2 minute read

Jangan Pelihara Kasus Pelecehan di Kampus

Sudah sejak dahulu kasus pelecehan seksual tidak pernah menemui ujungnya. Kian hari kian marak saja seperti pedagang asongan yang berjualan di pasar secara bergantian Selesai satu kasus, timbul kasus lainnya lagi. Bahkan yang lebih menjijikkan lagi hal tersebut terjadi di lingkungan kampus. Kampus yang seharusnya digunakan sebagai tempat menimba ilmu malah dijadikan tempat mencuri kesempatan tak senonoh. Seringkali kasus pelecehan seperti ini cenderung ditutupi pihak kampus agar masyarakat sekitar tidak mengetahuinya. Apakah dengan menutup kasus itu akan mengobati rasa trauma korban? Tentu saja tidak, keadilan yang seharusnya ditegakkan malah dianggurkan sia-sia.

Banyak kasus yang ditutup begitu saja karena tidak ingin masyarakat luar ataupun mahasiswa lainnya tahu akan hal ini. Sanksi yang diberikan pun tidak sebanding dengan apa yang sudah mereka lakukan kepada para korban. Sebut saja di Fakultas Agama Islam UMS, salah satu dosen melakukan tindakan tidak senonoh terhadap beberapa mahasiswi Apakah tidak ada tindak tegas dari kampus untuk mengeluarkan dosen tersebut? Mengapa bangkai yang busuk masih saja dipelihara? Mungkin mereka beranggapan kesempatan yang diberikan bisa dimanfaatkan dengan baik, tidak mengulangi perbuatan, dan selalu bersikap sopan santun.

Advertisement

Kesempatan yang seringkali diberikan kepada para pelaku hanyalah omongan manis belaka. Nyatanya hal itu bisa saja terulang kembali tanpa ada seorangpun yang tahu. Maling akan menggunakan cara lain yang tidak diketahui oleh orang-orang karena belajar dari kesalahan yang lalu. Miris, satu kata yang patut dicapkan pada kampuskampus di Indonesia. Berbekal pendidikan untuk diajarkan kepada putra/putri bangsa, namun tidak mencerminkan pendidikan seutuhnya. Berbicara mengenai pedoman penanggulangan kekerasan seksual yang ada di kampus, saya rasa ini belum diterapkan. Sempitnya kebijakan yang diambil untuk pelaku maupun korban menunjukkan belum diterapkannya dengan baik pedoman tersebut. Haruskah menunggu banyak kasus bermunculan agar terbit pedoman tersebut? Ya, karena budaya orang indonesia tidak akan kapok sebelum tertimpa tangganya sendiri.

Banyak petinggi-petinggi kampus yang mengetahui pasti berapa banyak kasus pelecehan yang terjadi di UMS. Lagi dan lagi mereka lebih suka menutupi segala kebusukan agar tetap tercium aroma wanginya. Sampai kapan kasus-kasus seperti ini akan selalu ditutupi? Mana tindak tegas petinggi-petinggi kampus yang seringkali cuci tangan menggunakan sabun agar senantiasa bersih dan wangi? Banyak diantara mereka yang tidak pernah mendengar keluh kesah mahasiswanya. Dipikirannya hanyalah bagaimana mengharumkan tanpa menilik ada bangkai busuk di sekitarnya Aspirasi mahasiswa yang seharusnya didengar malah dibiarkan begitu saja seolah bukan hal yang begitu penting.

Krisis ini akan semakin menjadi-jadi jika kampus tidak memiliki pedoman yang jelas bagi tindak pelecehan seksual. Bagi saya, penting adanya peraturan yang mengikat agar kejadian seperti ini tidak terulang kembali. Peraturan yang tentunya dimusyawarahkan bersama seluruh elemen masyarakat kampus Saya pernah belajar mengenai sebuah peraturan yang sudah seharusnya dibentuk dengan kesepakatan guru dan siswa, sehingga kedua belah pihak sama-sama akan menjalankan kebijakan dengan baik dan saling meminimalisir pelanggaran kebijakan. Sama halnya dengan kebi- jakan yang diterapkan di kampus mengenai tindak pelecehan seksual Sudah seharusnya mahasiswa diikut sertakan untuk berunding, mengutarakan hak demokrasi sebagaimana mestinya.

Untuk apa kita hidup di negara demokratis jika hak-hak demokrasi yang sudah seharusnya kita utarakan tidak bisa kita gunakan dengan baik. Bagaimana ke depannya suatu bangsa akan maju jika hal-hal seperti ini tidak bisa ditangani dengan baik. Menurut saya, harus adanya kebijakan yang benar-benar diterapkan di wilayah kampus. Agar ke depannya hal-hal seperti ini tidak terulang kembali. Pihak kampus harus lebih bisa bertindak tegas. Jika kasus pelecehan seksual saja bisa mendapatkan hukuman pidana, mengapa tidak dengan ulah petinggi kampus yang senang mempermainkan kasus seperti ini?

UMS, Koran Pabelan - Badan

Eksekutif Mahasiswa

Universitas (BEM-U) mengadakan Konsolidasi mengenai pengesahan

Peraturan Pemerintah

Pengganti Undang-Undang (Perppu) Cipta Kerja di Hall

Psikologi pada Senin (27/3). Acara dihadiri oleh BEM setiap Fakultas dan menghasilkan persetujuan penolakan Perppu tersebut.

Firdaus Nurillahi Rauufan

Rizkia selaku Presiden

Mahasiswa (Presma)

BEM-U menyampaikan bahwa beberapa kajian penolakan

Perppu Cipta Kerja salah satunya yakni terkait pemanfaatan Sumber Daya Alam (SDA) dan Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia. Ia menjelaskan tujuan diadakannya konsolidasi ini yakni untuk menyatukan framming terkait

This article is from: