Art Effect #6

Page 1

JANUARI 2016

1 PRAKTISI SENI


2


Art Effect edisi ke enam ini, sengaja menghadirkan bahasan perihal kurator di Indonesia sebagai liputan utama. Tidak hanya kurator, bahasan mengenai profesi dalam seni pun diulas pada rubrik Refleksi terkait dengan wacana kritik dan apresiasi seni. Majalah kampus Institut Seni Indonesia Yogyakarta tahun 2016 ini pun menghadirkan liputan mengenai praktik berkesenian di Yogyakarta seperti bahasan mengenai Sanggar Bambu dan seniman-seniman yang mampu menginspirasi dalam rubrik Ensiklopedia dan Inspirator. Pembaca juga diajak untuk mengenal sedulur sikep Samin. Masyarakat yang masih kental dalam menjaga warisan budaya dengan tetap teguh menjaga prinsip kehidupan tersebut dikenalkan dalam rubrik Sibak Tradisi. Acara besar di Yogyakarta yaitu Festival Kesenian Yogyakarta 2015 tidak luput dibicarakan di majalah. Serta beberapa tulisan lain yang semoga dapat memberikan manfaat informasi. Selamat membaca. Tetap menjaga kelestarian seni dan budaya Indonesia. Redaksi

Redaksi

Salam

Seni tidak pernah lepas dari kehidupan masyarakat, terlepas sebagai penggiat maupun penikmat. Keduanya saling memiliki ketergantungan satu sama lain. Namun, ada yang sering melupakan pihak yang berada di antara keduanya. Dialah kurator, seorang yang dapat menjadi perantara antara seniman dengan masyarakat. Perannya yang cukup penting dalam dunia seni khususnya seni rupa sekarang ini menjadi sorotan Pressisi. Sebab kehadirannya menimbulkan pro kontra tersendiri di beberapa kalangan.


3

Salam Redaksi

4 Daftar Isi 6

Artivitas

12 Opini 26 Laporan Utama 34 Wawancara 36 Perspektif

40

Refleksi

42

Rembug Seni

46

Galeri

52

Sibak Tradisi

58

Ensiklopedia

60

Inspirator

64

Prestasi

68

Apresieksis

73

Resensi

PU N G GAWA A R T E F F EC T #6 Penanggung Jawab Drs Anusapati, MFA Pimpinan Umum Sefthian Fahis Satay/ Fotografi 2013 Bendahara Vinny Alpiani/ TV 2013 Sekertaris Susy Susanti/ TV 2013 Pimpinan Redaksi Aifiatu Azaza Rahmah/ TV 2013 Redaktur Pelaksana Jeniastuti/ Kriya 2013

Kepala Divisi Fotografi Dimas Parikesit/ Fotografi 2012 Kepala Divisi Ilustrasi Siam Candra Artista/ Lukis 2013 Redaktur Aifiatu Azaza Rahmah/ TV 2013 Clara Victoria Padmasari/ DKV 2013 Jeniastuti,/ Kriya 2013 Susy Susanti/ TV 2013 Vinny Alpiani/ TV 2013 Arami Kasih/ TV 2014 Fitriana/ Foto 2014 Annisa Soekarno/ TV 2012

Miftachul Arifin/ TV 2015 Bio Andaru/ Patung 2012 Layout Clara Victoria Padmasari/ DKV 2013 Salim Abdullah/ TV 2014 Fotografi Sefthian Fahis Satay/ Fotografi 2013 Dimas Parikesit/ Fotografi 2012 Aprilio Akbar/ Fotografi 2012 Fitriana/ Foto 2014 Nurfatimah/ Foto 2013

Ilustrasi Siam Candra Artista/ Lukis 2013 Bio Andaru/ Patung 2012 Eka Arief Setyawan/TV 2015 Osvaldo J. Lameng/ Kriya 2014 Clara Victoria Padmasari/ DKV 2013 Marketing Fahmila ilma Firdaus/ TV 2013 Kontributor Fuadzan Akbar Salian Timbul Raharjo S.Sn, M.A


Gd. Student Center Institut Seni Indonesia Yogyakarta Jl. Parangtritis KM 6,5, Sewon, Bantul, D.I.Y 55188 Indonesia CP: +62 877 920 67127 Web: pressisi.isi.ac.id Facebook: lpm pressisi Twitter: @lpmpressisi Instagram: @lpmpressisi Email: pressisi@isi.ac.id

PRAKTISI SENI

5

UKM Pers Mahasiswa Pressisi

JANUARI 2016

masih memberimu kesempatan untuk bergabung bersama kami


Artivitas

LARAS SINAWANG: K E TI K A

6

DUA GENERASI TA M P I L BERSAMA

Teks: Fitriana/ Foto 2014

Foto: Aprilio AA/ Foto 2012


JANUARI 2016

Penampilan Mila Art Dance berkolaborasi dengan Jogjakarta Video Mapping Project dalam pembukaan Festival Kesenian Yogyakarta (FKY) Ke-27 di Panggung FKY, Kawasan Taman Kuliner, Condongcatur, Depok, Sleman, Rabu malam (19/8). (ae)

Yang hanya membawa kematian Kepada bunga, daun, dan ikan-ikan Di kampung tercinta Karena kau adalah kemarau Maka air mata marah kami akan menggenangi bumi Jadi embun Naik ke langit jadi awan-awan Dan dengarlah gemuruh suara kami Sebagai hujan turun Mengusirmu dari sini! Catatan Subversif tahun 1998—disebabkan oleh Wiji Tukul karya Saut Situmorang PRAKTISI SENI

7

Kau adalah kemarau panjang


8

Pameran Laras Sinawang yang digelar di Sasana Hinggil pada tanggal 25 Agustus 2015 dibuka dengan penampilan musikalisasi puisi oleh grup band Akony. Penampilan band yang nge-rock ini mengundang masyarakat yang malam itu sedang bercengkrama di Alun-Alun Selatan perlahan-lahan berkumpul. Praktis, saat pameran dibuka oleh GBPH Prabukusumo dan seniman Joko Pekik dengan ritual memecahkan es, galeri Sasana Hinggil penuh sesak. Arsita Pinandita, selaku Penanggung Jawab Pameran Laras Sinawang menuturkan bahwa tema “Laras Sinawang” sengaja dipilih sebagai tema turunan dari tema utama Festival Kesenian Yogyakarta (FKY) 2015 yakni “Dandan”, karena pameran ini ingin merefleksikan dan menyelaraskan elemen lingkungan dan masyarakat. “’Laras’ adalah sebuah keselarasan dan ‘Sinawang’ untuk kita agar saling melihat, merefleksikannya dengan lingkungan sekitar, masyarakat, dan sebagainya,” ujar Arsita Pinandita saat memberikan kata sambutan.

FKY mengaplikasikan konsep PAPERU atau Pameran Perupa Muda, dimana peserta pameran yang menerima aplikasi adalah perupa-perupa muda berusia di bawah 35 tahun. Yang lebih unik, meski membawakan konsep PAPERU, undangan khusus tetap diberikan kepada sepuluh perupa senior yang berusia di atas Masih menurut Arsita Pinandita, 35 tahun yang terdiri dari Ali Umar, pameran FKY tahun ini memiliki Ardi Puji Wahono, Syahrizal Pahlevi, perbedaan dengan tahun-tahun Didi “Painsugar” Suryawan, Mahdi sebelumnya yang bersifat festival, Abdullah, Ki Mujar Sangkerta, Otok alias merangkul semua seniman. Sudah dua tahun terakhir ini pameran Bima Sidarta, Sobroto Sm, Teguh


JANUARI 2016

Paino, dan Widodo Djiancuk.

sambil menutup sambutannya.

“Untuk PAPERU, kami menggunakan aplikasi, jadi kami membuka kesempatan bagi senimanseniman muda di bawah umur 35 tahun untuk mengirim karyanya. Di situlah ‘sinawangnya’, bagaimana kita melihat seniman senior bisa merefleksikan diri terhadap seniman muda, begitu pula sebaliknya,” jelas pria yang akrab disapa Mas Dito ini

Peminat para seniman terhadap pameran ini lebih banyak dibandingkan tahun sebelumnya. Tercatat, dari 212 karya yang masuk, ada 175 karya yang lolos pada tahap seleksi awal, kemudian mengerucut menjadi 30 karya saja saat diseleksi oleh tim juri yang berasal dari berbagai bidang, di antaranya ada Stefan Buana PRAKTISI SENI

9

Penampilan Kungfu Ularmas pada pembukaan Pameran Perupa Muda (PAPERU) “Laras Sinawang” Festival Kesenian Yogyakarta (FKY) 27 di Sasono Hinggil, Yogyakarta, Selasa (25/8) malam. Pameran Perupa Muda (PAPERU) “Laras Sinawang” merupakan rangkaian kegiatan Festival Kesenian Yogyakarta (FKY) 27 yang diikuti oleh 30 perupa muda dan berlangsung 25 - 31 Agustus 2015. (ae)


10

Pengunjung mengamati karya peserta Pameran Perupa Muda (PAPERU) “Laras Sinawang” Festival Kesenian Yogyakarta (FKY) 27 di Sasono Hinggil, Yogyakarta, Selasa (25/8) malam. Pameran Perupa Muda (PAPERU) merupakan rangkaian kegiatan”Laras Sinawang” Festival Kesenian Yogyakarta (FKY) 27 yang diikuti oleh 30 perupa muda dan berlangsung 25 - 31 Agustus 2015. (ae)

(seniman), Greg Wuryanto (arsitek), Eross Chandra (musisi), dan Gintani Swastika (seniman dan kurator wanita). Dengan begitu, tercatat ada 39 karya yang dipamerkan. Para peserta yang mendaftar berasal dari berbagai daerah di Indonesia, seperti Surabaya, Bandung, Medan, Padang, Jakarta, dan lain-lain. Dengan tim juri yang telah dipilih, karya-karya yang dipamerkan di Pameran Laras Sinawang memang memiliki ciri khas dan keunikannya sendiri-sendiri. Karya berjudul “Rezeki Asli Madura” misalnya. Sang pengkarya, Syahrizal Pahlevi,

mengaku membuat karya ini setelah mewawancarai seorang remaja dari Madura, Rizky, yang mahir memotong rambut karena saat di pesantren dulu rambutnya sering dipotong oleh para kyai. Karya ini terbilang unik karena menggunakan teknik seni grafis Jepang, yaitu Moko Hanga yang masih jarang digunakan di Indonesia. Teknik ini menggabungkan cukilan kayu dan cat air, dimana campurannya lain daripada biasanya. “Teknik ini agak sulit diterapkan di sini (Indonesia—red) karena biasanya bahannya terlalu ekslusif. Papan dan kertasnya nggak bisa sembarangan,” jelas Syahrizal.


Anisa Nadia Rahma, salah satu pengunjung mengaku excited melihat karya-karya yang dipamerkan. “Keren banget, karena Jogja kan kental sebagai kota seniman, dan bisa menyelenggarakan event-event yang sarat budaya. Intinya keren,” ungkap wanita asal Jember ini. Ia juga berharap agar pameran-pameran sejenis semakin banyak di Jogja. “Ya kalau bisa FKY dan pamerannya diadakan setahun tiga kali. Biar semakin variatif,” ujarnya sambil tertawa. [ae] PRAKTISI SENI

11

“Lama didesain, karena saya kan bikinnya slices, setiap bentuk slicenya itu nggak ada yang sama. Jadi lama dingutak-ngatiknya sih supaya simetris,” jelas dara asal Manado ini. Media yang digunakan Eirene adalah multiplex meranti yang tebalnya 1,8 cm. Ia mengaku menghabiskan tujuh lembar multiplex untuk karya tersebut. Untuk finishing, Eirene menggunakan cat kayu. Sarjana Desain Interior ini mengaku awalnya hanya iseng mendaftarkan karyanya di Pameran Laras Sinawang. “Nggak sengaja lihat posternya dan temanya masuk dengan kursi saya. Daripada cuma disimpan di kost, ternyata lolos. Ya, Puji Tuhan.”

Selain kedua karya di atas, masih ada 28 karya lain yang tidak kalah menarik. GBPH Prabukusumo juga mengaku dari tahun ke tahun, para perupa semakin kreatif. “Harapan saya untuk kedepannya lebih banyak (karya) yang bisa masuk, kemudian bisa dijual, karena anggaran dari pemerintah daerah jangan hanya hilang begitu saja. Masing-masing seniman maupun kelompok seniman ada pengurusnya, kemudian ada kasnya sehingga ada efisiensi dan efektivitas. Seniman yang dari luar kota mau masuk dan ikut (pameran) silakan, tapi bayar,” tutur GBPH Prabukusumo saat diwawancarai di tengah kesibukannya meladeni permintaan selfie bersama dari pengunjung.

JANUARI 2016

Berbeda dengan Syahrizal Pahlevi, Eirene Ganap membawakan karya interior bertajub “The Chitato Chair”, yaitu kursi santai dengan lekukan dan gradasi yang presisi. Salah satu seniman berusia di bawah 35 tahun ini mengaku terinspirasi membuat karya tersebut dari snack Chitato. Karya ini sukses menarik minat GBPH Prabukusumo saat berkeliling galeri ditemani Arsita Pinandita dan pelukis Joko Pekik. Eirene mengaku memerlukan waktu satu semester untuk menyusun konsep, sementara eksekusinya memerlukan waktu satu bulan.


