DARI REDAKSI
Pendidikan dan ekonomi sejatinya merupakan dua hal yang saling terkait. Suatu keterkaitan saling mempengaruhi ataupun dipengaruhi. Ekonomi yang maju untuk suatu negara tak akan pernah tercapai tanpa adanya suatu pendidikan yang baik dari warga negaranya. Begitu pun sebaliknya, suatu pendidikan yang bagus tak akan pernah terwujud tanpa adanya dukungan dari perekonomian yang baik negaranya. Dua aspek ini tidak dapat dipisahkan karena memiliki hubungan yang sangat erat. Apabila mereka dipisahkan atau berjalan sendiri-sendiri tanpa saling mendukung, niscaya akan terjadi sebuah masalah besar yang akan terjadi dalam negara tersebut. Berdasarkan masalah diatas LPM Edents berinisiatif mengangkat isu Ekonomi dan Pendidikan sebagai salah satu tema pada produk kami. LPM Edents dengan bangga menerbitkan majalah Edents volume XXX edisi Mei 2019. Majalah yang di-launching bertepatan pada peringatan Hari Pendidikan Nasional ini mengangkat tema besar “Mengulik Kerekatan Ekonomi dan Pendidikan di Indonesia�. Majalah Edents ini membagi tema besar tersebut ke dalam empat laporan utama. Laporan utama pertama membahas mengenai pendidikan sebagai barang ekonomi dalam bentuk barang konsumsi dan investasi. Laporan utama kedua, membahas tentang sejauh mana kinerja pendidikan di Indonesia, mengevaluasi kebijakan dan
output yang dihasilkan. Laporan utama ketiga, mengangkat topik untuk mengupas tantangan, problematika, dan tujuan penerapan sistem pendidikan vokasi di Indonesia. Dan terakhir di laporan utama keempat, membahas mengenai peralihan pendidikan dari public goods menjadi private goods. Sementara itu pada laporan khusus, kami menyajikan isu-isu mengenai dilematika student loan, sistem pembelajaran terbuka serta kolaborasi pendidikan dan teknologi. Rubrik-rubrik lain seperti sosok, komunitas, kabar kampus, geliat usaha, tentang mereka, kajian jurusan dan opini mahasiswa turut mengisi halaman demi halaman majalah ini.
Redaksi mengucapkan terimakasih untuk segenap Wadya Bala Edents dan seluruh pihak terkait yang berpartisipasi dalam pembuatan majalah edisi XXX ini. LPM Edents akan terus berusaha menghadirkan tulisan-tulisan yang terbaik demi para pembaca sekalian. Tak lupa kami juga menantikan kritik dan saran demi perbaikan tulisan di masa mendatang. Akhir kata kami ucapkan selamat membaca, semoga majalah Edents ini dapat bermanfaat bagi pembaca sekalian. Selamat membaca!
MAJALAH EDENTS diterbitkan oleh:
Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Edents ISSN 0215-0255 Pelindung: Dr. Suharnomo, S.E., M.Si., ; Penasehat : Anis Chariri, SE., M.Com., Akt, Ph.D,CA. ; Pembina: Darwanto, S.E., M.Si., Surya Rahadrja, S.E., M.Si., Akt. ; Pemimpin Umum: Dirga Ardian; Pemimpin Redaksi: Julian Karenina ; Pemimpin Perusahaan: Wakhidatun Nurrohmah; Pemimpin HRD: Nadia Shafira ; Pemimpin Marketing Communication: Fendiawan Adams ; Pemimpin Artistik: Rafi' Qurnia ; Redaktur Pelaksana Majalah: Arvita Kusuma; Redaktur Pelaksana: Karima, Amadea, Rizka ; Staf Redaksi: Farah; Layout: Kurnia, Mila; Foto dan Ilustrasi: Jessica Staf HRD: Nina, Putri, Fatimah, Ayu, Barda, Dewi ; Staf Perusahaan: Anika, Diana, Nailul, Ulfa, Anisa, Winnarti, ; Staf Marcomm: Bella, Olivia, Pras, Igi, Bayu, Yasinta Magang Edents : Fika, Aan, Camila, Difa, Aji, Amira, Camila, Cinka, Dewima, Dhia, Difa, Dypa, Fikannisa, Luthfia, Marsha, Muhammad Anislfuad, Nur Alfi, Nurul, Rachel, Risqy, Siti, Yunita, Yusuf.
Daftar Isi LAPORAN
UTAMA
Pendidikan : Konsumsi Sekaligus Investasi
3 4
15 16
POLLING
Mengulik Kerekatan Ekonomi dan Pendidikan di Indonesia
19 18
Tentang Mereka
20 19
Achmad dan Ceritanya Merintis Usaha "Garasi 35"
Geliat Usaha
20 21
“Sate Taichan Konicipi� Penggoyang Lidah Milenial
Mantan Edents
Berawal dari Edents Berakhir di INDEF
22 21
SOSOK
Slam : Mendongeng adalah Panggilan Hati
EDENTS
Volume 1 Edisi XXX Tahun 2019
1
Daftar Isi
25
POTRET
32
Potret Pendidikan
27
Dilematika Student Loan dalam Pembiayaan Pendidikan Perguruan Tinggi
SOSIAL BUDAYA
MAEROKOCO : Lebih Dekat Mengenal Budaya Jawa Tengah
39 Sudut Profesi
Social Movement
30
Menginspirasi Bersama Komunitas Sahabat Difabel
EDENTS
Volume 1 Edisi XXX Tahun 2019
DIANTARA KITA Parkir: Mengais Rezeki Siang Malam
28
Mengulik Fenomena Youtuber sebagai Profesi Baru Para Millenial
LAPORAN KHUSUS
40
KAJIAN JURUSAN
Mengubah Konsumen Berperilaku Berkelanjutan Sebuah Ringkasan Artikel 2
Daftar Isi
42
ALUMNI FEB
Awalnya tak Tertarik, Sekarang Menjadi Auditor di salah satu KAP "Big Four"
Kolom Redaksi
Kualitas Pendidikan yang Masih Rendah, Akankah Mengubah Bonus Demografi Menjadi Bencana Demografi?
48
OPINI
43
KABAR KAMPUS
46
Optimalisasi Pendidikan Melalui Kegiatan Literasi Digital Guna Mewujudkan Sustainable Development Goals (SDGs)
Perayaan Dies Natalis ke-59 FEB Undip : "Toward a Diamond Jubilee"
50 44
Menikmati Musik Dengan Piringan Hitam
REVIEW FILM KOLOM PU
Kita yang Saling Menyempurnakan
EDENTS
KOMUNITAS
Volume 1 Edisi XXX Tahun 2019
51
Kinetik: Saatnya Bergerak untuk Membawa Perubahan
3
LAPORAN UTAMA
Pendidikan: Konsumsi Sekaligus Investasi Oleh : Amadea, Nadia, Annisa
Dok. Kumparan
Pendidikan dapat diartikan sebagai proses mengembangkan kemampuan seseorang, memajukan pola pikirnya, hingga mengembangkan budi pekertinya. Dalam prosesnya, pendidikan sangat berkaitan dengan perekonomian. Pendidikan dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di suatu negara. Seseorang yang mengemban pendidikan setidaknya hingga jenjang perguruan tinggi berarti dapat menyumbangkan pengetahuan dan keahlian yang dimilikinya terhadap dunia kerja ke depannya. Pengetahuan dan keahlian yang dimiliki oleh seseorang dapat mendorong kemajuan berbagai sektor dalam negeri, sehingga secara tak langsung dapat mendorong perekonomian bangsa. Hubungan antara ekonomi dan politik bisa dilihat dari berbagai aspek, mulai dari sejarahnya, perkembangannya dan lainnya. Semua itu menunjukkan bahwa memang ada hubungan yang erat antara ekonomi dan politik. Dalam bidang ekonomi, pendidikan dapat dikategorikan sebagai barang konsumsi dan barang investasi. Pendidikan diartikan sebagai konsumsi berarti pendidikan dapat dijadikan sebagai sebuah objek yang dikonsumsi oleh seseorang guna mempersiapkan diri untuk melangkah ke jenjang kehidupan ke depannya. Sedangkan pendidikan sebagai barang investasi merujuk pada proses mempersiapkan human capital yang kelak akan berguna sebagai modal dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup manusia. Hak dan Kewajiban Pendidikan sebagai Barang Konsumsi
Pembahasan mengenai pendidikan sebagai barang konsumsi membuat seseorang memiliki persepsi pendidikan sebagai suatu
EDENTS
Volume 1 Edisi XXX Tahun 2019
hak maupun kewajiban. Kedua hal tersebut dapat ditilik melalui sisi yang berbeda. Berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 pasal 31 ayat 1 tertulis bahwa pendidikan merupakan suatu hak bagi setiap warga negara Indonesia. Pendidikan sebagai barang konsumsi juga dapat dikatakan sebagai suatu bentuk kewajiban yang harus dilakukan. Hal tersebut dapat dikatakan dari sudut pandang pribadi seseorang. Gunawan Saptogiri, selaku Kepala Dinas Pendidikan Kota Semarang, menjelaskan bahwa seseorang begitu lahir telah memiliki kewajiban untuk menuntut ilmu yang sesuai dengan bakat dan minatnya. Dengan demikian, orang tersebut akan lebih mudah untuk mengembangkan potensi yang dimilikinya. Disisi lain, Deden Dinar Iskandar, Akademisi Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro (FEB Undip), mengatakan bahwa pendidikan sebagai hak atau kewajiban tergantung konteks dan standar sosial. Hak karena seseorang harus mendapatkan pendidikan, sedangkan kewajiban tergantung dari siapa yang mewajibkannya. Dilihat dari segi individu, dapat dikatakan hak ketika pendidikan sebagai konsumsi sarat akan nilai, sedangkan kewajiban harus ada standar yang dipenuhi baik terhadap dirinya sendiri, keluarga maupun masyarakat. “Kita lihat bahwa kewajiban tidak bisa dilepaskan dari konteksnya, terhadap siapa dia memiliki kewajiban itu,� pungkas Deden.
Tak hanya sifat pendidikan yang menjadi hak maupun kewajiban mendorong seseorang mengonsumsi pendidikan, tetapi juga terdapat faktor lain yang dapat dipertimbangkan. “Yang pertama, dilihat pendidikan secara ekonomi mikro (consumer behaviour). Orang membutuhkan pendidikan karena memiliki value yang mendorong beberapa aspek yaitu value
4
LAPORAN UTAMA
added itu sendiri. Semakin tinggi orang mempersepsikan value added pendidikan maka mereka mau mengeluarkan uang lebih banyak untuk mendapatkan pendidikan selama harga yang dikeluarkan untuk pendidikan masih berada pada kapasitas mereka. Lainnya yaitu preferensi. Tingkat pembangunan ekonomi juga berpengaruh terhadap konsumsi pendidikan,” jelas Deden. Berikutnya, seseorang mengambil keputusan untuk mengemban pendidikan karena memiliki rasa ingin dan butuh. Keinginan dan kebutuhan yang dirasakan berawal dari kesadaran diri sendiri terhadap pentingnya pengembangan potensi diri yang dimiliki.
Guna menyadari potensi diri, seseorang harus mengetahui minat dan bakat yang dimilikinya serta cara untuk mengembangkannya. Di Indonesia, pendidikan telah mendukung masyarakat untuk mengembangkan potensi diri. Hal ini tercermin pada pendidikan dasar yang tidak hanya menggali kemampuan siswa pada bidang akademik, namun terdapat juga kegiatan yang ditujukan untuk mengembangkan potensi nonakademik siswa, yaitu diadakannya kegiatan ekstrakurikuler. Diadakannya kegiatan tersebut dimaksudkan memberikan kesempatan yang sama bagi setiap siswa untuk mengembangkan dan menggali potensi diri walaupun masing-masing anak tidak memiliki minat dan bakat yang sama. Pada jenjang perguruan tinggi terdapat hal yang sama, mahasiswa dapat memilih organisasi yang sesuai dengan bakat dan minatnya sehingga potensi yang mereka miliki dapat terasah dan berkembang dengan baik.
jurusan sesuai dengan minat dan bakatnya dan dinilai mampu mengoptimalkan pendidikan. “Persyaratan agar menjadi optimal, yaitu dengan limit budget yang ada, seseorang bisa mendapat tingkat pengembalian atau opportunity yang paling besar diantara berbagai pilihan yang ada sesuai dengan limit budget yang dimiliki,” ujar Deden.
Jelas bahwa level optimal memiliki porsi masing-masing karena seseorang akan membandingkan antara ekspektasi terhadap hasil dari pendidikan dan investasi yang harus dikeluarkan dengan berapa porsi dari pendapatan yang harus dikeluarkan. Dalam hal mengoptimalkan pendidikan, Indonesia masih tertinggal dari negara-negara maju. Salah satu penyebabnya adalah jam belajar berlebih. Selain itu, pada jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP) metode spoon feeding masih diterapkan di beberapa daerah sehingga penerapannya dalam praktik masih kurang. Anggapan Manusia sebagai Suatu Bentuk Modal
Pendidikan sebagai investasi dapat merujuk sebagai suatu modal bagi manusia karena dengan status pendidikan yang kita dapatkan akan mengarahkan seseorang ke jenjang selanjutnya. “Dari capital kita ini, itu akan mengarahkan kita. Kita harus bekerja apa, kita apa harus ikut orang apa harus menciptakan pekerjaan sendiri, apa yang lain, atau bekerja di bidang apa, dan sebagainya,” tutur Gunawan. Semakin tinggi tingkat pendidikan yang dimiliki seseorang mengartikan bahwa semakin tinggi modal manusia yang dimiliki. Modal manusia memegang peranan yang penting dalam pertumbuhan dan pembangunan ekonomi sebagai faktor Pemahaman Pentingnya produksi selain sumber daya alam. Pendidikan sebagai Investasi Kualitas manusia yang semakin baik Gunawan Saptogiri, S.H.,M.M. Berkaitan dengan pendidikan Kepala Dinas Pendidikan Kota Semarang akan berpengaruh terhadap efisiensi dan produktivitas suatu negara sehingga sebagai barang konsumsi, hal dapat memicu pertumbuhan dan yang tidak dapat dipisahkan adalah pembangunan ekonomi. pendidikan sebagai barang investasi. Merujuk pada proses mempersiapkan human capital di masa depan menjadi modal Seorang siswa yang sejak level rendah telah mengetahui minat untuk meningkatkan kesejahteraan dan kualitas diri. Pendidikan yang dimilikinya selanjutnya akan memilih jurusan pendidikan sebagai investasi harus dipahami oleh masyarakat secara yang sesuai dengan apa yang diinginkan serta apa yang luas. Deden mengatakan bahwa tingginya tingkat partisipasi dibutuhkan karena hal tersebut merupakan bentuk modal yang pendidikan menunjukkan bahwa lambat laun masyarakat telah nantinya dapat diinvestasikan pada jenjang pendidikan atau paham mengenai pentingnya investasi pada pendidikan. Hal level yang lebih tinggi. Siswa tersebut ingin mempelajari hal yang tersebut didukung dengan pernyataan Gunawan bahwa Walikota ia senangi serta membutuhkan sarana untuk mengembangkan dan Wakil Walikota Kota Semarang sangat fokus terhadap potensi yang telah ia miliki. Jika potensinya dapat berkembang pendidikan yang tidak hanya ditujukkan kepada siswa tetapi dengan baik, lalu ia bekerja pada bidang yang sesuai dengan juga yang disebut dengan pendidikan keluarga. Pendidikan potensinya, maka investasi pendidikan yang ia lakukan akan keluarga dimaksudkan untuk memberikan materi pembelajaran membuahkan hasil. kepada orang tua murid, sehingga antara guru dengan orang tua siswa bersinergi untuk tercapainya keberhasilan siswa. Perkembangan perekonomian suatu bangsa ditentukan Selain itu yang dilakukan adalah membentuk paguyuban oleh seberapa besar Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang orang tua murid karena komunikasi akan terus terjalin antara dicapai oleh suatu negara. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) guru dengan orang tua murid sehingga pemahaman terhadap mencatat IPM di Indonesia dalam kurun waktu empat tahun pentingnya pendidikan akan terus meningkat. terakhir mengalami peningkatan. Pada tahun 2019 pemerintah menargetkan IPM naik menjadi 71,98 dari sebelumnya 70,81 Anggapan investasi terhadap pendidikan tidak bisa lepas dari pada tahun 2017. IPM yaitu pengukuran perbandingan dari kaitannya dengan penanaman yang akan dilakukan. Investasi harapan hidup, melek huruf, pendidikan dan standar hidup untuk pada pendidikan dilakukan secara bertahap dari mulai level semua negara seluruh dunia. IPM ditentukan oleh tiga hal, yakni terendah hingga level tertinggi. Pada level terendah, anak umur harapan hidup, pendapatan per kapita, dan harapan lama lebih ditanamkan untuk bermain, memiliki sikap bersosialisasi sekolah. “Semakin bagus keterkaitan antara ketiganya, semakin terhadap teman-temannya, sikap keberanian, serta ditanamkan tinggi indeks pembangunan manusia di suatu negara tersebut,” mengenai pendidikan karakter. Ketika anak mulai menempuh tutur Gunawan. Didukung dengan penjelasan Deden bahwa pendidikan pada level tertinggi, ia akan lebih memilih semakin tinggi pendidikan semakin tinggi tingkat produktivitas
EDENTS
Volume 1 Edisi XXX Tahun 2019
5
LAPORAN UTAMA
mengakibatkan semakin tinggi tingkat pendapatan nasional.
Keterkaitan antara pendidikan sebagai barang konsumsi dan sebagai barang investasi nampak dari konteks mengenai pilihan dari konsumen pendidikan. Hubungan antara keduanya dapat dikatakan searah ataupun bertolak belakang. “Searah kalau value yang diinginkan oleh masyarakat itu adalah value yang memang betul-betul akan memberikan return on investment yang besar. Kalau hal tersebut berjalan searah, menurut saya konsumsi dan investasi bisa searah, tetapi kalau bertentangan berarti akan saling menegaskan,” tutur Deden. Kriteria Sumber Daya Manusia yang Ideal
Sumber daya manusia yang ideal diharapkan mampu memberikan economic return di masa mendatang. Deden menjelaskan bahwa untuk menyatakan optimal tergantung pada individu. Individu dapat menyimpulkan hal apa yang paling penting baginya. Dikatakan optimal atau ideal, individu harus menentukan apa objektifnya atau mana yang mendekati sehingga suatu hal dapat dikatakan optimal. Hal itu juga diperjelas dengan pernyataan Gunawan yang menggambarkan bagaimana sumber daya manusia dapat dikatakan ideal. “Sekarang ini kan masing-masing orang ada masanya, setiap masa ada orangnya. Sama saja pendidikan, pendidikan itu waktu dulu kita yang ditekankan di Indonesia selalu budi pekerti tetapi di era reformasi segala macam itu kan kecerdasan, kepandaian, dan sebagainya,” tutur Gunawan. Sebenarnya yang dikatakan sebagai sumber daya manusia yang ideal yaitu jika antara pengetahuan, keterampilan dan pendidikan karakter berjalan selaras dan sesuai dengan porsinya masing-masing. Sebagus apapun investasi yang dimiliki suatu negara dalam hal ini kualitas sumber daya manusia yang tidak dibarengi dengan karakter yang baik sama halnya dengan mengkhianati negaranya sendiri. Negara telah “menyekolahkan” warganya dengan memberikan semacam bantuan operasional agar semua warganya bisa mengemban pendidikan tetapi ketika warganya sudah memiliki pengetahuan yang luas dan keterampilan yang memadai mereka akan meninggalkan negara dengan cara bekerja di luar negeri yang dianggap memberikan feedback yang bagus terhadap mereka. “Maka diperlukan banyak sekali orang pintar yang berkarakter,” tutur Gunawan. Guna mencapai sumber daya manusia yang ideal, masyarakat tentu perlu menyadari pentingnya mengemban pendidikan. Di Indonesia, tingkat partisipasi pendidikan dinilai tinggi. Permasalahannya di sini adalah tidak semua masyarakat mendapatkan kesempatan yang sama untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, misalnya perguruan tinggi. Ada berbagai faktor yang menyebabkan individu tidak ingin melanjutkan pendidikannya. “Kita tidak bisa melihat orang yang kuliah itu sebagai indikator bahwa itu tinggi atau rendahnya keinginan masyarakat untuk kuliah karena ada willingness to pay, akses. Keinginan mungkin tinggi, tetapi tidak memiliki akses,” jelas Deden.
Kendala dalam Membentuk Sumber Daya Manusia Produktif Agar dapat menyebut sumber daya manusia produktif, perlu diketahui apa makna produktif itu sendiri. Produktif dapat dimaknai beragam hal. Jika produktif dimaknai dalam konteks produksi, Deden menyebutkan salah satu kendala negara ini yaitu terkait link and match antara pendidikan dengan apa yang dibutuhkan pada sektor industri. Menurutnya, pengetahuan yang dimiliki seseorang harus bisa meningkatkan produktivitas seseorang sehingga akan berdampak pada bertambahnya produksi barang dan jasa yang lebih luas bagi masyarakat. “Dalam konteks lain yang bisa meningkatkan pendapatan nasional,” tambahnya.
EDENTS
Volume 1 Edisi XXX Tahun 2019
Kendala lain juga disebutkan oleh Gunawan, yaitu pendidikan di Indonesia cenderung fokus ke materi umum jika dibandingkan dengan pendidikan di luar negeri yang pelajarannya sudah spesifik. “Di luar negeri itu saya katakan spesifik karena sudah tahu anak ini mau arahnya ke mana. Begitu penjurusan, ya sudah yang dipelajari dia fokus betul,” tutur Gunawan. Hal ini tentu berdampak pada kesiapan individu untuk menjejakkan kaki ke dunia kerja. Jika pendidikannya sudah spesifik, seseorang tentu sudah siap untuk terjun ke dunia kerja. Jika belum spesifik arahnya, seseorang masih butuh untuk dilatih. Setidaknya lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dan sarjana yang sudah dikatakan siap untuk bekerja. Peran dari Berbagai Kalangan
Dalam rangka mendukung pendidikan sebagai barang konsumsi dan investasi masyarakat, tentu pemerintah tidak bisa berjalan sendiri. Kontribusi mahasiswa dan masyarakat sangat diperlukan untuk mendukung hal tersebut. Mahasiswa memiliki peran sebagai pengguna pendidikan. Mahasiswa dapat menjadikan pendidikan sebagai investasi bagi dirinya untuk meraih nilai tambah di masa depan. Guna mewujudkannya, pemerintah bertanggung jawab untuk menyiapkan pendidikan yang bisa menjamin return on investment yang lebih besar. Pendidikan juga harus bisa dirasakan oleh masyarakat yang “termarjinalkan”. Membuka akses pendidikan bagi masyarakat yang selama ini kesulitan untuk menjangkaunya juga menjadi peran dari pemerintah. “Itu akan memberikan masyarakat hak-haknya dan memberikan return on education yang paling besar, karena bagi masyarakat yang terpinggirkan lonjakannya akan sangat besar,” jelas Deden. Jika hal ini dilaksanakan, maka pendidikan sebagai konsumsi dan sebagai investasi dapat berjalan beriringan. (jl)
“Hubungan antara pendidikan sebagai konsumsi dan investasi bisa searah atau bertolak belakang. Searah kalau value yang diinginkan oleh masyarakat itu adalah value yang akan memberikan return on investment yang besar. Tetapi kalau bertentangan berarti akan saling menegaskan,” – Deden Iskandar, Akademisi Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro.
6
LAPORAN UTAMA
Optimalisasi Capaian dengan Pemantapan Program Pendidikan Oleh : Arvita Kusuma dan Elvi Hidayati Diana
"Kita harus mencoba sistem pendidikan yang berakar dari kepribadian bangsa kita. Tidak membedakan satu dengan yang lainnya, apalagi pendidikan. Hanya saat dijajah saja kita dibedakan.” - Muktiono Waspodo, Kepala Pusat Penelitian Kebijakan Pendidikan dan Kebudayaan, Kemendikbud. Menguatkan pendidikan dan memajukan kebudayaan saat ini masih maenjadi fokus Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Kinerja dan capaian menjadi salah satu hal yang dapat merefleksikannya. Menurut Muktiono Waspodo, selaku Kepala Pusat Penelitian Kebijakan Pendidikan dan Kebudayaan, kinerja pendidikan merupakan capaian hasil atau prestasi yang dihasilkan dalam bidang pendidikan dan dapat ditinjau dari berbagai output atau capaian. Kinerja pendidikan dapat diartikan pula sebagai suatu kondisi yang telah berhasil dicapai dalam bidang pendidikan yang mana mengarah pada prestasiprestasi yang telah dicapai dalam urusan penyelenggaraan pendidikan. “Misal, pemerataan akses pendidikan bisa dilihat dari indikator APK, APM dan APS; mutu pendidikan dapat dilihat dari indikator nilai UN, hasil survey atas Asesmen Kompetensi Siswa Indonesia (AKSI), Programme Internationale for Student Assesment (PISA), dan Trends In Mathematics and Science Study (TIMSS); relevansi dapat ditinjau dari indikator kesesuaian antara muatan pendidikan dengan kebutuhan lapangan kerja atau masyarakat; dan yang terakhir, tata kelola dapat ditinjau dari indikator prestasi-prestasi dibidang tata kelola,” ungkap Muktiono saat diwawancara di kantor Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta Selatan. Peningkatan Kinerja Pendidikan
Dilihat dari rentang waktu sebelumnya, kinerja pendidikan di Indonesia saat ini sudah mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Hal ini dapat dilihat dari capaian per November 2018 yang tertuang dalam laporan kinerja Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Diantaranya yakni keikutsertaan siswa di Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) sebanyak 6.287.909 siswa (78%) dengan pelaksanaan UNBK pun juga menunjukkan peningkatan integritas dalam penyelenggaraan Ujian Nasional (UN). Selain itu, Program Indonesia Pintar (PIP) telah tersalurkan sebesar Rp 35.740.676.660.000 (dari tahun 2015 hingga Agustus 2018), khusus tahun 2018 telah tersalurkan per Agustus senilai Rp 6.524.521.700.000. Revitalisasi Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), sebanyak 2.700 SMK telah bekerjasama dengan industri dan membuat 560 technopark. Menurut Ngasbun Egar, selaku pengamat pendidikan, membandingkan kinerja pendidikan dari waktu ke waktu
EDENTS
Volume 1 Edisi XXX Tahun 2019
perlu mencermati berbagai aspek pendidikan baik fisik maupun non fisik. Namun secara umum dapat dikatakan bahwa dalam sejumlah aspek pendidikan sudah mengalami kemajuan. “Kinerja pendidikan merupakan sesuatu yang sangat kompleks, yang mencakup berbagai komponen dan berwujud dalam berbagai bentuk yang tidak sederhana. Oleh karena itu, membandingkan kinerja pendidikan dari waktu ke waktu perlu mencermati berbagai aspek pendidikan baik fisik maupun non fisik,” tutur Ngasbun. Ngasbun menambahkan bahwa secara umum dapat dikatakan bahwa dalam sejumlah aspek pendidikan sudah mengalami kemajuan, misalnya dalam hal pemanfaatan IT untuk pendidikan. Di samping itu, upaya penyempurnaan kurikulum juga terus mengalami kemajuan. Namun demikian, menurut Ngasbun, masih ada sejumlah aspek pendidikan yang masih bermasalah, seperti sejumlah sarana dan prasarana pendidikan yang sudah menua tetapi tidak kunjung diperbaiki. Program Kebijakan dengan Sasaran Strategis
Saat ini sudah banyak kebijakan yang telah ditetapkan oleh Kemendikbud dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan dan pemajuan kebudayaan, diantaranya pemerataan akses dan kualitas pendidikan melalui Program Indonesia Pintar (PIP), peningkatan kualitas pembelajaran melalui pengembangan budaya baca, revitalisasi pendidikan vokasi melalui kemitraan antara lembaga pendidikan vokasi dan industri, pendidikan usia dini guna melahirkan generasi emas melalui penguatan dan peningkatan mutu PAUD dan penyelenggaraan PAUD Holistik Integratif (PAUD HI), peningkatan kualitas guru dan tenaga pendidik melalui pembentukan guru pofesional melalui sertifikasi guru dalam jabatan, serta peningkatan daya saing bangsa melalui gerakan literasi nasional. Pada prinsipnya suatu kebijakan pendidikan yang diterapkan harus mempertimbangkan asas keadilan atau tidak diskriminatif, objektif, dan akuntabel. Kebijakan pemerintah di bidang pendidikan mencakup seluruh aspek pendidikan, baik terkait kurikulum, saranaprasarana, peningkatan mutu, pemenuhan guru, dan lain sebagainya. Kebijakan pendidikan tentu saja mengalami perubahan secara konsisten, hal ini dilakukan untuk menyesuaikan dengan perkembangan zaman. “Kebijakan pendidikan di Indonesia dari tahun ke tahun pasti ada perubahan, menyesuaikan dengan sa-
7
LAPORAN UTAMA
Namun, semuanya tentu bermuara pada niat dan ikhtiar untuk memajukan mutu pendidikan dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Sesuai dengan tujuan penyelenggaraan pendidikan yang diamanatkan pada UUD 1945 pasal 31 ayat 3 yang berbunyi, “Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undangundang.” Belandaskan hal tersebut, maka harapan pemerintah menerapkan kebijakan-kebijakan pelaksanaan pendidikan yaitu dapat memberikan pelayanan pendidikan yang bermutu bagi semua lapisan masyarakat, tanpa terkecuali. “Tentunya pemerataan akses dan mutu pendidikan yang diterima dimasyarakat merupakan kunci untuk menetapkan kebijakan, sehingga untuk kondisi masyarakat yang berbeda akan dilakukan intervensi kebijakan atau program yang berbeda pula yang muaranya sama, yaitu kesamaan akses dan mutu pendidikan yang diterima masyarakat,” terang Muktiono. Dengan hal tersebut, harapannya adalah seluruh masyarakat akan mampu mengembangkan kemampuan atau potensi yang dimilikinya, sehingga fungsi pendidikan seperti yang diamanatkan pasal 3 UU 20/2013 tentang Sisdiknas, untuk menciptakan manusia Indonesia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab dapat tercapai. Program Pendidikan yang Menarik
Menurut Muktiono, ada salah satu program pendidikan dari pemerintah yang cukup menarik yakni pengembangan sistem zonasi sebagai strategi pendidikan yang terintegrasi. Kebijakan ini menjadi salah satu kebijakan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayan yang merupakan upaya pemerintah untuk mencapai pemerataan pendidikan yang berkualitas dan berkeadilan. “Kenapa menarik sistem zonasi itu yakni karena nanti itu kita mengharapkan memangkas yang namanya kesenjangan. Bahagia itu sesungguhnya terjadi saat pertemuan antara yang mampu dan tidak mampu dan antara yang memiliki kualitas yang bagus dan yang tidak. Kalau ada elitisasi atau kastanisasi itu nantinya akan menjadi berpikiran hanya kelompoknya dia saja. Lantas dibiasakan yang sekolahnya dekat, dibiasakan saja ya jalan saja. Jangan yang sekolahnya dekat malah dia sekolah dijauh sana, dan tidak mempedulikan yang ada disini,” terang Muktiono. Melalui kebijakan zonasi, pemerintah nantinya akan melaksanakan program pendidikan sesuai kebutuhan yang berbeda di tiap-tiap zona. Kebijakan
EDENTS
Volume 1 Edisi XXX Tahun 2019
tersebut dapat digunakan pula untuk menentukan apakah perlu melengkapi sarana dan prasarana dan/atau meningkatkan kompetensi guru dan/atau optimalisasi penigkatan kualitas lainnya.
Dalam buku Kilasa Kinerja 2018 Kemendikbud, dijelaskan bahwa pemetaan wilayah dalam zona-zona wilayah yang heterogen diperlukan untuk mengimplementasikan kebijakankebijakan sesuai prioritas pembangunan di zona tersebut. Dimana kebijakan pengelolaan pendidikan berbasis zonasi sudah mulai dilaksanakan sejak tahun 2017 dan akan terus disempurnakan pada tahun-tahun selanjutnya yang digunakan pemerintah untuk mendukung dalam membuat kebijakan berdasarkan mapping atau data kewilayahan. Masyarakat pada umumnya mengetahui kebijakan ini terkait dengan program Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). Program PPDB sebagai langkah awal menuju zonasi dalam konsepnya bukanlah sebagai suatu sistem yang menjawab pertanyaan bagaimana menerima peserta didik baru, tetapi penekanan bagaimana peserta didik tersebar dan ada pemerataan kesempatan untuk mendapatkan pendidikan. Melalui penjelasannya, Muktiono mengatakan bahwa kebijakan ini tidak hanya berkutat mengenai sistem PPDB akan tetapi juga membicarakan mengenai implikasi pada pengaturan, distribusi guru, dan lain sebagainya dengan adanya tantangan yang cukup besar. “Tantangannya cukup besar. Jadi tidak hanya mengatur tentang sekolah tetapi juga mengatur ke guru, serta sarana dan prasarana. Zona ibarat sebuah gambaran peta di wilayah tertentu dengan potensi tertentu,” jelas Muktiono. Mengatasi Masalah untuk Peningkatan Output
Seperti halnya program-program kebijakan lainnya, pelaksanaan pendidikan pun turut mengalami masalah dalam pelaksanaannya. Menurut Ngasbun, beberapa masalah yang dihadapi pemerintah Indonesia saat ini terkait pendidikan diantaranya yakni kekurangan tenaga pengajar tetap, pemenuhan segera serta perbaikan sarana dan prasarana, akses pendidikan yang belum merata, biaya pendidikan yang belum terjangkau oleh seluruh rakyat, relevansi dengan kebutuhan pembangunan yang masih rendah, mutu proses dan hasil pendidikan yang masih harus ditingkatkan dan lain sebagainya. Sedangkan menurut Muktiono, sinkronisasi dan koordinasi pemerintah pusat dan daerah dalam mengimplementasikan kebijakan pendidikan serta penjaminan mutu pendidikan sesuai dengan kebijakan yang berlaku menjadi salah satu masalah yang perlu diperhatikan. Dalam menghadapi beberapa masalah tersebut pemerintah tak hanya tinggal diam. Beberapa upaya telah dilakukan dalam menganggulangi masalah-masalah tersebut. Pengoptimalan satuan kerja pada unit utama dan unit pelaksana teknis di daerah; pemanfaatan data pokok pendidik dan pengembangan sistem informasi; peningkatan kualitas pembelajaran, pengajaran dan tata kelola pendidikan merupakan beberapa upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah. Upaya yang dilakukan pemerintah ini tak lain dilaksanakan dalam upaya untuk dapat menghasilkan output yang sesuai harapan atau bahkan lebih baik lagi.
Meskipun dalam praktiknya, output masih terhalang oleh
8
Kunjungi! www.lpmedents.com
saran strategis kebijakan dan sasaran program kebijakan yang sudah dituangkan tiap tahunnya dalam Renstra Kementerian. Secara umum kebijakan pendidikan merupakan turunan dari visi misi presiden yang sudah dijabarkan melalui RPJMN,” ungkap Muktiono. Kebijakan terkait pendidikan yang diterapkan pemerintah pun berbeda disetiap jenjang pendidikan. Seperti alokasi dana PIP yang berbeda dijenjang Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Akhir (SMA). Hal ini dikarenakan pemerintah mempertimbangkan tingkat kebutuhan di setiap jenjang. Kebijakan-kebiajakan tersebut memiliki tujuan yang berbeda sesuai dengan jenis dan lingkup kebijaknnya.
LAPORAN UTAMA beberapa kendala seperti regulasi, kondisi lingkungan dan budaya mutu, output yang bagus tetap menjadi hal prioritas yang diharapkan dari pelaksanaan pendidikan. Mampu memenuhi kebutuhan pembangunan bangsa, sehingga seiring berjalannya waktu bangsa Indonesia semakin mendapatkan kemajuan dalam seluruh aspeknya. Output ini diharapkan pula dapat meningkat seiring waktu, tidak hanya kuantitas namun juga kualitasnya sebagai imbas dari peningkatan upaya pemerintah dalam menangani masalah pelaksanaan pendidikan. “Output pendidikan dari waktu ke waktu diharapkan meningkat tidak saja kuantitas namun juga kualitasnya, termasuk juga dalam perbaikan tata kelola pendidikan semakin waktu makin baik dari aspek kecepatan dan juga kesesuaian layanan kebutuhan masyarakat. Khusus untuk output mutu, diperlukan upaya yang lebih strategis, sistematis, dan terstruktur agar capaian dapat meningkat secara signifikan,” tutur Muktiono. Dalam rangka mendukung kemajuan pendidikan Indonesia serta pencapaian output yang optimal, pemerintah melakukan beberapa program. Pertama yakni percepatan pelaksanaan pendidikan wajib belajar dua belas tahun, pemerataan layanan pendidikan antar wilayah, penanganan anak usia sekolah yang tidak sekolah untuk kembali bersekolah. Kedua, penguatan penjaminan mutu serta sistem informasi yang terintegrasi. Ketiga, pengembangan sistem zonasi sebagai strategi pendidikan yang terintegrasi dan lain sebagainya. Meskipun pemerintah telah banyak melakukan berbagai upaya dalam rangka mendukung kemajuan pendidikan di Indonesia, namun masih ada sejumlah hal yang mendesak untuk dilakukan oleh pemerintah, diantaranya yaitu pengangkatan guru-guru tetap untuk memenuhi kekurangan guru yang semakin hari semakin banyak; perbaikan dan pemenuhan sarana dan prasarana; serta peningkatan mutu guru dan tenaga kependidikan.
Dukungan untuk Mencapai Harapan Selain pemerintah, peran masyarakat menjadi salah satu faktor yang penting dalam mendukung kemajuan pendidikan di Indonesia. Sebagai contohnya yakni melalui komite sekolah masyarakat yang berperan aktif dalam mendukung layanan pendidikan yang bermutu serta pembiayaan yang bersumber dari partisipasi masyarakat. Disisi lain, Ngasbun mengatakan bahwa ada tiga pihak yang berperan dalam dunia pendidikan. “Pendidikan menjadi tugas bersama minimal tiga pihak, yakni pemerintah, keluarga, dan masyarakat. Ketiganya memiliki tanggungbjawab masing-masing dalam mencapai keberhasilan pendidikan,” ungkap Ngasbun.
Dari adanya program pemerintah serta dukungan dari berbagai kalangan, diharapkan dapat berguna kedepannya untuk peningkatan pendidikan di Indonesia. Muktiono berharap, melalui usaha untuk peningkatan kualitas pembelajaran dan pengajaran dapat meningkatkan ekosistem pendidikan dan kebudayaan bagi manusia Indonesia yang lebih baik. Selain itu adanya sinkronisasi dan sinergi lintas sektoral dapat terintegrasi yang diharapkan dalam peningkatan pencapaian mutu pendidikan dengan didukung ketersediaan, kecukupan, dan kesesuaian sumber daya pendidikan yang mendukung mutu pendidikan. (jl)
Alokasi Anggaran Pendidikan serta Distribusi
Dilansir dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2019, alokasi anggaran untuk pendidikan berkisar 20% dari APBN yakni sebesar 492,5 triliun dari total APBN 2.461,1 triliun dengan peningkatan dari anggaran tahun lalu sebesar 48,4 triliun. Jumlah ini telah sesuai menurut ketentuan perundangan yang berlaku yakni UUD 1945 Amandemen ke IV, pasal 31 ayat 4 dimana anggaran pendidikan seharusnya minimal 20 persen dari APBN/APBD di luar gaji guru dan biaya pendidikan kedinasan. Alokasi di bidang pendidikan pun ini mengalami fluktuasi diperiode tahun sebelumnya. Pada tahun 2015 alokasi anggaran berkisar 390,1 triliun lantas menurun di tahun berikutnya yakni tahun 2016 sebesar 370,4 triliun dan meningkat kembali di tahun 2017 menjadi 444,1 triliun. Untuk alokasi anggaran pendidikan tahun 2019 ini, dipecah kembali untuk penggunaan alokasinya yakni sebesar 163,1 triliun utuk pemerintah pusat, 308,4 triliun untuk transfer daerah dan 31 triliun untuk pembiayaan. Alokasi biaya pendidikan pun berbeda tiap daerahnya, hal ini disebabkan jumlah sasaran layanan kebutuhan yang berbeda dan tergantung pada APBD daerah masing-masing. “Dalam konteks ini tidak berarti tidak berkeadilan, karena perbedaan berdasarkan skala prioritas kebutuhan dengan mempertimbangkan kewilayahan dan isu atau strategi yang perlu diatasi,” jelas Muktiono.
EDENTS
Volume 1 Edisi XXX Tahun 2019
Muktiono Waspodo, Kepala Pusat Penelitian Kebijakan Pendidikan dan Kebudayaan, Kemendikbud. Dok. pribadi
9
LAPORAN UTAMA
Menilik Eksistensi Sekolah Vokasi dan Problematika yang Mengikutinya Oleh: Wakhidatun Nurrohmah, Dewi Nur Aini, dan Jessica Rahma
“Itu karena kebutuhan kedepan, di tahun 2030 itu Indonesia masih butuh sekitar 58 juta tenaga kerja terampil vokasional. Tahun 2030, maka ini cepat. Bagian dari treatment pemerintah supaya vokasi lebih dikembangkan,� tukas Budiyono, Dekan SV Undip Sistem pendidikan vokasi merupakan salah satu dari tiga jenis pendidikan yang ada di Indonesia, yakni pendidikan akademik, pendidikan vokasi dan pendidikan profesi. Pendidikan akademik merupakan pendidikan yang berfokus pada pengembangan ilmu pengetahuan. Sedangkan pendidikan profesi merupakan pendidikan yang diperuntukkan dalam pengembangan keahlian tertentu setelah lulus sarjana. Pendidikan Vokasi di Indonesia
Pendidikan vokasi menurut UU RI nomor 12 tahun 2012 dalam pasal 16, dijelaskan bahwa pendidikan vokasi merupakan pendidikan tinggi program diploma yang menyiapkan mahasiswa untuk pekerjaan dengan keahlian terapan tertentu sampai program sarjana terapan. Sedangkan menurut undangundang nomor 20 tahun 2003, dijelaskan bahwa pendidikan vokasi merupakan pendidikan tinggi yang mempersiapkan peserta didik untuk mendapatkan pekerjaan dengan keahlian terapan tertentu maksimal setara dengan program sarjana. Pendidikan vokasi bertujuan menyiapkan mahasiswa untuk menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan tenaga ahli profesional dalam menerapkan, mengembangkan dan menyebarluaskan teknologi dan/atau kesenian. Beban pengajaran pada program pendidikan vokasi disusun untuk lebih mengutamakan beban mata kuliah ketrampilan dan keahlian dibandingkan dengan beban mata kuliah teori. Jadi inti pendidikan vokasi adalah agar peserta didik dapat bekerja dengan keahlian terpan tertentu. Meskipun presentase jumlah mahasiswa sekolah vokasi lebih sedikit dibandingkan jumlah mahasiswa pendidikan akademik, istilah pendidikan vokasi sudah tidak asing lagi di telinga masyarakat Indonesia. Terbukti bahwa sistem pendidikan vokasi telah lama diterapkan di Indonesia. Sebut saja, ST (Sekolah Teknik) & SEMAT (Sekolah Menengah Ekonomi Pertama) yang dulu pernah diterapkan di Indonesia berkedudukan sejajar dengan tingkat SMP. Begitu pula dalam tingkatan SMA dikenal juga adanya STM (Sekolah Teknologi Menengah) & SEMEA (Sekolah Menengah Ekonomi Pertama) yang kesemuanya
EDENTS
Volume 1 Edisi XXX Tahun 2019
itu termasuk dalam sistem pendidikan vokasi. Walaupun pada akhir keberjalanannya telah dihapuskan dan digabung menjadi SMK (Sekolah Menengah Kejuruan). Hanya saja penggunaan kata pendidikan vokasi lebih dikenal dalam tingkatan pendidikan tinggi, padahal kesemuanya sama saja, termasuk dalam sistem pendidikan vokasi. Hal ini membuktikan bahwa keberadaan sistem pendidikan vokasi sudah ada sejak dulu dan sudah tidak asing lagi penerapannya di Indonesia.
Adapun untuk tingkat pendidikan tinggi, sistem pendidikan vokasi di Indonesia tersedia dalam enam jenjang, yaitu Diploma 1 (D1), Diploma 2 (D2), Diploma 3 (D3), Diploma 4 (D4) serta S2 terapan dan S3 terapan. Jenjang pendidikan vokasi pada program D1, D2, D3 dan D4 merupakan program terminasi sebagai satu program utuh, dimana setiap jenjang diploma akan menghasilkan keahlian atau kompetensi yang berbeda. Sedangkan dalam jenjang pendidikan vokasi S2 terapan dan S3 terapan merupakan bentuk jenjang pendidikan yang diperuntukkan bagi lulusan Diploma 4 atau sarjana (S1) terapan. Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, pendidikan vokasi memiliki ciri yang mengutamakan dalam aspek-aspek praktis. Ketepatan komposisi antara praktek dan teori pendukung menjadi kunci keberhasilan dalam penyelenggaraan proses pendidikan pada pendidikan tinggi vokasi. Dilansir dalam Buku Panduan Penyusunan Kurikulum Pendidikan Vokasi terbitan Kemenrisetdikti tahun 2016 diterangkan bahwa kurikulum dan pembelajaran pendidikan tinggi vokasi menggunakan dual sistem 3-2-1 untuk D3. Maksudnya yaitu mahasiswa dalam awal pembelajaran atau kuliah diberi kesempatan untuk menempuh pendidikan di kampus selama tiga semester, kemudian dilanjutkan dengan dua semester magang di Industri dan di akhiri dengan satu semester untuk menyelesaikan pendidikan di kampus atau industri. Dalam pelaksanaan kegiatan pendidikan vokasi juga dapat menjamin kerjasama dengan lembaga-lembaga lain baik di dalam maupun di luar negeri dengan industri yang relevan. Serta pada akhir program magang industri mahasiwa yang memiliki kompetensi selain mendapatkan ijazah, juga akan memperoleh surat keterangan atau sertifikat kompetensi.
10
LAPORAN UTAMA Pendidikan, Penelitian dan Pengabdian
Berbagai upaya guna pengembangan sistem sekolah vokasi di Indonesia yang lebih baik ada beberapa hal. Budiyono, selaku Dekan Sekolah Vokasi Universitas Diponegoro menuturkan empat hal penting terkait revitalisasi pendidikan vokasi. Pertama, perbaikan kurikulum. Dimana kurikulum harus disesuaikan dengan kebutuhan mahasiswa lulusan vokasi yaitu praktek 60% dan teori 40%. Kedua, terkait tenaga pengajar. “Dosennya harus 50% dosen kampus, dan 50% adalah dosen industri atau praktisi”, tutur Budiyono. Ketiga, terkait dengan penerapan dual system pada pendidikan vokasi. “Dual system itu ya gampangannya, mahasiswa itu 50% di kampus, 50% di industri, sehingga mahasiswa menyatu dengan industri,” tegas Budiyono. Di Undip sendiri, penerapan dual system ini sudah mulai digencarkan didukung pula dengan penerapan teaching industry. Dimana teaching industry ini diharapkan mampu mendukung praktek bagi mahasiswa-mahasiswa vokasi. “Itu satu contoh teaching industri saat ini, di halaman parkir itu sedang dibangun pabrik air minum. Yang biru itu ada tank-tank besar itu. Tank-tank itu adalah tempat bahan bakunya, dan sebelah kirinya ada tempat alat-alat produksinya, dan kemudian yang sebelah kanan ini adalah tempat untuk produk-produknya. Bentuknya nanti bisa botol, galon, bisa cups. Itu namaya teaching industry yang nanti bisa dipakai praktek untuk semuanya. Mau manajemen, mau akuntansi, mau teknik kimia, mau mesinnya, mau elektro, ada semua disitu, gitu. Intinya, teaching industry itu supaya mahasiswa menyatu dengan industri yang bisa setiap saat bisa praktek disitu tidak perlu jauh-jauh, gitu,” terang Budiyono. Hal terakhir adalah kampus harus menjadi Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP). Harapannya adalah semua mahasiswa yang lulus disamping memegang ijazah, mereka juga sudah mempunyai sertifikat kompetensi. Sehingga, sudah dipastikan betul-betul siap kerja. “Bisa Anda bayangkan selama studinya selalu menyatu dengan industri, ada prakteknya, ada sertifkat kompetensi, ada ijazah sehingga itu harapannya betul-betul siap kerja. Berbeda dengan yang akademik, gitu ya,” ujar Budiyono. Bersaing dengan Akademis
Para lulusan sekolah vokasi masih dipandang sebelah mata oleh kebanyakan orang. Mereka masih sering dinomorduakan jika dibandingan dengan sarjana. Budiyono memandang bahwa saat ini masyarakat masih menilai bahwa vokasi itu mahasiswa kelas kedua, tidak punya tittle dan sebagainya. Hal ini tentunya menjadi pekerjaan rumah pemerintah untuk terus “getol”
EDENTS
Volume 1 Edisi XXX Tahun 2019
Dok. pribadi
Adapun visi serta misi yang dibawa oleh pendidikan vokasi berbeda-beda di setiap institusi pengelolanya. Walaupun inti yang diusung sebenarnya sama, yakni mempersiapkan mahasiswa yang ahli dan terampil dalam bidangnya untuk lulusan yang siap kerja. Pendidikan sekolah vokasi Undip contohnya, memiliki visi yakni dapat menjadi rujukan sistem pendidikan vokasi di tahun 2040. Dan memiliki tiga misi berupa melaksanakan pendidikan vokasi secara optimal, melaksanakan penelitian terapan serta pengabdian di bidang hasil penelitian terapan tersebut dan terakhir yakni pengelolaan secara baik.
Reny Julijanti ,Kasi Sertifikasi Kompetensi Pelatihan, Dinas Tenaga Kerja Kota Semarang menginformasikan bahwa untuk kedepan yang dilihat tidak hanya gelar yang diperoleh saja, tetapi tentunya juga kompetensi yang dimiliki para angkatan kerja.
Selain itu, banyak ketidaktepatan yang terjadi dalam dunia kerja, dalam hal ini contohnya adalah banyak pekerjaan yang harusnya diisi oleh para lulusan vokasi, tetapi malah diisi oleh lulusan akademik atau sarjana, begitu juga sebaliknya. Tentunya hal ini harus diperhatikan karena fokus antara lulusan vokasi dan sarjana itu sudah berbeda. “Job-job industri banyak yang diisi oleh anak akademik, misalkan di bidang industri itu kerjaan di bagian penelitian dan pengembangan, mestinya diisi oleh anak-anak akademik. Karena kan akademik kan fokus pada pengembangan ilmu pengetahuan. Lalu job-job, misalkan bagian operasi, perawatan mesin, proses produksi mestinya diisi oleh bagian vokasi. Ya itu yang selama ini masih sama simpang siur ya, masih sama semua. Nah kedepan mestinya sudah spesifik, gitu,” jelas Budiyono. Selain masalah sistem pendidikan vokasi yang harus terus dibenahi, ada masalah lain yang timbul dalam pengembangan sekolah vokasi yaitu meningkatnya jumlah pengangguran dari angkatan kerja lulusan vokasi. Data Badan Pusat Statistika (BPS) menunjukkan bahwa pengangguran dari angkatan kerja lulusan program diploma atau vokasi menunjukan kenaikan. Pada Februari 2014 misalnya, angka pengangguran tercatat sebanyak 195.258 orang. Lalu per Februari 2015 angka pengangguran meningkat cukup banyak menjadi 254.312 orang. Sementara pada Februari 2016, jumlahnya menurun sedikit menjadi 249.362 orang. Terakhir pada Februari 2017, angka pengangguran hampir sama dengan tahun lalu namun cenderung naik sebesar 249.705. Praktek yang Belum Maksimal
Dalam pelaksanaannya lulusan sekolah vokasi harusnya lebih unggul dibandingkan lulusan sarjana dalam prakteknya. Tetapi menurut Reny Julijanti, Kasi Sertifikasi Kompetensi Pelatihan Dinas Tenaga Kerja Kota Semarang mengatakan bahwa
11
LAPORAN UTAMA pada kenyataannya vokasi masih lebih menekankan di teoriteori dibandingkan prakteknya, “Vokasi pada kenyataannya lebih banyak ke teorinya, yang padahal seharusnya vokasi itu lebih condong ke praktek,” jelas Reny. Budiyono pun juga mengungkapkan hal yang serupa bahwa pada masa lampau vokasi dengan sarjana hampir memiliki tingkat yang sama dalam akademiknya yaitu lebih banyak ke teori sehingga orang-orang terdahulu menganggap jika vokasi hampir sama dengan sarjana, “Di masa yang lampau kan pendidikannya seolah masih sama, D3 sama S1 kan sama semua, bedanya hanya kalo D3 itu tiga tahun, S1 itu empat tahun. Bedanya kalau D3 itu tidak pakai, skripsi S1 pakai skripsi. Hanya itu aja, sehingga kan jadinya kan seolah-olah masuk ke dunia kerja seolah sama saja,” jelas Budiyono. Hal inilah yang membuat perusahaan juga belum bisa menggunakan lulusan vokasi sebagai tenaga kerja karena banyak lulusan vokasi yang belum siap untuk bekerja. Menurut Reny, hal ini dikarenakan vokasi masih kurang dalam praktek langsungnya serta kurang dalam mengikuti pelatihan-pelatihan yang sebenarnya dapat membantu meningkatkan keterampilan serta kemampuan mereka, “Perusahaan belum memilih vokasi karena banyak yang belum siap untuk bekerja, kecuali kalau dia udah ada mengikuti pelatihan dan lain-lain, kalau S1 bisa apapun, bahkan vokasi itu teknik dan S1 ke non-teknik, perusahaan juga banyak yang butuh nonteknik,” ujar Reny. Selain itu, magang juga merupakan bagian dalam praktek untuk ke dunia kerja yang kemudian hal ini juga harus dapat masuk dalam kurikulum vokasi. Magang merupakan gambaran serta praktek bagi mereka agar mengetahui bagaimana dunia pekerjaan sehingga seharusnya bisa dilakukan perubahan dalam kurikulum agar praktek magang lebih diperbanyak lagi. “Sebenarnya magang yang efektif adalah sekitar dua-tiga bulan, jika cuman satu bulan atau beberapa minggu itu hanya masih awalan saja dan belum memasuki praktek yang sesungguhnya,” jelas Reny.
car-gencarnya membangun politeknik karena hal tersebut juga merupakan bagian dari vokasi. Pemerintah mendorong didirikannya politeknik supaya pendidikan vokasi semakin berkembang. Selain itu terdapat pula revitalisasi pendidikan vokasi. Dari segi tenaga pendidik pun juga diberikan pelatihan oleh pemerintah agar benar-benar menjadi tenaga pendidik vokasi. Pemerintah akan berencana mengurangi akademiknya dan kemudian vokasi lebih ditingkatkan karena kebutuhan akan dimasa depan, “Itu karena kebutuhan kedepan, di tahun 2030 itu Indonesia masih butuh sekitar 58 juta tenaga kerja terampil vokasional. Tahun 2030, maka ini cepat. Bagian dari treatment pemerintah supaya vokasi lebih dikembangkan,” tukas Budiyono. Harapan untuk Vokasi
Budiyono berharap semoga sekolah vokasi Undip kedepannya lebih dikenal lagi serta bisa mendapatkan pengakuan secara internasional, “Harapannya nanti sederhana sekali, misal ada seseorang ingin masuk vokasi, saya mau sekolah vokasi diamana ya? Tahunya ya di Undip. Lalu misalnya ada orang Malaysia bingung masuk sekolah vokasi dimana ya? Tahunya ya di Undip, gitu. Sehingga sekolah vokasi Undip akan melakukan kerjasama dengan pihak asing,” harap Budiyono.
Reny pun juga berharap semoga sekolah vokasi lebih banyak lagi yang melakukan pelatihan-pelatihan karena akan sangat membantu dalam mengembangkan keterampilan mereka. Pemerintah dapat memperbaiki kurikulum vokasi untuk lebih diperbanyak dalam prakteknya. “Kurikulumnya mohon untuk diubah, lebih banyakin di prakteknya, lebih banyak magang jangan sesuain dengan jurusannya saja, kadang kuliah jurusan ini dan praktek nya malah yang lain, dan tolong ikuti perkembangan jaman,” tutupnya. (jl)
Pelatihan yang Diberikan Pemerintah
Dok. pribadi
Pemerintah dalam hal ini juga sudah memberikan fasilitas dalam membantu mengembangkan keterampilan serta kemampuan para lulusan vokasi yaitu dengan mengadakan pelatihan-pelatihan. Dinas Tenaga Kerja Kota Semarang pun sering mengadakan pelatihan-pelatihan tersebut mulai dari pelatihan komputer, otomotif, elektro, dan lain-lain. Pelaksanaan pelatihan tersebut dilaksanakan per awal tahun setiap setahun sekali dan pelatihan tersebut dibuka untuk umum sehingga dari kalangan apapun bisa mengikutinya. Setelah mengikuti pelatihan, maka para lulusan vokasi akan lebih banyak memiliki keterampilan dan hal ini bisa membuat perusahaan tertarik untuk merekrut dan Dinas Tenaga Kerja bisa menjadi perantara, “Di Dinas Tenaga Kerja itu dilatih, diujikan, lalu ditempatkan, misal ada permintaan dari perusahaan, Disnaker bisa menjadi penghubung dan Disnaker punya data tersebut,” ujar Reny.
Ir. Budiyono , Dekan Sekolah Vokasi Universitas Diponegoro
Selain mengadakan pelatihan, pemerintah juga sedang gen-
EDENTS
Volume 1 Edisi XXX Tahun 2019
12
LAPORAN UTAMA
Pendidikan dalam Asumsi Public dan Private Goods Oleh: Karima, Nina, dan Olivia
Dok. www.coxandporkum.com
Pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara adalah proses menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anakanak peserta didik, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya. Melalui pengertian pendidikan yang dikemukakan oleh Bapak Pendidikan Indonesia, dapat dipahami jika pendidikan memiliki urgensi yang tinggi. Terlebih, salah satu tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang tercantum di dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, yaitu “Mencerdaskan Kehidupan Bangsa� semakin menegaskan jika pendidikan adalah hal yang esensial di Bumi Pertiwi. Kepentingan pelaksanaan pendidikan di Indonesia diwujudkan melalui kebijakan wajib belajar 12 tahun bagi seluruh generasi penerus bangsa oleh pemerintah Indonesia. Kebijakan ini dimulai dari enam tahun bangku Sekolah Dasar, tiga tahun Sekolah Menengah Pertama, dan tiga tahun Sekolah Menengah Atas. Kewajiban belajar 12 tahun juga merupakan agenda prioritas pemerintahan sejak tahun 2015 sampai sekarang.
Meletakkan pendidikan sebagai tujuan NKRI, mengharuskan pemerintah memberikan perhatian lebih perihal mencerdaskan kehidupan bangsa. Akan tetapi, data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia menunjukkan tingginya angka putus sekolah di Indonesia. Pada tahun 2017 dan tahun 2018, rata-rata angka putus sekolah tertinggi berada di bangku Sekolah Menengah Atas dan Menengah Kejuruan. Jika dilihat berdasarkan daerah, angka putus sekolah daerah kota lebih tinggi jika dibandingkan dengan daerah pedesaan. Kondisi ini dapat menjadi salah satu tolak ukur keberhasilan pemerintah dalam menjalankan program mencerdaskan kehidupan
EDENTS
Volume 1 Edisi XXX Tahun 2019
bangsa. Mengapa masih banyak anak-anak Indonesia yang putus sekolah? Apa yang menyebabkan mereka enggan untuk melanjutkan pendidikan? Apakah ada sekat yang berkembang di tanah air, sehingga pendidikan yang seharusnya merupakan hak seluruh bangsa Indonesia menjadi terbatas? Terlebih adanya konsep public goods dan private goods menimbulkan tanda tanya, apakah pendidikan yang hakekatnya adalah hak semua masyarakat turut terkelompokkan ke dalam dua konsep ini? Pendidikan adalah Hak Semua Warga Negara
Menurut Ketua Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan (LPMP) Jawa Tengah, Harmanto, pendidikan di dalam UUD 1945 merupakan hak bagi semua warga. Pendidikan berperan sebagai media untuk mendapatkan pencerdasan kehidupan bangsa. Siapa saja bisa mengakses pelayanan pendidikan. Sedangkan soal pengelolaannya, dapat dilakukan oleh pihak pemerintah (negeri) maupun swasta. Di dalam UUD, harus diketahui bahwa tanggung jawab pendidikan bukan hanya pemerintah pusat atau pemerintah daerah, jauh dalam pelaksanaannya juga dibutuhkan andil masyarakat. Peran masyarakat dapat dilihat dari keikutsertaan pihak swasta dalam mendirikan institusi pendidikan. Tidak ada larangan bagi masyarakat yang ingin berkontribusi terhadap pendidikan melalui pembangunan sekolah. Hanya saja harus mengikuti tata aturan yang disiapkan oleh pemerintah. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 yang disempurnakan dalam nomor 13 tahun 2015, dijelaskan bahwa setiap satuan pendidikan di wilayah NKRI wajib melaksanakan atau mengimplementasikan standar nasional pendidikan. Semua badan pendidikan baik negeri ataupun swasta harus
13
LAPORAN UTAMA patuh pada standar pendidikan nasional, karena standar pendidikan adalah kriteria minimal yang harus dipenuhi. Artinya pelaksanaan pendidikan tidak boleh berada di bawah standar yang ada dan diharapkan mampu mencapai standar, kemudian lembaga pendidikan harus meningkatkan pencapaian standar tersebut. Pendidikan sebagai Bentuk Layanan Umum
Public goods atau barang publik adalah barang yang tidak dapat dibatasi siapa penggunanya dan sebisa mungkin seseorang tidak perlu mengeluarkan biaya untuk mendapatkan barang tersebut. Ciri barang publik adalah non-rivalry dan non ekskludable. Non rivalry artinya barang yang apabila dikonsumsi oleh individu tertentu tidak akan mengurangi konsumsi orang lain terhadap barang yang sama. Sedangkan non ekskludable adalah semua orang berhak menikmati manfaat dari barang tersebut. Sementara, barang privat adalah barang yang diperoleh melalui mekanisme pasar. Barang privat memiliki ciri rivalry dan excludable, berarti barang privat akan mengurangi konsumsi individu jika individu lainnya menggunakan barang yang sama dan excludable memiliki makna, tidak semua orang berhak menikmati manfaat suatu barang.
mahasiswa di perguruan tinggi tersebut sehingga pendidikan pada permaslahan ini bersifat rivalry dan non excludable. Terdapat persaingan untuk memperoleh pendidikan yang layak. Persaingan tersebut adalah persaingan intelektual. Namun demikian, pendidikan yang bermutu harus dapat dinikmati oleh senua orang atau dapat diakses oleh semua orang.
Pendidikan memberikan eksternalitas positif, artinya bagi siapa pun yang memperoleh akses pendidikan akan dapat memberikan manfaat tidak hanya bagi dirinya tetapi bagi lingkungannya. Pendidikan memberikan manfaat sosial yang besar. Manfaat sosial ini tidak dapat diperhitungkan jika pendidikan sepenuhnya diserahkan ke swasta. Sehingga pemerinah harus turut campur tangan dalam pengadaan pendidikan. Namun demikian, keterbatasan penyelenggara pendidikan untuk menyediakan pendidikan menyebabkan pendidikan bersifat rivalness.
