomi, ketika salah satu kelompok politik yang memiliki pengaruh besar mengemukakan suatu pernyataan, masyarakat Indonesia yang cenderung menerima mentah-mentah isu tanpa menyaring dan melakukan cross check langsung percaya dan mulai membangun opini miskin ilmu. Buruknya, opini masyarakat yang telah mereka yakini tidak bisa digubris walaupun sudah ada data-data yang menjelaskan fakta nyata. Mengambil contoh, Priyatno menjelaskan bahwa isu yang berkembang menyatakan Indonesia akan dijajah oleh Cina secara ekonomi, akan tetapi data menjelaskan bahwa investor terbesar Indonesia berasal dari Singapura, jelas pemahaman tersebut bertolak belakang dengan fakta. Dibutuhkan pengetahuan dan pemahaman tentang kedewasaan politik untuk menghadapi The Fulfilling Profesi. Maksudnya,

masyarakat harus diberikan pengetahuan tentang polotik dan kepentingan politik, selain itu kedewasaan politik juga mengajarkan bahwa setiap masyarakat harus melek politik dan sadar setiap pribadi harus membantu Negara dalam mengatasi krisis maupun mencegah munculnya krisis, tidak peduli apapun afiliasi politiknya. Kedewasaan politik juga memberikan arahan kepada masyarakat untuk bersatu membantu pemerintah dalam mencegah dan mengatasi krisis. Respon Masyarakat dalam Menghadapi Iklim Politik dan Perekonomian Negara

Masyarakat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi di Indonesia harus menyadari posisinya, sehingga ketika menentukan pilihan mereka bisa mempertimbangkan sematang dan sebaik-baik mungkin karena semua kejadian yang terjadi berawal dari kepu-

EDENTS

Volume 2 Edisi XXIX Tahun 2018

merugikan Negara. Kita sebagai target kebijakn politik harus memahami konsep kedewasaan politik, sebab bangsa Indonesia

Sistem ekonomi menyiratkan, masyarakat jangan mudah termakan omongan orang yang barangkali mereka memanfaatkan situasi, mencoba meraup untung dari permasalahan bangsa. Ekonomi yang kuat juga berasal dari dukungan rakyat, atas kesadaran dan peran rakyat dalam memajukan ekonomi maka kaki ekonomi Indonesia akan semakin kokoh, kuat dan dapat berlari kencang serta melompat tinggi. Jangan mudah terlena pada berita bohong yang memprovokasi kita, selaku penopang ekonomi bangsa.

Masyarakat diharapkan lebih cerdas dalam menentukan pilihan berpolitik. Jangan mengikuti emosional saat mendengarkan kampanye. Masyarakat juga harus mampu memilah isi kamapanye dan mempertimbangkan kerasionalannya. Selain itu, masyarakat juga harus aktif mencari informasi, fakta-fakta, dan program jangka pendek serta jangka panjang dari semua pilihan calon yang ada. Pemilih harus melihat dengan cerdas, jangan hanya karena berpatokan pada ikatan-ikatan primodial, jika tetap begitu maka kita akan terjebak kepada penilaian hitam putih yang menjerumuskan bangsa sendiri ke jurang kekacauan. “Harapannya masyarakat lebih mau belajar dan selalu mendasari pilihan ataupun opininya pada alasan-alasan rasional, sesuai fakta dan terpercaya supaya orang-orang memilih calon bukan karena dorongan non rasional karena pengaruh emosional. Pemilih itu belajar membuat pilihan yang nantinya akan membawa kita pada sistem politik yang baik, kalau sistem politiknya baik, maka system yang lain mengikut, terutama system ekonomi,” tutup Priyatno. (fn)

“Tahun 1998 nilai rupiah melemah dari Rp 2.000 sampai Rp 15.000, seakan-akan depresiasinya sampai 300%. Nah itu, tidak bisa dibandingkan dengan sekarang. Sekarang dari Rp 13.000 sampai Rp 14.000, hanya sekitar 10%. Kebanyakan masyarakat mengambil kesimpulan ‘Ini sudah sampai Rp 15000, sudah parah’ Tapi tidak ditanyakan dari berapa naiknya.” - Priyatno, Dosen Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik Universitas Diponegoro

11


LAPORAN UTAMA

Iklim Investasi dibawah Genggaman Tahun Politik Oleh: Arvita Kusuma dan Fendiawan Adams

Dok. liputan6.com

Mengenal Investasi Investasi dalam ilmu ekonomi dinilai sebagai suatu pengeluaran penanaman modal dalam perusahaan untuk membeli barang modal juga perlengkapan produksi. Tujuan investasi adalah menambah kemampuan produksi barang serta jasa yang tersedia dalam perekonomian. Fanny Rifqi El Fuad, selaku Kepala Kantor Perwakilan Bursa Efek Indonesia Semarang menjelaskan lebih detail bahwa investasi merupakan aktivitas membeli suatu aset dengan tujuan untuk menjualnya dengan harga yang tinggi. Sektor investasi sendiri dibagi menjadi dua yakni investasi sektor riil dan sektor keuangan. Instrumen investasi sektor riil terdiri dari properti, emas, tanah, barang komoditi. Instrumen investasi sektor keuangan dapat berwujud saham, reksadana, dan obligasi. Berkembang atau tidaknya instrumen investasi inilah yang nantinya akan menciptakan suatu kondisi yang dinamakan dengan iklim investasi.

Investor selaku pelaku investasi perlu memperhatikan beberapa aspek sebelum membuat keputusan terkait investasi. Hal tersebut senada dengan pendapat Fanny yang menyebut ada tiga aspek penting yang perlu diperhatikan. Aspek pertama yakni terkait dana yang digunakan. Dana yang digunakan dalam investasi hendaknya bukan merupakan dana yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan operasional melainkan dana yang telah disisihkan atau sering disebut dengan dana menganggur. Aspek kedua, menentukan tujuan investasi. Investasi dikenal mempunyai dua tujuan yakni tujuan jangka panjang dan tujuan

EDENTS

Volume 2 Edisi XXIX Tahun 2018

jangka pendek. Penentuan tujuan investasi akan berpengaruh pada pilihan jenis instrumen yang akan dipakai dalam berinvestasi. “Ada instrumen investasi yang cocok di investasi jangka panjang, ada juga yang cocoknya untuk jangka pendek. Lantas juga mengenai risiko dan return dari masing-masing instrumen. Investasi yang bagus adalah apabila si investor itu memiliki kesesuaian antara profil risikonya dengan risiko instrumen yang dia pilih,” terang Fanny. Aspek terakhir yang perlu diperhatikan adalah iklim investasi. Iklim investasi adalah semua kebijakan, kelembagaan, dan lingkungan, baik yang sedang berlangsung maupun yang diharapkan terjadi di masa datang, yang bisa mempengaruhi tingkat pengembalian dan resiko suatu investasi (Stern, 2002). Aspek ini menjadi fokus penting bagi para investor dikarenakan iklim investasi menjadi indikator untuk menilai berkembang atau tidaknya suatu instrumen investasi yang dipakai. Menahan Investasi di Tahun Politik

Indonesia akan kembali mengadakan pemilihan presiden (Pilpres) pada tahun 2019, setelah sebelumnya mengadakan Pilpres pada tahun 2014 silam. Para investor cenderung khawatir dalam berinvestasi di tahun politik. Baik investor dalam negeri maupun investor asing pun cenderung “wait and see” dalam investasi di Indonesia untuk memastikan keamanan berinvestasi meskipun memasuki tahun politik. Hal ini disampaikan oleh Chairul Tanjung, pemilik CT Corp dalam artikel yang dimuat di katadata.co.id. Kepala Badan Koordinasi Penanaman

12


LAPORAN UTAMA Modal (BKPM), Thomas Lembong, dalam Ipotnews mengatakan hanya ada dua hal yang paling berpengaruh pada iklim investasi di Indonesia. Pertama, kebijakan pemerintah terkait reformasi dan kedua mengenai birokrasi perizinan yang lebih mudah serta efisien.

Tahun politik yang identik dengan pergantian pemimpin negara atau presiden dapat menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi iklim investasi. Para calon presiden yang mencalonkan diri dalam Pemilu dipersepsikan memiliki arah kebijakan yang berbeda – beda. Perbedaan arah kebijakan ini akan mendorong produktif atau tidaknya perekonomian suatu negara. Para investor akan memantau serta melihat apakah kondisi pertumbuhan ekonomi sebagai imbas kebijakan pemerintah cukup baik atau tidak untuk melakukan investasi. Menahan investasi menjadi hal yang investor lakukan dalam berinvestasi dalam tahun politik terkait tindakan “wait and see” yang dilakukan investor terhadap ketidakstabilan kondisi perekonomian negara. Sebagaimana dilansir dalam Glosarium.org, “wait and see” dalam investasi diartikan sebagai menunggu serta mengamati untuk menemukan saat yang tepat untuk melakukan investasi. Istilah ini cenderung merupakan strategi tindakan untuk diam dan mengamati sambil menunggu saat yang tepat memulai tindakan berikutnya. Cara ini dikenal dengan istilah menahan investasi. “Nah, tentu saja investor akan melihat apakah kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah nantinya sesuai dengan harapan para pelaku pasar. Harapannya tentu kebijakan tersebut dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi,” ujar Fanny. “Kalau pertumbuhan ekonomi itu meningkat, maka instrumen investasi yang dipegang akan naik. Sebaliknya apabila kondisi perekonomian tidak baik dikarenakan kebijakan kurang tepat maka akan terjadi kontraproduktif, pertumbuhan ekonomi akan melambat, kemudian instrumen investasi yang dibeli turun dan akan rugi,” tambahnya.

Pilpres yang menjadi ajang hajatan politik di Indonesia menjadi pusat perhatian bagi semua kalangan investor, baik investor asing maupun domestik. Investor asing dalam hal ini mempunyai tingkat monitoring yang lebih tinggi ketimbang investor domestik. Hal ini dikarenakan kebiasaan yang ada dalam pasar modal Indonesia dengan tingkat ketergantungan terhadap investor asing yang lebih tinggi menjadikan investor domestik seringkali menjadi follower dari investor asing. Efek yang ditimbulkan dengan kondisi seperti ini yakni ketika investor asing masih menahan investasi dalam tahun politik, maka investor domestik akan mengikuti aksi tersebut yang terlihat dari belum stabilnya IHSG. Sentimen Pasar Modal terhadap Investasi

EDENTS

Volume 2 Edisi XXIX Tahun 2018

Tingkat signifikansi atas pengaruh tahun politik terhadap investasi dapat dilihat di pasar modal. Karakteristik pasar modal yaitu sentimen yang selalu bergerak mendahului fakta. Investor di pasar modal akan lebih dulu mempersepsikan suatu isu untuk kemudian diikuti dengan aksi. Adanya perspektif bernilai positif akan menyebabkan investor melakukan aksi beli yang akan diikuti oleh investor-investor lain sehingga harga saham naik. Persepsi dinilai negatif, maka investor akan banyak menjual saham dan harga saham menjadi turun. Sebelum adanya fakta, harga saham cenderung bereaksi dan setelah fakta timbul akan menyebabkan harga saham yang ada sudah mengalami penyesuaian atau normalisasi. Hal ini juga dikarenakan berinvestasi dalam pasar modal mempunyai ekspektasi ke depan atau jangka panjang. Jika dikaitkan dengan tahun politik, maka masyarakat akan cenderung bereaksi lebih cepat akan isu-isu politik yang ada sebelum isu tersebut menjadi fakta. Hal tersebut akan menyebabkan berubahnya harga saham yang ada dalam pasar modal dan berpengaruh dalam aktivitas investasi yang terjadi. Iklim Investasi di Tahun Politik Indonesia

Iklim investasi di Indonesia tahun 2018 jika dilihat dari Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami penurunan sejak awal tahun. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Fanny, sebenarnya kondisi tahun politik tidak mempunyai tingkat signifikansi yang terlalu berarti dalam mempengaruhi investasi. Menurut Fanny, iklim investasi di Indonesia lebih cenderung dipengaruhi oleh faktor tidak kondusifnya perekonomian dari negara lain. Kebijakan perekonomian yang diterapkan oleh negara lain menyebabkan perekonomian Indonesia mengalamai perubahan yang berdampak pada harga saham di pasar modal. “Hal ini tidak terkait dengan tahun politik, tapi terkait dengan kondisi ekonomi di luar negeri. Karena Indonesia hanya sebatas kena imbas. Kita tahu bahwa saat ini Amerika menaikkan suku bunga karena menganggap perekonomian di Amerika sudah mulai membaik, sehingga Amerika perlu menaikkan suku bunganya,” jelas Fanny. Akibat dari kebijakan tersebut dalam kondisi perekonomian Indonesia saat ini ialah menguatnya nilai dolar dan melemahnya nilai rupiah. Keterkaitan dengan keadaan di pasar modal itu berbanding lurus antara melemahnya rupiah dan disisi yang lain turunya IHSG.

Ketika kondisi pasar tidak stabil atau kurang kondusif maka akan sulit bagi saham yang sedang dalam kondisi baik pun untuk naik. Buruknya ekonomi yang sedang terjadi apalagi dalam luar negeri menyebabkan Indonesia terkena imbas dengan aksi jual yang dilakukan oleh investor asing. Lebih lanjut Fanny menerangkan bahwa menurunnya investasi di Indonesia saat ini dikarenakan investor asing yang 50% menguasai pasar modal Indonesia melakukan aksi jual. Faktanya ketika mereka menjual saham-saham yang ada di Indonesia kondisi rupiah

13


LAPORAN UTAMA melemah. Hasil penjualan saham selanjutnya akan dikonversi oleh investor menjadi dolar dan kembali lagi ke Amerika. Iklim investasi pasar modal tidak terlalu bagus, namun indikator makroekonomi Indonesia masih termasuk dalam kondisi yang baik. “Pertumbuhan ekonominya masih diatas 5%, inflasi juga sekitar 3%. Memang suku bunga naik tapi hanya sebatas beberapa poin atau kecil. Kemudian cadangan devisa kita juga masih cukup. Dari sisi perbankan, bank-bank juga masih sehat. Capital rationya masih oke, mungkin NPL (net performing loan) sedikit agak naik dan mungkin utang pemerintah yang terlalu tinggi sekitar 29% dari Gross Domestic Product (GDP) kita,” ungkap Fanny. Menengok tahun – tahun sebelumnya, Indonesia telah mengalami empat kali tahun politik sejak orde baru. Tahun 2001 dimenangkan oleh Megawati Soekarno Putri, tahun 2004 dan 2009 dimenangkan oleh Susilo Bambang Yudhoyono, dan tahun 2014 dimenangkan oleh Joko Widodo. Melihat sejarah tahun politik tersebut, masih belum ada fakta yang menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan tahun politik terhadap iklim investasi. Hal ini dikarenakan karena proses demokrasi Indonesia yang aman sudah berjalan sejak lama. Sudah kurun waktu sepuluh tahun sejak Pilpres tahun 2009 dan selama kurun waktu tersebut tidak ada satu penurunan IHSG yang disebabkan oleh tahun politik. IHSG turun dikarenakan memburuknya kondisi perekonomian di negara lain yang memberi imbas pada Indonesia. Adanya tahun politik menyebabkan perlambatan investasi yang dikarenakan faktor regulasi. Seperti yang dituturkan oleh Bhima Yudhistira, peneliti INDEF dalam artikel Kontan. co.id, para investor akan lebih cenderung untuk melakukan “wait and see”, terutama di sektor industri dan manufaktur karena investor cenderung lebih sensitif dari sisi regulasi yang akan dikeluarkan oleh pasangan calon (paslon) yang terpilih pada pemilu nanti. Adanya pengaruh pada sektor industri dan manufaktur dikarenakan imbas investasi akan lebih berpengaruh pada sektor – sektor yang memang mempunyai tingkat signifikan tinggi akan perubahan nilai rupiah atau sektor – sektor yang banyak melakukan impor untuk memenuhi kebutuhan industrinya. Resiko atas Investasi

Kondisi produktif atau tidaknya perekonomian negara akan berpengaruh investasi. Hal ini menghadapkan para investor pada resiko yang harus ditanggungnya. Besar kecilnya resiko yang dihadapi ini bergantung pada tujuan investasi yang investor pilih. Saat investor memiliki tujuan investasi jangka panjang maka ia memiliki resiko yang yang kecil atas investasinya. Selagi investor memilih perusahaan yang kuat secara fundamental, yakni perusahaan yang secara historis laba perusahaan cenderung tidak pernah turun meskipun dalam kondisi ekonomi yang buruk. Berbeda dengan investor yang mempunyai orientasi jangka pendek. Investor cenderung akan berhadapan dengan

EDENTS

Volume 2 Edisi XXIX Tahun 2018

resiko yang tinggi akan investasinya. “Seharusnya resiko bagi investor yang berorientasi jangka panjang itu lebih kecil dibandingkan investor yang orientasi jangka pendek. Justru dengan turunnya saham mereka bisa melakukan pembelian saham. Artinya investor akan membeli harga yang lebih murah. Kalau untuk yang jangka pendek memang dalam kondisi seperti ini banyak saham yang down trend. Down trend sendiri itu kan peluang saham turun itu lebih besar dibandingkan ketika saham itu naik, sehingga sulit untuk mendapatkan keuntungan,” tutur Fanny. Harapan bagi Investasi di Indonesia

Fanny berharap agar investor serta perusahaan leasing yang ada terus meningkat agar dapat menaikkan likuiditas pasar. Hal ini agar sesuai dengan indikator pasar modal yakni peningkatan likuiditas. Pasar modal merupakan cerminan dari kondisi ekonomi negara. Ketika kondisi perekonomian suatu negara bagus, indikator ekonominya positif maka akan diikuti dengan naiknya IHSG. “Salah satu indikator sebuah pasar modal yang baik itu adalah likuiditasnya meningkat. Likuiditas meningkat itu ya disebabkan oleh banyak faktor, yang paling dominan adalah jumlah investor dan jumlah perusahaan leasing. Perusahaan yang leasing itu bisa mewakili aspek supply, jumlah investor itu mewakili aspek demand. Sehingga definisi pasar yang baik itu adalah supply dan demand yang besar ditambah faktor eksternal lainnya,” tutup Fanny. (fn)

“Tentu saja investor akan melihat apakah kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah nantinya sesuai dengan harapan para pelaku pasar. Harapannya tentu kebijakan tersebut dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi,” – Fanny Rifqi El Fuad, Kepala Kantor Perwakilan Bursa Efek Indonesia Semarang

14


Oleh: Ulfa

EDENTS

Volume 1 Edisi XXVI Tahun 2017

15


EDENTS

Volume 1 Edisi XXVI Tahun 2017

16


EDENTS

Volume 1 Edisi XXVI Tahun 2017

17


Tentang Mereka Lila Kondi Dabutar: Empat Tahun Berorganisasi Bukanlah Penghalang untuk Cumlaude Oleh: Asma Muthiah dan Winnarti Dok. pribadi “Karena bagi saya hidup di dunia itu sangatlah singkat maka ber-fastabiqul khairats atau menebar manfaat untuk orang banyak menjadi investasi yang sangat berharga pada episode kehidupan selanjutnya.” –Lila Kondi Dabutar Lila Kondi Dabutar adalah salah satu dari sekian banyak mahasiswa yang bermimpi menorehkan prestasi di bidang karya tulis ilmiah. Tidak hanya bermimpi, alumni FEB Undip jurusan Akuntansi 2013 ini membuktikan bahwa ia pun mampu membuat jejak karya tuliss ilmiah di tahun-tahun aktifnya sebagai mahasiswa. Lila yang memiliki jiwa organisatoris ini sangat aktif berorganisasi bahkan hingga tahun terakhirnya sebagai mahasiswa. Ia juga kerap dipercaya menjadi moderator dan pembicara dalam beberapa kegiatan pelatihan di kampus. Keuletannya tercermin pada motto yang ia pegang, Fastabiqul Khairats, yang artinya berlomba-lomba dalam kebaikan. “Karena bagi saya hidup di dunia itu sangatlah singkat maka ber-fastabiqul khairats atau menebar manfaat untuk orang banyak menjadi investasi yang sangat berharga pada episode kehidupan selanjutnya,” ujarnya. Perempuan asal Sumatra Utara ini kini berkerja di Konsultan pada Pusat Pengembangan Akuntansi dan Keuangan. Peraih Cumlaude dan Mawapres III FEB Undip 2016

Dinyatakan menjadi mahasiswa pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis universitas Diponegoro menjadi kebahagiaan tersendiri bagi Lila, sebab ia masuk di jurusan yang diinginkan yakni Jurusan Akuntansi. Lila pun bersyukurnya dapat lulus 3,5 tahun dengan predikat cumlaude. Ia mengaku sangat menikmati statusnya sebagai seorang mahasiswa dengan berbagai jenis aktivitas yang mampu meningkatkan prestasi akademik dan nonakademik lainnya. Nilai cumlaude yang diraihnya membuktikan bahwa ia mampu menjalankan kewajibannya di bidang akademik. Sementara peningkatan prestasi nonakademiknya dibuktikan dengan penghargaan yang ia terima pada karya tulis ilmiah dan bergabung ke dalam organisasi intra maupun ekstra kampus. Pada tahun 2016 silam, Lila yang berprestasi di beragam bidang ini dinyatakan sebagai Mawapres (Mahasiswa Berprestasi) III FEB Undip. “Bagi saya menjadi Mawapres III FEB Undip adalah semata-mata bonus atas apa yang saya sudah lakukan sebelumnya, jujur saja gelar mawapres bukan menjadi target saya saat kuliah karena bagi saya gelar mahasiswa berprestasi menjadi beban yang sangat berat,” ungkap Lila. Motivasinya mengikuti seleksi Mawapres saat itu adalah karena dukungan dari teman-temannya, termasuk juga bagian akademik FEB Undip yang memintanya untuk mengikuti seleksi. Ia mendaftarkan diri mengikuti seleksi untuk mewujudkan kepercayaan orangorang di sekitarnya saat itu. Berorganisasi Selama Empat Tahun

