K
BULETIN
KONTEMPORER EDISI #14 | MEI 2018
DIPERBUDAK AKREDITASI tampak mata Reakreditasi: Mahasiswa Tidak Mau Ditunggangi 3 | inter upsi Seputar Akreditasi Kampus 6 | pent ing Skenario Persiapan Akreditasi 8 | sikat Studio Diskom Jadi Laboratorium Despro, untuk Akreditasi? 11 | jujur Mahasiswa Berbicara 14 | isu Demi Akreditasi, Prodi Despro Memamerkan Bukan Karya Mahasiswa 16 | isu Lulus Dipermudah, Otoritas Siapa? 18 | ironi 20 | kirimanmu Mahasiswa Diperbudak Kampus 21 | komik 24
K
2
KON T E M P OR E R
GORESAN PENA
Salam Redaksi! menunggangi mahasiswanya demi reakreditasi kampus,
Kepedulian kita terhadap institusi tempat kita menimba ilmu, ditunjukan dengan cara mengingatkan birokarasi
yang terjadi pada tanggal 23 April 2018 lalu. Kedua, terkait
kampus yang lalim terhadap mahasiswanya. Memberi
sengketa ruang antara jurusan Diskom dan Despro, yang
kritik dan saran, sudah menjadi tanggung jawab seorang
berkaitan juga dengan akreditasi jurusan Despro. Ketiga,
mahasiswa, yang digadang-gadang menjadi agen perubahan.
isu jurusan Despro yang mengunakan bukan karya
Tetapi tidak banyak mahasiswa yang berani mengungkapkan
mahasiswanya demi akreditasi. Di edisi kali ini memuat
kritik dan saran tersebut. Ada banyak faktor yang membuat
sembilan rubrik, yang kebanyakan mengangkat tentang
mahasiswa diam, acuh, bahkan tidak peduli sama sekali
akreditasi jurusan hingga institut.
terhadap apa yang terjadi di lingkungan institusinya. Isu yang membuat keresahan mengenai akreditasi dikalangan mahasiswa kami rangkum dalam buletin ini.
Kami sebagai lembaga pers mahasiswa yang independen, selalu berusaha menjadi penengah antara mahasiswa dan
Tak lupa dengan klarifikasi yang jelas dari pihak yang
institusi, berusaha mencari informasi yang dibutuhkan
bersangkutan, disertai dengan ilustrasi-ilustrasi satir yang
mahasiswa, mencari klarifikasi isu-isu yang beredar di
mengena. Selain itu, kami juga menambahkan infografik
lingkungan kampus. Berusaha menjadi wadah aduan
tentang kepuasan mahasiswa terhadap institut, dan
mahasiswa, tanpa intervensi dari institut, dan sebagai
tanggapan-tanggapan mahasiswa tentang pelayanan,
lembaga pers yang menaati kode etik jurnalistik.
fasilitas, dan tenaga pengajar yang menunjang pembelajaran mahasiswa.
Pada buletin edisi ke 14 ini, kami memutuskan untuk Redaksi
mengangkat tema tentang “Akreditasi” dengan beberapa pertimbangan. Pertama, merespon adanya indikasi institusi
PUNGGAWA KONTEMPORER P e lindung :
E ditor :
D rs . A nusapati , MFA.
E ka A rie f S etyawan / F ilm
Foto g rafe r : dan
TV 2015
K hoirul A nam / Tata K e lola S e ni 2014 P e mbina :
M iftachul A rifin /F ilm
dan
L u ’ lu Farhatul A maniyah / D e sain P roduk 2016 D ina A sviana / D e sain P roduk 2017
TV 2015
I G e de A rya S ucitra , S.S n ., M.A.
L ayoute r : R e porte r :
A de Yo ga Fahrur R o chman / K riya 2016
P e mimpin U mum :
A de Yo ga Fahrur R o chman / K riya 2016
Yuni R atna S ari D ewi / D e sain P roduk 2016
A hmad I bnu A mar / D e sain P roduk 2017
K ontributor :
C itra C onde S i styoayu / L uki s 2016
A.K/ M ahasi swa FSR
S e kretari s :
F lore ntina K ri santi A.G./ M usik 2016
L u ’L u ’ Farhatul A maniyah / D e sain P roduk 2016
David G anap/ Tata K e lola S e ni 2014
D i stributor
I d ’ dha Parta D riasmara / F ilm
K antoko S atmo N ug roho / S e ndratasik 2015
dan
TV 2017
dan
P e rcetakan :
B e ndahara :
I nsan S hole h N ug roho / DKV 2015
R eva Vi si B ang sa / D e sain P roduk 2016
K arina D evi S araswati / D e sain P roduk 2016
A lamat :
K hoirul A nam / Tata K e lola S e ni 2014
UKM L e mbaga P e rs M ahasi swa P re s si si
P impinan R e daksi :
L u ’ lu Farhatul A maniyah / D e sain P roduk 2016
G e dung S tude nt C e nte r
K hoirul A nam / Tata K e lola S e ni 2014
M. H utomo S yahputra / L uki s 2017
I nstitut S e ni I nd one sia Yo gyakarta
N eo K aspara Widiastuti / F ilm
dan
TV 2016
Jalan Parangtriti s KM. 6,5 S ewon , B antul ,
R e daktur P e laksana :
R eva Vi si B ang sa / D e sain P roduk 2016
Yo gyakarta 55188, I nd one sia
K arina D evi S araswati / D e sain P roduk 2016
R ina S ari / Teate r 2017
K ontak :
K e pala D ivi si Foto g rafi :
I lustrator :
Face b o ok : LPM P re s si si
A di A rdiyansyah / G rafi s 2012
A di A rdiyansyah / G rafi s 2012
E- mail : R e daksi @ lpmpre s si si . com
C itra C onde S i styoayu / L uki s 2016
I nstag ram : @ lpmpre s si si
K e pala D ivi si I lustrasi :
M. H utomo S yahputra / L uki s 2017
L ine @: @ xkx 2666 m
A di A rdiyansyah / G rafi s 2012
D ina A sviana / D e sain P roduk 2017
We b : L pmpre s si si . com
3
B U L E T I N KON T E M P OR E R
TAMPAK MATA
REAKREDITASI : MAHASISWA TIDAK MAU DITUNGGANGI Teks: David Ganap / TKS 2014 dan Id’dha Parta Driasmara / Film dan TV 2017 Ilustrasi: Adi Ardiyansyah/ Grafis 2012
“Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi mendorong pihak kampus untuk melakukan reakreditasi. Menanggapi kesempatan ini, benarkah birokrasi kampus menunggangi mahasiswa demi kepentingan nilai akreditasi?” Tahun 2018 menjadi momentum bagi segenap
diberikan pada saat pengarahan dari pihak kampus
masyarakat kampus untuk berbenah diri. Pada
pada Kamis (19/4). Delegasi tersebut diketahui hanya
Senin (23/4) lalu, Badan Akreditasi Nasional
berasal dari pilihan pihak kampus untuk mewakili,
Perguruan Tinggi (BAN-PT) mengutus tim asesor
seperti: Badan Eksekutif Mahasiswa Institut (BEMI),
untuk meninjau kembali performa kampus ISI dari
Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas,
berbagai aspek. Umumnya, akreditasi perguruan
Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ), dan juga Unit
tinggi dilaksanakan setiap 5 tahun sekali. Drs.
Kegiatan Mahasiswa (UKM) yang tersebar di tiga
Anusapati, MFA selaku Pembantu Rektor III
fakultas.
menerangkan bahwa ISI mendapat kesempatan spesial untuk membenahi diri, terlepas dari tenggat
Pengarahan dilakukan oleh rektor ISI Yogyakarta
waktu tersebut. Hal ini dimungkinkan terlaksana
bersama para pembantunya, pada Kamis (19/4).
atas inisiatif pemerintah sendiri, melalui Direktorat
Pihak kampus meminta perwakilan mahasiswa
Jenderal Pendidikan Tinggi. Beberapa institusi yang
menjawab pertanyaan dari asesor dengan jawaban
dinilai berpotensi untuk meningkatkan nilainya,
baik dan sangat baik, jangan sampai cukup dan
diberi bimbingan teknis terkait reakreditasi.
kurang. “Kalau ditanya yang jelek-jelek, itu jangan diomongin. Kalau ditanya kekurangan, jawab aja
Menyambut momentum reakreditasi kampus,
sudah cukup bagus,” terang salah satu mahasiswa
sejumlah mahasiswa diundang menjadi perwakilan
terkait isi pengarahan tersebut. Ketika hendak
agar dapat dimintai keterangan oleh tim asesor
diklarifikasi terkait kebenaran dari isi pengarahan
yang diadakan pada Senin (23/4) lalu. Tetapi
ini, rektor melalui sekretarisnya, Bu Endah, menolak
sebelum proses reakreditasi dilakukan, pihak
dengan alasan masih mempunyai tanggungan kerja.
kampus mengadakan pengarahan, dengan tujuan
“Kegiatan Pak Rektor masih banyak. Dari pagi beliau
menyatukan suara para mahasiswa, agar sependapat
ikut senam, lalu pameran, dan baru saja selesai
ketika menjawab pertanyaan dari asesor. Dari
rapat. Sekarang masih harus nandatangani dokumen
sumber yang diperoleh, undangan tersebut datang
segini…”, jelas Bu Endah, sambil memperagakan
melalui pesan WhatsApp dari Khairully Nursita
banyaknya dokumen dengan kedua tangannya.
Sari, S.Kom. bagian Minat, Penalaran, dan Informasi Kemahasiswaan (MPIK) dan Biro Administrasi
Sebelumnya terkait isu tersebut, tim riset Pressisi
Akademik, Kemahasiswaan, Perencanaan dan Sistem
akhirnya sempat mencari dan mempublikasi data
Informasi (BAAKPSI), surat undangan resmi baru
statistik terkait pelayanan dan fasilitas yang ada di
4
B U L E T I N KON T E M P OR E R
Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta, pada Selasa
infografik yang diterbitkan Pressisi, terlihat
(24/4) di laman resmi lpmpressisi.com. Data tersebut
beberapa kutipan yang menyinggung
diperoleh melalui kuesioner yang disebarkan
keramahtamahan staf, hingga mutu prasarana
kepada 75 responden. Para responden merupakan
kampus yang mulai ketinggalan zaman. “Di jurusan
mahasiswa yang berasal dari tiga fakultas yang
saya (red-animasi), peralatannya sangat terbatas.
berada di kampus, meliputi Fakultas Seni Rupa
Apalagi, Lab. Film tidak terurus dengan baik.
(FSR), Fakultas Seni Pertunjukan (FSP), dan Fakultas
Banyak unit personal computer yang tidak layak
Seni Media Rekam (FSMR). Hasil dari kuesioner
pakai karena kinerjanya sangat lambat,” terang salah
menunjukkan bahwa kepuasan mahasiswa terhadap
satu mahasiswa yang identitasnya dirahasiakan.
pelayanan dan fasilitas; 8% = Sangat Baik, 24% =
Di lain kutipan, ada pula mahasiswa yang
Baik, 30,7% = Cukup, dan 37,3% = Kurang. Untuk
mempersoalkan fenomena akreditasi. Menurutnya,
keterlibatan mahasiswa dan dosen dalam proses
menjelang puncak proses akreditasi berbagai
belajar dan mengajar; 10,7% = Sangat Baik, 41,3% =
fasilitas dibenahi, diperbaiki demi kemudahan
Baik, 36% = Cukup, dan 12% = Kurang.
mahasiswa. Di luar momen tersebut, “Yaa bodo amat kualitasnya bagaimana,” tulisnya. Hal tersebut, terindikasi bahwa melalui pengarahan yang diselenggarakan, birokrasi kampus menunggangi mahasiswa demi kepentingan nilai akreditasi. Pembantu Rektor I, Prof. Dr. I Wayan Dana, SST., M.Hum. membenarkan adanya pengarahan tersebut. Beliau menjelaskan, “Ada istilahnya ideologi yang keras, supaya tidak sampai itu yang menjadi jelmaan ketika diwawancarai.” Ia menambahkan, bahwa mengkritisi lembaga tempat kita belajar itu sah-sah saja. Maka dari itu, dalam pengarahan yang diadakan pihak kampus, mahasiswa diberi rambu-rambu agar tidak keluar dari koridor. Meski pengarahan tersebut dilakukan dan
Dari kesimpulan data yang diperoleh, sebagian
diinstruksikan oleh rektor bersama para
besar mahasiswa puas dengan sistem pengajaran
pembantunya langsung, delegasi mahasiswa tetap
dan tenaga pengajar, tetapi dalam hal pelayanan
berani menjawab apa adanya di depan asesor
dan fasilitas, tingkat kepuasan mahasiswa sebagian
BAN-PT pada Senin (23/4) lalu. Mereka tetap
besar cukup puas bahkan kurang. Disinyalir bahwa
menyuarakan kegelisahan masing-masing terkait
hal ini lah yang menyebabkan rektorat berasap
fasilitas, pelayanan, hingga sarana-prasarana
pada reakreditasi kampus, Senin (23/4) lalu (baca:
kampus, dengan kelebihan dan kekurangan masing-
lpmpressisi.com/reakreditasi-membuat-rektorat-
masing. Salah satu mahasiswa berujar, “Menurutku
berasap).
itu (pengarahan) masih normal, selama tidak ada ancaman terhadap para mahasiswa, seperti ‘jika
Serbuan kritik dari mahasiswa bermunculan terkait pelayanan birokrasi kampus. Dalam
enggak begini, akan dibegitukan’ atau semacamnya. Itu masih sah-sah saja.”[k]
5
B U L E T I N KON T E M P OR E R
Infografik: Khoirul Anam/Tata Kelola Seni 2014 dan Karina Devi Saraswati/Desain Produk 2016
K
6
INTERUPSI
KON T E M P OR E R
INTERUPSI
Seputar Akreditasi Kampus Teks: Insan Sholeh Nugroho/DKV 2015 dan Neo Kaspara/ Film dan TV 2016
Wawancara dengan Rio Rista Aditya, Kriya 2015. Perwakilan mahasiswa peserta National University Debate Championship (NUDC) dalam briefing mahasiswa menjelang akreditasi.
Apa respon pribadi terkait akreditasi?
dan informasi tentang info dasar mengenai tujuan akreditasi ke depannya untuk institusi, yang juga
Sangat kaget akan bagaimana proses penilaian
akan mempengaruhi orang-orang yang ada di bawah
akreditasi itu sendiri. Dari awal hingga akhir yang
institusi itu. Ada rencana yang dapat diperkirakan
saya rasa masih harus dibenahi bukan dari kampus
hasilnya, jadi saya setuju karena spontanitas itu
atau institusinya, tapi dari sistem penilaiannya itu
fleksibel.
sendiri. Menurutmu sudahkah pelayanan kampus Apa saja hal yang dibahas detail dalam rapat
memuaskan mahasiswa?
akreditasi tempo lalu? Sangat memuaskan! Dari nilai pribadi sangat Hal detail hanya berupa pertanyaan dan kesiapan
terpuaskan!
kita meningkatkan berbagai fasilitas dan hal-hal basic mengenai ISI Yogyakarta sendiri. Apa pendapatmu seputar tanggapan miring isu kemarin?
Bagaimana saranmu mengenai hal itu? Mencoba lebih baik dengan mungkin satu tambahan, yaitu kekuatan koneksi kampus dengan mahasiswa yang lebih dipererat, karena saya merasa
Saya tidak tahu detailnya, tapi saya rasa ISI pasti
hubungannya masih berjarak.
berusaha yang terbaik ya, buat mendapatkan akreditasi yang diinginkan. Jadi apa yang kita dapat
Harapan untuk kampus?
sesuai apa yang bisa kita lakukan dan berikan ke society, khususnya masyarakat ISI Yogyakarta.
Semoga kampus ini bisa memberikan dan menjadi sebuah perwakilan dan bentuk pelopor institusi
Menurutmu, perlukah adanya pengarahankepada mahasiswa sebelum bertemu dengan asesor?
pendidikan seni yang maju dan modern. Walau bertradisi, namun dapat berevolusi menjadi sebuah bentuk seni yang tidak hanya beberapa kelompok
Well, aku rasa perlu. Karena dalam hal ini diperlukan pengarahan yang juga memberi arah
yang tahu, tapi semuanya dapat menikmati dan ikut berpartisipasi.
7
B U L E T I N KON T E M P OR E R
Wawancara dengan Prof. Dr. I Wayan Dana, SST., M.Hum., selaku Pembantu Rektor I.
Apa respon pribadi Anda terkait akreditasi?
