9 minute read
LAPORAN UTAMA
Mengupayakan Sinergitas Pemulihan Ekonomi dan Kesehatan melalui Berbagai Kebijakan
Oleh: Firi, Diah dan Yunita
Advertisement
Dok. google.com
Pandemi Covid-19 menyerang dunia pada akhir tahun 2019, sebagaimana pandemi ini menimbulkan dampak bagi semua negara tanpa terkecuali, terutama pada sektor kesehatan dan ekonomi. Semua negara berusaha semaksimal mungkin untuk menangani pandemi dengan berbagai cara, salah satunya ialah melalui kebijakan-kebijakan baru, mulai dari anjuran untuk tetap di rumah saja hingga pembatasan keluarmasuk suatu wilayah. Adanya kebijakan-kebijakan tersebut menyebabkan aktivitas masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidupnya terbatas, sehingga menimbulkan perekonomian turun. Kebijakan mulai dilonggarkan untuk meningkatkan perekonomian, namun siapa sangka, hal ini justru menyebabkan kasus positif Covid-19 meningkat sehingga menimbulkan dilema bagi pemerintah dan masyarakat. Di sisi lain, angka kasus positif Covid-19 yang semakin meningkat mendorong ahli kedokteran untuk menciptakan vaksin. Dengan waktu yang relatif singkat, vaksin telah tercipta dan siap untuk didistribusikan ke seluruh negara yang terdampak, termasuk Indonesia. Kebijakan vaksinasi telah dilaksanakan sejak akhir Januari, lantas apakah perekonomian Indonesia akan pulih dalam waktu dekat?
Proyeksi Perekonomian Indonesia di Tahun 2021
Adanya kebijakan vaksinasi yang sedang berjalan ini, diharapkan dapat memulihkan kepercayaan publik terhadap pemerintah akan penanganan pandemi Covid-19, dan pasar juga memberikan dampak positif. Hal tersebut seakan memberikan harapan terkait pemulihan ekonomi dalam waktu dekat. Akan tetapi, menyimpulkan bahwa perekonomian akan pulih dalam waktu dekat terlalu cepat untuk disimpulkan. Menurut Hastarini Dwi Atmanti, selaku dosen Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB) Universitas Diponegoro (Undip), “Pada tahun 2021, perekonomian Indonesia belum sepenuhnya pulih. Dampak pandemi yang melemahkan semua aktivitas kegiatan perekonomian tidak serta merta selesai dalam satu tahun. Pekerjaan rumah yang harus diselesaikan masih banyak, seperti mengatasi pengangguran akibat adanya gelombang PHK, memulihkan sektor pariwisata di Indonesia, dan lain-lain.” Abdul Manap Pulungan, selaku ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) juga menuturkan hal yang sama. Menurutnya, jika kesehatan tidak pulih, maka ekonomi juga akan sulit untuk bergerak. Hal ini karena kesehatan akan terkait dengan masyarakat sebagai pelaku ekonomi yang menjadi penentu ekonomi berjalan dengan baik. “Sebagaimana diketahui kalau Indonesia struktur ekonominya ditopang oleh konsumsi rumah tangga. Nah, kalau konsumsi rumah tangga itu menurun karena tidak ada aktivitas ekonomi dan penurunan aktivitas bisnis, tentu pemulihan ekonomi kita akan melambat dan akan agak
sulit untuk kembali pulih ke kondisi sebelumnya krisis,” ujar Abdul Sementara itu, dilansir dari nasional.kontan.co.id, Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) memproyeksikan ekonomi Indonesia akan tumbuh seberar 4,9% di tahun 2021 ini, dan naik menjadi 5,4% pada tahun 2022. Menteri keuangan, Sri Mulyani Indrawati, memproyeksikan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I-2021 masih berada dalam zona negatif dengan kinerja perekonomian yang mengalami kontraksi pada kisaran minus 1% hingga minus 0,1%.