Lila mulai berorganisasi sejak tahun pertama kuliah sampai tahun keempat sebagai tahun terakhirnya berada di kampus. Ia mengikuti organisasi yang berada di internal FEB Undip, internal Undip, dan eksternal Undip. Pada tahun pertama Lila diterima menjadi Staf Penelitian dan Prestasi di Kelompok Studi Ekonomi Islam FEB Undip (KSEI FEB Undip) dan Staf Humas di MIZAN FEB Undip. Di tahun kedua ia berada di KSEI FEB Undip sebagai kepala Divisi Penelitian dan Prestasi, serta menjadi Staf Ahli Departemen Akademik BEM FEB Undip. Sementara pada tahun ketiga, ia menjadi ketua Dewan Komisaris (Dewan Pengawas) pada KSEI FEB Undip dan menjadi Kepala

EDENTS

Volume 2 Edisi XXIX Tahun 2018

Departemen HRD pada MIZAN FEB Undip. Pada di tahun keempat, Lila menjadi Badan Pengurus Nasional pada organisasi Forum Silaturahim Studi Ekonomi Islam (FoSSEI) Nasional, menjadi Volunter pada organisasi sosial Indonesia Medica Chapter Semarang, dan menjadi sekretaris Departemen CFIS Al-Fatih Undip. Mengikuti Konferensi Internasional di Malaysia

Menginjakkan kaki di negara lain minimal sekali saat kuliah menjadi salah satu impian Lila saat kuliah. Baginya, ke luar negeri dengan biaya sendiri tentunya tidak mudah, maka ia mencari jalan lain untuk mewujudkan impian tersebut. Ia mencari teman yang memiliki impian yang sama dengannya. Dengan visi yang sama, Lila bersama dua orang temannya memutuskan untuk mengikuti konferensi internasional. Mereka terus mencari Informasi-informasi tentang konferensi internasional dan mengirimkan paper yang akan diseleksi oleh panitia. Setelah beberapa kali mengirimkan paper, pada tahun 2016 silam Tim Lila dinyatakan lolos dan diundang untuk mempresentasikan paper mereka pada 11th International Conference Islamic Economic and Finance (11th ICIEF) di Malaysia. Namun, perjuangan tidak berhenti sampai di sana. Tantangan kembali muncul ketika panitia 11th ICIEF hanya menanggung akomodasi satu orang dari mereka. Artinya, mereka harus mencari dana untuk akomodasi dua orang lagi karena mereka bertiga memutuskan untuk ikut hadir dalam konferensi tersebut. Mereka berjuang kembali untuk mengumpulkan dana dari fakultas, sponsor dan donatur. Pada akhirnya, mereka dapat mengumpulkan seluruh biaya akomodasi untuk dua orang lainnya. Saat hari-H tiba, mereka bertiga berangkat menuju Kuala Lumpur, tempat konferensi dilaksanakan. 11th ICIEF merupakan konferensi yang dilaksanakan oleh Islamic Developemnt Bank, IIUM yang dihadiri oleh sekitar 100 tim dan berasal dari lebih dari 30 negara dari seluruh penjuru dunia. Menjadi kebanggan tersendiri bagi timnya saat itu ketika mengetahui bahwa timnya menjadi satu-satunya tim yang berasal dari mahasiswa sarjana sementara tim yang lain berasal dari mahasiswa pascasarjana, mahasiswa doktor, dan profesor. Lila mengatakan ia mendapatkan banyak pengalaman berharga saat itu. Sempat Kesulitan Menulis Karya Tulis Ilmiah

Lila bercerita bahwa ditempatkan di Divisi Penelitian dan Prestasi KSEI FEB Undip yang menuntutnya untuk belajar karya tulis merupakan tantangan besar. Terlebih saat itu ia baru semester pertama dan belum memiliki pengalaman di bidang karya tulis. Tidak jarang kemudian ia mengajak senior-senior yang sering mengikuti lomba untuk berdiskusi dan sharing-sharing pengalaman. Setelah membulatkan tekad untuk mengukir prestasi di bidang karya tulis ilmiah, pada semester dua Lila mencoba belajar membuat karya tulis dan kemudian menyerahkan kepada senior untuk diberi masukan sebelum ia kirimkan ke panitia pelaksana lomba karya tulis ilmiah. Beberapa kali Lila mengirimkan karya tulisnya ke kompetisi karya tulis ilmiah. Namun, ia terus mengalami kegagalan. Suatu ketika ia sempat berpikir untuk berhenti ia kemudian mengikuti salah satu pelatihan karya tulisi lmiah dan di sana ia mendengarkan pembicaranya berkata bahwa sebelum menjuarai banyak kompetisi, pembicara tersebut juga mengalami kegagalan sampai 19 kali. Hal itulah yang menjadi titik balik baginya untuk melanjutkan perjuangan kembali menulis karya tulis ilmiah sampai pada akhirnya beberapa kompetisi ia dan timnya bisa juarai. Lila berharap ke depannya ia mampu memberikan manfaat yang sebesar-besarnya kepada orang-orang di sekitarnnya, salah satunya mampu mendirikan lembaga untuk memberdayakan anakanak kurang mampu. Ia pun berpesan untuk memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya sebagai mahasiswa. (fn)

18


Tentang Mereka

Dok. pribadi

Belajar Mengenali Passion Hidup Bersama Nuwarrohman Andre, Mawapres Undip 2018 Oleh: Wakhidatun Nurrohmah

Inovasi dalam Karya Tulis

Dalam proses mengikuti seleksi Pilmapres Nasional, Andre mengajukan karya tulis berjudul ‘AMIN (Antibacterial Milking Machine) Alat Susu Perah Otomatis Termodifikasi Membran Nano Kitosan/PVA/AgNPS sebagai Penyaring dan Pembunuh Bakteri pada Susu’. Dalam karya tulis tersebut, narasumber sekaligus penulis memandang bahwa rendahnya kualitas susu yang ada di Indonesia dikarenakan belum adanya teknologi yang tepat pada proses pemerahan sampai pasca pemerahan. Dari permasalahan tersebut, diciptakanlah sebuah inovasi untuk menghilangkan bakteri dalam susu tanpa merusak kandungan nutrisi yang ada dalam susu tersebut. Inovasi tersebut adalah AMIN (Antibacterial Milking Machine). Dari penciptaan inovasi tersebut diharapkan dapat bermanfaat untuk meningkatkan kualitas produksi susu lokal yang bebas dari bakteri dan memiliki gizi maksimal. Selain itu, alat pemerah susu tersebut juga berpotensi dijadikan bisnis dibidang perindustrian, pariwisata, sekaligus pendidikan. Sederet Prestasi Nasional hingga Internasional

Keunggulan Andre dalam bidang akademik maupun non-akademik tak perlu diragukan lagi. Sederet prestasi membanggakan pernah diraihnya baik di kancah nasional maupun Internasional. Juara 1 Lomba National Scientific Essay Competition (NESC) di UNS 2017, Juara 1 National Essay Competition Festival Kreasi oleh Event Hunter Indonesia 2016, Juara 2 Inovasi Tepat Guna FST Fair 2016 adalah beberapa prestasi yang pernah diraihnya di tingkat nasional.

Sedangkan pada tingkat internasional, kejuaraan yang pernah diraihnya antara lain Juara 1 Lomba I-Challenge (Indonesia Chemical Engineering Event) 2016, Gold Medal The 3rd International Young Inventors Award 2016, Gold Medal Innovation Design & Research International Symposium 2017 (IDRIS 2017), Gold Medal The 19th Moscow International Salon of Inventions and Innovative Technologies “Archimede, Gold Medal The 4th International Young Inventors Award 2017, Silver Medal The World Young Inventors Exhibition (WYIE) 2017, Silver Medal The International Trade Fair Ideas – Inventions – New Products (iENA), Delegasi UNDIP di PELTAC Malaysia.

“Ketika kita sudah bisa belajar sesuai passion mulailah berinovasi dan menghasilkan karya-karya yang bisa bermanfaat untuk orang lain juga dan kejarlah prestasi prestasi yang sudah kalian impikan sejak kalian punya mimpi itu,” - Nurwarrohman Andre Perjalanan Andre hingga masuk menjadi salah satu finalis Pilmapres Nasional tidak mudah. “Banyak hal yang harus saya korbankan terutama waktu untuk belajar UTS. Karena saya harus menyiapkan 2 video yaitu video LKTI dan video keseharian, lalu merevisi karya tulis dan meresume dalam bahasa inggris. Tapi, alhamdulillah semua kerja keras itu terbayarkan ketika terpilih menjadi finalis Pilmapres Nasional 2018,” jelasnya.

Menjadi seorang mahasiswa berprestasi hanya salah satu dari sederet pengalaman mengesankan bagi Andre selama ada di dunia perkuliahan. Sedikit cerita dari dirinya ketika diminta untuk menjadi delegasi dari Undip dalam merancang visi Indonesia di tahun 2045 dan Pimnas. “Ketika disuruh menjadi delegasi dari Undip dalam merancang visi Indonesia di tahun 2045, disitu berasa seperti sumpah pemuda dan ketika mengikuti Pimnas di UNY beberapa waktu silam karena kita bersama sama membawa nama almamater itulah event yang membuat saya semangat walaupun saya kalah,” terangnya. Manajemen Waktu

Mahasiswa yang sedang menempuh pendidikan semester tujuh ini juga aktif dalam beberapa organisasi seperti Celengan Kimia Berbagi (CKB), Pemuda Gemilang, Celengan Semarang Berbagi (CSB) sebagai ketua, Nano Sains Forum (NASAFOR), dan BEM FSM 2016. Menjalani semuanya mulai dari kuliah, mengikuti lomba, serta organisasi membuat Andre harus pandai membagi waktu. Perihal hal manajemen waktu, Andre merupakan sosok yang fleksibel dan kondisional. Tidak ada list khusus tentang kegiatan yang harus ia lakukan setiap harinya. “Saya tipe orang yang flexible, ketika diwaktu itu juga ada berbagai pilihan yang harus direlakan saya melihat kondisi dan situasi dan memilih acara sesuai keinginan mana yang bisa membuat saya lebih berkembang,”tutur Andre. Gali Passion dan Kejar Mimpi

Tanggung Jawab kepada Almamater Tercinta

Mahasiswa jurusan kimia angkatan 2015 ini mengaku bahwa visi yang ingin ia capai setelah menjadi mawapres adalah mengurangi diskriminasi jurusan dan menciptakan kolaborasi antar jurusan di Undip. “Ingin membuat orang-orang yang tidak percaya diri dengan jurusannya bisa menjadi lebih percaya diri karena setiap jurusan itu memiliki kelebihan masing-masing dan perlu adanya kolaborasi dengan jurusan lain,” ujarnya.

Banyak keuntungan yang diperoleh Andre semenjak menjadi mawapres, salah satunya dalam hal relasi. Tak hanya relasi dengan mahasiswa-mahasiswa berprestasi baik di lingkungan Undip dan dari universitas lain, relasi dengan pihak birokrasi pun juga ia dapatkan. Ia menjadi lebih sering ditunjuk sebagai delegasi Undip dalam berbagai kegiatan kepemudaan. Terlepas dari hal tersebut, ada tanggung jawab yang cukup berat bagi dirinya selama menjadi mawapres. “Tanggung jawab mawapres itu agak berat, karena dianggap sebagai panutan orang-orang sekitar sehingga kita harus bisa memberikan contoh yang baik, menginspirasi, dan bermanfaat bagi orang lain. Selain itu, ketika di tingkat nasional yang dibawa itu sudah nama Undip, jadi kita harus bisa membawa nama Undip sebaik-baiknya,” tegasnya.

Terakhir, Andre mengatakan bahwa manusia akan selalu dihadapkan dengan berbagai pilihan dan resiko dalam proses meraih mimpi. Namun, manusia selalu diberikan kemudahan berupa kekuatan untuk mengatasinya. “Mungkin mimpi yang kita miliki dinilai orang mustahil untuk diwujudkan. Namun dengan keyakinan, usaha dan doa, mimpi mimpi itu akan terwujud. Karena yang berhak menentukan itu mustahil atau tidak adalah Tuhan semesta alam,” tutupnya. (fn)

EDENTS

Volume 2 Edisi XXIX Tahun 2018

Bagi Andre, mengenali passion diri sendiri itu sangat penting, karena hal itu merupakan kunci untuk bisa meraih prestasi. Belajar itu bukan paksaan tapi belajar itu diakibatkan karena kita ingin tahu lebih tentang ilmu yang membuat kita tertarik. Jadi jangan jadikan alasan belajar hanya untuk menggugurkan kewajiban sebagai mahasiswa.

19

Kunjungi! www.lpmedents.com

Nurwarrohman Andre Sasongko merupakan mahasiswa Fakultas Sains dan Matematika yang berhasil meraih gelar Mahasiswa Berprestasi (Mawapres) Undip tahun 2018. Rangkaian seleksi untuk menjadi mawapres Undip telah ia ikuti mulai dari sesi wawancara mengenai hasil capaian prestasi selama kuliah, kemudian presentasi karya tulis menggunakan bahasa inggris, hingga penilaian kepribadian yang dilakukan secara wawancara dan tertulis. Tak hanya menjadi Mawapres, Andre juga merupakan perwakilan Universitas Diponegoro dalam ajang Pemilihan Mahasiswa Berprestasi (Pilmares) Nasional tahun 2018 yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kemenristekdikti di Surakarta bulan Juli lalu.


Geliat Usaha

Dotato Donuts: Tebal Donatnya, Berasa Lumernya Oleh : Jessica Rahma

Dotato kini hadir sebagai inovasi dari salah satu cemilan favorit masyarakat tersebut. Bertempat di Jalan Prof. Soedharto (Samping Tahu Tek Mojokerto), Dotato ternyata merupakan usaha yang didirikan oleh mahasiswa FISIP UNDIP yaitu Nur Cahyo Santoso dari prodi Administrasi Bisnis angkatan 2015. Dotato sendiri merupakan singkatan dari Donat Potato yang artinya donat kentang yang memiliki makna bahwa donat yang dibuatnya memilki rasa kentang yang khas, “Sebenarnya aku bikin simple aja, terus aku ambil nama Dotato yaitu Donut Potato supaya orang-orang tahu kalau ini ada donat kentang yang unik dan bervariasi.” ujar pemenang PMW tahun 2017 tersebut. Berdiri Setahun yang Lalu

Pada awal tahun 2017 lah Dotato ini terbentuk dan sampai saat ini sistemnya adalah Pre-Order. Selain itu berdirinya Dotato dilatarbelakangi oleh kesukaan Cahyo terhadap dunia kuliner sejak SMA, kemudian setelah dia masuk ke dalam dunia perkuliahan dan ikut dalam Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Administrasi Bisnis, dia diamanatkan untuk menjadi kepala kantin di FISIP, “Aku diamanatkan untuk menjadi kepala kantin dan aku disuruh mengelola kantin tersebut dan akhirnya aku jual berbagai macam kuliner,” pungkasnya. Setelah keluar dari HMJ, dia merasa masih ada passion didunia kuliner, “Terus aku mau jual yang kira-kira bisa aku kuasain dan jadilah dotato ini dan alhamdulilah responnya lumayan positif,” jelasnya.

Produk yang dihasilkan oleh Dotato dikategorikan menjadi 2 yaitu Donat Lumer dan Donat Topping. Donat lumer sendiri adalah donat yang berbentuk bulat tetapi didalamnya diisi dengan topping yang cair sehingga ketika digigit akan keluar isinya yang berlumer contohnya adalah dotato chocolate yang ketika digigit keluar lelehan cokelatnya. Lain halnya dengan Donat Topping, yaitu donat yang berbentuk bulat tetapi diatas donat tersebut diberikan berbagai macam topping seperti donat pada umumnya seperti dotato tiramisu oreo yang toppingnya terdiri dari oreo crunch dan tiramisu glaze. Harganya pun cukup terjangkau, untuk donat lumer dikenakan sebesar Rp.4,500/pcs serta donat topping dengan harga Rp.6,500/pcs. Penggunaan Bahan Baku yang Fresh

Dotato sendiri juga memiliki keunggulan dari produk donat lainnya, terutama dalam bahan bakunya. Cahyo menjelaskan bahwa keunggulan produknya yang pertama adalah bahan baku nya yang dominan menggunakan kentang dalam pembuatannya, karena menurutnya masih belum banyak yang menggunakan kentang dalam pembuatan donat. Kedua adalah penyajiannya yang masih hangat karena begitu mereka menerima pesanan maka langsunglah dibuat sehingga ketika sampai dipelanggan masih dalam keadaan fresh. Ketiga adalah update rasa yang mengikuti perkembangan zaman karena banyak rasa yang baru pada zaman sekarang ini. Keempat adalah harga, “Harga yang aku terapin ini masih dibilang cukup terjangkau yaa, karena aku ingin semua kalangan bisa menikmati donat ini.” ujar Cahyo.

Dok. Dotato Donuts

Pada zaman modern ini sudah banyak jenis-jenis donat yang dikenal oleh masyarakat seperti donat gula, donat bolu, donat madu dan masih banyak lainnya. Donat sendiri sudah menjadi cemilan yang banyak dinikmati oleh masyarakat terutama anak muda. Masyarakat sayangnya belum banyak yang tahu bahwa donat bisa dikembangkan dengan rasa dan tampilan yang menarik.

tu secara online dan offline. Cara online dilakukannya dengan melakukan promosi paid promote dan share lewat instagram (id : dotatodonuts) serta OA line dengan nama Dotato Donuts (id line : @bye8332j). Sedangkan secara offline dilakukan dengan cara membuka stand jika ada bazar-bazar di kampus dan menyebarkan brosur-brosur. Perihal Pertumbuhan Usaha

Cahyo menerangkan bahwa target untuk tahun ini adalah ingin memperluas pasar karena untuk saat ini dia hanya memasarkan produknya disekitar tembalang sehingga dia juga akan mengeluarkan produk terbaru, “Dalam waktu dekat ini aku ingin ngeluarin produk baru yaitu Donat Frozen, donat yang dibuat khusus untuk pengiriman luar semarang dengan jasa ekspedisi sehingga aku dapat memperluas pasar juga,” tuturnya. Jelasnya. Selain itu dia juga berniat untuk membuat suatu bisnis yang baru tetapi Dotato ini tetap ada didalam bisnis barunya itu, “Alhamdulillah tahun ini aku menang pendanaan lagi dari PMW sehingga aku berpikiran untuk membuat bisnis baru yang bisa membuat orang makan Dotato ditempat seperti cafe tapi aku juga bakal masukin unsur baru,” terangnya. Hambatan yang dialami oleh Dotato pun juga dibilang sungguh rumit. Pasalnya bahan dasarnya yaitu kentang memiliki harga pasar yang naik turun sehingga dapat mempengaruhi kualitas donat yang dibuatnya, “Agak susah karena juga harus menyesuaikan harga jual yang aku tetapkan agar tetap terjangkau disemua kalangan,” ungkapnya. Selain itu terdapat hambatan yang lainnya yaitu dalam hal pengembangan pasar yang akan dia lakukan salah satunya donat frozen yang akan diproduksi untuk pemesanan diluar Tembalang karena harus menggunakan jasa ekspedisi, “Jadi dalam donat frozen ini gimana caranya ketika donat sampai dipelanggan masih dalam keadaan hangat dan fresh, hal inilah yang masih harus aku pikirkan,” pungkasnya. Mahasiswa administrasi bisnis tersebut pun berharap semoga usaha yang dirintisnya ini semakin dikenal dikalangan mahasiswa tembalang serta dimasyarakat umum sehingga bisa menjadi cemilan favorit mereka disaat-saat kapanpun. Selain itu Cahyo juga berharap semoga Dotato ini bisa menjadi viral karena menurutnya belum ada donat yang seperti ini di zaman sekarang. Ia juga berharap semoga usahanya yang akan diperluas ini dapat berkembang dan dapat terus berinovasi, “Harapannya semoga bisa berkembang dan viral yaa, apalagi sekarang zamannya harus terus berinovasi dan semoga donat frozen yang akan aku launching dalam waktu dekat dapat diterima oleh masyarakat dan mendapatkan respon yang positif,” Tutupnya. (fn)

Dalam memasarkan produknya, Dotato melakukan dua hal yai-

EDENTS

Volume 2 Edisi XXIX Tahun 2018

20


Sosok Pahami Makna Kesuksesan dari Harjum Muharram, Ketua Departemen Manajemen FEB Universitas Diponegoro Oleh: Yolanda Bella dan Putri Dewi

“Kalau punya keinginan itu harus diperjuangkan. Kalau kita sudah tidak punya keinginan itu artinya hidup kita sudah selesai. Kalau masalah hasilnya kan kita nggak bisa pegang hasil. Ada yang lebih berkuasa lah. Misalnya kalau seorang muslim ada Allah,”- Harjum Muharam, Ketua Departemen Manajemen FEB Undip Harjum Muharam merupakan ketua Departemen Manajemen Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro. Ia menjadi lulusan S1 Universitas Gajah Mada Fakultas Manajemen. Setelah kurang lebih 3,5 tahun menempuh pendidikan di UGM, ia melanjutkan studi S2 di Universitas Indonesia Fakultas Ilmu Manajemen. Kemudian melanjutkan studi S3 nya di Universitas Diponegoro. Selama berkuliah Harjum sudah menjadi asisten dosen dan sudah mengajar di salah satu universitas swasta di Yogyakarta. Karir serta Prestasi

Harjum adalah sosok yang gemar berorganisasi, tak heran selama menjadi mahasiswa ia mencoba berbagai organisasi kemahasiswaan seperti himpunan kemahasiswaan dan senat mahasiswa tingkat fakultas pada saat berkuliah di Universitas Gadjah Mada. Sifat gemar berorganisasi menjadikannya seorang yang tak bisa lepas dari suatu keoganisasian. Hal tersebut dibuktikannya saat kini ia sudah menjabat sebagai dosen serta ketua departemen manajemen FEB Undip. Sebelum menjabat sebagai ketua departemen, ia pernah menjabat sebagai komisaris di Badan Perkreditan Rakyat (BPR) pada tahun 2013 sampai tahun 2014, pada tahun 2015 ia mengundurkan diri menjadi komisaris. Selain itu, saat Harjum juga aktif dalam berbagai organisasi, seperti Aliansi Prodi Manajemen Indonesia yang mana dalam organisasi tersebut ia menjadi salah seorang yang turut andil membantu berdirinya aliansi tersebut. Sosok pria yang mengidolakan Nabi Muhammad SAW ini dulunya pernah mencoba beberapa bisnis. Diantaranya adalah ia pernah mempunyai toko buku online yang menjual buku-buku para dosen yang ia kelola sendiri. Akan tetapi bisnisnya tersebut tidak berjalan lama dikarenakan profesi sebagai dosen membuatnya tidak bisa membagi pikiran antara menjadi dosen dengan bisnis yang dijalani. Menurutnya profesi dosen tidak hanya sebatas mengajar, diperlukan penambahan wawasan dengan berbagai macam hal. Salah contohnya yakni seorang dosen harus melakukan penelitian. Karena dengan melakukan penelitian, dosen secara otomatis akan membaca jurnal terbaru dan hal itu menjadi salah satu cara seorang dosen untuk meng-update ilmu yang dimilikinya. Lantas bisa menyampaikan materi yang ia peroleh kepada mahasiswa yang sesuai dengan masa sekarang. Berawal dari Asisten Dosen

Pada masa kuliah, Harjum bercita - cita ingin menjadi seorang wirausahawan. Karena cita – cita inilah yang melatarbelakangi Harjum untuk kuliah dengan mengambil jurusan Manajemen di UGM. Akan tetapi, keinginannya untuk menjadi seorang wirausahawan berubah semenjak ia menjadi asisten dosen dan sering membantu melakukan penelitian. ‘’Memang sebenarnya jalurnya kesitu, walaupun sebenarnya nggak ada keinginan waktu dulu. Kalau saya ceritain dari awal waktu masuk kuliah di manajemen kenapa, ya pengen jadi wirausahawan gitu tapi karena jalur yang saya lalui dulu dekat dengan dunia dosen. Karena dulu saya sudah jadi asisten dosen waktu kuliah di UGM dan di UI juga saya jadi asisten,’’ ujarnya. Selain menjadi asisten dosen, Harjum juga pernah mengajar di universitas swasta yang ada di Yogyakarta yaitu STIE Widya Wiwaha saat masih duduk di bangku kuliah. Kedekatannya dengan dunia mengajar inilah yang pada akhirnya mendorongnya untuk menjadi seorang dosen.