Opini

DEDIKASI PROFESI K U R A TO R Teks dan Foto: Timbul Raharjo

K

Ilustrasi: Siam Candra Artista/Lukis 2013

urator dikenal sebagai orang yang memiliki otoritas untuk mengurus, menjaga, menata

serta menentukan bentuk dan konsep, termasuk upaya apresiasi karya seni koleksi institusi pribadi maupun pemerintah kepada khalayak. Ia adalah orang yang dapat memberikan pemaknaan atas karya yang ada pada institusi di tempat ia bekerja semisal museum, galeri seni, dan lainnya. Kurator adalah orang yang cerdik pandai, tidak sekedar memaknai karya dalam bentuk tulisan belaka tapi jauh lebih penting adalah bagaimana menyusun strategi agar objek karya itu dapat tertangani dengan baik.


Dalam perkembangannya, kurator memiliki posisi yang penting terutama dalam mengkurasi karya seni milik seniman, yang sering kita dengar dengan kurator independent.

PRAKTISI SENI

13

Profesi Kurator

Kurator ini dapat bergerak lebih lincah, mereka dicari seniman untuk mengkurasi karyanya, juga dapat menentukan pilihan seniman mana yang akan dikurasi. Semula kurator berorientasi penjagaan koleksi, saat ini kecenderungannya kemudian tak sedikit berorientasi ekonomi, meskipun tabu berkata itu. Kurator dianggap sukses jika karya yang disajikan mendapatkan apresiasi yang baik ditandai dengan seberapa banyak karya yang terjual. Sejak tahun 2000-an profesi kurator di Indonesia mengedepan bahkan mengalahkan pamor senimannya, sebab koneksitas sang kurator memperlicin roda penjualan. Lambat laun profesi sebagi kurator makin tidak bekerja mengkurasi sebenarnya, namun terjadi pesan yang baik, sanjungan tanpa celaan. Beberapa orang menyatakan sebagai kurator hanya mengandalkan kemampuan menulis belaka. Pemahaman terhadap kerja kurator kemudian berubah menjadi orang berfungsi untuk

DESEMBER 2015

Otoritas yang disandang layaknya manajer dapat menentukan strategistrategi yang baik dalam mengatur arah dan tujuan kuratorialnya. Profesi kurator pada institusi umumnya tidak banyak dikenal karena sebatas juru jaga, berkerja pada batasbatas tententu, umumnya penentu utamanya justru dari pimpinan/ manjer institusi itu. Apakah kurator masih berfungsi sebagai juru kunci atas karya seni?, apakah hanya sekedar juru tulis semacam artikel?, apakah bekerja sebagai kurator yang berorientasi ekonomi?, atau seorang yang bekerja mirip sutradara, manajer event organizer seni dan lain sebagainya.


14

melegitimasi terhadap karya seni yang baru dikenal. Dengan demikian netralitasnya diragukan karena dasar penentunya kepentingan pasar untuk kemaslahatan kurator, seniman, dan kolektor. Namun tidak sedikit seniman memohon seorang kurator yang dianggap mampu mendongkrak popularistasnya, al-hasil kurator sekedar memberikan pengamatan dan ulasan untuk menyanjung dan memuluskan hasil karya seninya, jika tidak kurator tak akan pernah laku. Apa dibalik semua itu, lain dan bukan adalah persoalan ekonomi, kurator yang memiliki kepekaan terhadap netralitas kerja saat ini susah didapat apalagi yang berani bertentangan dengan seniman. Paradigma perubahan perilaku kuratorial mulai tampak dengan hanya mementingkan nilai ekonomi.

Gerak perubahan sikap dan pola berfikir dalam kuratorial tidak lepas dari seperangkat asumsi, konsep, nilai, dan tindakan untuk menilai sebuah realitas dalam disiplin kuratorial. Kecerdasan untuk mengingat, menilai, menalar, membayangkan, dan berbahasa apa yang kita sebut dengan kemampuan kognisi dihadapkan dengan kompleksitas ilmu yang dipelajari seperti ilmu filsafat, psikologi, komunikasi, dan lain sebagainya. Paradigma menggali wacana sebagai lahan diskursus estetik, bisa jadi kajian kuratorial dengan fokus pendekatan kuratorial terhadap wacana estetik sebuah pameran. Pembacaan itu dapat berupa penilaian ulang terhadap sebuah perhelatan seni rupa atau eksplanasi estetik melalui pendekatan baru, misal teori seni posmodern atau lainnya. Keberagaman konsep seperti alegori, reperesentasi seni, intertektual, bahkan dekonstruksi tanda, diperlukan sebagai kepekaan kognitif dalam memahami konsep-konsep kuratorial itu.

Memang disadari bahwa seorang kurator di Indonesia masih bebas sebagai pilihan profesi, belun ada sertifikasi profesi sebagai kurator, siapapun yang pandai merangkai kata-kata dalam tulisan yang indah


JANUARI 2016

Gambar 1. Pameran keramik karya mahasiswa dan dosen Institut Seni Indonesia di Bentara Budaya Yogyakarta tahun 2014.

oleh manajer perusahaan manajemen seni atau sang seniman. Profesi membutuhkan pelatihan dan penguasaan secara khusus, umumnya memiliki asosiasi, kode etik, dan sertifikasi. Seseorang yang telah memiliki pengalaman tertentu yang telah didalami, ditekuni, sebagai profesi, maka ia dapat disebut profesional mengetahui seluk beluk profesinya. Ia bekerja dengan rasa tanggung jawab tinggi, bekerja dengan kreatif, dan selalu menunjukan hasil kerja dalam kerangka bangunan profesinya. Seperti seniman selalu mengembangkan intuisinya dengan PRAKTISI SENI

15

memakai cara penulisan ejaan bahasa Indonesia yang baik dan benar, ia boleh memproklamirkan sebagai kurator. Ternyata ada kurator yang dapat bekerja spasial, artinya hanya mengerjakan hal penulisan dan pen-display-an saja, namun tidak melakukan kerja holistik dari tema sampai pada pasca pameran. Kaburnya kejelasan kerja mendorong seniman yang memiliki kerja manajemen baik, yang sekaligus merangkap manajer akan menentukan tema, karya, penulis, dan kuratornya. Oleh karena itu banyak kurator hanya melakukan kerja pelaksana saja, seperti diminta untuk menerjemahkan tema yang diajukan


16

Gambar 2. Suasana pameran karya Bob ‘Sick’ Yudhita Agung.di Tahunmas Artroom Kasongan Yogyakarta 2015.

mengasah kepekaan kreasinya untuk menciptakan karya seni. Oleh karena penciptaan itu memerlukan sesuatu “hal baru”, tidak monoton, yang dapat secara konsisten dilakukannya, maka ia disebut seniman profesional. Demikian juga kurator yang memiliki tingkat kreativitas tinggi peka terhadap perubahan zaman, memunculkan karya kuratorial yang kreatif, memiliki ciri khas tersendiri, dan selalu dilakukan secara periodik. Dalam prinsip profesionalitas umumnya selalu bergerak dalam ranah ekonomi dalam kerja kuratorial dan menerima imbalan sebagai akibatnya. Kurator independen tentu tidak tergantung pada ajakan pasar, namun upaya profesional untuk membuat kuratorialnya berharga, bernilai, dan bermutu, sementara

implikasi ekonomi adalah sebuah akibat perbuatannya yang profesional itu. Profesional bisa saja bukan entitas yang sah, sebagai lawan amatir. Entitas sering mengemuka karena memiliki keunikan dan karakter yang berbeda melekat pada masing-masing kurator. Benturan pemahaman atas kurator amatir tidak beralasan karena proses menjadi kurator dengan jam terbang yang panjang dapat diartikan profesional. Kurator kemudian banyak bermunculan dari orang yang mantan wartawan, dosen berpendidikan master atau doktor, atau orang yang kritis yang pernah mengenyam pendidikan penulisan jurnalistik atau penulisan


mampu mendatangkan tokoh publik yang karismatik untuk melegitimasi peran kuratorialnya. Demikian pula modal ekonomi, modal ini dalam masyarakat kita bisa dianggap memiliki kekuatan tersendiri, meskipun tidak menjadi persoalan yang penting dalam kuratorial, namun modal ekonomi dapat membangkitkan respektasi terhadap profesinya. Ketiga modal ini akan menjalan efektif jika satu sama lain saling mendukung. Praktik Kuratorial

17

Ketahanan mental untuk mendedikasikan profesi sebagai kurator erat sekali dengan mental intrepreneurship. Seperti teori penguasaan Bourdieu tentang modal ilmu pengetahuan, modal sosial, dan ekonomi. Penguasaan terhadap ilmu seni rupa yang mendalam dan spesifik dan selalu menjadi rujukan dalam wacana ilmu seni rupa. Modal sosial memiliki peran penting atas jalinan persahabatan dengan orang yang dianggap penting dalam masyarakat, seperti kegiatan kuratorial yang

JANUARI 2016

karya ilmiah. Memang tidak menjadi soal tentang latar belakang pendidikan apa, namun beberapa kurator Indonesia umumya memiliki pendidikan seni, mereka secara independen melakukan pilihan profesinya meskipun terkadang menjadi rancu dengan profesi lainnya yang juga berpendidikan menjadi seniman. Kegusaran inilah yang kemudian membuat keinginankeinginan amatirnya muncul seperti keinginan untuk berkarya seni, keinginan untuk berpameran, dan keinginan lain tanpa disadari menurunkan dedikasinya sebagai kurator. Hal demikian sah saja sebab ekspresi berkesenian bersifat pribadi, namun jika keinginan itu terpublikasi, senyatanya ia telah lalai.

Dalam pandangan saya, kerja kurator seni rupa independent adalah orang yang mampu bekerja secara holistik, secara cerdik menentukan arah dan subtansi sebuah perhelatan pameran atau hasil karya seni yang dikuratorinya agar memiliki nilai dan tersampaikan kepada masyarakat. Diawali dengan kerja riset mencakup kreativitas dalam kerja penentuan tema yang menarik dan baru. Bagaimana sistem produksi pemilihan seniman dan karyanya, tata display, dan bagaimana cara distribusinya, juga termasuk penanganannya pasca pameran berupa langkah dan strategi distribusi. Terkadang PRAKTISI SENI


18

rancu dengan kerja pimpinan pameran boleh jadi sebagai kerja pelaksana, acara seperti Biennale, Triennale, pameran dalam rangka, dan lain sebagainya. Frame work telah ditentukan oleh tema umum yang datang dari konsursium atas kesepakatan, memang bukan kurator sendiri untuk menentukan tema itu, jadi kurator justru hanya sebagai tim pengarah, penulis, atau mungkin hanya sekedar bekerja dalam menyeleksi karya seniman, atau menentukan senimannya saja. Disayangkan, praktik kuratorial dianggap berhasil jika peserta senimannya telah memiliki nama dan reputasi, pemilihan peserta seyogianya berdasarkan pada hasil kreativitas yang sesuai dengan tema. Memang kerja kuratorial idealnya ditentukan dalam kurun waktu setahun sebelumnya sehingga waktu dan kesempatan untuk menentukan tema, kesempatan seniman berfikir kreatif sesuai dengan tema, diriset dan dirancang matang pasti menghasilkan pameran yang bermutu. Sayangnya persoalan yang lebih mengemukan adalah

pendanaan, jika dana dari pemerintah tentu memerlukan pihak ketiga sebagai penalang yang terkadang tidak semulus yang dibayangkan. Lain jika pendanaan dilakukan oleh sponsor swasta yang memiliki progresifitas dan subtansi yang jelas, pasti semua serba mudah. Seperti yang dikemukakan di atas, kerja kurator seni rupa telah bergeser dari ranah kerja di institusi seperti galeri atau museum menuju kerja yang lebih individual yakni kurator independent. Tampak kerja praktik kerja kuratorial saat ini tampak mandul, sebab mereka berdiri sebagai pribadi dalam kerjanya menunggu order, yang menarik tidak saja permintaan sebagai kurator saja, namun bisa menjadi penulis seperti menyusun buku, membuat kata pengantar pameran, dan lain sebagainya. Kurator independent dapat bekerja mulur mungkret, kadang bisa mirip manajer yakni menentukan segala pekerjaan mirip direktur artistik, namun kadang mirip tukang sebagai


Gambar 3. Proses display lukisan karya Pramono Irianto (almarhum) dipamerkan di Tahunmas Artroom Kasongan Yogyakarta 2015.

pelaksana belaka. Bagi kurator yang tidak memiliki sensebilitas intrepreneur yang baik tampak suntuk dalam kerja penulisan, ia lupa kerja lain sebagai kerangka kerja holistik yang dipikirkan seorang kurator. Kerja kurator bukanlah kerja elite saja, bekerja dengan otak dan fisik yang bersamaan, peran kurator di samping memfokuskan karyakarya para seniman menempatkan konteks-konteks karya itu ke dalam ruang-ruang pemahaman perubahan lingkungan global, sosial-politik, dan lifestyle, dan lain-lain, sekaligus bagaimana bentuk tampilan, siapa

kemungkinan apresiatornya, dan cara-cara dalam mempublikasi peristiwa itu. Memang kita sering sulit membedakan kerja event organizer (EO) dengan kerja kuratorial, pada kenyataannya kerja seperti itu salingsilang, saling memenuhi dan mengisi kelemahan bersama, kurator adalah otaknya namun berhasil dan tidaknya bergantung pada kerja bersama dari sebuah tim kerja. Jauh sebelumnya persoalan yang melatarbelakangi idea yang terbungkus dalam tema dilakukan dengan penenelitian yang


20

“Kerja kurator bukanlah kerja elite saja, bekerja dengan otak dan fisik yang bersamaan, peran kurator di samping memfokuskan karya-karya para seniman menempatkan konteks-konteks karya itu ke dalam ruang-ruang pemahaman perubahan lingkungan global, sosial-politik dan lifestyle, dan lain-lain, sekaligus bagaimana bentuk tampilan, siapa kemungkinan apresiatornya, dan caracara dalam mempublikasi peristiwa itu.�

panjang baik dalam rangka gerak perubahan suatu peristiwa yang berupa masalah seperti lingkungan, sosial, politik, ekonomi, dan lain sebagainya. Juga dimungkinkan tema-tema bersamaan dengan peristiwa penting yang dia pakai sebagai selebritas, seperti dalam rangka ulang tahun, hari pangan, hari anak, hari wanita, dan lain sebagainya. Ia merupakan arsitek yang selalu menunjukan ciri dan karakter sebuah pameran seni rupa. Kurator merupakan kunci dari sebuah pekerjaan, maka hal yang remehtemeh untuk menguatkan profesinya menjadi profesional ia terus melakukan kreativitas pendukungnya misalnya penulisan esay, nggambleh di media sosial tentang informasi persoalan seni. Konsistensi terhadap profesinya, keberanian membuat

sesuatu yang beda dan diwujudkan dalam kerja kuratorial yang nyata tidak menunggu perintah adalah bagian pengembangan praktiknya. Simpulan Senyatanya berprofesi sebagai kurator adalah pilihan. Kurator bekerja menghasilkan kuratorial yang baik, menghantarkan karyakarya seniman yang semula tidak ada apa-apanya menjadi seniman yang memiliki nilai dan disegani. Ia mampu mengkreasi dari misteri yang tidak terpikirkan banyak orang. Hal ini perlu ketekunan berkarya berupa kuratorial sebagai bukti eksistensi dan konsistensinya. Pada kenyataanya kemampuan itu terbentur pada kesempatan kapan ia dapat membuktikan sebagai


namun tanpa arah yang jelas dicap yakni kurator sebatas pelengkap selebritas acara pameran. Tak sedikit kurator kadang memilih seniman yang memiliki reputasi dan kemungkinan dapat terjual. Belum tentu konsep dan tujuan kuratorial baik, tapi lagi-lagi sisi ekonomi menjadi tujuan akhir.