–red) memberikan berbagai masukan. Baru setelah itu kita diikutkan Bintek kedua. Bintek kedua kita
Akreditasi itu kan memang peraturannya pemer-
lengkapi lagi yang kurang-kurang sampai akhirnya
intah. Jadi baik institusi maupun program studi se-
kita mengundang Tim Bintek-nya lagi untuk melihat
bagai pengakuan publik, secara manajemen memang
pencapaian-pencapaian baru.
sudah menjalankan, istilahnya standar satu sampai tujuh sesuai peraturan pemerintah. ISI Yogyakarta kan perguruan tinggi berbentuk Satuan Kerja
Pernahkah ada kendala tertentu dalam pencapaian akreditasi?
(Satker). Jadi harus mengikuti peraturan dari berbagai kementerian yang terkait dengan pengelolaan manajemen perguruan tinggi.
Kalau kendala ya banyak, enggak cuma tertentu. Salah satunya sumber daya manusia. Misalnya dosen Desain Produk (Despro), kita butuh paling
Apa perkembangan yang bertambah baik dari akreditasi saat ini?
tidak ada enam orang yang memiliki kualifikasi di bidang tersebut. Kita sudah mengirim perwakilan ke Jakarta. Diberi persetujuan ikut seleksi, ternyata
Peningkatannya itu tentu kita sudah berusaha
tidak lolos seleksi tes potensi akademiknya. Otoma-
mengarah ke integrasi semua unsur. Kalau laporan
tis kita enggak punya dosen berkualifikasi Despro.
kemahasiswaan sendiri-sendiri, laporan akade-
Itu belum soal sumber daya manusia dari pelayanan
miknya sendiri-sendiri, laporan keuangan sendiri-
pendidikannya. Kalau semua harus terintegrasi
sendiri, orang (kalau –red) baca secara general kan susah?! Tapi kalau laporannya terintegrasi melalui akses yang mudah, seperti web yang bisa dibuka oleh orang yang memang memerlukan informasi, jadi bisa mempermudah monitoring lalu mengambil langkah-langkah oleh pimpinan untuk meningkatkan sebuah kinerja.
“.....diperlukan pengarahan yang juga memberi arah dan informasi tentang info dasar mengenai tujuan akreditasi ke depannya untuk institusi.�
Kalau boleh tahu, langkah-langkah apa saja yang perlu dicapai untuk menempuh kenaikan akreditasi? Kita mengikuti tahap Bimbingan Teknis (Bintek). Itu dua kali kita ikut di tahun 2017. Bintek pertama
berarti kan harus memakai teknologi. Yang kurang paham teknologi itu kan ya menghambat juga.
di Bali, kemudian kedua di Bandung. Ketika di Bali, kita sudah mengimplementasikan penyusunan isian
Bagaimana saran Anda mengenai hal itu?
kebutuhan-kebutuhan. Setelah itu kita undang Tim Bintek-nya untuk melihat hasil yang telah kita
Ya kita tetap berusaha meningkatkan sumber daya
capai dari progres Bintek pertama itu. Terus datang
manusia, dosen. Kita ikutkan berbagai penataran
orang dari ITS (Institut Teknologi Sepuluh November
dan workshop.
8
B U L E T I N KON T E M P OR E R
han-pelatihan, atau mengikutkannya ke studi ke jenApa yang memuaskan dari pelayanan kampus kita?
jang berikutnya. Juga dengan penelitian-penelitian. Penelitian bagi dosen muda maupun senior. Termasuk mahasiswa yang berprestasi, kita juga ajukan ke
Pelayanan bisa lebih cepat. Kalau dulu kita urus
jenjang berikutnya. Tetap kita lihat prestasi-prestasi
berbagai surat sampai seminggu, kalau sekarang
itu untuk memberikan reward kepada berbagai unit
urusan yang seperti itu bisa serentak, cukup dua
yang mendukung itu.
atau tiga hari. Harapan untuk kampus? Adakah penghargaan-penghargaan tertentu yang berkaitan dengan meningkatnya akreditasi kam-
Baik dari saya maupun pengelola di sini, semakin
pus?
hari lembaga ini menjadi semakin baik di dalam prestasinya di tingkat nasional maupun interna-
Ya, kalau itu jelas kita mendorong dosen untuk segera menaikkan pangkatnya. Dengan mengikut-
sional. Juga secara pengelolaan ini semakin memberi manfaat bagi stakeholder kita.[k]
kannya seminar-seminar, mengikutkannya pelati-
PENTING
Skenario Persiapan Akreditasi Teks: Khoirul Anam/Tata Kelola Seni 2014 Ilustrasi: Dina Asviana/ Desain Produk 2017
“Program Studi (Prodi) Desain Produk (Despro) Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta, pada tanggal 18 dan 19 Mei 2018 lalu menjalani proses akreditasi. Seperti kasus reakreditasi institut, pihak prodi juga mem-briefing beberapa mahasiswa guna mempersiapkan jawaban dari asesor.� Mahasiswa yang dipilih untuk melakukan
berlokasi di Lobi Gedung Despro. Sementara
wawancara dengan asesor memiliki keaktifan
wawancara antara mahasiswa dengan asesor
baik, kritis, dan mampu berdialog dengan lancar.
dilakukan di Perpustakaan Despro pada hari
Beberapa mengaku ada yang mendapat pengarahan
selanjutnya. Sebelumnya, Despro belum memiliki
via WhatsApp, berupa pertanyaan yang akan
perpustakaan pribadi atas nama prodi. Dari sumber
diajukan asesor beserta jawabannya. Briefing
yang didapat, perpustakaan tersebut baru disiapkan
tersebut dilaksanakan Hari Kamis (17/05) dan
ketika prodi akan diakreditasi. Mengindikasi isu
9
B U L E T I N KON T E M P OR E R
tersebut, Pressisi menelusuri kebenarannya melalui
dirahasiakan namanya mengungkapkan keresahan
berbagai sumber.
pada Pressisi, bahwa dia ingin menuturkan kekurangan yang dimiliki jurusannya kepada asesor.
Mengenai mahasiswa yang diberi pengarahan
Namun, dirinya mengurungkan niat tersebut,
lewat aplikasi WhatsApp, salah seorang di
karena ditakutkan berdampak buruk pada penilaian
antaranya mengaku mendapat kiriman dari
akreditasi. Akreditasi A dan B memungkinkan
temannya. Teks berisi pertanyaan dan jawaban
mahasiswa untuk melanjutkan S-2 di luar institut,
yang kira-kira akan ditanyakan asesor tersebut
baik dalam maupun luar negeri. Sedagkan akreditasi
dibuat oleh mahasiswa, untuk mahasiswa yang
C tidak memperkenankan lulusan mahasiswa
tidak datang ketika briefing. Pressisi berhasil
untuk melanjutkan S-2 di luar institut dalam negeri
menemukan salah seorang yang membuat kiriman
(UGM, ITB, dll), hanya dapat melanjutkan studi S-2
tersebut. Mahasiswa berinisial KT ini menuturkan
di Pascasarjana ISI Yogyakarta / di institut luar
hal yang sebenarnya, “Cuma menyampaikan hasil
negeri. Akan tetapi, jika prodinya mendapat status
briefing, tapi ternyata berbanding terbalik 180 derajat pas diskusi. Jadinya just informat ion aja,” terangnya. Menangkap pembicaraan bersama KT, dialog antar asesor dan mahasiswa berjalan di luar dugaan. Ulfri (20), salah seorang dari delegasi mahasiswa mengungkapkan perasaan setelah menjalani proses wawancara. “Lancar dan terbuka satu sama
A tanpa meningkatkan sarana
“...dia ingin menuturkan kekurangan yang dimiliki jurusannya kepada asesor. Namun, dirinya mengurungkan niat tersebut, karena ditakutkan berdampak buruk pada penilaian akreditasi...... Akan tetapi, jika prodinya mendapat status A tanpa meningkatkan sarana prasarana dan kualitas tenaga pengajarnya, dirinya lebih khawatir akan hal tersebut.”
prasarana dan kualitas tenaga pengajarnya, dirinya lebih khawatir akan hal tersebut. Drs. Baskoro Suryo Banindro, M.Sn. selaku Kepala Prodi Despro sekaligus dosen yang mem-briefing para mahasiswa tidak bisa ditemui tim Pressisi. Wawancara dilakukan melalui sekretarisnya, Dra. RAMM Pandansari Kusumo, M.Sn. yang kemudian mengklarifikasi hal tersebut. “Mereka (mahasiswa –red) sudah tahu jawabannya. Dari pertanyaan yang seperti
lain,” katanya. Salah
itu otomatis jawabannya
seorang mahasiswa
pun seperti itu. Jadi bukan
lain penerima
mereka disuruh jawab seperti
kiriman tersebut yang tidak bisa disebut namanya,
kehendak kami. Itu namanya disetir,” tegasnya.
mengklarifikasi bahwa dirinyalah yang meminta sendiri untuk dibagi. Alasannya, karena butuh persiapan dan ingin mengetahui isi dari briefing.