EDENTS

Volume 2 Edisi XXIX Tahun 2018

Perihal kesuksesan, Harjum mengatakan bahwa hal tersebut diukur apabila seseorang bisa melakukan sesuatu yang bermanfaat untuk orang lain.”Sukses itu ya kita bisa mencapai apa yang kita inginkan, tentu dengan usaha yang maksimal yang kita bisa lakukan. Yang kita ingin itu kan ada sukses di dunia dan di akhirat. Nah, pada akhirnya kalau kita bicara sukses karir, sukses jabatan, sukses pendidikan, sukses kita dalam apa meraih kekayaan ini kan menurut saya cuma fasilitas saja. Kesuksesan dunia dan akhirat. Dan kesuksesan dunia menurut saya kita bisa bermanfaat buat orang lain,” jelasnya. Hidup selalu melakukan yang terbaik untuk sesama merupakan motto yang dipegang oleh Harjum. Ia memaknai hidupnya agar dapat melakukan serta berguna untuk orang lain. Menurutnya, dan sesuai dengan ajaran agama islam, manusia yang terbaik ialah manusia yang paling bermanfaat terhadap orang lain. Oleh karena itu, kesuksesan seseorang dapat dicapai jika kita bisa melakukan apa yang bisa kita lakukan, berbuat baik mulai dari keluarga yang terdekat terlebih dahulu baru ke linkungan di sekitar kita. Karena melakukan perbuatan baik itu tidak bisa hanya menunggu, jika kamu mau mebantu orang bantulah sesuai apa yang kita bisa. Keinginan Ada untuk Diperjuangkan

Harjum mengatakan bahwa semua orang dapat mencapai keinginannya asalkan ia mau berusaha. Karena kapasitas dan porsi manusia terletak di bagian berjuang. Sedangkan perihal hasil, bukan lagi kapasitas manusia yang menentukan. “Kalau punya keinginan itu harus diperjuangkan. Kalau kita sudah tidak punya keinginan itu artinya hidup kita sudah selesai. Kalau masalah hasilnya kan kita nggak bisa pegang hasil. Ada yang lebih berkuasa lah. Misalnya kalau seorang muslim ada Allah,” tutur Harjum.

Harjum juga menyampaikan bahwa dari perjuangan yang dilakukan itulah kita bisa melihat apakah kita seorang yang tangguh. Apakah kita seorang pejuang atau apakah kita seorang yang mudah menyerah dan menjadi orang tidak mempunyai daya juang. Kesuksesan seseorang dilihat dari daya juangnya. Kejujuran serta keuletan akan menambah keberhasilan dicapai. Atasi nilai – nilai yang membatasi. Keinginan serta adanya perjuangan untuk mewujudkan keinginan tersebut menjadikan orang tersebut dikatakan berhasil. (fn)

Dok. pribadi

Sejak kecil Harjum memang dikenal sebagai sosok yang pandai. Tak heran jika ia sekarang menjadi dosen. Terbukti dari prestasinya yang selalu masuk tiga besar sebagai lulusan terbaik sewaktu di Sekolah Dasar (SD) hingga Sekolah Menengah Atas (SMA). Selain prestasi dibangku sekolah, ia termasuk lulusan gelombang pertama yaitu mahasiswa yang lulus selama kurang lebih 3,5 tahun. Selama berprofesi menjadi dosen, Harjum juga pernah menyabet predikat dosen terbaik di FEB Undip.

Manfaat Diri sebagai Tolok Ukur Kesuksesan

Harjum Muharram, Ketua Departemen Manajemen FEB Undip 21


EDENTS

Volume 2 Edisi XXIX Tahun 2018

22


EDENTS

Volume 2 Edisi XXIX Tahun 2018

23


Sudut Profesi Budi Santoso, Pengusaha Catering yang Menjadi Konsultan Pajak Oleh: Fanny Dinda

Dok. pribadi

fikasi konsultan pajak. Meskipun Budi merupakan lulusan dari jurusan akuntansi, ia lebih tertarik pada perpajakan karena sifatnya yang lebih dinamis. “Pajak itu lebih dinamis. Peraturan itu hampir setiap hari berkembang, berubah, dan melihat kondisi di lapangan. Peraturan itu selalu melakukan penyesuaian,� ungkap Budi.

Budi Santoso, Pendiri BSC Tax and Management Consultan Profesi konsultan pajak sangat dibutuhkan sejak pemerintah telah menerapkan sistem Self Assessment dalam perpajakan Indonesia. Dengan sistem ini semua wajib pajak diberikan kewenangan untuk mengurus sendiri berbagai hal yang terkait dengan pajak masing-masing. Untuk mengurusnya, tentu harus mengacu pada aturan yang berlaku dengan syarat semua wajib pajak harus memahami berbagai aturan- aturan tersebut terlebih dahulu. Melalui penggunaan jasa konsultan, berbagai kekeliruan terkait dengan perhitungan dan pelaporan pajak dapat dihindarkan. Penggunaan jasa konsultan dapat membantu wajib pajak perorangan maupun wajib pajak badan usaha dalam menghadapi masalah atau pemeriksaan terkait dengan kewajiban pajaknya. Tidak hanya itu, konsultan pajak terbilang sangat banyak dijadikan pilihan, baik oleh wajib pajak perorangan maupun wajib pajak badan usaha. Hal ini dianggap lebih efektif dan praktis, sebab permasalahan terkait dikonsultasikan kepada pihak yang lebih paham dan professional mengenai perpajakan. Dari Usaha Catering hingga Berdirinya BSC Tax and Management Consultant

Lahirnya BSC Tax and Management Consultan dilatarbelakangi dengan banyak pengalaman yang telah dialami oleh pemilik sebelum mendirikan dan mendaftarkan diri resmi. Budi Santoso, pemilik BSC Tax and Management Consultant mengungkapkan bahwa awal mula berdirinya kantor konsultan pajak ini berawal dari minat diri akan perpajakan. Serta didukung dengan pengalaman pekerjaan pada beberapa perusahaan di Surabaya, Jakarta dan Semarang yang berkaitan dengan akuntansi serta pajak. Saat Budi bekerja pada perusahaan-perusahaan tersebut, ia mendapat dukungan untuk melakukan kursus brevet dan serti-

EDENTS

Volume 1 Edisi XXVI Tahun 2017

Dalam awal perjalanan karirnya, usaha yang digeluti Budi bukan berawal sebagai konsultan pajak melainkan usaha catering. Seiring berlalunya waktu Budi merasa perputaran untung yang ia dapat sangat lama. Budi lantas berfikir serta merasa bahwa usaha yang paling cocok ialah mendirikan BSC Tax and Management Consultant ini. Dengan latarbelakang tidak membutuhkan modal besar, hanya bermodal raga untuk mencari klien dan berfikir akan strategi sebagai konsultan pajak di Semarang, berdirilah BSC Tax and Management Consultant. Perusahaan ini berdiri pada tahun 2007 dan diresmikan pada tahun 2009. Dan sampai sekarang Budi tetap menjadi sosok yang independent untuk menjadi dalang dibalik BSC Tax and Management Consultant ini karena ia masih belum mendapatkan partner yang mempunyai satu ide dan visi yang sama dengannya. Proses Pengalaman dan Kendala

Menjadi seorang konsultan pajak harus melalui beberapa tahapan, proses serta pengalaman. Menurut peraturan PMK 111, konsultan pajak harus memiliki sertifikasi konsultan pajak, menjadi anggota organisasi konsultan pajak Indonesia (IKPI) dan setelah itu mengajukan izin kerja konsultan pajak di Direktorat Jenderal Pajak. Tidak hanya itu, menjadi konsultan pajak harus siap menangani berbagai urusan perpajakan yang tidak hanya terbatas pada perhitungan dan juga pelaporannya saja. Sebab dalam praktiknya ada banyak layanan lainnya yang juga kerap diperlukan para wajib pajak. Namun saat ini yang terjadi di lapangan, seiring berjalannya waktu dan zaman yang kian modern, peraturan terkait perpajakan di Indonesia masih belum mengikuti perkembangan zaman. Sebagai contoh, kegiatan di online store. “Aturan pajak lebih terlambat dibanding kondisi yang terjadi di lapangan. Seperti, jualan online, marketing online. Nah, pajak itu tertinggal jauh, belum ada aturan mainnya,� ujar Budi. Selain itu sampai saat ini masih belum ada peraturan atau undang-undang yang menaungi profesi konsultan pajak. Dibandingkan dengan notaris dan arsitek. Pada akhirnya konsultan pajak yang memiliki izin beroperasi dihadapkan dengan konsultan pajak yang tidak memiliki izin tapi mereka bisa beroperasi. Oleh karena itu, seorang wajib pajak harus jeli dan cermat untuk memilih konsultan pajak. Hal ini bertujuan untuk memilah mana konsutan pajak yang telah tersertifikasi maupun yang belum tersertifikasi. Penting untuk selalu menggunakan layanan pajak yang telah memiliki lisensi resmi supaya berbagai urusan pajak terselesaikan dengan baik dan profesional.

Tentu perpajakan di Indonesia memiliki kode etik dibawah naungan IKPI. Dan kode etik itu sendiri adalah kaidah moral

24


Sudut Profesi yang menjadi pedoman dalam berfikir, bersikap dan bertindak bagi setiap anggota IKPI. Namun, yang terjadi di lapangan berbeda, masih banyak pelanggaran yang dilakukan antar konsultan pajak. “Misalnya saya sudah megang klien, kemudian diambil alih oleh orang lain itu juga sebenarnya ada kode etiknya, tidak boleh mengambil begitu saja. Harus konfirmasi kepada saya,” jelas Budi.

perkembangan perekonomian di Indonesia tidak akan berkembang jika hanya menunggu pemerintah bergerak. Masyarakat Indonesia harus semakin sadar akan pentingnya membayar pajak dan taat dengan peraturan-peraturan yang terlah dibuat oleh pemerintah yang ditujukan untuk kebaikan Indonesia itu sendiri. (fn)

Pajak di Tahun Politik

Pajak cukup terpengaruh di tahun politik. Tidak hanya pajak, namun berbagai aspek di perekonomian di Indonesiapun cukup terpengaruh di tahun politik. Ekonomi bisa tumbuh melalui para politisi yang akan melakukan pendekatan kepada pemilih melalui pemberian bantuan kepada pemilih, hal ini sangat menguntungkan untuk masyarakat Indonesia. “Saya melihat sekarang kecenderungannya pajak menjadi tren isu politik pemerintah calon presiden. Karena sekarang APBN itu sudah hampir 75% akan mungkin 80% itu dana dari penyerapan pajak,” ujar Budi. Dampak perekonomian di tahun politik tidak hanya memiliki sisi positif, tetapi juga negatif. Sisi negatif ini berada pada investasi. Investor akan menunggu keamanan dan risiko yang berkaitan dengan investasi yang akan di tanam. Karena pada tahun politik dapat menimbulkan ketidakpastian dalam perekonomian Indonesia. Sebagai pemerintah tentu ingin perekonomian di Indonesia berkembang dengan baik. Meskipun angka korupsi yang terjadi masih tinggi dan para pelaku usaha masih khawatir dan pesimis saat membayar pajak. Namun, pemerintah pasti akan berusaha membuat yang terbaik. Seperti sekarang ini, pemerintahan di masa presiden Jokowi ini telah membangun infrastruktur yang pastinya dibutuhkan di dunia usaha dan berguna dalam kurun waktu yang lama. Ekonomi Indonesia Perlu Terus Berkembang

Budi berharap pemimpin negara yang akan terpilih di tahun mendatang dapat mengembangkan perekonomian di Indonesia. Karena semenjak 73 tahun Indonesia merdeka, perekonomian yang terjadi di Indonesia masih berjalan di tempat. Ia, sebagai pengusaha berkata tidak hanya dia yang memiliki keluhan. Namun, pengusaha lainpun memiliki keluhan yang sama. Yakni, pertama, peraturan yang diterapkan masih tumpang tindih. Kedua, keberpihakan pemerintah kepada pengusaha belum sepenuhnya, sebab kebijakan antar instansi masih bertabrakan. Ketiga, sebagai pengusaha, banyak tekanan yang harus dialami. Seperti, diharuskan menampung banyak karyawan untuk menampung pengangguran. Tapi semua hal ini tidak dipadukan dengan partisipasi pemerintah untuk para pengusaha. Oleh karena itu, peraturan perekonomian di Indonesia harus disesuaikan dengan perkembangan zaman dan permasalahan yang terjadi di lapangan. Dengan harapan, di masa yang akan datang semakin menunjukkan kemajuannya ke arah yang lebih baik dan setiap permasalahan ekonomi di tahun ini atau sebelumnya dapat menjadi pelajaran untuk tahun depan serta dapat lebih berhati-hati terhadap kemungkinan-kemungkinan terburuk yang akan berdampak bagi semua pihak dalam mengambil keputusan atau menetapkan suatu kebijakan. Walaupun begitu,

EDENTS

Volume 1 Edisi XXVI Tahun 2017

“Pajak itu lebih dinamis. Peraturan itu hampir setiap hari berkembang, berubah, dan melihat kondisi di lapangan. Peraturan itu selalu melakukan penyesuaian,” –Budi Santoso, Pendiri BSC Tax and Management Consultan 25


Tahun Politik | Laporan Khusus

Menghakimi Fluktuasi Nilai Rupiah dengan 'Adil Sejak Dalam Pikiran' Oleh: Arsenio Wicaksono, Ayu Wuland, dan Barda R. Musaif Joko Widodo, mengenakan pakaian standar keamanan kerja seusai menengok perbaikan di Tanjung Priok, Jakarta Utara pada 5 September bulan lalu, mengatakan bahwa tidak hanya negara kita, Indonesia, yang terkena pelemahan kurs, tidak hanya Indonesia. Laki-laki yang berhak untuk menggunakan mobil berplat merah dengan tulisan ‘RI 1’ tersebut dianggap oleh khalayak publik banyak sebagai orang yang paling bertanggungjawab dalam merespons pelemahan kurs Rupiah terhadap mata uang greenback milik Paman Sam. Dengan gaya bicara santainya yang khas, ia bersama besan kepercayaan dalam mengurus keuangan negaranya, Sri Mulyani, kerap dihujani kritik dari masyarakat hingga tokoh politik lainnya dengan kaitan topik pelemahan Rupiah. Layaknya penyanyi berduet, mereka kompak menyuarakan hal yang sama dengan basis data, bahwa tak hanya Rupiah saja yang melemah, hal ini juga terjadi di banyak negara lain seperti Turki, Argentina, dan bahkan mata uang “besar” seperti Euro pun mengalami nasib yang sama. Rupiah memang sedang gencar menjadi bulan-bulanan bahan perbincangan di mana saja. Media massa, tempat nongkrong, hingga gerobak sayur yang mampir sesaat di komples perumahan pun bisa ramai dipadati orang bicara tentang Rupiah. Dengan “bumbu racikan” media massa skala nasional, berulang kali Rupiah dikabarkan berada pada posisi rekor sejak krisis moneter tahun 1998. Kalimat tersebut seakan-akan menjadi bingkai utama media massa dalam memberi kabar tentang Rupiah. Dengan “bumbu-bumbu” itu, obrolan-obrolan yang timbul seperti fenomena kali ini yang jauh berbeda dengan tahun berakhirnya Orde Baru demikian ditangkis oleh segelintir akademisi, dan masyarakat yang melek” akan pengetahuan tentang ilmu moneter Rupiah. Sayangnya, lebih banyak lagi tokoh politik yang dengan cara opo-opo kelakon ini berusaha menggunakan “bumbu-bumbu” ini dengan tanpa bobot yang berimbang demi kepentingan politik praktis semata. Hasilnya, buah bibir perbincangan di masyarakat pun banyak terpengaruh oleh sikap para tokoh politik yang memanfaatkannya, lebih parah lagi, momen ini dimanfaatkan untuk propaganda para tokoh politik oposisi Pemerintah untuk mengganti Presiden lewat sebuah tagar. Pelemahan Rupiah, dan Narasi “Terendah Sejak Tahun

EDENTS

Volume 2 Edisi XXIX Tahun 2018

1998” Hingga pada 2 Oktober lalu, Rupiah mencapai titik terendah pada kisaran Rp15.043 dan menjadi yang terendah semenjak tahun 1998. Dengan narasi andalan “Terendah semenjak tahun 1998”, media massa kebanyakan berlomba dalam nada yang klise antar satu sama lain untuk menggambarkan seberapa buruk Rupiah dengan nominalnya yang terjun bebas. Meski lebih gencar di tahun 2018, sebenarnya pelemahan Rupiah dan narasi terendahnya sejak tahun 1998 sudah dimulai semenjak Bambang Brodjonegoro masih menjabat sebagai Menteri Keuangan pada Juli 2015. Pada saat itu pula, Bambang mengatakan bahwa melemahnya nilai Rupiah yang sudah berada pada kisaran Rp 13.454 itu disebabkan oleh adanya sinyal The Fed yang akan menaikkan suku bunga sebelum akhir tahun 2015. Peristiwa tersebut lanjut menjadi sebuah awal dari rentetan berita buruk pelemahan Rupiah yang masih berlangsung hingga saat ini. Dengan narasi yang berpatok pada tahun 1998, Rupiah dengan nilai nominalnya sekarang tentu tidak adil apabila hanya dibandingkan dengan nilai nominalnya saja. Faktanya, bila kita mencermati perbedaan yang terjadi pada tahun 1998 dan sekarang, di era Orde Baru, dalam kebijakannya mengurus Rupiah masih menggunakan sistem kurs tetap yang berbeda dengan yang berlaku sekarang menggunakan kurs mengambang. Hal ini memberi arti bahwa sistem kurs yang kita gunakan saat ini lebih dinamis dan membuatnya terjaga dibandingkan dulu. Selain itu, ada dua faktor yang menyebakan pelemahan Rupiah sekarang, ada dari sisi eksternal dan internal. Keduanya kompak beriringan ‘menggebuk’ nilai tukar Rupiah.

Dari sisi eksternal, berbagai tendensi seperti semakin kuatnya pemulihan ekonomi AS dari krisis 2008 dengan konsekuensi peningkatan suku bunga The Fed secara bertahan dan mengakibatkan capital outflow besar-besaran dari pasar Indonesia ke pasar negara yang lebih kuat seperti AS, dan Uni Eropa. Selain itu, pelemahan ekonomi Argentina, Turki, dan Brasil serta genderang perang dagang antara Amerika dan Tiongkok dengan kebijakan proteksionisnya melalui tarif impornya masing-masing juga menjadi salah satu penyebab mengapa Rupiah mengalami pelemahan. Mengingat AS dan Tiongkok menjadi dynamic duo

26


Tahun Politik | Laporan Khusus yang punya peran penting pada kegiatan ekspor Indonesia.

Pasalnya, share export Indonesia ke AS menempati posisi kedua dari total ekspor Indonesia. Sementara hubungan ekspor antara Indonesia dengan Tiongkok pun juga memiliki peran yang tak kalah penting, yaitu selalu di atas 10 persen dari tahun ke tahunnya, dan hal tersebut selalu meningkat tiap tahunnya. Besarnya pengaruh ekonomi AS dan Tiongkok ini dikatakan oleh ekonom Bank Mandiri, Andry Asmoro dengan rasio perbandingan pelemahan ekonomi AS sebesar 1 persen akan mengakibatkan penurunan ekonomi di Indonesia sebanyak 0,07 persen. Dengan Tiongkok, 1 persen penurunan akan mengakibatkan pelemahan ekonomi Indonesia sebanyak 0,09 persen. Dengan diberlakukannya tarif yang diberlakukan di kedua negara, tentunya akan berdampak signifikan pada kegiatan perdagangan Indonesia.