JANUARI 2016

kurator, anggapan masyarakat umumnya seorang kurator adalah orang yang pandai menulis yang belum tentu karyanya memiliki kebaruan kreativitas. Sehingga praktik mengumpulkan perupa untuk berpameran dengan membayar iuran marak dilakukan, bahkan kuratornya juga comot saja yang sekiranya dapat menulis indah, namun baik sebagai proses berlatih bagi pemahaman kreasi dan apresiasi karya seniman dan para kurator baru. Disayangkan beberapa kurator yang telah mematok tarif kerja kuratorialnya,

Timbul Rahardjo Dosen Program Pascasarjana Institut Seni Indonesia Yogyakarta

21 PRAKTISI SENI


P ro d u ktivi t as M a h asi swa dalam Diskusi S t u d i K a s u s : Ma h a s i s wa Fa k u l ta s S e n i M e d i a R e k a m I S I Yo g y a k a r t a

22

Oleh : Fuadzan Akbar Sailan

Ilustrasi : Bio Andaru/ Patung 2012

Diskusi emang perlu? Mending habis ngampus langsung terbang seperti ‘kupu-kupu’, kuliah pulang kuliah pulang. Pujian ‘kupu-kupu’ nampak pas “oh...la...la” bagi mahasiswa seni media rekam yang tidak nampak batang lehernya di kegiatan kampus. Berbeda ketika berkunjung ke fakultas seni lainnya, mahasiswa non-seni sering bertanya, “Loh, malam hari kok kampus seni banyak orang, banyak kegiatan?”. Jawaban pastinya adalah tengah “berkesenian”. Ironis memang, berbeda jika berkunjung ke fakultas ‘terbelakang’ dan ‘terakhir’ pada malam hari, Anda akan dikagetkan dengan pasukan siaga berseragam yang disebut satpam. Kemana mahasiswanya? Tidur nyenyak dan mengerjakan rentetan tugas yang tak kunjung selesai? Selama beberapa tahun terakhir gaya berpikir kompetitif telah sangat erat melekat pada mahasiswa

Fakultas Seni Media Rekam (FSMR). Mahasiswa di desak oleh kuatnya tuntutan pendidikan yang terus berkembang untuk saling bersaing dan menganggap kompetisi merupakan gaya pembelajaran yang tepat, diperburuk dengan jejaring sosial yang semakin meningkatkan individualism setiap mahasiswanya. Apalagi yang terjadi saat ini, mahasiswa lebih sibuk dengan gadget seperti membuat grup chatting serta media sosial


JANUARI 2016

23

ketimbang untuk sekedar bertatap muka dan berdiskusi. Pihak lembaga kampus setingkat fakultas seolah memuja kompetisi. Pendidikan formal bukan satu-satunya sumber ilmu. Hampir disemua pendidikan yang menerapkan sistem ‘beku’ terjadi saat ini berwatak tiran. Birokrasi membuat mahasiswanya terasingkan. Diskusi mahasiswa perlu dijadikan gaya pembelajaran transformatif di

luar pendidikan formal. Mahasiswa akan membaca apa yang mereka pelajari selama diskusi yang mungkin tidak mereka peroleh dalam pendidikan formal. Pada tahun 2015 terbukti dengan menurunnya kegiatan kampus, bahkan mundurnya salah satu kegiatan kampus ditingkat fakultas yang merupakan refleksi nyata kurangnya ruang diskusi antar mahasiswa. Mahasiswa seolah merasa harus bersaing dengan PRAKTISI SENI


24

sesama mahasiswa lainnya, hal ini merupakan dampak dari kekurangan sistem pendidikan formal yang ada. Sebagai mahasiswa seni media rekam yang merupakan bagian institusi seni, sudah selayaknya dituntut untuk bertanggung jawab pada setiap karyanya. Dituntut memilki kualitas dalam kajian seni meliputi kondisi intelektual, wawasan budaya, wawasan antropologi, kondisi wawasan sosiologi, wawasan psikologi, penguasaan ilmu-ilmu seni dan kondisi bakat yang malah akan banyak didapatkan dengan berdiskusi di luar kampus. Diskusi yang memiliki nilainilai sosial budaya sudah jarang dirasakan dalam ruang berkesenian yang ruang lingkupnya fakultas, maka wawasan kebudayaan yang merupakan wawasan tentang keseluruhan pengetahuan sebagai makhluk sosial yang digunakan untuk memahami lingkungan serta pengalaman dan yang menjadi pedoman tingkah laku mahasiswa

yang seharusnya dijadikan dasar sebagai sebuah ‘Etika Seni’ dengan wawasan ilmu-ilmu lainnya sehingga layak disebut mahasiswa seni. Proses diskusi tidak terealisasikan dengan baik. Pengalaman seni yang seharusnya didapatkan lebih intim dalam kegiatan berdiskusi, kini hanya didapat dari pengalaman seni yang sifatnya dogmatis dari pendidikan formal di perkuliahan. Diskusi tentunya sebagai media pembelajaran yang partisipatif dan kolaboratif yang dibutuhkan dalam berkarya di bidang seni, terlebih seni media rekam yang harus mengolaborasikan seni dan teknologi yang selalu dinamis. Tingkatan mahasiswa tentunya seharusnya bisa mengungkap isu-isu dan masalah genuine yang terjadi pada mereka. Berbagi usul dan pengalaman tentang bagaimana berproses dalam berkarya berkesenian, diskusi berlawanan dengan model monolog dan individualistik yang menjadi arus utama gaya belajar formal pendidikan pada umumnya. Sehingga timbul pertanyaan di antara


JANUARI 2016

mahasiswa media rekam, untuk memilih pendidikan yang personal atau sosial?

berkesenian lain di luar fakultas atau istilah kerennya “berproses di luar�. Semua pilihan yang ada bagi mahasiswa merupakan dampak dari menurunnya produktivitas mahasiswa dalam diskusi yang terjadi pada mahasiswa seni media rekam. Semoga ke depan, partisipasi mahasiswa dalam berdiskusi akan menambah pengetahuan dari luar masuk sehingga dapat di implementasikan dalam bentuk formal di pendidikan dan pengetahuan informal lokal yang didapat dengan berdiskusi yang dapat mendorong identitas mahasiswa seni. Fuadzan Akbar Sailan Mahasiswa Jurusan Televisi, Fakultas Seni Media Rekam, Institut Seni Indonesia Yogyakarta

PRAKTISI SENI

25

Maka sebelum pada akhir kesimpulan dalam menilai produktivitas mahasiswa dalam diskusi, diperlukan refleksi dari mahasiswanya. Banyak masalah yang muncul yang karena sedikitnya ruang berdiskusi ditingkat fakultas, untuk saat ini mahasiswa media rekam hanya mempunyai 3 pilihan yaitu; pulang saat perkuliahan selesai dan memilih hanya mengikuti group chat melalui gadget pribadi, nongkrong di sekitar kampus dengan kuantitas atau jumlah mahasiswa yang sedikit dengan latar belakang seni yang sama sehingga bahasan yang dibahas terbatasi dengan wawasan keilmuan ruang lingkup seni semata, atau pilihan teakhir mencari ruang diskusi


Laporan Utama

Dimensi Kurator dan Selera Kuratorial Ilustrasi : Clara Victoria Padmasari/DKV 2013

26

Teks : Jeni Astuti/Kriya 2013

Istilah kurator sering disebut-sebut dalam event pameran. Pada umumnya kurator sering dinilai sebagai orang yang menata karya dalam suatu museum serta orang yang mahir dalam praktik kepenulisan konsep karya seorang seniman. Kuss Indarto, kurator Indonesia menuturkan bahwa, kurator adalah orang yang bekerja dalam sebuah museum atau galeri. Istilah ini awalnya dikenal melalui proses laku di galeri-galeri milik Eropa yang merupakan museum milik negara. Di dalamnya terdapat proses koleksi serta konservasi atas karya yang masuk dan keluar dari museum


JANUARI 2016

Belum lama ketika museum berdiri dalam lahan seni rupa, saat itulah kurator ditempatkan sebagai bidang kerja yang sangat spesifik. Kurator memiliki tugas untuk memilih sebuah karya, kemudian karya tersebut dikonsultasikan dengan konservator. Di sana terjadilah komunikasi bagaimana menentukan kelayakan karya yang hendak di pampang. Terdapat pula proses seleksi, konsekuensi atas karya-karya yang masuk dan keluar sebagai koleksi. Proses tersebut sudah menjadi hal umum di museummuseum milik negara, namun ada pula yang bergantung pada salah

27

. satu lembaga akademi seni maupun kurator independent yang khusus meriset serta melihat perkembangan karyanya sendiri. Seorang kurator muda Gintani Swastika pun berkomentar mengenai kurator, “Ketika pameran, kurator bekerja di galeri atau institusi tertentu, katakanlah kurator lepas. Sebenarnya setiap institusi memiliki ideologi masing-masing dalam memilih kurator sebagai inhouse-nya. Disesuaikan lagi dengan ideologi yang merupakan semacam visi misinya.�

PRAKTISI SENI


Proses kurator dalam pemilihan karya diterangkan pula oleh Gintani. Menurutnya, masih ada penilaian subjektif dari kurator sebagai bagian dari selera kuratorial. Sebagai bentuk pertanggungjawaban, langkah kurator adalah dengan membuat strategi marketing. Contohnya, event pameran yang sudah memilih dan menentukan seniman, maka konsumennya pun harus ditentukan terlebih dahulu.

28

Kuss juga memberikan tanggapan bahwa selera kuratorial merupakan hal yang begitu kompleks. Selera atau taste secara sadar maupun tidak sadar pasti dimiliki oleh seorang kurator dalam proses kuratorial. Hal

tersebut dipengaruhi oleh faktor sosial, pendidikan, ideologi, kesenian serta ketertarikan pada hal tertentu, seperti hobi. “Jika selera tersebut ditempatkan pada level-level seni atau istilahnya kederajatan, maka statement tersebut tidak benar karena sebenarnya bisa setara. Tergantung forum pameran yang telah diadakan,� tambahnya. Kuss mencontohkan dalam pameran Biennalle, apabila terdapat lukisan yang dianggap kuno dan kurang bernilai, maka dilakukan pembacaan ulang. Hal tersebut dikembalikan lagi pada latar belakang dan konteks ideologi dari tema pameran atau batang tubuh pameran.


penilaian terhadap karya serta berhubungan langsung dengan seniman. Kuss Indarto menyebutkan bahwa, seorang kurator bekerja sesuai dengan pengalaman dengan dua pendekatan, yaitu melakukan pembacaan dan riset kecil-kecilan yang dijadikan peta dasar dalam pembuatan tema kuratorial. Dengan kedua pendekatan tersebut seorang kurator bisa ancang-ancang untuk menentukan tema yang cocok bagi seniman yang terpilih. Proses kurator menilai sebuah karya secara objektif sering kali dianggap sebagai bagian dari kode etik kurator. Kuss Indarto menanggapi, “Sebetulnya masalah yang muncul bukan kode etik, tetapi pembacaan seniman. Ada tiga hal yang saya istilahkan sendiri. Pertama Inversion, jadi masuk dalam versi dan ibaratnya sekedar teks book. Kedua Outversion, keluar dari versi yang saya inginkan dengan tetap membaca namun bisa jadi

PRAKTISI SENI

29

Dalam praktik kerja kuratorial, seorang kurator pasti melakukan

JANUARI 2016

Saat diwawancara, Kuss mengungkapkan bahwa muncul problematika lain dalam dunia kuratorial. “Saat ini, pendidikan formal bagi kurator di Nusantara belum ada. Sehingga tidak ada standar baku bagi kurator,” ungkapnya. Menurut pengamatannya, kebanyakan kurator belajar dari berbagai pengalaman workshop kuratorial seperti Japan Foundation. “Tapi, ada juga yang menempuh pendidikan di luar negeri, seperti di Australia. Sayangnya, dalam dunia kerja mereka kembali lagi ke luar negeri,” tambahnya. Baginya hal tersebut adalah persoalan alamiah. Namun perbaikan harus tetap dilakukan, sebagai tanggung jawab di dunia pendidikan. Kurator juga memiliki tanggung jawab dalam meningkatkan kinerja praktik kuratorial dengan baik, ideal, dan menempatkan fungsional serta integritas kuratorial agar lebih terdepan.