“Pertama, dasar yang mahal yang bagus, yang infratrukturnya bagus, gurugurunya bagus, siapa yang bisa mengkakses? Hanya masyarakat tertentu yang berkelebihan, tapi kalau kita melihat income per kapita sebaiknya pendidikan itu public goods,� jelas Harmanto, Ketua LPMP Jawa Tengah
Sejauh ini, kebanyakan masyarakat beranggapan bahwa pendidikan merupakan hal yang tidak bisa dibatasi siapapun penggunanya dan semua orang berhak untuk menerima manfaat dari pendidikan, sehingga pendidikan selalu diasumsikan sebagai hak dan milik bersama. Akan tetapi, persepsi ini tidak benar secara keseluruhan. Dosen Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Hastarini menuturkan bahwa pendidikan pada dasarnya adalah public service. Sehingga perlakuan pendidikan sebagai barang publik dan barang pribadi tergantung kepada pelaku pendidikan atau penyedia jasa pendidikan. Menilik penyedia jasa pendidikan dari pihak swasta. Jika penyedia jasa publik adalah swasta yang memiliki jumlah institusi pendidikan yang terbatas, maka akan menyebabkan ketimpangan permintaan dan penawaran. Jumlah orang yang membutuhkan pendidikan tidak sebanding dengan jumlah lembaga penyedia pendidikan swasta. Kurangnya penawaran, yaitu sekolah swasta, menyebabkan harga menjadi tinggi dan banyak orang yang tidak dapat mengakses pendidikan yang dibutuhkan.
Sedangkan apabila dilihat dari sifat non rivalry, untuk mengakses pendidikan, misalnya masuk perguruan tinggi, maka calon mahasiswa akan bersaing agar dapat masuk di perguruan tinggi yang diidamkan. Mahasiswa yang berhasil lolos untuk masuk di suatu perguruan tinggi, akan mengurangi ketersediaan dan peluang orang lain yang akan menjadi
EDENTS
Volume 1 Edisi XXX Tahun 2019
Bukan Perihal Pengkategorian Public maupun Private Goods
Sebagai public service, pendidikan tidak dapat dikelompokkan secara keseluruhan menjadi barang publik atau barang pribadi. Pendidikan di suatu waktu dapat dikategorikan sebagai barang publik dan dengan mudah juga dapat dikatakan sebagai private good. Secara garis besar, dikarenakan kebijakan wajib belajar 12 tahun menyebabkan pendidikan harus secara adil dan merata diberikan kepada semua generasi. Akan tetapi, untuk tahun-tahun selanjutnya atau perguruan tinggi, perlakuan pendidikan akan berubah. Pendidikan pada perguruan tinggi tidak lagi bersifat non rivalry dan non excludable. Harmanto menjelaskan jenjang pendidikan di perguruan tinggi tidak dapat dikategorikan sebagai public goods karena jika publik maka persoalannya seberapa besar masyarakat yang bisa mengakses sekolah atau yayasan sementara sekolah dan yayasan tersebut pada dasarnya bersifat private good. Pemerintah Indonesia sekarang memberikan keluasan, kesempatan belajar kepada semua lapisan masyarakat dan sekarang sudah tidak ada lagi sekolah-sekolah elit atau sekolah favorit. Hal tersebut semua sudah diarahkan ke public bukan private. “Jadi begini, bukan persoalan setuju atau tidak setuju, saya lebih mengarah kepada marilah kita berfikir rasional, pertama pendapatan per kapita kita itu berapa? Jangan melihat anakanak Jakarta saja, anak-anak etnis tertentu di kota-kota besar yang mampu mengakses pendidikan tinggi, pendidikan menengah atas. Pertama, dasar yang mahal yang bagus, yang infratrukturnya bagus, guru-gurunya bagus, siapa yang bisa mengkakses? Hanya masyarakat tertentu yang berkelebihan, tapi kalau kita melihat income per kapita sebaiknya pendidikan itu public
14
LAPORAN UTAMA
Sejalan dengan Harmanto, Hastarini mengatakan pendidikan memang lebih mengarah ke public goods, hanya saja untuk yang perguruan tinggi ada saingan untuk bisa masuk karena kapasitasnya terbatas. Padahal untuk barang publik sendiri seharusnya tidak ada kata bersaing melainkan bebas atau non rivalry. Akan tetapi lembaga swasta memiliki saingan, terutama pada kualitas. Kemudian untuk barang publik, barang yang tersedia tidak menghalangi seseorang untuk memperolehnya. Sedangkan untuk yang perguruan tinggi karena dibatasi maka berarti ada halangannya untuk bisa masuk, hal itu yang dinamakan non excudable. Berdasarkan penjelasan tersebut, jelas terlihat jika sejatinya pendidikan tidak bisa dikategorikan penuh menjadi barang publik atau barang pribadi, melainkan kondisi lembaga dan daya tawar menawar turut menjadi pertimbanagn penting. Hal yang seharusnya dipertimbangkan adalah pendidikan merupakan jasa publik atau layanan publik yang benar merupakan hak seluruh bangsa, hanya saja sifat non rivalry dan non excudable sangat mengambil peran. Hal terpenting adalah mewujudkkan keseimbangan dalam pelaksanaan pendidikan dengan mendukung keberjalan pendidikan, tanpa mempersalahkan kategori pendidikan. Permasalahan dan Harapan untuk Pendidikan Indonesia
Permasalahan pendidikan Indonesia yang dirasa krusial adalah penganggaran. Seperti yang dijelaskan di awal, sebagai media tujuan bangsa sudah sepatutnya pendidikan mendapatkan perhatian yang lebih demi keberjalanan proses pencerdasan bangsa yang baik dan layak. Akan tetapi pemberian anggaran yang dirasa belum cukup membuat beberapa masalah timbul. Permasalahan itu dirasakan oleh banyak pihak pelaku pendidikan, baik pelaksana pendidikan maupun penerima pendidikan. Pendidikan di Indonesia seharusnya dapat memperoleh anggaran pendidikan yang lebih banyak atau diberikan peningkatan anggaran setiap tahunnya agar dapat meminimalisir biaya dan mencegah segala kemungkinan buruk yang bisa terjadi. Harmanto menambahkan, regulasi menghendaki anggaran untuk pendidikan sebesar 20% tapi kenyataannya, anggaran pendidikan tidak atau belum mencapai 20%. Persentase 20% tersebut masih terbagi-bagi untuk kegiatan pendidikan di institusi non kementrian pendidikan. “Sebenarnya regulasi mengharapkan yang murni dikelola oleh kementrian pendidikan sebanyak 20%. Tapi ke satuan pendidikan sekolah hendaknya 20% juga minimal. Dan semua anggaran itu 20% itu untuk proses bukan untuk gaji, bukan untuk upah, kalo sekarang kan termasuk upah gaji, sehingga menjadi tidak 20% lagi,” ungkap Harmanto. Menurut Hastarini, anggaran negara untuk pendidikan 20% sebetulnya belum mencukupi. Generasi-generasi baru yang unggul dapat tercipta apabila adanya dukungan langsung dari pemerintah. “Meski seharusnya seperti pendidikan di Jepang juga pendidikan di Malaysia memiliki tonggak utamanya
EDENTS
Volume 1 Edisi XXX Tahun 2019
berupa investasi sumber daya manusia. Memang tidak langsung, tapi dalam jangka panjang untuk menyiapkan generasigenerasi unggul memang perlu dukungan dari pemerintah. Kalau dulu Malaysia tahun 70-an 80-an mereka menyekolahkan penduduknya ke Indonesia, untuk menyiapkan investasi manusia. Kemudian, setelah hancur atas peristiwa pengemboman, Jepang sukses bangkit dari masalah yang luar biasa besar dengan menyiapkan generasi-generasi yang unggul,” tukas Hastarini. Hal ini membutuhkan komitmen tidak hanya dari pemerintah tapi juga masyarakat. Meskipun pemerintah bertindak sebagai regulator dan juga sebagai penyedia layanan pendidikan, masyarakat tetap memiliki kesadaran untuk mewujudkan pendidikan bermutu yang sangat berpengaruh kepada semua insan. Dengan adanya kesadaran bersama antara pemerintah dan masyarakat tentu akan menimbulkan perbaikan asumsi-asumsi atau presepsi mengenai pendidikan Indonesia dapat berubah semakin baik. Setiap masyarakat diharapkan mampu mengambil pemahaman positif terhadap isu yang sedang berkembang. Hastarini turut menyampaikan harapannya mengenai pendidikan bangsa Indonesia. Ia berharap adanya komitmen yang kuat bagi pemerintah dan masyarakat dalam memajukan pendidikan, pemerintah selaku regulator dapat menentukan arah kebijakan pendidikan dan masyarakat juga mampu menyokong pemerintah. “Meskipun pemerintah itu sebagai regulator, sebagai penyedia layanan pendidikan. Tapi kalau diserahkan sepenuhnya kepada pemerintah, ya berat. Ada pos-pos tertentu yang pemerintah harus siapkan. Banyak sekali SD, SMP, atau SMA yang rusak. Artinya kalau itu semua diserahkan kepada pemerintah untuk meningkatkan kualitas, jadi tidak berimbang. Pemerintah dan masyrakat harus berkolaborasi untuk mewujudkkan pendidikan yang baik dan layak,” jelas Hastarini. Disisi lain, Harmanto berharap adanya perbaikan dalam pelaksanan pendidikan seperti ketercukupan tenaga pendidikan, distribusi serta terpenuhinya pembiayaan. “Kemudian, distribusi PTK yang merata dan proporsional. Yang ketiga, terpenuhinya pembiayaan yang dibutuhkan secara layak melalui anggaran yang tepat sasaran, yang ke-empat terutama untuk pendidikan kejuruan, atau sekolah vokasi, juga harus mampu memberikan keterampilan bagi mereka yang bukan hanya berada di sekolah SMK saja, tetapi juga dari yang berasal dari sekolah menengah umum atau atas,” pungkas Harmanto. (jl)
Dok. pribadi
goods,” jelas Harmanto.
Hastarini Dwi Atmanti, Akademisi FEB Undip
15
Oleh: Ulfa
EDENTS
Volume 1 Edisi XXX Tahun 2019
16
EDENTS
Volume 1 Edisi XXX Tahun 2019
17
EDENTS
Volume 1 Edisi XXX Tahun 2019
18
Mantan Edents Berawal dari Edents Berakhir di INDEF Oleh: Fatimah dan Winnarti Dok. pribadi
Enny Sri Hartati adalah salah satu dari sekian banyak alumni Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Edents yang telah berhasil dan sukses menjadi sosok yang menginspirasi. Enny merupakan lulusan dari Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro yang sekarang menjabat sebagai Direktur Eksekutif di Institute for Development of Economics and Finance (INDEF). INDEF sendiri dikenal sebagai lembaga riset independen dan otonom yang melakukan riset dan kajian kebijakan publik, utamanya dalam bidang ekonomi dan keuangan. Peraih Cumlaude dan Mawapres III FEB Undip 2016 Berminat karena Tagline
Ketertarikan Enny terhadap Edents bermula dari tagline yang diusung yaitu “More Than Journalisme” yang berarti Edents tidak hanya sekedar jurnalis. Di samping itu, minat yang besar tehadap dunia jurnalistik dan keinginan untuk memperluas wawasan melalui kegiatan wawancara membuat Enny menjadi semakin tertantang dan ingin mendaftar menjadi anggota Edents. “Pada waktu itu mahasiswa–mahasiswa yang merupakan aktivis masih banyak yang idealis. Kegiatan mahasiswa tidak terlalu fokus terhadap target studi kuantitatif seperti IP (indeks prestasi) harus sekian atau lulusan harus dibatasi,” tutur Enny. Menurutnya pada saat itu mahasiswa memiliki fleksibilitas sehingga kegiatan mahasiswa sangat kreatif dan sangat aktif dengan menumbuhkan minat dari mahasiswa. Karena faktor itulah Enny mengikuti minatnya dalam jurnalis untuk mendaftar di Edents. Bertahan dalam Seleksi Alam
Besar Suka daripada Duka
Setelah melalui tahap magang, Enny akhirnya masuk di divisi Redaksi dan menjadi redaktur pelaksana. Suka dan duka dirasakan saat berada di Edents terutama di divisi redaksi tersebut. Satu yang sudah pasti menjadi kendala saat itu adalah infrastruktur yang sangat terbatas. “Contohnya, hanya ada satu komputer yang bisa digunakan dan harus rebutan. Bahkan untuk rental di luar pun masih sangat terbatas,” terang Enny. Tak lupa proses layout dan editing yang tidak hanya membutuhkan sehari atau dua hari pengerjaan dan sangat memerlukan konsentrasi yang tinggi sampai membuat Enny dan timnya mengurangi jam tidur. Akan tetapi menurut Enny dukanya tak sebanding dengan suka yang diperoleh. “Salah satu suka yang saya rasakan yaitu Volume 1 Edisi XXX Tahun 2019
Mengenal Tokoh Penting melalui Edents
Tak bisa dipungkiri pekerjaan yang saat ini diraih Enny merupakan bagian dari benefit yang diperoleh ketika menjadi anggota Edents. Enny mengenal para tokoh–tokoh INDEF berawal mula saat beliau menjadi bagian dari redaksi Edents yang diutus untuk melakukan reportase di Jakarta. “Saya kenal terhadap beliau–beliau, salah satunya adalah Pak Faisal H. Basri yang waktu itu masih di LPM UI dan tokoh tokoh pendiri INDEF lainnya yang waktu itu INDEF sendiri belum berdiri. Pada tahun 1995 berdirilah INDEF dan bertepatan dengan kelulusan saya. Kemudian pada tahun 1996 saya terbang ke Jakarta dan menawarkan diri untuk bergabung di INDEF,” terang Enny. Tantangan dan Dinamika yang Berbeda
Menurut Enny, Edents yang dulu dan sekarang sangat berbeda. Dilihat dari segi tantangan dan dinamikanya sudah terlihat berbeda. Dahulu mahasiswa sangat dinamis dan fleksibel yang tidak diukur dengan target kuantitatif. “Sekarang dunia semakin pragmatis termasuk kehidupan kampus sehingga mahasiswa saat ini dalam mengikuti kegiatan intra maupun ekstra kampus berbeda dengan roh mahasiswa zaman dulu,” jelas Enny. Menurut Enny hal itu bukan hanya terjadi di LPM lain atau Undip saja tetapi hampir seluruh aktivitas mahasiswa di Indonesia cenderung pragmatis atau bahkan banyak yang mengatakan instan dan sebagainya. Enny menjelaskan bahwa perbedaan Edents sekarang dan dulu jika dilihat dari indikator waktu masa maka hasilnya jauh sekali bahkan mengalami penurunan. Oleh karena itu hal tersebut menjadi tidak adil. “Jadi yang harus dijadikan perbandingan adalah terbitan produk-produk LPM di fakultas lain atau dengan kampus lain,” tutur Enny. Merujuk dari indikator perbandingan tersebut Enny berpendapat bahwa yang dilakukan oleh Edents cukup baik, diikuti dengan beragamnya produk yang dihasilkan seperti majalah, buletin dan lain-lain.
Enny Sri Hartati, Direktur Eksekutif INDEF
Menurut penjelasan beliau, pendaftaran Edents dulu dan sekarang sangatlah Dok.indef.or.id berbeda. Enny menjelaskan bahwa dahulu untuk mendaftar harus melalui tahap seleksi yang cukup ketat yaitu wawancara dengan senior-senior Edents yang cukup killer. Seleksi menjadi anggota pun bukan berdasar prestasi tetapi berdasar seleksi alam dimana yang lolos wawancara lah yang akan diterima menjadi anggota Edents sehingga dari sekian banyak yang melamar hanya sedikit yang diterima. “Seleksinya cukup ketat dibandingkan dengan UKM lain, artinya untuk masuk edents harus melalui proses wawancara. Dimana dulu senior Edents agak killer-killer. Ada mas Ahmad Djoko Untoro, ada pak Riyadi (PU pada saat itu), ada mas Dwi Setyawan yang hampir semua aktivis Edents sekarang menduduki posisi penting di dalam pekerjaannya masing-masing karena dulu seleksinya tidak hanya ketat dimana seleksinya tidak berdasarkan IP atau berdasarkan kecerdasan tetapi melalui seleksi alam,” jelas Enny. Tugas pertama yang ia dapatkan saat pertama kali magang di Edents yaitu mewawancarai pemilik Warung Makan Soto Bangkong. Minimnya pengalaman dan pengetahuan mengenai jurnalisme mendorong untuk lebih kreatif mengenai bagaimana cara untuk mengejar narasumber tersebut.
EDENTS
ketika ada perkembangan berita dan informasi mengenai suatu hal maka saya dan teman–teman yang akan mengetahui lebih dahulu dan dapat bertemu pak rektor karena tidak sembarang orang bisa bertemu apalagi berbincang dengan pak rektor jika tidak memiliki kepentingan apapun. Bahkan apabila ada wawancara di Jakarta maka tidak menutup kemungkinan akan bertemu dengan menteri dan tokoh nasional,” ungkap Enny. Menurut Enny dengan adanya kegiatan wawancara, akan memperluas networking, berlatih untuk menyampaikan ide-ide dan juga berlatih memperkaya wawasan. Hal ini karena ketika akan mewawancarai narasumber para reporter harus belajar terlebih dahulu.
Kritik dan Saran untuk Edents Saat Ini
Menurut Enny, ada beberapa masukan yang ingin ia sampaikan kepada para Edentser (Red - sebutan anggota Edents). Pertama, menggunakan media atau kegiatan jurnalisme menjadi instrumen untuk meningkatkan kualitas, tidak hanya sebagai mahasiswa FEB tetapi lebih dari itu. Dimana kita harus mempunyai nilai plus pada diri masing–masing individu. Cara meningkatkan nilai plus yaitu dengan mengikuti semua kegiatan Edents dengan niat yang sungguh–sungguh sehingga dengan sendirinya akan memiliki kesadaran diri yang tinggi untuk berdedikasi terhadap Edents. Kedua, mahasiswa harus bebas mengembangkan kreativitas dan idealismenya dalam menulis konten produk-produk yang dihasilkan Edents. Sebaiknya jangan hanya sekedar konten belaka, minimal harus ada maknanya dan sebaiknya memiliki isi atau konten yang berguna bagi mahasiswa lain. “Indikator keberhasilan suatu majalah dapat
19
Tentang Mereka
Achmad dan Ceritanya Merintis Usaha "Garasi 35" Oleh: Sigit Nugroho
“Hampir semua sektor usaha akan selalu memperhatikan kepuasan pelanggan sebagai aset tak berwujud perusahaan dalam jangka panjang. Usaha ini menambahkan pelayanan berupa pemasangan aksesoris untuk daerah Semarang. Sedangkan untuk cabang satunya, pelayanan yang diberikan masih sebatas jual beli.” - Achmad Hasan, owner Garasi 35.
Awal Perintisan Usaha
Pada awalnya, usaha “Garasi 35” merupakan usaha milik pribadi tanpa ada tim kerja. Akan tetapi sesusai dengan visinya yakni sebagai pusat toko aksesoris (accessoris store center) mobil yang murah dan unik, Achmad menarik karyawan untuk membantunya dalam usahanya. Hal ini dilakukannya dikarenakan usahanya yang kian berkembang sehingga tidak akan mungkin apabila ia bekerja seorang diri. Kini Achmad sudah memiliki lima orang karyawan yang ia pekerjakan untuk membantu bisnisnya.
Achmad memberikan tips kepada mahasiswa yang ingin membuka usaha atau yang sedang membuka usaha untuk terus konsisten dalam berbisnis. Banyak model bisnis yang bisa dijalankan. Modal bukan menjadi satusatunya hal yang terpenting. Akan tetapi niat, doa, dan kerja keras yg paling utama. “Bekerja keraslah di usia muda agar tau rasanya banting tulang dan indahnya sebuah pencapaian,” pungkas Achmad di akhir wawacaranya. (jl)
Dok. Instagram
Berbeda dengan usaha kebanyakan yang membutuhkan modal awal (first capital) yang cukup besar, Achmad dengan hanya merogoh kocek Rp.150.000 dapat menyulapnya menjadi sebuah usaha aksesoris mobil yang memiliki omzet hingga Rp.100.000.000,- per bulan dari omzet awal yang hanya Rp.3.000.000 per bulannya. Ia hanya perlu memutar otaknya dengan prinsip membeli satu barang lalu dijual kemudian diputar lagi. Akhirnya berkat kerja kerasnya, pada bulan Juli 2018 usaha yang ia beri nama “Garasi 35” resmi memiliki offline store di Semarang. Tak berhenti disitu, untuk memperluas ekspansi usahanya, pertengahan Desember 2018 Achmad membuka cabang toko atau toko kedua yang berada di Solo. Achmad mengatakan bahwa bisnis yang ia lakukan pada awalnya dilakukan dengan metode Cash On Delivery (COD) dan berfokus pada penjualan online saja. “Awal merintis usaha dulu biasanya cod-an, dan fokus pada penjualan online. Awal-awal buka cuman modal beberapa ya sederhana. Internet yang paling penting buat promosi, tapi kalau sekarang ya alhamdulillah sudah punya langganan dan mulai dikenal,” tutur Achmad.
pat sasaran. Media online dan offline menjadi cara yang ditempuh oleh Achmad untuk melakukan pemasaran usaha.”Cara promosi kebanyakan melalui online Instagram, Facebook, Bukalapak, akun premium OLX, serta promosi secara offline pun tetap dilakukan dengan target sasaran berbagai klub mobil Semarang,” terang Achmad. Meningkatkan pelayanan atau service dilakukan untuk menambah kepuasan pelanggan. Hampir semua sektor usaha akan selalu memperhatikan kepuasan pelanggan sebagai aset tak berwujud perusahaan dalam jangka panjang. Usaha ini menambahkan pelayanan berupa pemasangan aksesoris untuk daerah Semarang. Sedangkan untuk cabang satunya, pelayanan yang diberikan masih sebatas jual beli.
Achmad Hasan, Owner Garasi 35
Teknik Pelayanan dan Pemasaran
Melihat usaha “Garasi 35” yang terus berkembang, tentu tak lepas dari teknik marketing yang apik dan te-
EDENTS
Volume 1 Edisi XXX Tahun 2019
20
Kunjungi! www.lpmedents.com
Nama “Garasi 35” merupakan usaha yang dirintis oleh salah seorang alumni Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB) Universitas Diponegoro (Undip) tahun 2015 bernama Achmad Hasan. Kegiatan usaha ini bergerak dalam bidang penjualan aksesoris mobil yang telah didirikan pada bulan September tahun 2015 silam. Dengan dalih memiliki passion dalam bidang otomotif dan melihat peluang pasar (market opportunity) yang luas serta kecenderungan permintaan akan transportasi yang terus mengalami peningkatan, Achmad memberanikan diri untuk memulai usaha “Garasi 35” tersebut.
Geliat Usaha “Sate Taichan Konicipi” Penggoyang Lidah Milenial Bisnis kuliner merupakan salah satu bisnis yang sangat diminati oleh berbagai kalangan. Apalagi bisnis kuliner dianggap menggiurkan karena dimana pun tempatnya, kuliner merupakan sesuatu yang dicari-cari oleh masyarakat. Tak berbeda dengan daerah lainnya, Semarang juga memiliki banyak tempat makan maupun kafe yang menjajakan kuliner dengan cita rasa yang dapat menggoyang lidah para penikmatnya. Harganya pun beragam mulai dari harga mahasiswa hingga harga yang mengharuskan merogoh kocek lebih dalam.
Dok. edents
Oleh : Aditya Mila Karmiladdi
Berawal dari Hobi
Dinda Ayu Septiana, alumni SMK 6 Semarang jurusan hotel dan restoran yang mempunyai hobi masak ini tak mau kalah untuk mencoba bisnis kuliner di daerah asalnya. Bisnis kuliner yang sedang ditekuni saat ini adalah sate taichan. Sate taichan adalah sebuah varian sate yang berisi daging ayam yang dibakar tanpa baluran bumbu kacang atau kecap seperti sate pada umumnya. Sate ini hanya disajikan dengan sambal dan perasan jeruk nipis, sementara daging sate untuk sate taichan lazimnya berwarna putih polos dan hanya dibumbui garam, jeruk nipis, dan sedikit cabai. Sate ini dijual pada malam hari, lazimnya sate-sate pada umumnya.
Kedai sate taichan yang dimiliki oleh Dinda ini bernama “Sate Taichan Konicipi”. Nama ini diambil karena memiliki makna kon ngicipi (dalam bahasa jawa), kalau dalam bahasa Indonesia berarti disuruh mencicipi. Dinda berharap dengan mulai dari mencicipi rasa sate taichan buatannya ini masyarakat suka kemudian masyarakat akan mencoba terus menerus Sate Taichan Konicipi ini. Sate taichan ini juga memiliki citarasa yang khas dari yang lain.
Konsep kedai ini juga sangat unik dengan memanfaatkan barang-barang yang ada di sekitar seperti bangku dan mejanya yang beragam. Barang apapun bisa dimanfaatkan untuk menjadi meja dan kursi, bahkan beberapa diantaranya merupakan buatan ayahnya sendiri. Keunikan Sate Taichan Konicipi ini ada pada sambalnya. Dinda membuat sambal satenya ini dengan mengubah cita rasanya menyesuaikan dengan lidah orang jawa yang suka rasa masakan manis hingga gurih pedas. Walaupun diganti justru malah banyak diminati oleh masyarakat terutama kalangan mahasiswa yang saat ini suka sekali dengan masakan pedas. “Dari sambalnya yang beda menyesuaikan lidah orang jawa. Lalu diirisannya yang ke madura-maduraan karena basicnya tetangga saya asli Madura jadi ya gitu,” ungkap Dinda. Merambah Sukses dengan Membuka Cabang
Seiring bertambah tahun, usaha yang dijalani wanita kelahiran Semarang, 9 September 1990 ini berkembang sangat pesat. Sate Taichan Konicipi yang ditekuni Dinda sejak akhir tahun 2015 ini berpusat di Bergota (Jalan Kyai Saleh no.475) dan kini sudah memiliki empat cabang diantaranya yaitu di Sekaran, Bigbox, Pucang Gading, dan Banyumanik. Dari yang awalnya hanya mempunyai tiga karyawan, sekarang sudah bertambah menjadi 28 karyawan belum termasuk tukang tusuk dan pengupas bumbu-bumbu inti seperti bawang merah, bawang putih dan cabe. Karyawannya ini berasal dari warga sekitar di daerah rumah Dinda di daerah Gunung Pati. Dinda juga sedang beren cana untuk membuka cabang lagi di daerah Simpang Lima.
EDENTS
Volume 1 Edisi XXX Tahun 2019
Saat ditanya dalam menghadapi pesaing, Dinda tidak terlalu mempermasalahkannya. Karena ia hanya fokus pada sate taichan buatannya sendiri terutama racikan sambal khasnya yang membuat dia yakin tetap melangkah. Selama ini dalam menjalankan usahanya, Dinda tidak banyak menghadapi kendala, karena sepi dan ramainya pengunjung menurut dia adalah hal yang biasa. Dinda selalu bersyukur saat usahanya sepi ataupun ramai, namun sejauh ini kebanyakan ramai terus tiap harinya. Munculnya pedagang-pedagang baru sate taichan atau makanan lain juga tidak masalah menurut Dinda, justru dia senang dan ingin mengajak pedagang kaki lima untuk terus berkreasi. Selain itu, Dinda solutif dalam mengatasi masalah bahan-bahan makanan yang masih tersisa dan belum laku. Hal ini dilatarbelakangi karea dulunya ia pernah berkerja dan telah berpengalaman sebagai koki di beberapa hotel di daerah Semarang dan Jakarta selama empat tahun. Dinda tahu cara penyimpanan sate yang baik dan masakan yang sudah dimasak seperti sambal, serta ia pun tahu cara yang baik dalam menyimpannya harus seperti apa. Dinda juga tidak sungkan untuk menularkan keahliannya dan membagikan ilmu yang dimiliki kepada para karyawannya. Sampai-sampai karyawannya saat ini tahu dan terbiasa dengan istilah-istilah yang sering digunakan di dapur hotel tanpa sekolah formal dulu, bahkan mereka sering menggunakan istilah tersebut dalam bekerja sekarang ini. Modal Kecil dengan Omset Besar
Berbicara mengenai omset, Dinda sendiri mengatakan bahwa dengan modal awal lima juta kini dia bisa meraih omset belasan juta setiap harinya dengan catatan pendapatan terbesarnya didapat dari kedai pusat yaitu di daerah Bergota dan cabang yang lain menyesuaikan strategisnya tempat. Semakin tempat itu strategis dan kawasan ramai, maka omset yang dicapai semakin banyak pula. Saat ini Dinda hanya melakukan promosi dari mulut ke mulut dan melalui instagram. Dia berharap setelah terkenal di Semarang dia juga ingin merambah ke kota lain yaitu Jogja. Dalam varian menunya Dinda hanya ingin menjual inti dari sate taichan itu sendiri, ceker dan sayap. “Pengennya sampe kapanpun yang kita jual ya sate ada ceker, sayap, paha, ya mungkin kalau ada menu varian lain paling buat tambah-tambah aja tapi yang intinya kita jualannya ya ini,” tutur Dinda. Terakhir, Dinda berpesan untuk anak-anak muda agar terus belajar dan jangan takut memulai mencari uang dari usaha sekecil apapun contohnya dengan berdagang atau berwirausaha. (jl)
21
SOSOK
Slam : Mendongeng adalah Panggilan Hati Oleh : Nailul Magfiroh dan Prasetya Anggoro
Menjadi Pendongeng merupakan Panggilan Hati
Slam mengaku sejak masih sekolah menengah ia sudah mengajak teman-temannya untuk mengumpulkan anak-anak di lapangan untuk berbagi ilmu tentang pelajaran kepada mereka dengan mendongeng. “Pada awalnya, dari pengamatan saya setiap saat di jalan itu banyak dari adik-adik dan teman-teman kita yang kurang mendapatkan pendidikan, lalu muncul panggilan dari diri saya pribadi. Setelah itu menghubungi teman-teman yang mungkin memiliki kepedulian sosial yang sama untuk memberikan mereka pendidikan yang berkarakter,” ujar Slam saat ditemui di TK Islam Wahyu Babadan Semarang.
Di awal memulai kegiatannya, Slam merasa kegiatan yang ia lakukan tidak berjalan lancar. Sehingga dimulai dari diri sendiri, Slam berusaha melatih kemampuannya dalam mendongeng sampai untuk pertama kalinya Slam bisa memberikan story telling di lembaga pendidikan, yaitu di TPQ (Taman Pendidikan Al-Qur’an). Dari hal ini, Slam melihat bahwa dengan mendongeng dapat memberikan semangat pada anak-anak. Terlebih lagi yang lebih penting memulai kisah-kisah yang dibawakan — terutama dari perbuatan para tokoh dalam dongeng yang menonjolkan etika dan adab—secara tidak langsung bisa memberikan pendidikan karakter bagi anak. Bagi Slam, hal semacam ini perlu dilakukan. “Karena saya dulu pernah merasakan, saya jadi berkeinginan bisa memberikan bimbingan atau pendidikan yang berkarakter agar anak-anak yang kurang itu menjadi terarahkan. Mereka-mereka itu sebenarnya memiliki bakat,” tutur Slam. Sewaktu di bangku Sekolah Dasar, (SD) Slam
EDENTS
Volume 1 Edisi XXX Tahun 2019
pernah berhenti sekolah dikarenakan keterbatasan biaya. Mendapatkan beasiswa menjadi alasan Slam akhirnya dapat bersekolah kembali. Untuk memenuhi kebutuhan sekolahnya sendiri, Slam mencari tambahan uang dengan berjualan koran. Lulus dari SD, Slam melanjutkan pendidikannya ke Sekolah Menengah Pertama (SMP) dengan bantuan gurunya serta dari beasiswa. Naik ke jenjang berikutnya, ia memilih masuk ke Sekolah Teknik Menegah (STM) dan semenjak lulus Slam bekerja sebagai kontraktor. Melihat anak-anak yang tidak mampu sekolah membuat Slam merasa terketuk hatinya untuk merangkul mereka. Mendongeng serta bergabung dalam komunitas PPMI menjadi langkah yang Slam ambil sebab ia merasa memiliki bakat disana. Menurut Slam, mendongeng adalah cara yang tepat untuk dapat memberikan pembelajaran yang berkarakter pada semua lapisan anak-anak, bukan hanya pada anak jalanan. Pembelajaran berkarakter seperti ini tidak hanya dibutuhkan bagi anak-anak kurang mampu, tetapi juga bagi anak-anak zaman sekarang yang sudah memiliki ketergantungan pada gadget hingga mengabaikan norma-norma yang ada.