Keterkaitan Ekonomi dan Kesehatan
Seperti yang disampaikan sebelumnya, bahwa pandemi Covid-19 menimbulkan dampak bagi sektor kesehatan dan sektor ekonomi. Hal tersebut merupakan hal yang saling berkaitan. Hastarini menuturkan bahwa peningkatan kesehatan berbanding lurus dengan meningkatnya sektor ekonomi. “Jika kesehatan baik, maka produktivitas tenaga kerja akan meningkat sehingga mampu meningkatkan nilai tambah pada output nasional. Demikian juga sebaliknya, jika pembangunan ekonomi meningkat, daya beli masyarakat membaik, termasuk daya beli untuk kesehatan dan pemenuhan gizi yang seimbang akan meningkat, maka status kesehatan akan membaik dan pada akhirnya akan meningkatkan produktivitas nasional,” jelasnya. Kesehatan dan ekonomi merupakan hal yang berkaitan, sehingga tidak dapat diambil kesimpulan manakah krisis yang paling parah. Kesehatan yang belum teratasi sepenuhnya berdampak pada ekonomi, yang mana kesehatan akan bersangkutan dengan kinerja pelaku ekonomi. Krisis kesehatan berdampak pada ekonomi, namun tidak sebaliknya dengan krisis ekonomi. Krisis ekonomi hanya berdampak pada ekonomi. Melihat keterkaitan antara ekonomi dan kesehatan, untuk saat ini prioritas dalam penanganan pandemi ini yaitu sektor kesehatan. Menurut Hastarini, “Pemulihan kesehatan didahulukan untuk menopang pemulihan ekonomi. Oleh karena itu vaksinasi yang dilakukan bertahap kepada seluruh penduduk Indonesia, diharapkan mampu meningkatkan kesehatan penduduk sehingga produktivitas meningkat. Jika pemulihan kesehatan lambat, maka pemulihan ekonomi pun lambat.”
Lambatnya Penanganan Pandemi di Indonesia
Pandemi Covid-19 bermula di negara China, awal muncul pandemi tersebut membuat masyarakat dan pemerintah berpikir bahwa pandemi tersebut tidak akan berdampak pada negara Indonesia. Tetapi kenyataan berkata lain, pandemi ini menyerang seluruh dunia. Semua negara berusaha semaksimal mungkin untuk menangani pandemi tersebut, tidak lain dengan Indonesia. Namun, kesadaran akan pandemi di Indonesia yang lambat membuat penanganannya pun lambat. Hal tersebut juga dituturkan oleh Hastarini, “Penanganan pandemi di Indonesia masih tergolong lambat. Tingkat tes pengujian kepada masyarakat masih rendah, informasi tentang kasus positif, meninggal dan sembuh yang kurang transparan. Kondisi ini menyebabkan keragu-raguan negara mitra Indonesia dalam berinvestasi, perdagangan dan kegiatan ekonomi yang lain.” Abdul Manap juga menjelaskan bahwa penanganan pandemi di Indonesia tergolong lambat, mulai dari anggapan pemerintah yang menyatakan bahwa pandemi ini bukan merupakan masalah yang besar bagi Indonesia, tidak adanya antisipasi untuk menutup akses rang dari luar negeri, hingga penyaluran bantuan meleset. Jika dibandingkan negara lain dalam penanganan Covid-19 seperti Vietnam, Indonesia jelas kalah jauh. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya kesigapan pemerintah akan pandemi Covid-19 hingga kecanggihan teknologi yang dimiliki negara Vietnam. Selain itu, faktor geografis yang menyangkut luas wilayah negara Vietnam juga berpengaruh terhadap penanganan Covid-19. “Daerah Indonesia topografinya berbeda dengan Vietnam, yang kita berapa kali Vietnam luas daerahnya. Dan terus terang, di daerah (pedesaan dan pinggiran), mereka nggak percaya ada pandemi. ‘Ya, karena mereka (virus corona) toh nggak ada di daerah saya’, mereka mikirnya gitu,” terang Abdul Manap.
