11 minute read

LAPORAN UTAMA

Menilik Problematika Kesehatan di Indonesia

Oleh : Indah, Khaira, dan Yusuf

Advertisement

Dok.GayaTempo.co

Permasalahan kesehatan di Indonesia masih menjadi hal prioritas yang perlu diperhatikan hingga sekarang. Pada awal tahun 2020 lalu, masuknya Covid-19 di Indonesia menambah permasalahan baru dalam dunia kesehatan di Indonesia. Selain itu, terdapat juga lima fokus masalah kesehatan yang dibahas dalam rapat kerja tahunan atau Rapat Kerja Kesehatan Nasional (Rakerkesnas) 2020. Dalam rapat tersebut dibahas masalah kesehatan tersebut antara lain Angka Kematian Ibu dan Angka Kematian Bayi (AKI/AKB), pengendalian Stunting, Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Germas, dan Tata Kelola Sistem Kesehatan. Kelima masalah kesehatan tersebut diarahkan pada konteks pendekatan promotif dan preventif. Meski demikian, Covid-19 masih menjadi masalah utama bagi seluruh masyarakat Indonesia. Hingga saat ini, vaksin masih diusahakan agar cepat tersebar secara merata. Pemerintah berupaya untuk segera menyelesaikan masalah ini, agar pasien positif segera berkurang bahkan akan hilang dari Indonesia. Tidak dipungkiri, masuknya Covid-19 mendorong berbagai permasalahan lain bermunculan bahkan melupakan permasalah sebelumnya.

Kondisi Kesehatan Indonesia di Tengah Pandemi

Kesehatan merupakan faktor penting untuk keberlangsungan suatu bangsa dan negara, tidak terkecuali Indonesia. Sebelum pandemi masuk ke Indonesia, keadaan kesehatan juga sudah bisa dikatakan belum terlaksana dengan maksimal, baik dari segi fasilitas maupun pelayanan yang disediakan pemerintah. Memasuki tahun 2020, Covid-19 memperparah masalah kesehatan di Indonesia. Nurhasmadiar Nandini, salah satu dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Dionegoro (Undip) menuturkan bahwa selain dampak langsung terhadap kesehatan, Covid-19 juga memberikan dampak tidak langsung, yaitu terganggunya pelayanan kesehatan esensial. “Contoh yang paling sederhana terkait Posyandu yang seharusnya untuk memantau tumbuh kembang balita, selama pandemi tidak bisa berjalan maksimal. Dan masih banyak dampak atau masalah kesehatan lainnya,” jelas Nurhasmadiar. Pada awal tahun 2021, pemerintah telah membuat aturan yang mulai melonggarkan masyarakat. Padahal nyatanya keadaan masyarakat selama pandemi masih belum terkendali secara optimal. “Pandemi Covid-19 yang belum juga terkendali, tetapi pemerintah sudah mulai melonggarkan aturan dan masyarakat semakin tidak patuh. Selain itu juga isu terkait vaksinasi Covid-19, banyaknya info hoax yang menyebar di masyarakat, terbatasnya stok vaksin, serta proses pendataan vaksin yang cukup berbelit,” ujar Nurhasmadiar. Mengupas kembali mengenai permasalahan klasik tentang kesehatan di Indonesia, sebenarnya pemerintah belum mampu mengatasinya secara cepat dan tepat. Hingga kini, masih banyak masalah kesehatan yang terjadi terus menerus setiap tahunnya. Menurut Nurhas-

madiar, beberapa masalah kesehatan di Indonesia diantaranya terkait kematian ibu dan bayi, gizi buruk, dan stunting pada balita. Kematian ibu dan bayi sudah lama menjadi masalah kesehatan, sudah banyak upaya yang dilakukan pemerintah, tetapi masih tetap terjadi setiap tahunnya. Hal ini terjadi karena penyebabnya yang sangat bervariasi, tidak hanya karena masalah medis seperti perdarahan atau penyakit infeksi, tetapi juga penyebab lainnya yang dikenal dengan 4 Terlalu (Terlalu muda, terlalu tua, terlalu dekat jarak kehamilan, terlalu banyak jumlah anak) dan 3 Terlambat (Terlambat mengambil keputusan, terlambat sampai di fasilitas kesehatan, Terlambat mendapat penanganan). Penyebab ini sebagian besar dipengaruhi dari faktor budaya, lingkungan, dukungan keluarga, dan hal tersebut sangat sulit untuk diintervensi.