Mendongeng sudah Dua Puluh Tahun Lamanya
Slam sudah melakukan kegiatan mendongeng kepada anak-anak selama dua puluh tahun lamanya, terhitung sejak dirinya masih bersekolah di STM.
Dok. TKIslamWahyuSSemarang
Slamet Rulianto atau yang akrab disapa Kak Slam merupakan Ketua Pengurus Daerah PPMI Kabupaten Semarang. PPMI sendiri merupakan akronim dari Persaudaraan Pencerita Muslim Indonesia. Selain berkiprah dalam komunitas PPMI tersebut, sehariharinya Slam merupakan seorang kontraktor yang bekerja langsung di lapangan. Sebelum menjadi pendongeng yang kerap diundang untuk memberikan story telling dalam berbagai acara, Slam sudah aktif menulis puisi, cerpen dan saat ini sedang menekuni pembuatan naskah novel. Pengamatannya terhadap kehidupan anak-anak zaman sekarang terutama anak-anak kurang mampu yang tidak bisa mengenyam bangku pendidikan membuat Slam tergerak menjadi pendongeng. Dapat memberikan pembelajaran serta ilmu kepada anak-anak tersebut dengan cara yang menyenangkan secara tidak langsung menjadi tujuannya dalam mendongeng.
Slamet Rulianto, Ketua PD PPMI Kabupaten Semarang.
22
SOSOK Akan tetapi kegiatan story telling-nya baru berjalan selama enam tahun. Keluarga Slam yakni istri dan anak-anaknya sangat mendukung kegiatan yang ia lakukan. Anak-anaknya pun merasa senang ketika Slam menceritakan kisah-kisah pada mereka. Dukungan dari keluarga inilah yang menjadi pendukung serta penyemangat untuk terus maju selain bantuan juga dukungan dari teman-teman komunitas.
Dalam kurun waktu tersebut, Slam sudah pernah memiliki anak-anak bimbingan yang terdiri dari anak yatim dan dhuafa yang rutin diberikan pembelajaran melalui story telling. Namun akibat adanya berbagai kendala menjadikan kegiatan ini belum bisa berjalan secara maksimal. Kedepannya, Slam berniat akan lebih banyak berusaha agar dapat mengagendakan aktivitas silaturrahim kepada anak-anak yatim dan dhuafa untuk memberikan pembelajaran serta hiburan melalui story tellingnya. Dongeng dapat Digunakan sebagai Selingan Belajar
Seperti yang diketahui, metode pembelajaran di sekolah formal saat ini banyak didominasi dengan metode ceramah, diskusi dan latihan soal. Menurut Slam, metode bercerita dapat juga diterapkan dalam pembelajaran di sekolah formal sebagai sarana yang digunakan para pendidik dalam kegiatan belajar mengajar dalam kelas. “Ini satu saran yang utama harus disampaikan adalah adanya selingan. Sisipan dalam pembelajaran apapun. Seorang guru ketika bisa berkisah, dan ketika kisah itu tepat dengan pelajaran yang disampaikan maka akan lebih masuk dan mengena,” tutur Slam menjelaskan. Tetap Mendongeng Ditengah Kesibukan
Pembagian waktu menjadi salah satu kendala yang dihadapi Slam. Pekerjaannya sebagai kontraktor membuat Slam memiliki keterbatasan waktu untuk memberikan story telling. “Waktunya terbatas. Karena saat ini diamanahi di dunia kontraktor. Ya, jadi bisanya ya ini fleksibel, karena saya di lapangan. Kalau sudah di lapangan ya gak bisa. Tapi, Insyaallah jika tidak berbenturan dengan jam kantor, saya bisa. Biasanya ambil sabtu-minggu,” jelas Slam. Selain keterbatasan waktu, teknis mendongeng itu sendiri menjadi kendala lainnya. Bagaimana menjadi seorang pendongeng, Slam harus dapat membuat audience yang kebanyakan terdiri dari anak-anak tersebut menjadi fokus dan mendengarkan dengan tenang.
Setiap selesai mengisi acara story telling, Slam biasanya meminta kritik dan saran dari pihak-pihak yang mengundang dirinya. Kritik dan saran inilah yang Slam jadikan sebagai motivasi untuk menjadi lebih baik kedepannya. “Bagi mereka yang meminta saya untuk hadir, saya minta kritik dan sarannya demi kedepannya saya bagaimana. Jadi, tidak saya anggap hal itu sebagai sebuah hal yang menjatuhkan atau hal negatif itu tidak,” ungkapnya.
Berkunjung serta bersilaturahmi ke berbagai komunitas yang sama menjadi harapan Slam kedepannya. “Kedepannya, saya bersama PPMI Kabupaten Semarang, akan berusaha membuat satu agenda yang kita akan mengunjungi dan bersilaturrahim ke komunitas-komunitas pemerhati anak pinggiran. Seperti dulu kita saat saya masih belajar itu kita pernah ke komunitas Satoe Atap,” terang Slam. “Akhir-akhir ini, banyak dari adik-adik kita itu yang lepas dari kontrol dan pengamatan orang tua sehingga mencari jati dirinya sendiri tanpa arahan. Ya, walaupun benar memang jati diri yang ditemukan sendiri itu lebih bernilai, tetapi alangkah baiknya orang tua mengarahkan anaknya dan kita para pemuda bisa merangkul adik-adik kepada budi pekerti supaya dalam bermasyarakat bisa diterima. Saya bukan orang hebat. Tidak juga ingin menjadi yang terhebat. Cuma ingin memberikan manfaat,” lanjut Slam memberikan pesan sebagai penutup. (jl)
“Saya bukan orang hebat. Tidak juga ingin menjadi yang terhebat. Cuma ingin memberikan manfaat.” —Slamet Rulianto, Ketua PD PPMI Kabupaten Semarang.
Menebar Manfaat ke Anak Jalanan
EDENTS
Volume 1 Edisi XXX Tahun 2019
23
KOMIK
EDENTS
Volume 1 Edisi XXX Tahun 2019
24
Potret
Kegiatan setelah KBM
Kegiatan aktivitas dalam kelas EDENTS
Volume 1 Edisi XXX Tahun 2019
25
Kegiatan Belajar Mengajar
Sosialisasi perguruan tinggi oleh alumni EDENTS
Volume 1 Edisi XXX Tahun 2019
26
Sosial Budaya MAEROKOCO: LEBIH DEKAT MENGENAL BUDAYA JAWA TENGAH Maerokoco lebih dikenal sebagai tempat wisata kekinian saat ini. Meskipun begitu Maerokoco juga turut serta menghadirkan berbagai ciri khas budaya daerah kabupaten muapun kota yang masuk dalam wilayah Provinsi Jawa Tengah. Apa saja sih yang Maerokoco hadirkan bagi wisatawan?
Grand Maerokoco adalah taman budaya yang dikembangkan oleh pemerintah provinsi Jawa tengah. Grand Maerokoco merupakan bagian dari PRPP (Pusat Rekreasi dan Promosi Pembangunan) Jawa Tengah. Selain memiliki berbagai anjungan untuk sarana edukasi mengenal berbagai budaya dan pariwisata yang ada di berbagai kabupaten dan kota di Jawa Tengah dengan total 35 kabupaten dan kota, acara lain yang diselenggarakan Grand Maerokoco adalah festival Maerokoco yang diadakan 2 kali dalam setahun. Sejarah Maerokoco
Pusat Rekeasi dan Promosi Pembangunan (PRPP) Jawa Tengah, awalnya merupakan kegiatan Pekan Raya Semarang (PRS) yang diselenggarakan oleh Pemerintah Kotamadya Daerah Tingkat II Semarang pada tahun 1970. Kegiatan ini bertujuan memperingati Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia. Pekan Raya Semarang pada awalnya diselenggarakan dengan menyajikan hiburan kepada masyarakat sekaligus sebagai ajang memamerkan produk-produk pembangunan daerah maupun kalangan swasta. Kegiatan tersebut dipusatkan di Taman Hiburan Rakyat (THR) Tegal Wareng Semarang yang saat ini berubah menjadi Taman Budaya Raden Saleh (TBRS). Dalam perjalanan waktu, karena Pekan Raya Semarang pengunjungnya tidak saja berasal dari kota Semarang, tetapi meluas sampai wilayah di luar Semarang, sehingga kegiatan dipindahkan ke tempat saat ini yaitu di Jl. Puri Anjasmoro, Tawangsari, Semarang Barat, Kota Semarang. Saat pameran dilaksanakan di Tegal Wareng, panitia dibentuk oleh Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II Semarang dengan mengikutsertakan Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Daerah Kotamadya Semarang. Namun saat ini pengelolaan dilakukan oleh PT. Pusat Rekreasi dan Promosi Pembangunan Jawa Tengah.
Grand Maerokoco menempati tanah sekitar 20 hektar yang di dalamnya terdapat Taman Mini Jawa Tengah. Taman Mini Jawa tengah ini berisi anjungan-anjungan yang mewakili tiap kabupaten dan kota di Jawa Tengah. Setiap anjungan merupakan display window, dimana masyarakat dapat mengenal lebih dalam tentang kabupaten atau kota di Jawa Tengah dengan melihat anjungan. Mereka dapat mengenal bentuk rumah adat Jawa Tengah yang secara prinsip berbentuk joglo namun dengan ciri khasnya yang berbeda-beda. Masyarakat juga dapat melihat pariwisata apa saja yang ada serta produk unggulan dari tiap-tiap daerah di Jawa Tengah. Ada juga anjungan yang konsepnya bukan joglo tapi colonial seperti Kota Salatiga dan Kota Semarang. Dalam hal ukiran, Jawa Tengah merupakan pusat ukiran dimana tiap daerahnya punya ciri khas yang berbeda. Blora, Rembang, Kudus, Jepara, Pantura, memiliki ciri khas yang berbeda. Pengelola juga menyediakan fasilitas lain, salah satunya dengan menyelenggarakan kegiatan seperti festival Maerokoco dan sebagainya. Acara Terjadwal dengan Baik
Acara yang diselenggarakan di Grand Maerokoco terjadwal dengan baik. Dalam setahun paling tidak menyelenggarakan beberapa event diantaranya Festival Maerokoco yang setahun diselenggarakan sebanyak dua kali. Selain itu terdapat pula testi atau festival ramadhan, festival lampion air, serta malem minggu Maerokoco yang diadakan dua minggu sekali. Grand Maerokoco di Re-Branding
Tidak semua provinisi memiliki Taman Mini. Jawa Tengah
EDENTS
Volume 1 Edisi XXX Tahun 2019
dengan Taman Mini Jawa Tengahnya diharapkan mampu menjadi daya tarik bagi pengunjung untuk berwisata edukatif mengenal budaya Jawa Tengah. Sempat mangkrak selama 15 tahun karena kurangnya modal kerja, pada tahun 2016, PT. PRPP Jawa Tengah memutuskan re-branding. Modal kerja yang ada digunakan untuk merevitalisasi dan ternyata berhasil. Revitalisasi Puri Maerokoco menjadi Grand Maerokoco dimulai dengan membangun tracking mangrove yang kemudian menjadi daya tarik pengunjung.
Setelah revitalisasi, terdapat kenaikan jumlah pengunjung sebesar 300% dimana jumlah pengunjung dari tahun 2016 selama setahun adalah 131.000 pengunjung. Pada tahun 2017, meningkat menjadi 421.000 pengunjung. PT. PRPP Jateng terus berupaya menghadirkan ide-ide kreatif untuk meningkatkan daya tarik pengunjung. Pengelola fokus mengambil pasar milenial dengan membuat beberapa dekorasi, spot-spot yang instagramable. Meskipun demikian tetap dengan tujuan utama bagaimana pengunjung dapat belajar kebudayaan Jawa Tengah, dari melihat anjungan, miniatur Bengawan Solo, Gunung Lawu, Borobudur, Nusa Kambangan dan sebagainya. Juga event-event yang diselenggarakan terdiri dari event tradisional, dan event yang banyak digandrungi milenial. Event-event yang disukai milenial ini merupakan tarikan agar kaum milenial mengetahui budaya Jawa Tengah. Tracking memanfaatkan mangrove yang berada di sekitar anjungan, miniatur Karimun Jawa dan Mandalika. Dengan biaya masuk hanya sepuluh ribu rupiah dapat mengenal budaya Jawa Tengah lebih dalam. Harapan ke Depan untuk Grand Maerokoco
Harapan ke depan, Grand Maerokoco menjadi tempat daya tarik wisatawan yang melengkapi destinasi wisata kota Semarang sehinga dapat menjadi daya tarik wisata unggulan. Karena hanya Jawa Tengah yang punya miniatur, seperti danau yang menggambarkan miniature Laut Jawa, miniatur Samudera Indonesia yang digunakan sebagai Kampung Laut yang berfungsi sebagai restoran. Dengan tiketnya yang cukup murah, orang tertarik untuk mengunjungi, serta banyak yang bisa dilakukan, belajar dan berwisata.
Pengunjung dapat menikmati semua wahana yang tersedia seharian. Sore hari merupakan waktu yang sering dikunjungi untuk melihat sunset. Jika ingin menyaksikan kebudayaan masing daerah yang ada di Jawa Tengah hanya bisa disaksikan saat event-event berlangsung. Di saat festival Maerokoco ditampilan beberapa budaya dari bebeberapa kabupaten dan kota, setahun dua kali dengan perwakilan dari lima daerah yang tampil, sayangnya event ini hanya berlangung selama satu hari. Tampilan yang bisa dilihat tiap saat adalah anjungan-anjungan yang ada di Grand Maerokoco. (jl)
27
Sudut Profesi
Mengulik Fenomena Youtuber sebagai Profesi Baru Para Millenial Oleh: Farah dan Yasinta
“Untuk memulai konten video di YouTube, modal yang paling penting adalah niat dan kemauan yang tinggi. Awalnya itu niat bukan peralatan, kamera bagus dan masih banyak lagi. Modalnya niat dan jangan malu” – Aceng, YouTuber The Stupid Brother Perkembangan dunia digital kini telah berkembang pesat. Kemajuan teknologi dan informasi telah mengubah hampir keseluruhan peradaban dan tatanan hidup manusia dewasa ini. Adanya jaringan internet yang sudah sangat mudah diakses, lantas memunculkan sebuah mode tren yaitu Internet of Things (IoT). Adanya IoT ini, tentunya dapat memudahkan kegiatan manusia sehingga pekerjaan yang dihasilkan menjadi lebih efektif dan efisien. Menjadi seorang YouTuber merupakan salah satu kegiatan yang menerapkan mode tren IoT. Menurut Aceng, salah satu YouTuber di Kota Bogor, profesi YouTuber merupakan profesi dimana seseorang yang ada dalam kanal YouTube menceritakan pengalaman yang mereka punya untuk dibagikan kepada orang-orang dengan tujuan untuk memberi manfaat serta menghibur. Tren Pengguna Internet di Dunia yang Semakin Meningkat
Tren ini tentunya terbentuk dari dorongan atas kekuatan para pengguna internet di dunia. Berdasarkan data dari Internet World Stats Usage and Population Statistic pada 30 Juni 2018, pengguna internet di dunia sudah mencapai 4.208.571.287 dari total populasi manusia yaitu sebesar 7.634.758.428. Dan penduduk Asia, merupakan pengguna internet terbesar di dunia yang mencapai 2.062.197.366. Angka ini berbanding jauh dengan Australia yang hanya memiliki pengguna internet sebanyak 28.439.277. Apabila ditinjau dari tingkat penetrasinya, Amerika Utara menduduki posisi tertinggi dengan prosentase 95%, lalu disusul oleh Eropa diperingkat kedua dengan prosentase 85%. Asia sendiri prosentasenya cukup rendah yaitu sebesar 49% dan terpaut sedikit dengan Afrika yang hanya 36.1%. Dari data tersebut, kita dapat mengetahui bahwa lebih dari setengah penduduk dimuka bumi ini telah menggunakan internet dan menjadikannya sebagai bagian dari rutinitas yang tidak bisa dihindarkan lagi.
Di Indonesia pada Maret 2018, Asosiasi Penyedia Jasa Internet Indonesia (APJII) melalui hasil surveinya dengan Teknopreneur menunjukkan bahwa, penetrasi pengguna internet di Indonesia meningkat menjadi 143,26 juta jiwa atau setara dengan 54,7 persen dari total populasi republik ini. Dan pada survei serupa 2016, jumlah pengguna internet di Indonesia mencapai 132,7 juta jiwa. Besarnya kekuatan para pengguna internet ini, menjadikan informasi beredar secara luas dan lebih cepat. Informasi inilah yang pada akhirnya mendorong lahirnya kreativitas antar sesama pengguna internet di jejaring dunia maya. Fenomena YouTube di kalangan Masyarakat Indonesia
Siapa yang tak kenal dengan Atta Halilintar, Ria Ricis, dan Raditya Dika? Para milenial tentunya sudah tak asing dengan namanama ini, mereka adalah sederet artis Indonesia yang namanya melambung berkat kreativitas mereka menciptakan kontenkonten yang menarik di dunia maya, yang acap kali karyanya bertengger di trending dunia. Berkat kreativitas inilah, mereka dihadiahi Diamond Play Button oleh YouTube International atas
EDENTS
Volume 1 Edisi XXX Tahun 2019
kerja keras dari konsistensi dalam berkarya sehingga mampu memperoleh jutaan subscriber.
YouTube kini bukan lagi barang mewah, dan bahkan posisinya diperkirakan akan menggeser peran televisi sebagai media komunikasi audio dan visual. Dimana sekarang banyak namanama artis yang sudah tak asing lagi dilayar kaca, alih-alih diam mereka justru terus mengikuti arus tren dengan beramai-ramai membuat saluran kanal di YouTube. Tak butuh waktu lama, dengan sedikit inovasi serta tak lupa mengajak para YouTuber lain untuk terlibat di konten yang sama, mereka akan dengan mudah menuai pundi-pundi rupiah dari para subscriber. Programprogram di televisi yang dianggap mainstream, telah menggeser selera masyarakat - menjadi lebih dinamis - ke dalam sisi lain kehidupan para artis yang tidak diungkap dibalik layar kaca. Profesi Baru dari Kreativitas Para Milenial
Ekosistem YouTube sebagai media hiburan baru merambah tak hanya dikalangan selebritis, namun hal ini juga memantik kreativitas warga lokal. Sebut saja kanal YouTube “The Stupid Brother”, yang terdiri dari Aceng, Johan Bangkit Pamungkas, dan Erlangga Sebastian. Mereka adalah sekumpulan pemuda milenial yang merintis karir YouTube mereka didunia otomotif khususnya membedah soal motor. Mereka membuat channel YouTube mengenai otomotif dengan memadukannya dengan komedi agar terlihat lebih menarik serta berbeda dengan yang lain. Aceng, pria kelahiran Bogor 30 tahun silam ini menuturkan memulai karir bersama teman-temannya di YouTube setahun silam, tepatnya bulan Agustus 2017. Ia menuturkan bahwa awal mula karirnya menjadi seorang YouTuber bermula dari hobi dan ingin menyalurkan ide kreatif. Ia juga mengungkapkan bahwa hobi yang ditekuninya sebagai seorang YouTuber merupakan pekerjaan sampingan disela-sela rutinitas kegiatannya seharihari. “Kalau saat ini membuat konten di YouTube masih jadi kegiatan selingan disela-sela kegiatan sehari-hari saya. Soalnya, YouTube ini dirintis bersama dua orang teman saya lainnya. Dan mereka berdua memiliki pekerjaan utama disamping menjadi YouTuber,” ungkap Aceng. Dalam mengelola akun ini, Aceng tidak sendiri. Ia dibantu oleh dua orang temannya, Johan dan Erlangga yang berprofesi sebagai cameraman disalah satu stasiun televisi dan satu lagi berprofesi di bagian marketing motor. Aceng juga menjelaskan bahwa dalam mencari inspirasi untuk konten YouTube-nya, mereka mencari referensi dari para content creator lainnya di YouTube baik dari sisi editing maupun konten tayangan. “Kalau panutan nggak ada, ide yang kami dapatkan sebagian besar masih mencari referensi di luar sana, dari YouTuber-YouTuber yang sudah berpengalaman khususnya tentang dunia otomotif dan tak lupa melihat sisi edukasinya juga. Nggak cuma itu sih, kita juga terus belajar soal editing video dan konten-konten yang akan kita buat kedepannya mau gimana. Dari situ, kami dapat mengolah ide menjadi lebih baik dan sesuai dengan ciri khas kami, sehingga tayangannya kita kemas menjadi lebih menarik lagi,” terang Aceng. Ia juga me-
28
Sudut Profesi nuturkan alasannya memilih dunia otomotif sebagai konten YouTube-nya juga dilatar belakangi hobi, ketertarikan dan keahlian di dunia otomotif khususnya motor. Selain konten yang fokus ke arah otomotif, mereka juga sering mempromosikan brand-brand lokal Bogor untuk dilibatkan di konten video mereka. “Nggak cuma itu sih, kita juga biasanya ada kerja sama dengan brand-brand lokal di Bogor. Contoh nih kayak brand sepatu, kaca mata, kaos. Paling banyak kaos sih. Kita biasanya ikut mempromosikan brand-brand mereka di konten video kita. Ya, kalau sekarang istilah kerennya di-endorse sama mereka,” tutur Aceng. Pendapatan yang Cukup Lumayan
Bicara soal pendapatan, Aceng sendiri mengungkapkan YouTube memiliki fasilitas untuk memoneterisasi akun mereka. Fasilitas ini kerap dikenal dengan istilah “Google Adsense”. Menurutnya pendapatan dari YouTube dengan adanya fasilitas Google Adsense cukup lumayan. Penghasilan lumayan yang diperoleh dari YouTube tidak lantas mereka jadikan sebagai pokok pendapatan, hal ini dikarekan mereka bertiga mempunyai pekerjaan utama masing-masing. Hasil pendapatan yang diperoleh dari YouTube hanya dijadikan tambahan penghasilan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Mengenai aturan pemberlakuan Google Adsense, Aceng sendiri mengaku bahwa ketentuannya bisa berubah-ubah setiap saat tergantung kebijakan dari YouTube. “Saat ini banyak pembaruan pembaruan, awalnya tidak banyak peraturan. Dulu awalnya hanya butuh 10.000 view akan dimoneterisasi, setelah 2017 atau awal 2018 minimal 1.000 subscriber. Bahkan ditengah 2018, 4.000 jam tayang untuk satu klik US$ 1 per 5000 view,” terang Aceng.
Perjalanan yang Dihadapi Tidak Selalu Mudah Perjalanan tak selalu mulus, Aceng menuturkan bahwa dalam menitih karir bersama teman-temannya menjadi YouTuber mengalami banyak suka duka. Proses mengawali menjadi hal yang cukup susah terlebih lagi konten yang akan diarahkan atau dikonsep seperti apa. Selain itu pandangan orang serta komentar negatif menjadi hal turut dirasakan saat menjalani profesi YouTuber. Aceng mengungkapkan bahwa meskipun ada banyak komentar positif yang ada tapi tetap saja ada komentar negatif yang dapat membuat down. Tapi Aceng menganggapi hal tersebut dengan sabar, bagaimana cara menyikapinya menjadi salah satu cara untuk menjadikan komentar-komentar negatif tersebut sebagai motivasi kedepannya. Menjadikan motivasi mereka untuk konsisten dalam menyajikan informasi serta kretifitas mereka.
Mendapatkan beberapa keuntungan sebagai hasil kegiatan endorse menjadi salah satu suka yang diperoleh dalam menjalani profesi YouTuber. “Sukanya kami bergerak dalam hal otomotif tapi temen-temen pengen kita menawarkan sekaligus ngebranding tentang kedai mereka usaha mereka, dengan snapgram kedai mereka kita dapet kopi gratis makan gratis jadi tidak takut tidak mempunyai uang. Selain itu mampu mengendarai motor antik dengan modifikasi unik dengan modal endorse sudah menjadi kepuasan tersendiri tanpa harus membelinya,” ujar Aceng. Aceng sadar bahwa dengan melakukan kegiatan endorse, selain memberikan beberapa keuntungan hal ini dapat menjadikan dirinya memperoleh tambahan relasi serta memperluas koneksi pertemanan. (jl)
Dok. Google
EDENTS
Volume 1 Edisi XXX Tahun 2019
29
Social Movement Menginspirasi Bersama Komunitas Sahabat Difabel Oleh: Cinka Yuniar P Tahukah kamu bahwa sekitar 8,5 persen penduduk Indonesia merupakan kaum difabel? Ya, kita tidak dapat memungkiri keberadaan mereka diantara teman-teman dan masyarakat yang ada di lingkungan sekitar. Istilah difabel mengacu pada orang yang memiliki kelainan fisik dan/atau mental sehingga mereka memiliki kemampuan yang berbeda dalam melakukan aktivitasnya dibandingkan dengan masyarakat kebanyakan. Sebagai informasi, terdapat beberapa jenis orang dengan difabel. Setiap jenis memiliki definisinya masing-masing dan memerlukan bantuan yang berbeda pula agar penyandangnya dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Ada temanteman kita yang merupakan difabel dengan disabilitas mental seperti mental tinggi, IQ rendah ataupun memiliki kesulitan belajar secara spesifik. Lalu, ada pula yang menyandang disabilitas fisik seperti tunanetra, tunarungu ataupun tunadaksa. Meskipun memiliki kelainan fisik atau mental, namun sesuai definisinya, teman-teman difabel ini juga bisa berkegiatan seperti biasa. Sebagai seorang mahasiswa, kita pasti merasa perlu platform dan kesempatan untuk mengasah kemampuan diri, begitu pula dengan teman-teman difabel. Mereka sama-sama membutuhkan kesempatan dan latihan yang tepat untuk mengembangkan dirinya. Namun, kesadaran bahwa teman-teman difabel juga bisa, belum dimiliki oleh banyak masyarakat sehingga timbul “pengkotakan� bagi teman-teman difabel dan disisihkannya mereka dari persaingan seperti kemudahan untuk mendapat kesempatan kerja. Awal Pembentukan KSD
Di Semarang, pemerintah baru mulai mencanangkan program Semarang Kota Inklusi pada tahun 2016. Pada tahun sebelumnya Dinas Sosial, Pemuda dan Olahraga Kota Semarang mengadakan sosialisasi undang-undang disabilitas dan mengundang Noviana Dibyantari sebagai notulis sekaligus mengisi ice breaking pada acara. Dalam kesempatan itu pula Noviana Dibyantari, atau yang akrab disebut Novi diminta untuk mengundang orang tua yang memiliki ABK (Anak Berkebutuhan Khusus).
Saat ini, KSD memiliki anggota yang berjumlah sekitar enam puluh orang dan masih terus bertambah. Komunitas ini mempersilakan seluruh jenis difabel dari segala umur yang ingin bergabung dan berniat mengembangkan dirinya. Beberapa anggotanya menyandang tunadaksa, tunanetra dan tunarungu. Namun sayangnya, karena keterbatasan sumber daya, KSD belum dapat menerima anggota difabel yang berasal dari luar kota. Pengurus serta Sukarelawan
Seperti layaknya organisasi pada umumnya, KSD juga memiliki pengurus untuk menjalankan kegiatannya. Sebagai usaha untuk mengembangkan kemampuan manajemen anggotanya, pengurusnya sengaja dipilih dari anggota komunitas dan akan diganti setiap satu tahun sekali. Jangan salah mengira, teman-teman difabel yang mengurus komunitas memiliki kreativitas dan kemampuan yang baik. Salah satunya adalah Fawwaz, penyandang tunadaksa yang menjadi pengurus media sosial KSD yang memiliki kemampuan desain grafis.
Selain memiliki pengurus, KSD juga membuka open volunteer bagi siapa saja yang inign bergabung dalam kegiatankegiatan komunitas. Kegiatan relawan bersifat sangat fleksibel dan nantinya dapat ditempatkan di bagian mana saja yang membutuhkan bantuan. Karenanya, tidak ada syarat atau keahlian khusus jika ingin menjadi relawan. “Kita anytime. Saya sekarang ini dengan penambahan jumlah anggota baru, saya butuh banyak volunteer yang mau terlibat karena harus, misalnya ngajarin baca, ngajarin nulis, ternyata anak-anak yang lulus SLB tuh mereka belum tentu bisa baca tulis,� ungkap Novi. Ara, salah satu relawan yang berasal dari Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro, menjadi relawan untuk mengisi waktu liburnya. Pada saat menjadi relawan, Ara dipercaya untuk mengajar pada pelatihan Bahasa Inggris dan juga menjadi asisten pelatihan komputer.
Dok. pribadi
Melalui acara sosialisasi tersebut, disepakati untuk mendirikan komunitas yang bernama Komunitas Sahabat Difabel (KSD) dengan mengumpulkan orang tua ABK serta relawan dari beberapa perguruan tinggi. Komunitas ini nantinya diharapkan akan dapat mengawal perencanaan dan pelaksanaan program Semarang Kota Inklusi. Komunitas Sahabat Difabel resmi dibentuk pada 31 Juli 2014 dengan Novi sebagai inisiator serta foundernya dibantu bersama empat teman lainnya yang juga merupakan orang tua ABK.
finansial. Mengutip dari misi komunitas, selain mempersiapkan individu, KSD juga berupaya mengedukasi masyarakat mengenai difabel dan menciptakan lingkungan yang nyaman bagi anggotanya.
Komunitas Sahabat Difabel atau KSD adalah komunitas yang beranggotakan orang-orang difabel dari seluruh daerah di Semarang. Komunitas ini menjadi wadah untuk teman-teman difabel mengembangkan kemampuannya dan mendorong mereka agar dapat mandiri baik sebagai pribadi maupun secara
EDENTS
Volume 1 Edisi XXX Tahun 2019
30
Social Movement Diajarkan Berbagai Program Pelatihan KSD memiliki program-program khusus untuk peningkatan kemampuan anggotanya, baik secara kognitif maupun secara mental. Beberapa pelatihan dilakukan untuk mengasah softskill teman-teman difabel seperti pelatihan komputer, pelatihan sulam pita, pelatihan menulis kreatif, pelatihan musik dan pelatihan menjahit yang memiliki jadwalnya masing-masing dalam satu minggu.Pelatihan ini tentunya tidak diberikan pada seluruh anggota, tetapi anggota akan diarahkan pada pelatihan yang sekiranya dapat memaksimalkan bakat yang dimilikinya. Harapannya, dengan mengetahui bekal kemampuan yang dimiliki, teman-teman difabel dapat berkembang secara maksimal. Psikolog juga mengadakan acara parenting untuk orang tua. “Kegiatan parenting itu setiap Sabtu Minggu ke-4. Nah itu, kegiatan itu untuk para orangtua, itu anak-anak mereka persoalane opo to, nah mereka share. Terus usaha-usaha yang kita jalankan kendalanya apa, itu kita share,” jelas Novi.
Program peningkatan mental merupakan salah satu cara untuk mengetahui minat dan bakat yang dimiliki oleh para anggota. KSD memiliki psikolog yang dapat memberikan konseling minat dan bakat ataupun konseling mengenai masalahmasalah mental yang dihadapi oleh teman-teman difabel. Terjun dalam Masyarakat
Pembelajaran rasanya belum optimal jika tidak kita praktikkan ke dunia luar. Jika teman-teman difabel dirasa telah mampu dan baik dalam membina kepribadiannya, maka komunitas akan mendorongnya untuk menerapkannya kepada masyarakat luar. Harapannya adalah agar teman-teman difabel dapat menumbuhkan rasa kepercayaan diri serta juga memberikan edukasi mengenai kehidupan mereka pada teman-teman non difabel. Sita dan Vita merupakan saudara kembar yang lumpuh pada bagian kaki. Mereka telah menerapkan kemampuan mereka pada masyarakat luas. Saudara yang kerap dipanggil “Mbak Kembar” ini menemukan passion-nya dalam membuat handicraft setelah mengikuti pelatihan dari Dinas Tenaga Kerja. Setelahnya, mereka mulai fokus pada pembuatan handicraft seperti kalung dan bros, memberikan pelatihan pada berbagai lapisan masyarakat seperti orang tua murid dan perkumpulan Dharma Wanita dan pameran produk-produknya. Dapat dikatakan, melalui kegiatan-kegiatan yang berskala luas, teman-teman difabel mulai dikenal oleh masyarakat dan mendapat tanggapan positif. Selain itu, teman-teman difabel juga dilibatkan dalam kegiatan pemerintahan seperti pembangunan akses pejalan kaki dan taman wisata yang bersahabat bagi mereka. Dalam kegiatan ini, mereka dapat memberikan ide-idenya serta mengarahkan pembuatan fasilitas alat bantu yang baik dan benar, terutama bagi pihak-pihak yang ternyata tidak mengetahui fungsinya sehingga melakukan pemasangan yang tidak memenuhi standar. Telah Dikenal Masyarakat Luas
Terdapat berbagai macam komunitas penyandang disabilitas yang ada di Semarang. KSD merupakan salah satu yang sudah mencapai skala yang cukup besar. Guna mencapai titik ini, tentunya KSD melakukan berbagai upaya agar lebih dikenal oleh masyarakat seperti membuat profil di media sosial seperti Instagram dan Facebook, tampil dalam berbagai acara, melakukan pameran produk atau mengadakan acara oleh teman-teman difabel. Dari branding diri yang cukup aktif, KSD dapat menarik
EDENTS
Volume 1 Edisi XXX Tahun 2019
perhatian masyarakat.
Beberapa kunjungan yang diterima oleh KSD merupakan salah satu bukti bahwa mereka sudah terdengar oleh banyak telinga. Komunitas ini pernah dikunjungi oleh organisasi AIESEC, OSIS hingga diundang oleh pejabat seperti Ganjar Pranowo, Gubernur Jawa Tengah maupun diundang ke acaraacara televisi. Menurut Novi, pemerintah sangat memberikan perhatian dan kesempatan bagi komunitas penyandang disabilitas. Diundangnya teman-teman difabel oleh gubernur, merupakan salah satu bentuk perhatian yang tertuang. Dari berbagai kegiatan yang dilakukan oleh KSD, sudah banyak output yang dihasilkan. Berbagai kisah inspiratif sudah mulai terdengar seperti Fawwaz dengan kemampuan desain grafisnya Kemampuan Luar Biasa yang Menginspirasi
dan “Mbak Kembar” dengan kemampuan handicraft-nya. Ada pula kisah Mas Topo, seorang tunanetra yang memiliki kemampuan bermain musik dan kisahnya sudah diangkat di beberapa acara televisi. Selain itu, teman-teman difabel yang fokus pada pelatihan pembuatan produk juga sudah menghasilkan keluaran seperti baju batik, bantal, decoupage dan sabun. Tidak semua output merupakan sesuatu yang dapat dilihat oleh mata kita. Komunitas Sahabat Difabel juga mampu menjadi sumber kegiatan bagi teman-teman difabel yang sebelumnya tidak melakukan apa-apa di rumah. Dengan mengikuti KSD, mereka menjadi lebih aktif, dapat bersosialisasi serta mendapatkan ilmu yang berguna bagi dirinya dan orang-orang di sekitarnya. Hal yang pasti, semua anggota difabel diarahkan pada kebaikan, meskipun dengan hasil yang berbeda-beda bagi tiap orangnya.
Kebaikan inilah yang menjadi tujuan utama dari dibentuknya KSD. KSD memang belum mencapai kata sempurna. Ada beberapa hal yang tentunya ingin dikembangkan oleh Novi dalam komunitas ini. Novi menyampaikan bahwa mimpinya adalah untuk membangun sebuah rumah yang dapat menampung teman-teman difabel dari luar kota agar mereka dapat ikut belajar dan kembali ke kota asal dengan kemampuan yang baru. Hal ini mendukung harapan kecil Novi pada anggota difabel. “Aku pengen mereka jadi disabilitas yang tangguh, yang nantinya mereka bisa menginspirasi di masyarakat mereka,” tutur Novi. Sebagai mahasiswa, pernahkah kita membuka pengetahuan kita mengenai cerita-cerita seperti ini? Kita dapat berkontribusi untuk mewujudkan harapan-harapan seperti yang dimiliki Novi dan teman-teman difabel lainnya. Menjadi relawan, memberikan bantuan dan sosialisasi merupakan beberapa cara konkretnya. Namun sebelum itu, kita harus mengembangkan awareness dalam diri mengenai isu-isu difabel dan rasa kepedulian kita terhadap mereka. Semoga impian Novi dapat terus tercapai dan KSD dapat berjalan dalam waktu yang lama. (jl)
31
Ekonomi dan Pendidikan | Laporan Khusus
Dilematika Student Loan dalam Pembiayaan Pendidikan Perguruan Tinggi Oleh: Anika Fathur, Putri Dewi Lestari, dan Yolanda Bella Agnesia
Pinjaman pendidikan atau lebih dikenal dengan student loan merupakan pinjaman yang diberikan kepada mahasiswa oleh pihak pemerintah, kampus, maupun dari bank komersial. Mekanisme pengembaliannya pun dibayarkan setelah mahasiswa tersebut lulus dan sudah bekerja. Pinjaman ini diberikan oleh pihak penyedia dana kepada pihak yang membutuhkan dana pendidikan. Pelaksanaan student loan sendiri sudah dilakukan di beberapa negara seperti di Inggris, Amerika Serikat, Australia, dan Thailand. Di Indonesia kebijakan student loan sudah dicanangkan pada masa kepemimpinan Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo. Mekanisme Pemberian Pinjaman
Sama halnya dengan mekanisme pemberian pinjaman pada umumnya, pengambilan student loan juga memiliki persyaratan yang harus dipenuhi. Persyaratan yang diberikan dari kebijakan ini bergantung pada institusi yang akan memberikan student loan tersebut. Baik itu dari pihak kampus, lembaga komersial seperti bank, pemerintah, atau kementerian. Persyaratan yang diberikan kampus secara umum bagi seorang mahasiswa tersebut layak untuk diberikan pinjaman dapat dilihat dari potensinya untuk menyelesaikan kuliah secara tepat waktu. Dalam artian secara akademik juga bagus. Selain akademik yang bagus, ada juga prestasi yang mendukung. Sedangkan dari lembaga diluar kampus seperti pemerintah, biasanya menggunakan rekomendasi dari pihak universitas bahwa mahasiswa tersebut layak untuk memperoleh student loan. Namun lain halnya jika di luar negeri, mekanisme student loan sedikit berbeda. Di luar negeri, ijazah mahasiswa harus ditahan terlebih dahulu oleh pihak kampus sebagai jaminan. Jika tidak ada rekomendasi dari kampus, mahasiswa tidak dapat memperoleh student loan. Lembaga komersial seperti bank dalam pemberian pinjaman mengadakan kesepakatan dengan universitas dimana jika sudah tercapai kesepakatan nantinya pihak bank akan memberikan fasilitas student loan tersebut. Bank BTN sebagai salah satu bank yang akan memberikan fasilitas kebijakan student loan memiliki produk-produk tersendiri untuk pembiayaan pendidikan yang mana dalam hal ini masih dalam perencanaan. Kepala Cabang Bank BTN Tembalang, Diah Mariani menjelaskan bahwa, Bank BTN memiliki program student loan berupa kredit pendidikan BTN yang memiliki kriteria yaitu adanya dua skim. Pertama, Card BTN Top Up Pendidikan dan kedua, Kredit Ringan (KRING) BTN Pendidikan. “Kalau Card itu debitur accessing jadi otomatis dari orang tua dengan persyaratan yang memiliki KPR, KPA, Card. Disini agungannya berupa tanah dan bangunan, jadi dia top up ketika kredit berjalan berapa tahun lalu membutuhkan dana maksimal 200 juta rupiah dan jangka waktu dibatasi 5 tahun suku bunganya
EDENTS
Volume 1 Edisi XXX Tahun 2019
flat jadi 6,5%. Kedua, yaitu Kring BTN Pendidikan itu debitur baru dan tujuannya untuk meneruskan perkuliahan seperti di jenjang pendidikan S2 atau S3. Sehingga, otomatis yang bersangkutan sudah bekerja dan untuk itu, debitur fixed income dengan jaminan SK dan Ijazah, hanya maksimal 100 juta rupiah juga jangka waktu 5 tahun, bunganya 9,5%, flat 5 tahun,” terang Diah. Pencairan dana dilakukan dengan menggunakan atas nama pihak universitas yang bersangkutan dan diperlukan secara jelas alasan penggunaan pembiayaan tersebut. Kebijakan student loan memiliki keuntungan tersendiri bagi mahasiswa karena dimudahkan dalam pembiyaan perkuliahan. Selain itu bagi mahasiswa yang akan melanjutkan ke jenjang S2 maupun S3 dapat diuntungkan karena dalam mendapatkan pembiayaan ini dikarenakan jaminan yang digunakan hanya berupa surat keterangan dari pihak universitas. Sedangkan untuk mahasiswa yang sudah bekerja, pembiayaan tersebut dalam dilunasi pembiayaannya melalui pemotongan gaji. Bagaikan Pisau Bermata Dua
Student loan seperti pisau bermata dua, ada niat baik dari pemerintah untuk meningkatkan Angka Partisipasi Kasar Perguruan Tinggi (APK PT) di Indonesia dengan melaksanakan student loan. Menurut Muhammad Syukron, selaku Ketua BEM FEB Undip, APK di Indonesia masih dapat dibilang rendah yakni sekitar 20%. Padahal target APK pemerintah pada tahun 2019 yakni 30%. Hal ini dirasa masih kurang dibandingkan dengan kondisi di negara tentangga, dimana tingkat APK sudah mencapai angka yang cukup tinggi. “Seperti yang kita ketahui, bahwasannya APK PT Indonesia masih berkisar sekitar 20% sedangkan target pemerintah di 2019 sesuai RPJNN itu sekitar 30%. Kalau kita berkaca di negara tetangga angkanya jauh lebih tinggi seperti Malaysia sudah 40% dan Singapura sudah 70%,” tutur Syukron. Niat pemerintah untuk meningkatkan APK PT melalui student loan juga merupakan langkah yang diambil untuk mengubah pola kredit masyarakat yang biasanya konsumtif untuk berubah pada kredit produktif. Dimana dalam hal ini kredit disalurkan guna kepentingan pendidikan. Dikarenakan Indonesia mempunyai bonus demografi, mekanisme student loan bisa menjadi salah satu upaya untuk memperbaiki kualitas manusia Indonesia. Di sisi lain kebijakan student loan juga bisa berakibat fatal untuk perekonomian Indonesia khususnya kondisi keuangan Indonesia. Mengingat sementara sudah ada tiga bank yang akan menerapkan kebijakan student loan, yaitu Bank Mandiri, Bank BRI, dan Bank BTN. Permasalahan yang mungkin timbul dalam hal ini yakni risiko gagal bayar yang dapat menyebabkan perbankan di Indonesia menjadi tidak likuid. “Nah itu, kita seb
32
Ekonomi dan Pendidikan | Laporan Khusus agai mahasiswa kalo sudah lulus kan pasti bisa pikir buat menghidupi kehidupan kita selanjutnya, belum pikir kalo misal kita pinjam kan harus bayar cicilannya, bunganya. Nah itu, bisa mengakibatkan gagal bayar dan jadi bikin perbankan di Indonesia gak likuid, pastikan ada kredit macetlah gitulah. Jadi seperti dua mata pisau baik dan buruk,” jelas Syukron.
dan kalau dilihat dari sisi orangnya mungkin bisa ditanya ke pada orangnya apakah kebijakan ini sudah menjadi solusi yang terbaik dalam pembiayaan pendidikan jenjang perkuliahan atau kepada pihak yang mungkin mendapatkan student loan ya. Kalau saya kira jika mereka butuh pasti bagi mereka sangat menguntungkan,” ujar Diah.
Pro dan kontra turut hadir dalam penerapan kebijakan student loan, baik itu dari pihak akademisi maupun Menurut Harjum Muharam, mahasiswa. Dengan adanya kondisi Dosen Manajemen Keuangan mental masyarakat Indonesia Fakultas Ekonomika sekarang ini, kebijakan ini tidak akan dan Bisnis Universitas berjalan dengan baik karena masih Diponegoro mengungkapkan terdapat banyak penyimpangan dan Dok. google bahwa kebijakan student ketidaksiapan dari berbagai pihak. loan bukanlah sebuah kewajiban, namun hal tersebut sifatnya Dari pihak kampus pun bisa dibilang masih belum siap akan merupakan sebuah fasilitas. Di Indonesia sendiri student loan kebijakan student loan dikarenakan merupakan suatu hal yang belum menjadi hal yang banyak diterapkan dikarenakan masih berisiko. Hal ini berisiko karena masih dipertanyakan siapakah terjadi beberapa penyimpangan serta kondisi yang kurang pihak yang akan menjamin bahwa pinjaman tersebut akan memnungkinkan. Student loan hanya digunakan sebagai dikembalikan setelah mahasiswa tersebut lulus. “Kemudian alternatif pendanaan yang digunakan. “Menurut saya ketika pinjaman dari bank itu sifatnya itu komersial, sehingga misalkan mahasiswa mengalami kesulitan pendanaan, maka mahasiswa dana yang dipinjam itu sebesar seratus juta rupiah, berapa tahun akan difasilitasi student loan. Namun lain halnya dengan pinjaman itu akan diangsur untuk dikembalikan? Selain itu, kita di luar negeri yang memang sudah menerapkan kebijakan juga tidak siap menerapkan kebijakan ini karena mental kita tersebut. Sebelumnya di Indonesia juga pernah menerapkan yang belum siap, apalagi untuk diterapkan kepada mahasiswa. kebijakan ini, namun terjadi penyimpangan sehingga bank Lalu institusi manakah yang akan mengurus? Kecuali jika komersial tidak mau menerapkan kebijakan ini. Sehingga dibentuk badan khusus yang menangani hal ini. Namun apabila yang saya ketahui untuk saat ini belum ada bank yang ingin yang mengurus student loan ini hanya bagian kemahasiswaan, memberlakukan kebijakan ini karena belum ada jaminan yang maka hal ini akan menjadi sebuah permasalahan di kemudian diberikan kampus untuk bank komersial sendiri. Selain itu, dari hari,” terang Harjum. Sejalan dengan Harjum, Syukron juga pihak kampus pun juga tidak ingin menjamin karena niat baik menuturkan kontra terhadap kebijakan student loan. Hal ini untuk mengembalikan pinjaman tersebut juga belum bagus di dilatarbelakangi dengan kondisi psikologis mahasiswa pada Indonesia,” ungkap Harjum. umumnya yang belum siap akan kebijakan ini. “Kalau saya rasa belum siap, belum cocok juga untuk diterapkan di Undip,” ujar Mekanisme student loan harus dirancang dengan baik. Hal ini Syukron. dikarenakan pihak yang diminta untuk memberikan bantuan fasilitas kebijakan ini adalah bank komersial. Sehingga nanti- Terlepas dari hal tersebut, walaupun kebijakan ini bagi bebernya dana yang dipinjam harus dikembalikan dan dana yang apa pihak menuai kontra, Harjum berharap agar apabila kebidipinjam bukan merupakan dana sosial. Kalaupun ada jaminan jakan student loan memang akan diterapkan, maka kebijakan yang diberikan pihak kampus setelah mahasiswa tersebut lulus, ini harus disiapkan serta direncanakan dengan baik secara maka mahasiswa tersebut tidak perlu mencicil ataupun mem- struktur, sistem, dan mekanismenya. Menurutnya perlu dipikirbayar pinjaman tersebut. Kebijakan ini masih belum mudah kan bagaimana cara “pengikatan” ke mahasiswa ketika mahadiberlakukan di Indonesia dikarenakan masih terdapat banyak siswa tersebut sudah lulus untuk membayar kembali pembipenyimpangan dan ketidaksiapan dari berbagai pihak. ayaan student loan yang telah diambil. Namun jika kebijakan ini tujuannya seperti dana sosial yang tidak wajib melakukan Pro Kontra yang Dihadapi pengembalian maka boleh saja. Selaku Ketua BEM, Syukron juga berharap agar apabila diterapkan di Undip, student loan terseSeberapa penting kebijakan diperlukan bergantung pada kebut bisa sesuai dengan apa yang seharusnya diharapkan. Utabutuhan mahasiswa dalam pembiayaan pendidikan. “Kalau manya mahasiswa yang sebelumnya konsumtif membuatnya dibilang penting ya penting, tergantung kebutuhan ya dan ini menjadi produktif. Sehingga mahasiswa dapat diberikan kesjuga ada yang mengambil tapi tidak banyak karena memang empatan untuk mengenyam bangku perkuliahan. “Jadi dengan dari by process dulu. Lalu untuk kriterianya juga, kalau dia nabiaya ini, mahasiswa bisa mengenyam bangku kuliah dan juga sabah Bank BTN kita juga lihat kredibilitasnya dan kelancaranlebih bersikap hati-hati dalam mengelola keuangannya jadi tinya juga. Jadi, penting dalam arti kalau memang membutuhkan dak hura-hura lagi tapi lebih ke saving. Karena mahasiswa pasti dana tersebut, ya itu penting tapi kalau dana sudah ada kan jadi juga akan melihat biaya yang harus dilunasi dan apa yang sudah biasa saja,” ungkap Diah. ia pinjam dari perbankan sehingga bisa mengubah pola pikir Menurut pihak kantor cabang BTN Tembalang, Bank BTN seb- dan bisa meraih cita-cita. Karena dengan pendidikan yang lebih agai salah satu bank yang akan memfasilitasi kebijakan student tinggi harapannya ia bisa mengeksplorasi diri karena bangku loan menyatakan bahwa produk-produk student loan dibuat kuliah adalah tempat untuk mengasah diri,” pungkas Syukron. dari kantor pusat. Ada produk yang berasal dari permintaan (jl) serta survei pasar. “Kalau dilihat dari sisi perguruan tingginya Kendala dalam Pelaksanaan
EDENTS
Volume 1 Edisi XXX Tahun 2019
33
Ekonomi dan Pendidikan| Laporan Khusus
Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh sebagai Inovasi Baru Dunia Pendidikan Oleh: Bayu Teguh, Fendiawan Adams, Rizka
Pendidikan terbuka sendiri merupakan suatu konsep pendidikan yang bertujuan memudahkan agar siswa dapat dengan leluasa menentukan hal yang ingin dipelajari dan sebanyak mungkin memberikan siswa kendali didalam strategi pembelajaran. Konsep pendidikan terbuka pada umumnya digabungkan dengan sistem pendidikan secara jarak jauh. Kedua hal ini bertujuan dan bercita-cita terhadap kebijakan mengenai sistem pendidikan yang mengedepankan akan keluwesan waktu, tempat dan aspek. Kedua sistem ini merupakan salah satu inovasi kemajuan teknologi dalam bidang pendidikan. Konsep Sistem serta Penerapan
Menurut Listyaning Sumardiyani, selaku ketua LPP (Lembaga Pengembangan Profesi) Guru Universitas PGRI Semarang, sistem pendidikan terbuka dan pendidikan jarak jauh yaitu sistem pembelajaran yang bersifat terbuka serta dapat diakses melalui internet (daring) maupun konvensional atau tatap muka. “Keterbukaan dimaksud tanpa batas atau lintas wilayah. Kemudian yang kita akan share keterbukaan itu pun masih ada batasnya. Batas-batasannya misalnya program studinya, itupun akan ada batasnya meskipun siapapun nanti akan bisa masuk,’’ ucap Listiyaning. Dengan kemajuan teknologi dan zaman, negara dimudahkan dalam menyalurkan hak pendidikan ke rakyatnya, baik dari pendidikan dasar maupun pendidikan tinggi. Pendidikan di zaman sekarang tidak hanya di lakukan dengan tatap muka saja (luring). Dengan bantuan teknologi dan internet, pendidikan dapat di akses oleh siapa saja, dimana saja, dan kapan saja. Perbedaan pendidikan jarak jauh sendiri dengan pendidikan regular terletak pada jangkauan dan keterbukaannya.
EDENTS
Volume 1 Edisi XXX Tahun 2019
Penerapan sistem pendidikan terbuka dan jarak jauh di Indonesia sebenarnya sudah diterapkan dalam tingkat pendidikan tinggi. Universitas Terbuka (UT) merupakan wujud nyata pemerintah dalam menerapkan pendidikan terbuka dan jarak jauh. Sementara untuk tingkat pendidikan dasar belum bisa direalisasikan dikarenakan terkait dengan penanaman nilainilai kemanusiaan, sikap dan perilaku kepada anak-anak harus disampaikan melalui tatap muka. “Sepengetahuan saya belum karena itu tadi mungkin pertimbangannya kan banyak, maka pengembangan sikap yang memerlukan lebih banyak interaksi antara pendidik dengan yang dididik itu menjadi sangat penting, nah itu lebih banyak di tingkat dasar pengembangan dasar,” jelas Listiyaning. Menurut Suparti, selaku Kepala Universitas Terbuka (UT) Semarang, sistem pendidikan terbuka dan jarak jauh di Indonesia sejauh ini sudah diterapkan dengan sangat baik khususnya di UT sendiri. Semua persyaratan sudah dipenuhi dengan baik dan sistemnya pun sudah full online, hanya tinggal menyempurnakan fasilitas yang ada. Fasilitas yang disediakan untuk tutor pun beraneka ragam, misalnya seperti tutor diperbolehkan mengupload video pembelajaran terkait dengan mata kuliah yang diajarkannya. Dalam UT sendiri, jika ingin membuka program studi harus benar benar dipersiapkan dengan matang. Sehingga meskipun surat izin sudah ada, namun jika modulnya belum siap maka program studi tidak akan dibuka. Sampai semuanya siap, program studi baru akan dibuka. Hal tidak lain dikarenakan hal tersebut memang menjadi persyaratan yang harus dipenuhi.
Dok. Pribadi
Dalam pasal 31 ayat (1) UUD 1945 disebutkan bahwa “Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan.” Hal ini menerangkan bahwa negara Indonesia sangat memprioritaskan hak untuk memperoleh pendidikan bagi masyarakat. Pembelajaran jarak jauh dan pendidikan terbuka akhir-akhir ini marak dibicarakan. Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) sendiri adalah adalah metode pembelajaran dengan menggunakan suatu media yang memungkinkan terjadi interaksi antara pengajar dan pembelajar. Dalam PJJ, antara pengajar dan pembelajar tidak bertatap muka secara langsung. Dengan kata lain melalui PJJ memungkinkan antara pengajar dan pembelajar berbeda tempat bahkan bisa dipisahkan oleh jarak yang sangat jauh. Sehingga sangat memudahkan proses pembelajaran. Salah satu contoh penyelenggara PJJ di Indonesia ialah Universitas Terbuka.
Dr. Hj. Suparti, M.Pd, KEPALA UPBJJ SEMARANG
34
Ekonomi dan Pendidikan | Laporan Khusus
Pengelolaan Sistem Pendidikan Terbuka Secara kelembagaan, Universitas Terbuka sama dengan universitas lainnya yaitu mempunyai rektor sebagai pimpinan dan juga mempunyai wakil rektor I, II, III, dan IV yang berada di kantor pusat. Begitupun juga dekan fakultas. Di UT sendiri terdapat beberapa fakultas, diantaranya yaitu Fakultas Ekonomi, Llmu Pengetahuan dan Alam, Hukum, Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik, dan Perguruan Ilmu Pendidikan yang masing masing mempunyai dekan dan wakil dekan sendiri. “Sampai pada kepala prodi atau jurusan, semua jurusan yang ada di UT memiliki kepala prodi masing masing. Sehingga jika dilihat dari struktur kelembagaan, Universitas Terbuka sama dengan universitas reguler lainnya,” terang Supartini. Untuk layanan belajar di UT terbagi menjadi dua, yaitu berbasis internet dan tatap muka. Namun tatap muka bukan menjadi hal yang wajib di UT. Mahasiswa pun juga hanya akan bertemu dosen pada saat pendaftaran dan ujian. Dalam hal kurikulum, UT memiliki kurikulum yang sedari awal sudah ditetapkan sehingga jika perkuliahan belum dimulai pun mahasiswa dapat melihat struktur kurikulum yang ada. Jika ada mahasiswa yang pernah kuliah di universitas lain dan ingin mengambil skripsi di UT, maka mahasiswa tersebut dapat memutuskan tambahan apa yang harus diambil dengan melihat kurikulum yang ada pada web UT yaitu www.ut.ac.id. Dalam aplikasi yang ada, UT telah menyiapkan fasilitas lain berupa katalog online, kalender akademik online, dan bahan belajar digital yang dapat dipakai serta diakses oleh mahasiswa.
Untuk menjadi mahasiswa UT tidak harus mendaftar secara langsung. Adanya aplikasi online yang telah disediakan dapat menjadi alternatif yang dapat digunakan dalam pendaftaran. Berkas pendaftaran yang dikirimkan secara online kepada UT akan dikirimkan kepada penanggung jawab sebagai arsip. Kemudian pihak UT akan mencetak struk untuk pembayaran yang dikirimkan lewat email agar bisa mencetak ulang untuk selanjutnya diserahkan kepada pihak bank. Dengan adanya aplikasi, pihak UT tidak perlu melapor kembali kepada pihak bank jika sudah membayar. Tugas UT selanjutnya ialah memberikan modul dan naskah pada saat ujian. Ujian pun bisa dilaksanakan di seluruh Indonesia, tidak hanya ditempat dimana mahasiswa mendaftar. Ini merupakan ciri UT yang mengedepankan keluwesan waktu, tempat dan aspek. Selain itu, dapat berubahnya bahan ajar yang diberikan dosen menjadi salah satu hal yang membedakan UT dengan perguruan tinggi tatap muka lainnya. Akan tetapi buku materi pokok sudah ditetapkan secara paten oleh berbagai perguruan tinggi berkualitas yang ditulis dengan gaya penulisan yang dipahami oleh semua kalangan usia. “Namun dalam UT, bahan ajar sudah ditetapkan paten berupa buku materi pokok yang mana materinya ditulis oleh dosen berkualitas bagus dari perguruan tinggi seperti UNDIP, UNNES, UIN, UGM, UI, dan perguruan tinggi lainnya yang bersedia menjadi tutor dalam UT,” terang Supartini. Biaya dan Kualitas Pendidikan di Universitas Terbuka
Universitas Terbuka mempunyai dua sistem untuk menentukan biaya perkuliahan, yaitu melalui Sistem Kredit Semester (SKS) dan Sistem Paket Semester. Pada sistem kredit semester, penentuan biaya tergantung pada bobot SKS mata kuliah yang diambil. “Misalnya jurusan ekonomi pembangunan Rp 36.000/sks dan jurusan manajemen Rp 38.000/sks. Jika mahasiswa eko-
EDENTS
Volume 1 Edisi XXX Tahun 2019
nomi pembangunan mengambil bobot 24 sks untuk satu semester, maka tinggal dikalikan antara sks dengan biaya per sks nya,” terang Supartini.