Vaksinasi sebagai Game Changer
Kebijakan vaksinasi yang sudah mulai dilaksanakan akhir Januari ini menjadi suatu gerakan besar dalam penanganan pandemi Covid-19 ini. Hal ini sering disebut-sebut bahwa vaksinasi merupakan game changer bagi pemulihan ekonomi nasional. Dengan ini vaksinasi menjadi sebuah harapan besar kepada semua kalangan baik pemerintah dan juga masyarakat. Selain usaha yang telah dilakukan oleh pemerintah dengan menyediakan vaksin ini harus dibarengi dengan usaha masyarakatnya sendiri yaitu dari kedisiplinannya. Abdul Manap menilai kedisiplinan akan protokol kesehatan menjadi paling penting disamping penerapan vaksinasi sebagai game changer. “Sebetulnya bagian terpenting dari vaksinasi itu tetap kedisiplinan masyarakat jangan sampai ada persepsi ‘saya sudah vaksin, bodo amat dengan protokol kesehatan’,” ujar Abdul Manap. Sejalan dengan hal tersebut, Hastarini juga menuturkan, “Semakin lancar program vaksinasi ini berjalan, semakin normal kegiatan perekonomian. Namun demikian, program vaksin ini tetap dibarengi dengan protokol kesehatan yang ketat yaitu 3M (mencuci tangan dengan sabun, menjaga jarak dan menggunakan masker) serta Gerakan 3T yaitu testing (pemeriksaan dini), tracking (pelacakan orang yang pernah kontak dengan penderita), treatment (perawatan).”
Vaksinasi Dimulai, Ekonomi Tidak Bisa Langsung Pulih
Meskipun vaksinasi dianggap mampu memberikan dampak positif terhadap laju perekonomian Indonesia saat ini, namun masih terlalu cepat apabila menyimpulkan akan terjadi pemulihan ekonomi dalam waktu dekat. Berkaca dari fundamental ekonomi Indonesia di tahun 2020 yang sangat rapuh, bahkan pertumbuhan ekonominya hanya sekitar 2,07%. Prioritas yang
tergabung dalam kredibel tersebut antara lain pertanian, pertambangan, dan industri-industri lain. Apabila ketiga sektor tersebut tidak pulih, tentunya akan berdampak pada penyerapan tenaga kerja yang tetap, sehingga menyebabkan konsumsi masyarakat rendah, dan pertumbuhan ekonomi tidak akan melaju. “Jadi kalau kita lihat 2020 itu tidak ada fondasi yang kuat bagaimana kita bisa melaju, karena memang realisasi pertumbuhan ekonomi 2020 itu terlahir jauh dibandingkan target pemerintah. Pemerintah menargetkan sekitar -1,1 sampai 2,2% sementara realisasinya 2,07%. Kalau 2021 saya gak yakin bisa pulih,” ungkap Abdul Manap. Selain itu, untuk mengejar kekebalan komunal, paling tidak program vaksinasi sudah menjangkau hingga 70% penduduk, dan untuk saat ini program ini masih dilakukan secara bertahap di Indonesia. Baik Hastarini maupun Abdul Manap yakin bahwa vaksinasi dapat membangkitkan ekonomi Indonesia secara perlahan-lahan. Namun, pemulihan ekonomi pada kondisi semula tidak bisa dilakukan secara cepat. Sebagai contoh, adanya gelombang PHK yang tinggi. Persiapan pemenuhan lapangan kerja baru tidaklah mudah dan cepat, tidak menutup kemungkinan membutuhkan waktu lima tahun atau bahkan lebih.
Kebijakan PKMM Memang Perlu Diberlakukan
Kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PKMM) Jawa dan Bali, dibuat untuk mempercepat penanganan pandemi Covid-19. Di mana Pulau Jawa dan Bali merupakan zona merah dan kontributor terbesar di tingkat nasional dan menambahkan kasus positif tertinggi. Diketahui untuk indikator penetapan wilayah PKMM Jawa dan Bali, di antaranya tingkat kematian diatas rata-rata tingkat kematian nasional, tingkat kesembuhan di bawah rata-rata tingkat kesembuhan nasional, tingkat kasus aktif diatas ratarata kasus aktif nasional dan tingkat keterisian rumah sakit atau bed occupancy ratio untuk Intensive Care Unit (ICU) dan ruang isolasi diatas 70%. Hastarini berpendapat jika PKMM memang harus dilakukan, melihat kasus positif Covid-19 di Jawa dan Bali terggolong tinggi. “Meskipun pada akhirnya pertumbuhan ekonomi menurun, tetapi pelaku ekonominya selamat. Kesehatan dan keselamatan penduduk lebih diprioritaskan. Pemulihan ekonomi akan bangkit meskipun pelan seiring dengan kesehatan pelaku ekonomi yang semakin baik,” jelasnya.