Di lain sisi, mahasiswa diminta untuk mengatakan bahwa prodi ini telah memiliki modul, yang realitanya mereka tidak mendapatkan barang
Hal ini menimbulkan pertanyaan, apakah pihak
tersebut dari kebanyakan dosen. “Bicara mengenai
prodi terlalu memaksakan delegasi mahasiswa untuk
dosen memberikan modul atau tidak, kalau Pak
terlihat sempurna demi kepentingan akreditasi.
Bas (panggilan akrab Baskoro) sendiri memberikan
Ketika ditemui di lain waktu, KT mengatakan,
(modul –red), sementara dosen lain tidak. Dan
“Dialognya wajar. Kalau kita berpikir dosen kurang
dari omongan beliau (ketika briefing –red), aku
kompeten mengajar kita, itu karena mereka
menganggapnya kita disuruh menggeneralisasi
menerapakan Team Teaching, yang tiap makulnya
bahwa kita dapat (modul –red), dan lagipula Pak Bas
berisi kerja sama dan diskusi.” Mahasiswa lain yang
merupakan dosen yang berkompeten,” kata Agatha
10
B U L E T I N KON T E M P OR E R
(21), mahasiswi berprestasi Despro angkatan 2015.
akan diambil lagi. Perpustakaan ini bukan diadakan
Dirinya mengungkapkan bahwa sebelum memulai
hanya untuk akreditasi,” tegasnya kemudian.
dialog dengan mahasiswa, salah seorang perwakilan dari pihak asesor sudah berkata, “Saya akan menilai,
Agatha serta dua mahasiswa angkatan 2017, Ulfri
semoga saja memang tidak disuruh menjawab yang
(20), dan Yoti (18), tidak merasa ditunggangi. Justru
bagus-bagus sama dosennya,” katanya kemudian
proses wawancara bersama asesor pada Jumat
sembari menirukan perkataan asesor kala itu. “Di
(18/05) lalu berjalan mulus dengan jawaban apa
situ aku berpikir hal seperti itu sepertinya sudah
adanya. Kepada Pressisi dalam waktu wawancara
biasa.”
yang berbeda-beda, mereka seakan satu suara bahwa adanya briefing itu memang diperlukan
Beberapa fasilitas Despro juga muncul baru-baru
agar delegasi mahasiswa siap dan pembicaraannya
ini seperti laboratorium, galeri, dan salah satunya
terarah. “Briefing-nya enjoy. Kami pun tidak grogi
perpustakaan. Fasilitas ruangan disinyalir muncul
satu sama lain. Antara pertanyaan dan jawaban
demi kepentingan status akreditasi. Dari sumber
yang diajukan tidak ada yang menyudutkan,” kata
yang didapat, buku-buku di perpustakaan bukan
Ulfri. Dalam sesi yang berbeda, Agatha berujar,
hak milik jurusan, melainkan milik para dosen
“Ketika kita dimintai saran, kita nggak ada sama
yang meminjamkannya. Ketika akreditasi selesai,
sekali yang bisa jawab. Kok saran aja kita nggak
buku-buku tersebut akan diminta kembali oleh
bisa ngasih jawaban.” Sementara Yoti mengatakan,
pemiliknya. Pandansari Kusumo menyangkal isu
ketika asesor menanyakan perihal fasilitas, delegasi
tersebut. “Perpustakaan itu kita sempat kesulitan
mahasiswa menjelaskan fasilitas apa saja yang
mencari buku-buku, dan dari dosen ternyata punya
dimiliki prodi.[k]
buku-buku yang diperlukan. Jadi kita taruh di perpus. Buku-buku di situ akan tetap di situ, tidak
11
B U L E T I N KON T E M P OR E R
SIKAT
Studio
SIKAT
Diskom Jadi Laboratorium Despro, untuk Akreditasi? Teks: Reva Visi Bangsa/Desain Produk 2016 dan Rina Sari/Teater 2017 Foto: Lu’Lu’ Farhatul Amaniyah/Desain Produk 2016
“ Studio Diskom adalah ruangan yang diinisiasi oleh mahasiswa Desain Komunikasi Visual (DKV) Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta. Program Studi (Prodi) DKV berada di Jurusan Desain Fakultas Seni Rupa (FSR). Studio yang digunakan untuk berkarya serta berkumpul bersama mahasiswa DKV ini, telah berkiprah sejak tahun 1960-an (dimulai dari ISI Yogyakarta masih terbagi menjadi tiga pendidikan tinggi seni).”
Pada tahun itu, ruangan ini disebut Studio Reklame, saat Prodi DKV masih dikenal sebagai Jurusan REDIG (Reklame, Dekorasi, Ilustrasi, dan Grafik). Tahun 1980, nama Jurusan Desain Komunikasi mulai digunakan. Pada tahun itulah nama Studio Reklame berubah menjadi Studio Diskom. Sejak awal berpindahnya FSR pada tahun 1995 ke Jalan Parangtritis, Sewon, Bantul, Studio Diskom menempati ruangan yang berada di lantai satu jurusan desain. Setelah puluhan tahun lamanya ruangan yang telah menggoreskan sejarah panjang bagi mahasiswa DKV, tiba-tiba telah berubah menjadi Laboratorium Desain Produk (Despro) baru-baru ini. Ketua Studio Diskom periode 2018-2019 saat ini adalah Anas, mahasiswa DKV angkatan 2015. Saat Ketua Studio Diskom ditemui, ia menyampaikan, “Dari tahun ke tahun mahasiswa desain produk bertambah dan kebutuhannya pun ikut bertambah.
Salah satu kebutuhan yang paling mendesak adalah ruangan, maka dari itu studio diskom terkena gusuran.” Dia juga menyampaikan, “Katanya sih (red-dari pihak kampus) ruangan itu memang jatahnya Despro.” Melalui wawancara dengan Drs. Baskoro Suryo Banindro, M.Sn. selaku Ketua Prodi Desain Produk, beliau membenarkan hal tersebut. Beliau menuturkan, “Hal ini dilakukan untuk akreditasi Prodi Desain Produk, jadi saat asesor datang ruang itu sudah bisa digunakan. Sedikit demi sedikit aset Desain Produk akan kami minta agar berada dalam satu gedung utuh.” Tidak hanya Studio Diskom, namun Galeri Desain Interior (DI) dalam waktu dekat juga akan dipindah dan diganti untuk Galeri Desain Produk. Beberapa bulan lalu ruangan yang digunakan oleh Ikatan Mahasiswa Desain Interior (IMDI) juga sudah dipindahkan ke pos satpam sebelah tempat parkir DI yang tidak dipakai. Karya-karya mahasiswa Despro
12
B U L E T I N KON T E M P OR E R
TEMPAT PARKIR DESPRO - Peralatan dari Studio Desain Komunikasi Visual (DKV) yang diletakkan di Area Parkir Despro pasca pengalihan Studio menjadi Laboratorium Desain Produk (Sumber: Dokumentasi Pribadi)
akan segera dipindahkan dan dipasang di galeri tersebut sebelum asesor datang. Semua itu diupayakan agar Prodi Desain Produk memiliki akreditasi, karena sampai saat ini belum terakreditasi. Tujuannya agar dapat menginformasikan kinerja institusi perguruan tinggi/program studi kepada masyarakat serta mengetahui kekurangan dalam rangka untuk memperbaiki kinerja. Dampak jelas yang sudah terjadi adalah berpindahnya Studio Diskom ke sebelah tempat parkir Despro. Hal ini sangat disayangkan oleh Mahasiswa DKV, “Jika ruangan dipindah seharusnya mendapat ruangan yang sudah layak dan siap pakai,” katanya. Pada kenyataannya, ruang pengganti hanyalah sebagian kecil dari tempat parkir yang diberi sekat semen sebatas lutut orang dewasa. Hal ini membuat mahasiswa DKV berinisiatif untuk membangun studio sendiri, dengan cara menyebarkan informasi berjudul “Mbangun
Sedoyo Mbangun” melalui media cetak (poster) maupun media online. Tindakan pertama adalah melaksanakan gotong-royong dengan membangun kembali Studio Diskom pada tanggal 17 April 2018, pukul 13.00 - selesai oleh mahasiswa DKV, alumni, dan khalayak umum. Upaya lain yang dilakukan bertepatan dengan Hari Bumi pada tanggal 22 April 2018, adalah pembukaan donasi tanaman untuk memperindah ruang lingkup Studio Diskom. Tanaman yang terkumpul akan dipasang di dalam maupun di sekitar wilayah studio agar tampak artistik dan membuat wajah studio tidak pucat serta memberi energi segar. Sampai saat ini, Studio Diskom masih dalam proses perbaikan ruangan agar lebih tertutup dan aman untuk menyimpan barang-barang. Menanggapi hal tersebut, Pembantu Dekan II FSR ISI Yogyakarta, Drs. M. Sholahuddin, S.Sn., M.T. angkat bicara. Beliau menjelaskan bahwa sejak awal sudah dibuatkan bangunan
13
B U L E T I N KON T E M P OR E R
untuk jurusan desain dengan pembagian gedung antara lain; sebelah timur Prodi DI tengah Despro, dan barat DKV. Namun, kala itu Desain Produk belum memiliki konsep yang kuat untuk menyelenggarakan Prodinya dan baru memiliki gedung dengan jumlah dosen lebih kurang 5 orang. Muncullah kesepakatan
yang sedang fokus ke infrastruktur, maka permohonan belum bisa disetujui. Mau tidak mau kita memanfaatkan apa yang ada dulu.” Beliau menjelaskan penggantian ruangan studio untuk sementara dipindahkan ke tempat parkir Despro yang ditutup dengan batu bata bagian bawah dan atasnya dengan triplek.