Untuk kualitas UT sendiri pun tidak diragukan. Hal ini dikarenakan buku materi pokok yang ditetapkan, ditulis oleh dosen berkualitas dari perguruan tinggi negeri dan swasta se-Indonesia. Pihak UT memberi tawaran kepada dosen yang berkenan menjadi tutor dan dosen akan diberi kisi-kisi pembelajaran. Dosen yang menjadi tutor inipun akan diseleksi sehingga materi yang diberikan sesuai dengan latar belakang dosen tersebut. Misal dosen yang menjadi tutor adalah dosen ekonomi, maka beliau juga memberi materi terkait ekonomi. Terobosan Baru dalam Dunia Pendidikan
Pemerintah cukup mendukung sistem pembelajaran terbuka ini dikarenakan dinilai sebagai terobosan baru dalam dunia pendidikan. Inovasi yang dilakukan UT pun beragam, salah satunya dengan menyediakan program sertifikat bagi mahasiswa yang menempuh pendidikan di perguruan tinggi lainnya dan juga di UT sendiri. “Jadi misalkan seseorang sedang belajar di kampus x, maka ia boleh menempuh pendidikan di UT juga meskipun jurusan yang diambil di UT berbeda dengan jurusan yang diambil pada kampus x. Inovasi lainnya yang dikembangkan adalah melalui pelatihan dan program mata kuliah mandiri,” terang Supartini. Selain itu, menteri riset dan pendidikan juga telah gencar untuk meningkatkan mahasiswa UT sebanyak satu juta. Agenda yang sedang direncanakan adalah UT akan bekerja sama dengan perguruan tinggi lainnya dalam perkuliahan. “Misalnya mata kuliah umum seperti Bahasa Indonesia, pkn, dan lainnya akan disediakan di UT sehingga di perguruan tinggi umum sudah tidak ada. Hal tersebut merupakan salah satu wujud pemerintah dalam mendukung online learning,” tukas Supartini. Kelebihan, Kelemahan serta Kendala
Penerapan suatu kebijakan tak luput akan timbulnya kelebihan dan kelemahan dalam pelaksanaannya. Sama halnya dengan sistem pendidikan terbuka dan jarak jauh, hal ini mempunyai kelebihan berupa kemudahan akses dengan jangkauan yang luas. “Kelebihan jika sistem belajar terbuka dan pendidikan jarak jauh diterapkan di Indonesia yaitu pendidikan dapat diakses kapan saja dengan jangkauan yang lebih luas,” tutur Listiyaning. Disis lain, wilayah negara Indonesia yang merupakan negara kepulauan dengan luasnya wilayah menyebabkan akses pendidikan semakin bertambah luas. Kondisi ini tentunya akan menyebabkan tingginya permintaan akan tenaga pengajar dari banyak sekolah yang nantinya akan berdampak pada pembebanan terhadap pemerintah. Hal ini yang menjadi salah satu kekurangan dari kebijakan pendidikan terbuka dan jarah jauh yakni timbulnya trade-off dimana pelajar maupun mahasiswa dan pengajar harus menguasai teknologi dan mempunyai peralatan elektronik setara komputer serta akses internet. Tersedianya peralatan serta kemampuan menguasai teknologi harusnya merata jika melihat kondisi luasnya akses pendidikan di Indonesia saat ini. Jika kita melihat lagi masyarakat Indonesia saat ini yang berada di daerah, kondisi tingkat melek teknolgi masih terbilang cukup rendah. Ditambah dengan akses internet serta teknologi yang belum merata menyebabkan sangat sulitnya jika sistem ini diterapkan. Menurut Suparti, kendala dalam
35
melaksanakan pembelajaran terbuka dan jarak jauh ialah kondisi ketidaktahuan atau ketertinggalan mahasiswa dalam menggunakan teknologi atau biasa dikenal dengan istilah “gaptek” atau gagap teknologi. Gaptek menjadi salah satu kendala yang dihadapi dikarenakan pembelajaran ini berbasis online dalam semua hal. Oleh karena itu, meskipun UT menerapkan sistem full online learning, pihak UT tetap menyediakan fasilitas tatap muka. Tatap muka disini diartikan tidak melalui online, melainkan melalui modul yang disediakan untuk mengantisipasi mahasiswa yang mengalami “gaptek”. “Namun biasanya yang mengalami kondisi ini adalah mahasiswa yang sudah tua, bukan anak muda. Karena anak muda cenderung lebih bisa mengoperasikan internet atau online daripada orang tua,” tukas Suparti. Pada sistem pembelajaran jarak jauh, UT memberikan fasilitas dengan menyediakan aplikasi pada www.ut.ac. id dalam rangka memperlancar pembelajaran. Adanya fasilitas ini digunakan untuk mengatasi kendala yang ada dalam sistem pendidikan terbuka dan jarak jauh. “Sehingga untuk kendala sendiri, sudah diatasi melalu fasilitas yang ada,” ujar Suparti. Di UT sendiri, tidak ada batasan usia tertentu untuk dapat belajar. Semua orang mulai dari yang muda hingga yang tua boleh menempuh pendidikan. (jl)
Dok. Pribadi
Ekonomi dan Pendidikan | Laporan Khusus
Dr. Listyaning Sumardiyani, M.Hum. KETUA LPP UPGRIS
“Keterbukaan dimaksud tanpa batas atau lintas wilayah. Kemudian yang kita akan share keterbukaan itu pun masih ada batasnya. Batas-batasannya misalnya program studinya, itupun akan ada batasnya meskipun siapapun nanti akan bisa masuk,’’ Listyaning Sumardiyani, M.Hum sebagai Ketua LPP UPGRIS
EDENTS
Volume 1 Edisi XXX Tahun 2019
36
Ekonomi dan Pendidikan | Laporan Khusus
Kolaborasi Pendidikan - Teknologi dalam Revolusi Industri 4.0 Oleh: Kurnia, Mila, Rafi Pendidikan merupakan pemberian ilmu dengan metode pembelajaran, keterampilan, dan bimbingan kepada sekelompok tertentu dan diturunkan dari suatu generasi ke generasi selanjutnya dengan memberikan pengajaran, pelatihan, dan penelitian. Dalam perkembangan zaman yang semakin maju, pendidikan juga harus menyesuaikan diri dengan perkembangan yang terjadi. Saat ini perkembangan tekonologi sedang gencar-gencarnya dilakukan dengan adanya revolusi industri 4.0, dimana revolusi ini menitikberatkan penggunaan sistem terkomputerisasi dan internet. Adanya teknologi yang terkomputerisasi dan internet menimbulkan kolaborasi di berbagai bidang, misalnya ekonomi, sosial, budaya, dan kolaborasi ini juga merambah ke bidang pendidikan. Beberapa manfaat didapat dari adanya kolaborasi antara bidang pendidikan dengan teknologi ini. Kolaborasi ini juga berdampak pada sistem pengajaran dan cara pengajar menyampaikan materi pelajaran. Revolusi Industri 4.0 dan Kesiapan Indonesia
Istilah revolusi industri 4.0 pertama kali muncul pada tahun 2012 saat pemerintah Jerman memperkenalkan strategi pemanfaatan teknologi yang dikenal dengan Industrie 4.0. Penggunaan istilah ini pun menjadi massif akhir-akhir ini. Indonesia kini masih merintis pengaplikasiannya dan mulai mengkolaborasikan antara teknologi dengan sektor-sektor kehidupan, termasuk pendidikan. Penerapan teknologi modern di Indonesia sebenarnya telah ada sejak awal tahun 2000. Begitu pula dengan penggunaan internet yang mulai dikembangkan sejak tahun 90-an. Namun dengan revolusi industri 4.0, efisiensi mesin dan manusia telah terkoneksi dengan Internet of Things (IoT), yaitu jaringan yang menghubungkan berbagai objek yang memiliki identitas pengenal serta alamat IP. Berbicara mengenai kesiapan Indonesia dalam menghadapi revolusi industri ini, Toni Setiawan selaku Kepala BPMPK (Balai Pengembangan Multimedia Pendidikan dan Kebudayaan) berpendapat bahwa teknologinya sudah siap, tetapi masih mengalami kendala dengan SDM-nya. Inti dari revolusi industri merupakan suatu bentuk kolaborasi yang saling membantu. Bukan masalah teknologi, akan tetapi bagaimana mengkolaborasikan antara SDM dengan teknologi yang ada. “Kalau teknologinya sendiri sebenernya siap. Kita ada rumah belajar, portal rumah belajar, dimana itu bisa berkolaborasi antara guru dengan berbagai macam tim. Sebenernya kalau menurut saya, bukan masalah teknologinya, tapi masalah bagaimana kita menyuruh orang, dalam hal ini adalah instansi pendidikan ya, entah itu guru entah itu murid, itu memanfaatkan (teknologi),� tuturnya saat ditemui di kantor BPMPK (04/03).
Terkendalanya kesiapan Indonesia dalam menghadapi revolusi industri ini cukup beralasan. Hal ini dikarenakan dalam pendidikan, SDM yang terlibat tidak hanya sekedar satu dua orang saja dan yang menjadi tolak ukur itu bukan hanya satu orang. Jadi diperlukan sinergi semua pihak untuk mempersiapkan berbagai kebutuhan untuk menghadapi revolusi industri ini. Sedangkan dalam segi materi pendidikan atau kurikulum, tidak ada kendala berarti karena kurikulum dapat menyesuaikan dengan kebutuhan zaman dan selalu ditinjau dalam periode tertentu. Ditemui di tempat lain, menurut pendapat Edi Subhkan, akademisi Fakultas Ilmu Pendidikan Unnes, salah satu pihak yang paling berperan untuk pengaplikasian teknologi dalam dunia pen-
EDENTS
Volume 1 Edisi XXX Tahun 2019
didikan adalah Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi Pendidikan dan Kebudayaan (Pustekkom). Contoh nyata adanya pengaplikasian teknologi ini salah satunya digunakan untuk memfasilitasi kegiatan pembelajaran jarak jauh di universitas terbuka. Namun karena adanya keterbatasan dari pembangunan infrastruktur, maka ada beberapa sekolah yang belum menerapkan teknologi sepenuhnya, terutama untuk wilayah di luar Pulau Jawa. Di Jawa sendiri juga sebenarnya banyak yang belum memiliki teknologi tersebut. Namun, di sisi yang lain secara prinsipil sebenarnya memang tidak semua materi dan tidak semua pembelajaran itu tepat kalau memakai teknologi digital. Pengaruh Tekonologi dalam Dunia Pendidikan
Pengaruh teknologi dapat dilihat dari sisi manajemen, sistem pendidikan, sisi kelengkapan sarana dan prasarana pembelajaran, serta dalam kurikulum dan praktik pembelajaran. Sebagai contoh, dari sisi manajemen, pemerintah membuat sebuah database yang berisi data siswa maupun sekolah yang diintegrasikan dengan Nomor Induk Siswa Nasional (NISN) atau Nomor Pokok Sekolah Nasional (NPSN). Sehingga saat mencari NISN atau NPSN akan muncul data siswa atau sekolah yang bersangkutan. Sekolah juga dapat mem-branding dan mempromosikan diri melalui domain yang diberikan oleh pemerintah secara cuma-cuma. Tentu saja sekolah harus memenuhi syarat tertentu dari Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk mendapatkan domain tersebut, diantaranya adalah sekolah harus mengetahui konten apa yang akan diunggah. Dari segi sarana dan prasarana dapat dilihat dari penggunaan teknologi sebagai media pembelajaran. Sarana yang sudah umum digunakan adalah LCD dan proyektor. Selangkah lebih maju, universitas terbuka menerapkan pembelajaran jarak jauh menggunakan media, baik media cetak (modul) maupun noncetak (audio/video, komputer/internet, siaran radio, dan televisi) yang hampir mirip dengan sistem bimbel online. Namun di sini mahasiswa harus bertindak proaktif untuk belajar secara mandiri. Beberapa institusi pendidikan juga mulai menggunakan sistem informasi sendiri untuk melakukan absensi hingga mengumumkan nilai hasil belajar tanpa harus menggunakan bukti fisik. Jika diperlukan pun tinggal menyetak dan meminta legalisir pihak yang berwenang. Pengaruh-pengaruh seperti ini dapat terlihat di beberapa kota besar seperti Semarang, Bandung, Jakarta, dan kota-kota besar lainnya yang mempunyai kelengkapan infrastruktur dan akses internet yang mudah Teknologi, Pendidikan, dan Ekonomi
Hubungan antara teknologi, pendidikan, dan ekonomi ini layaknya sebuah efek domino dimana tanpa disadari ketiga hal tersebut mempengaruhi satu sama lain. Tiap perkembangan teknologi mempunyai dampak pada dunia ekonomi, baik secara langsung maupun tidak langsung. Dampak secara langsung dapat dicontohkan dengan kemampuan meng-coding serta membuat program serta mengoperasikannya untuk orang yang memiliki kompetensi dalam teknologi informasi dan komunikasi. Adanya akses internet menjadi teknologi dapat membuat perputaran informasi yang bahkan bisa digunakan untuk menghasilkan uang jika kita pandai mengelolanya. Akan tetapi justru kesempatan itulah yang terkadang hilang karena terlalu terpaku pada hadirnya sosial media yang ada seperti Facebook, Twitter, Instagram, dan sebagainya. Sehingga hal-hal yang mendalam atau bermanfaat seringkali diabaikan. “Jadi kita itu kayak istilahnya surfing kan berseluncur, berseluncur diatas berjuta-
37
Ekonomi dan Pendidikan| Laporan Khusus juta informasi tapi jarang yang kemudian nyelam. Jarang menyelam untuk mendalami sebuah kasus,” papar Edi. Pendidikan merupakan salah satu hal fundamental yang hasilnya di kemudian hari dapat menunjang sebuah pertumbuhan ekonomi serta dapat menghasilkan sebuah teknologi baru. Ekonomi yang baik dapat menunjang kualitas pendidikan agar bisa lebih baik lagi. Dengan bantuan pendidikan dan ekonomi yang baik, sebuah teknologi baru dapat tercipta sehingga dapat mempermudah jalannya pendidikan dan ekonomi. Antara Pemerataan Pendidikan atau Pemerataan Ekonomi
Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar, memiliki tantangan tersendiri dalam hal pemerataan. Topografi dan kultur yang berbeda menjadi sebuah batu penghalang dalam memeratakan pendidikan, ekonomi, kesehatan, dan infrastruktur. Walaupun begitu, pemerintah tidak diam saja dan justru sedang menggalakkan pembangunan infrastruktur agar pemerataan di berbagai daerah dapat berjalan lancar. Sama-sama mengalami ketidak-merataan, terkadang kita berpikir manakah yang harus diprioritaskan lebih dahulu oleh pemerintah, pemerataan pendidikan atau pemerataan ekonomi. Edi berpendapat bahwa keduanya harus diprioritaskan dalam waktu yang sama karena itu sudah menjadi tanggung jawab dari pemerintah itu sendiri. Menurutnya, dalam pendidikan juga terdapat hal yang kontradiktif yaitu peningkatan kualitas atau pemerataan. Jika peningkatan kualitas dipilih, risikonya adalah pendidikan yang kurang merata dan terdapat kesenjangan kualitas. Sedangkan jika pemeraataan dipilih, risikonya adalah kualitas pendidikannya belum tentu bagus. Lain halnya dengan pendapat Edi, Toni berpendapat bahwa pendidikan harus diprioritaskan terlebih dahulu. “Ini ada jargon ya, yang pertama kali masuk itu adalah guru. Pernah dengar, gak? Yang kedua, itu dokter. Pada daerah terpencil yang masuk pertama itu guru. Kamu lihat ya, buktikan aja yang masuk pertama itu guru. Kenapa? Memang pendidikan itu tidak bisa hilang. Yang kedua dokter, yang ketiga insinyur,” terang Toni. Menurutnya, dengan pemerataan pendidikan pada nantinya pemerataan ekonomi pasti akan menyusul. Untuk mengatasi hal ini, beliau berpendapat bahwa teknologi adalah salah satu media yang membantu pemerintah dalam memeratakan pendidikan. Kurikulum sebagai Suatu Bentuk Review
Sumber daya manusia dalam pendidikan menjadi sebuah faktor penentu kualitas pendidikan yang sering kali juga menimbulkan hambatan dalam upaya pemerintah memberikan kualitas pendidikan yang baik. “Mesti ada materi atau ada pembelajaran yang membuat orang jadi paham mengenai teknologi itu sendiri. Teknologi itu seperti pisau bermata dua, bisa jadi positif, bisa jadi negatif. Sama halnya kalau Anda punya media sosial bisa untuk menyebar informasi kebaikan dengan menyebar artikel yang bagus-bagus, bisa juga untuk menyebar hoax semacam gitu,” ujar Edi. Di lain sisi, Toni juga menyampaikan hal senada dan menyatakan bahwa justru literatur kita yang perlu diperbarui. Kita harus proaktif dalam mencari bahan bacaan dan tidak terpaku pada satu buku. Buku literaturnya pun harus ikut upto-date mengikuti dengan perkembangan zaman. Peran Tenaga Pendidik dalam Pengaplikasian
Konsep guru atau tenaga pendidik sebagai fasilitator memang sudah dikenalkan sejak awal tahun 2000an. Peran guru sebagai fasilitator yakni mendampingi dan mengarahkan siswa-siswinya untuk mempelajari suatu hal. Bukan menjadi model yang hanya berdiri di kelas sebagai pusat perhatian maupun hanya bertindak sebagai penceramah dalam kelas. Guru harus bertindak untuk mendampingi dalam berbagai lingkup. Hadirnya teknologi informasi dan komputer serta internet sebenarnya merupakan sebuah multi sumber belajar. Sehingga kegiatan belajar bukan lagi berpusat pada guru. Guru pun berperan sebagai fasilitator, memfasilitasi siswa untuk bisa mengakses, mengembangkan ilmu pengetahuan lewat teknologi informasi yang ada. Sekolah tidak hanya mengajari hal-hal yang sifatnya teknis, melainkan praktek juga. “Guru itu sebagai teladan, dia akan mendampingi, dia akan memanusiakan orang itu, karena kalau misal saya berinteraksi dengan handphone saya itu saya berinteraksi dengan benda mati, jadi yang dia hanya bisa merespon yang sudah diprogramkan ke dia. Ketika saya berinteraksi dengan guru saya dia bisa merespon, dia bisa bertanya, dia bisa empati, bisa merasa dianggap senang, itu memang ada relasi yang tidak bisa dihilangkan dengan adanya teknologi,” jelas Edi. Pemerataan infrastruktur dan mudahnya akses pendidikan menjadi harapan utama bagi dunia pendidikan Indonesia. Literasi teknologi untuk berbagai pihak juga diharapkan dapat lebih digalakkan agar semua orang dapat melek teknologi. Pemerintah pun sudah menyediakan beberapa fasilitas yang berkolaborasi dengan teknologi, diantaranya adalah aplikasi dalam mengedukasi dan virtual lab yang menunjang proses belajar mengajar. (jl)
Edi menjelaskan bahwa kurikulum pendidikan di Indonesia sekarang sudah cukup ideal karena mencoba untuk mengakomodasi berbagai kebutuhan, baik kebutuhan daerah, nasional, bahkan internasional. Di dalam kurikulum juga mengandung pendidikan karakter dan pendidikan anti-korupsi yang sangat berguna bagi moral anak bangsa Indonesia. Kekurangannya masih terletak pada SDM-nya saat pengimplementasian kurikulum tersebut.
Sejalan dengan pernyataan Edi, Toni juga menyatakan bahwa kurikulum Indonesia sudah bagus. Kurikulum saat ini bukan merupakan suatu hal yang paten melainkan suatu bentuk review atas kurikulum sebelumnya. “Sebenarnya kita review tapi tidak mungkinkan tiap tahun berubah sih, nggak mungkin. Nanti bingung yang ngikutin kan. Ya, empat tahun sekali biasanya. Tapi setiap tahun itu di-review kekurangannya, jadi berkembang terus. Kalau kurikulumnya bagaimana, kurikulumnya itu sudah bagus. Karena apa? Karena kurikulum sekarang itu sudah mau berkembang,” jelas Toni.
EDENTS
Volume 1 Edisi XXX Tahun 2019
Dok. google
38
Diantara Kita
Parkir: Mengais Rezeki Siang Malam Oleh: Rachel Ayu dan Camila Ratna Dok. Pribadi
Demi Mencari Nafkah bagi Keluarga
Di era modern ini, sudah banyak orang yang tidak ingin ambil susah dengan harus menggunakan kendaraan umum atau berjalan kaki. Hal ini membuat kebanyakan orang memilih untuk memiliki kendaraan pribadi masing-masing. Adanya kondisi seperti ini, dapat menambah peluang pekerjaan bagi juru parkir di tempat umum. Jasa mereka sangat dibutuhkan oleh setiap pengendara, baik kendaraan roda dua maupun roda empat.
Juru parkir sendiri berada di bawah naungan Dinas Perhubungan (Dishub) Daerah setempat. Mereka yang berada di bawah pemerintah daerah mendapat pendapatan tetap tiap bulannya dari pemerintah daerah dan pendapatan tambahan dari pengendara yang membayar tanpa menggunakan karcis. Namun tidak semua juru parkir adalah juru parkir resmi. Di Indonesia masih banyak sekali juru parkir liar, dimana hal itu ditunjukkan dengan punya atau tidaknya bukti karcis bagi seorang juru parkir. Apabila seorang juru parkir tidak memiliki karcis, maka ia dianggap sebagai juru parkir liar. Sehingga uang yang diperoleh mereka hanya masuk ke kantong sendiri dan tidak diserahkan kepada pemerintah daerah setempat sebagai pendapatan retribusi. Bekerja sebagai Juru Parkir
Menjadi seorang juru parkir bukanlah sebuah pekerjaan yang mudah. Mungkin terkadang pekerjaan sebagai juru parkir dianggap sebelah mata oleh sebagian orang dan tidak begitu dihargai jasanya. Padahal dalam kehidupan sehari-hari selalu lekat dengan mereka sebagai profesi yang membantu dalam memarkir kendaraan kita di tempat umum. Budi, Udik, dan Prasetyo merupakan sebagian juru parkir yang telah menekuni pekerjaan ini cukup lama. Budi sudah menekuni pekerjaan ini selama kurang lebih tiga tahun, sedangkan Udik sudah menekuni pekerjaan ini selama kurang lebih sepuluh tahun. Pada awalnya mereka memiliki latar belakang pekerjaan yang sama sebelum menjadi juru parkir yak ni bekerja sebagai pekerja proyek. Budi yang bekerja dalam beberapa proyek selama beberapa tahun mengalami kejadian yang tidak menyenangkan, yaitu jatuh dari lantai dua. Setelah sembuh dari rasa sakitnya, Budi mengalami trauma yang membuatnya tidak sanggup untuk bekerja kembali sebagai pekerja proyek. Oleh karena hal itu, dengan ada tawaran pekerjaan sebagai juru parkir dari salah satu temannya, ia memilih pekerjaan ini. Budi menganggap juru parkir adalah pekerjaan yang cukup mudah dengan penghasilan yang lumayan dan tidak memiliki resiko yang tinggi seperti pekerjaan di proyek, serta lokasinya tidak berada jauh dari rumahnya. Berbeda dengan Budi, Udik diusianya yang sudah tidak muda lagi ia memilih untuk mengelola lahan parkir dan menjadikan juru parkir sebagai pekerjaannya. Berbeda dengan rekannya Budi, Udik bukan hanya mejadi juru parkir biasa melainkan menjadi koordinator juru parkir. Tempat ia bekerja pun berpindah-pindah, tak hanya menetap di suatu tempat. Awalnya, Udik juga bekerja pada proyek-proyek yang ditawarkan, tetapi seiring berjalannya waktu ia berhenti dari pekerjaan tersebut. “Bukan cuma disini, tetapi di tempat lain juga. Kebetulan juga saya bisa dibilang koordinator ya, membawahi anak-anak itu. Jadi untuk mengatur anak-anak juga yang kerjanya gimana, kalau ada yang nggak benar ya kita arahkan, kalau udah benar ya sudah,” tutur Udik.
EDENTS
Volume 1 Edisi XXX Tahun 2019
Banyak suka duka yang dialami oleh ketiga juru parkir ini. Hal ini pasti dialami oleh semua juru parkir, yakni merasakan panasnya sinar matahari yang menyengat dan dinginnya hujan ketika bekerja. Mereka mengakui bahwa hal tersebut terkadang juga menjadi kendala mereka dalam bekerja. Terlebih lagi ketika musim pancaroba, keadaan fisiknya terkadang tumbang karena perubahan cuaca yang ekstrim. Namun, demi mencukupi kebutuhan keluarga, mereka rela melakukan pekerjaan apapun asalkan halal. “Kalau panas, kepanasan, kalau hujan kehujanan. Waktu, kalau misalnya diminta nggak usah dikunci stang, ya masih dikunci stang, mau mindah jadi agak berat,” ungkap Budi. Budi yang bekerja sebagai juru parkir di Warung Makan SOWAK mulai dari jam buka hingga tutup mendapat penghasilan kurang lebih enam puluh ribu rupiah per hari. “Nggak pasti, kalau dirata-rata seringnya sehari kurang lebih enam puluh ribu. Cukup atau tidak untuk memenuhi kebutuhan keluarga, cukup nggak cukup ya harus dicukupkan,” ujar Budi
Udik sendiri menjadi koordinator juru parkir dan Prasetyo merupakan anak asuhannya (re: bawahan). Mereka menjadi juru parkir di depan Roti John Tembalang dan sekitarnya. Udik mengatakan rata-rata penghasilan yang diperoleh dalam sehari kurang lebih Rp80.000 hingga Rp100.000 per harinya. Meski terkadang penghasilan tersebut tidak mencukupi, namun harus tetap dicukupkan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari beserta keluarganya. Udik mengungkapkan jika pendapatan yang diperoleh seberapa pun itu haruslah cukup, dengan demikian kita perlu belajar untuk memanajemen uang, menyisihkan uang untuk ditabung sehingga apabila ada keperluan yang mendadak dapat digunakan. Mereka tetap bersyukur atas rezeki yang terima. Karena bagi mereka, rasa syukur dapat mencukupkan nikmat yang diberikan oleh Tuhan. Bukan Seberapa Banyak, melainkan Sabar dan Bersyukur
Kita tahu bahwa menjadi seorang juru parkir bukanlah pekerjaan yang mudah. Mungkin banyak orang beranggapan menjadi seorang juru parkir hanyalah mengatur kendaraan yang parkir, namun di sisi lain mereka harus merasakan teriknya panas matahari dan dinginnya udara ketika hujan. Selain itu diperlukan mental yang kuat untuk menghadapi berbagai macam orang yang memiliki berbagai macam sifat. Banyak pelajaran yang diperoleh oleh ketiga juru parkir ini. Mereka menjadi lebih bersyukur dengan berapapun pendapatan yang diperoleh dan tetap berusaha untuk melayani sebaik mungkin. Bekerja dengan hati yang senang dan ikhlas dapat membuahkan hasil yang baik. Udik mengungkapkan, bila seseorang bekerja jangan hanya melihat dari kesusahan yang diperoleh namun harus lebih banyak melihat suka yang diperoleh. “Puji Tuhan, kalau kita mau bersyukur akan banyak sukanya. Yang penting diparingi sehat besuk bisa kerja lagi, ya yang penting anak istri di rumah bisa tersenyum. Apapun pekerjaannya kita harus senang dulu,” ungkap Udik. Dengan demikian, ketika kita bekerja akan lebih semangat dan giat lagi. Bagi mereka bukan seberapa banyak yang diperoleh di hari itu melainkan sudah seberapa banyak rasa syukur dan bersabar di hari itu. Ketiga juru parkir ini, menyampaikan untuk pengguna jasa parkir dimanapun, mereka berharap agar pengguna jasa parkir tahu mengenai aturan-aturan parkir dan memahami aturan yang telah diterapkan oleh Dishub agar semua pengguna jalan akan merasa nyaman. (jl)
39
Kajian Jurusan Mengubah Konsumen Berperilaku Berkelanjutan Sebuah Ringkasan Artikel
Pendahuluan Perilaku kita sebagai konsumen memiliki dampak pada lingkungan (Stern, 2000). Sebagian dampak tersebut merupakan hasil pola konsumsi kita, masyarakat dan bisnis yang berupa degradasi lingkungan, polusi, dan perubahan iklim, meningkatnya ketidakadilan sosial dan kemiskinan serta meningkatnya kebutuhan akan sumber energi terbarukan, hal ini menuntut kita agar berubah ke cara baru dalam melakukan bisnis (Menon dan Menon, 1997). Sebagai tanggapannya, banyak perusahaan menyadari perlunya suatu cara melakukan bisnis yang berkelanjutan, dan dalam berbagai industri bisa temui perusahaan seperti Unilever, Nike, dan Starbucks menanamkan keberlanjutan ke dalam DNA merek mereka (Hardcastle, 2013). Pemasaran dan Perilaku Konsumen Berkelanjutan Ada banyak alasan mengapa memahami fasilitator perilaku konsumen berkelanjutan menarik bagi pemasar. Menurut Ripple et al. (2017) pemasar harus sadar bahwa pola pikir konsumsi konvensional yang digunakan pemasar konvensional adalah pendorong utama dampak negatif terhadap lingkungan (Csikszentmihalyi, 2000; Peattie dan Peattie, 2009). Ray Anderson menyatakan, bisnis yang mampu beradaptasi dengan tuntutan dunia yang terus berubah, termasuk permintaan mendesak untuk berperilaku keberlanjutan, akan lebih cenderung berkembang dalam jangka panjang dan menikmati manfaat strategis (Banerjee, Iyer, dan Kashyap, 2003). Fokus bisnis yang berkelanjutan memiliki keunggulan seperti kemampuan mengidentifikasi produk dan pasar baru, meningkatkan teknologi yang muncul, memacu inovasi, mendorong efisiensi organisasi, memotivasi dan mempertahankan karyawan (Hopkins et al., 2009). Bahkan, penelitian menunjukkan bahwa praktik bertanggung jawab secara sosial dan lingkungan memiliki potensi untuk menjadikan konsumen berpersepsi yang lebih baik terhadap perusahaan, serta meningkatkan profitabilitas (Brown dan Dacin, 1997; Luo dan Bhattacharya, 2006; Olsen, Slotegraaf, dan Chandukala, 2014; Sen dan Bhattacharya, 2001). Perusahaan yang mampu tidak hanya beroperasi lebih berkelanjutan tetapi juga untuk mempertimbangkan model baru dari bisnis yang menawarkan dan mendorong berkelanjutan konsumsi
EDENTS
Volume 1 Edisi XXX Tahun 2019
Dok. jurnal.id
Oleh : I Made Bayu Dirgantara Department of Management, Faculty of Economics and Business, Universitas Diponegoro
berpotensi menghasilkan keuntungan jangka panjang yang lebih besar (Kotler, Kartajaya, dan Setiawan 2010). Salah satu contoh, pertumbuhan “ekonomi berbagi� menunjukkan keuntungan yang substansial bagi lingkungan dan ekonomi yang dimungkinkan melalui pengalihan konsumsi secara berkelanjutan, dalam hal ini, dari memiliki produk kepada mengakses produk dan layanan yang sudah ada. Meski pertanyaan bagaimana pemasaran berkaitan dengan konsumsi berkelanjutan secara historis telah mendapat perhatian dalam bentuk identifikasi segmen “konsumen hijau� (Anderson dan Cunningham, 1972; Kilbourne dan Beckmann, 1998), cendekiawan sekarang diminta untuk meneliti prediktor konsumsi berkelanjutan (Kotler, 2011; Menon dan Menon 1997; Mick 2006). Daripada hanya menargetkan segmen konsumen hijau, pemasar bisa memperluas pasar mereka untuk hasil yang saling menguntungkan bagi perusahaan dalam jangka panjang dan bumi ini. Jadi, ketika perusahaan beroperasi dan menawarkan produk dan layanan yang lebih berkelanjutan, mereka secara bersamaan menginginkan konsumen untuk mengenali, memahami, dan menghargai nilai-nilai dan tindakan berkelanjutan mereka dengan cara yang meningkatkan konsumsi berkelanjutan dan memaksimalkan keberlanjutan dan manfaat bisnis strategis perusahaan.
Termotivasi oleh kebutuhan akan ulasan dan kerangka kerja komprehensif yang terkait dengan pendorong utama perubahan perilaku konsumen berkelanjutan. Kerangka kerja dibangun berdasarkan pada sesuatu yang sudah ada, yang telah secara tepat menguraikan langkah-langkah yang dapat diambil pemasar untuk mengidentifikasi, mempertahankan, dan mengevaluasi perilaku berkelanjutan (McKenzie-Mohr, 2011; Peattie dan Peattie, 2009). Meskipun hal ini sudah merinci konsep pemasaran sosial dan beberapa contoh namun tidak menyediakan kerangka kerja psikologis yang komprehensif untuk mempengaruhi perubahan perilaku konsumen. Hasil penelitian sebelumnya berkonsentrasi pada serangkaian faktor yang memotivasi perilaku berkelanjutan (Gifford, 2014; Peattie, 2010; Steg dan Vlek, 2009). Pergeseran Konsumen untuk Berperilaku Berkelanjutan Sepintas, mungkin tampaknya tujuan dan asumsi pemasaran tidak sesuai dengan tujuan dan asumsi keberlanjutan.