Selain itu di sisi internal, capital outflow juga berperan pada pelamahan Rupiah dari internal pada bentuk musim pembayaran dividen pada triwulan II/2018. Berdampingan dengan hal itu, defisit neraca perdagangan dan transaksi berjalan pun satu nada dalam menjadi faktor pelemahan nilai Rupiah. Hal ini tampak pada data BPS yang menyebutkan bahwa defisit neraca perdagangan pada bulan Juli dan Agustus 2018 lalu berturut-turut mencapai sebesar 2,03 miliar dan 1,02 miliar Dolar AS. Jika dirinci, sektor migas dan non-migas menjadi penyebab defisit di bulan Juli, sedangkan di bulan Agustus hanya disebabkan oleh sektor migas saja. Sektor migas di bulan Agustus turut andil menyebabkan defisit sebesar 1,6 miliar Dolar AS, terbantu oleh surplus dari sektor non-migas sebesar 639 miliar Dolar AS. Banyak Faktor, Perbandingan yang Adil, dan Apa yang Bisa Dilakukan

Salah satu paradigma salah kaprah yang berkembang di masyarakat luas akhir-akhir ini ialah kinerja pemerintahan yang diukur hanya melalui nilai nominal Rupiah. Kinerja pemerintahan seharusnya lebih diberi arti pada bagaimana pemerintah dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat. Salah Satu Akademisi Fakultas Ekonomika & Bisnis Undip (FEB Undip), yang menjadi Kepala Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studu Pembangunan (IESP), Ahmad Syakir mengatakan bahwa kesejahteraan rakyat artinya ialah kebutuhannya bisa dibeli, dan rakyat punya daya beli untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya. Pernyataan tersebut dilanjutkan olehnya dengan menggunakan teori purchasing power parity dengan memberi perbandingan dengan perumpamaan pada apa yang bisa dibeli saat waktu makan siang menggunakan nilai 1 dolar AS sebesar 14.500 Rupiah dibandingkan dengan daya beli sewaktu jam makan siang juga yang bisa digunakan di negara Singapur. “Karena yang kita butuhkan bukan Dolarnya, bukan mata uangnya, tapi apa yang bisa kita beli dengan uang itu. Maka biar fair, indikator nilai tukar juga harus disandingkan dengan indikator inflasi, karena daya beli itu juga diukur dengan inflasi,” ucap Syakir. Berkaca menggunakan indikator inflasi, angka inflasi per Agustus tahun ini hanya mencapai angka 3,2 persen, angka

EDENTS

Volume 2 Edisi XXIX Tahun 2018

ini jauh dibanding dengan yang terjadi pada tahun 1998 yang mencapai 82,4 persen dan yang terjadi pada krisis tahun 2008 mencapai sebesar 12,1 persen. “Ini artinya daya beli masyarakat (saat ini) masih dijaga dengan indikator inflasi itu tadi. Pengaruh nilai tukar itu tidak langsung berkaitan pada daya beli tetapi melalui jalur moneter, melalui jalur neraca pembayaran yang nantinya akan berdampak kepada kehidupan masyarakat. Dan nilai tukar itu ditentukan di pasar,” lanjut Syakir. Selanjutnya mengenai Rupiah, Bank Indonesia (BI) sebagai lembaga yang mengurus mengenai moneter Indonesia ini telah menempuh berbagai cara untuk meredakan pelemahan nilai Rupiah agar tidak terjun bebas lebih jauh lagi, seperti peningkatan suku bunga yang sudah dilakukan beberapa kali sebelumnya. Syakir menyebutkan bahwa BI sebagai otoritas akan mengarahkan besaran-besaran variabel ekonomi termasuk kurs untuk menjaga pada level yang optimum, tentunya dengan mengaitkan dengan variabel yang lain, dan kurs bukan satu-satunya.

Disebutnya, salah satu yang dilakukan BI dalam usaha stabilisasi nilai Rupiah adalah menerbitkan surat utang 7-Day Repo Rate dengan penyesuaian suku bunga sebanyak 125 poin dari 4,25 persen menjadi 5,5 persen sebagai respon terhadap perekonomian global yang bergejolak dan hal ini dikatakannya sebagai langkah BI yang lebih preventif ketimbang sebelumnya yang hanya berupa respon terhadap gejolak perekonomian. “BI menaikkan 7-Day Repo Rate menjadi 5,5. Artinya apa? BI kemudian memposisikan (diri) yang tadinya sebagai otoritas yang behind the gift, merespon perkembangan ini, sekarang dia menjadi above the gift , dia mendahului berdasarkan ekspektasi-ekspektasi rasional yang telah ditetapkan oleh BI,” jelas Syakir saat ditemui di ruangannya.

Langkah lainnya yang bisa ditempuh adalah dengan menggiatkan kegiatan ekspor. Dengan melemahnya nilai Rupiah, seharusnya hal ini bisa menjadi keuntungan ekspor kita. Artinya, industri manufaktur kita akan giat dalam kegiatan produksinya untuk dijual. Namun, hal itu akan menjadi lebih rumit apabila yang dihadapi adalah kasus khusus yang terjadi dalam negara kita mengenai struktur ekonomi kita yang membutuhkan banyak bahan baku dari luar untuk kegiatan produksinya. Ini menimbulkan suatu keadaan dilema, dengan keadaan Rupiah yang melemah, seharusnya kita bisa meningkatkan ekspor namun justru terbebani oleh harga kebutuhan bahan baku yang meningkat. Dalam wawancara yang kami lakukan, Syakir pun menyoroti hal serupa dan menggambarkannya sebagai permasalahan pada struktur perekonomian Indonesia. “Sementara industri manufaktur kita yang ingin dorong sebagai basis ekspor kita bahan bakunya masih tergantung pada luar negeri. Itu yang saya katakan bahwa struktur ekonomi kita tidak lepas dari kebijakan yang dilakukan oleh Indonesia di masa lalu, maka dari itu harus ada political will yang kuat untuk melakukan perubahan yang mendasar sehingga struktur ekonomi kita itu menjadi lebih baik,” tukas Syakir. Dari sisi impor, beberapa langkah pun dapat ditempuh salah satunya ialah mengurangi adiksi ketergantungan kita pada impor

27


Tahun Politik | Laporan Khusus migas. Tiap tahunnya, impor minyak relatif meningkat. Pada semester pertama 2018, defisit minyak tercatat US$ 8,4miliar. Padahal, tahun sebelumnya “hanya” US$ 12,8miliar, bahkan pada 2016 “hanya” US$ 9,7 miliar. Angka yang sudah mencapai dua per tiga dari tahun lalu tentu akan membengkak apabila dibiarkan di tahun 2018. Lalu bagaimana menyiasatinya? Salahs satunya ialah program B20 untuk biosolar. Artinya, 20 persen dari volume solar bersumber dari minyak kelapa sawit (CPO). Kita adalah produsen utama dunia CPO. Karena sudah efektif mulai 1 September lalu, seharusnya impor solar berkurang sehingga mengurangi tekanan di neraca transaksi berjalan (current account). Menanggapi fenomena-fenomena ekonomi belakangan, Syakir dalam akhir sesi wawancaranya dengan kami memberikan pesan kepada rekan-rekan mahasiswa ekonomi dengan berkata, “Gunakan ilmu kita untuk mencermati fenomena fenomena ekonomi kemudian gunakan ukuran ukuran yang justify dalam ilmu ekonomi. Kemudian berbicara mengenai hutang jangan kita latah menggunakan ukuran ukuran misalnya mahasiswa semisal utang kita segini lalu lahir bayi sudah langsung menanggung 12 juta utang itu kan bukan ukuran ukuran yang kita gunakan atau misalnya kalau utang kita itu digunakan untuk membelikan cendol itu bisa membanjiri Indonesia. Ukuran yang kita gunakan adalah nilai dan jenis rasio untuk menilai. Saya berharap meresepon secara kritis dan menjadi dan menjadi perkembang dengan prespektif yang objektif, menggunakan kacamata ilmu yang kita pelajari,” tutup pesan ekonom FEB Undip itu. (fn)

“Karena yang kita butuhkan bukan Dolarnya, bukan mata uangnya, tapi apa yang bisa kita beli dengan uang itu. Maka biar fair, indikator nilai tukar juga harus disandingkan dengan indikator inflasi, karena daya beli itu juga diukur dengan inflasi,” –Ahmad Syakir Kurnia, Akademisi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Diponegoro

Dok. seruji.co.id

EDENTS

Volume 2 Edisi XXIX Tahun 2018

28


Tahun Politik | Laporan Khusus

Dilema Eksistensi dan Stigma Negatif Pendidikan Politik Praktis di Indonesia Oleh: Julian, Rakintan, Diana

“Pendidikan politik praktis saya kira bukan sesuatu yang bisa serta merta dianggap negatif, termasuk didalamnya penggiringan opini,” - Cahyo Seftyono, Pengamat Politik & Akademisi Fakultas Ilmu Sosial (FIS) Universitas Negeri Semarang (Unnes) Pemilu 2019 akan segera tiba, yang mana pemilihan presiden dan legislatif akan dilaksanakan. Prosesnya sendiri tentu sudah dimulai. Partai politik dan tim sukses dari masing masing calon presiden dan wakil presiden sudah melakukan strategi politiknya masing-masing. Beragam perilaku tokoh politik turut mewarnai proses politik ini. Dinamika berpolitik juga sering diwarnai dengan adanya politik praktis. Politik praktis merupakan semua kegiatan politik yang berhubungan langsung dengan perjuangan merebut dan mempertahankan kekuasaan politik. Tujuannya adalah untuk memegang kekuasaan negara atau untuk mendapat kedudukan di dalam kekuasaan negara. Politik praktis adalah hal yang berbahaya karena dalam pelaksanaannya menghalalkan segala cara untuk menjegal taktik dan strategi lawan politik. Politik Praktis di Kampus

Banyak pihak yang melarang adanya politik praktis yang masuk ke kampus dengan alasan kampus seharusnya adalah tempat yang netral. Politik praktis nyatanya sering terjadi di lingkungan kampus. Cahyo Seftyono, pengamat politik sekaligus akademisi Fakultas Ilmu Sosial (FIS) Universitas Negeri Semarang (Unnes), mengatakan bahwa salah satu pondasi yang masih memungkinkan untuk melakukan kontrol atas politik praktis dan tataran ide adalah kampus. Menurut Cahyo, kampus juga tidak jarang melakukan politik praktis secara sembunyisembunyi, setidaknya kampus masih menjadi ruang untuk adu gagasan dan menjadi media mahasiswa belajar saling memberi masukan dan kritik. Cahyo memberikan catatan, bahwa hal tersebut harus didukung dengan iklim interaksi civitas yang egaliter dan demokratis. “Bahkan, misalnya dalam konteks elektoral, kampus tidak perlu malu-malu untuk mengundang partai masuk kampus. Bukan untuk dimintai keberpihakan mereka, melainkan untuk dibedah visi misi dan arah politiknya,” jelas Cahyo. Penerapan politik praktis beragam bentuknya. Cahyo menuturkan, penerapan politik praktis saat ini cenderung berujung pada mekanisme menang kalah. Hal ini juga terlihat dari praktik buzzer dan sebaran hoax yang laris manis mewarnai dunia politik. Menurutnya, hal tersebut harusnya dapat diminimalisir, akan tetapi pada praktiknya hal tersebut tidak nampak. Hal yang nampak justru adanya keberpihakan dari masing mas-

EDENTS

Volume 2 Edisi XXIX Tahun 2018

ing aktor politik untuk membela kepentingannya sendiri diatas isu kebangsaan. “Idealnya kita mesti memiliki pandangan yang sama atas fenomena demikian. Paling tidak, masing-masing kita perlu merespon secara aktif jika muncul hoax politik dari kelompok kita, jika untuk menegur kelompok lain dinilai susah,” ujar Cahyo. “Semua harus dimulai dari dari kita sendiri, secara bersama-sama,” tambahnya. Tidak Ada Istilah Praktis dalam Politik Pendidikan terhadap para partisipan dalam politik (re:pemilu) penting untuk memberi wawasan agar tidak mudah terkena bahaya dari politik praktis. Mahasiswa sebagai agent of change dan juga garda terdepan masyarakat juga perlu untuk diberi pendidikan politik. Pendidikan dalam hal ini adalah pendidikan mengenai politik praktis. Cahyo mengatakan bahwa dalam konteks politik, sosialisasi politik -pendidikan politik termasuk di dalamnya- tidak ada istilah praktis dalam politik, kecuali aksi politik atau pendidikan politik yang hanya memikirkan menang dan kalah. “Jadi, merujuk pada kajian perilaku politik, yang ada sebenarnya adalah perilaku politik dalam kaitannya dengan elektoral atau perilaku politik yang lebih luas,” imbuh Cahyo. Menurutnya, jika yang disasar dengan politik praktis adalah berkenaan dengan politik elektoral (re: perilaku memilih), maka pendidikan politik yang demikian ditujukan untuk mengenali aktor politik yang berpartisipasi dalam elektoral maupun yang berkenaan dengan itu. Aktor politik, tambah Cahyo, bisa sebagai politisi atau partai politik bahkan bisa juga gerakan masyarakat yang mendukung keduanya. “Nah, pendidikan politik praktis oleh karena itu, fungsinya adalah untuk mengenali itu semua, tidak hanya untuk menjadi pemilih atau pengikut tetapi juga untuk mengkritisi mereka (re: aktor politik),” terang Cahyo. Hal itulah yang membuat para partisipan dalam politik tidak akan mudah terpengaruh oleh adanya politik praktis. Politik Praktis, Realitas yang Tidak Bisa Dihindari

Sama seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, politik praktis adalah suatu hal yang berbahaya. Menurut Cahyo, politik praktis adalah realitas yang tidak bisa dihindari. Politik praktis, alih-alih dihindari atau diacuhkan sebaiknya dikawal melalui

29


Tahun Politik | Laporan Khusus pendidikan politik yang positif dan strategis. Cahyo mengatakan interaksi elit politik dan konstituen –termasuk didalamnya adalah mahasiswa- perlu diintensifkan. Hal itu selain untuk memberi ruang kontrol, juga untuk mendorong politik yang berbasis progress, bukan sebatas menang kalah. Konten pendidikannya, menurut Cahyo, jika dikaitkan dengan elektoral berarti penyampaian visi dan misi serta tujuan berpolitik dari aktor politik, bisa politisi dan kendaraan poitiknya (re: partai politik). Cahyo menambahkan, yang perlu diperjelas dalam interaksi elit dan konstituen adalah apa yang menjadi tujuan dari elit politik. Sehingga kemudian jika ada dukungan maupun penolakan dari konstituen menjadi jelas dan tidak berbasis asumsi. Mahasiwa Bukan Aktor Pasif dalam Politik

Mahasiswa sebagai kaum berpendidikan yang sudah mengecap bangku sekolah lebih dari dua belas tahun tetap perlu diberikan pendidikan mengenai politik, mengingat mahasiswa sudah mendapat hak pilih dan sudah dapat berpartisipasi dalam proses pemilu. Menurut Cahyo, dalam memberikan pendidikan politik kepada mahasiswa, hal pertama yang harus didudukan dalam kaitannya dengan mahasiswa dan politik adalah menghilangkan pandangan bahwa mahasiswa adalah aktor pasif. Menghilangkan pandangan bahwa mahasiswa adalah mahkluk yang bisa didoktrin secara masif. “Bagi saya, mahasiswa sebagai manusia dewasa adalah elemen yang mampu berpikir independen. Bahwa kemudian mereka memiliki preferensi sendiri-sendiri, yaitu hak mereka,” lanjut Cahyo. Menurutnya yang bisa dilakukan kepada mahasiswa terkait pendidikan politik adalah dengan cara komunikasi yang intens. Intensitas komunikasi mengenai berbagi pengetahuan yang baik adalah cara untuk menciptakan cara pandang terhadap politik dan para pemainnya menjadi lebih baik dan menghindari kemungkinan proses indoktrinasi. Penggiringan Opini akibat Salah Pendidikan Politik

Adu Gagasan Solusi Penggiringan Opini

Banyaknya larangan adanya politik praktis baik di lingkungan kampus ataupun yang lain menjadi bukti bahwa pandangan terhadap politik praktis adalah sesuatu yang negatif, bahaya dan harus dihindari. Tidak sepakat dengan hal itu, Cahyo mengatakan “Pendidikan politik praktis saya kira bukan sesuatu

EDENTS

Volume 2 Edisi XXIX Tahun 2018

Pendidikan politik praktis yang dilakukan tentu akan memberi pengaruh kepada proses politik itu sendiri. “Pendidikan politik praktis sebagai bagian dari perilaku memilih warga tentu berpengaruh pada aktivitas politik ke depan, termasuk jika dikaitkan dengan fenomena elektoral,” kata Cahyo. Hal tersebut misalnya ditunjukan dengan semakin menguatnya ikatan-ikatan di masyarakat atas satu isu tertentu yang kemudian berimbas pada preferensi memilih di satu peristiwa pemilihan seperti pemilihan presiden, pemilihan legislatif, atau pemilihan yang lainnya. “Nah, ikatan ini pada dasarnya baik, akan tetapi menjadi tidak baik jika dibangun atas ketidakjelasan ide, bahkan jika atas ide yang tidak baik. Ide yang dibangun atas dasar hoax atau pandangan yang tidak valid,” jelas Cahyo. Titik Jenuh Penggiringan Opini

Di Indonesia sendiri, menurut Cahyo, sangat banyak contoh kasus penggiringan opini sebagai dampak pendidikan politik praktis. Melihat beberapa waktu terakhir, penggiringan opini ini sudah mulai mengalami titik jenuh, bahkan mendapat perlawanan dari pertarungan wacana. Menengok beberapa situs atau postingan terkait counter hoax, seperti Turn Back Hoax, Drone Emprit, dll maka dapat dikatakan penggiringan opini yang dahulu ada dan tidak mendapat pembahasan seimbang sekarang bisa diungkap ke publik kebenarannya. Menurut Cahyo hal ini penting karena elit politik seringkali menutupi kebenaran informasi dengan didukung fanatisme berlebihan dari masing-masing kelompok konstituen. “Oleh karenanya, konstituen, termasuk di dalamnya mahasiswa juga perlu menegaskan diri bahwa kepentingan mereka sejalan dengan kepentingan kebangsaan. Bukan justru menjadi bagian kubu-kubuan yang menyebabkan kita tidak bisa berpikir objektif,” tutupnya. (fn)

Dok. butonpos.fajar.co.id

Pendidikan politik yang tidak tersampaikan dengan baik akan menyebabkan terjadinya penggiringan opini. Cahyo menuturkan, penggiringan opini mahasiswa bisa saja terjadi. Hal ini, menurutnya, mungkin karena tidak ada counter wacana atas suatu isu, sehingga ada isu-isu yang kemudian menjadi dominan dalam pembacaan aktivitas politik mahasiswa. “Saya pribadi menganggap bahwa penggiringan opini seperti ini bisa saja terjadi dalam kontestasi ide,” tutur Cahyo. Cahyo menambahkan, penggiringan opini muncul karena aktor-aktor yang terlibat dalam politik tidak beradu gagasan secara seimbang, bahkan cenderung mutungan. “Misal begini, ada jargon parpol dilarang masuk kampus tapi realitasnya tokoh-tokoh politik dipuji kalau masuk kampus. Ini yang kemudian menjadi lucu dan kontraproduktif. Kita tidak mengajarkan saling berebut gagasan kepada publik, tapi berusaha saling menjatuhkan dengan isu-isu yang tidak produktif,” ujar Cahyo.

yang bisa serta merta dianggap negatif, termasuk didalamnya penggiringan opini,”. Menurutnya, keduanya (re: politik praktis dan penggiringan opini) sering muncul karena tidak adanya pertarungan gagasan di ruang publik. “Mengapa saya katakan demikian? Karena kita ini sekarang ada di era demokrasi, meskipun mutu demokrasi kita masih rendah sih. Tapi penggunaan kata penggiringan opini, sampai dengan misalnya indoktrinasi, saya kira tidak tepat kecuali kita masih dalam iklim politik yang otoriter,” tambahnya. Menurut Cahyo, penggiringan opini mahasiswa mau tidak mau harus dilawan dengan adu gagasan di kalangan mahasiswa maupun aktor politik yang berkepentingan akan hal tersebut.

30


Tahun Politik | Laporan Khusus

Mengupas Tendensi dan Posisi Media di Tengah Pesta Demokrasi Oleh: Alyani, Pear, dan Farah

“Sebenarnya ada dua peran utama media, yaitu untuk mengedukasi masyarakat, menyosialisasikan kepada masyarakat bahwa akan hadir hajatan politik. Kemudian meredam potensi konflik yang akan timbul dari tensi elit politik yang kian meninggi. Karena selama tahun politik tensi itu akan terus naik, dilihat dari pengalaman pada periode sebelumnya. Jangan sampai pesta demokrasi ini menjadi ajang permusuhan,” –Bayu Putra, Wartawan JawaPos Tahun 2019, merupakan tahun yang berarti bagi Indonesia. Pasalnya, pada tahun tersebut akan dilaksanakannya pesta demokrasi besar-besaran untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden untuk periode 2019 – 2024. Seperti yang kita ketahui, bahwa untuk pemilihan kali ini terdapat 2 pasang calon. Yaitu pasangan calon dengan nomor urut satu, Joko Widodo – Ma’ruf Amin dan pasangan calon dengan nomor urut dua yaitu Prabowo Subianto – Sandiaga Uno. Berbagai pihak telah melakukan persiapannya masing-masing ntuk menyambut pesta demokrasi besar yang akan terselenggara ini. Dimulai dari panitia pemilihan, pemerintah, dan juga masyarakat umum. Pihak media juga turut ikut andil dalam penyelenggaraan pesta demokrasi tersebut. Baik media online maupun cetak, keduanya saling berlomba-lomba untuk mendapatkan kabar dan informasi terhangat yang tengah terjadi di panggung politik. Kebaikan dan keburukan kedua pasang calon serta aksi dan juga reaksi diungkap secara rutin oleh pihak media, sehingga media tidak hanya mengungkapkan fakta dan informasi namun juga dapat menjadi suatu “sumber daya” untuk menggiring opini publik. Lalu sebenarnya, apakah peran sesungguhnya dari pihak media dalam dunia perpolitikan? Apakah pihak media dibenarkan untuk melakukan ‘support’ kepada pihak tertentu saja? Media dan Bagaimana Seharusnya Ia Berperan

Menurut Bayu Putra, selaku salah satu wartawan di JawaPos, terdapat dua peran utama yang semestinya dilakukan oleh pihak media saat pesta demokrasi seperti saat ini yaitu mengedukasi masyarakat dan meredam potensi konflik. “Sebenarnya ada dua peran utama media, yaitu untuk mengedukasi masyarakat, menyosialisasikan kepada masyarakat bahwa akan hadir hajatan politik. Kemudian meredam potensi konflik yang akan timbul dari tensi elit politik yang kian meninggi. Karena selama tahun politik tensi itu akan terus naik, dilihat dari pengalaman pada periode sebelumnya. Jangan sampai pesta demokrasi ini menjadi ajang permusuhan,” ucap Bayu saat ditemui di kantor JawaPos. “Padahal ini hanyalah event lima tahunan yang diselenggarakan untuk memilih pemimpin. Jangan sampai gara-gara ini, terjadi konflik di masyarakat, karena kondisi di lapangan pernah demikian. Dimana suami istri bercerai karena berbeda pilihannya, tetangga tidak saling bertegur sapa karena mendukung pilihan yang berseberangan. Disinilah peran media mencegah hal-hal tersebut untuk terulang kembali,” tambahnya.

EDENTS

Volume 2 Edisi XXIX Tahun 2018

Alih-alih berperan sebagai agen pemberi edukasi dan peredam konflik, pemberitaan media sayangnya justru banyak yang dibuat dengan tujuan dan maksud tertentu, diantaranya untuk menggiring opini publik yang terkesan menimbulkan konflik dan memecah perdamaian. Kecenderungan suatu media untuk mendukung dan pro terhadap satu pasangan calon tertentu merupakan hal yang lumrah. Hal ini mengingatkan kita ketika pemilu tahun 2014, dimana salah satu stasiun TV menampilkan hasil quick count yang berbeda dengan stasiun TV lainnya. Melihat hal tersebut, masyarakat dengan cepat proaktif dan menanggapi hal tersebut sehingga menjadi trending topic pada saat itu. Lalu sebenarnya, tendensi media terhadap suatu elit politik tertentu memang benar terjadi atau hanya sekedar kebetulan? Menanggapi hal tersebut, Bayu berpendapat bahwa hal itu bukanlah sebuah kebetulan. Jika memang terjadi kecenderungan untuk pro terhadap satu pihak tertentu, itu dikarenakan faktor lapangan yang tidak dapat seimbang dalam memperoleh fakta dan infromasi yang diperoleh. “Tidak mungkin ada kebetulan ya, karena tulisan yang dimuat sudah memasuki tahap editor terlebih dahulu sebelum diluncurkan media. Jika memang ternyata berita itu condong pada satu elit politik tertentu, itu karena faktor-faktor di lapangan yang tidak bisa mendapatkan fakta yang berimbang. Contohnya, ketika narasumber yang tidak bisa dihubungi untuk dimintai konfirmasinya sementara berita harus segera cetak, gitu,” jelas Bayu. Tendensi dan Kepemilikan Media

Jurnalis JawaPos tersebut juga menyebutkan terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi media untuk cenderung mendukung secara jelas elit politik yang didukung. Faktor-faktor tersebut ialah faktor kepemilikan media, faktor rekam jejak, faktor afiliasi media dan faktor kedekatan pimpinan media dengan capres. “Ada empat faktor menurut saya pribadi sebagai wartawan yang menyebabkan media condong pada satu elit politik. Faktor pertama yakni kepemilikan media, dimana pemilik atau elit dari media tersebut bermain dalam politik. Faktor yang kedua adalah rekam jejak, media menganggap capres tersebut memiliki rekam jejak yang baik dan sesuai dengan apa yang dibutuhkan Indonesia menurut pengamatan mereka di lapangan. Faktor afiliasi media dengan salah satu elit politik, contohnya memihak salah satu capres, yang terjadi karena media menganggap bahwa visi capres tersebut menjawab persoalan-persoalan yang

31


Tahun Politik | Laporan Khusus mereka soroti dalam media mereka,” pungkas Bayu. “Faktor yang terakhir, adanya faktor kedekatan pimpinan media dengan capres, dalam hal ini kedekatan personal, ya. Namun demikian faktor ini tidak akan sekuat atau sebesar itu terlihat keberpihakannya ketimbang faktor rekam jejak, dimana faktor tersebut berasal dari fakta-fakta yang objektif,” tambahnya.

Menyinggung faktor kepemilikan media, beberapa elit politik saat ini juga memiliki andil terhadap hal tersebut. Pasalnya, tidak sedikit pemeran panggung politik tersebut juga berkancah di dunia perusahaan media, baik media cetak, online, ataupun pertelevisan. Mengutip dari buku Ross Tapsell dari hasil penelitianya dalam Media Power in Indonesia: Oligarchs, Citizens, and the Digital Revolution yang terbit Juli tahun lalu, bahwa saat ini setidaknya dapat diidentifikasi terdapat delapan kelompok perusahaan media. Diantara delapan kelompok perusahaan tersebut ialah, CT Corp milik Chairul Tanjung; Global Mediacom milik Hary Tanoesoedibjo; EMTEK milik Eddy Kusnadi Sariaatmadja; Visi Media Asia milik Bakrie Group; Media Group milik Surya Paloh; Berita satu Media Holding milik Keluarga Riady; Jawa Pos milik Dahlan Iskan; dan Kompas Gramedia milik Jakoeb Oetama. Melihat hal tersebut, tidak dapat dipungkiri bahwa akan terdapat kepentingan-kepentingan tertentu yang dapat saja dengan mudah “dibangun” dan diolah sedemikian rupa untuk disajikan kepada publik untuk mempengaruhi pendapat dan opini mereka. Permasalahan ini terkadang menjadi cukup sulit untuk memisahkan antara media dengan politik. Hal ini pun sejalan dengan pengakuan Bayu. “Politik media, kadang akan sangat sulit untuk memisahkan media ketika pemiliknya berkecimpung dalam dunia politik,” tukasnya. Pegangan atas Kode Etik Jurnalistik

Sebagai seorang jurnalis, Bayu berpendapat bahwa pihak media seharusnya memposisikan diri mereka sebagai pihak yang netral agar berita yang nantinya akan dihasilkan memiliki kredibilitas yang baik dan juga dapat dipercaya oleh khalayak umum. “Saya wajib memosisikan diri netral. Tahun ini saya bertugas di penyelenggaran pemilu. Saya wajib menjaga berita agar berimbang, agar dapat menjaga kredibilitas dan kepercayaan masyarakat terhadap berita yang saya tulis dan media sebarkan,” jelas Bayu. Bayu juga menyampaikan bahwa para jurnalis harus berpegang teguh pada kode etik jurnalistik yang menjadi landasan profesi mereka. “Sebenarnya menjalankan kode etik jurnalistik itu mudah, dalam teorinya saja yang terkesan rumit atau sulit. Ketika kita mewawancari narasumber, kita harus menghargai ketika nama narasumber tersebut tidak ingin dibeberkan dalam berita yang akan dimuat. Kita pun tidak boleh menerima uang ataupun hadiah dalam bentuk apapun dari narasumber. Yang terpenting saat kita menolak pemberian tersebut tolaklah dengan halus dan jangan sampai membuat narsumber tersebut tersinggung. Saya merasakan sekali manfaatnya. Ketika saya menolak pemberian narsumber tersebut, hubungan atau relasi kami malah semakin baik. Semua hal tersebut justru membuat mereka memiliki kepercayaan kepada saya,” jelasnya.

Sudah sebaiknya sebagai warga masyarakat yang baik, kita perlu mampu untuk menyaring berita yang telah dilihat maupun yang didengar. Terlebih di tahun politik yang akan dihadapi nanti, sudah semestinya kita menilai secara objektif kedua pasang calon secara baik. Mengingat berbagai “kepentingan” yang ada, tentu akan semakin banyak berita-berita yang tersebar baik melalui media cetak, online, maupun elektronik. Jangan terlalu mudah untuk percaya dengan berita yang kebenarannya belum pasti untuk menghindari dari berita bohong atau yang sering kita sebut sebagai “Hoax”. Jadilah masyarakat yang cerdas dalam memilah dan memilih berita dan informasi yang akan dikonsumsi. (fn)

Dok. romeltea.com

EDENTS

Volume 2 Edisi XXIX Tahun 2018

32


Kajian Jurusan

Menimbang Arah Politik Subsidi dan Program KUR Oleh: Akhmad Syakir Kurnia, Ph.D, Ketua Departemen Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Universitas Diponegoro Pendahuluan Program Kredit Untuk Rakyat (KUR) sudah berjalan sejak tahun 2007. Hingga tahun 2014 total penyaluran KUR telah mencapai 178,84 Triliun Rupiah yang bersumber dari dana Bank Penyalur dengan skema imbal jasa penjaminan dari pemerintah. Namun sejak tahun 2016 skema KUR diubah menjadi skema subsidi bunga dari pemerintah dengan sumber dana pinjaman tetap berasal dari Bank penyalur. Dengan demikian, sejak tahun 2016, subsidi bunga KUR dalam APBN tercatat sebagai salah satu komponen belanja pemerintah pusat dalam kelompok subsidi non-energi.

Arah kebijakan pemerintahan Joko Widodo terkait belanja subsidi adalah mengurangi beban belanja subsidi energi yang selama ini dinilai menjadi sebab distorsi dan inefisiensi. Kelembagaan yang lemah yang menyertai penyaluran subsidi menjadikan subsidi lebih banyak dinikmati oleh kelompok masyarakat yang berkemampuan dengan daya belinya sehingga tidak tepat sasaran. Pada saat yang sama subsidi energi juga dinilai tidak mendorong produktivitas, karena lebih bersifat konsumstif. Oleh karena itu political will pemerintah yang kuat untuk mengalihkan belanja subsidi dan belanja-belanja yang tidak produktif lainnya untuk dialihkan pada belanja-belanja produktif utamanya untuk infrastruktur, pendidikan serta kesehatan diharapkan akan mendorong kapasitas ekonomi Indonesia dalam jangka panjang. Arah kebijakan untuk mengurangi subsidi energi bukan berarti pemerintah sama sekali anti terhadap kebijakan subsidi. Dalam hal ini belanja subsidi harus diarahkan pada penguatan fungsi-fungsi alokasi, disribusi dan stabilisasi. Dalam kerangka pelaksanaan fungsi-fungsi pemerintahan tersebut, subsidi harus tepat terarah pada kelompok masyarakat yang tidak berkemampuan dengan daya belinya. Subsidi juga harus diarahkan pada kelompok masyarakat yang mempunyai aktivitas produktif, tetapi menghadapi kendala kelembagaan dalam mengakses pasar dan pembiayaan.

Terkait dengan hal tersebut, subsidi non-energi terus mengalami peningkatan seiring dengan berkurangnya subsidi energi. Subsidi non-energi mengalami peningkatan rata-rata 14,4 persen per tahun. Subsidi non-energi semula tercatat sebesar 45,1 Triliun Rupiah pada tahun 2013, naik menjadi 67,4 Triliun Rupiah pada tahun 2016, naik lagi menjadi 79,0 Triliun Rupiah pada tahun 2017 dan dalam APBN 2018 dianggarkan sebesar 61,7 triliun. Peningkatan belanja subsidi non-energi tersebut dipengaruhi oleh perubahan parameter subsidi antara lain subsidi pupuk dan benih, jumlah rumah tangga sasaran peneriman manfaat (RTS-PM) dan perubahan biaya pokok produksi. Selain itu peningkatan subsidi non-energi juga dipengaruhi oleh peruba-

EDENTS

Volume 2 Edisi XXIX Tahun 2018

han mekanisme alokasi subsidi bunga KUR pada tahun 2016. Diperkirakan, dengan rencana menurunkan suku bunga KUR dari 9 persen menjadi 7 persen akan semakin meningkatkan belanja susidi non-pangan pada APBN tahun 2018. Dalam APBN 2018, subsidi untuk bunga kredit program dianggarkan sebesar 18 triliun Rupiah (Nota Keuangan Beserta Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, Tahun Anggaran 2018). Basis Alokasi Subsidi

Dalam pandangan neoklasik, kebijakan subsidi oleh pemerintah dinilai menjadi sebab terjadinya distorsi pasar, mislokasi sumber daya dan berujung pada inefisiensi ekonomi. Pandangan ini tidaklah keliru dalam kondisi semua pelaku ekonomi memiliki akses yang sama dengan informasi yang sempurna. Namun dalam kondisi informasi yang tidak simetris dan akses yang tidak seimbang di antara para pelaku ekonomi, mengandalkan sepenuhnya pada mekanisme pasar akan melahirkan ketidakadilan, dan karenanya kebijakan subsidi dijadikan salah satu alat untuk mengkoreksi ketidakadilan akibat ketidakseimbangan informasi an ketidakmerataan akses.

Dengan kerangka berpikir sebagaimana hal tersebut, kebijakan subsidi dilakukan di banyak negara dengan skema tertentu berdasarkan basis informasi yang sifatnya parsial. Dasar kebijakan subsidi yang paling umum ditemui adalah subsidi berbasis income (income-based subsidy) dan subsidi berbasis manfaat (benefit-based subsidy). Misalnya subsidi kesehatan di Canada dan banyak negara Eropa diberikan berdasarkan tingkat keparahan sakit dan manfaat sembuh dari sakit. Sedangkan Amerika Serikat memberikan subsidi kesehatan melalui asuransi kesehatan berdasarkan kelompok pendapatan rumah tangga/ individu. Negara-negara di Eropa memberikan subsidi pendidikan melalui perguruan tinggi untuk kelompok rumah tangga/individu berpendapatan rendah. Sementara subsidi Pendidikan di Amerika melalui perguruan tinggi diberikan berdasarkan skor hasil tes sebagai proxy atas manfaat yang diharapkan. Biasanya income-based subsidy manfaatnya dinimkati oleh kelompok masyarakat berpendapatan rendah, sedangkan benefit-based subsidy manfaatnya dinikmati oleh kelompok masyarakat dengan pendapatan yang lebih mampu (Grassi and Ma 2010). Kebijakan Kredit Usaha Rakyat termasuk subsidi yang berbasis income (income-based subsidy). Subsidi diberikan kepada pelaku usaha dengan skala usaha mikro, kecil dan menengah yang belum bisa mengakses pembiayaan dari bank, karena suku bunga pasar untuk pembiayaan atau kredit yang tidak terjangkau. Selain suku bunga, aspek kelembagaan juga menjadi sebab kendala akses UMKM terhadap pembiayaan bank. Oleh karena itu, kebijakan KUR ditujukan untuk meningkatkan dan mendorong pembiayaan Bank kepada UMKM produktif; meningkatkan

33


Kajian Jurusan kapasitas daya saing UMKM; mendorong pertumbuhan ekonomi; dan meningkatkan penterapan tenaga kerja. Permasalahan Penyaluran KUR

Wacana untuk menurunkan suku bunga KUR dari 9 persen menjadi 7 persen berimplikasi pada naiknya plafond penyaluran KUR sekaligus belanja subsidi suku bunga. Dengan beban plafond yang semakin meningkat, ketepatan sasaran penyaluran KUR menjadi sangat krusial untuk menjamin efektivitas kebijakan subsidi suku bunga melalaui KUR. Permasalahan yang selama ini masih menghambat perlu diidentifikasi secara lebih rinci sekaligus dicarikan solusinya.

Secara konsep, skema KUR dengan subsidi bunga yang sudah berjalan sejak tahun 2016 lebih tepat dibandingkan dengan skema KUR sebelumnya dengan imbal hasil penjaminan. Dengan demikian, subsidi bunga KUR adalah kebijakan subsidi harga. Pemerintah menetapkan suku bunga/harga lebih rendah dibandingkan harga pasar. Selanjutnya pemerintah memberikan subisidi bunga kepada bank penyalur berdasarkan plafond pembiayaan yang disalurkan. Dengan demikian, alih-alih menjadi sebab distorsi pasar, subsidi KUR justru diharapkan menjadi mekanisme koreksi atas distorsi pasar akibat informasi dan akses yang tidak seimbang dan merata. Salah satu isu kritis terkait subsidi adalah aspek kelembagaan yang biasanya menjadi sebab misalokasi sasaran subsidi. Oleh karena itu dalam kebijakan KUR dengan skema subsidi, pemerintah menyiapkan Sistem Informasi Kredit Program (SIKP) yang menjadi elemen penting dalam skema KUR yang baru yang diharapkan bisa memastikan efektivitas dan ketepatan sasaran subsidi. SIKP sendiri merupakan sistem informasi database untuk calon debitur dan debitur KUR yang dikembangkan oleh Direktorat Sistem Perbendaharaan Kementerian Keuangan sebagai rujukan bagi Bank untuk penyaluran kredit yang efektif. SIKP juga didorong untuk dapat menjadi alat mempercepat proses pembayaran tagihan subsidi kredit program. Proses penyusunan aplikasi SIKP telah dimulai pada bulan Desember 2014 dengan Direktorat Jenderal Perbendaharaan, Kementerian Keuangan menjadi leading sector dalam penyusunan aplikasi tersebut. Dalam implementasinya, masih banyak ditemui permasalahan terkait penyaluran KUR terutama dukungan SIKP yang belum optimal. Terlepas bahwa persoalan basis data masih menjadi isu klasik kebijakan di Indonesia, pembenahan SIKP untuk kebijakan KUR harus menjadi prioritas agar subsidi bunga KUR efektif mengena sasaran yang diharapkan yakni UMKM yang belum mampu mengakses pembiayaan dari Bank, bukan Debitur bank yang eksisting.

Input data UMKM ke dalam SIKP sejauh ini dilakukan oleh Bank dan Organisasi Perangkat Daerah (OPD). Bagi OPD pengampu/penanggung jawab, dalam hal ini Bagian/Biro Perekonomian Daerah, input 24 field data UMKM ke dalam SIKP dipandang sebagai tambahan beban, sementara sebagian pemerintah daerah sudah memiliki basis data meskipun juga masih belum optimal. Selain itu, nampak ada keengganan OPD dalam menginput data ke dalam SIKP karena pada saat yang sama Bank juga bisa menginput data UMKM calon debitur KUR ke dalam SIKP, sehingga OPD terkesan mengandalkan Bank untuk menginput UMKM calon debitur KUR. Hal tersebut juga disebabkan kurangnya dukungan kebijakan kepala daerah melalui alokasi APBD untuk SIKP. Di sisi yang lain, Bank sudah mulai kesulitan

EDENTS

Volume 2 Edisi XXIX Tahun 2018

untuk mendapatkan (data) calon debitur baru untuk KUR yang memenuhi syarat dan ketentuan, sehingga Bank berharap peran OPD yang lebih aktif dalam menyediakan data UMKM calon debitur. Sementara OPD tidak mempunyai akses informasi dari Bank, mana UMKM yang sudah dibiayai KUR dan mana UMKM yang belum dibiayai. Dukungan Kelembagaan dan Basis Data yang Mapan

Isu kritis terkait kebijakan subsidi pada umumnya adalah aspek kelembagaan yang lemah sehingga kebijakan subsidi menjadi tidak efektif mencapai kelompok sasaran. Subsidi energi yang selama ini menjadi beban APBN lebih banyak efek distortifnya terhadap pasar ketimbang manfaat yang diharapkan sehingga mengakibatkan inefisiensi ekonomi secara makro.

Subsidi bunga KUR untuk kebijakan KUR ideal dalam tataran konsep. Dalam implementasinya masih terkendala oleh aspek kelembagaan. Political will pemerintah untuk mengembangkan UMKM yang selama ini menjadi pilar ekonomi Indonesia ternyata tidak didukung basis data yang memadai, dan hal tersebut terjadi karena ketidak-jelasan wewenang dan tanggung jawab antar instansi terkait. Permasalahan Kebijakan KUR yang memerlukan dukungan SIKP ini harus menjadi momentum untuk membenahi data UMKM di Indonesia. Penyederhanaan input data dan mekanisme integrasi basis data yang sudah ada sebelumnya (misalnya IUMKM) ke dalam SIKP harus dilakukan secara sistematis dengan membentuk Tim yang sifatnya ad hoc seperti TNP2K dalam menyusun basis data terpadu untuk penanggulangan kemiskinan. Terkait KUR, perlu dibentuk Tim khusus yang bertugas mengintegrasikan data UMKM menjadi basis data terpadu KUR dalam rangka Percepatan Akses Keuangan Bank bagi UMKM. (fn) Referensi Grassi, Simona, and Ching to Albert Ma. 2010. “Subsidy design: wealth versus benefits.” J Econ 101: 49 - 72.

________________. “Nota Keuangan Beserta Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, Tahun Anggaran 2018.” kementerian Keuangan Republik Indonesia.

Akhmad Syakir Kurnia, Ketua Departemen IESP FEB Undip Dok. pribadi

34


Komunitas

Menari, antara Hobi dan Pembentuk Karakter Oleh: Mariani

Dok. Trinity

Menjalankan hobi di tengah-tengah padatnya tugas kuliah bukanlah suatu hal yang mudah. Manajemen waktu yang sulit dilakukan juga akan berdampak pada keduanya. Seperti halnya breakdance yang dilakukan oleh salah satu mahasiswa akuntansi 2016. Ia mengawali hobinya sejak sekolah menengah pertama dilanjutkan ketika sekolah menengah atas dan mengikuti ekstrakurikuler Freestyle hingga sekarang. Hobi ini pun berkembang dengan bertambahnya jumlah anggota dan didirikan komunitas dengan nama Trinity pada 31 Agustus. “Trinity sebenarnya tidak memiliki makna apapun karena dibuat ketika masih kelas x (sepuluh-red) dan tujuannya agar terlihat keren saja, pada saat itu saya kepikiran bahwa harus ada makna angka tiga karena berasal dari SMA 3 Semarang,” ujarnya. Berawal dari Hobi, Prestasi sebagai Bonus

Kunjungi! www.lpmedents.com

Trinity didirikan karena ingin melakukan kegiatan, menambah teman dan terlihat keren jika mengikuti ekskul tersebut. Visi misinya hanya untuk have fun, kumpul-kumpul, dan memiliki relasi. “Jadi seru aja ketika saya udah kuliah lalu pengen kumpul dengan anak-anak SMA dulu ya tinggal kumpul aja sama adikadikku di SMA. Kita tidak mengejar juara maupun prestasi bangetlah. Kalaupun dapat, menurut kami itu adalah sebuah bonus, semacam berkah, yang penting kita itu rileks, ga sampai pecah maupun bertengkar. Intinya ya belajar bareng mengelola organisasi,” ungkap Tarcisius.