30

adanya kurator dadakan. Celakanya, saat ini kurator di pahami sebagai sosok yang hanya menulis saja. Kesimpulan yang berbahaya adalah ketika menganggap kurator adalah orang yang bisa menulis,” terangnya. belum paham dengan tema yang saya tentukan. Ketiga Subversion, adalah karakter seniman yang saya harapkan dimana dia mampu melampaui dari tema yang telah saya tentukan.” Karya melampaui tema menurut Kuss adalah karya yang telah melakukan pengayaan pada pameran. Berdasarkan pengalaman Kuss Indarto pada pameran yang mengangkat tokoh Chairil Anwar, ada karya yang hanya menggambarkan ikonik tokoh Chairil Anwar. Ada pula karya seorang seniman yang membuat gerobak dan berisi puntung rokok yang begitu banyak. Karya tersebut diberi judul “Puntung Rokok Chairil”. Menurutnya, karya tersebut merupakan karya yang cerdas, mampu melampaui tema yang telah ditentukan. Hal terpenting menjadi kurator adalah mengetahui kreativitas senimannya. Meski menurut Kuss di Indonesia belum ada standarisasi layaknya di Barat. “Hal ini merupakan kecelakaan sejarah. Apalagi mulai

Banyak kurator yang berangkat dari seniman kemudian disebut sebagai art-curator. Kurator pun bukan praktik kerja yang ketat sehingga banyak yang berangkat dari sejarah seni rupa maupun kritikus seni rupa. “Yang pasti untuk menjadi kurator harus mempertanggungjawabkan semua hal, karya seniman maupun proyeknya,” terang Gintani menanggapi. Menurutnya dengan belum adanya institusional kurator, kurator dapat melakukan beragam eksperimen. “Namun, alangkah lebih baik lagi jika ada infrastruktur yang mapan seperti akademi atau pendidikan formal kurator,” terang Gintani. Meski belum ada pendidikan formal, baik Gintani maupun Kuss Indarto sepakat bahwa kurator harus dapat berkolaborasi dengan seniman. [ae]


LAPORAN UTAMA JANUARI 2016

Membangun Kedekatan, Meanyampaikan ke Masyarakat

Teks: Aifiatu Azaza Rahmah/ TV 2013

“Seorang kurator wajib mengenali betul senimannya. Harus dapat menjadi temannya agar memahami bahasanya serta dapat menjadi teman diskusi yang baik.� Ignatia Nilu, Co-Curator

31

Awam Ilustrasi: Siam Candra Artista/Lukis 2013

Praktik kerja sebagai seorang kurator sudah ada sejak lama meski istilah tersebut baru dikenalkan di Indonesia sekitar tahun 90-an. Kurator merupakan profesi yang cukup penting sebagai pihak ketiga antara seniman dan masyarakat. Sebab, menurut Nindityo Adipurnomo, founder dari Cemeti Art Gallery meski seniman dapat memasukkan karyanya ke masyarakat namun tidak semuanya berjalan lancar. “Seniman bekerja dengan estetika kesenian yang PRAKTISI SENI


membutuhkan jenjang sendiri untuk memahami karya,” terangnya.

32

Pria kelahiran 1961 tersebut juga mengatakan bahwa perkembangan seni, dengan munculnya berbagai macam definisi tentang seni, seolah-olah membatasi seni dengan masyarakat. Masyarakat pun perlu mempersiapkan diri dengan adanya praktik kesenian dari para seniman. “Dulunya, seni adalah masyarakat. Dengan adanya pihak ketiga inilah untuk mengeksplorasi cara berhubungan antara seni dan masyarakat,” ujarnya. Ignatia Nilu, seorang CoCurator dari bidang non seni menambahkan bahwa wilayah

kerja seorang kurator adalah melakukan pembacaan atas karya yang dimanifestasikan dalam teks. “Kurator berada sebagai mediator antara karya dengan publik, menjadi produser dalam rangka menciptakan pameran menjadi peristiwa dan melakukan pembacaan atau mendistribusikan pengetahuan yang dihasilkan melalui karya seniman agar dapat terbaca oleh publik secara luas,” jelasnya. Perempuan yang akrab disapa Nilu tersebut pun mengungkapkan, baginya karya dan seniman ibarat seperti buah dan pohon yang dapat melalui proses metabolisme. Ada saling keterkaitan. “Kita dapat melihat representasi pemikiran, cara hidup, kemampuan teknisnya serta jiwa seorang seniman melalui gaya karyanya. Semuanya saling berkaitan. Karya seni yang baik adalah karya yang jujur. Dan untuk mencapai kejujuran, seniman akan menghadirkan jiwanya ke dalam karya. Baik secara corak, obyek, komposisi dan juga dimensi rasanya,” katanya. Baik Nindityo Adipurnomo maupun Ignatia Nilu sepakat bahwa seorang kurator harus memiliki kedekatan dengan senimannya.


JANUARI 2016

selain dekat dengan seniman, seorang kurator pun harus memiliki kedekatan dengan masyarakat terkait persoalan yang berkembang dalam kehidupan sosial.

Berbeda lagi dengan Nilu, menurutnya ada cara tersendiri untuk melakukan fungsi sebagai agen publik meski sampai saat Bagi Nindityo Adipurnomo, ini ia belum menemukan formula seorang kurator tidak boleh lepas yang sesuai. “Ada dua pendekatan dari pengetahuan mengenai yang saya lakukan yaitu melalui perkembangan permasalahan distribusi wacana seperti melalui yang ada di masyarakat. Kurator teks kuratorial, teks dalam harus mampu melihat dengan jeli katalog pameran, artist talk serta persoalan yang ada. “Sebagai seorang mengundang keterlibatan publik kurator, saya memilih seniman yang melalui format guide tour, workshop mengangkat permasalahan sesuai dan lainnya,” terangnya sebagai dengan yang dihadapi masyarakat seorang kurator yang menjadi saat ini,” ungkapnya. Tentu saja pihak ketiga antara seniman dan masyarakat. [ae] PRAKTISI SENI

33

Dalam artian bahwa kurator dapat melakukan pendekatan kepada seniman dengan melihat seniman tersebut berproses dalam membuat karya. “Membangun tali kekerabatan dengan seniman. Tak kenal maka tak sayang. Kalau sudah kenal dan jadi teman, saya pasti tahu keinginan seniman dan bagaimana membantunya untuk mewujudkan keinginan tersebut. Serta mampu memahami bahasanya, baik bahasa verbal, tekstual, maupun bahasa rupanya,” terang perempuan berambut pendek tersebut. Sebab, Nindityo pun menambahkan bahwa tidak hanya karya saja yang disampaikan kepada masyarakat. “Ada upaya untuk mempertemukan karya seni seorang seniman sekaligus kehidupannya kepada masyarakat,” tambahnya.


Wawancara

Peran Penting Sang Kurator Teks : Arami Kasih/TV 2014

34

Kita mengenal kurator sebagai seseorang yang mengatur tata letak sebuah pameran agar tampak artistik dan menarik. Selain itu, kurator juga biasanya menjadi penghubung antara karya seni dan masyarakat. Hal-hal tersebut dipercaya sebagai penunjang keberhasilan sebuah pameran. Oleh karena itu, peran seorang kurator menjadi sangat penting. Kurator harus benar-benar paham tentang dunia seni. Tentang karya, seniman, dan sebagainya. Sebuah pameran juga menentukan ‘nasib’ seorang seniman. Namun, pada perkembangan dunia kuratorial, muncul istilah artist-kurator dimana seorang seniman mengkuratori pamerannya sendiri. Terdapat juga isu kriminal. Mengapa demikian? Berikut, wawancara redaksi bersama Bambang ‘Toko’ Witjaksono mengenai hal terkait.

Pertanyaan : Mengenai istilah Artist-Curator, konon istilah ini hadir karena adanya deskriminasi tentang penampilan karya seni, apakah benar demikian? Jawaban : Kadang, dalam sebuah pameran ada ciri atau tema tertertu. Nah, di sini karya-karya akan diseleksi. Mana yang cocok dan sesuai dengan tema pameran tersebut. Deskriminasi saya kira tidak ada. Artist-Curator itu kan seniman yang mengkuratori pamerannya sendiri. Hal ini sering terjadi karena karya-karyanya tersebut punya tema sendiri yang tidak sesuai dengan pameran dalam event tertentu. Pertanyaan : Dalam setahun, ada banyak sekali pameran, terutama di Yogya. Apa semua pameran tersebut butuh kurator? dan sepenting apa peran kurator dalam sebuah pameran?


Jawaban : Tentu. Saya sendiri karena juga berperan sebagai dosen, tentu tidak hanya sekedar memberi kuliah. Tapi juga memberi dukungan. Sebagai sesama seniman juga. Jadi biasanya kalau pun saya kuratori, saya akan beri link.

Jawaban : Kalau itu urusannya sudah masalah kriminal. Tidak hanya kurator, siapa pun kalau sudah punya pikiran kriminal juga bisa melakukan itu. Tapi memang bagi seorang kurator aksesnya lebih mudah karena terlibat langsung. Pertanyaan : Kurator itu, sebaiknya seniman atau bukan seniman? Jawaban : Siapa pun dia, seniman atau bukan, yang terpenting adalah dia paham mengenai bagaimana menjadi seorang kurator, apa saja yang harus dikerjakan. Saya sendiri, selain kurator juga dosen dan seniman. [ae]

PRAKTISI SENI

35

Pertanyaan : Apakah kurator juga berperan untuk menunjang karir seorang seniman muda? Bagaimana prosesnya?

Pertanyaan : Ada seorang kurator di China yang memalsukan 140 lukisan mahal, bagaimana menurut Bapak?

JANUARI 2016

Jawaban : Sangat penting. Karena kurator itu tugasnya adalah menjembatani antara karya/pameran dengan masyarakat. Kurator itu juga merupakan jembatan antara seniman dan kolektor. Jadi kalau tidak ada jembatan, kedua belah pihak ini tidak bisa terhubung. Sekarang kan masalahnya beda kurator dengan penulis. Kalau saya pribadi, karena memang niat saya membantu teman-teman, kalau saya diminta menjadi kurator ya saya kuratori, kalau menulis ya itu lain lagi. Jadi sekalipun kelihatannya tugasnya hampir sulit dibedakan, kedua hal tersebut tetap berbeda.


PERSPEKTIF

Kuratorial

36

Kurator dikenal sebagai orang yang memiliki kuasa penuh untuk mengurus, menjaga, menata serta menentukan bentuk dan konsep. Dalam perkembangannya, saat ini telah muncul istilah kurator independent, yang memiliki posisi yang penting terutama dalam mengkurasi karya seni milik seniman.

Masa Kurator ini dapat bergerak lebih lincah, mereka dicari seniman untuk mengkurasi karyanya. Kurator dianggap sukses jika karya yang disajikan mendapatkan apresiasi yang baik, ditandai dengan seberapa banyak karya tersebut terjual.

Kini Oleh: Miftachul Arifin/ TV 2015

Oleh: Bio Andaru/ Patung 2012


Akan tetapi, lama kelamaan profesi sebagai kurator semakin

Kurator seharusnya tidak hanya memaknai karya dalam bentuk tulisan belaka tapi jauh lebih penting dari itu, adalah bagaimana menyusun strategi agar objek karya itu dapat tertangani dengan baik. Gerak perubahan sikap dan pola berfikir dalam kuratorial tidak lepas dari seperangkat asumsi, konsep, nilai, dan tindakan untuk menilai sebuah realitas dalam disiplin kuratorial. Memang faktanya seorang kurator di Indonesia sampai saat ini PRAKTISI SENI

37

Kurator sesungguhnya adalah profesi yang cukup penting sebagai pihak ketiga antara seniman dan masyarakat. Mengingat, sampai kapan pun masih akan dibutuhkan seseorang yang mampu mengeksplorasi sebuah karya seni dari seniman sekaligus menyampaikan dan menghubungkannya dengan masyarakat. Kurator berfungsi sebagai mediator antara karya dengan publik, mendistribusikan pengetahuan yang menjadi hasil dari karya seniman agar dapat terbaca dan dipahami oleh publik.

tidak bekerja sesuai dengan yang sebenarnya. Beberapa orang menyebut dirinya sebagai kurator, hanya mengandalkan kemampuan menulis. Banyak sekali seniman yang saat ini justru selalu meminta bantuan kepada seorang kurator yang tujuannya hanyalah untuk meningkatkan dan menjunjung popularitas mereka sebagai seorang seniman. Pada akhirnya, kurator pun sekadar memberikan pengamatan dan ulasan yang penuh kata sanjungan untuk memperindah dan memuluskan hasil karya seniman. Faktor persoalan ekonomi, membuat perubahan pada perilaku koratorial. Sangat sedikit kurator yang berani memiliki pemikiran yang bertentangan dengan seniman.

JANUARI 2016

Kurator yang sebenarnya harusnya bekerja dengan otak dan fisik yang bersamaan, menempatkan konteks-konteks karya itu ke dalam ruang-ruang pemahaman perubahan lingkungan global, sosial-politik, dan lifestyle, serta akan seperti apa bentuk tampilan yang akan disajikan, lalu siapa kemungkinan apresiatornya. Seorang kurator tidak boleh lepas dari pengetahuan mengenai perkembangan permasalahan yang ada di masyarakat. Kurator harus mampu melihat dengan jeli persoalan yang ada.