Realisasi Program PEN 2020
Di tahun 2020, realisasi program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) mencapai 83,4 % dari pagu Rp 695,2 triliun atau mencapai Rp 579,78 triliun. Program PEN tahun 2020 ini paling besar digunakan untuk perlindungan sosial dan urutan kedua adalah dukungan kepada Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Perlindungan sosial yang dilakukan untuk menjaga konsumsi masyarakat. Salah satu perlindungan sosial adalah berupa pemberian Bantuan Langsung Tunai (BLT) kepada masyarakat yang terdampak dan telah disalurkan dengan baik. Sedangkan dukungan kepada UMKM ini dimaksudkan untuk menjaga kegitan produksi yang dilakukan oleh UMKM, UMKM mulai tumbuh dengan stimulus yang diberikan oleh pemerintah. Kemudian, terkait pertanyaan apakah program PEN terlaksana baik atau tidak. Menurut Abdul Manap, PEN memang terlaksana, namun program tersebut tidak efektif. Indikator pertama yakni permasalahan PEN sangat kompleks, program ini pertama kali dilakukan di Indonesia. Sehingga, pemerintah memerlukan nomenklatur baru dan ditambah lagi belum adanya DIPA (Daftar Isian Pelaksana Anggaran) di kementerian, pada akhirnya dana tersebut terealisasi dengan lambat. Kedua, dana yang dialokasikan belum tentu tepat sasaran, hal ini dapat kita lihat dari data sosial yang digunakan adalah basis tahun 2015, sedangkan waktu itu adalah tahun 2020. Tidak jauh berbeda, pada sektor UMKM pun tidak adanya data basis yang kuat. Di samping itu, Hastarini juga menyampaikan perihal program yang perlu diperkuat untuk tahun 2021 adalah perlindungan sosial kepada masyarakat dan progam prioritas pada sektoral kementerian/lembaga.
Sinergi Semua Pihak Menjadi Kunci Optimisme Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi 2021
Pandemi Covid-19 sudah terjadi dan berlangsung selama satu tahun lebih, semua orang seakan terus bertanya kapan pandemi ini akan berakhir. Lantas apakah yang menjadi kunci utama dalam menangani pandemi ini? “Kunci utama untuk memberantas Covid-19 dan memulihkan perekonomian adalah gerakan 3M, 3T dan vaksinasi yang menyasar keseluruh penduduk. Masyarakat harus tetap menerapkan 3M sebagai kebiasaan baru di semua aktivitas ekonomi. Tingkat kepatuhan masyarakat di Indonesia pada gerakan 3M ini masih harus terus ditingkatkan,” ujar Hastarini. Berbeda dengan yang disampaikan oleh Hastarini, Abdul Manap memiliki pandangan tersendiri terkait penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi. Ia mengatakan bahwa, “Yang pertama vaksin, vaksin yang diasosiasi disiplin masyarakat itu dari sektor kesehatan. Yang kedua, dari sisi bagaimana menggerakan aktivitas memang harus ada stimulus dari pemerintah.” Hal tersebut diutamakan pada sektor UMKM, dikarenakan UMKM memiliki kontribusi besar terhadap masalah tenaga kerja, PDP, maupun ekspor. Apabila masalah UMKM dapat ditangani, maka secara tidak langsung masalah ekonomi juga akan teratasi. Pada intinya, Abdul Manap menekankan pada prioritas pertama adalah vaksinasi dan selanjutnya adalah adanya stimulus dari pemerintah. Ia juga menambahkan agar pemerintah menuntaskan progam yang terlah dirancang terlebih dahulu serta mengevaluasinya, baru membentuk program yang lain. Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi tumpang tindih dalam pelaksanaan program. Di samping itu, dengan sumber daya yang terbatas, banyaknya program yang terus bermunculan juga akan membingungkan penentuan mana yang akan menjadi prioritas. (lth)