Trinity memiliki struktur organisasi yang terdiri dari Kasupsi (kepala Supsi) yang mewakili SMA 3 Semarang ke OSIS. Kasupsi adalah nama lain dari ekstrakulikuler di SMA 3 SEMARANG sebagai perantara supsi dengan OSIS atau mengurus bagian eksternal. Kapten yang bertugas mengurus bagian internal termasuk latihan rutin, serta bendahara yang memegang sosial media. Kepengurusan di Trinity juga berganti setiap tahunnya, jadi tidak hanya satu orang saja yang memimpin selama satu tahun. Anak-anak kelas XI menuju kelas XII itulah yang diberi estafet kepemimpinan. Adapun pergantiannya setiap bulan November setelah selesai acara Pensaga. Komunitas yang Berubah menjadi Ekstrakulikuler

Awalnya Trinity bukanlah komunitas tetapi ekstrakulikuler di SMA 3 Semarang, pada akhirnya banyak anak dari luar SMA 3 Semarang seperti SMA 1 Semarang, Jakarta, dan lainnya ikut bergabung di Trinity. Jumlah anggota di Trinity lebih dari 50 orang dan telah masuk generasi ke-6. Sebagian anggotanya ada yang kuliah, di Bintaro maupun Jepang. Walaupun sekarang sudah tersebar di berbagai daerah dan negara, tetapi selalu diusahakan agar dapat regenerasi terus menerus. Latihan juga dilakukan setiap hari, tetapi hari selasa dan kamis dilatih oleh generasi 01 dan 02 sedangkan hari sabtu dilatih oleh Pelatih di Studio dance. Setiap tahun Trinity juga melakukan open recruitment saat masa orientasi siswa SMA. Jika ada pihak luar yang ingin bergabung hanya butuh menyampaikan keinginannya saja. Trinity dalam menyeleksi anggotanya tidak melihat pada skill utamanya tetapi pada loyalitas terhadap komunitas saja seperti apakah orang tersebut bisa diajak bekerja sama atau tidak dan bisa beradap-

EDENTS

Volume 2 Edisi XXIX Tahun 2018

tasi atau tidak. Jika ada anggota yang tidak bisa diatur biasanya akan ditegur lebih dahulu, dan akan dikeluarkan jika tidak menunjukkan perubahan. Trinity tidak memiliki peraturan formal yang terpenting ingin berjuang bersama-sama. Modern Dance dan Break Dance sebagai Basis

Basic Trinity adalah break dance, yang awalnya berasal dari Amerika Serikat yang merupakan budaya luar negeri. Kegiatan inti di Trinity ialah DBL (Developmental Basketball League) yakni sebuah kompetisi liga bola basket pelajar SMP dan SMA terbesar di Indonesia. Trinity biasanya mendampingi basket SMA 3 Semarang untuk lomba DBL dengan modern dance sebagai dancer. Adapun acara lainnya yaitu Pensaga yang merupakan acara SMA 3 Semarang yang membantu osis untuk meramaikan pensinya dan Propaganda yaitu acara yang dibuat sendiri yang sekarang sudah memasuki tahun ke-2. “Propaganda itu istilah lain dari mempengaruhi, menurut opini kami bahwa street dance di Semarang dianggap buruk atau bad influence padahal ini merupakan sarana yang baik untuk kreativitas, olahraga, dan menambah teman. Maka dari itu kami membuat acara dengan nama Propaganda. Harapan kami, pesan kami dapat tersampaikan melalui acara-acara itu,” tutur mahasiswa akuntansi itu.

Acara yang diadakan biasanya break dance battle dan modern dance battle. Tahun pertama acara ini diadakan mencapai 30 peserta dan tahun kedua 50 hingga 60 peserta. Acara ini juga mengundang orang-orang dari kota lain seperti Solo, Jogjakarta, Salatiga dan Bandung. Acara ini juga dilakukan untuk mengedukasi generasi baru agar mengetahui cara mengadakan acara dan menjalankan organisasi itu. Setiap gerakan dance itu ada maknanya. Dance bukan hanya sekedar hobi tetapi budaya hip hop. Dance juga mengajari kita manajemen waktu, tidak hanya bergerak sesuka hati saja tapi memiliki arti yang banyak sekali. Pembelajaran dari dance yang dapat diterapkan ialah dapat menyatukan irama dan gambar sehingga menjadi rangkaian video. Tak heran jika terkadang mengalami kendala dalam membagi waktu sehingga hanya bisa latihan setiap hari selasa dalam seminggu. Tugas kuliah yang banyak juga mempengaruhi daya tahan tubuh, misalnya ketika jarang latihan maka akan mudah sekali capek. Bukan Sekedar Komunitas, Melainkan Keluarga Kedua

Bagi Tarcisius Jassien, Trinity sudah seperti keluarga bukan hanya sebatas tempat curhat mengenai masalah dance saja karena teman disana tidak hanya sebagai pendengar tetapi juga memberikan solusi mengenai masalah lainnya. Hal tersebut didukung oleh kedekatan secara hati dan personal sehingga tidak hanya sebatas tempat curhat tetapi menimbulkan keinginan untuk membuat usaha bersama yang beranggotakan Trinity. “Harapan saya untuk dancer lainnya agar mengurangi drama yang menyebabkan permusuhan atau saling menjatuhkan, fokus saja pada cara-cara untuk mengembangkan komunitas dan acara. Untuk Trinity, saya berharap agar selalu mepertahankan kekeluargaannya karena saya tidak pernah dikecewakan disini, tiap minggu di pertahankan latihannya, dan ketika adik-adiknya salah, tegur baik-baik”, tuturnya. (fn)

35


KAMPUS

KABAR

Menilik Kembali Rangkaian DASH UNDIP dalam Mewujudkan Akuntan yang Berkompeten Oleh: Nisrina Nuril Mala

Himpunan Mahasiswa Departemen Akuntansi Universitas Diponegoro telah sukses melaksanakan Diponegoro Accounting’s Harmony (DASH). Acara ini merupakan acara tahunan yang diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Departemen Akuntansi. Pada tahun 2018 ini DASH mengangkat Grand Theme: “Accountant’s Competence in Utilizing The Era of Digital Based Economy”. Himpunan Mahasiswa Departemen Akuntansi memilih tema tersebut karena praktik e-commerce menjadi salah satu bukti bahwa ekonomi digital di Indonesia telah berkembang pesat. Perkembangan ekonomi digital di Indonesia tentunya membawa dampak bagi berbagai profesi termasuk akuntan. Kompetensi akuntan tentu diperlukan untuk menghadapi perkembangan ekonomi digital. Maka dari itu diangkatlah tema “Accountant’s Competence in Utilizing The Era of Digital Based Economy”. Partisipasi dari Berbagai Universitas

DASH merupakan kompetisi akuntansi yang terbuka untuk mahasiswa aktif D3/D4/S1 jurusan akuntansi. Semua mahasiswa aktif jurusan akuntansi baik di Perguruan Tinggi Nasionl (PTN), Perguruan Tinggi Swasta (PTS), dan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) di seluruh Indonesia diperbolehkan untuk mengikuti lomba ini. Kompetisi ini sayangnya bersifat tertutup untuk mahasiswa jurusan Akuntansi Universitas Diponegoro. Mahasiswa jurusan akuntansi Universitas Diponegoro tidak diperbolehkan mengikuti lomba ini.

Pendaftaran DAC dan APC dimulai pada tanggal 7 Mei 2018. Peserta DAC dan APC yang ingin mendaftar harus mengisi form terlebih dahulu melalui website DASH. Myra mengungkapkan ada lebih dari 50 tim mendaftar dari DAC dan APC. Tim yang mendaftar berasal dari berbagai universitas di seluruh Indonesia diantaranya UI, UGM, Andalas, TSM, Unair, UB, dll. Serangkaian Acara yang Dilaksanakan dalam Beberapa Hari

Panitia DASH, merupakan panitia yang dipilih melalui Grand Oprec yang diselenggarakan Keluarga Mahasiswa Akuntansi (KMA). Menurut Myra Shafira selaku Ketua DASH, jumlah panitia DASH cukup banyak yaitu 79 orang yang terpilih dari Grand Oprec KMA. DASH Undip sendiri terdiri dari 2 kategori lomba, yaitu Olimpiade Akuntansi dan Lomba Karya Tulis Ilmiah. Lomba karya tulis ilmiah ini disebut Accounting Paper Club (APC), sedangkan Olimpiade Akuntansi disebut sebagai Diponegoro Accounting Competition (DAC).

Peserta yang mengikuti tim APC hanya boleh ikut dalam satu tim. Setiap tim APC maksimal dua orang dan berasal dari universitas yang sama yang ada di Indonesia. Peserta APC sendiri setelah melakukan pendaftaran, harus mengirimkan abstrak dari tanggal 8 Mei sampai dengan 28 Juni 2018. Pengumpulan abstrak untuk peserta APC tidak dipungut biaya. Sistematika penilaian abstrak yaitu 70% kesesuaian dengan tema, 15% struktur bahasa atau EYD, dan 15% untuk format abstrak. Pengumuman karya abstrak yang berhasil lolos diberitahukan pada tanggal 1 Juli 2018.

Sepuluh besar tim APC yang dapat masuk final yaitu tim Virtue, Accounting UB, Nastar, Tim 1 FEB UNEJ, ASAC 1, UWM, Double, Active, Bismillah, dan Accounting Diploma.

Finalis yang terpilih tersebut akan mempresentasikan karya tulisnya di Universitas Diponegoro. Pada tahap final, peserta dikenakan biaya registrasi sebesar Rp550.000,00. Biaya registrasi yang dikenakan sudah termasuk konsumsi dan coffee break selama rangkaian acara, akomodasi dan makan malam saat Field Trip, akomodasi dan makan malam saat Awarding Night, serta T-Shirt. Final APC Daya dilaksanakan pada tanggal 28 September sampai dengan 29 September 2018. Tim yang berhasil menjadi juara APC yaitu Tim Nastar (Universitas Gajah Mada), Tim Accounting UB (Universitas Brawijaya), dan Tim UWM (Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya). Ketiga juara ini berhak mendapatkan hadiah berupa uang pembinaan, sertifikat, dan piala. Untuk juara pertama berhak mendapat uang pembinaan sebesar Rp3.000.000,00. Juara dua mendapatkan uang pembinaan Rp2.000.000,00. Serta juara ketiga mendapatkan uang pembinaan Rp1.000.000,00. Tujuan dan Harapan

Tujuan diadakannya DAC diantaranya meningkatkan pengetahuan dan keterampilan bagi mahasiswa Akuntansi di Indonesia, mendorong jiwa kompetisi bagi mahasiswa baik dalam lingkungan internal dan eksternal kampus, dan membentuk sumber daya manusia yang berwawasan luas dan berkomptensi. Peserta DAC harus menguasi materi untuk dapat berhasil memenangkan lomba DAC. Materi referensi dari DAC sendiri yaitu perpajakan, akuntansi keuangan menengah, sistem informasi akuntansi, akuntansi manajemen, akuntansi biaya, akuntansi keuangan lanjutan, akuntansi sektor publik, akuntansi pemerintahan, dan pengauditan. DASH juga mengadakan city tour dan awarding night sebagai acara pelengkap. Kedua kegiatan tersebut merupakan kegiatan untuk menjernihkan pikiran setelah melewati kompetisi yang menegangkan. City tour atau field trip ini peserta diajak untuk mengelilingi beberapa tempat yang ada di kota Semarang. Acara awarding night sendiri dilakukan pada tanggal 29 September 2018. Awarding night merupakan hiburan bagi panita dan peserta DASH. Pada awarding night juara APC dan DAC diumumkan malam ini sekaligus menjadi malam perpisahan dari rangkaian acara DASH tersebut. Acara DASH memberikan banyak manfaat bagi peserta. Myra berharap DASH tahun depan semoga bisa mempertahankan apa yang sudah baik, dan memperbaiki apa yg harus diperbaiki. Serta DASH berikutnya diharapkan bisa menjaga nama baik, kredibilitas, dan integritas DASH dan Universitas Diponegoro. (fn)

Pengumpulan Karya Tulis melalui Dua Gelombang

Peserta yang lolos harus mengirimkan karya tulisnya pada tanggal 2 Juli sampai dengan 28 Juli 2018. Pengiriman karya tulis ini dibagi menjadi dua gelombang. Gelombang pertama pada tanggal 2 Juli-16 Juli 2018 dikenakan biaya Rp70.000,00. Gelombang kedua, 17 Juli sampai dengan 28 Juli dikenakan biaya Rp85.000,00. Sistematika penilaian karya tulis ini berupa 40% kesesuaian dengan tema, 10% struktur dan format penulisan, 10% struktur bahasa atau EYD, DAN 40% gagasan atau topik permasalahan. Pengumuman 10 besar tim yang berhasil masuk final diberitahukan pada tanggal 20 Agustus 2018.

EDENTS

Volume 2 Edisi XXIX Tahun 2018

Dok. Edents

36


KOLOM PU

Politik Kita Manis atau Politik Kita Praktis? Oleh: Aradeya Tangguh*)

Politik praktis di lingkungan masyarakat Indonesia, terlebih dalam lingkup aktivis kemahasiswaan, menjadi sebuah istilah peyoratif dengan segala sentimen negatifnya. Memang benar, bahwa politik praktis tidaklah menjadi sebuah kegiatan yang dapat dikategorikan sebagai kegiatan yang positif. Dalam definisinya sendiri, politik praktis berarti menjalankan kegiatan politik, yang dalam hal ini konteksnya kuat pada pencapaian atau peraihan sebuah kekuasaan. Berbeda dengan istilah politik pembangunan yang kegiatan-kegiatan pencapaian tujuannya berangkat dari keresahan bersama untuk diarahkan pada perubahan-perubahan yang diharapkan.

Rasanya realita yang terjadi yang bermula dari kegiatan politik praktis sudah jadi konsumsi khalayak umum, dan terrasa menjadi sebuah tradisi dan kebiasaan. Terlepas dari kenyataan bahwa politik praktis tetap bukan hal yang baik dan patut dipraktikkan secara terus menerus. Mungkin saja ada yang bertanya-tanya, mengapa perpolitikan di Indonesia secara umum terjangkit wabah politik praktis. Ketika kita melihatnya dari sudut pandang rakyat, sudut pandang orang yang lemah dan dirugikan, kita tak akan bisa bernalar logis untuk menemukan alasannya serta berprasangka baik pada kegiatan politik praktis. Agak jenaka rasanya, karena untuk apa juga kita berprasangka baik pada hal yang sudah secara normatif dinilai salah. Bukan seperti itu, hanya saja, sesekali berpikiran terbuka tidak akan ada ruginya. Politik Praktis Versus Politik Pembangunan

Melanjutkan apa yang sudah dipaparkan di atas, bahwa politik praktis adalah kegiatan-kegiatan dari satu atau sekelompok orang yang dilakukan untuk mencapai tujuan pribadi atau golongannya. Dalam hal kontestasi politik, yang paling sederhana bentuknya adalah kekuasaan. Di sisi lain, yang mungkin terkesan sebagai lawan dari politik praktis adalah politik pembangunan. Politik pembangunan memiliki definisi yang hampir sama dengan politik praktis, hanya saja kepentingan yang dibawa pada kegiatan politik pembangunan adalah murni karena ingin menciptakan perubahan sebuah lembaga atau lingkungan yang dikehendakinya menjadi lebih baik dari sebelumnya. Ada banyak kasus-kasus atau kegiatan-kegiatan politik yang pernah saya amati, bahwasanya ketika ada satu golongan yang bernaung di bawah payung politik praktis, maka otomatis lawannya akan berusaha menyampaikan kesan bahwa yang dibawanya adalah murni perubahan yang lebih baik–dalam hal ini mereka mencoba berlindung di bawah naungan payung politik pembangunan. Padahal, mengatasnamakan perubahan tanpa dibekali langkah konkrit dan track record yang memadai, politik praktis otomatis hadir di tengah-tengah politik pembangunan yang coba diterapkan.

Kenyataan Pahit Janji yang Tak Terrealisasi

Sebagai masyarakat yang sudah ditawari janji-janji di masamasa kampanye pada setiap keterlibatannya dalam kontestasi politik, kita tentu akan menuntutnya di kemudian hari, jika si pemberi janji benar-benar menduduki kursi yang ia kehendaki. Wajar, rasanya. Bagaimanapun juga, janji adalah hutang. Dan kita yang dihutangi pasti akan menagihnya suatu hari.

Meskipun demikian, idealisme harus tetap dibarengi

EDENTS

Volume 2 Edisi XXIX Tahun 2018

Berada di posisi seorang politisi tidaklah mudah. Masyarakat masih belum menyadari, bahwa politik ibarat sebuah reservoir, sebuah kolam besar tempat bertemunya aspirasi-aspirasi. Aspirasi-aspirasi itu tidak kesemuanya saling melengkapi dan selaras untuk diwujudkan seutuhnya. Banyak kepentingankepentingan yang saling bertabrakan di sana. Di sini politisi bertugas untuk mengatur kolam itu agar aspirasi-aspirasi di dalamnya dapat terwujud dengan baik tanpa harus saling bertabrakan. Belum lagi faktor-faktor eksternal yang tak pernah terduga akan seperti apa pengaruhnya. Kehidupan itu dinamis, hingga tak ada gunanya sok berlaku sistematis, yang padahal kita tahu pada akhirnya semua tak pernah bisa seratus persen harmonis. Ada sebuah kenyataan pahit yang harus masyarakat pahami. Tiap-tiap elemen kemasyarakatan akan bekerja di tempatnya masing-masing, dengan porsi yang berbeda-beda. Porsi seorang politisi tidak bisa dipaksa mencakup semua hal yang diharapkan. Kita, sebagai masyarakat, juga punya banyak hal yang bisa dilakukan, kalau memang kita masih mau mengejar apa yang kita inginkan. Meskipun begitu, kenyataan ini juga tidak boleh dipahami secara instan untuk para politisi. Mengusahakan yang terbaik tetaplah harus jadi prinsip yang paling utama. Karena, masyarakat tetaplah objek utamanya. Tahun 2019 Diberi Tajuk Tahun Politik (Saja), Bukan Tahun Politik Praktis

Bergeser ke hal nyata yang akan masyarakat Indonesia hadapi sebentar lagi. Tahun politik akan segera tiba. Pada 2019 nanti, masyarakat Indonesia akan memilih pemimpin-pemimpin barunya. Tak dapat dipungkiri, bahwa unsur politik praktis dalam kontestasi politik kita masih sangat kuat. Pun demikian, kita sebagai masyarakat Indonesia yang otomatis akan berpartisipasi secara langsung tidak boleh acuh terhadap visi, misi, dan perubahan-perubahan yang akan dibawa oleh para calon pemimpin kita. Pikiran yang terbuka akan menjadi bekal utama masyarakat dalam membawa arah perubahan bangsa. Harusnya, kita tak lagi terbutakan dengan penilaian subjektif yang dibawa dari masing-masing kelompok pemenangan. Kontestasi politik tidaklah menyoal hitam dan putih saja; satu baik, dan lainnya buruk. Jangan sampai prasangka-prasangka yang ada akan terus melahirkan politik-politik praktis selanjutnya. Indonesia butuh perubahan sing tenanan, bukan perubahan sing diatasnamakan kepentingan golongan. (fn)

Dok. Edents

Pada dasarnya, kegiatan politik pastilah membawa suatu kepentingan golongan tertentu di dalamnya. Meski itu kepentingan individu sekalipun. Maka, tak ada jabatan di dunia ini yang bukan merupakan jabatan politis. Semuanya diraih atas suatu kepentingan tertentu yang ingin dibawa. Untuk itu, menyimpulkan sebuah kegiatan politik sebagai politik praktis maupun politik pembangunan tidak benar dilakukan di masa-masa kampanye. Kembali lagi, yang akan masyarakat nilai adalah keselarasan antara janji yang disuguhi dan realita yang terjadi.

keterbukaan pikiran. Bahwa, tak semua harapan dan tuntutan akan bisa jadi kenyataan. Di balik janji yang diberikan, tak sedikit politisi yang memang mendambakan saat-saat mereka bisa menepati janji-janji itu. Tak sedikit yang selalu mengusahakan yang terbaik atas janji perubahan yang sudah dibawanya. Hanya saja, realita tak selalu hadir dengan membawa bahagia.

*Penulis adalah Pemimpin Umum LPM Edents tahun 2017/2018

37


KOLOM REDAKSI

Kebijakan Publik, Eksternalitas, dan Public Choice dalam Bayang-Bayang Moralitas Oleh : Fana Mustika Insanu*)

Tatanan ekonomi dan politik berangkat dari kritik John Maynard Keynes dalam bukunya yang berjudul The General Theory of Employment, Interest, and Money, atas terjadinya The Great Depression pada tahun 1930. Pemikiran Keynes mengenai perlunya intervensi pemerintah dalam perekonomian negara merupakan ‘tamparan’ keras atas pemikiran Adam Smith dalam kitab sucinya yang berjudul An Inquiry into the Nature and Causes of the Wealth of Nations pada tahun 1776 yang menjadi akar dari kapitalisme modern. Adam Smith, yang biasa disebut sebagai nabi ekonomi mengemukakan pemikirannya yang berasas laissez-faire, yang diartikan sebagai biarkan terjadi, menyerahkan semuanya kepada mekanisme pasar. Pasar akan menemukan titik efisiensinya sendiri melalui mekanisme permintaan dan penawaran, yang kerap disebut invisible hand. Namun, Keynes berpendapat bahwa terjadinya The Great Depression pada tahun 1930 salah satunya merupakan akibat dari adanya kegagalan pasar, dimana pasar gagal mengalokasikan sumberdayanya dengan efisien. Dari kondisi itulah Keynes berpendapat bahwa perlunya intervensi pemerintah dalam perekonomian negara. Sebelum melanjutkan, penulis mengajak pembaca untuk bersama-sama membuat satu frame pemikiran mengenai definisi operasional variabel yang digunakan dalam tulisan ini. Keduanya, yakni variabel ekonomi dan variabel politik diderivasikan berdasarkan subjektivitas penulis agar dapat memudahkan pemahaman yang lebih konkret kepada pembaca. Ilmu ekonomi yang memiliki akar tujuan untuk mengatasi scarcity dan menciptakan social welfare dapat derivasikan sebagai kebijakan publik, dimana eksistensi dari kebijakan publik sendiri bertujuan untuk greater goods dan kesejahteraan masyarakat. Sedangkan variabel politik, diderivasikan secara konkret sebagai pemerintah, yang berlaku sebagai regulator dan eksekutor pada kebijakan publik itu sendiri. Eksistensi ‘The Economics Study of non-market Decision Making’

Berbicara mengenai interrelasi antara kebijakan publik dan pemerintah dalam perspektif ilmu ekonomi, penulis menggunakan public choice theory atau teori pilihan publik. Teori ini dikemukakan oleh salah satu ahli ekonomi politik pada tahun 1950, yakni James Buchanan yang memaparkan beberapa faktor interrelasi antara ekonomi dan politik. Buchanan (1950) mengatakan bahwa public choice memandang ruang politik atau panggung sandiwara sebagai wadah pertukaran diantara masyarakat, partai politik, pemerintah dan birokrat. Teori berusaha mengkaji tindakan rasional dari aktor-aktor politik, baik di parlemen, lembaga pemerintah, lembaga kepresidenan, masyarakat pemilih. Sebagaimana akar dari ilmu ekonomi, model yang digunakan pada public choice ini juga menggunakan analisis supply dan demand. Supply diproksikan sebagai pemerintah dan elit politik, sedangkan demand diproksikan sebagai masyarakat dan pemilih (voters). Apabila kita berbicara mengenai supply dan demand, maka tidak akan terlepas dari adanya equlibirum atau keseimbangan yang ingin dicapai. Teori public choice dikatakan mencapai suatu titik keseimbangan apabila keputusan dan kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh publik/masyarakat. Namun, sebagaimana kita ketahui bahwa equilibrium dalam ilmu ekonomi agaknya bersifat gaib, yang hanya menjadi purpose dan arahan yang sulit untuk tercapai. Equilibrium dianalogikan sebagai hal yang digunakan sebagai kompas penunjuk ‘arah’ untuk berlari kepada tempat yang sangat jauh. Setidaknya, eksistensi public choice ini memberikan harapan dan membuktikan bahwa ilmu ekonomi tidak ‘lari’ dari keberpihakannya pada masyarakat. Teori ini membuktikan bahwa masih model yang berfungsi untuk memformulasikan hubungan antara apa yang dibutuhkan oleh masyarakat dan apa yang

EDENTS

Volume 2 Edisi XXIX Tahun 2018

harus disediakan oleh pemerintah yang bersifat non-profit, sebagaimana fungsi pemerintah sebagai agen kesejahteraan masyarakat. Hal inilah, yang menyebabkan public choice dikatakan sebagai The Economic Study of non-market Decision Making. Jangan Salah, Pemerintah juga Bersifat Homo Economicus

Masih berbicara mengenai public choice, ada satu permasalahan yang menjadi akar terciptanya dua sisi dalam teori ini. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, bahwa sisi supply diisi oleh pemerintah selaku penyedia dan pembuat kebijakan publik. Namun, yang harus digarisbawahi disini adalah bahwa pemerintah bukan hanya sekedear variabel eksogen seperti yang dikemukakan Keynes dalam model pendapatan nasionalnya. Pemerintah, disini merupakan kumpulan dari individu-individu yang tergabung dalam partai politik/independen yang dipilih oleh masyarakat. Dan apabila kita berbicara mengenai individu, di dalam konteks ekonomi mikro, tujuan utama dari individu adalah memaksimalkan kepuasan atau yang kerap disebut sebagai utilitas. Artinya, individu-individu yang kita sebut sebagai elit politik ini memiliki preferensi atas kepuasan dan kepentingannya masingmasing. Hal inilah yang membuat public choice terbagi menjadi dua sisi. Sisi pertama, adalah sisi dimana public choice menggunakan pendekatan yang seharusnya dilakukan, yakni pendekatan pertukaran (trade-off) . Para elit politik menawarkan berbagai gagasan dan kebijakan publik kepada masyarakat sebagai supply. Sedangkan pembeli kebijakan publik ini adalah masyarakat pemilih (voters) yang akan memilih kebijakan yang benar-benar dapat mewakili kebutuhan mereka sebagai demand. Sisi kedua, yang muncul karena adanya sifat harafiah manusia memiliki utilitas yang harus dimaksimalkan, adalah pendekatan Homo Economicus, atau yang diartikan sebagai ‘manusia ekonomi’. Selaras dengan namanya, ‘manusia ekonomi’, yang artinya setiap manusia memiliki preferensi akan kepuasan dirinya masing-masing yang ingin dicapai. Dalam public choice, hal ini akan menjadi masalah karena individu yang dimaksud adalah elit politik, mereka tidak hanya dihadapkan oleh utilitas pribadi melainkan juga kewajiban untuk memaksimalkan utilitas masyarakat. Ada dua hal yang ‘bertabrakan’ di dalam kasus ini. Sebagai contoh, dalam pasar politik, elit politik sebagai pelaku memaksimalkan utilitas agar dipilih kembali melalui kebijakan dan program yang dilaksanakan bagi wilayah pemilihnya dan sesuai kehendak partai. Politisi sebagai pelaku memaksimalkan kepuasan pribadi yang dimotivasi oleh banyak faktor seperti gaji, reputasi publik, kekuasaan dan ruang untuk mengontrol birokrasi. Disinilah kerap terjadi clash dalam memilih hal mana yang harus didahulukan. Ditambah dengan adanya variabel eror berupa tekanan dari partai politik dan prilaku rent-seeking dari para pengusaha yang membuat para elit politik diuji dalam penilaian hal mana yang harus didahulukan dan dilakukan. Variabel pengganggu tersebut mencipatkan kegagalan dalam pasar politik, dimana alokasi sumberdaya yang tidak efisien, berupa kebijakan publik yang tidak tepat sasaran dan tidak sesuai dengan permintaan masyarakat. Semua itu, terjadi, karena mereka adalah homo economicus. Kebijakan Publik dan Eksternalitas yang Melekat

Berbicara mengenai kebijakan publik yang disediakan oleh pemerintah sebagai supplier, maka kebijakan publik dapat disebut sebagai proses ‘produksinya’ pemerintah. Tidak hanya sektor swasta, proses produksi yang dilakukan oleh pemerintah juga terkadang memicu adanya eksternalitas. Irving Fisher (1996) mengatakan bahwa eksternalitas terjadi bila satu aktivitas pelaku ekonomi, baik produksi maupun konsumsi mempengaruhi kesejahteraan pelaku ekonomi lain dan peristiwa yang ada terjadi di luar mekanisme pasar. Apabila kita menggunakan konteks yang lebih konkret, pemerintah dikatakan menciptakan

38


KOLOM REDAKSI

Sebagai contoh, proyek pemerintah yang menimbulkan eksternalitas negatif adalah pembangunan pabrik (milik negara) di lahan pertanian. Meskipun pembuatan pabrik di lahan pertanian sudah melewati tahap pembebasan lahan dan legalitas, hal tersebut tetap dapat menyebabkan sungai atau irigasi yang digunakan oleh lahan pertanian di sekitaran pabrik menjadi tercemar oleh limbah. Hal ini secara tidak disadari mengurangi kesuburan sawah dan mengurangi kesejahteraan petani. Namun, tidak hanya negatif, di sisi lain pemerintah juga berpotensi menciptakan eksternalitas positif. Contohnya adalah program pendidikan. Pendidikan menjadi salah satu program yang paling banyak menciptakan eksternalitas positif. Artinya, orang yang mendapat manfaat dari adanya pendidikan bukan hanya orang yang mengenyam pendidikan tersebut, tetapi juga kepada masyarakat di sekitarnya. Manfaat tersebut berbentuk dengan tingkat kriminalitas yang turun. Sebagaimana apabila kita berpikir rasional, meningkatnya angka partisipasi pendidikan dapat menurunkan tingkat kriminalitas di suatu kelompok masyarakat. Pigouvan Tax dan Externalities Cost sebagai Kompensasi

Masih berbicara mengenai eksternalitas, penulis berfokus kepada dampak dari adanya eksternalitas negatif yang secara tidak langsung mengurangi kesejahteraan beberapa pelaku ekonomi lainnya. Namun, salah satu ekonomi publik, David Hyman dalam bukunya yang berjudul Public Finance: A Contemporary Application of Theory to Policy pada tahun 1983 telah mengemukakan sebuah model yang penulis sebut sebagai ‘kompensasi’ atas eksternalitas yang ditimbulkan oleh pemerintah maupun sektor swasta. Semuanya tertuang di dalam transaction cost: Marginal Social Cost = Marginal Cost + Marginal Externalities Cost

Hal yang menjadi fokus utama penulis disini adalah mengenai Marginal Externalities Cost (MEC) yang muncul dalam biaya transaksi tersebut. Secara sederhana, MEC adalah kompensasi yang diberikan kepada kelompok atau pelaku ekonomi yang terkenda dampak dari eksternalitas negatif. Jadi, dalam sebuah kegiatan produksi, supplier hendaknya tidak hanya melihat seberapa Marginal Cost (MC) yang digunakan untuk melaksanakan kegiatan produksinya, tetapi juga harus memikirkan berapa biaya yang harus dibayarkan akan dampak dari kegiatan produksinya. Kata ‘melaksanakan’ dan kata ‘dampak’ harus digarisbawahi karena memiliki pengertian yang sangat berbeda. Untuk sektor swasta, MEC dirumuskan oleh ekonom Arthur Pigou, yang kemudian menamakan modelnya dengan sebutan Pigouvian Tax, dimana kompensasi yang diberikan oleh suatu perusahaan swasta atas timbulnya eksternalitas diberikan dalam bentuk pajak. Indonesia memberlakukan pigouvian tax ini dengan sebutan ‘pajak korektif’, yang sifatnya digunakan sebagai regulator untuk mengurangi supply dan output barang yang menciptakan eksternalitas. Selain itu, pajak korektif ini juga dapat digunakan sebagai kompensasi kepada pelaku ekonomi yang terkenda dampak negatif dari eksternalitas. Begitupun dengan kebijakan publik yang dikeluarkan oleh pemerintah, seharusnya, ada bentuk kompensasi khusus yang diberikan oleh pemerintah kepada masyarakat yang terkena dampak dari eksternalitas. Dapat berupa cash transfer atau in-kind transfer sebagai pemenuhan MEC dalam kegiatan produksinya.

Ekonomi dan Politik, Semua Berangkat dari Moral

Terkait dengan berbagai permasalahan diatas, semuanya dapat

EDENTS

Volume 2 Edisi XXIX Tahun 2018

Selanjutnya, untuk permasalahan eksternalitas yang kerap timbul dari adanya eksternalitas kebijakan publik yang dilaksanakan oleh pemerintah. Ada beberapa statement yang beredar di masyarakat bahwa ‘Setiap kebijakan publik pasti mengorbankan moral dan masyrakat’. Untuk statement ini, penulis tidak setuju. Ketidaksetujuan penulis dilandaskan kepada apa yang menjadi hakikat dari adanya ilmu ekonomi itu sendiri. Pertama, untuk statement mengorbankan masyarakat, pada hakikatnya di dalam ilmu ekonomi tidak hanya berbicara menganani output (hasil), tetapi berbicara mengenai outcome (dampak). Dalam proses kebijakan publik, tentu akan terjadi yang namanya tradeoff, pertukaran yang tidak dapat dipisahkan. Selalu ada dua sisi better-off dan worst-off, ada yang diuntungkan dan ada yang dikorbankan. Kebijakan publik berujung kepada apa yang disebut greater goods, dampak-dampak yang lebih menguntungkan di masa mendatang dari apa yang dikorbankan di masa sekarang. Kedua, mengenai kebijakan publik yang selalu mengorbankan moraliltas individu. Ketidaksetujuan penulis sudah digambarkan dengan betapa banyaknya landasan-landasan dan model berpikir dari para ekonom terdahulu yang sudah disampaikan di dalam tulisan ini. David Hyman dengan struktur Marginal Externalities Cost-nya, Arthur Pigou dengan Pigouvian Tax dan pajak korektifnya, semuanya adalah kompensasi yang diberikan kepada pihak yang menjadi worst-off, yakni pihak yang dikorbankan. Mereka paham bahwa seberapa bagus alasan mengenai greater goods yang dijanjikan atas adanya kebijakan publik, pihak yang dikorbankan juga berhak mendapatkan kompensasi atas apa yang mereka korbankan di masa sekarang. Semua model dan teori kompensasi tersebut, muncul darimana, kalau bukan dari moralitas yang mereka kedepankan sebagai seorang ekonom? Sebagai penutup, ilmu ekonomi adalah ilmu yang sangat lengkap. Para ekonom terdahulu telah membuktikan moralitas mereka sebagai seorang ekonom melalui model dan teori yang diciptakan. Mereka berharap, agar manusia di masa mendatang, dapat menggunakannya sebagai landasan dalam melaksanakan keputusan-keputusan ekonomi yang berlandaskan moral. Tinggal kita, sebagai ‘manusia yang hidup di masa mendatang’ ini, mau mengaplikasikannya atau tidak? (fn)

Dok. Edents

Selain kedua upaya diatas, juga terdapat upaya penanggulangan eksternalitas yang sifatnya lebih kepada arah politis, yakni Teorema Coase. Ronald Coase (1991), mengatakan bahwa permasalahan mengenai eksternalitas juga dapat melalui negosiasi dan kesepakatan diantara kedua belah pihak yang bersangkutan. Coase berpendapat bahwa eksternalitas dapat diselesaikan dengan cara penekanan mengenai hak kepemilikian (property right) dan kesepakatan diantara kedua pihak yang sifatnya lebih politis.

diatasi dengan moral. Contohnya, mengenai elit politik dengan sifat homo economicus-nya dapat diselesaikan apabila ia memiliki moral untuk membedakan mana yang benar dan mana yang salah, tentang mana yang harus didahulukan dan ditinggalkan. Keputusan-keputusan kolektif yang dibuat oleh para elit politik selalu berhubungan dengan dua hal, memaksimalkan utilitas pribadi (self choice) atau ulilitas masyarakat (public choice). Apabila para elit politik dapat mengedepankan moralitasnya, maka kedua pilihan tersebut seharusnya tidak menjadi permasalahan karena memiliki skala prioritas yang jelas. Belum lagi dengan upaya melaksanakan good governance yang telah digemborgemborkan melalui beberapa undang-undang, tidak lain untuk menampar para elit politik agar mengingat apa tujuan sesungguhnya menjadi seorang pemerintah.

*Penulis adalah Pemimpin Redaksi LPM Edents tahun 2017/2018

39

Kunjungi! www.lpmedents.com

eksternalitas apabila dalam suatu kebijakan publik memberikan dampak kerugian atau keuntungan kepada masyarakat lain yang tidak terduga dan tidak termasuk ke dalam struktur biaya (marginal cost of production).


OPINI MAHASISWA

HAI EKONOM! APAKAH POLITIK INDONESIA BERADA PADA KONDISI EKUILIBRIUM? Oleh: Syahid Izzulhaq*)

Rasionalitas dan Informasi Rasionalitas merupakan asumsi dan unsur yang sangat penting dalam ilmu ekonomi. Adam Smith, dalam Wealth of Nation, memang tidak secara eksplisit mengungkapkan peran rasionalitas dalam kegiatan ekonomi, namun secara implisit Adam Smith mengungkapkan bahwa tindakan rasional menjadi dasar keterlibatan individu-individu dalam kegiatan ekonomi. Lebih lanjut, John Stuart Mill, yang dianggap sebagai tokoh cemerlang penutup aliran klasik, secara eksplisit menerangkan dan menggunakan metode tindakan rasional dalam ekonomi, yang pada zamannya disebut sebagai ekonomi politik.

Dalam ilmu ekonomi, terdapat empat prinsip yang mendasari bagaimana individu menentukan pilihan, yaitu (1) People Face Tradeoffs; (2) The Cost of Something Is What You Give up To Get It; (3) Rational People Think at the Margin; dan (4) People Respond to Incentive. “People Face Tradeoffs” merupakan prinsip pertama dan paling dasar dalam ekonomi – dapat ditemui dalam berbagai literatur dasar ilmu ekonomi. Individu seringkali dihadapkan dengan berbagai pilihan dan harus mengorbankan beberapa pilihan untuk memilih salah satu dari berbagai pilihan tersebut. Sebagai contoh, Suatu individu dihadapkan dengan dua penawaran pekerjaan dengan hari dan jam kerja yang sama (contoh: dari hari Senin sampai Jumat dengan jam kerja yang dimulai dari jam depalan pagi sampai jam empat sore), maka individu tersebut harus memilih salah satu diantaranya dan mengorbankan pilih yang lain. Selanjutnya, “The Cost of Something Is What You Give up To Get It” menjadi prinsip kedua dalam ilmu ekonomi. Karena individu seringkali dihadapkan dengan tradeoffs, maka untuk memilih salah satu diantara berbagai pilihan, individu tersebut akan memilih didasari oleh pertimbangan cost and benefit dari pilihan tersebut – maka kuncinya berada pada opportunity cost dari pilihan. Akan tetapi untuk dapat menimbang berbagai pilihan, individu tersebut harus mempunyai informasi sebagai dasar kalkulasi benefit dan cost serta opportunity cost. Berikutnya, “Rational People Think at the Margin”, artinya individu yang rasional akan melihat selisih pertambahan atau margin, salah satunya, manfaat dan biaya atas pilihannya. Sebagai contoh, ketika seseorang telah lulus dari Sekolah Menengah Atas (SMA), ia dihadapkan dengan pilihan antara melanjutkan jenjang pendidikan atau bekerja. Untuk menentukan pilihan, ia harus memperhitungkan pertambahan manfaat (marginal benefit) dan pertambahan biaya (marginal cost) dari pilihan yang dihadapinya. Ketika ia memilih untuk melanjutkan jenjang pendidikan, maka ia mendapatkan pertambahan manfaat seperti ekspektasi upah yang lebih besar dimasa yang akan datang serta kesenangan dalam mempelajari suatu ilmu, namun ia juga mendapatkan pertambahan biaya seperti biaya perkuliahan dan biaya dari kesempatan mendapatkan upah ketika ia memilih untuk langsung bekerja. Secara teoritis ketika marginal benefit sama dengan marginal cost, maka pada titik itulah terjadi maksimisasi net benefit. Dan yang terakhir adalah “People Respond to Incentive”, karena individu mendasari pilihannya atas manfaat dan biaya, ketika kedua hal tersebut berubah maka pilihannya pun akan berubah. Dan perubahan tersebut adalah bentuk respon individu terhadap insentif. Ketika individu dihadapkan dengan suatu pilihan, untuk menentukan pilihannya ia harus memiliki informasi yang cukup serta

EDENTS

Volume 2 Edisi XXIX Tahun 2018

kemampuan kognitif yang memadai untuk mengolah informasi tersebut menjadi suatu pilihan yang rasional. Dalam teori pasar, kondisi ketersediaan informasi yang sempurna serta kemampuan kognitif individu yang baik akan melandasi terjadinya pasar persaingan sempurna – di mana pasar berjalan secara efisien untuk mengalokasikan sumber daya yang terbatas dan mempertemukan kepentingan individu dalam pasar. Itu artinya, rasionalitas dan ketersediaan informasi memiliki hubungan yang sangat erat serta memiliki posisi penting yang mendasari pilihan individu untuk terciptanya efisiensi. Sejak tahun 1970-an sampai hampir seperempat abad beikutnya, pemikiran ekonomi didominasi oleh aliran ekspektasi rasional (rational expectation) di mana aliran ini menggambarkan individu sebagai makhluk rasional yang mengambil pilihan-pilihan secara konsisten serta menggambarkan individu sebagai makhluk yang mampu menyerap dan mengolah informasi serta pengetahun yang relevan (un-bounded rationality). Aliran ekspektasi rasional mengasumsikan pula bahwa informasi berada pada posisi simetris (informasi yang didapatkan oleh seluruh pelaku ekonomi secara penuh dan merata antar pelaku ekonomi). Lebih lanjut, aliran ekspektasi rasional pun menggambarkan suatu perekonomian sebagai mekanisme yang rasional – mekanisme yang menyatakan bahwa harga dapat mencerminkan segala sesuatu yang terjadi pada hari ini serta mencerminkan sederet ekspektasi konsisten tentang kondisi harga di masa depan.