38

masih bebas sebagai pilihan profesi, belum ada sertifikasi profesi sebagai kurator. Siapapun bisa saja merangkai kata-kata yang indah dan memakai penulisan ejaan yang baik dan benar, dan kemudian menyebut dirinya sebagai kurator. Kurator yang sesungguhnya, memiliki tingkat kreatifitas tinggi, peka terhadap perubahan jaman, memunculkan karya kuratorial yang kreatif,dan memiliki ciri khas tersendiri. Proses menjadi kurator dengan jam terbang yang panjang dapat diartikan profesional. Dengan alasan itu, kurator kemudian banyak bermunculan dari mantan wartawan, dosen berpendidikan master atau doktor, atau orang yang kritis yang pernah mengenyam pendidikan penulisan jurnalistik atau penulisan karya ilmiah. Dalam prinsip profesionalitas seorang kurator di jaman ini, umumnya selalu berkaitan dengan ranah ekonomi dan menerima imbalan, dalam kerja kuratorial. Berbeda dengan kurator independent, yang tidak pernah tergantung pada gelombang kondisi pasar, namun selalu menggunakan upaya profesional untuk membuat kualitas kuratorialnya menjadi berharga, bernilai, dan bermutu, sementara alasan ekonomi

hanya dijadikan akibat dari profesionalitasnya. Kerja kurator seni rupa independen adalah orang yang mampu menentukan arah dan substansi hasil karya seni yang dikuratorinya agar memiliki nilai lebih dan bisa tersampaikan dengan baik dan benar kepada masyarakat. Diawali dengan kerja riset dalam penentuan tema yang menarik dan baru. Berlanjut dengan pemilihan seniman dan karyanya, tata display, dan penanganan pasca pameran serta langkah dan strategi distribusi. Sangat disayangkan, bahwa ternyata praktik kuratorial sampai saat ini dianggap berhasil bila peserta senimannya telah terlebih dulu memiliki nama dan reputasi. Kerja kurator seni rupa di masa sekarang telah bergeser dari ranah kerja di institusi seperti galeri atau museum menuju pada kurator independen, yang secara garis besar lebih individual. Dalam praktiknya, sulit sekali bagi siapapun yang masih awam, untuk membedakan kerja EO dengan kuratorial, karena mereka saling-silang. Kurator adalah otaknya namun berhasil atau tidaknya sebuah


JANUARI 2016

39

pameran selalu bergantung pada sebuah tim kerja. Selain daripada itu, kenyataan yang tak dapat dipungkiri bahwa modal sosial juga terbukti memiliki peran penting, seperti kegiatan kuratorial yang mampu mendatangkan tokoh publik yang karismatik.

dan memukau tentang karyakarya seni? Apakah mereka yang memproklamirkan diri mereka sebagai kurator seni rupa masih saja berorientasi pada faktor ekonomi dan mengesampingkan aspek-aspek kritis pada setiap karya seni? Ataukah, publik masih dapat beranggapan baik dan memuji kualitas netralitas tanpa Lalu, Apakah kurator masih kepura-puraan dari sebuah kerja sama saja, hanya sebatas penjaga atas karya seni dari seorang seniman? kuratorial yang murni dilakukan oleh seorang kurator yang sesungguhnya? Apakah tugas dan perkejaannya [ae] pun sekadar penulis artikel-artikel dan tulisan-tulisan nan indah PRAKTISI SENI


ReFLEKSI

Mengintip Wacana Kritik dan A p res i as i P r a kti k Seni Saat Ini

40

Teks : Susy Susanti/ TV 2013

Berbicara mengenai seni, tak akan terlepas dari segala aktivitas yang ada di dalamnya, termasuk kritik dan apresiasi seni. Jika kritik seni merupakan aktivitas yang berhubungan dengan pembacaan karya, yang kemudian bisa menjadi pengetahuan bersama, apresiasi bisa dikatakan sebagai cara masyarakat memahami karya seni. Keduanya saling berkaitan karena tidak ada kritik tanpa apresiasi. Dan kritik bukan melulu soal konotasi negatif, melainkan bisa menjadi sisi positif yang pada akhirnya mengevaluasi para pencipta karya. Siapa saja bisa melakukan proses apresiasi dan berada dalam posisi sama, yang secara kritis membaca karya seni. Hanya saja hasil dari produksi kritik itu yang kemudian dipengaruhi oleh pengetahuan, dimana seorang kritikus harus mengerti sejarah seni, memahami praktik-praktik seni, hingga memiliki pengetahuan tentang keberlangsungan praktik seni itu sendiri. Dalam hal ini, praktik seni

merupakan bagian dari kebudayaan dan setiap produk kebudayaan merupakan produk seni atau bisa disebut sebagai kesepakatan masyarakat. Memang, kritikus bukanlah pekerjaan praktis. Ketika seseorang merasa mempunyai kepentingan untuk memberikan tanggapan atas sebuah karya seni, ia akan menuangkan pernyataannya ke


Membaca fenomena tersebut, tidak dapat dipungkiri bahwa kritik seni di Indonesia masih perlu menjadi perhatian, karena media untuk menyediakan ruang masih belum begitu banyak, jurnal seni tidak terrealisasikan dengan baik dan pelaku kritikus juga tak sebanyak karya yang diciptakan. Tetapi, lanjut Rain, “Ada hal baik

“Kritik seni juga akan membangun kesepakatankesepakatan baru serta membangun perbincangan di dalam seni.” juga ketika seni mulai dibicarakan di bidang lain, seperti bidang arsitektur, bidang sastra dan yang lainnya. Dengan berkembangnya bahasan tersebut, saat ini seni rupa tidak berjalan sendirian dan seni rupa tidak hanya milik perupa saja.” [ae]

PRAKTISI SENI

41

Sayangnya, menurut pandangan kritikus & penggerak seni, Rain Rasidi, kritik seni saat ini agak berkurang. Kebanyakan orang lebih sering membicarakan soal kajian sosiologi seni daripada kajian objek karya seni itu sendiri. Padahal kajian visual lagaknya juga termasuk hal penting untuk menjadi bagian dari pembahasan. “Yang umum sekarang banyak berlangsung, kajian sosiologi seperti bagaimana seni menyesuaikan dengan audiens,

JANUARI 2016

dalam bentuk karya tulis. Kritikus mempunyai modal pengetahuan dan pengalaman sendiri, yang mana modal tersebut akan menentukan kapan ia tergerak merespon sebuah praktik seni. Dan perlu digarisbawahi bahwa masing-masing kritikus punya pengetahuan maupun pengalaman yang berbeda-beda. Namun pada dasarnya, kritikus bertanggung jawab secara akademis, memberi pengaruh bahwa ketika disiarkan/dibicarakan, karya seni akan dikonsumsi sebagai sebuah pengetahuan. Kritik seni juga akan membangun kesepakatankesepakatan baru serta membangun perbincangan di dalam seni.

hubungan seniman dengan dunia luar, maupun fenomena sosial yang lain. Sebenarnya kritik juga bisa berlangsung dalam produksi visualnya, fakta visual yang ada dalam karya itu,” ucapnya.


Rembug Seni

KURATOR : SANG PENGGAGAS DI BALIK RUANG PAMERAN

42

Teks : Susy Susanti/ TV 2013

Teks : Eka/ TV 2015 + Siam/Lukis 2013

Arti kata kurator secara resmi adalah petugas yang memiliki kewenangan mengatur dan mengawasi sesuatu pada suatu bidang terbatas di museum, perpustakaan atau galeri seni. Secara sederhana, dunia kurator merupakan profesi yang memerankan mediasi antara karya seni, seniman, dan publik. Pengertian kurator di museum dengan kurator di luar museum jelas berbeda. Museum merupakan payung terlama karena kurator museum adalah orang yang bekerja di gudang, bertanggungjawab merawat, menjaga dan melestarikan suatu koleksi. Sedangkan kurator di luar


JANUARI 2016

Kini dengan adanya berbagai peristiwa dalam dunia kekuratoran, memunculkan profesi baru bernama kurator independent yang bekerja untuk melakukan penggagasan suatu kegiatan yang tidak dinaungi oleh museum. Ia tidak bekerja paruh waktu untuk suatu lembaga. Kurator independen hanya bekerja paruh waktu untuk proyek-proyek kesenian, menyelenggarakan pameran atas

dasar undangan atau atas inisiatifnya sendiri. Kurator dipakai sebagai orang yang memperjuangkan suatu konsep dalam sebuah pameran maupun performance. Karya seni yang berwujud karya seni akan menjadi sebuah performa jika dianyam dan disusun sesuai dengan apa yang menjadi maksud sang seniman. Karya seni tersebar diseluruh penjuru dunia, dan kuratorlah yang sejauh ini memiliki konsep, memperjuangkan karya tersebut untuk dapat disampaikan atau diterima oleh masyarakat, kemudian menyusun basic kuratorial hingga memilih seniman-seniman yang sesuai dengan gagasannya.

PRAKTISI SENI

43

museum berperan membuat review, memperjuangkan suatu konsep atau ide serta mempunyai kewajiban untuk menampilkan dan memamerkan karya seni kepada publik. Secara berkala, kurator sebagai penyampai, publikasi kepada masyarakat.


44

“Kurator harus tau apa yang diperjuangkan, subjek yang diperjuangkan dan harus punya knowledge sehingga ketika ia memilih karya, seperti memilih elemen untuk mengenalkan sesuatu,” jelas M. Dwi Marianto, seorang kurator independen asal Yogyakarta. Menurutnya, kuasa kurator bukanlah sebuah kekuasaan semata. Kuasa, satu istilah berbeda arti. Siapapun harus punya power untuk memperjuangkan sesuatu, minimal mempunyai sebuah otoritas dan yang paling penting adalah apakah dia mengemban kuasanya untuk hal positif atau justru menyalahgunakannya. “Kerja kurator pun seperti seniman. Harus berani mencari cakrawala atau cara pandang ketika memamerkan pameran baru. Tempat bekerjanya bisa di sembarang tempat yang memiliki dokumen-dokumen, rekaman-rekaman tentang sesuatu di sebuah lembaga. Bisa di museum, galeri, lembaga pemerintahan dan apapun yang menyimpan rekaman masa sebelumnya, karenanya kurator harus menguasai kritik seni maupun sejarah seni rupa, pun bisa dengan mengenyam ilmu kuratorial pada pendidikan tinggi, jurusan Tata Kelola Seni,” jelas M.Dwi Marianto.

Hal yang melatarbelakangi seorang kurator dalam bekerja tentu saja ilmu spesialisasinya. Ia harus memiliki ilmu humas, ilmu kepenulisan untuk dapat membuat gagasan, abstrak kuratorial dan pertanggungjawaban ilmiah. Eksistensi kurator akan terlihat dari passion dan background-nya. “Misal seorang seniman punya pameran tunggal dan karyanya ada 100. Kurator memilih sesuai gagasannya, menyeleksi, menampilkan, mengundang kolektor/orang banyak, lalu membuka pameran sebagai pertanggungjawabannya,” terang Miekke Susanto, Dosen di Fakultas Seni Rupa ISI Yogyakarta. Miekke Susanto yang juga seorang kurator independent menambahkan, “Kurator diakui eksistensinya jika sudah banyak mengadakan pameran, namun aktivitasnya tidak hanya saat berperan di pameran saja, tapi juga harus berada dalam forumforum untuk mendapatkan atau membangun kepercayaan.” Adanya dua atau beberapa kurator dalam sebuah pameran biasanya didasari bahwa pameran


“Itulah berharganya peran kurator dalam konteks seni rupa. Karena gagasan dari kurator, maka ia akan membuat abstrak kuratorial yang kemudian direspon oleh panitia, dan berbagai bagian yang akan mengerjakan gagasan kita,� ujar Miekke Susanto yang berulang kali sudah menjadi kurator di pameranpameran seni rupa.[ae]

JANUARI 2016

itu kurang kuat jika dikerjakan oleh satu orang saja. Misalnya, ada sebuah pameran “100 Tahun Affandi� dengan tiga orang kurator, kurator pertama mengurusi artefak-artefak Affandi, kurator kedua mengurusi partisipan artis termasuk senimanseniman yang diikutsertakan dan kurator ketiga mengurusi karya aslinya. Mereka (kurator-red) bergelut dalam imajinasi dan menghasilkan kesepakatan bersama.

45 PRAKTISI SENI


46

Tubagus Andre Sukmana menjelaskan karya lukisan kepada Oei Hong Djien di pameran karya koleksi Galeri Nasional Indonesia 9-17 November 2015 bertempat Galeri R.J Katamsi Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Tubagus Andre Sukmana menjelaskan karya lukisan kepada Agus Burhan di pameran karya koleksi Galeri Nasional Indonesia 9-17 November 2015 bertempat Galeri R.J Katamsi Institut Seni Indonesia Yogyakarta


JANUARI 2016

untold StoryDunia (3 panel) Charcoal on Paper 48 x 36 cm

Pameran Tunggal bertajuk ‘Ruang Angan’ karya Muhammad

Lukis, semester 5 Institut Seni Indonesia. Digelar di Omah Alas Art House ini diharapkan menjadi motivasi untuk teman teman seniman muda lainnya untuk tidak menjadikan pameran tunggal sebagai momok, melainkan sebuah kesempatan untuk memberikan ruang imajinasi untuk diri sendiri. Pameran yang bersamaan dengan launching buku novel yang berjudul sama dengan tajuk pameran tunggal Saling Acryclic on Camvas 100 x 80 cm 2015

ini di tulis oleh Irine Helmiani, Mahasiswi semester 5, Universitas Muhammadiyah Sukabumi.