Sumber Daya Kesehatan dan Permasalahannya

Di Indonesia, jumlah sumber daya kesehatan bisa dikatakan cukup banyak. Nurhasmadiar menerangkan bahwa sebenarnya sumber daya manusia (SDM) di bidang kesehatan yang dimiliki Indonesia sudah banyak dan berkualitas, serta berkompeten dan mampu bersaing dengan negara lain. Akan tetapi, yang menjadi permasalahan adalah pemerataan SDM ke seluruh daerah yang masih tidak merata. Masih ada beberapa tenaga kesehatan yang terpusat hanya di satu wilayah saja. “Masih banyak daerah tertinggal yang tidak memiliki tenaga kesehatan yang cukup jika dibandingkan dengan jumlah penduduknya, khususnya daerah selain Pulau Jawa. Perlu ada intervensi pemerintah untuk meningkatkan pemerataan tenaga kesehatan,” terangnya. Sebenarnya, meski jumlah tenaga kesehatan masih kurang memadai secara keseluruhan, tetapi dengan kualitas yang mereka miliki sebenarnya sudah mampu untuk mengurangi bahkan menyelesaikan seluruh masalah kesehatan yang ada. Akan tetapi, di Indonesia masih terhalang oleh jumlah fasilitas yang diberikan dan disediakan oleh pemerintah. Oleh karena itu, dalam pengambilan kebijakan atau aturan, seharusnya pemerintah lebih memperhatikan apa yang diperlukan dan dipersiapkan untuk menghadapi segala macam permasalahan yang ada. Kemudian, apabila merujuk pada sumber daya berupa sarana prasarana kesehatan, kondisi di Indonesia sangat bervariasi. Beberapa upaya yang dilakukan pemerintah dalam melakukan pemerataan pelayanan kesehatan menunjukkan hasil positif. Nurhasmadiar menuturkan jika terkait pelayanan kesehatan dasar seperti Puskesmas, ketersediaan dan kualitas sarana prasarananya sudah cukup baik. Hal ini dikarenakan Puskesmas harus lolos akreditasi untuk dapat bekerjasama dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). “Akreditasi Puskesmas merupakan salah satu sarana untuk memastikan bahwa Puskesmas memiliki sarana prasaran pendukung pelayanan kesehatan yang cukup dan sesuai standar,” ujar Nurhasmadiar. Dengan akreditasi tersebut, berbagai daerah dapat mengupayakan standar pelayanan yang sama kualitasnya. Namun demikian, keterbatasan SDM sekali lagi masih menjadi keluhan masyarakat di beberapa daerah.

Masalah Pelayanan hingga Keterjaminan Kesehatan

Ditemukannya masyarakat yang masih belum mendapatkan pelayanan kesehatan yang layak disebabkan oleh Universal Health Coverage belum tercapai. Jaminan kesehatan yang belum dimiliki masyarakat ini juga seringkali karena ketidaktahuan mereka sendiri bahwa mereka yang tidak mampu membayar bisa mendaftar sebagai peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) yang mana iuran BPJS dibayarkan pemerintah. Selain masalah jaminan kesehatan, terdapat pula kendala akses dan ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan. Masih banyak daerah yang susah untuk mengakses kesehatan, seperti jalan yang susah atau jauh dari Puskesmas, maupun kesehatan yang terbatas. Karena hal inilah, masih terdapat masyarakat yang belum mendapat pelayanan kesehatan yang layak.