Akan tetapi yang perlu dipahami adalah rasionalitas bukanlah suatu tujuan, melainkan sebagai sarana untuk mencapai suatu tujuan. Hal tersebut dinyatakan dalam Bruno S. Frey (1992), sebagai berikut, “Rational behavior is not a goal but a means to reach goals”. Lebih lanjut, kembali mengutip dari Bruno S. Frey (1992), menurut Hirshliefer (1985), individu yang rasional tidak akan membuat kesalahan-kesalahan logika serta perilakunya akan selalu konsisten – yang dimaksud adalah un-bounded rationality. Namun dalam perkembangannnya konsep rasionalitas mengalami perdebatan dan perkembangan. Aliran New Institutional Economics (NIE), yang dikembangakan pertama kali oleh Oliver Williamson pada tahun 1975, tidak menggunakan konsep unbounded rationality sebagai dasar pemikiran. Aliran ini menggunakan konsep bounded rationality, yang pertama kali dikemukakan oleh Herbert Simon, yang nantinya menjadi dasar teori transaction cost. Munculnya gagasan bounded rationality pun menjadi salah satu pertentangan terkait, salah satunya, teori pilihan rasional sekaligus menentang pemikiran aliran ekspektasi rasional. Memaknai arti bounded rationality, maka yang dimaksud dengan bounded rationality, yang merupakan kebalikan dari un-bounded rationality, adalah bagaimana individu bertindak didasari oleh kemampuan kognitif yang terbatas, mengakibatkan terciptanya potensi bahwa individu dapat melakukan kesalahankesalahan logika dan in-konsistensi dalam perilakunya. Karena faktanya, individu tidak memiliki kapasitas komputasional yang mampu untuk menentukan pilihan secara optimal, walaupun ia memiliki informasi mengenai hal tersebut. Dengan munculnya gagasan bahwa individu bukanlah makhluk yang rasional secara penuh, hal tersebut dapat menggugurkan pendapat aliran ekspektasi rasional yang menganggap ekonomi sebagai mekanisme yang rasional – mekanisme yang menyatakan bahwa harga hari ini dapat mencerminkan segala sesuatu yang terjadi pada hari ini serta mencerminkan sederet ekspektasi konsisten tentang kondisi harga di masa depan. Meskipun dengan kondisi keterse-

40


OPINI MAHASISWA diaan informasi secara simetris, pendapat mengenai ekonomi sebagai mekanisme yang rasional pun akan terpatahkan. Akan tetapi, pada kenyataannya informasi berada pada kondisi yang asimetris (informasi yang didapatkan oleh pelaku dalam perekonomian tidak secara penuh dan merata antar pelaku ekonomi). Hal tersebut semakin memperkuat gugurnya pendapat sekaligus pemikiran aliran ekspektasi rasional. Lebih lanjut, Joseph E. Stiglitz yang merupakan salah satu ekonom terbaik Amerika saat ini yang telah mengabdikan dirinya dalam berbagai riset terkait informasi asimetris selama puluhan tahun dan mengantarannya meraih penghargaan Nobel bidang ilmu ekonomi pada tahun 2001. Dalam buku berjudul The Roaring Nineties, Stiglitz menjelaskan secara sederhana apa yang menyebabkan terjadi asimteris informasi dan dampaknya terhadap perekonomian, khususnya di Amerika pada era 90-an ketika ia menjabat sebagai Dewan Penasehat Ekonomi pemerintahan Bill Clinton. Ia menjelaskan bahwa munculnya informasi asmiteris disebabkan oleh konflik kepentingan atau dengan kata lain, individu tidak menjalankan kegiatannya sesuai dengan kepentingannya. Sebagai contoh, seorang akuntan publik berkepentingan untuk memeriksa laporan keuangan perusahaan dan menerbitkan opini yang sesuai dengan hasil pemeriksaan, akan tetapi mereka justru menerbitkan opini yang baik namun palsu dan menyesatkan. Yang menjadi pertanyaan berikutnya adalah mengapa para akuntan publik tidak menjalankan tugasnya sesuai dengan kepentingannya? Stiglitz menerangkan bahwa hal tersebut dapat terjadi karena adanya insentif untuk melakukan hal seperti itu, seorang akuntan publik akan mendapatkan insentif lebih banyak ketika ia menerbitkan opini yang baik tentang perusahaan yang ia periksa, meskipun palsu dan menyesatkan. Lebih lanjut, Stiglitz menjelaskan pula bahwa dengan informasi yang menyesatkan akan menimbulkan tindakan yang salah. Maka dengan tindakan yang salah, ekonomi tidak menggambarkan mekanisme yang rasional. Kemudian Stiglitz juga menjelaskan bahwa terjadinya gelembung perekonomian tahun 90-an dan peluruhan besar tahun 2001 salah satunya disebabkan oleh informasi yang menyesatkan yang berimplikasi pada banyak hal. The Power of the Market: The Role of Price

Tajuk bagian ini dikutip dari karya ekonom terkemuka, Milton Friedman dan Rose Friedman, yang berjudul Free to Choose: A Personal Statement. Pada bagian kedua dalam bukunya tersebut, mereka menjelaskan secara sederhana kekuatan dari pasar dan apa saja peran harga dalam mekanisme pasar. Apakah kita pernah memertanyakan bagaimana alat tulis yang kita gunakan sehari-hari dapat diproduksi? Bahkan kita mungkin tidak pernah tau siapa yang memproduksinya dan bagaimana alat tulis itu bisa selalu ada di toko-toko swalayan atau sejenisnya. Milton dan Rose Friedman menjelaskan bahwa itulah kekuatan dari pasar, konsumen tidak perlu menginstruksikan seseorang atau suatu kelompok satu per satu untuk memproduksinya karena pasar dapat mengorganisasikan para produsen, secara sistematis dalam setiap rantai produksi, untuk menyediakan barang atau jasa yang dibutuhkan oleh konsumen, tanpa instruksi. Dalam kaitannya dengan pasar, Adam Smith menjelaskan dalam teori pasar persaingan sempurna, bahwa pasar akan bekerja secara efisien atau secara ideal ketika pasar memenuhi kondisi, salah satunya, di mana informasi tersedia secara sempurna atau simetris. Tingkat harga dan kuantitas ekuilibrium akan mencerminkan interaksi efisien antara permintaan dan penawarannya.

Lalu, dari tingkat harga yang telah terbentuk memiliki peran yang penting dalam dinamika pasar. Milton dan Rose Friedman menjelaskan bahwa harga memiliki tiga peran yaitu transmission of information; incentives; dan distribution of income. Tingkat dan perubahan dari harga akan mentransmisikan informasi yang terjadi dalam pasar kepada individu-individu yang memang membutuhkan informasi tersebut. Lalu, berdasarkan informasi

EDENTS

Volume 2 Edisi XXIX Tahun 2018

tersebut, pada penerima informasi akan bereaksi sesuai insentifnya. Selain itu, harga juga berperan sebagai distibusi pendapatan (contoh: pendapatan produsen yang dihasilkan dari margin penjualan dan biaya).

Maka dari itu, pada kondisi pasar yang ideal dan efisien (pasar persaingan sempurna), tingkat ekulibrium harga dan kuantitas dibentuk oleh informasi yang simetris – dengan kata lain, informasi yang fair. Selanjutnya, dari tingkat harga terbentuk akan mentransmisikan informasi yang mendasari insentif individu untuk melakukan sesuatu dan menjadi salah satu deteminasi distribusi pendapatan setiap pelaku pasar. Apa yang Terjadi Ketika Pasar Gagal?

Seperti yang dijelaskan pada bagian sebelumnya, pasar memiliki kekuatan yang besar. Dari kekuatan yang besar tersebut mencerminkan bahwa pasar dapat menghasilkan dampak yang besar pula. Ketika pasar bekerja secara ideal, maka peran harga sebagai transimisi informasi, insentif, dan distribusi pendapatan akan berjalan dengan ideal pula. Namun apa yang terjadi ketika pasar berada pada kondisi sebaliknya, pasar tidak bekerja secara ideal dan efisien. Maka peran harga pun, mungkin, tidak akan berjalan secara ideal. Pada perkembangannya, teori terkait pasar pun mengalami perkembangan pula. Secara umum, pasar dibagi menjadi dua klasifikasi yang itu pasar persaingan sempurna dan pasar persaingan tidak sempurna. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya pasar persaingan sempurna merupakan pasar yang ideal. Sedangkan pasar persaingan tidak sempurna merupakan pasar yang berada pada kondisi yang sebaliknya dari pasar persaingan sempurna. Pasar persaingan tidak sempurna pun memiliki beberapa jenis diantaranya adalah monopoli, oligopoli, dan monopolistic.

Secara umum pasar persaingan tidak sempurna didasari oleh kondisi di mana, salah satunya, informasi asimetris – Stiglitz menjelaskannya dengan contoh kasus Markets of Lemon. Maka dari itu, tingkat ekuilibrium harga dan kuantitas tidak didasari oleh informasi yang simetris – dengan kata lain un-fair information. Ketika pasar berada pada kondisi yang tidak ideal, maka sangat berpotensi terjadi kesalahan terkait peran harga dalam pasar – peran harga sebagai transmisi informasi dapat mengadung informasi yang salah; mengakibatkan respon pelaku pasar yang menyimpang akibat insentif yang menyimpang; serta distorsi dalam distribusi pendapatan. Tidak hanya hal tersebut, kadang pasar pun tidak berada pada kondisi ekuilibrium. Hal tersebut dapat disebabkan oleh intervensi variabel eksogen seperti intervensi pemerintah dalam kebijakan floor price dan ceiling price. Akibatnya pasar berada pada kondisi in-ekuilibrium – terjadinya excess dan shortage supply/demand – dan dapat mendistorsi peran harga. Lalu, Apa Kaitannya Semua Ini Dengan Politik?

Pada bagian sebelumnya kita telah membahas panjang lebar mengenai Rasionalitas dan Informasi; The Power of the Market; dan Apa yang Terjadi Ketika Pasar Gagal? Bagian tersebut merupakan konstruksi dasar berpikir atau menjadi lensa penulis dalam melihat fonomena politik – yang Saya lebih suka menyebutnya sebagai fenomena in-ekuilibrium politik. Mari kita mulai dengan membayangkan gagasan politik merupakan komoditas dalam pasar politik di mana terdapat penawaran dan permintaan (seperti pasar dalam ekonomi). Politikus sebagai pelaku utama dalam sisi penawaran yang menawarkan gagasan politik dan pemilih (voters) sebagai pelaku pada sisi permintaan. Lalu, bayangkan terdapat grafik (Grafik 1) di mana sumbu vertical adalah persentase keterwakilan terhadap gagasan politik – di mana semakin menjauh dari titik origin maka semakin kecil persentase

41


OPINI MAHASISWA wakilan. Seperti yang sudah dijelaskan pada bagian sebelumnya bahwa harga memiliki tiga peran yaitu transmisi informasi, insentif, dan distribusi pendapatan, maka ketika pasar politik yang dimanipulasi dengan informasi asimetris, pasar akan mentransmisikan informasi yang salah, lalu menciptakan insentif dan respon yang salah pula, dan mungkin akan menyebabkan distribusi pengaruh politik yang tidak ideal antar voters. Kita dapat menggunakan pendekatan teori Say’s Law of Market – di mana teori tersebut mengatakan, “supply will create its own demand” – untuk menguatkan pernyataan tersebut. Ketika penawaran didasari oleh informasi yang menyimpang, maka akan menciptakan permintaan yang menyimpang pula – dan, sekali lagi, hal tersebut sangat rasional.

Grafik 1

tingkat keterwakilan – dan sumbu horizontal merupakan jumlah pemilih – di mana semakin menjauh dari titik origin maka semakin banyak pemilih. Selanjutnya, mari kita konstruksikan kurva penawaran dan permintaan terhadap gagasan politik. Pertama-tama kita asumsikan bahwa self-interested menjadi dasar perilaku pelaku dalam pasar politik. Dalam kurva penawaran barang dan/atau jasa, slope atau kemiringan kurva bersifat positif atau semakin tinggi tingkat harga maka akan semakin banyak kuantitas yang ditawarkan. Maka dalam kurva penawaran gagasan politik, semakin kecil tingkat keterwakilan gagasan politik, para politikus mengharapkan pemilih yang banyak – hal tersebut didasari oleh asumsi ketika gagasan politik hanya mewakili kelompok berkepentingan dengan jumlah pemilih yang banyak maka benefit yang didapatkan oleh politikus akan semakin besar. Selanjutnya pada sisi permintaan, dalam pasar barang dan/atau jasa, kurva permintaan memiliki slope atau kemiringan kurva negatif atau semakin rendah tingkat harga maka semakin banyak permintaan terhadap barang dan/atau jasa tersebut. Maka dalam kurva permintaan gagasan politik, semakin besar tingkat keterwakilan suatu gagasan politik maka semakin banyak pemilih – hal tersebut didasari ketika gagasan tersebut memiliki keterwakilan yang besar maka benefit yang didapatkan oleh pemilih akan besar pula.

EDENTS

Volume 2 Edisi XXIX Tahun 2018

Selain itu, imajinasi kita tentang pasar politik memungkinkan kita untuk melihat fenomena lainnya seperti golongan putih (golput). Ketika pasar politik berada pada kondisi in-ekuilibrium dengan titik persentase keterwakilan berada diatas titik ekuilibirum maka akan terjadi kelebihan penawaran – dalam ekonomi disebut excess supply. Maka jumlah kuantitas jumlah pemilih dalam permintaan akan lebih besar dibandingkan kuantitas pemilih yang dibutuhkan dalam penawaran – selisihnya dapat mencerminkan seberapa banyak pemilih yang memilih untuk tidak memilih. Kesimpulan

Pada bagian-bagian sebelumnya kita telah mencoba meng-konstruksikan cara berpikir menggunakan pendekatan ekonomi dan menuangkannya untuk melihat fenomena politik. Namun, tidak ada, sedikit pun, bagian yang membahas terkait fenomena kegagalan politik di Indonesia secara khusus. Akan tetapi, disitulah terletak kesimpulan dari maksud tulisan ini. Pembaca dapat menyimpulkan apapun, berdasarkan apa yang kalian lihat dan apa yang kalian rasakan, terkait masalah atau fenomena perpolitikan Indonesia. Tak hanya itu, pembaca dapat menginterpretasikan atau bahkan meng-konstruksi ulang cara berpikir yang ada dalam tulisan ini. Karena dengan itu proses berpikir akan terus terpelihara. (fn)

Dok. pribadi

Setelah kita membayangkan bahwa terdapat pasar politik dengan gagasan politik sebagai komoditasnya, maka selanjutnya yang akan kita bayangkan adalah apa yang terjadi ketika pasar politik gagal dan apa yang menyebabkannya. Dalam ekonomi, salah satu penyebab gagalnya pasar adalah kondisi di mana informasi bersifat asimetris maka kita konstruksikan bahwa dalam pasar politik informasi asimetris dapat menyebabkan kegagalan dalam pasar politik – dan hal tersebut sangat rasional. Kegagalan pasar politik dapat dianalogikan sama seperti kegagalan pasar dalam teori ekonomi – salah satu bentuk kegagalan pasar dalam ekonomi adalah monopoli di mana hanya terdapat satu produsen namun terdapat banyak konsumen, produsen dapat melakukan strategi diskriminasi harga untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya. Ketika pasar politik dimanipulasi menggunakan informasi yang asimetris atau, secara ekstrem, hoax, maka tingkat permintaan dalam pasar politik tidak akan mencerminkan tingkat permintaan yang seharusnya dan selanjutnya akan mempengaruhi persentase tingkat keter-

Kegagalan pasar politik juga dapat dijelaskan melalui pendekatan rasionalitas pemilih. Pada bagian pertama kita telah membahas bahwa manusia memiliki keterbatasan rasionalitas (bounded rationality) yang disebabkan oleh kemampuannya yang terbatas dalam menyerap dan mengelola informasi. Ketika pemilih dihadapkan dengan banyak penawaran dalam tempo yang relatif sebentar, maka pemilih diharuskan dapat menyerap informasi dan mengelolanya dalam waktu yang singkat sedangkan pemilih memiliki keterbatas terhadap keduanya. Hal tersebut dapat menyebabkan pilihan mereka tidak mencerminkan pilihan yang rasional, maka pasar akan gagal. Selain itu, kegiatan-kegiatan politik uang dapat menjadi katalisator pilihan irrasional yang menyebabkan pasar akan kembali gagal.

*Penulis adalah mahasiswa tingkat akhir Departemen IESP FEB Undip

42


Resensi

Garis Batas: Perjalanan Menguak Kehidupan Manusia dalam Kotak-Kotak Garis Batas Perjalanan Seorang Backpacker Agustinus Wibowo seorang backpacker yang memulai perjalanannya ke negara-negara Asia Tengah. Perjalanannya di mulai dari perbatasan Afghanistan ke Tajikistan melewati Sungai Amu Darya dengan menunggangi keledai dan melewati barisan pegunungan. Petualangan Agustinus melewati garis batas dimulai. Melihat setiap jengkalnya kehidupan yang berada di balik barisan pegunungan yang membatasi Afghasnistan dan Tajikistan. Menyeberangi setiap garis batas dengan setiap kendala yang menimpa dirinya. Tidak hanya dompet yang terkuras akibat dari pemerasan yang dilakukan oleh oknum imigrasi di sana tetapi akalnya juga dikuras untuk menghindari oknum tersebut dan preman-preman yang memalak dolar yang dimilikinya. Menguak misteri tentang manusia yang terpisah dalam kotak-kotak garis batas. Perjalanan panjang dan berkesan ini dia abadikan dalam sebuah novel berjudul Garis Batas. Alur Cerita dan Penokohan Tajikistan negara pecahan Uni Soviet, suatu keindahan bentang alam yang dikelilingi oleh barisan pegunungan. Dibalik itu semua tersimpan hal-hal yang mengejutkan Agustinus. Perjalanan awal Agustinus memasuki negara ini telah mendapatkan kendala dalam pengajuan visa, bahkan yang lebih mengejutkannya ia harus menyelipkan beberapa dolar untuk biaya petugasnya. Korupsi memang tidak asing di negara ini, selalu saja petugas perbatasan kota meminta lembaran Somoni (mata uang Tajikistan) sehingga Agustinus harus menyelipkan beberapa lembar Somoni di paspor. Hanya untuk mendapatkan stempel visa dia harus membayar mahal visanya bahkan jauh lebih mahal dibandingkan dengan visa Amerika. Selama perjalanannya di Tajikistan, Agustinus selalu disambut dengan ramah oleh setiap orang yang dia jumpai. Penduduk disana yang menganut kepercayaan Ismaili percaya bahwa menolong musafir (orang yang melakukan suatu perjalanan ziarah) wajib hukumnya.

Beberapa negara di Asia Tengah yang disinggahi Agustinus selain Tajikistan yaitu Kirgizstan, Kazakhstan, Uzbekistan, dan Turkmenistan. Di Kirgizstan, kota tua bernama KarakĂśl yang menjadi persinggahan Agustinus selanjutnya setelah Kota Osh. Dari Kota Osh Agustinus melanjutkan perjalanan ke Kota Toktogul. Ada hal menarik yang Agustinus temukan di kota ini yaitu keberadaan kaum Dungan, orang dengan etnis cina yang memeluk kepercayaannya sebagai muslim. Melihat kaum Dungan mengingatkan Agustinus akan kenangan masa lalunya akan nasib etnis Cina pada masa pemerintahan rezim Soeharto. Sekarang ia telah berdamai dengan masa lalu yang ia alami. Setelah singgah di Kirgizstan Agustinus melanjutkan perjalanan panjangnya ke Kazakhstan, negara dengan penghasil minyak terbanyak bahkan diantara negara-negara bekas bagian adikuasa Uni Soviet seperti Tajikistan, Kirgizstan, Uzbekistan, dan Turkmenistan. Negara ini paling makmur dengan pendapatan per kapita sekitar 6.000 dolar. Akan tetapi kemiskinan masih saja menghiasi setiap sudut kotanya. Di negara Uzbekistan beberapa kaum kulit putih dan bermata biru menjadi gelandangan dan pengemis. Perjalanan terakhir Agustinus sampai pada Turkmenistan, negara dengan warganya yang sangat mencintai pemimpin mereka yang biasa disebut Turkmenbashi bernama Saparmurat Niyazov. Topik Bahasan yang Unik Agustinus dalam novelnya berjudul Garis Batas, dengan berbekal bahasa yang ia kuasai, tas punggung backpack, kamera, ponsel jadul dan beberapa dolar yang ia bawa menjelajahi negeri orang seorang diri. Mendaki gunung salju, menapaki padang rumput, menyerap kemegahan tradisi serta mengingat kembali

EDENTS

Volume 2 Edisi XXIX Tahun 2018

Judul : Garis Batas Penulis : Agustinus Wibowo Tahun Terbit : 2017 Penerbit : PT. Gramedia Pustaka Utama Sampul : Soft Cover Tebal : 510 Peresensi : Mila Sri Utami Hayati

akan kemegahan pada zaman Uni Soviet. Menjadi Backpacker merupakan suatu kegiatan bepergian dari kota ke kota maupun dari negara satu ke negara lain menggunakan ransel besar dengan membawa barang seperlunya dengan biaya yang ditekan seirit mungkin. Banyak kelebihan menjadi seorang backpacker diantaranya yaitu dapat mengenali dirinya lebih jauh serta, bersosialisasi dengan orang-orang dengan berbeda kebudayaan, melewati berbagai perbedaan dan seluk beluk kehidupan yang kontras. Dan, mengenal lebih jauh siapa dirimu sebenarnya. Dengan melakukan perjalanan panjang dan melelahkan tetapi tidak terelakkan.

Novel yang mengisahkan tentang seorang backpacker yang berkeliling dan singgah di beberapa kota bekas bagian adikuasa Uni Soviet ini dilengkapi beberapa bahasan yang unik dan menambah khazanah ilmu para pembaca mengenai kondisi di negara-negara Asia Tengah sana. Beberapa informasi seperti mata uang yang dimiliki negara tersebut, kondisi ekonomi, politik, dan keadaan geografis juga ditambah dengan perangai warga-warga lokal di negara yang di singgahi. Tidak lupa juga Agustinus menyelipkan kata-kata bahasa asing disertai cara pelafalannya yang kerap ia dengar ketika berada di negara yang ia singgahi. Beberapa catatan kecil juga dapat kita jumpai di akhir paragraf di bagian bawah halaman. Berbagai pengalaman Agustinus saat menjadi backpacker dapat menambahkan pengetahuan kita. Contohnya saja di Asia Tengah, meskipun kebanyakan dari mereka beragama muslim tetapi mereka tidak mendirikan shalat dan pada saat bulan Ramadhan tidak menjalankan puasa sehingga euforia saat merayakan Idul Fitri terasa seperti hari-hari biasa. Masih banyak lagi pengalaman Agustinus yang terangkum di dalam novel Garis Batas. Sarat akan Pengetahuan Baru Novel Garis Batas sangat menarik karena menceritakan perjalanan panjang dan tidak terlupakan yang Agustinus alami dilengkapi dengan hasil jepretan kamera setiap kota yang ia kunjungi. Hal ini menambah ketertarikan pembaca sehingga dapat lebih mengetahui akan gambaran negara-negara yang dikunjungi oleh Agustinus. Selain itu bagi Anda yang ingin mengetahui bagaimana kehidupan seorang backpacker serta orang-orang Asia Tengah yang hidup dalam kotak-kotak garis batas yang terpisah, novel ini dapat memberi jawabannya. Garis Batas merupakan novel yang cocok dibaca sebagai gambaran secara kompleks tentang kehidupan para orang-orang di Asia Tengah dalam menjalani hidup yang serba terstruktur dan terbagi dalam kotak-kotak. Di beberapa halaman juga menceritakan masa lalu Agustinus. Novel ini memberikan pembaca sebuah pengetahuan baru dan luas serta cocok sebagai bahan bacaan untuk mengisi waktu senggang disela-sela kesibukan Anda. (fn)

43


EDENTS

Volume 1 Edisi XXVI Tahun 2017

44


EDENTS

Volume 1 Edisi XXVI Tahun 2017

45


ISSN 0215-0255


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.