PRAKTISI SENI

47

Rois Alfin Rizal, Mahasiswa Seni


w

48

Para pelajar mencoba memakai karya dari Eko Nugroho bertemakan Hacking Artwork pada pameran Biennale Jogja XIII Equator #3 bertempat Jogja National Moseum

Pengunjung berpartisipasi menulis komentarnya pada pameran Biennale Jogja XIII Equator #3 bertempat Jogja National Moseum


JANUARI 2016

P e r t u n j u k a n N a f a s Ta r i H o m e C o n c e r t M a h a s i s w a Ta r i 2 0 1 3 p a d a t a n g g a l 3 1 Oktober 2015 bertempat Pendopo Jurusan

I n d o n e s i a Yo g y a k a r t a

PRAKTISI SENI

49

Ta r i F a k u l t a s S e n i P e r t u n j u k a n I n s t i t u t S e n i


Karya Tari dari Thailand dan Indonesia berkolaborasi dalam acara “Joint Workshop Performance�, antara ISI Yogyakarta

50

dengan


JANUARI 2016

51

Srinakharinwirot University Thaiiland di Gedung Concert Hall Institut Seni Indonesia Kamis 10/9/2015. rp/2015 PRAKTISI SENI


SIBAK TRADISI

Mengenal Sedulur Sikep Samin Lebih Dekat

52

Teks : Arami Kasih/TV 2014

Foto: Dimas Parikesit/Foto 2012


JANUARI 2016

“Sebenarnya diajaran apa saja, yang pertama itu kuncinya ada dalam hati. Jadi, orang kalau semua sudah bisa berlapang dada, mudahmudahan bisa tercapai (niatnya). Sebab, hati yang baik itu kan tidak pernah bohong, tidak pernah iri.� Mbah Lasio (penganut paham Sikep Samin)

53

Lasiyo ( ) memberikan wejangan (nasehat) kepada pengikut ajaran sikep di Situs Prapatan, Klopoduwur, Blora. Situs prapatan adalah lokasi batu yang dulu dijadikan Mbah Engkrek memberikan ajaran sikep kepada para pengikutnya di daerah Blora dan sekitarnya.

PRAKTISI SENI


Waini ( ) merupakan istri dari Lasiyo salah satu tokoh sesepuh Sedulur Sikep Samin di Klopoduwur, Blora

54

Karangpace khususnya, paham Samin juga menjadi bagian dari pola pikir yang berpengaruh pada cara pandang terhadap segala hal.

Masyarakat Blora, Jawa Tengah dan sekitarnya mengenal Samin sebagai sebuah suku. Dikepalai oleh seorang tokoh adat dengan tradisi dan budaya tertentu. Hanya segelintir kalangan yang tahu bahwa Sedulur Sikep Samin merupakan sebuah paham atau ajaran. Adapun paham yang dianut merupakan warisan dari leluhur yang masih dipegang teguh hingga saat ini. Paham tersebut tidak hanya mempengaruhi sikap dan tingkah laku. Bagi Sedulur Samin

Sedulur Sikep Samin Karangpace terletak di Desa Klopoduwur, Kecamatan Banjarejo, Kabupaten Blora. Di sana, terdapat sebuah pendopo yang biasa digunakan untuk perkumpulan semua sedulur Samin dari berbagai daerah. Hal ini kerap dilakukan guna berbagai tujuan, diantaranya adalah sebagai sarana menjalin keakraban, mempererat persaudaraan dan berbagi wawasan. Perkumpulan tersebut biasa diselenggarakan pada malam Selasa Kliwon. Konon, Selasa kliwon adalah hari lahir sapi yang merupakan bagian dari mata


Secara umum, masyarakat samin memilih hidup dengan kesederhanaan, jujur, dan mengutamakan kebaikan serta penghargaan terhadap segala

hal. Kata Samin yang berasal dari kalimat sami-sami ning urip berarti menekankan pada kesamaan derajat, dimana segala yang terdapat di bumi baik tampak maupun tidak tampak, jelas atau bias, dianggap sebagai sedulur (saudara) yang layak dihargai dan diakui keberadaannya. Sedulur tersebut diklasifikasikan dalam enam bagian. Pertama; Sedulur yang ada di bawah bumi, seperti hasil tambang, mata air, kesuburan tanah dan sebagainya; Kedua; Sedulur yang ada di atas bumi, seperti tumbuhan dan hewan, udara, hujan, dan sebagainya; Empat bagian lainnya merupakan keempat arah mata angin, yaitu timur, barat, utara dan selatan. Keenam hal tersebut terkait satu sama lain dalam

JANUARI 2016

pencaharian sedulur samin. Pada hari tersebut, para wanita akan membuat berbagai penganan khas perayaan seperti lepet, ketupat, dan opor. Sebagian penganan itu akan disuapkan pada sapi-sapi peliharaan di sore hari. Hal ini merupakan simbol terima kasih dan rasa syukur atas anugerah yang diberikan Tuhan berupa rezeki melalui sapi-sapi mereka. Sebagian penganan yang lain akan disantap bersama pada saat perkumpulan di malam harinya.

55

Para istri memasak makanan yang akan dihidangkan saat acara malam satu suro di Dukuh karangpace, Desa Klopoduwur, Blora. PRAKTISI SENI


56

Lasiyo ( ) menggendong anak sapi yang baru dilahirkan induknya didepan kandang sapi miliknya di Desa Klopoduwur. Lasio adalah salah satu tokoh sesepuh Sedulur Sikep Samin dan merupakan generasi ke empat dari Mbah Engkrek tokoh penyebar ajaran Sikep didaerah Blora.

proses berlangsungnya kehidupan di muka bumi.

3. Ora seneng rewang kang dudu sakmestine (Tidak suka mengerjakan yang tidak seharusnya) 4. Ojo ngrenah lian (Jangan mengganggu orang lain) 5. Eling Sing Kuwoso (Ingat pada Yang Kuasa)

Terdapat dua pedoman utama yang diterapkan sedulur sikep samin dalam menjalani kehidupan, yaitu Panca Sesanti Sikep Samin dan Panca Wewaler Sikep Samin. Kedua pedoman tersebut dijabarkan sebagai Panca Wewaler Sikep Samin berikut: 1. Tresno pepadhane urip (Cinta sesama makhluk hidup) Panca Sesanti Sikep Samin 2. Orak nerak wewalerane negoro 1. Seduluran (Persaudaraan) (Tidak mendekati larangan negara) 2. Ora seneng memungsuhan (Tidak 3. Orak nerak sing dudu sakmestine suka bermusuhan) (Tidak mendekati yang bukan


JANUARI 2016

seharusnya) 4. Ora cidro ing janji (Tidak ingkar janji) 5. Ora sepoto nyepatani (Tidak saling mengumpat)

Bagi sebagian kalangan, berpegang teguh dengan tradisi yang diturunkan oleh leluhur merupakan sebuah usaha melestarikan budaya. Usaha yang demikian, patut diacungi jempol. Namun, tidak sedikit juga yang mengatakan bahwa di era modern, mau tidak mau, suka tidak suka, kultur dan tradisi leluhur sedikit banyak harus ‘dilebur’ sebagai bentuk adaptasi. Bagaimana pendapat Anda? [ae]

57

Gerbang utama Dukuh Karangpace Desa Klopoduwur, Blora. Gerbang ini yang setiap hari dilewati Sedulur Sikep Samin untuk beraktifitas kekota.

PRAKTISI SENI


Ensiklopedia

Sanggar Bambu

58

Teks: Bio Andaru/ Patung 2012

“Kemerdekaan telah memberi kemajuan juga di lapangan kesenian. Kemerdekaan berarti “pembebasan�. Kesenian kita yang dulu dalam jaman penjajahan terbelenggu, menjadilah bebas-merdeka dalam alam kemerdekaan. Terbanglah membumbung di angkasa laksana burung Elang Rajawali!� Setidaknya demikianlah kalimat yang disampaikan oleh Ir. Soekarno untuk Akademi Seni Rupa Indonesia pada tahun 1955, begitu pula untuk seluruh jagad kesenian di Indonesia.

Pada semangat kemerdekaan itu telah banyak berdiri di sanggarsanggar seni yang didirikan secara mandiri oleh seniman maupun kelompok seniman. Pelukis Front (1945) didirikan oleh Hendra Gunawan, Barli, Abedy, Sudjana Kerton Kustiwa Suparto dan Turkandiadalah. Pelukis Front adalah kelompok pelukis yang memiliki kegiatan melukis medan pertempuran. Seniman Indonesia Muda (1946), Sanggar pelukis Rakyat (1947), Lembaga Kebudayaan Rakyat (1950) dan Sanggar Bambu (1959).

Sejauh ini terhitung pada tahun 2015, masih ada yang berdiri Tahun-tahun pasca kolonial kelompok seni yang telah berdiri (1950-an) adalah tahun kebangkitan sejak era 1950an. Sanggar Bambu bagi segala bidang yang ada di (1959). Sanggar Bambu adalah sebuah Indonesia setelah tiga setengah kelompok yang berdiri atas berbagai abad terbelenggu dalam penjajahan. macam disiplin seni, diantaranya Termasuk seni modern. Sebelumnya adalah lukis, patung, teater, musik, seni modern sudah ada, tapi tak puisi dan sastra. Didirikan pada 1 begitu berpengaruh dibanding April 1959 di Yogyakarta, tepatnya seniman dari kolonial. Hampir sama di Jl.Gendingan 119 oleh Soenarto dengan pendidikan, yang bisa melukis PR, Pr Krijomulyo, serta Heri Sutopo dan berpameran hanyalah keturunan Mulyadi W, Danarto, Soeharto Pr, bangsawan.


Sanggar Bambu yang kini diketuai Totok Buchori ini tetap menjaga eksistensi di belantika kesenian Indonesia khususnya di Yogyakarta, yaitu dengan aktif berpameran, berkegiatan, dan ikut serta di banyak perhelatan seni. [ae]

PRAKTISI SENI

59

Sejak berdiri, Sanggar Bambu aktif dalam berbagai kegiatan kesenian seperti pameran lukis, patung, teater, puisi, musik dan sebagainya. Karya-karya Sanggar Bambu berupa monumen dan patung telah tersebar di Indonesia, di antaranya monumen Gatot Subroto Purwokerto, Ahmad Yani (Jakarta), Latuharhary Ambon, monumen Prasasti (Kep. Seribu) serta rangkaian patung kisah Panji Asmarabangun di Taman Mini Indonesia Indah, dan rangkaian patung Dada Pahlawan di Gedung Joang ’45 Jakarta.

Sejak dari Gendingan 119, Sanggar Bambu selalu berpindah-pindah tempat. Di Yogyakarta antara lain di Semaki kecil, Purwodiningratan, Rotowijayan 12, Rotowijayan kampong Ngasem dan Ngadisuryan. Saat ini, Sanggar Bambu bersekretariat di dusun Ambar Binangun, Kersan, Kasihan, Bantul. Tepat di sebuah kebun bambu yang berdampingan dengan sungai Bedog.

JANUARI 2016

Syahwil, Handogo, Soemadji dan Wardoyo. Dalam perjalanannya kemudian bergabung nama-nama seperti FX Sutopo, Abdullah Sidik, Warsito, Kuswandi, Darmadji, Soedarmadji, Soemartini Pr, Soesilomurti, Soepono Pr, Muryoto Hartoyo, Wim Nirahua, Irsam, dan lainnya. Sanggar Bambu adalah organisasi independent yang tidak dibawahi oleh partai politik maupun ormas, yang pada saat itu tumbuh subur lembaga kesenian di bawah partai politik.

Selain melahirkan banyak karya, Sanggar Bambu melahirkan pula tokoh di bidang kesenian. Sebut saja Danarto dan Emha Ainun NAjib (budayawan), Abiet G Ade dan Untung Basuki (musik), Putu Wijaya, Arifin C Noer dan Linus Suryadi AG (sastra), Kusno Sujarwadi, Mien Brodjo dan Adi Kurdi (film), Motinggo Boesje dan Soesilomurti (cerpen dan novel), Soenarto Pr, Mulyadi W, Irsam, Isnaeni MH, Indros, Totok Buchori dan GM Sudarta (seni rupa).


INSPIRATOR

NASIRUN Teks: Annisa F S/ TV 2012

Foto: Aprilio Abdullah Akbar/ Foto 2012

Herbert Read dalam

dapat membingkai perasaan

bukunya yang berjudul

keindahan dan perasaan

“The Meaning Of Art�

keindahan itu dapat

menyebutkan bahwa seni

terpuaskan apabila dapat

merupakan usaha manusia

menangkap harmoni atau

untuk menciptakan bentuk-

satu kesatuan dari bentuk

bentuk yang menyenangkan. yang disajikan. 60

Bentuk yang menyenangkan dalam arti bentuk yang

Nasirun berpose bersama tokoh wayang Slamet Gundana di Ruang Studio miliknya.