Wilayah geografis Indonesia yang berbentuk kepulauan, masih sulitnya akses di beberapa daerah, serta tidak banyaknya SDM yang bersedia ditempatkan di daerah 3T (terdepan, terpencil, dan tertinggal) merupakan kendala utama yang menghambat upaya pemerataan layanan kesehatan. Untuk mengatasi kendala tersebut, Nurhasmadiar mengungkapkan beberapa upaya yang bisa dilakukan, yaitu dengan memberikan kesempatan bagi putra daerah untuk sekolah tinggi lalu diminta kembali mengabdi di daerah asal mereka yang didukung adanya infrastruktur yang memadai. Indonesia sendiri hingga saat ini masih memiliki berbagai permasalahan kesehatan, mulai dari tingginya Angka Kematian Ibu dan Angka Kematian Bayi (AKI/ AKB), stunting (gagal pertumbuhan), penyakit menular maupun tidak menular, hingga permasalahan kesehatan lainnya. Masalah kesehatan yang ada sangat kompleks karena terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi suatu masalah kesehatan. Tidak bisa ada jalur cepat yang dapat mengatasi masalah kesehatan secara keseluruhan. “Misalnya saja terkait kematian ibu, walaupun sudah terdapat tenaga kesehatan yang kompeten, banyak fasilitas pelayanan kesehatan berkualitas, tetapi masih ada faktor budaya dan lingkungan yang sulit diintervensi. Karena itu perlu pendekatan yang menyeluruh untuk menyelesaikan suatu masalah kesehatan, dan membutuhkan waktu,” tukas Nurhasmadiar

Problematika Jaminan Kesehatan Masyarakat Indonesia

Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) merupakan solusi untuk menjamin kesehatan bagi seluruh warga Indonesia. Namun, dalam pelaksanaannya masih terdapat

banyak kendala. Hal ini normal karena JKN di Indonesia baru berjalan sejak 2014. Bahkan hingga 2021, belum semua masyarakat ter-cover JKN atau menjadi peserta BPJS Kesehatan, sehingga masih banyak terdapat kendala misalnya terkait cakupan belum maksimal, defisit BPJS, dan lainnya. Namun, JKN juga sudah banyak memberikan manfaat bagi masyarakat yang membutuhkan. Selama pandemi, jaminan kesehatan tetap berjalan dan dapat digunakan oleh masyarakat untuk menangani pelayanan kesehatan selain Covid-19 karena pelayanan Covid-19 ditanggung oleh pendanaan lain dari pemerintah. Menurut Nurhasmadiar, tingkat keterjaminan kesehatan sangat penting bagi seluruh masyarakat Indone-

sia tanpa terkecuali. “Sesuai konsep Universal Health Coverage, seluruh masyarakat seharusnya memiliki jaminan akses ketika membutuhkan pelayanan kesehatan. Akses tidak hanya akses pembiayaan, tetapi juga akses untuk mendapatkan pelayanan yang aman dan berkualitas di fasilitas pelayanan kesehatan yang terstandar,” terang Nurhasmadiar. Melihat kebelakang, isu iuran BPJS yang mengalami kenaikan sangat meresahkan masyarakat, terutama bagi mereka yang memang bergantung pada BPJS dalam biaya kesehatan. Baik golongan satu, dua, dan tiga sama sama mengalami kenaikan hampir dua kali lipat. Meski demikian, kebijakan tersebut nyatanya sudah dipertimbangkan secara matang oleh yang berwenang, untuk segala dampaknya baik positif atau negatif. Nurhasmadiar menuturkan bahwa sisi positif yang bisa diharapkan adalah meningkatnya kualitas pelayanan kesehatan bagi peserta BPJS seiring dengan kenaikan tersebut. “Karena diharapkan kenaikan iuran akan menjadi solusi dari masalah klaim yang terlambat dibayarkan ke fasilitas pelayanan kesehatan sebagai provider akan semakin berkurang, sehingga fasilitas pelayanan kesehatan juga dapat memberikan pelayanan kesehatan dengan lebih optimal,” ujar Nurhasmadiar. Akan tetapi, kenaikan ini juga dapat membawa sisi negatif yaitu beratnya masyarakat untuk membayar yang berujung pada tidak tertibnya masayarakat dalam membayar iuran. Namun, sebenarnya masyarakat bisa mengambil solusi terkait masalah tersebut dengan mengajukan penurunan kelas layanan jika dirasa iuran tersebut memberatkan. Masyarakat yang memang tidak mampu juga bisa mendaftar sebagai peserta PBI.