40
Kajian Jurusan Pemasaran tradisional mendorong pertumbuhan, mempromosikan pencarian tanpa akhir untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan, dan tampaknya memandang sumber daya seakan berlimpah (Csikszentmihalyi, 2000; Swim, Clayton, dan Howard 2011). Sebaliknya, keberlanjutan berfokus pada bahwa sumber daya yang dimanfaatkan dapat diperbarui dengan meniru siklus sumber daya di alam, dan menghargai kenyataan bahwa kapasitas sumber daya dan lingkungan terbatas (McDonough dan Braungart 2002; Mont dan Heiskanen 2015). White, Habib & Hardisty (2019) berpendapat bahwa, karena ini jelas kontradiksi, keterjalinan pemasaran dan keberlanjutan tidak dapat dipisahkan. Selanjutnya, mengambil pandangan optimis pemasaran itu dan ilmu keperilakuan memiliki banyak yang bisa dikatakan mengenai bagaimana mempengaruhi konsumsi menjadi lebih berkelanjutan. White, Habib & Hardisty (2019) memperkenalkan akronim SHIFT, yang mencerminkan pentingnya mempertimbangkan bagaimana Social influence (pengaruh sosial), Habit formation (Pembentukan kebiasaan), Individual self (diri individu), Feelings (Perasaan) and Cognition (kognisi), dan Tangibility (Tangibilitas) dapat dimanfaatkan untuk mendorong perilaku konsumen lebih berkelanjutan. Kerangka SHIFT dapat membantu mengatasi “kesenjangan sikap-perilaku � yang biasa diamati dalam konteks keberlanjutan. Meskipun konsumen melaporkan sikap yang positif terhadap perilaku pro lingkungan (Trudel dan Cotte, 2009), namun tidak menampilkan tindakan berkelanjutan (Auger dan Devinney, 2007; Gatersleben, Steg, dan Vlek, 2002; Kollmuss dan Agyeman, 2002; Young et al., 2010). Perbedaan ini antara apa yang dikatakan dan dilakukan konsumen bisa dikatakan sebagai tantangan besar bagi pemasar, perusahaan, pembuat kebijakan publik, dan organisasi nirlaba yang bertujuan untuk mempromosikan konsumsi berkelanjutan (Johnstone dan Tan, 2015; Prothero et al., 2011). Jadi, meskipun permintaan konsumen untuk opsi berkelanjutan sedang naik daun (Gershoff dan Frels, 2014) misalnya, 66% dari konsumen (73% dari milenial) melaporkan di seluruh dunia bersedia membayar ekstra untuk penawaran berkelanjutan (Nielsen, 2015) ada ruang untuk lebih mendorong dan mendukung perilaku konsumen berkelanjutan. Perilaku konsumen yang berkelanjutan didefinisikan sebagai tindakan yang mengakibatkan penurunan dampak yang merugikan lingkungan serta penurunan pemanfaatan sumber daya alam di seluruh siklus hidup produk, perilaku, atau layanan. Meskipun berfokus pada kelestarian lingkungan, namun konsisten dengan pendekatan holistik untuk keberlanjutan (Norman dan MacDonald, 2004), meningkatkan kelestarian lingkungan dapat menghasilkan kemajuan sosial dan ekonomi (Chernev dan Blair, 2015; Savitz dan Weber, 2013). Proses konsumsi meliputi pencarian informasi, pengambilan keputusan, adopsi produk atau perilaku, penggunaan produk, dan pembuangan dengan cara yang memungkinkan hasil yang lebih berkelanjutan. Dengan demikian, perilaku konsumen yang berkelanjutan dapat mencakup secara sukarela mengurangi atau menyederhanakan konsumsi seseorang dari awal (Leonard-Barton, 1981; McDonald et al., 2006); memilih produk dengan sumber, produksi, dan fitur yang berkelanjutan (Luchs, Brower, dan Chitturi, 2012; Pickett-Baker dan Ozaki, 2008); menghemat energi, air, dan produk selama penggunaan (Lin dan Chang, 2012; White, Simpson, dan Argo, 2014); dan memanfaatkan mode pembuangan produk yang lebih berkelanjutan (White dan Simpson, 2013). Tidak seperti keputusan konsumen pada umumnya
EDENTS
Volume 1 Edisi XXX Tahun 2019
yang berfokus pada memaksimalkan manfaat langsung untuk diri sendiri, pilihan berkelanjutan melibatkan manfaat jangka panjang bagi orang lain dan alam. Meskipun strategi pemasaran yang lebih luas bisa berguna dalam area ini, pemasar juga memerlukan serangkaian alat unik untuk mempromosikan keberlanjutan. White, Habib & Hardisty (2019) menguraikan kunci pendorong konsumsi berkelanjutan dengan satu kerangka komprehensif. Ulasan literatur White, Habib & Hardisty (2019) tentang konsumsi berkelanjutan dimulai dengan pemilihan jurnal pemasaran teratas: Journal of Marketing, Journal of Marketing Research, Journal of Consumer Psychology, and Journal of Consumer Research. Jurnal pemasaran keperilakuan dan perilaku konsumen ini merupakan jurnal yang paling dihormati di bidangnya, memiliki impact factor (di atas 3.0), dan semuanya ditampilkan pada daftar Top 50 Financial Times. Menggunakan sekumpulan jurnal ini, White, Habib & Hardisty (2019) melakukan pencarian literatur menggunakan kata kunci tertentu di Web of Science. Kata kunci termasuk: sustainab* atau ecolog* atau green atau environment* atau eco-friendlydan consum* atau behavi* atau choice atau usage atau adopt* atau disposal. Sejumlah artikel ini kemudian dibaca dan dikelompokkan ke dalam tema, yang membentuk lima faktor dalam kerangka SHIFT. White, Habib & Hardisty (2019) menggunakan lima kategori ini karena merupakan kategori yang sering muncul dan karena memungkinkan untuk merangkum literatur tentang perubahan perilaku berkelanjutan secara inklusif. Penutup
Pertanyaan dalam hubungannya dengan signifikansi praktis dan teoretis adalah apakah kerangka kerja kita dapat diterapkan pada perilaku lain, seperti tindakan prososial atau perilaku kesehatan, atau faktornya unik hanya untuk perilaku berkelanjutan. White, Habib & Hardisty (2019) menduga bahwa banyak dari segi kerangka kerjanya mungkin berlaku untuk perilaku positif lainnya juga. Namun, perlu dicatat bahwa ada beberapa elemen yang mungkin unik untuk konsumsi berkelanjutan. Misalnya, perilaku kesehatan tidak memiliki tingkat tantangan tindakan kolektif dan individu yang sama dengan perilaku berkelanjutan. Meski perilaku kesehatan berubah secara kolektif dapat memiliki manfaat ekonomi dan sosial yang positif (WHO 2014), perubahan perilaku kesehatan juga tidak dapat disangkal terutama memiliki manfaat individual (OECD dan WHO 2015). Meskipun perilaku kesehatan dan prososial (mis., pemberian amal) memiliki masalah tangibilitas (kenampakannya), perilaku dan hasil yang berkelanjutan cenderung dianggap lebih tidak nyata daripada perilaku kesehatan dan prososial. Ini adalah tantangan untuk penelitian masa depan untuk mengeksplorasi, dan menerapkan kerangka kerja di area lain yang memiliki potensi teori dan praktis. Diharapkan kerangka kerja White, Habib & Hardisty (2019) ini akan membantu peneliti mengkonsepkan cara berbeda untuk mempengaruhi perilaku konsumen yang berkelanjutan dan akan memacu penelitian lebih lanjut dalam area penting ini.
Tulisan ini merupakan ringkasan artikel “How to SHIFT Consumer Behaviors to be More Sustainable: A Literature Review and Guiding Framework� yang ditulis oleh White, Habib dan Hardisty dalam Journal of Marketing Volume 83 Issue 3, May 2019.
41
Kunjungi! www.lpmedents.com
Dok. Pribadi
Alumni FEB
Awalnya tak Tertarik, Sekarang Menjadi Auditor di salah satu KAP "Big Four" “Jika memang berniat menjadi auditor, mulai pelajari prosedur-prosedur audit, pelajari shortcut excel karena skill excel sangat dibutuhkan. Untuk yang penasaran dengan auditor life, bisa kepoin @overheardauditor. Semangat!,” – Amalia, non-permanent staff auditor Ernts & Young (EY)
Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB) Universitas Diponegoro (Undip) dikenal sejak dulu telah menghasilkan banyak alumni yang sukses. Amalia Intan Pratiwi atau yang sering dipanggil Amal merupakan salah satu lulusan FEB yang kini telah sukses dalam dunia kerja. Ia merupakan lulusan prodi S-1 Akuntansi angkatan 2014 yang kini bekerja sebagai non-permanent staff pada salah satu perusahaan akuntan publik ternama Big Four yakni Ernst & Young (EY) Indonesia. Aktif Berorganisasi dan Berbisnis
Seperti kebanyakan mahasiswa, Amal turut mengikuti kegiatan organisasi di kampusnya. Pada tahun pertama dan keduanya ia bergabung dalam Economics Enghlish Conversation Club (EECC) FEB Undip. Menjadi bagian EECC menjadi pengalaman yang berarti bagi Amal, karena dalam organisasi tersebut ia dapat meningkatkan kualitas diri. “Di EECC, saya belajar cara organize suatu kelompok dengan menjadi Excecutive Board of Public Relations (Koordinator Divisi), belajar menjadi sekretaris, bendahara, dan tentunya menambah skill Bahasa Inggris saya,” ungkap Amal.
Ditahun ketiga dan keempat, Amal berkesempatan menjadi bagian dari Unit Pengembangan Komputer (UPK) FEB, sebagai asisten laboratorium komputer. Dengan bergabung dengan UPK, ia menjadi lebih mengenal dunia kerja, belajar bertanggung jawab serta berkomitmen. “Sejujurnya, semenjak saya bergabung dengan UPK, saya menjadi sangat susah untuk berkumpul dengan teman dan keluarga. Selain harus stay di lab pada jam kerja, sering ada kegiatan di akhir pekan dan libur panjang. Tapi dibalik itu saya banyak sekali mendapat hal baru, saya belajar bongkar pasang komputer, belajar software, mendapat akses untuk menggunakan fasilitas lab komputer. Bahkan saya berkesempatan untuk menjadi instruktur, berbagai ilmu dengan mahasiswa S1 dan S2,” tutur Amal. Menjadi asisten laboratorium komputer mendatangkan susah senang dalam kegiatannya. Berkurangnya waktu berkumpul dengan teman serta keluarga menjadi kendala yang ia hadapi saat bertugas. Akan tetapi dibalik hal tersebut, mendapat berbagai koneksi dengan dosen dan mahasiswa pasca sarjana menjadi keuntungan tersendiri yang ia dapatkan. Pada pertengahan tahun ketiga, Amal bersama rekannya mencoba membuka bisnis kuliner yaitu EiBi Durian. Sejak memutuskan untuk mulai berbisnis durian, Amal mengakui bahwa kegiatan harian yang dijalani semakin padat. Harus dapat membagi waktu antara kuliah, bimbingan skripsi, bertugas di UPK dan berjualan. “Hampir setiap hari saya selalu berangkat pagi dan pulang lebih dari jam sembilan malam. Lelah memang, tapi saya menikmatinya,” ucap Amal. Pantang Menyerah dan Tetap Positif
Semasa kuliah dulu, Amal mengakui bahwa ada beberapa suka duka yang dialami. Sejak kuliah ia sudah dilatih mandiri oleh ayahnya, uang jajan sengaja dibatasi sehingga setiap tahun berkurang. Kondisi tersebut mendorong Amal untuk mencari sumber panghasilan tambahan. Mendaftar banyak beasiswa pun tak lupa dilakukan, akan
EDENTS
Volume 1 Edisi XXX Tahun 2019
tetapi usaha tersebut terkadang terhenti sampai pada tahap tertentu. Semasa kuliah pun Amal mengakui bahwa tidak ada hal yang membanggakan. Hal yang menurut ia berkesan justru hal-hal non-kuliah. “Tidak ada prestasi akademik yang menonjol, IPK pun cumlaude mepet. Pun, orangtua saya sama sekali tidak pernah menuntut saya untuk menjadi orang yang berprestasi. Keinginan mereka hanya ingin melihat saya menjadi pribadi yang mandiri dan bermanfaat bagi lingkungan sekitar,” ungkap Amal. Kondisi yang menyulitkan lantas tidak membuat Amal menyerah, ia menyadari bahwa apapaun yang pernah kita alami, sepahit dan sesakit apapun justru hal tersebutlah yang akan menguatkan diri kita. Dibalik duka yang dialami, circle positif yang dimilki oleh Amal menjadi penguat diri dan membuatnya menjadi lebih baik. Menjadi Auditor, Awalnya tak Berminat
Hal yang menarik dari Amal yakni ia diterima bekerja di perusahaan Akuntan Publik EY sebelum diwisuda. Mendapatkan pekerjaan di EY bermula dari dorongan dosen pembimbing skripsi yakni Fuad, yang menyarankannya untuk mengikuti EY Campus Hiring. Pada awalnya Amal merasa tak tertarik terhadap pekerjaan sebagai auditor, akan tetapi berkat dorongan berkali-kali yang diterimanya dari dosen pembimbinganya akhirnya ia memutuskan untuk mendaftar kegiatan tersebut. “Saya menjalani rangkaian tes yang diselenggarakan di Gedung KWU oleh pihak EY. Setelah mengikuti tes tulis, sore harinya saya langsung wawancara HRD, kemudian wawancara dengan partner. Rangkaian tes tersebut berlangsung dari pagi hingga malam. Beberapa bulan kemudian, tak disangka saya mendapatkan email bahwa saya diterima di EY, salah satu dari empat kantor akuntan publik terbesar di dunia,” jelas Amal. Meski awalnya ia tak berminat untuk menjadi auditor, sempat terlintas dalam pikiran Amal bahwa Tuhan itu memberi apa yang kita butuh bukan yang kita mau. “Dan benar, sekarang saya enjoy dengan pekerjaan saya. Walaupun banyak lembur dan tekanannya berat, tapi saya rasa memang ini yang saya cari dan saya butuhkan,” tutur Amal. Meski bekerja sebagai auditor memiliki banyak tekanan, tapi menurutnya hal tersebut menyenangkan. Bekerja sebagai auditor sangat cocok bagi kita yang ingin mencari ilmu dan pengalaman dalam waktu singkat, dikarenakan dijamin bahwa kita akan banyak sekali mendapat ilmu. “Dan yang saya tau, jika sudah bekerja menjadi auditor di Big Four, maka akan menjadi nilai tambah untuk apply di perusahaan lain. Selain itu KAP adalah tempat yang tepat untuk mengumpulkan pundi-pundi uang, “ tambah Amal.
Amal mengungkapkan bahwa selama ia bekerja selama sembilan bulan di EY, banyak sekali hal yag sudah ia pelajari. Banyak kesempatan yang ia dapatkan serta tambahan wawasan tentang proses bisnis sebagai hasil dari mengaudit perusahaan besar di Indonesia. Menambah relasi pun turut menjadi hal yang ia rasakan semenjak ia bekerja dalam perusahaan tersebut. Selain kesempatan dan manfaat yang diperoleh dalam bekerja, tantangan yang dihadapi turut Amal rasakan dalam bekerja. Ia mengakui bahwa tantangan untuk mendapatkan pekerjaan tersebut tidak sebanding dengan tantangan dalam menjalani profesi auditor. Kami diharuskan mampu bekerja dengan cepat dan benar serta diharuskan mampu menguasai hal-hal seputaran akuntansi, pajak bahkan hukum. “Pesan saya, jika memang berniat menjadi auditor, mulai pelajari prosedur-prosedur audit, pelajari shortcut excel karena skill excel sangat dibutuhkan. Untuk yang penasaran dengan auditor life, bisa kepoin @overheardauditor. Semangat!,” tutup Amal diakhir wawancaranya. (jl)
42
KABAR Perayaan Dies Natalis ke-59 FEB Undip : "Toward a Diamond Jubilee" Oleh: Nur Alfi dan Anisulfuad
Bagi suatu lembaga pendidikan tinggi atau perguruan tinggi, dies natalis merupakan suatu kegiatan yang selalu diperingati tiap tahunnya. Dies Natalis sendiri adalah suatu bentuk peringatan atas hari lahir yang dalam sejumlah besar budaya dianggap sebagai peristiwa penting yang menandai awal perjalanan kehidupan. Secara turun-temurun peringatan tersebut dirayakan dengan penuh syukur dan kebahagiaan. Seperti halnya Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB) Universitas Diponegoro (Undip) yang telah merayakan hari jadinya ke-59 tahun pada tanggal 14 Maret 2019. Dies Natalis tahun ini diisi dengan berbagai acara menarik yang bersifat akademik dan non-academik. Kegiatan pun tidak hanya melibatkan warga FEB saja tetapi juga melibatkan berbagai pihak serta warga di lingkungan sekitar FEB. Tak ketinggalan, alumnialumni yang tergabung dalam Ikatan Alumni Fakultas Ekonomi (IKAFE) turut memeriahkan acara ini. Membangun Eksistensi
Kesadaran
akan
Dies Natalis FEB tahun ini mengusung tema “Toward a Diamond Jubilee” yang mempunyai arti menyambut ulang tahun yang ke 60 tahun FEB. Menurut Fuad, selaku Ketua Panitia Dies Natalis, adanya Dies Natalis mempunyai makna bahwa dengan semakin bertambahnya usia menandakan bahwa FEB sudah cukup lama berdiri serta harus terus membangun kesadaran akan eksistensi FEB. “Acara ini dilaksanakan sebagai Dok. Pribadi bentuk rasa syukur kita atas ulang tahun FEB yang sudah hampir ke-60 tahun, yang sekarang sudah ke 59 tahun. Menandakan bahwa kita sudah cukup lama dan juga membangun awareness kepada simultas akademika mengenai eksistensi kita,” ungkap Fuad. Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya yang mana biasanya organizer berasal dari empat Himpunan Mahasiswa Departemen (HMD), namun berbeda dengan tahun ini. Pada tahun ini, pihak penyelenggara hanya berasal dari satu HMD yakni HMD Akuntansi atau yang akrab disebut KMA (Keluarga Mahasiswa Akuntansi). “Memang untuk penyelengaraan acara dies itu sendiri di ketuai oleh masing-masing departmen secara bergiliran. Namun, ketua panitia sendiri telah menyerahkan atau mempercayai KMA sebagai organizer untuk acara dies kali ini,” terang Fuad. Ragam Acara yang Diselenggarakan
Banyak ragam acara yang telah diselenggarakan dalam me meriahkan rangkaian acara Dies Natalis. Beberapa rangkaian acara dibidang akademik antara lain yakni talkshow yang menghadirkan pembicara Komisi B DPRD Jateng (Achsin Ma’ruf), Kepala Dinas Koperasi dan UMKM Jateng (Emma Rachmawati), dan juga Direktur Utama Perum Jamkrindo (Randi Anto) yang mengangkat tema “Tumbuh Kembangkan Usaha Mikro Kecil”. Acara tersebut dilaksanakan pada tanggal 11 Maret 2019 bertempat di Auditorium Hall Gedung C lantai 4 FEB Undip. Sebagai puncak acara diadakan pidato ilmiah yang disampaikan secara langsung oleh Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) yakni Mohammad Nasir dengan mengangkat tema “Dampak revolusi Industri 4.0 pada Pendidikan Tinggi di
EDENTS
Volume 1 Edisi XXX Tahun 2019
KAMPUS “Harapanya untuk dies-dies selanjutnya adalah untuk eksistensi kita dan awareness kita akan mengenai keberadaan Fakultas Ekonomi dan Bisnis jadi lebih meningkat. Juga harapnnya kedepanya agar para alumni bisa mbalik kampung dan kembali ke almamaternya,”- Fuad, ketua panitia Dies Natalis ke-59 FEB Indonesia”. Selain itu panel diskusi tentang “Pengelolaan Pendidikan Tinggi di Era Revolusi Industri 4.0” juga turut diselenggarakan dengan mendatangkan pembicara El Amry Bermawi Putera (Rektor Universitas Nasional, Jakarta) dan Jang Youn Cho (Hankuk University of Foreign Studies Korea). Kegiatan tersebut diadakan pada tanggal 13 Maret 2019 bertempat di Gedung Lab Kewirausahaan FEB Undip. Dibidang non-akademik sendiri terdapat rangkaian acara seperti “Fun Walk” yang diselenggarakan pada tanggal 16 Maret 2019, bertempat di Dome FEB Undip. Acara tersebut berlangsung meriah dengan serangkaian hiburan, doorprize, dan juga sarapan gratis yang telah disediakan panitia. Selain itu ada juga kegiatan “Smart Run” pada tanggal 31 Maret 2019 yang dibuka untuk umum. Berjalan Lancar Menghadang
meski
Kendala
Dalam penyenggaraan acara yang cukup besar pasti mengalami beberapa kendala yang dialami. Sama halnya yang dialami oleh panitia Dies Natalis FEB tahun ini. Kendala terbesar acara ini ialah masalah waktu. Fuad mengungkapkan bahwa puncak acara dies yakni pidato ilmiah dari Prof. Dr. Nasir selaku Kemenristekdikti mengalami pergeseran waktu dikarenakan harus menyesuaiakan dengan agenda kegiatan dari pihak Kemenristekdikti. “Yang semestinya diadakan pada tanggal 14 maret kemarin bertepatan dengan hari ulang tahun FEB, namun kerena beberapa kegiatan Prof. Dr. Nasir jadi acara dipercepat menjadi tanggal 13 maret,” tutur Fuad. Kesibukan para simunitas akademik juga menjadi kendala dalam pelaksanaan. Hal ini menjadikan koordinasi terganggu sehingga harus dilakukan diantara sela-sela waktu. Terlepas dari kendala yang ada, acara Dies Natalis telah berjalan dengan cukup baik dengan melihat antusias dan semangat para peserta. “Seperti pada acara talkshow yang diadakan di Gedung C, banyak diantara para peserta yang memilih untuk duduk lesehan karena tidak mendapat tempat duduk. Begitu pula dengan acara Fun Walk peserta sangat semangat, bahkan meski sempat diguyur hujan di tengah acara, namun mereka tetap bertahan hingga acara usai,” ungkap Fuad. Hal senada juga disampaikan oleh Dianti, salah satu peserta acara Fun Walk. Ia mengungkapkan bahwa acara yang diselenggarakan seru, menarik dan keren. Sesuai dengan nama acaranya yakni Fun Walk.
Kegiatan Dies berjalan dengan sangat baik. Pada mulanya kegiatan dies akan dilakukan secara sederhana, akan tetapi melihat antusias serta dukungan dari berbagai pihak menandakan bahwa kegiatan Dies Natalis sukses dilaksanakan dan berlangsung meriah. “Secara khusus saya mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada sponsorship. Khususnya kami juga mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada IKAFE yang selalu memberikan support dan dukungan atas terlaksananya kegiatan ini,” tukas Fuad. Ia berharap untuk diesdies selanjutnya tingkat awareness perlu ditingkatkan, yakni kesadaran mengenai keberadaan Fakultas Ekonomi dan Bisnis. “Juga harapnnya kedepannya agar para alumni bisa mbalik kampung dan kembali ke almamaternya,” pungkas Fuad. (jl)
43
KOLOM PU
Kita yang Saling Menyempurnakan Oleh: Dirga Ardian Nugroho *) Manusia lahir ke muka bumi ini tidaklah dengan ‘tangan kosong’. Setiap individu yang lahir dari rahim seorang ibu pasti memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Ada yang secara kompetensi mahir pada bidang tertentu, namun ada pula yang tidak. Sejatinya kita sebagai manusia memang diciptakan dengan perbedaan masing-masing – bahkan bayi kembar sekalipun. Mengenai perbedaan tersebut, sering kali pula kita jumpai seseorang dengan perbedaan kondisi, baik secara fisik ataupun mental dalam kedihupan sehari-hari. Munculnya hal tersebut kerap kali mendapat respon yang cukup beragam di tengah masyarakat, ada yang memiliki pandangan positif, negatif, atau bahkan tidak peduli. Pandangan di tengah masyarakat ini lambat laun dapat membawa dampak terkait bagaimana menyikapi keberadaan orang-orang dengan perbedaan kondisi fisik ataupun mental ini. Hal tersebut kemudian akan berpengaruh pula pada bagaimana proses pemenuhan kebetuhannya. Lebih gawat lagi apabila muncul stigma di kalangan masyarakat bahwa orang yang memiliki perbedaan kondisi fisik maupun mental ini tidak perlu memperoleh hak-haknya sebagai manusia, karena sudah dianggap tidak mampu. Hal ini tidaklah seharusnya terjadi, karena bagaimanapun hak-hak sebagai manusia, dengan kondisi apapun, haruslah dipenuhi. Itu juga dipertegas dengan salah satu pasal yang termaktub dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 Pasal 27 Ayat 2, yang berbunyi: Tiaptiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Hal tersebut juga perlu dukungan akan pemahaman tentang kondisi ini dari tiap-tiap lapisan masyarakat. Lantas, sudahkah kita paham akan kondisi ini dan bertindak secara adil kepada sesama kita? Mengenal Lebih Dekat Disabilitas
Kondisi seseorang yang memiliki perbedaan secara fisik atau mental kerap kali dicap sebagai orang cacat, entah itu cacat fisik maupun cacat mental. Namun, sebutan tersebut rasanya terlalu kasar. Maka dalam perkembangannya, munculah sebutan disabilitas. Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 Pasal 1, disabilitas diartikan sebagai orang-orang yang mengalami keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan/atau sensorik dalam jangka waktu lama dalam berinteraksi dengan lingkungan dapat mengalami hambatan dan kesulitan untuk berpartisipasi secara penuh dan efektif dengan warga negara lainnya berdasarkan kesamaan hak.
Menurut Resolusi PBB Nomor 61/103 tanggal 13 Desember 2006, penyandang disabilitas merupakan setiap orang yang tidak mampu menjamin oleh dirinya sendiri, seluruh atau sebagian, kebutuhan individual normal dan/atau kehidupan sosial, sebagai hasil dari kecacatan mereka, baik yang bersifat bawaan maupun tidak, dalam hal kemampuan fisik atau mentalnya. Tentunya, masih banyak lagi pengartian lain terkait disabilitas ini. ‘Segudang’ peraturan dan regulasi berusaha dibuat oleh para pihak yang memiliki wewenang. Tujuannya tidak lain untuk menjamin hak serta kehidupan yang layak bagi para penyandang disabilitas. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dalam publikasinya yang bertajuk “Panduan Penanganan Anak Berkebutuhan Khusus Bagi Pendamping (Orang Tua, Keluarga, dan Masyarakat)”, mengkategorikan anak penyandang disabilitas menjadi beberapa macam. Adapun jenis-jenisnya seperti anak disabilitas penglihatan, anak disabilitas pendengaran, anak disabilitas intelektual, anak disabilitas fisik, anak dengan Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas (GPPH),
EDENTS
Volume 1 Edisi XXX Tahun 2019
dan lain-lain.
Cukupkah dengan Peraturan Saja? Berdasarkan sebuah publikasi yang dirilis oleh International Labour Organization (ILO) tentang “Inklusi Penyandang Disabilitas di Indonesia”, lima belas persen dari jumlah penduduk yang ada di muka bumi ini adalah penyandang disabilitas. Dimana sekitar 82 persen di antaranya berada di negara-negara berkembang dan hidup di bawah garis kemiskinan. Bahkan menurut publikasi tersebut, penyandang disabilitas kerap kali menghadapi keterbatasan dalam akses kesehatan, pendidikan, pelatihan, dan pekerjaan yang layak. Maka benarlah langkah Pemerintah Indonesia dalam merumuskan ‘segudang’ peraturan yang menjamin kehidupan penyandang disabilitas. Berbagai macam undang-undang dan peraturan baik di level nasional maupun internasional terus disempurnakan. Dari pengaturan hak-hak yang harus didapatkan oleh penyandang disabilitas, hingga upaya-upaya untuk meningkatkan kesejahteraannya. Ini merupakan salah satu bentuk dukungan pemerintah atau pihak berwenang terhadap para penyandang disabilitas. Contoh seperti Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Layanan Publik, yang menyatakan bahwa penyedia layanan umum harus memberikan layanan khusus kepada penyandang disabilitas sesuai dengan peraturan. Tidak hanya dalam akses terhadap layanan publik, dalam UU No. 8 Tahun 2016, diatur pula berbagai macam hak-hak yang harus didapatkan oleh penyandang disabilitas, seperti hak hidup, hak pendidikan, hak kesehatan, hak bebas dari stigma, hak politik, dan lain-lain. Namun, permasalahan yang kemudian timbul ialah, apakah hak-hak bagi penyandang disabilitas ini sudah benar-benar terpenuhi? Disabilitas dalam Angka
Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2015, melakukan sebuah survei penduduk yang bertujuan menggambarkan kondisi kependudukan Indonesia secara komprehensif kala itu. Survei ini kemudian dikenal dengan Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS). Hasil SUPAS 2015 menunjukkan bahwa terdapat sekitar 8,56 persen penduduk di Inonesia memiliki disabilitas. Dimana tiga posisi teratas diduduki oleh Sulawesi Utara (11,90 persen), Gorontalo (11,71 persen), dan Sulawesi Tengah (11,44 persen). Sedangkan, posisi terbawah dalam jumlah penyandang disabilitas ditempati oleh Banten (6,18 persen). Hasil SUPAS 2015 diperkuat dengan sebuah penelitian yang dilakukan oleh Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI). Dari penelitian tersebut, terdapat sebuah temuan, dimana dari lima pengumpulan data yang diperoleh dari Sensus Penduduk (SP) 2010, Potensi Desa (Podes) 2011, Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2012, Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013, dan Survei Tenaga Kerja Nasional (Sakernas) 2016, Gorontalo selalu bercokol di dalam 10 Provinsi Teratas dengan Prevalensi Disabilitas tertinggi di Indonesia. Berkaca pada data-data tersebut, tentu diperlukan sebuah langkah atau kebijakan guna meningkatkan pelayanan bagi penyandang disabilitas. Terkhusus bagi daerah atau provinsi yang be-
44
KOLOM PU rada di luar pulau Jawa, mengingat konsentrasi pembangunan yang bisa dibilang belum merata. Agar ke depannya pelayanan bagi penyandang disabilitas bisa lebih baik lagi.
Sudah Harmoniskah Hubungan antara Dunia Kerja dan Penyandang Disabilitas? Salah satu pasal dalam UU No. 8 Tahun 2016 yang membawa pesan terkait ketenagakerjaan dan disabilitas adalah pasal 53. Pasal tersebut mengandung dua ayat yang mengharuskan Pemerintah, Pemerintah Daerah, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), mempekerjakan setidaknya dua persen penyandang disabilitas dari total keseluruhan jumlah pekerja yang dimiliki. Sedangkan bagi perusahaan swasta, diharuskan mempekerjakan setidaknya satu persen penyandang disabilitas dari total keseluruhan pekerja yang dimilikinya. Lebih lanjut, dalam pasal 54, dijelaskan bahwa pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan insentif kepada perusahaan swasta bila menerapkan hal tersebut. Berdasarkan data sistem wajib lapor yang dimiliki oleh Kementrian Ketenagakerjaan, terdapat 440 perusahaan yang telah mempekerjakan tenaga kerja sekitar 237 ribu orang. Namun, dari jumlah tersebut, baru ada 2.851 penyandang disabilitas yang dipekerjakan. Itu berarti baru ada 1,2 persen penyandang disabilitas yang telah ditempatkan di sektor formal. Penerapan UU terkait ketenagakerjaan dan disabilitas tersebut rasanya perlu disempurnakan kembali. Tidak adanya sanksi yang diatur bagi perusahaan-perusahaan yang tidak menerapkan hal tersebut, cukup untuk dijadikan celah.
Dalam dunia kerja contohnya, perlu adanya platform khusus yang digunakan untuk penyebarluasan tawaran kerja bagi penyandang disabilitas. Selain itu, perlu juga adanya pembentukan jalur atau formula khusus agar penyandang disabilitas dapat ikut merasakan pekerjaan di sektor formal. Selain itu, perlu juga adanya peningkatan teknologi yang dapat mengakomodasi kebutuhan penyandang disabilitas. Pada bidang pendidikan, penyempurnaan SLB di berbagai wilayah di Indonesia dirasa perlu, mengingat masih ada daerah-daerah yang tidak memiliki SLB. Penyempurnaan ini dapat dalam bentuk penyiapan tenaga pendidik, kurikulum yang sesuai, serta fasilitas yang memadai. Di samping itu, pengembangan pendidikan yang inklusif juga dirasa perlu. Mengingat pendidikan ini dapat mengembangkan berbagai macam kemampuan serta bakat yang dimiliki oleh setiap anak, bagi penyandang disabilitas maupun tidak. Jauh dari hambatan-hambatan tersebut, ada pula pola pikir atau asumsi mendasar yang perlu kita luruskan. Karena hambatanhambatan tersebut tentu muncul akibat adanya pola pikir atau stigma tidak mengenakkan yang ditujukan bagi penyandang disabilitas. Seperti menganggap bahwa penyandang disabilitas tidak dapat melakukan apa-apa, menilai penyandang disabilitas sebagai beban, dan lain sebagainya. Karena sejatinya kita sebagai manusia hidup berdampingan. Yang mana kita sepatutnya saling membantu, melengkapi, dan saling menyempurnakan antara satu dengan yang lain. (jl)
Dok. Edents
Keberadaan penyandang disabilitas di tengah masyarakat pada umumnya, dan dalam persaingan dunia kerja pada khususunya tidak seharusnya dikesampingkan. Dalam penelitian yang dilakukan oleh LPEM FEB UI, mengesampingkan penyandang disabilitas dapat mengurangi probabilitasnya untuk masuk menjadi angkatan kerja dan memperoleh pekerjaan. Padahal dalam penelitian yang dilakukan oleh ILO, mengucilkan penyandang disabilitas dalam angkatan kerja dapat mengakibatkan PDB sebesar 3-7 persen.
bidang pendidikan, dan lain sebagainya. Dalam meminimalisir hambatan-hambatan tersebut, tentu perlu adanya kolaborasi secara aktif serta pemahaman dari seluruh lapisan masyarakat yang ada.