JANUARI 2016

Usaha tersebutlah yang membuat lukisannya menjadi unik, dan mendapatkan sebuah penghargaan Philip Morris Award dan Affandi Adi Karya. Di samping aktif melakukan pameran di dalam maupun luar negeri, lukisannya

pun diburu banyak kolektor dengan harga mencapai ratusan juta rupiah. Ia tetap hidup bersahaja dan yang menarik darinya adalah tidak menggunakan handphone karena dianggap rumit dan boros. Pada tahun 1983, Nasirun belajar membatik dan mengukir di SSRI (Sekolah Seni Rupa Indonesia). Lalu tahun 1987 masuk jurusan seni murni di ASRI (Akademi Seni Rupa Indonesia) Yogyakarta. Nasirun bercerita pada tahun 1983 untuk bisa mendapatkan uang sebanyak 70 ribu ia harus menjual pintu, sebagai bekal kuliah di ASRI yang diselesaikan pada tahun 1994. “Alhamdulillah. Kalau dipikir-pikir, sebelas tahun dengan 70 ribu itu tidak masuk akal. Ya tentu saya sambil bekerja. Tapi, ternyata Tuhan itu kaya. Berani nggak PRAKTISI SENI

61

Ungkapan tersebut tampak senada dengan berbagai karya lukisan Nasirun yang lahir pada 1 Oktober 1965. Ia adalah pelukis kelahiran Doplang, Kecamatan Adipala, Cilacap. Salah satu perupa yang berpengaruh pada tingkat nasional dan regional. Sebagian besar karyanya berusaha menafsirkan ulang seni tradisi dengan interpretasi kuat yang dikaitkan dengan masalah sosial-politik yang tengah terjadi dengan cita rasa humor dan ironi yang cadas (satire).


sekarang seseorang membuktikan diri pada keluarganya, barangkali sekarang, pada masyarakat. Ini tidak hanya di kesenian tapi profesi apapun. Tapi yakinlah selama kita benar,” ungkap Nasirun saat ditemui Pressisi di kediamannya.

62

Saat ditanya perihal konsep lukisannya Nasirun bercerita, “Interaksi secara fitrah pada waktu mewarnai, saya fikir yang terdekat dan pernah bersinggungan. Ada tradisi, kebudayaan, wayang, dan

mistik yang sangat mempengaruhi proses kreatif saya sampai hari ini. Diantara dua epos Ramayana dan Mahabarata yang melahirkan ada 4 Punakawan, yaitu Petruk, Bagong, Semar, dan Gareng. Saya curiga Petruk adalah seorang seniman dia bisa menghibur dan punya sensitifitas untuk berpendapat terhadap raja itu yang saya pikir saya mengidolakan tokoh itu. Ya, itulah saya.” Lukisan dasar Petruk itu masih memakai topeng untuk menunjukkan bahwa bangsa ini sedang kena aib keburukan, cuma dia ditopengi, topeng petruk. “Aslinya sebenarnya itu saya. Maksudnya, ayo tinggalkan cepat-cepat sesuatu yang tidak baik, sebagai ajakan saja. Tapi ngajakin zaman sekarang seperti layanglayang berlambang, putus gak tahu kemana,” ungkap Nasirun.

Nasirun berpose dengan karya yang dibuat tahun 2009 di Lantai dua Ruang Studionya.

Kisah yang paling menarik dari sosok Nasirun mengenai pengalaman yang tidak bisa dilupakan ketika Alm. Ibu Nasirun saat dimintai support materi lalu berkata bahwa ia tidak tahu karena tidak ada biaya. Tapi, Nasirun sengaja hanya diberikan modal bismillah supaya tidak akan habis. “Jadi kalau


budaya yang kental. Ada salah satu karya instalasi yang terdiri dari banyak kelapa berwarna-warni yang mempunyai filosofi bahwa kelapakelapa itu adalah tradisi 7 bulanan atau istilahnya mitoni. Jadi, berupa

PRAKTISI SENI

63

Pesan Nasirun untuk generasi sekarang disampaikan langsung kepada Pressisi, bahwa sekarang ini zaman sudah global. “Tentu tantangan lebih berat karena competitor kita adalah global. Jadi punya semangat yang tidak pernah habis itu penting. Hari ini Patung yang berada di halaman belakang rumah Nasirun. menjadi kesempatan publik bisa mendapatkan karakteristik yang uang itu akan habis, kalau bismillah positif. Karakteristik yang positif tidak akan pernah ada habisnya. itu barang langka, tidak di jual di Itu yang membuat saya kuat. Kuat Carrefour ataupun Indomart. Maka dalam artian dinamika yang dulu sampai sekarang ini saya tetap ada di dari itu, karakter itulah yang akan mengatur anda. Lalu harus ada suatu kesenian,� terang Nasirun. yang dibela. Usahakan ditulis dan rajinlah menulis ide, apapun itu,� Tidak hanya corak lukisan terangnya menutup pembicaraan. [ae] yang menggambarkan tradisi dan

JANUARI 2016

munajat doa orang yang punya keinginan, biasanya kalau istrinya mengandung keinginannya ditulis di kelapa. Nasirun menyebutkan hal itu sebagai makna dan doadoanya kepada Tuhan dalam perjalanan berkeseniannya.


PRESTASI

Jejak di Negeri Sakura Muhammad Aqil Habibullah, Mahasiswa D-3 Animasi yang terpilih mengikuti kegiatan Jenesys bertema “Traditional Culture Herritage Art 5th ” di Jepang.

Teks: Clara Victoria Padmasari/ DKV 2013

Foto: Fitriana/ Foto 2014

Tahun lalu, Muhammad Aqil Habibuloh (Animasi 2013) serta Mirza Maulana (DKV 2011) menjadi salah satu delegasi dari Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta untuk acara JENESYS. Bersama dengan beberapa mahasiswa terpilih, Aqil—sapanya, pun berbagi pengalaman yang mengubah cara berpikir, terutama dalam animasi dan kehidupan di Jepang.


Pada hari pertama, Aqil dan delegasi lainnya mengunjungi pameran animasi di Jepang. Di Jepang, ia mempelajari tentang animasi di Jepang dan diberi ceramah tentang bisnis animasi oleh seorang Renato Rivera Rusca, dosen dari Meiji

Di hari-hari berikutnya, selain ke Tokyo, ia juga mengunjungi Harajuku, di mana banyak Takeshitadori, yaitu baju murah. Lalu ia juga mengunjungi Akihabara, di mana ada Gundam Cafe dan toko elektronik yang banyak. “Nah, pas di Akihabara, saya dan teman saya hampir saja telat naik bis. Orang Jepang sangat menghargai waktu, jadi telat sedikit pun mereka tidak mau toleransi. Untungnya saya dan teman masih diperbolehkan naik,” ceritanya. Di Tokyo, ia mengunjungi kuil Azakuza, yang merupakan kuil terbesar di Tokyo. Di sana menjual barang-barang tradisional Jepang, termasuk kimono. PRAKTISI SENI

65

“Jadi kunjungan ini ada dua sesi, yang pertama sesi modern dan sesi tradisional. Sesi modern, kita melihat Jepang yang modern, jadi beberapa hari kita ada di Tokyo, Harajuku, Akihabara untuk melihat budaya Jepang yang modern. Lalu, sesi tradisional, kita tinggal bersama warga di Nagano dan belajar kehidupan di sana,” jelas Aqil.

University. Ia mengunjungi sekolah animasi Yoyogi Animation School, dekat daerah Harajuku. Di sana, ia diajari cara membuat animasi secara manual. “Jadi kalau buat animasi itu, mereka gambar secara manual, lalu di-scan dan diedit di Photoshop. Bahkan, Photoshop yang mereka gunakan masih Photoshop versi 7.0,” kata Aqil. Ia pun menambahkan bahwa menurut orang Jepang, melalui gambar manual, perasaan seorang animator dapat tersampaikan. Selain cara membuat animasi, Aqil juga belajar mengenai proses produksi animasi, mulai dari sinkronisasi seorang animator dengan dubber.

JANUARI 2016

JENESYS merupakan program dari Pemerintah Jepang dalam rangka memperkenalkan Jepang ke seluruh dunia. Untuk mengikuti program JENESYS, Aqil mengikuti seleksi dari kampus, berupa menulis esai motivasi ke Jepang menggunakan bahasa Inggris. Selain dari ISI Yogyakarta, delegasi JENESYS lalu juga terdiri delegasi dari Binus University, STMIK AMIKOM, Institut Kesenian Jakarta, Institut Teknologi Bandung, Universitas Trisakti, Universitas Katholik Parahyangan, Universitas Negeri Malang, Universitas Tarumanegara, Institut Pertanian Bogor, dan Machiko Manga School yang menjadi perwakilan dari Indonesia.


66 Makan malam di rumah keluarga Honda dalam kegiatan “Homestay�, di mana peserta menginap dan hidup bersama keluarga Jepang di Kampung Aiko, Nagano. Pada hari berikutnya, ia mengunjungi Kastil Jepang, tempat di mana Raja Jepang dan pusat pemerintahan berada.

yang lain berada di keluarga yang berbeda. Di sana, ia mempelajari kehidupan warga di Nagano, Jepang, bahkan ia pun harus berbahasa Jepang dengan keluarga yang ia Lalu, pada hari ke-empat, mulailah ia tumpangi, dan sebaliknya keluarga menikmati tradisi Jepang di Nagano. tersebut berbahasa Indonesia dengan Baginya, Nagano terasa seperti di mereka. Di sana, ia berkeliling Malang, dingin dan banyak villa. Di kebun, belajar melipat futton, lalu sana, ia dan salah satu temannya mempelajari kehidupan di Nagano. tinggal serumah bersama seorang Salah satu pengalaman barunya keluarga di Nagano dan teman-teman adalah menikmati buah melon di


JANUARI 2016

di Indonesia adalah faktor agama, berorientasi kepada dana dan masih minim pesanan dalam suatu studio. Jepang, yang dipercaya sebagai buah yang dihormati. “Buah Melon di Jepang itu sakral, dan memang rasanya benar-benar manis.”

PRAKTISI SENI

67

Lalu, bagaimana dengan kurikulum kampus? Di kampus, menrut Aqil masih ditekankan untuk digital. dari perjalanan ini, kampus mulai sedikit berubah. Animasi lebih Pada hari terakhirnya di Nagano, cenderung ke dua dimensi dan ia dan teman-teman mahasiswa mulai ditekankan pendalaman berkumpul untuk mengucapkan cerita, walaupun animasi masih perpisahan dan berpentas dengan bersifat konvensional. “Di Indonesia, warga sana. “Jadi, kami sebenarnya masih banyak industri kreatif masih bingung mau bagaimana, namun dianggap remeh. Namun, dari ternyata salah satu teman kami perjalanan ini, tidak membuat saya tahu menari Saman, jadi akhirnya di pentas itu kami menari tarian Saman.” patah semangat untuk memajukan Hari berikutnya, ia dan teman-teman industri kreatif di Indonesia. Sekarang mahasiswa berangkat ke Tokyo untuk saya masih berada di komunitas kampus, Oricon, tapi setelah lulus presentasi bersama teman-teman nanti, saya mau ke luar negeri untuk delegasi negara lain mengenai belajar lagi, lalu setelah sukses saya kehidupan mereka di Jepang. akan kembali kerja di Indonesia,” tutupnya. [ae] Perjalanannya ke Jepang mengajarinya beberapa hal, yaitu satu semangatnya untuk memajukan industri kreatif di Indonesia, ketepatan waktu, etos dan semangat kerja serta kebudayaan dan modern yang bersinergi menjadi satu. Menurut Aqil, permasalahan yang kerap kali muncul di industri kreatif


apresieksis

68

Panitia Malam Puncak Anugerah Film Televisi dan Animasi (AFTA) oleh HMJ Televisi.

Wahyudi: Mahasiswa Aktif, Lulus Cumlaude Teks: Vinny Alpiani/ TV 2013

Foto: Dok. Pribadi

Menjadi mahasiswa tentu tidak hanya kuliah saja. Mahasiswa harus aktif di bidang lain untuk menunjang pengetahuan dan untuk menunjang prestasi di luar bidang akademik. Wahyudi merupakan mahasiswa Institut Seni Indonesia Yogyakarta (ISI Yk), Fakultas Seni Media Rekam (FSMR), jurusan Televisi angkatan tahun 2010. Tidak hanya menjadi mahasiswa saja, dia aktif di berbagai organisasi kampus

yaitu sebagai Ketua Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Televisi FSMR ISI Yogyakarta 2012-2013; Tim Redaksi, Editor, dan Reporter Tabloid Shooter FSMR ISI Yogyakarta 2013; Bendahara Kine Klub Kamisinema FSMR ISI Yogyakarta 2011-2012; Divisi Pendidikan HMJ Televisi FSMR ISI Yogyakarta 2011-2012; Seksi Pemutaran Kine Klub Kamisinema FSMR ISI Yogyakarta 2010-2011; dan Ketua Forum Bidik Misi Institut Seni


Selama empat tahun, Wahyudi kuliah dibiayai pemerintah melalui program beasiswa Bidik Misi. Oleh sebab itu, prestasi akademis dan keaktifan dalam beroroganisasi sudah menjadi kewajiban sebagai salah satu bentuk tanggung jawab penerima program beasiswa tersebut. Bagi Wahyudi, memang tidak mudah untuk membagi waktu antara kuliah dan kegiatan lain atau organisasi di kampus. Sering kali dia banyak mengorbankan waktu main atau bergaul dengan teman.

AFTA 2013

Sebagai mahasiswa aktif dalam berbagai kegiatan, Wahyudi memiliki berbagai macam prestasi yang pernah diraihnya selama menempuh kuliah. Prestasi yang pernah dia raih di bidang non akademik yaitu finalis Erasmusindocs International Documentary Film Festival 2013 sebagai Penulis Naskah dan Sutradara, juara II Festival Film Dokumenter Berskala Nasional “Documentary Days FEUI” 2013 sebagai Penulis Naskah dan Sutradara, Ide Cerita Terbaik Festival Film Dokumenter Berskala Nasional “Documentary Days FEUI” 2013 sebagai Penulis Naskah dan Sutradara, Peserta Tim Studi Eksplorasi Industri Kreatif Di Hongkong, Macau, dan Shenzen 2012, serta Juara PRAKTISI SENI

69

Wahyudi memiliki cara sendiri untuk membagi waktu dengan memanfaatkan waktu sebaik mungkin (manajemen waktu yang baik). Wahyudi sering mencatat jadwal kegiatan di buku catatannya.

Selain itu juga, dia harus memiliki prioritas yang harus diutamakan. “Semangat adalah modal utama saya untuk bisa membagi waktu antara kesibukan mengerjakan tugas-tugas kuliah dan kegiatan organisasi atau kegiatan lainnya. Prinsip saya adalah organisasi dan kuliah harus berjalan dengan seimbang jika ingin menjadi mahasiswa yang berkualitas,” tandasnya.

JANUARI 2016

Indonesia Yogyakarta tahun 2010.


70

Panitia seminar sukses menjadi produser Kick Andy Metro TV.

III Lomba Penulisan Artikel Bahasa Inggris 2010.

Mahasiswa Institut Seni Indonesia adalah skripsi penelitiannya yang berjudul “Komparasi Elemen Program Wahyudi juga merupakan Dokumenter Jejak Petualang Trans mahasiswa penerima penghargaan 7 dan 100 Hari Keliling Indonesia Mahasiswa Berprestasi ISI Yogyakarta Kompas TV Pada Episode Raja Terbaik Tingkat Fakultas (2013) Ampatâ€?. Wahyudi merupakan salah dan program Beasiswa Bidik Misi satu mahasiswa yang mengambil (2010-2014). Tidak hanya itu, di penjurusan pengkajian Televisi. masa akhir pendidikannya dia Penelitian tersebut bertujuan untuk menjadi mahasiswa lulusan dengan mendapatkan gambaran gaya atau Predikat Indeks Prestasi Kumulatif tipe, bentuk bertutur, dan struktur Terbaik Institut Seni Indonesia penuturan yang digunakan dalam Yogyakarta (2014). Wahyudi diberi program dokumenter Jejak Petualang piagam penghargaan dari Fakultas Trans 7 dan program 100 Hari Keliling Seni Media Rekam sebagai bentuk Indonesia Kompas TV episode apresisasi kampus. Raja Ampat. Kedua, mengetahui persamaan dan perbedaan program Salah satu penunjang Jejak Petualang Trans 7 dan program kelulusan Wahyudi sebagai 100 Hari Keliling Indonesia Kompas


JANUARI 2016

TV episode Raja Ampat ditinjau dari gaya, bentuk bertutur, dan struktur penuturan. Ketiga, mengetahui alasan terjadinya persamaan dan perbedaan pada program Jejak Petualang Trans 7 dan program 100 Hari Keliling Indonesia Kompas TV episode Raja Ampat ditinjau dari gaya, bentuk bertutur, dan struktur penuturan. Keempat, melihat kreativitas program sehubungan dengan visi dan misi masing-masing stasiun televisi.

Selain itu, program Jejak Petualang Trans 7 menggunakan struktur penuturan tematis sedangkan program 100 Hari Keliling Indonesia menggunakan struktur penuturan kronologis. Program dokumenter 100 Hari Keliling Indonesia Kompas TV episode Raja Ampat sebagai sebuah dokumenter dengan gaya hibriditas. Penggabungan gaya dokumenter merupakan bentuk kreativitas dalam mengemas program televisi. Kreativitas dalam mengemas program dokumenter menjadi tuntutan bagi para kreator program dalam menghadapi fenomana ketatnya persaingan program antar stasiun televisi di Indonesia. Saat ini Wahyudi mengawali karir sesuai dengan bidang ilmu yang dia tekuni selama kuliah dengan bekerja di perusahaan MNC Media penempatan di GLOBAL TV.

PRAKTISI SENI

71

Hasil penelitian Wahyudi menunjukkan persamaan program dokumenter Jejak Petualang Trans 7 dan 100 Hari Keliling Indonesia Kompas TV pada episode Raja Ampat dilihat pada penggunaan gaya, yaitu sama-sama menggunakan gaya atau tipe eksposisi (expository documentary) dan bentuk bertuturnya laporan perjalanan. Perbedaan kedua program tersebut pada episode Raja Ampat adalah program 100 Hari Keliling Kompas TV Indonesia mengkombinasikan gaya eksposisi (expository documentary) dengan gaya performatif (performative documentary) sedangkan program Jejak Petualang Trans 7 hanya menggunakan gaya

eksposisi (expository documentary).


72


Resensi Buku

Indonesia

JANUARI 2016

Mengungkap Identitas Oleh: Fitriana/ Foto 2014 Foto: Sefthian Fahis Satay/ Foto 2013

Judul buku : IDENTITAS DAN KENIKMATAN Politik Budaya Layar Indonesia Penulis: Ariel Heryanto 73

Tahun dan Penerbit: Juni 2015 KPG (Kepustakaan Populer Gramedia), Jakarta Xvi + 350 hal.

Setelah kejatuhan rezim Soeharto di tahun 1998, Indonesia mengalami berbagai perubahan di berbagai bidang, seperti peningkatan politik islami yang belum pernah sedashyat belakangan ini, perdebatan publik tentang pelanggaran HAM di masa

lalu, perpecahan berkepanjangan di kalangan elite politik, bangkitnya kekuatan ekonomi Asia, serta revolusi komunikasi digital yang disambut secara bergairah oleh kaum muda. Hal ini sebagian besar disebabkan oleh kebebasan yang mulai dijamin oleh Undang-Undang. Kiranya, inilah sorot dan kajian utama yang dibahas secara rinci dan runut oleh PRAKTISI SENI


74

Ariel Heryanto dalam bukunya yang berjudul “Identitas dan Kenikmatan; Politik Budaya Layar Indonesia�. Ariel menampilkan secara jelas bagaimana sebuah film sekaliber Ayat-Ayat Cinta yang diadaptasi dari novel laris karya Habiburrahman El Shirazy dengan judul yang sama ternyata masih membuahkan pro-kontra tersendiri di kalangan masyarakat, juga bagaimana etnis Tionghoa yang telah menjadi korban kebijakan dengan bau diskriminatif dalam waktu yang panjang perlahan melahirkan kontradiksi baru ketika drama Meteor Garden asal Taiwan populer pada tahun 2001. Asianisasi kembali merebak ketika K-Pop asal Korea Selatan menjadi magnet bagi kaum muda di berbagai kalangan, hingga menciptakan fenomena beru seperti flash mob, cover dance, dan sebagainya. Di bab terakhir, Ariel memaparkan penelitiannya atas budaya kampanye pada masyarakat awam, di mana ketika rezim Orde Baru menancapkan cakar di Indonesia, masyarakat dibuat seolaholah mendukung berbagai partai yang ada, namun pada akhirnya hanya memilih partai Soeharto. Ia juga mengangkat di era Reformasi, kala seluruh lapisan masyarakat

bebas berpartisipasi dalam pemilu, masyarakat yang masih sangat awam dengan kampanye politik menggunakan berbagai macam cara unik demi eksistensi dirinya, seperti pengemudi ojek asal Sragen yang tinggal di Jakarta, Agus Suwarno, berkeliling Indonesia dengan sepeda motornya untuk memperlihatkan dan menarik dukungan terhadap partai Gerindra. Enteng Sanjaya, yang dijuluki “Manusia Contreng�, mengecat seluruh badannya dengan warna kuning dan putih sesuai kertas suara. Hudi Yusuf juga melakukan kampanye tunggal atas dirinya dengan memakai kostum superhero. Buku ini memuat kompleksitas yang beragam terhadap identitas bangsa Indonesia di era setelah kejatuhan Orde Baru. Selain isu-isu di atas, Heryanto juga memaparkan representasi tragedi 1965-66, politik jalanan, islamisasi kaum muda di perkotaan, hingga isu-isu tersebut saling terkait dan membuka wawasan baru. Buku ini cukup berat, sangat dianjurkan bagi semua orang yang ingin memahami budaya pop di Indonesia, mahasiswa, budayawan, ilmuwan, juga para penggiat kajian budaya di tingkat Indonesia dan Asia Tenggara. [ae]


Resensi Karya JANUARI 2016

Sumur Miring Oleh: Bio Andaru/ Patung 2012 Foto: Sefthian Fahis Satay/ Foto 2013

75

Adalah sebuah karya seni yang terbuat dari batu bata, pasir, semen, besi, dan katrol. Apa yang terpikirkan oleh kita, sebuah karya seperti apa yang tercipta oleh material tersebut? Ada beberapa karya seni rupa yang terpasang di lingkungan terbuka Institut Seni Indonesia (ISI Yogyakarta) Yogyakarta. Patung “Putra Sang Fajar” karya Edhi Sunarso yang terletak di pintu gerbang utama ISI Yogyakarta, patung “Jago” karya Yusman, patung “RJ Katamsi”, relief karya Entang Wiharso yang terpasang pada dinding Concert Hall serta karya-karya seni lainnya. Namun,

ada satu karya yang paling berkesan, terasa dekat dengan masyarakat dan telah menjadi sebuah ikon serta penanda yang penting dalam kehidupan masyarakat, terutama Dusun Prancak, tempat Institut Seni Indonesia Yogyakarta itu didirikan. Ialah Sumur Miring. Sumur Miring, begitu masyarakat menyebutnya. Sebuah karya seni yang terpasang tepat di sebelah utara Plenkung UPT (Perpustakaan & Galeri Katamsi). Karya ini dibuat pada tahun 2004 oleh Andi Sules, seorang PRAKTISI SENI


76

mahasiswa ISI Yogyakarta kelahiran magelang 1973. Tentu bukan perkara mudah untuk membuat sebuah karya tiga dimensional berkonstruksi miring. Diperlukan konsep serta pengetahuan akan konstruksi yang matang. Dengan menyusun batu bata yang direkatkan dengan campuran pasir dan semen akani karya permanen, tentu akan bertahan cukup lama karena terbuat dari material yang tahan cuaca. Sumur Miring merupakan sebuah karya seni patung monumental. Sumur ini tidak berdiri tegak melainkan pada posisi yang tidak seimbang. Kata kunci seimbang ini mengingatkan kita akan ketidakseimbangan kondisi alam, terutama pada permasalahan air. Sebuah dusun yang terus menerus tumbuh subur pembangunan rumahrumah pemukiman membuat sumber mata air berkurang. Terutama di dusun Prancak sendiri. Saat ini, beberapa sumber air dari sumur telah memiliki rasa dan tidak layak untuk dikonsumsi. Hal ini banyak dirasakan oleh beberapa warga maupun mahasiswa yang tinggal di dusun tersebut. Memiliki tiga mata katrol. Satu di antaranya menghadap ke langit sedangkan yang dua menghadap ke bumi. Ini adalah sebuah gambaran

bagaimana semakin berkurangnya mata air bersih, membuat banyak orang memanfaatkan sedikit air. Satu mata air dieksploitasi sampai habis hingga akhirnya menunggu mata air yang datang dari langit. Namun begitu, ini hanyalah sebuah anganangan ataupun interpretasi dari sebuah karya seni, entah itu akan terjadi ataupun justru sebaliknya. Sampai saat ini Sumur Miring masih berdiri, namun kondisi fisik sudah mulai mengalami keausan. Beberapa sambungan batu bata telah bergeser akibat dari ketidakseimbangan gaya tarik atau gaya dorong yang tidak seimbang. Di samping itu karya ini tidak terawat layaknya karya-karya lain yang terpasang di dalam lingkungan ISI Yogyakarta. Diperparah lagi, karya ini telah menjadi korban pemasangan iklan ilegal yang dipasang oleh orang yang tak bertanggung jawab. Sayangnya memang sampai saat ini ISI Yogyakarta belum memiliki badan khusus mengenai restorsi karya seni. Karya Sumur Miring adalah sebuah karya seni publik yang mestinya terjaga dengan baik oleh masyarakat dan khusunya oleh civitas akademika Institut Seni Indonesia Yogyakarta. [ae]


Resensi Film

mendiang ayah.

PRAKTISI SENI

77

Konflik dan isu yang dibangun cukup sederhana namun mengesankan. Meski demikian, film yang diproduksi pada tahun 2015 ini dapat membius penonton melalui kualitas peran para pemainnya. Pemilihan Anis Astriana sebagai Alisa Oleh : Arami Kasih/ TV 2014 dan Nani sebagai sang ibu, rupanya merupakan sebuah “Kamulah keputusan tepat. Satu-Satunya” Tidak hanya merupakan sebuah itu, Tegar Dyon film pendek Muhammad berdurasi 11 menit. yang berperan Film ini dibuat sebagai editor dengan tujuan juga melakukan pemenuhan tugas tugasnya dengan akhir semester Kamulah satu-satunya cukup baik mahasiswa jurusan sebagai penunjang. Televisi angkatan 2014, Fakultas Seni Media Rekam, Orang-orang yang terlibat dalam Institut Seni Indonesia Yogyakarta. pembuatan film ini masih terhitung Disutradari oleh Adina Iffah baru dalam dunia perfilman. Izdihar, film ini berkisah mengenai Karya film Kamulah Satu-Satunya seorang anak yang berusaha merupakan karya yang boleh memenuhi keinginan ibunya untuk dikatakan, ‘Perdana’. Oleh karena menjadi seorang dokter. Alisa (tokoh itu, jika dinilai dari segi teknis karya utama dalam cerita) melakukan ini masih memiliki banyak sekali segala daya dan upaya dalam kekurangan. Meski demikian, film memenuhi keinginan tersebut. yang diproduseri oleh Asik Zaimu Sementara, sang ibu berkaliNurotin ini layak ditonton. Terutama kali mengingatkan bahwa Alisa bagi anda yang berkecimpung merupakan harapan satu-satunya. di dunia Seni Media Rekam. Bagi Menurut perempuan setengah baya mahasiswa baru jurusan televisi, tersebut, anak semata wayangnya film ini dapat dijadikan salah satu itu juga harus sukses seperti sang referensi yang menginspirasi. [ae]

JANUARI 2016

“Kamulah Satu-satunya”, “Sederhana namun Mengesankan”


78


JANUARI 2016

79

PRAKTISI SENI


80


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.