Tidak hanya Studio Diskom, namun Galeri Desain Interior (DI) dalam waktu dekat juga akan dipindah dan diganti untuk Galeri Desain Produk. Beberapa bulan lalu ruangan yang digunakan oleh Ikatan Mahasiswa Desain Interior (IMDI) juga sudah dipindahkan ke pos satpam sebelah tempat parkir DI yang tidak dipakai.
dari fakultas bahwa Gedung Desain Produk digunakan dulu untuk dua prodi desain lainnya sesuai dengan kebutuhan. Pembagian yang disepakati adalah tengah ke timur dipakai untuk DI, kemudian tengah ke barat untuk Prodi DKV. Pada tahun 2015 barulah Despro berdiri sesuai dengan mandat dari Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti). Kebutuhan yang terus meningkat dan alasan lain bahwa Desain Produk akan menjalankan proses visitasi akreditasi, maka pihak Despro ingin menyiapkan fasilitas dengan sebaik-baiknya. “Salah satu ruangan yang diminta adalah Studio Diskom. Ruangan (Studio Diskom –red) berganti menjadi Laboratorium 3D Print ing yang bisa digunakan untuk semua prodi yang ada di FSR atau bisa disebut Sharing facilit ies,” tutur Drs. M. Sholahuddin, S.Sn., M.T. Beliau juga menjelaskan perihal penggantian ruangan, “Sebenarnya kita sudah mengajukan permohonan penambahan Gedung Desain dan Gedung Tata Kelola Seni ke pihak Rektorat, namun karena kebijakan Pemerintah Pusat
“Yang penting tidak ditutup seluruhnya karena memang tidak boleh. Semua gedung milik negara sudah ada peruntukannya. Sama halnya dengan tempat parkir yang harus terbuka, tidak boleh tertutup seluruhnya seperti ruangan untuk kegiatan belajar mengajar. Karena bersifat sementara, saya tidak mau jika ada pemeriksaan: ‘kok tertutup tembok’, seperti halnya yang sudah terjadi di Fakultas Pertunjukan. Pihak fakultas juga memberi bantuan dana meskipun tidak keseluruhan. Sementara itu yang bisa kita usahakan sampai mempunyai gedung baru.” “Sangat disayangkan karena ruangan itu menyimpan banyak sejarah, dan benarbenar sudah menyatu dengan mahasiswa DKV. Dimulai dari kumpul-kumpul bersama, berkarya bersama, dan setiap akan ada event seperti Keluarga Cemara (KC), Sewon Calling, dll, persiapan juga dilakukan di ruangan itu. Bahkan sempat digunakan untuk tempat pelaksanaan event zaman dulu,” kata salah satu mahasiswa DKV.[k]
K
14
JUJUR
KON T E M P OR E R
JUJUR
MAHASISWA BERBICARA Teks: Citra Conde Sistyoayu/Lukis 2016 Ahmad Ibnu Amar/Desain Produk 2017
Bagaimana pendapat anda tentang fasilitas dikampus sudah memenuhi standart apa belum?
Iin Rahayu (Tata Kelola Seni ‘14)
keluar. Terus ada beberapa hal seperti mahasiswa yang selesai menggunakan studio yang kebiasaan
Menurut saya fasilitas di kampus itu masih
mahasiswa sudah selesai memakai studio itu
kurang, karena jurusan saya sendiri belum
jarang yang membereskan atau rasa tanggung
mempunyai gedung sendiri dan ruangannya juga
jawab setelah memakai. Dan secara pengelihatan
terbatas. Selain itu proyektor dikampus juga buat
saya staf itu tidak pernah tahu tentang studio dan
gantian dan kadang juga tidak bisa digunakan waktu
alat-alatnya kayak gimana. Kalau pas ada seperti
pembelajaran.
kunjungan, akreditasi, dan pas pengecekan dari jurusan sendiri ada pemberesan ruangan. Ada
Yoanita Yosa Nugraha (Seni Tari ‘15)
beberapa mahasiswa yang rasa memilikinya kurang dan apabila ada alat-alat yang rusak satu, kurang
Kalau melihat kebutuhan di jurusan saya sendiri
lebih sepuluh mahasiswa yang merasa terganggu.
memang mahasiswanya banyak dan untuk seperti studio dan tempat-tempat pertunjukkan masih
Muhamad Abdul Hadi (Desain Interior ‘16)
kurang. Tetapi secara pembelajaran bisa dikatakan
Menurut saya untuk fasilitas dikampus khususnya
cukup untuk sekedar tau dan mencicipi seperti
di jurusan saya itu sudah cukup, hanya saja sinyal
saya belajar mengerti tentang lighting, lalu macam-
wifi yang kurang merata. Kalau saya lebih ke sistem
macam kostum itu seperti apa dan studio itu kayak
pembelajaran karena di jurusan saya kurang efektif
gimana. Walaupun harus bergantian disaat jadwal
pembelajarannya. Kelas yang seharusnya dibagi dua
tubrukan sama yang lain dan mau tidak mau harus
dijadikan satu. Kalau dari segi fasilitas di kampus,
mengalah ketempat lainnya.
khususnya jurusan saya, sudah bisa dikatakan cukup untuk pembelajaran.
Seno Wahyu Sampurno (Seni Lukis ‘16) T.islahuddin (Kriya ‘16) Menurut saya fasilitas yang ada di seni murni khususnya seni patung sendiri sudah bagus, hanya
Untuk akhir-akhir ini saya kurang nyaman
saja dari pengadaan bahan dan support acara
dikampus, karena tidak ada proses pengeksploran
dari jurusan. Kalau waktu untuk kerja lembur
diri. Banyak alat-alat yang digunakan tidak
masih kurang karena waktu sangat terbatas untuk
semestinya tanpa standar kerja yang cukup sama
mengerjakan tugas.
mahasiswa yang menyebut dirinya seniman. Banyak alat yang sudah rusak seperti tang, palu, kikir, dan
Ahmad Adi Nugroho (Seni Grafis ‘16)
sebagainya yang tidak di operasikan, tidak dirawat, dan tidak ada usaha perawatan alat. Staf pegawai
Menurut saya sebagai mahasiswa grafis kurang
hanya menyapu dan menutup pintu, bahkan ada
memadai karena masih banyak alat-alat grafis
yang saat di pakai tapi bukan untuk mata kuliah.
yang sudah mulai rusak dan bahan tidak semua
Dia merasa kesusahan karena akan bertambah
15
B U L E T I N KON T E M P OR E R
kerjaan lagi. Kalau kata dosen harus punya alat
selain itu merupakan gedung administrasi umum,
sendiri, menurutku itu suatu yang konyol. Tidak
akademik dan lembaga-lembaga student center.
usah kuliah, saya udah buka usaha, udah kerja.
FSP memiliki 7 unit gedung, masing-masing gedung
Coba dibayangin berapa banyak kita habis uang
jurusan memiliki studio dan peralatan-peralatan
saat praktek di luar, karena pengadaan bahan dari
pendidikan yang sesuai pada setiap jurusan. Intinya
kampus itu kurang. Kalau seumpama kemungkinan
saya sangat puas dengan fasiltas kampus.
untuk ruangannya menurutku mungkin sudah cukup saja. Viola Alexsandra Putri (Teater ‘16)
Imam Nur Khasan (Desain Interior ‘17) Secara umum menurut pandangan saya mengenai fasilitas di kampus, sudah memadai dan memenuhi
Fasilitas secara umum sudah mencukupi. Sarana
standar. Hanya saja ada beberapa tempat yang perlu
prasarana sudah dimaksimalkan oleh institut. Studi
di perbaiki lagi, seperti taman dan benda-benda
kasusnya ku ambil waktu kemarin ada festival skala
yang ada didalamnya, ada yang rusak.
nasional di jurusan teater. Sudah banyak fasilitas
Reni Fahzia (Televisi ‘17)
yang membantu jalannya acara, transpotasi, alatalat, dan lain sebagainya. Tapi mungkin untuk
Fasilitas bisa digolongkan menjadi dua yaitu
kedepannya kami berharap kampus punya gedung
fasilitas akademis dan non akademis. Fasilitas
untuk menempatkan tamu-tamu festival dalam skala
akdemis contohnya perpustakaan, ruang kelas,
besar. Karena pergerakan mahasiswa hari ini sudah
ruang praktika di setiap jurusan, dll. Bisa dikatakan
mampu menghadirkan kontingen-kontingen besar
berjalan dengan baik dan beberapa persen
dari luar pulau. Kami kemarin kesusahan diwilayah
terpenuhi, mungkin harus lebih ditingkatkan lagi
itu. Kalau mengenai perkuliahan, tidak ada masalah
kegunaannya serta fasilitas tambahan akademis
yang berarti.
yang mampu mendukug fasilitas utama. Fasilitas kedua yaitu non akademis, contohnya asrama, tempat sampah, ruang kreatif, dll yang sangat
Maha Mayka Wahyu (Teater ‘17)
kurang di lingkungan kampus. Bangunan asrama terlihat jelas namun sampai sekarang belum
Saya akan memberikan argumen saya mengenai
terealisasi untuk dihuni dan menurut saya perlu
beberapa fasilitas kampus di ISI Yogyakarta. Nah
tindak lanjut dari kampus. Begitu juga dengan
kebetulan saya Fakultas Seni Pertunjukan (FSP),
taman di sekitar kampus banyak yang terbengkalai.
saya akan memberikan argumen mengenai fasilitas
Satu lagi yang paling penting agar diupayakan, yaitu
kampus mulai dari gedung rektorat, masjid, UPT,
tempat sampah. Kadang suka bingung aja, kenapa
galeri, dan tempat olah raga. Rektorat berupa gedung
sekitar kampus kok paling cuma ada beberapa ya
dimana rektor dan pembantu rektor berkantor,
Padahal ‘kan penting buat jaga lingkungan.[k]
K
16
ISU
KON T E M P OR E R
ISU
Demi Akreditasi, Prodi Despro Memamerkan
Bukan Karya Mahasiswa Teks: Ade Yoga Fahrur Rochman/Kriya 2016 dan Florentina Krisanti/Musik 2016 Foto: Dina Asviana/ Desain Produk 2017
“Program Studi (Prodi) Desain Produk Despro ISI Yogyakarta disinyalir telah memajang karya instalasi yang bukan merupakan karya mahasiswa di lobi gedung Prodi Desain Produk. Karya instalasi yang dipajang antara lain instalasi berbentuk pesawat dan karya berbahan jeruji roda sepeda.”
Salah satu mahasiswa Despro angkatan 2015
digunakan jurusan lain dan melakukan berbagai
berinisial S mengakui bahwa hal ini muncul karena
penataan. Salah satunya adalah Studio DKV yang
latar belakang prodi yang cukup rumit. Prodi ini
harus dipindah dan rencananya akan dibangun di
dapat dibilang muda karena baru resmi berdiri pada
halaman parkir motor belakang Gedung Desain.
tahun 2015, meski sudah diusahakan sejak tahun 2000. Letak prodi tersebut berada di antara Prodi
S membenarkan bahwa pihak prodi memang
Desain Komunikasi Visual (DKV) dan Desain Interior
sengaja memajang karya tersebut untuk akreditasi.
(DI).
Udah dikabari dari dosennya sendiri,” jawabnya. Ia
Sebelum Prodi Desain Produk resmi berdiri, Prodi
menjelaskan bahwa karya instalasi di lobi Despro
DKV dan DI banyak menggunakan ruangan-ruangan
adalah karya dosen dan beberapa seniman lain,
yang seharusnya milik Desain Produk. Ketika Prodi
meski ia tak ingat namanya. Para seniman tersebut
Desain Produk resmi berdiri, mau tidak mau mereka
kebetulan berelasi cukup dekat dengan para dosen
harus ‘meminta’ ruangan-ruangan yang telah
Despro.
“... instalasi tersebut sengaja didatangkan untuk akreditasi. “Karena kita baru tahun ketiga dan belum bisa punya karya-karya yang mungkin secara visual/fisik bisa menunjukkan desain produk itu seperti apa.”
B U L E T I N KON T E M P OR E R
17
Dosen Prodi Despro, Drs. Baskoro Suryo Banindro, M.Sn. juga membenarkan bahwa instalasi tersebut sengaja didatangkan untuk akreditasi. “Karena kita baru tahun ketiga dan belum bisa punya karya-karya yang mungkin secara visual/fisik bisa menunjukkan desain produk itu seperti apa,� jawabnya. Pemajangan karya-karya tersebut bertujuan untuk memperlihatkan perkembangan dari Prodi itu sendiri. Terlepas darinya, ia menjelaskan bahwa karya instalasi di lobi tersebut bisa membantu mahasiswa memahami beberapa hal seputar desain produk. Misalnya dari instalasi replika pesawat, mahasiswa bisa belajar studi bahan, studi model, teknik engineering, dan mekanisme. Sementara itu, karya berbahan jeruji roda bisa menjadi model untuk mempelajari nirmana tiga dimensi (trimatra). Kedua karya tersebut merupakan karya dari alumni desain ISI Yogyakarta. Terkait dengan karya mahasiswa Desain Produk, S menjelaskan bahwa karya milik mahasiswa biasanya digunakan untuk pameran atau dijadikan instalasi di kantor prodi. Baskoro pun menambahkan bahwa para mahasiswa telah membuat beberapa desain mebel, sepatu, mobil, dan lainnya. Namun desain tersebut baru dapat dibuat sebagai karya setelah mahasiswa menyelesaikan satu mata kuliah yakni Kuliah Kerja Profesi (KKP). Untuk sementara, pihak prodi memang harus menyiapkan beberapa galeri sementara untuk akreditasi agar mendapat nilai baik. Tetapi untuk selanjutnya, pihak prodi akan mengusahakan berbagai fasilitas untuk mahasiswa, misalnya perpustakaan dan galeri untuk mahasiswa yang sedang menempuh tugas akhir.[k]
LOBI DESPRO - Salah satu karya seorang seniman sekaligus dosen dari Universitas lain yang dipamerkan pada lobi Program Studi Desain Produk ISI Yogyakarta
18
B U L E T I N KON T E M P OR E R
Lulus Cepat Dipermudah, Otoritas Siapa? Teks: M. Hutomo Syaputra / Seni Murni 2017
Lulus cepat dengan status cum laude adalah impian semua mahasiswa, dan menjadi suatu kebanggaan jurusan yang telah mendidik mahasiswa dengan baik. Tetapi jika lulus cepat tanpa melengkapi syarat-syarat yang diatur oleh institusi apakah dibenarkan? Sedangkan syarat utama untuk lulus kuliah adalah mengambil mata kuliah Tugas Akhir (TA), dan untuk mengambil TA mempunyai syarat, salah satunya telah lulus mata kuliah tahap S-1, minimal 136 SKS, tahap D-3, minimal 100 SKS.