Dok. Unair News

Menilik Kesehatan Indonesia dalam Perbandingan dengan Negara Lain

Ketertinggalan Indonesia dalam pelayanan kesehatan bila dibandingkan dengan negara lain seperti Singapura dan Malaysia dikarenakan masalah kesehatan di Indonesia yang sangat kompleks, memiliki pengaruh erat dengan kebudayaan dan lingkungan yang sulit diintervensi. Sebagai contoh adalah terkait kematian ibu yang mana salah satu penyebabnya adalah terlalu banyak anak. Nurhasmadiar menuturkan bahwa semakin banyak anak, semakin tinggi risiko kematian ibu. Namun, di Indonesia masih ada kepercayaan ‘banyak anak banyak rejeki’, yang mana hal ini kontradiktif dengan upaya penekanan jumlah kematian ibu dan anak.

Meskipun begitu, Indonesia sudah cukup baik dalam melakukan pelayanan kesehatan. Walaupun bukan yang terbaik, Indonesia sudah berani menyelenggarakan JKN yang dapat dikatakan cukup menantang untuk dilakukan karena jumlah penduduk Indonesia yang sangat besar. Selain itu, banyaknya rumah sakit di Indonesia yang sudah terakreditasi internasional juga menandakan kualitas fasilitas pelayanan kesehatan Indonesia sudah mulai dapat bersaing. “Jadi sebenarnya warga Indonesia yang membutuhkan pelayanan kesehatan tidak perlu lagi jauh-jauh ke Singapura, Malaysia, atau negara lainnya untuk mendapatkan pelayanan kesehatan berkualitas.” Ujar Nurhasmadiar.

Selain melakukan upaya pelayanan kesehatan dalam negeri, Indonesia juga memiliki kemungkinan bekerja sama dengan negara lain untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari kerja sama yang dijalin terkait dengan vaksinasi Covid-19. Selain itu, kerja sama juga dapat terjalin karena Indonesia yang merupakan negara tropis dan masih terdapatnya berbagai macam penyakit tropis yang tidak ditemukan di negara-negara lain, dapat menjadi tujuan bagi ilmuwan luar negeri untuk melakukan riset upaya pengobatan dan penurunan kasus penyakitpenyakit tropis.

Kemudian mengenai teknologi karya anak negeri, Nurhasmadiar berpendapat bahwa ada potensi penggunaan teknologi karya anak negeri dalam rangka memperbaiki kualitas kesehatan. Pernyataan tersebut didasari oleh terdapatnya berbagai ilmuwan yang dapat menciptakan inovasi-inovasi di bidang kesehatan di Indonesia. “Penggunaan teknologi karya anak negeri perlu adanya dukungan dari pemerintah dan juga

masyarakat agar dapat semakin berkembang, namun juga perlu memperhatikan rambu-rambu atau etik keilmuan yang berlaku,” jelas Nurhasmadiar.

Kerekatan antara Ekonomi dan Kesehatan

Secara umum, terdapat keterkaitan yang begitu erat antara ekonomi dan kesehatan, bahkan terdapat bidang ilmu Ekonomi Kesehatan. Tidak dapat dipungkiri bahwa isu kesehatan ini akan dipengaruhi oleh isu ekonomi. Misalnya terkait jaminan kesehatan, lalu penganggaran kesehatan, dan lainnya. Penganggaran untuk sektor kesehatan utamanya dipengaruhi dari keputusan pimpinan daerah. Jika kepala daerah lebih memprioritaskan pada pembangunan fisik dan infrastruktur, anggaran kesehatan utamanya hanya terbatas pada upaya perbaikan fisik atau pengadaan alat kesehatan. Walaupun sebenarnya anggaran kesehatan dapat digunakan untuk upaya-upaya preventif atau nonfisik, misalnya meningkatkan kapasitas tenaga kesehatan di daerah dengan memberikan pelatihan, atau menyusun program-program untuk merubah perilaku kesehatan masyarakat, dan lain sebagainya.