Penyandang Disabilitas dalam Dunia Pendidikan
Pendidikan merupakan hak bagi seluruh bangsa Indonesia. Begitupun bagi penyandang disabilitas, itu merupakan hak yang juga harus didapatkan. Dalam Sakernas 2016, tercatat 45,76 persen anak usia pendidikan dasar dan menengah yang menyandang disabilitas tidak pernah atau tidak lulus Sekolah Dasar (SD). Bahkan dari data Susenas 2016 menunjukkan bahwa satu juta di antara 4,6 juta anak usia sekolah adalah penyandang disabilitas. Penyelenggaraan pendidikan bagi penyandang disabilitas kebanyakan dilakukan pada Sekolah Luar Biasa (SLB). Padahal, tidak semua daerah di Indonesia memiliki SLB. Dari data yang dimiliki oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, dari 514 kabupaten/kota, 62 di antaranya tidak memiliki SLB. Sedangkan dari 1,6 juta anak berkebutuhan khusus di Indonesia baru 10 persen yang bersekolah di SLB.
*) Penulis merupakan pemimpin umum LPM Edents 2019
Harapan itu Tentu Masih Ada
Berbagai macam hambatan muncul dalam pemenuhan hakhak bagi penyandang disabilitas. Entah itu di dunia kerja atau
EDENTS
Volume 1 Edisi XXX Tahun 2019
45
KOLOM REDAKSI
Kualitas Pendidikan yang Masih Rendah, Akankah Mengubah Bonus Demografi Menjadi Bencana Demografi? Oleh: Julian Karenina Berlianti *)
Jumlah penduduk Indonesia yang tidak sedikit yaitu sekitar 265 juta jiwa menjadi PR pemeritah untuk bagaimana membuat pendidikan merata dan dapat dinikmati semua warganya. Apalagi mengingat Indonesia “dianugrahi” bonus demograsi menjadi tantangan lebih untuk pemerintah agar bonus demografi ini tidak malah berubah menjadi bencana demografi. Lantas apa hubungan antara pendidikan di Indonesia dengan bonus demografi? Mengenal Istilah Bonus Demografi
Menurut Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN), bonus demografi adalah bonus yang dinikmati suatu negara akibat dari besarnya proporsi penduduk produktif (rentang usia 15–64 tahun) dalam evolusi kependudukan yang dialaminya. Pada periode dimana bonus demografi terjadi, jumlah usia angkatan kerja (15–64 tahun) mencapai sekitar 70%. Bonus demografi di Indonesia sendiri menurut Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Pusat akan berakhir pada tahun 2036. Bonus demografi memberi peluang bagi Indonesia untuk mensejahterakan masyarakat. Namun hal ini tentu disertai dengan catatan bahwa masyarakat usia produktif memiliki kualitas yang mumpuni untuk memberikan kotribusi bagi pembangunan negara. Mendapat kualitas yang mumpuni tentu butuh persiapan dan proses yang tidak sebentar. Pendidikan merupakan salah satu dan yang utama yang bisa dilakukan pemerintah untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Apabila bonus demografi tetapi usia produktif tidak memiliki kualitas yang mumpuni hal ini bisa saja mengubah bonus demografi menjadi bencana demografi. Penggangguran Refleksi Kualitas Pendidikan
Realita yang terjadi saat ini pendidikan belum dinikmati oleh seluruh masyarakat di Indonesia. Selain belum merata, kualitas SDM yang dihasilkan juga masih kurang jika dibandingkan dengan negara tentangga seperti Malaysia dan Singapura. Kualitas SDM yang rendah maka berarti kualitas tenaga kerja juga masih rendah. Jika SDM khususnya pada usia produktif memiliki kualitas rendah maka bonus demografi bukan lagi
EDENTS
Volume 1 Edisi XXX Tahun 2019
bonus melainkan bencana demografi.
Terkait kualitas pendidikan dan SDM di Indonesia, dapat dilihat dari lulusan dari Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang lebih banyak menganggur daripada lulusan dari jenjang pendidikan yang lain. Tingkat pengangguran dari SMK pada Agustus 2018 adalah sebesar 11,25%. Angka ini lebih besar dibanding dengan tingkat pengangguran pada jenjang pendidikan yang lain. Tingkat pengangguran pada jenjang SMA yaitu 7,95%, universitas sebesar 5,89%, lulusan Diploma 6,02%, lulusan SMP 4,8%, dan lulusan SD 2,43%. Padahal seperti yang kita tahu bahwa kurikulum pada SMK lebih difokuskan untuk menyiapkan lulusannya untuk siap bekerja. Ini menunjukan bahwa pendidikan belum secara efektif berjalan guna mencapai tujuan atau sasarannya. Lalu adakah yang salah dengan pendidikan kita? Tamatan SMK tidak dapat terserap dengan baik di lapangan kerja dan menyebabkan tingginya angka pengangguran disebabkan beberapa faktor. Faktor yang pertama adalah jomplangnya daya serap industri dengan lulusan SMK. Faktor penyebab yang utama adalah guru tidak menguasai bidang ilmu dengan baik karena kebanyakan guru pada SMK adalah guru dengan ilmu murni. Selain itu kurikulum SMK sulit diubah untuk mengikuti perkembangan zaman dan industri. Background Pendidikan Bukan Jaminan
Selain banyaknya pengangguran dari tingkat SMK, fenomena lain yang muncul adalah bahwa banyak yang kemudian bekerja tidak sesuai dengan background pendidikan yang dimiliki. Ini terutama terjadi pada lulusan program sarjana maupun diploma. Menurut hemat penulis – dari yang terjadi di lingkungan sekitar penulis – masih banyak yang memiliki pekerjaan yang berbeda jauh dengan background pendidikan dan kompetensi yang dimiliki. Katakanlah lulusan dari jurusan teknik kimia bekerja di media dan menjadi wartawan. Hal ini tidak hanya terjadi pada mereka lulusan perguruan tinggi saja namun juga SMK. Misal pada saat menempuh pendidikan di SMK jurusan farmasi ketika selesai sekolah bekerja di pabrik kabel. Fenomena seperti ini tentu sudah tidak asing lagi. Memang tidak sepenuhnya salah ketika melakukan pekerjaan yang tidak sesuai dengan background pendidikan yang dimiliki. Terutama melihat bahwa pada zaman seperti ini mencari pekerjaan bukanlah perkara yang mudah. Tetapi hal ini kemudian menunjukan bahwa peningkatan kualitas SDM agar sesuai dengan permintaan tidak sesederhana yang dilihat. Pemerintah, dalam upayanya, berusaha untuk meningkatkan jumlah lapangan kerja tetapi apabila pencari kerja ini tidak
46
Kunjungi! www.lpmedents.com
Mencerdaskan kehidupan bangsa merupakan salah satu tujuan bangsa Indonesia yang tertuang dalam Pembukaan UndangUndang Dasar 1945 alenia terakhir. Ini artinya pendidikan dan upaya mencerdaskan bangsa yang dalam hal ini warga negara menjadi salah satu dari sekian hal yang menjadi concern pemerintah untuk dilakukan dan diupayakan. Melalui pendidikan, diharapkan dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia agar bisa menjadi penerus bangsa yang baik.
KOLOM REDAKSI
Realita yang terjadi saat ini pendidikan belum dinikmati oleh seluruh masyarakat di Indonesia. secara sadar berusaha meningkatkan kompetensi dan kapabilitas dirinya sendiri maka jumlah lapangan kerja yang banyak pun hanyalah omong kosong. Pentingnya Pendidikan Karakter dan Moral
Kualitas pendidikan di Indonesia tidak hanya dapat dilihat dari fakta banyaknya jumlah pengangguran yang ada. Fenomena yang sering kita jumpai di media sosial adalah terkait mental dan pendidikan moral pelajar di Indonesia. Pendidikan tidak hanya mengenai pendidikan akademis saja namun juga pendidikan karakter dan juga moral. Bukan hal asing lagi bagi kita mengenai banyaknya video viral mengenai bagaimana pelajar Indonesia berinteraksi dengan yang lebih tua, dengan guru di sekolah atau bahkan dengan teman sebayanya. Kebanyakan yang heboh di media sosial adalah karena attitude yang tidak baik dari beberapa pelajar. Sisi “baik”nya adalah banyak komentar yang “menghakimi” perilaku tersebut sehingga sedikit banyak ini menunjukan masyarakat yang berkomentar tersebut mengetahui yang baik dan buruk.
anak dengan umur maksimal 18 tahun adalah pencandu narkoba. Data tersebut hanya menunjukan satu dari sekian banyak masalah yang mencoreng pendidikan kita. Sebut seks bebas, di Indonesia, menurut survei yang dilakukan Komnas Perlindungan Anak (KPAI) dan Kementerian Kesehatan, tercatat 62,7% remaja Indonesia melakukan hubungan seks di luar nikah. Ini menunjukan masih kurangnya kualitas pendidikan di Indonesia terutama dalam pendidikan karakter dan moral. Tidak Sesederhana Membalikan Telapak Tangan
Memperbaiki sistem pendidikan tidak sesederhana membalikan telapak tangan. Banyak pihak yang terlibat juga bisa menyulitkan perbaikan sistem – walaupun juga dapat membantu memperbaiki. Pemerintah berupaya sebaik mungkin memperbaiki sistem tetapi tidak dieksekusi dengan baik oleh pelaksana pendidikan (pengajar) juga tidak akan berjalan efektif. Sudah dieksekusi secara baik oleh pengajar tetapi tidak ada pengawasan dari keluarga terhadap anak didik juga tidak akan berhasil. Keluarga sudah satu visi dengan pemerintah dan pengajar tetapi lingkungan memberikan pengaruh negatif maka sedikit banyak juga akan mempengaruhi keberhasilan pendidikan untuk tiap individu. Banyaknya problematika pendidikan dan kualitas pendidikan serta kualitas SDM yang sudah disebut sebelumnya, akankah bonus demografi ini akan benar benar menjadi bonus? Apakah generasi muda (usia produktif) akan benar-benar bisa menanggung beban usia tidak produktif dengan baik dan maksimal? Apakah dengan kualitas yang demikian bonus demografi tidak akan berubah menjadi bencana demografi? Pendidikan memang bukan perkara mudah. Banyak hal yang harus dikerjakan. Tetapi satu keyakinan penulis, bahwa semua pihak pasti menginginkan perbaikan pendidikan terus menerus dan masif. Mungkin pemerintah lamban dalam perbaikan, mungkin pengajar tidak sesuai ekspektasi kita, mungkin lingkungan tidak selalu mendukung, tetapi kita bisa melakukan perbaikan-perbaikan kecil dimulai dari diri kita sendiri. Mustahil akan ada kemajuan tanpa perubahan. Orang yang tak dapat mengubah pikirannya tak akan bisa mengubah apa-apa. Mari ciptakan perubahan dan perbaikan dari diri sendiri. (jl)
Lebih dari Sekedar Kemampuan Akademis
Pendidikan tidak hanya bicara mengenai kemampuan intelektual saja. Keberhasilan pendidikan juga tidak hanya diukur dari seberapa banyak lulusan yang mampu terserap lapangan pekerjaan atau seberapa besar angka putus sekolah dapat diturunkan. Lebih dari itu, keberhasilan pendidikan dapat dilihat apakah kemudian lulusan yang dihasilkan memiliki kemampuan dan kualitas yang bagus baik dari segi akademis dan juga karakter serta softskill. Mirisnya, banyak fenomena yang kemudian menciderai pendidikan itu sendiri. Pelecehan seksual dari guru kepada muridnya, sikap kasar dan “berani” dari murid ke gurunya, hamil diluar nikah, seks bebas, narkoba dan masih banyak lagi adalah hal-hal yang dirasa masih menjadi PR besar bagi semua pihak. Baik dari pemerintah, guru, maupun keluarga.
*) Penulis merupakan pemimpin redaksi LPM Edents 2019
Tercatat hingga Maret 2018, sebanyak 5,9 juta adari 87 juta
EDENTS
Volume 1 Edisi XXX Tahun 2019
47
OPINI
Optimalisasi Pendidikan Melalui Kegiatan Literasi Digital Guna Mewujudkan Sustainable Development Goals (SDGs) Oleh: Yusuf Sufyan*)
Dalam rangka mewujudkan Sustainable Development Goals (SDGs) salah satu upayanya adalah mengoptimalkan pendidikan yang dilakukan melalui kegiatan literasi, akan tetapi budaya literasi di Indonesia masih sangat minim. Hal tersebut terlihat dari minat baca yang relatif rendah. Berdasarkan studi “Most Littered Nation In The World� yang dilakukan oleh Central Connecticut State University pada Maret 2016, Indonesia menduduki peringkat ke-60 dari 61 negara tentang minat baca.
Mengajak masyarakat membaca harus menyesuaikan karakternya. Sebab jika dilihat budaya membaca masyarakat sekarang cenderung lebih intens di dunia maya. Masyarakat kini lebih nyaman membaca bahan bacaan berbasis elektronik seperti e-book, e-journal, e-paper dan lainya. Tidak dapat dipungkiri bahwa di era modern harus ada konversi makna dari manual ke digital. Kegiatan literasi tidak boleh disempitkan dengan hanya sekadar membaca. Lipton dan Hubble (2016 ;13) menjelaskan literasi dalam pengertian modern mencakup kemampuan berbahasa, berhitung, memaknai gambar, melek komputer dan berbagai upaya memperoleh ilmu pengetahuan. Artinya, aktivitas manusia dan usaha mendapat ilmu pengetahuan adalah bentuk literasi. Bisa menonton televisi, membaca berita online, atau menonton video  di youtube. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah pengguna internet terbesar di dunia. Menurut hasil riset yang dilakukan oleh Asosiasi Penyelenggara Jasa
EDENTS
Volume 1 Edisi XXX Tahun 2019
Internet Indonesia (APJI) bersama dengan Pusat Kajian Komunikasi (Pusakom) Universitas Indonesia, total jumlah pengguna internet di Indonesia per awal 2015 adalah 88.1 juta orang. Akan tetapi, sesuai dengan riset yang dilansir oleh wearesocial.sg pada tahun 2017 tercatat ada sebanyak 132 juta pengguna internet di Indonesia dan angka ini tumbuh sebanyak 51 persen dalam kurun waktu satu tahun. Dengan pesatnya perkembangan aktivitas internet ternyata tidak menjamin suatu negara sudah melek aksara atau literasi. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) ternyata masih terdapat 1.157.703 penduduk laki-laki dan 2.258.990 penduduk perempuan yang masih buta aksara. Buta aksara atau buta literasi disebabkan kualitas berliterasi yang rendah karena literasi adalah pengetahuan terstruktur bukan sekadar mendapat informasi saja. Hal itulah yang seharusnya menjadi fokus literasi. Saat ini masyarakat membutuhkan program- program percepatan literasi dan revolusi literasi. Apalagi masyarakat milenial selalu praktis dan instan dalam mengkonsumsi berita. Masyarakat cenderung tidak mau klarifikasi dan asal membagikan berita yang viral dan heboh. Keadaan literasi yang tidak baik, dapat diperbaiki pemerintah dengan menggenjot publikasi ilmiah yang dilakukan Kemenristekdikti dan Gerakan Indonesia Membaca yang dilakukan oleh Kemendikbud. Akan tetapi di era modern ini literasi harus direvolusi untuk mencerdaskan masyarakat milenial. Hal tersebut dapat dilakukan dengan  program akselerasi literasi yaitu melalui literasi digital.
48
OPINI
Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah pengguna internet terbesar di dunia. Konsep literasi digital, sejalan dengan terminologi yang dikembangkan oleh UNESCO pada tahun 2011, yaitu merujuk pada serta tidak bisa dilepaskan dari kegiatan literasi, seperti membaca dan menulis, serta matematika yang berkaitan dengan pendidikan. Oleh karena itu, literasi digital merupakan kecakapan (life skills) yang tidak hanya kemampuan untuk menggunakan perangkat teknologi, informasi, dan komunikasi, tetapi juga kemampuan bersosialisasi, kemampuan dalam pembelajaran dan memiliki sikap berpikir kritis, kreatif, serta inspiratif sebagai kompetensi digital. Literasi sudah harus fokus pada aspek digital bukan pada literasi manual. Digital bukan hanya sekadar era, melainkan sudah menyatu dengan kemampuan literasi itu sendiri tentang bagaimana masyarakat mendapatkan informasi dan pengetahuan secara cepat namun tetap bijak dan beretika. Percepatan program akselerasi literasi dapat dilakukan melalui beberapa langkah yaitu :
2. Pemenuhan akses internet di semua wilayah. Meski kini kita berada di ‘benua maya’, namun masih banyak wilayah di Indonesia yang belum bisa mengakses internet. Dengan menyediakan akses internet, maka literasi digital akan semakin mudah. Suatu tempat yang tidak ada perpustakaan juga bisa diganti dengan
EDENTS
Volume 1 Edisi XXX Tahun 2019
3. Implementasi konsep literasi di semua lembaga pendidikan. Kemendikbud (2017:2) merumuskan gerakan literasi secara komprehensif. Yaitu literasi dasar (basic literacy), literasi perpustakaan (library literacy), literasi media (media literacy), literasi teknologi (technology literacy), dan literasi visual (visual literacy). Selama ini, yang mendapat akses pengetahuan literasi hanya pelajar, mahasiswa, guru,dosen, petugas perpustakaan dan lainya. Maka gerakan literasi yang digagas Mendikbud harus didukung. Mulai dari literasi dalam keluarga, sekolah dan gerakan literasi nasional. 4. Menumbuhkan rasa cinta pada ilmu pengetahuan, kebenaran dan fakta. Hal itu tentu harus terwujud dalam kegiatan membaca yang diimbangi validasi, baik membaca digital atau manual.
5. Masyarakat harus mengubah gaya hidupnya yang berawal dari budaya lisan, menjasi budaya baca. Ratarata masyarakat tidak membaca karena kesibukan pekerjaan, tidak suka membaca dan tidak adanya bahan bacaan.Bahkan, mereka tidak tau bahan bacaan berkualitas seperti apa. Disinilah perlu adanya edukasi literasi kepada masyarakat secara luas. Harus ada budaya baca yang diciptakan keluarga dan kelompok masyarakat daripada ‘ngobrol doang’ yang tidak ada gunanya. Literasi digital akan menciptakan tatanan masyarakat dengan pola pikir dan pandangan yang kritis-kreatif. Mereka tidak akan mudah termakan isu provokatif, menjadi korban informasi hoaks, atau korban penipuan berbasis digital. Dengan demikian, kehidupan sosial dan budaya masyarakat akan cenderung aman dan kondusif. Membangun budaya literasi digital perlu melibatkan peran aktif masyarakat secara bersama-sama. Keberhasilan membangun literasi digital merupakan salah satu indikator pencapain dalam bidang pendidikan dan kebudayaan. Selain itu dengan adanya literasi digital diharapkan masyarakat Indonesia khususnya generasi muda dapat memahami peranannya dalam mensukseskan  optimalisasi pendidikan yang merata dan berkualitas sekaligus mewujudkan Sustainable development Goals (SDGs). (jl)
Dok. Edents
1. Pemahaman paradigma literasi yang tidak hanya membaca dan bahan bacaan tidak hanya manual, melainkan juga digital. Literasi tidak hanya kemampuan membaca dan menulis namun juga keterampilan berpikir menggunakan sumber-sumber pengetahuan berbentuk cetak, visual, digital dan auditori. Diharapkan media digital yang ada dapat memberikan konten-konten positif yang mendidik sehingga pengetahuan dan wawasan masyarakat dapat lebih luas.
e-library. Dalam hal ini sangat diperlukan antusiasme dari masyarakat untuk senantiasa belajar bagaimana cara mengakses internet, khususnya untuk masyarakat yang berada didaerah yang tertinggal.
*) Penulis merupakan Magang Edents 2018
49
Komunitas
Menikmati Musik Dengan Piringan Hitam Oleh: Difa Aliya Dianti
Piringan Hitam (PH) atau yang dikenal dengan vinyl merupakan salah satu media perekam suara analog. Berbeda dengan Cakram Padat atau Compact Disk (CD), piringan hitam berukuran lebih besar dan berat. Piringan hitam mempunyai tiga ukuran berbeda tergantung pada rpm (rotation per minute) dengan dua ukuran plat yaitu 25 cm dan 30 cm, sedangkan untuk beratnya sendiri, piringan hitam, berkisar pada 90-200 gram. Dari segi fisik, jelas jika piringan hitam tidaklah praktis untuk dibawa berpergian, namun kualitas suara dari piringan hitam tidak dapat diremehkan. Vinyl memberikan kualitas suara yang lebih alami. Hal ini karena proses rekamannya yang dilakukan secara analog, sehingga telinga kita yang juga bekerja secara analog akan menangkapnya dengan lebih alami. Berbeda dengan CD yang merekam data digital berupa angka 0 dan 1, sehingga hanya merepresentasikan frekuensi. Masa Kejayaan Vynil
Tahun 1950-1970an adalah masa dimana para musisi merekam lagunya dengan format piringan hitam. Termasuk di Indonesia, para musisi juga mulai merekam dengan format piringan hitam, namun hal ini tidak bertahan lama. Sedikitnya jumlah peminat musik yang memiliki piringan hitam, menjadi salah satu faktor kurang terkenalnya piringan hitam di Indoneisa. Hal ini karena piringan hitam termasuk barang mahal di Indonesia, ditambah alat pemutarnya yang juga tidak dapat dibilang murah. Di dunia sendiri masa kejayaan vinyl mulai pudar sejak kemunculan CD pada tahun 1980an. Piringan hitam mulai tergeser pamornya karena ukuran CD yang lebih kecil dan mudah dibawa. Namun begitu, masih banyak pula penikmat musik yang mendengarkan dan mengoleksi piringan hitam. Seperti Wahyu Acum Nugroho yang merupakan salah satu penikmat musik yang aktif mengoleksi vinyl sejak tahun 2007. Kegiatannya dalam mengoleksi vinyl telah diabadikan dalam buku ‘Gilavinyl’. Kegiatan itu diawali bermula saat Wahyu yang pada tahun 2000-an juga memiliki majalah, mewawancarai David Tarigan, Art & Repertoire Aksara Records terkait musik Indonesia. Pada kesempatan itu David membawakan materi-materi soundtrack tersebut dalam format piringan hitam. Selain itu, tanpa disadari sejak kecil Wahyu kerap mengunjungi Jalan Surabaya di Jakarta yang merupakan salah satu tempat untuk berburu piringan hitam.
Kebangkitan vinyl sendiri mulai terasa pada tahun 2000-an. “Sebenarnya mulai tahun 2000-an itu band-band independen mulai membudayakan kembali rekaman dalam format piringan hitam,” ujar Wahyu. Memang jika dilihat dari sudut pandang bisnis, perkembangan piringan hitam tidak terlalu signifikan, jelas dunia digital masih memegang kendali dalam hal ini. Namun, mengingat pada tahun 90-an vinyl mengalami penurunan drastis, pasar vinyl sekarang ini jauh lebih baik. Dimulai pada awal tahun 2000-an grafik penjualan vinyl terus mengalami kenaikan walau belum berada pada titik yang stabil. Hal tersebut menunjukkan antusiasme para pecinta musik dalam mengoleksi kembali piringan hitam. Banyaknya penyanyi yang mulai mengeluarkan rekaman dalam format piringan hitam juga menjadi kunci kebangkitan piringan hitam. Para penikmat musik berbondong-bondong membeli piringan hitam tersebut, karena selain suka dan cinta musiknya mereka merasa jika piringan hitam juga memberikan kesan yang mendalam. Namun tidak dapat dipungkiri jika banyak
EDENTS
Volume 1 Edisi XXX Tahun 2019
orang yang mengoleksi vinyl karena nilai historisnya. Vynil keluaran terdahulu dan keluaran tahun sekarang pun tidak jauh berbeda dalam kualitas suaranya. “Kalau kualitas suara tidak jauh beda ya, karena vinyl-vinyl yang dicetak sekarang suaranya bisa lebih halus atau frekuensinya bisa lebih dinaikkan,” ucap Wahyu. Kendala dalam Mengoleksi
Pada industri musik sendiri, piringan hitam memiliki peran yang sangat besar. Melihat turunnya penjualan CD, piringan hitam jelas menjadi pilihan yang bagus untuk industri musik. Banyak band yang mengeluarkan rekaman dalam format piringan hitam meskipun dalam jumlah sedikit tetapi dapat meraup pasar yang lebih pasti dibandingkan CD. Dapat diibaratkan jika para pemusik merilis 500 copy piringan hitam itu sama saja dengan menjual 750 atau bahkan 1000 CD. Itu jelas menggambarkan besarnya peranan vinyl dalam industri musik.
Naiknya pamor piringan hitam dalam dunia musik, tidak menjadikan hilangnya kendala dalam mengoleksi piringan hitam. Kebanyakan vinyl yang berasal dari luar negeri, menjadi salah satu kesulitan dalam mengoleksinya. Tingginya penukaran mata uang dolar dan cukai yang dipatokkan juga menjadi faktor kendala dalam mengoleksi vinyl. Memang ada piringan hitam asli dari Indonesia, namun berbeda dengan musik barat yang memproduksi ulang album-album lama hingga sekarangpun masih dapat dinikmati dalam bentuk rekaman vinyl baru, hanya sedikit rekaman piringan hitam pemusik Indonesia yang diproduksi ulang. Hanya penyanyi-penyanyi tertentu yang dapat merilis rekaman vinyl terbarunya, seperti Guruh Soekarnoputra dan Candra Darusman. Perlunya Kecermatan dan Ketelitian
Selain itu diperlukan kecermatan dalam memilih piringan hitam. Harganya yang mahal jelas membuat kita harus menyisihkan jumlah uang yang tidak sedikit dalam berburu vinyl, selain itu juga harus menyisihkan waktu untuk berburu vinyl karena setidaknya membutuhkan waktu dua sampai tiga jam untuk memilah vinyl yang sesuai selera. “Jangan hanya karena harganya yang murah maka kita langsung membeli piringan hitam tersebut. Harga yang murah bisa jadi dikarenakan tidak adanya cover dari piringan hitam selain itu bisa pula dikarenakan adanya goresan pada piringan hitam yang membuat kualitas suara vinyl tidak begitu bagus. Kita harus teliti dalam memilih piringan hitam agar mendapatkannya dalam kondisi terbaik sehingga tidak mengganggu kualitas suaranya,” terang Wahyu.
Kualitas suara piringan hitam juga harus dijaga, yang harus dilakukan dalam mengoleksi vinyl adalah memperhatikan tempat penyimpanannya. Dalam menyimpannya tidak dapat menaruhnya disembarang tempat, jangan sampai terlalu lama dibiarkan dalam ruangan yang lembap terutama dalam musim penghujan. Hal ini dapat menyebabkan tumbuhnya jamur pada piringan hitam, sehingga mengganggu kualitas suara vinyl. Penyimpanan piringan hitam juga tidak bisa asal, jangan sampai menumpuk piringan hitam karena nantinya akan membuat piringan hitam akan melengkung. (jl)
50
Review Film
Kinetik: Saatnya Bergerak untuk Membawa Perubahan Rilis Judul Durasi Sutradara Produser Pemain Peresensi
: 21 September 2017 : Kinetik : 24 Menit 14 Detik : Putri Tanjung : Addry Danuatmaja, Reno Marciano, Putri Tanjung : Refal Hedy, Dhea Seto, Kenny Austin : Yunita
Di era modern saat ini, segala bentuk kemudahan akses sudah mampu dijangkau hampir sebagian besar masyarakat luas, terutama di kota-kota besar yang erat dengan modernitas. Namun, tidak sedikit pula terdapat bagian masyarakat yang masih terpinggirkan dan tidak tersentuh pembangunan maupun kemudahan akses tersebut. Mereka seolah tak mengenal peningkatan kesejahteraan maupun kualitas hidup. Hal ini juga beriringan dengan munculnya sebuah stigma di masyarakat dimana tingkat kepedulian sosial dinilai semakin menurun. Dalam kurun beberapa tahun kebelakang ini, milenial seringkali dinilai tidak begitu peduli terhadap isu sosial yang ada di sekitarnya. Mereka cenderung dianggap generasi yang terlalu malas dan terlena karena kemudahan teknologi sehingga mengabaikan ketimpangan sosial maupun kesulitan yang terjadi di lingkungan sekitarnya. Kepuasan pribadi dianggap menjadi hal utama yang harus diperhatikan sehingga urusan diluar kepentingan tersebut dinilai tidak begitu penting untuk dipedulikan.
Putri Tanjung, seorang entrepreneur muda hadir mencoba menghapus stigma tersebut dari padangan masyarakat. Ia dan rekan-rekannya yang tergabung dalam sebuah gerakan bernama “Muda Bergerak” mencoba mengajak anak muda Indonesia untuk terus bergerak, peduli, dan berkontribusi dalam kegiatan sosial terkait lingkungan sekitarnya. Film pendek berjudul ‘Kinetik’ ini merupakan salah satu bentuk dari kampanye “Muda Bergerak” yang bisa disaksikan di chanal Youtube Putri Tanjung.
berkumpul, harus Dhea yang memesankan pesanan Kevin dan Karim yang sudah Dhea hafal diluar kepala. Dhea yang begitu care, penyayang dan ceria, Kevin yang pintar serta sangat cinta kebersihan, dan Karim yang selalu mempuyai inisiatif dan ide cemerlang. Sebuah gambaran persahabatan yang terjalin indah diantara ketiganya. Kesuksesan telah mereka raih dalam bidang-bidang yang merupakan passion mereka masing-masing. Impian–impian mereka sejak kecil sudah mereka capai. Karim yang sejak kecil suka menggambar bekerja sebagai desain interior, Dhea menjadi instruktur tari tradisional seperti cita - citanya, dan Kevin yang bekerja sebagai programmer.
Namun, ada satu titik dimana mereka merasa ada sesuatu yang kurang meskipun mereka telah mencapai impian masing– masing. Mereka merasa stuck dan jenuh, dimana tiba-tiba seolah punya space untuk berpikir apa lagi yang harus mereka lakukan
Cerita dan Penokohan
Dok. Edents
“Ketika kita sudah bekerja untuk menghidupi diri, juga berkarya untuk memaskan batin, apa lagi yang harus kita lakukan supaya terus merasa hidup? Atau … definisi sukses versi kita ada yang salah?” Itulah keresahan yang dirasakan ketiga sahabat dalam film ini yaitu Karim (Refal Hady), Dhea (Dhea Seto), dan Kevin (Kenny Austin). Film ini dimulai dengan gambaran Jakarta dan monolog Karim tentang kerasnya Jakarta dan orang-orang yang enggan berpaling dari Jakarta, juga keresahannya tentang apa yang harus dilakukan setelah semuanya tercapai. Keresahan itulah yang nantinya membawa tiga sahabat tersebut ke dalam perjalanan yang sangat bernilai bagi mereka. Karim, Kevin, dan Dhea adalah tiga orang yang bersahabat sejak kecil dan hidup di Jakarta. Dalam film tersebut digambarkan bahwa persahabatan mereka sangatlah erat. Mereka sangat mengenal kepribadian mereka satu sama lain. Karim dan Kevin terlihat sangat bergantung pada Dhea. Bahkan saat mereka
EDENTS
Volume 1 Edisi XXX Tahun 2019
51
EDENTS
Volume 1 Edisi XXX Tahun 2019
52