Isu sensitif mengenai kelulusan yang dianggap
dengan pola yang sama terjadi setiap tahun, bahkan
janggal oleh sebagian mahasiswa Institut Seni
sebelum ada jurusan Tata Kelola Seni. Hal ini
Indonesia (ISI) Yogyakarta, terjadi di Jurusan Tata
dilatarbelakangi perlakuan yang dianggap pilih
Kelola Seni yang terbilang baru berdiri dan belum
kasih terhadap mahasiswa tertentu.
mempunyai alumni. Dalam isu yang berkembang “Tentu kita semua tahu bahwa adanya desakan dari DIKTI dan para seniman di Indonesia akan
“Jurusan Tata Kelola Seni ini masih baru dan menjadi pusat perhatian dari semua kalangan, bilamana ada kejanggalan dan kendala, isu-isu akan cepat naik ke permukaan.�
kebutuhan pengelolaan terhadap seni. Jurusan Tata Kelola Seni ini masih baru dan menjadi pusat perhatian dari semua kalangan, bilamana ada kejanggalan dan kendala, isu-isu akan cepat naik ke permukaan. Ada yang bisa lulus Tugas Akhir padahal masih ada mata kuliah dasar yang belum diambil. Kalau disebut gak adil, tentu tidak adil. Kesannya ada mahasiswa yang dianggap lebih spesial,� menurut seorang mahasiswa yang tidak bisa disebutkan namanya. Informasi dari administrasi kemahasiswaan Tata Kelola Seni yang saat itu menjabat, Bapak Udin, seluruh kegiatan administrasi sudah dilakukan
dikatakan bahwa ada mahasiswa yang diluluskan
mahasiswa yang bersangkutan sesuai prosedur dari
tanpa mengikuti mata kuliah Tugas Akhir (TA).
Kaprodi. Beliau menyarankan agar mengklarifikasi
Menurut beberapa mahasiswa, isu sejenis ini
lebih lanjut kepada jajaran jurusan untuk
19
B U L E T I N KON T E M P OR E R
menghindari terjadinya fitnah terhadap mahasiswa
jurusan Tata Kelola Seni mewajibkan persiapan
yang bersangkutan.
pameran sesuai dengan kalender akademik, kemungkinan besar stakeholder merasa tidak
Staf pengajar Tata Kelola Seni, Trisna Pradita
dihargai.
Putra, S.Sos., M.M. mengungkapkan bahwa, “Setiap program studi di Institut Seni Indonesia, Yogyakarta
Arinta Agustina Hamid, S.Sn., M.A. selaku
memiliki kebijakan yang berbeda-beda dalam
Sekretaris Jurusan Prodi Tata Kelola Seni
mencapai visi dan misinya. Dalam jurusan Tata
menambahkan bahwa stakeholder mempunyai
Kelola Seni, mahasiswa diizinkan mengambil mata
banyak proposal acara yang masuk ke perusahaan
“Sehingga program studi berusaha mendukung para mahasiswa yang sudah berhasil mendapatkan stakeholder dan tidak mempersulit berjalannya proyek Tugas Akhir.”
kuliah Tugas Akhir (TA) pada saat mengambil mata
mereka setiap hari dan hanya akan memilih
kuliah reguler. Hal ini dikarenakan ada mahasiswa
penyelenggara yang dapat memastikan timeline
yang berhasil mendapatkan stakeholder sebelum
kerja pasti. Pesaing dalam mendapatkan stakeholder
mencapai semester akhir”. Tetapi hal tersebut
tidak hanya berasal dari kalangan mahasiswa,
menjadi pertanyaan bagi beberapa mahasiswa ISI
namun juga kalangan profesional. Sehingga program
Yogyakarta, mengenai keterlibatan stakeholder
studi berusaha mendukung para mahasiswa yang
eksternal dalam proyek Tugas Akhir di Jurusan Tata
sudah berhasil mendapatkan stakeholder dan tidak
Kelola Seni. Biasanya di jurusan setingkat strata-1
mempersulit berjalannya proyek Tugas Akhir.
lainnya, kelulusan mahasiswa melalui jalur tugas
Jurusan Tata Kelola Seni tidak hanya mewajibkan
akhir hanya melibatkan dosen pembimbing, dosen
lulus tepat waktu namun juga bertanggung jawab
penguji dan ketua sidang.
terhadap kualitas lulusannya di dunia manajemen seni.
Dalam membuat sebuah perhelatan (event), pelaksanaan pameran tidak dapat berjalan dengan
“Intinya kami ingin mempermudah mahasiswa,
maksimal jika tidak melibatkan stakeholder berupa
jika bisa diselesaikan dengan mudah, mengapa
venue, sponsor, media partner dan lembaga-lembaga
harus dipersulit?” tegas Dr. Timbul Raharjo, M. Hum,
yang mendukung. Pencarian stakeholder terkadang
selaku Ketua Jurusan Prodi Tata kelola Seni.
membutuhkan waktu kurang lebih 1 tahun sebelum acara. Terlebih jika stakeholder yang dilibatkan
Sejauh ini pihak LPM Pressisi belum mendapatkan
memiliki jadwal yang padat sehingga membutuhkan
klarifikasi dari pihak kampus (rektorat) mengenai
waktu untuk membalas proposal pameran. Jika
isu tersebut.[k]
20
B U L E T I N KON T E M P OR E R
Ilustrasi: M. Hutomo Syaputra / Seni Murni 2017
IRONI Ilustrasi: Citra Conde Sistyoayu/Seni Lukis/2016
21
B U L E T I N KON T E M P OR E R
KIRIMANMU
MAHASISWA DIPERBUDAK KAMPUS “ ….. Seperti rajin sekolah pasti pintar. Keyakinan ini tak pernah diperdebatkan. Lama-lama keyakinan ini menjalar pada yang pintar pasti patuh: yang patuh pasti berhasil. Janji keberhasilan itu mengundang semua lembaga pendidikan untuk menanam kepatuhan dengan membabi buta. Korbannya tak lain mahasiswa yang sejak dini punya pandangan naif seperti itu.” Eko Prasetyo
Sejak dulu, ketika saya masih mahasiswa baru,
program pengenalan, kok ini malahan jatuhnya pada
sampai sekarang menjadi mahasiswa lama, saya
perpeloncoan senior ke junior? Ketakutan tersebut
mengamati ekosistem kampus yang menjadi
seakan ditanamkan pada mahasiswa baru, supaya
bagian pembentuk karakter mahasiswa ini banyak
mereka patuh, dan tidak melawan ketika diinjak-
permasalah yang sangat kompleks, dan saya merasa
injak atau diperlakukan tidak adil. Bukankah
banyak mahasiswa termasuk saya telah diperbudak
perlakuan seperti ini berlawanan dengan semboyan
kampus. Mungkin bisa saya jelaskan kenapa kampus
kemerdekaan adalah hak semua bangsa? Teman
bisa memperbudak mahasiswanya. Saya akan
saya pernah berkata “Nurut aja, biar aman! Cuma
menceritakan bagaimana sikap-sikap dan keputusan
tiga hari kok”. Ya, hanya tiga hari, tetapi imbasnya
kampus yang mempengaruhi dan menciptakan
tanpa disadari mempengaruhi dan tertanam dengan
mahasiswa saat ini.
akar yang mendalam kuat pada mahasiswa sampai sekarang!
Saya akan memulainya dari Program Pengenalan Akademik dan Kemahasiswaan (PPAK). Tidakkah
Di sini, kita tidak diajarkan untuk kritis, bahkan
kalian tahu, bahwa kegiatan PPAK hanyalah
melawan ketika terjadi ketidak-adilan. Malahan
kegiatan omong kosong, kenapa? Karena pada
kita dituntut untuk patuh pada setiap paksaan
faktanya, PPAK ialah tahap awal kampus
aturan dan kuliah dengan baik (baca:tidak membuat
memperbudak mahasiswanya, indikasinya adalah
onar, tidak protes, dan tidak menentang keputusan
kegiatan tersebut hanya menakut-nakuti mahasiswa
kampus), kita harus mengikuti apa kata senior,
baru, bahkan merendahkan dan mempermalukan
apa kata dosen, dan apa kata rektor. Mahasiswa
mahasiswa dengan menyuruh memakai seragam
dibungkam, yang seharusnya mempunyai kebebasan
yang tak lazim (baca:memalukan/idiot), berdalih
berfikir, bersuara, dan bertindak kritis terhadap
bahwa hal tersebut adalah kreatif dan untuk
apa yang mereka temui di lingkungannya, tetapi
mengasah mental mahasiswa baru. Mereka meminta
sekarang seperti budak, bahkan robot yang
upeti, rokok, dan coklat (saya tidak tahu sebenarnya
disiapkan kampus-kampus untuk keperluan
ini untuk apa?). Mereka meminta kita patuh. Kalau
memenuhi kebutuhan para pemilik modal untuk
tidak, kita mendapat hukuman dan kita tidak
bekerja dengan patuh. Coba sebutkan, apa manfaat
boleh melawan. Mereka menyebutnya itu tradisi!
PPAK dengan cara seperti itu? Mereka berlindung
Tradisi macam apa itu? Bukankah PPAK adalah
di balik dalih mengakrabkan mahasiswa baru dan
22
B U L E T I N KON T E M P OR E R
lama. Ini adalah awal dan penyebab-penyebab
pada kebijakan yang merugikan, memusuhi korupsi,
permasalahan yang kompleks di dalam kampus.
memusuhi pelangaran hak asasi manusia (HAM),
Percayalah! Kampus yang seharusnya menciptakan
dan membela mereka yang ditindas. Bukan malah
manusia-manusia yang berbudi luhur, malah
menjadi pabrik, di mana mahasiswa dicetak sama
menjadi kampus yang mencetak manusia-manusia
dan seragam, yang bertujuan menjadi tenaga kerja
yang siap menjadi budak, yang patuh, nurut, pasrah,
untuk memenuhi kebutuhan lapangan pekerjaan
tidak melawan ketika diperlakukan dan tidak adil.
yang diciptakan pemodal, mengasingkan mahasiswa
Mari kita renungkan! Itu kampus apa pabrik? Haa!
dari lingkungan sosial terutama masyarakat miskin dan tertingga; yang harus percaya pada
Dari hal
dogma-dogma yang
tersebutlah,
disampaikan dosen,
merembet ke
yang berkelakar bahwa
masalah-masalah lain. Stereotip yang pintar pasti patuh: yang patuh pasti berhasil, yang ditanamankan pada mahasiswa baru, menjadikan anggapan itu menjadi sebuah budaya baru. Sebuah budaya yang nantinya dianggap wajar dan karena
“Banyak mahasiswa yang diperlakukan tidak adil, tetapi hanya diam karena tidak mampu berbuat banyak, karena semakin dia melawan sendirian, semakin pula dia diperlakukan tidak adil oleh kampus. Padahal fungsi himpunan adalah mengorganisir mahasiswa lain untuk membantu memperjuangkan keadilan sesama mahasiswa.�
tugas mahasiswa hanya kuliah dengan rajin dan baik (baca:tidak membangkang), mendapat IPK tinggi, dan menang lomba. Kampus menyakinkan mahasiswanya, bahwa IPK adalah segalanya, di mana dapat mendatangkan beasiswa, cepat lulus dengan status cum laude, mendapat
terus-menerus
pekerjaan, dan sukses.
berlangsung akan
Coba lihat baliho-baliho
dianggap benar. Ini
di jalan! Pasti yang
adalah bahaya laten! Manusia-manusia yang dididik
diunggulkan adalah akreditasi yang paling baik,
dengan cara seperti itu (baca:ditindas) berimbas
mahasiswa-mahasiswa yang menang lomba dan
menjadi penindas-penindas baru bagi manusia-
testimoni alumni yang sukses. Dari lubuk hati saya
manusia yang lain. Renungkanlah! Saya masih
yang terdalam, hal itu sangat memilukan.
merasakannya. Situasi di mana kehidupan kampus kita berjalan: mahasiswa bertindak mengikuti apa
Membahas masalah nilai, apakah benar, puncak
yang umum, sebagaimana mahasiswa lainnya dan
dari ilmu pengetahuan adalah nilai? Logika bahwa
yang diturunkan dari budaya kampus. Jika semua
nilai dan kuliah seperti sepasang kekasih tak
mahasiswa patuh, maka tiap mahasiswa yang tidak
terpisahkan ini di bagun dengan mahir sejak sekolah
patuh tampak aneh, nakal, pembuat onar, dan
dasar hingga menengah atas, bahkan kuliah. Anak
pastinya bukan mahasiswa baik-baik. Mengerikan
yang berprestasi diukur dengan nilai, padahal tak
bukan? Sadarlah!
semua nilai tinggi pasti berhasil dan sukses (banyak bukti memberikan data tersebut). Pandangan naif
Apa sih tujuan semua itu? Saya mensinyalir
seperti itu membuat anak-anak hingga mahasiswa
bahwa kampus yang seharusnya menjadi tempat
berorientasi pada nilai tinggi tanpa peduli pada
menemukan sebuah kebebasan, melatih keberanian,
proses belajar, dengan kelakar yang penting
melawan apa yang seharusnya dilawan, menentang
mendapat nilai tinggi, belajar tidak harus. Masih
pada keputusan yang tidak adil, membangkang
banyak pandangan di masyarakat kita bahwa tujuan
23
B U L E T I N KON T E M P OR E R
TOKOH
dari pendidikan adalah mendapatkan pekerjaan
yang baik, bukan karena lahir dari kebutuhan
yang baik, sukses, dan kaya raya. Bukan menghapus
mahasiswa.
kebodohan dari muka bumi, tetapi membuat sistem perbudakan baru yang patuh pada kapitalisme,
Alhasil, badan-badan tersebut seakan-akan
dengan patokan nilai. Mahasiswa mengejar IPK
tidak menjadi badan yang berdiri sendiri
dan kampus mengejar akreditasi, tanpa introspeksi
mewakili mahasiswa untuk menyuarakan suara
diri. Melakukan dengan segala cara agar mendapat
mahasiwa, tetapi hanya mengekor pada institut
nilai yang baik, tanpa membenahi diri agar pantas
yang memberikan dana untuk oprasionalnya. Lihatlah! Apakah badan-badan mahasiswa tersebut telah menjadi badan yang seharusnya? Mari kita renungkan! Dari banyaknya badan, entah itu BEMI, BEM, HMJ, dan UKM lebih sering sekadar membuat acara yang bersifat seremonial dari pada mengkritisi kebijakan-kebijakan atau/dan pelayanan maupun fasilitas kampus yang merugikan mahasiswa. Banyak mahasiswa yang diperlakukan tidak adil, tetapi hanya diam karena tidak mampu berbuat banyak, karena semakin dia melawan sendirian, semakin pula dia diperlakukan tidak adil oleh kampus. Padahal fungsi himpunan adalah mengorganisir mahasiswa lain untuk membantu memperjuangkan keadilan sesama mahasiswa. Sudahlah! Kita tak usah memungkiri hal tersebut. Bahwa faktanya banyak mahasiswa yang diperlakukan tidak adil, entah itu di Fakultas Seni Rupa (FSR), Pertunjukan (FSP), dan Media Rekam
Ilustrasi: Citra Conde Sistyoayu/Seni Lukis/2016
(FSMR), tetapi tidak ada respon dan gerakan dari himpunan yang menaungi mahasiswa tersebut. Saya banyak mendengar dan membaca hal tersebut
mendapatkannya. Semua mahasiswa dan kampus
dari tulisan-tulisan yang diterbitkan Lembaga Pers
berlomba mendapatkannya, tetapi lupa menjadi
Mahasiswa (LPM) Pressisi. Saya juga mendengar
mahasiswa dan kampus yang baik bagi lingkungan
dan melihat sendiri, himpunan-himpunan tersebut
sosial bermasyarakat. Mereka berdalih bahwa
hanya bergerak, dan mendemo menolak Hizbut
akreditasi adalah ukuran sempurna sebuah prestasi.
Tahrir Indonesia (HTI), yang terjadi setelah diberitakan media nasional dan didukung oleh
Meskipun akreditasi banyak berdampak positif
kampus, yang menjadi pertanyaan adalah kenapa
pada lingkungan kampus, tetapi jika nilai akreditasi
harus nunggu menjadi isu nasional dan didukung
diperoleh dengan cara yang tidak benar, bukankah
kampus? Kemana selama ini? Kemana BEMI?
itu sama saja membohongi hati nurani kita? Dampak
Kemana BEM? Kemana HMJ? Kenapa tidak berani
positif akreditasi dari kampus kita adalah berdirinya
melawan dan menjadi pembangkangan kampus?
Badan Eksekutif Mahasiswa Institut (BEMI), Badan
Mari renungkan bersama! Sudah saatnya mahasiswa
Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas, Himpunan
peduli dengan sesama, peduli dengan isu sosial,
Mahasiswa Jurusan (HMJ), dan juga Unit Kegiatan
kritis dan progresif. Sebelum terlambat! Jangan mau
Mahasiswa (UKM). Tetapi dari sisi lain, badan-badan
diperbudak kampus! [k]
yang lahir dari birokrasi kampus untuk akreditasi ini hanya sebagai tunggangan menuju akreditasi
24
Sinetron Religi
Ilustrasi: Adi Ardiansyah/Seni Grafis 2012
K
KON T E M P OR E R
KOMIK