Di tengah peningkatan kasus Covid-19, kesadaran masyarakat untuk menerapkan protokol kesehatan justru menurun, hal itu karena masyarakat juga harus memenuhi kebutuhan ekonomi mereka. Menurut Nurhasmadinar hal tersebut masih dipengaruhi dari kebijakan pemerintah yang kurang tegas dan terlambat. Jika sejak awal dilakukan kebijakan karantina wilayah sesuai UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, maka penularan dapat segera diatasi dan ekonomi tidak terlalu memburuk seperti saat ini. Kebijakan karantina kesehatan jelas tertulis bahwa segala kebutuhan hidup dasar bagi orang yang berada dalam karantina menjadi tanggung jawab pemerintah pusat, karena itu jika sejak awal dilakukan karantina wilayah, maka kebutuhan hidup dasar masyarakat seharusnya ditanggung pemerintah, dan penularan penyakit dapat segera selesai dan karantina wilayah dapat dihentikan. Pada saat ini yang dilakukan pemerintah hanya pembatasan sosial, dan sebatas himbauan, tidak ada sanksi tegas bagi pelanggar, dan tidak ada jaminan juga bagi masyarakat yang mematuhi kebijakan pembatasan sosial.

Upaya dan Hambatan Peningkatan Kualitas Kesehatan di Masa Pandemi

Pandemi yang tidak kujung berakhir sebenarnya bukan hanya karena kualitas kesehatan Indonesia yang masih rendah tetapi ada banyak faktor seperti kebijakan pemerintah yang kurang tegas, rendahnya Tracing dan Tracking sehingga banyak kasus tidak terlapor, tidak tertangani dan menyebabkan meluasnya penularan. Kebijakan pemerintah yang kurang tegas juga berdampak pada menurunnya kepatuhan masyarakat untuk menjalankan protokol kesehatan, sehingga semakin memperluas penularan. Selain itu di Indonesia juga cukup terlambat upaya penanganan dan pencegahannya.

Pandemi Covid-19 secara tidak langsung dapat merepresentasikan kualitas dan pelayanan kesehatan di Indonesia. “Dibuktikan dengan terbatasnya tempat tidur di rumah sakit, terbatasnya ruang isolasi, tidak tersedianya alat-alat yang memadai”, ujar Nurhasmadinar. Beberapa bulan lalu banyak berita mengenai pasien Covid meninggal di perjalanan atau di IGD karena tidak mendapatkan ruangan di ICU atau tidak mendapatkan ventilator. Hal ini memperlihatkan masih adanya ketimpangan dan keterbatasan pelayanan kesehatan di Indonesia.

Terkait berbagai permasalahan kesehatan, diperlukan upaya peningkatan kualitas kesehatan agar lebih baik lagi. Upaya peningkatan kualiatas kesehatan dapat dibedakan menjadi preventif, promotif, kuratif, dan rehabilitatif. Dijelaskan secara singkat bahwa upaya preventif adalah upaya pencegahan, upaya promotif adalah upaya promosi, upaya kuratif adalah upaya penyembuhan, sedangkan upaya rehabilitatif adalah upaya pemulihan. Upaya preventif jauh lebih murah dibandingkan upaya kuratif dan rehabilitatif. Untuk itu, masyarakat sebaiknya lebih memahami upaya-upaya preventif yang dapat dilakukan, dan menjadikan upaya tersebut menjadi kebiasaan sehari-hari. Di masa pandemi seperti saat ini, upaya preventif seperti menjaga jarak, memakai masker, dan mencuci tangan harus benar-benar diterapkan dengan baik. Namun ada kenyataan di lapangan, terdapat beberapat faktor yang menghambat upaya peningkatan kualitas kesehatan.

Menurut Nurhasmadinar, kebijakan yang tidak tegas, terbatasnya SDM, terbatasnya fasilitas kesehatan, dan hoax kesehatan yang menyebar di masyarakat merupakan faktor penghambat upaya peningkatan kualitas kesehatan utama dimasa pandemi. Pemerintah harus lebih perhatian dan tegas terhadap isu-isu kesehatan dalam rangka peningkatan kualitas kesehatan. Pemerintah harus dapat lebih memperhatikan masukan dan saran dari para ilmuwan sehingga kebijakan-kebijakan dan keputusan-keputusan yang diambil lebih berdasarkan evidence based sehingga dapat lebih efektif dan efisien dalam menyelesaikan masalah kesehatan. (lth)

This article is from: