MARET
2
ART
SALAM REDAKSI Kebebasan berekspresi, khususnya
biseksual, transgender (LGBT) di I AM
dalam bidang kesenian, kebudayaan,
Gallery, kriminalisasi Pesantren Waria Al-
dan literasi ikut menunjukkan seberapa
Fatah, pengepungan Asrama Mahasiswa
majunya sebuah bangsa. Sayangnya,
Papua di Jalan Kusumanegara terkait
berkali-kali Indonesia mengalami
isu Papua merdeka, dan lain-lain. Hal ini
beberapa kasus krisis kebebasan ekspresi.
tentunya sangat disayangkan, mengingat
Menurut data yang dilansir dari KontraS
sejak 1998, Indonesia mengalami
(www.kontras.org), sepanjang tahun 2015
peningkatan demokrasi yang pesat, dan
di Indonesia terjadi 238 kasus pembatasan
Yogyakarta dikenal sebagai kota “berhati
kebebasan berekspresi, berserikat, dan
nyaman�, kota seni dan budaya.
berkumpul secara sewenang-wenang, dengan aparat kepolisian menjadi
Sebagai majalah yang bergerak di
pelaku utama sebanyak 85 kasus, disusul
bidang seni dan kebudayaan, Art Effect
pejabat publik sebanyak 49 kasus,
#7 kali ini mengangkat kebebasan
organisasi masyarakat (ormas) sebanyak
bereskpresi sebagai tema utama. Kami
31 peristiwa, lalu parat Tentara Nasional
mendatangi berbagai narasumber ahli
Indonesia (TNI), bahkan pihak kampus
untuk menggarap artikel-artikel dalam
sendiri.
majalah ini, ada Lembaga Bantuan Hukum Yogyakarta, Dewan Kesenian Daerah
Di Yogyakarta sendiri, sepanjang tahun 2016 beberapa kasus yang masih segar
Istimewa Yogyakarta, hingga kurator seni Suwarno Wisetrotomo.
dalam ingatan terhadap pembatasan kebebasan bereskpresi secara sewenang-
Karena kami percaya, adalah hak setiap
wenang antara lain pemberhentian
warga negara untuk menuangkan setiap
paksa acara LadyFest di Survive! Garage,
pemikirannya dalam bentuk tulisan,
penyitaan sembilan karya lukisan yang
lisan, dan sebagainya, dengan jaminan
dituduh mengandung unsur lesbian, gay,
keamanan dari negara. - Redaksi
MARET
3 Salam Redaksi 4 Daftar 6 Artivitas 10 Opini 20 Laporan Utama 30 Wawancara 40 Perspektif 47 Refleksi 51 Rembug Seni 56 Galeri 60 Sibak Tradisi 66 Ensiklopedia 70 Inspirator 76 Prestasi 80 Heroes 83 Resensi 94 Komik
4
ART
Punggawa Pelindung Drs. Anusapati, MFA. Pembina I Gede Arya Sucitra, S.Sn., M.A. Pemimpin Umum Arami Kasih/ Televisi dan Film 2014 Sekretaris Nur Fatimah/ Fotografi 2013 Bendahara Anindra Yudha/ Fotografi 2013 Pimpinan Redaksi Fitriana/ Fotografi 2014 Redaktur Pelaksana Art Effect Eka Arief Setyawan/ Televisi dan Film 2015 Kepala Divisi Ilustrasi Ryani SIlaban/ Seni Lukis 2015 Kepala Divisi Fotografi Sandra Wahyuningtyas/ Fotografi 2014 Kepala Divisi Layout Clara Victoria Padmasari/ DKV 2013
UKM Pers Mahasiswa Pressisi Gedung Student Center Institut Seni Indonesia Yogyakarta Jl. Parangtritis KM 6,5, Sewon, Bantul, D.I.Y 55188 Indonesia CP: +62 877 920 67127 Web: pressisi.isi.ac.id Facebook: LPM Pressisi Instagram: @lpmpressisi Email: pressisi@isi.ac.id Line : @upx2529y
Redaktur Arami Kasih/ Televisi dan Film 2014 Fitriana/ Fotografi 2014 Nur Fatimah/ Fotografi 2013 Miftachul Arifin/ Televisi dan Film 2015 Ryani Silaban/ Seni Lukis 2015 Eka Arief Setyawan/ Televisi dan Film 2015 Nurrul Wulan Ramadhanti Nelwan/ Televisi dan Film 2015 Iwang Yudita Fajar/ Desain Interior 2014 Soni Harsono/ Desain Interior 2014 Serena Gabrielle Situmeang/ Desain Interior 2014 Aprines Hersusanda Rachim/ Desain Interior 2014 Adinda Lisa Irmanti/ Desain Interior 2014 Evi Sabiella/ Televisi dan Film 2014 Ilustrasi: Clara Victoria Padmasari/ Desain Komunikasi Visual 2013 Soni Harsono/ Desain Interior 2014 Ryani Silaban/ Seni Lukis 2015 Iwang Yudita Fajar/ Desain Interior 2014 Eka Arief Setyawan/ Televisi dan Film 2015 Fotografi: Sandra Wahyuningtyas/ Fotografi 2014 Nurrul Wulan Ramadhanti Nelwan/ Televisi dan Film 2015 Wiwit Nur Faizin/ Televisi dan Film 2015 Editor: Arami Kasih/ Televisi dan Film 2014 Fitriana/ Fotografi 2014 Aifiatu Aziza Rahmah/ Televisi dan Film 2013 Vinny Alpiani/ Televisi dan Film 2013 Ryani Silaban/ Seni Lukis 2015 Eka Arief Setyawan/ Televisi dan Film 2015 Layout: Clara Victoria Padmasari/ Desain Komunikasi Visual 2013 Serena Gabrielle Situmeang/ Desain Interior 2014 Iwang Yudita Fajar/ Desain Interior 2014 Kontributor: Koes Yuliadi Kevin Aldrianza Devano
Ralat Art Effect Edisi #6 Permohonan maaf atas kesalahan penulisan pada rubrik Liputan Utama dengan judul “Membangun Kedekatan, Menyampaikan Ke Masyarakat Awam� oleh Aifiatu Azaza Rahmah pada halaman 32. Teks Asli Ignatia Nilu, seorang Co-Curator dari bidang non seni menambahkan bahwa wilayah kerja seorang kurator adalah melakukan pembacaan atas karya yang dimanifestasikan dalam teks. Teks Perbaikan Ignatia Nilu, seorang Curator dari bidang non seni menambahkan bahwa wilayah kerja seorang kurator adalah melakukan pembacaan atas karya yang dimanifestasikan dalam teks.
MARET
ARTIVITAS
Pameran Seni Teks : Serena Gabrielle/ Desain Interior 2014 Foto : Facebook ANTI-TANK PROJECT
Mural pada pameran I AM karya Ervancehavefun dan Sebtian dihapus, karena dituding memuat unsur pornografi dan LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender)
6
ART
ernahkah kalian mendengar isu yang mengatakan adanya pameran seni yang dibubarkan oleh Organisasi Masyarakat (ormas)? Pernahkah kalian mendengar pameran seni dibubarkan karena dinyatakan pameran yang mengangkat isu LGBT (Lesbian, Gay, Bisexual, Transgender)? IAM merupakan salah satu komunitas seni yang mewadahi seniman-seniman muda untuk mengangkat karyanya. Namun ketika komunitas ini mengadakan pameran yang dapat dikatakan hanyalah pameran biasa, malah dibubarkan oleh ormas yang mengaku sebagai ‘warga’ sekitar. Hal ini sangat meresahkan, terutama bagi kalangan seniman maupun penikmat seni. Seperti yang kita tahu seni merupakan media ekspresi dalam bentuk karya, namun apa jadinya bila aktivitas seni justru dibubarkan? Apa itu IAM? Galeri Independent Art-Space and Management (IAM) atau IAM Gallery memiliki niat baik untuk mengangkat karya seni dengan mewadahi para seniman muda untuk mengapresiasikan karya mereka. Pada bulan Mei 2016, IAM mengadakan pameran kontemporer berjudul ‘Idola Remaja Nyeni’ di galeri mereka yang berlokasi di Jalan Nagan Lor nomor 25. Pameran tersebut merupakan karya dari 2 seniman muda, yaitu Septian dan Ervance. Sayangnya pameran ini harus dibubarkan secara kurang terhomat oleh ormas yang tidak bertanggung jawab. Ormas merasa pameran yang diadakan IAM merupakan pameran yang mengangkat LGBT. Pameran yang sudah
MARET
berjalan selama satu bulan tersebut dibubarkan dan semua karyanya diangkut pada hari penutupan pameran, 30 Mei 2016. Mereka juga dipaksa menghapus mural yang dibuat di belakang gedung pameran tersebut karena dianggap mengangkat unsur Pornografi. Salah paham? Namun siapa sangka ternyata hal ini hanyalah kesalahpahaman belaka. Pembubaran yang seharusnya dibubarkan oleh ormas bukanlah IAM melainkan komunitas PLU (People Like Us). PLU merupakan komunitas yang menampung para Transgender. Hanya saja komunitas ini menempati alamat yang sama dengan IAM namun pada gedung yang berbeda. Pada waktu IAM melaksanakan pameran, PLU rupanya juga melakukan suatu pertemuan dihari yang sama, hanya saja tidak di laksanakan di alamat tersebut. Hal ini rupanya sampai pada ‘telinga’ ormas, kemudian mereka langsung bergerak untuk membubarkan kegiatan tersebut. Hingga terjadilah salah sangka bahwa IAM yang mengangkat unsur LGBT. Pada kejadian ini ormas pun ternyata juga megikut sertakan polisi. Pihak IAM sudah meluruskan bahwa mereka bukanlah komunitas yang bergerak di bidang LGBT, tetapi ormas tetap merasa bahwa karya-karya yang IAM pamerkan pada saat itu membawa unsur LGBT. Padahal yang mereka pamerkan adalah karya-karya kontemporer yang sama sekali tidak ada unsur tersebut.
8
ART
Mural kontemporer yang mereka aplikasikan di belakang gedung juga dianggap berbau pornografi karena adanya gambar kaki manusia. IAM tahu benar bahwa ormas hanyalah mencari-cari alasan karena mereka telah salah membubarkan acara. Polisi juga mengatakan bahwa pembubaran ini adalah keinginan warga sekitar karena kegiatan yang IAM lakukan sangat meresahkan warga. “Warga yang mana? Orang kita aja udah 4 tahun disitu, nggak pernah tuh ada warga yang protes.� Ucap Devie, selaku ketua dari IAM pada saat itu. Ia berpendapat bahwa ormas yang membubarkan IAM bukanlah warga sekitar. Hal inilah yang menyebabkan konflik antara pihak IAM dengan kepolisian. Karena setelah kejadian berlangsung, IAM pun dibantu oleh beberapa pihak untuk mengangkat kejadian tersebut di media, sehingga pihak polisi merasa disudutkan. Oleh karena itu IAM Gallery benar-benar dibubarkan, bukan hanya pamerannya melainkan mereka juga diusir dari tempat tersebut. Setelah kejadian tersebut, IAM pun hanya bergerak di bidang sosial media dan mengubah nama mereka menjadi I AM Project. Hingga saat ini I AM Project masih mencoba untuk kembali bangkit dan mencoba berkolaborasi dengan beberapa komunitas seni lainnya. [ae]
MARET
OPINI
Sinema, Negara dan Teks: Kevin Aldrianza Devano/ Televisi dan Film 2015 Ilustrasi: Ryani Silaban/ Seni Lukis 2015
ungkin semua orang tahu jika
biasa terselip beberapa hal yang asing
filem adalah hiburan yang sangat
dan jika kita dapat menelaah cerita
mudah dicerna. Menganut prinsip audio-
dengan pikiran yang cukup luas, ini bisa
visual yang menyatakan bahwa terdapat
dijadikan sebagai patokan seberapa luas
media yang bersatu padu antara suara
pengetahuan kita. Di beberapa masalah
dan gambar. Terdapat cerita, semiotik
seperti ini orang-orang yang mengaku
dan estetik yang dapat dinikmati
mempunyai wewenang untuk melindungi
dalam satu kemasan. Dapat ditonton
penonton yang mempunyai pemikiran
maupun dibedah sampai akhirnya dapat
sempit membuat sebuah peraturan agar
terjerumus terhadap pola pikir penonton.
penonton ini dapat menghindari hal-hal
Jika kita berbicara ke arah masyarakat
yang bodoh. Undang-Undang Republik
umum, filem adalah sebagai tontonan
Indonesia Nomor 33 Tahun 2009 Tentang
hiburan. Untuk masyarakat minoritas,
Perfilman, merupakan titik padu kebijakan
filem biasa dijadikan sebagai hasil riset
filem di Indonesia. Terdapat 16 Bab dan
dan pembelajaran. Ini berfungsi sebagai
90 Pasal yang tersedia di dalam sana.
wawasan seberapa luas pemikiran
Undang-undang ini berisi beberapa
masyarakat terhadap filem.
peraturan yang mengacu terhadap bagaimana sinema adalah negara itu
Dalam filem kita dihadapi oleh
sendiri.
cerita-cerita, dalam cerita-cerita ini
10
ART
‘Bahwa filem sebagai karya seni
Jika kita berbicara media lain seperti
budaya memiliki peran strategis dalam
seni rupa dan seni pertunjukan, jarang
peningkatan ketahanan budaya bangsa
kita temui perihal tentang sensor
dan kesejahteraan masyarakat lahir batin
terhadap seni-seni tersebut. Ini membuat
untuk memperkuat ketahanan nasional
beberapa pertanyaan, ‘mengapa hanya
dan blablablablablablablablablabla’ dan
filem yang tidak lulus sensor?’ padahal
masih banyak lagi. Ayat ini mempunyai
filem juga merupakan sebuah seni yang
pernyataan yang kuat bahwa sinema harus
berhak mendapatkan kebebasannya
mengikuti negara. Mengacu terhadap
juga. Sebenarnya banyak hal yang bisa
kata-kata ‘ketahanan’ ini menjadi sensitif
diakali jika filem masih harus berpegang
karena filem dijadikan sebagai alat. Alat
teguh untuk disensor. Seperti adanya
yang diperdayakan negara untuk menjaga
sensor mandiri. Sensor mandiri sendiri
kestabilitasan negara agar negara tak
sudah pernah dibicarakan oleh beberapa
dicap bodoh oleh negara-negara yang
orang dari LSF (Lembaga Sensor Film).
lain, kasihan tapi membuat ini semakin
Sensor mandiri merupakan usaha untuk
bodoh. Meskipun di beberapa negara juga
menyensor filem secara mandiri dari pihak
ditetapkan peraturan seperti ini, tetapi
yang berhubungan oleh filem. Orang LSF
tetap saja, filem adalah sebuah karya seni,
menyebutkan bahwa para sineaslah yang
bukan dikhususkan sebagai alat.
seharusnya mempunyai sensor mandiri. Sineas wajib membuang ide-ide yang
MARET
terlarang yang disebutkan dalam UU NO.33 Tentang Perfilman. Filem adalah karya yang dipertontonkan, bahwasanya filem mudah membuat pengaruh yang besar terhadap masyarakat. Masyarakat = Penonton, hal ini berlaku jika sensor mandiri seharusnya ditargetkan untuk penonton bukan sineas. Perlu ditekankan lagi, filem pada intinya ditonton di bioskop (bioskop umum atau alternatif) dan laptop, bukan di televisi yang akan ditonton jutaan masyarakat yang di dalam masyarakat itu banyak yang mempunyai pemikiran yang sempit, yang akan menyebabkan berbagai kebodohan karena filem. Yang terpenting seharusnya sebagai penonton adalah bagaimana cara berpikir secara luas dan transparant. [ae]
*Kevin Aldrianza Devano. Mahasiswa filem, bukan pembuat filem, hanya penonton filem yang monoton seperti tronton.
12
ART
OPINI
Perpustakaan Kecil di Solo dan Teks : Koes Yuliadi
ekitar tahun 1980-an awal seorang anak yang menginjak dewasa mulai kehabisan buku-buku novel utuk dibaca. Terpaksa ia mencicipi karya-karya Anny Arrow (buku stensilan yang dilarang) dan Nick Carter yang di dalamnya dipenuhi adegan ciuman dan persoalan ranjang dari tokoh utama. Tuan pemilik perpustakaan sebetulnya tak tega hingga ia mengajak si anak naik loteng perpustakaannya. Ia kemudian menunjukkan buku-buku milik Pramoedya. Secara bertahap si anak bisa menyelesaikan bacaan Bumi Manusia, Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah, dan Rumah Kaca. Ia sangat suntuk dan mengagumi tokoh Minke serta Nyai Ontosoroh. Tokoh-tokoh tersebut menginspirasinya hingga ia mampu menuliskan sebuah karya untuk tugas mengarang di sekolahnya.
MARET
Dari guru yang membaca karyanya dan catatan yang ia cari kemudian, si anak menjadi tahu bahwa Pram sangat berbahaya, karena pernah dipenjarakan di Pulau Buru. Pramoedya ditengarai sebagai aktivis LEKRA, lembaga kebudayaan bentukan Partai Komunis Indonesia (PKI). Terpikir oleh si anak, apakah ada yang salah dalam buku Pram hingga harus dilarang? Atau mungkin Pramoedya memiliki insting membunuh yang kemudian bisa ditranformasi ke dalam tulisannya, lalu para pembaca bisa meneruskan itikadnya? Tapi kenapa Anny Arrow dan Nick Carter tidak ditahan? Keduanya jelas mengajarkan anak-anak pada hasrat ketubuhan, menunjukkan cara meremas buah dada perempuan dan menarik tubuhnya ke ranjang. Kata bapak pemilik perpustakaan, kedua jenis buku itu sama-sama tak boleh dibaca sembarang orang. Berbahaya! Tapi mungkin berbeda bagi kepentingan negara untuk kedua kasus di atas. Karya-karya Pramoedya dipandang selalu identik dengan gagasan LEKRA yang bertendensi mengubah kenyataan yang ada dan sastra untuk perjuangan revoluisoner. Tawaran realisme sosialis dengan menempatkan seni sebagai media penyadaran masyarakat atas perasaan keterasingan dan sebagai manusia bebas bener-benar menjadi pilihan Pramoedya. Dalam seminar di Fakultas sastra UI tahun 1963, ia menyatakan bahwa realisme sosialis adalah dasar kreatif mereka yang tergabung dalam LEKRA. Relasi antara Pramoedya dan organisasi kebudayaan yang dipilihnyalah yang menjadikan Pramoedya dibuang ke Pulau Buru dan karya-karyanya dilarang untuk dipublikasikan.
14
ART
Seni dan kekuasaan dalam hal ini menunjukkan sifatnya yang cenderung konfrontatif. Dalam sejarah penyebaran agama, faham atau ideologi, seni seringkali dimanfaatkan untuk menghegemoni masyarakat. Gejala ini dipandang oleh Gramsci sebagai cara kelas dominan atau penguasa untuk mempengaruhi massa. Hegemoni sebagai dasar pemikiran Gramsci memberikan arahan atas pemaksaan yang terselubung. Cara pandang, pemikiran, ideologi, atau kebudayaan kelas yang mendominasi secara sengaja digulirkan kepada golongan yang didominasi. Seni menjadi salah satu alat yang sangat efektif untuk media ini selain pendidikan dan birokrasi. Oleh karena itu ketika karya-karya Pramoedya sangat mungkin menawarkan sebuah ideologi dan meresahkan penguasa, maka layak untuk “dimusnahkan�. Orde Baru (1966-1998) adalah rezim kekuasaan di Indonesia yang sangat “mencurigai� seni sebagai alat yang mampu melemahkan dan mengganggu kekuasaan. Tidak hanya karya-karya Pramoedya yang dilarang. Arjuna Mencari Cinta (1977) karya Yudhistira Ardi Noegraha diberhentikan saat dalam proses untuk difilmkan. Novel ini dipandang menyelewengkan cerita wayang dan memperburuk citra tokoh dalam epik yang menjadi rujukan tuntunan masyarakat Jawa. Orde Baru juga beberapa kali melarang pertunjukan Teater Koma (1990-an) sebagai bentuk untuk menjaga stabilitas sosial dan politik pemerintahan. Namun Orde Baru akhirnya terhempas tumbang berganti dengan semangat Reformasi. Karya-karya Pramoedya terbit kembali dan tak memberikan preseden buruk bagi para pembacanya. Pemerintah yang berkuasa
MARET
16
ART
sama sekali tak menganggap ancaman karya-karya yang bermuatan politis atau “ideologis�. Hanya yang muncul kemudian kasus-kasus pelarangan yang justru dimotori oleh tokoh terkemuka atau juga ormas yang berlandaskan keagamaan. Sebagai contoh misalnya pelarangan atas pemanggungan Inul Daratista oleh Rhoma Irama, perangan kelompok Ahmadiyah untuk menyebarkan keyakinannya, pelarangan diskusi diskusi Marxisme, pelarangan pameran, pelarangan mengajar. dan masih banyak kasus yang lain. Dengan mengatasnamakan penyimpangan moral dan membahayakan keyakinan, mereka—perseorangan atau lembaga tertentu di luar atau merasa bagian dari pemerintahan—memberikan punishment bagi yang lain. Mereka merasa menjadi bagian dari kekuataan dominan yang bisa mendominasi masyarakat yang lain. Peristiwa di atas menjadi tontonan yang menarik di televisi. Masyarakat ingin mendalaminya dengan mencari berbagai macam berita di sekian banyak stasiun televisi di Indonesia. Televisi sebagai salah satu media yang memproduksi budaya popular mengemas peristiwa tersebut selayaknya sebuah tontotan. Marah, getir, kasihan, atau turut mengutuk korban, menjadi pilihan setiap penonton. Tiada lama kemudian kabar ini akan berganti dengan peristiwa lain seperti jatuhnya pesawat terbang, penangkapan artis yang mengkonsumsi narkoba, koruptor yang terlepas dari jerat hokum, dan lain sebagainya. Pertanyaannya kemudian adakah ini menakutkan bagi kita semua? Dunia akan terus berputar dan peristiwa demi peristiwa akan bergulir dan semakin banyak individu yang merasa
MARET
memiliki kuasa. Akan tetapi di balik itu semua “pasar� juga dikonstruksi lebih memiliki kekuasaan. Kapitalisme telah melakukan reteritorialisasi atas moral dan kekuasaan. Deleuze memberikan pandangan bahwa manusia pada masa despot selalu dibatasi geraknya oleh mitos, lingkungan sosial, aturan kepala suku, dan lainlain sebagai penentu teritorialisasi. Hasrat kreatif atau kebebasan biasanya akan melakukan pemberontakan (deteritorialisasi). Kini untuk kepentingan ekonomi dan mungkin juga politik, ada kuasa yang me-reteritorialisasi atas segalanya. Pelarangan kaum LGBT untuk muncul di ruang publik termasuk televisi, tak perlu ditaklukkan oleh golongan mereka. Ada ruang di beberapa kota besar di Indonesia yang menyediakan panggung untuk mereka. Pelarangan diskusi Marxisme masih bisa kita ikuti dalam kelompok-kelompok kecil yang tak perlu dipublikasikan. Atas nama moral joged seronok dilarang, akan tetapi di Jakarta banyak tempat yang menyediakan ruang yang lebih dari itu. Tak perlu lagi membaca Anny Arrow atau Nick Carter atau memelototi Playboy. Kita bisa langsung menyentuh dan merasakan nafasnya, bahkan perempuan dari Uzbekistan. Kalau tak percaya bisa bertanya kepada Moammar Emka yang menuliskan Jakarta Undercover. Kini untuk apa mempersoalkan itu semua jika menyadari jagad reteritorialisasi telah terbentuk. Tapi beda jika untuk kepentingan popularitas dan kuasa. Karena pelarangan bisa menjadi alat untuk popularitas penguasa dan pembuktiaan atas kekuasaan. Kisah bocah dan perpustakaan kecil di Solo telah memberikan representasi yang menurut saya sangat alamiah dan Deleuzian. Sang pemilik lebih bijak untuk mengarahkan si anak. Ia lebih menawarkan jagad pemikiran daripada
18
ART
ketubuhan bagi si anak. Loteng di atas perpustakaannya adalah tempat untuk mempelajari “pelarangan”. Di atas “loteng” awal tahun 80-an, si bocah kecil bisa membaca kisah yang ditulis paman Pram dengan nyaman dan tanpa rasa was-was.
*Koes Yuliadi adalah Ketua Jurusan Teater Institut Seni Indonesia Yogyakarta. Selain aktif sebagai akademisi, ia juga serorang sutradara dan pembuat film.
MARET
LAPORAN UTAMA
Seni dan Teks: Nurul Wulan Ramadhanti Nelwan /Televisi dan Film 2015 Ilustrasi: Soni Harsono/ Desain Interior 2014
eni adalah segala sesuatu yang dihasilkan atau diciptakan manusia yang bersifat keindahan. Wujud dari seni disebut dengan karya seni, yaitu suatu hasil yang lahir dari pemikiran seseorang atau seniman. Seseorang melihat karya seni karena dua alasan, yaitu hanya untuk menikmati semata yang pada akhirnya memunculkan perasaan suka atau tidak suka atas karya tersebut dan yang kedua adalah untuk mencari makna. Karya seni bersifat multi tafsir, artinya setelah karya seni itu selesai dibuat dalam proses yang panjang oleh tangan seorang seniman, karya tersebut langsung berada di ruang publik. Seorang seniman harus siap dihadapkan oleh pemahan publik atas karya seni yang telah diciptakannya. Seperti yang disebut oleh seorang kurator Indonesia, Suwarno
20
ART
Wisetrotomo, bahwa publik itu bisa macam-macam. Bisa orang awam, ahli seni, penikmat seni, akademis politisi, ahli agama atau siapapun. Dari situlah karya seni dinilai. Orang-orang membawa refrensinya masing-masing ketika melihat seni. Seorang ahli seni akan menilai karya seni tersebut dengan pemahamannya terhadap seni, seorang politisi akan membawa perspektif politiknya dalam memaknai, dan ahli agama juga akan menggunakan ilmu agamanya dalam menilai karya seni tersebut. Tak jarang karya seni mendapat judgemental dari beberapa pihak. Judgemental adalah sebuah penilaian terhadap sesuatu yang bersifat menghakimi. Karya seni yang biasa di-judgemental adalah karya seni yang
MARET
dianggap vulgar, dan dapat merusak moral dalam diri seseorang yang melihatnya. Seperti contoh lukisan telanjang, patung-patung, bahkan beberapa karya sastra yang dianggap menyindir pemerintah. Dalam hal ini, pelaku judgmental suatu karya seni yaitu organisasi masyarakat (ormas) keagamaan dan kaum moralis lainnya. “Sebetulnya itu tidak dalam rangka menghakimi. Dalam rangka memaknai juga. Persoalannya adalah memaknai dengan pendekatan sepihak. Mutlak-mutlakan. Absolut. Padahal seharusnya tidak ada karya seni yang absolut. Namun hasil dari referensi tadi. Problemnya kemudian adalah orang-orang yang menilai secara absolut. Jika ada karya yang di luar cara dia melihat, ia anggap keliru,” tutur Suwarno. Ia juga menambahkan bahwa bagi seorang seniman tidak perlu merasa terbebani dengan hal tersebut. Tugas seniman adalah menjadi saksi zaman. Mewujudkan gagasan-gagasannya, impian-impiannya, serta renungan-renungannya. Kasus karya seni yang mendapat penghakiman dari ormas-ormas sebenarnya sudah berlangsung sejak dulu, contohnya yaitu intimidasi dan gugatan hukum dari Front Pembela Islam (FPI) terkait hasil karya foto dua orang seniman, Agus Sugawe dan Davy Linggar berjudul “Pinkswing Park” pada tahun 2005. Karya tersebut dipamerkan dalam CP Biennale 2005 yang bertajuk “Urban/Culture”. FPI menggugat ketua tim kurator Jim Supangkat, serta dua model pada karya tersebut, Anjasmara dan Isabelle Jahja atas tuduhan pornografi dan penistaan agama. Lalu ada pula kasus pemberedelan yang belum lama terjadi. Sebut saja kasus salah “serang” terhadap galeri seni Independent Art – Space and Management (I AM) yang berlangsung pada
22
ART
30 Mei 2016 dengan tema “Idola Remaja Nyeni”. Laskar Kalimosodo menuding bahwa galeri itu akan menjadi lokasi sarahsehan komunitas lasbian, gay, biseksual, dan transgender. Walaupun kejadian tersebut merupakan kasus salah “serang”, polisi tetap saja membredel sembilan lukisan dalam pameran tersebut. Ironisnya tidak ada diskusi sebelumnya antara pembredel dengan pelaku seni. Sempitnya tafsir atas praktik penciptaan karya seni akan menyebabkan pembredelan lukisan secara sepihak terus terjadi di ruang lingkup seni. Alasan pornografi pada setiap kegiatan pembredelan merupakan penyekatan bebas berekspresi terhadap para seniman. Sementara dalam hal ini, seniman seharusnya punya kapasitas dan hak dalam menciptakan karya-karyanya yang memuat pesan-pesan tertentu— entah ideologi, agama, keyakinan, cinta, kecewa, marah, senang dan sebagainya.
Gambar Porno sebagai wujud dari Diskrepansi Makna dalam Pemaknaan Karya Seni Sebetulnya dalam dunia seni tidak ada yang disebut dengan gambar porno. Dalam artian lukisan telanjang tidak serta-merta telanjang, namun mempunyai arti, tafsir dan pemaknaan yang berbeda, yang lebih dari sekedar porno, yaitu disebut dengan suatu keindahan. “Orang yang mengatakan gambar porno karena referensinya terbatas dan mutlak-mutlakan. Sesungguhnya kita perlu memahami dulu apa itu telanjang, ketelanjangan,
MARET
24
ART
pornografi, sensualitas. Tidak setiap yang telanjang adalah porno. Bahkan yang tertutup pun bisa porno,” jelas Suwarno. Ia kemudian menjelaskan bahwa justru yang dimaksud dengan porno adalah apa yang sering kita sebut dengan blue film atau film yang mempertontonkan kejadian dua orang bersetubuh secara keseluruhan. Beda halnya dengan sebuah karya seni yang mempunyai pemaknaan tersendiri. Pun jika orang belajar anatomi tubuh tidak termasuk dalam pornografi juga. Itu adalah sebuah pembelajaran yang dilakukan oleh ilmu kedokteran guna memahami segala bentuk tubuh manusia untuk kepentingan kedokteran. Hal ini bergantung pada sebuah konsep atau konten yang digarap oleh seorang seniman terhadap karya seninya. Seperti halnya lukisan yang dibuat oleh pelukis Basuki Abdullah yang beberapa karyanya mengangkat lukisan bertema perempuan. Di antaranya lukisan berjudul Jaka Tarub, wanita Spanyol, gadis Bali dan puteri berpakaian hitam. Ketelanjangan yang diekspresikan pada lukisanlukisan ini bukan mengangkat aspek seksual perempuan, melainkan apa yang disimbolkannya, dalam hal ini yaitu suatu kesuburan, kelembutan, dan sebagainya. Suwarno yang juga sebagai penulis karya ilmiah berjudul “Kritik Seni Rupa Indonesia: Peduli Kepada Apa dan Siapa” mengatakan, “Kalau sedikit-sedikit pornografi hanya karena pahanya, buah dadanya karena telanjang tanpa melihat konteks menurut saya itu sewenangwenang. Tapi saya ingin mengatakan ada memang karya pornografi, tapi tidak semuanya dipukul rata menjadi telanjang itu pornografi.”
MARET
Sebetulnya ada juga kasus patung yang dibredel bahkan dirobohkan, namun dalam hal ini bukanlah patung telanjang yang sering disebut dapat merusak moral bangsa. Salah satu kasus adalah patung wayang di daerah Purwakarta. Kota Purwakarta sebagai kota santri dianggap tak pantas jika dijejali patung-patung yang dianggap berhala. Forum-forum keagaaman menganggap bahwa penyebarluasan karya seni bisa mengakibatkan pemerosotan akhlak pada setiap orang karena tidak sesuai dengan aturan-aturan dalam agama. Tindakan penghakiman secara sepihakpun semakin menggurita sampai ke penyerangan ruang seni, seperti yang dilansir dalam web IVAA (Indonesia Visual Art Archive) http://ivaa-online.org/author/alit/ menjelaskan “...serangan aktivis sipil reaksioner ke Survive! Garage Sabtu, 2 April 2016 dan IAM Space Senin, 30 Mei 2016.� Dalam sistem basis data IVAA, keduanya adalah pelaku kolektif yang mengelola ruang seni untuk menampilkan karya melalui kegiatan seni misalnya pameran. Dalam website ini dijelaskan bahwa penyerangan ruang seni bukan hanya kondisi aktual yang mengagetkan bagi para pelakunya. Dua kejadian di Yogyakarta yang hanya berselang sebulan ini menunjukkan terjadinya krisis di ruang-ruang demokrasi di Indonesia. Kekerasan yang dilakukan ormas, polisi, dan TNI dengan pembenaran antara lain “mencegah penyebaran paham komunis� dengan sweeping buku atau membubarkan nonton bersama dan diskusi juga terjadi di sepanjang April hingga Juni 2016.[ae]
26
ART
LAPORAN UTAMA
Bagaimana Karya Seni Bisa Teks: Evi Sabiella/ Televisi dan Film 2015 dan Iwang Yudita Fajar/ Desain Interior 2014
Ilustrasi: Eka Arief Setyawan/ Televisi dan Film 2015
epekaan estetik pada dasarnya sulit untuk dijelaskan secara kebahasaan,
Di sisi lain, kritik seni juga dapat dimanfaatkan oleh sang pencipta karya
namun demikian - hal itu merupakan
seni untuk mengevaluasi diri, sejauh
yang utama dalam melakukan apresiasi
mana karya seni itu dapat ditangkap dan
seni rupa. Dikatakan “kepekaan� karena
dimengerti oleh orang lain, sejauh mana
sangat berkaitan erat dengan perasaan
prestasi kerjanya juga dapat dipahami
seseorang untuk dapat merasakan apa
manusia di luar dirinya. Hal ini tentu
yang terkandung dalam sebuah karya seni
menjadi perhatian ketika evaluasi diri
rupa. Misalnya dapat merasakan bahwa
tersebut adalah sebuah renungan untuk
karya tersebut dingin, dinamis, tenang,
melihat respon dari para peminat seni.
mencekam, magis dan sebagainya. Hal
Semua hal tersebut adalah umpan balik
ini terjadi karena kematangan teknik
yang cukup berharga bagi pencipta karya
sangat mempengaruhi kualitas unsur
seni untuk memperbaiki karya-karya
yang digunakan sebagai media untuk
seninya di masa-masa mendatang.
mengekspresikan gagasan dari sang seniman itu sendiri.
Pencipta karya seni juga dapat mengandalkan kritik seni yang
MARET
disampaikan kepadanya baik secara langsung maupun tidak langsung. Adanya informasi tersebut selanjutnya oleh pencipta karya dapat dijadikan renungan yang baru untuk karya seni yang akan dibuat selanjutnya, baik dengan penambahan maupun pengurangan dari karya sebelumnya. Kritik seni awalnya merupakan kebutuhan untuk menjelaskan makna seni, kemudian beranjak pada kebutuhan untuk memperoleh kesenangan dari kegiatan berbincang-bincang tentang seni, yang pada akhirnya dapat mengarah pada perumusan pendapat atau tanggapan yang nantinya dapat difungsikan sebagai standar kriteria atau tolak ukur bagi kegiatan mencipta dan mengapresiasi seni. Dalam berkarya seni, sebuah tema dapat menyangkut berbagai masalah seperti sosial, budaya, religi, pendidikan, politik, pembangunan dan lain sebaginya. Hal ini, aspek yang dapat dikritisi adalah sejauh mana tema tersebut mampu ‘menyentuh hati’ para penikmat seni, baik pada nilainilai tertentu dalam kehidupan sehari-hari ataupun hal-hal yang bisa mengingatkan pada peristiwa tertentu. Tema yang baik jika dikombinasi dengan hasil karya seni yang baik pula dapat membangkitkan
28
ART
persepsi bahkan ingatan dari para
jangkauannya juga kepada masyarakat
penikmat seni yang melihatnya.
umum dan bukan hanya masyarakat penggemar seni saja, sehingga tidak
Pembahasan mengenai tema pada
menggunakan ulasan yang mendalam
dasarnya tidak dapat lepas dari latar
untuk lebih memberikan informasi kepada
belakang sang seniman itu sendiri. Selain
masyarakat umum tentang karya seni
itu, tema juga akan menuntun pada
yang dipamerkan.
sajian pembahasan mengenai pesan yang ingin disampaikan oleh seniman
Kritik secara kontekstual berarti tidak
kepada khalayak, dimana tema di sini
hanya menggunakan kriteria estetik,
tidak terbatas dan cakupannya sangat luas
namun juga mempertimbangkan norma-
bergantung pada pengetahuan dari sang
norma yang berlaku di masyarakat yang
seniman.
berhubungan dengan moral, psikologi, sosiologi, dan religi. Oleh sebab itu,
Menurut Drs. Anusapati, MFA., tujuan
dalam melakukan kritik juga perlu
dari kritik seni ini adalah memberikan
mempertimbangkan apakah sebuah
pengetahuan kepada masyarakat
karya seni patut digelar di depan umum
luas secara umum agar mudah untuk
sementara beberapa masyarakatnya
diterima dan dipahami. Namun
sangat religius, apakah tidak menyinggung
demikian, keterbatasan kritik ini karena
perasaan masyarakat dan sebagainya. [ae]
MARET
WAWANCARA
Feminisme Dalam Narasumber: , Seniman dan Aktivis Sosial. Teks: Adinda Lisa Irmanti/ Desain Interior 2014 & Fitriana/ Fotografi 2014 Foto : Koleksi Pribadi
30
ART
Seperti yang kita ketahui seni adalah ungkapan perasaan seseorang yang dituangkan kreasi berbentuk gerak, rupa, nada, syair, yang mengandung unsurunsur keindahan. Sedangkan karya seni merupakan suatu wujud ekspresi yang bernilai dan dapat dirasakan secara visual maupun audio, tujuannya membuat seseorang yang menyaksikan merasa terkagum terhadap karya seni tersebut. Sehingga karya seni dapat dikatakan wujud ekspresi yang dapat menghipnotis orang yang mengaguminya. Dalam setiap karya seni terdapat pesan untuk para penikmat yang ingin disampaikan bahkan dapat ditarik pesan berdasarkan perspektif mereka sendiri.
MARET
ebebasan merupakan hak mutlak
yang dilindungi oleh aturan hukum.
yang harus didapatkan bagi
Jika sekarang di Indonesia (yang konon
seluruh masyarakat Indonesia. Tanpa
berazas demokrasi) terjadi intolenransi
terkecuali, termasuk kebebasan dalam
dan pihak pemerintah maupun aparat
berkarya seni. Bukan tanpa tujuan, dari
keamanan mendiamkan (atau bahkan
hasil karya seni oleh seniman – seniman
sepertinya mendukung kelompok yang
dapat menjadi tolak ukur perkembangan
tidak toleran) pasti ada hal yang tak
seni di Indonesia. Namun pada
proporsional terjadi disini. negara yg
perkembangannya banyak terdapat aksi
konon berazas demokrasi sekarang boleh
oknum – oknum yang beranggapan dan
diragukan! Demokrasi disini cuma jadi
berpendapat seniman sering kali melewati
sekedar basa-basi politisi!
batasan ‘ sesuai ‘ dalam berkarya. Mengapa demikian? Berikut wawancara
Pengertian seni sendiri untuk saya
Redaksi bersama Arahmaiani mengenai
adalah media ekpressi yang tak
kebebasan dalam berkarya seni.
terpisahkan dengan kehidupan. Art Effect (AE): Bagaimana perkembangan seni Indonesia saat ini
Art Effect (AE): Sebagai salah satu pelaku
dalam konteks Indonesia yang akhir-
seni yang sangat terkenal, apa pendapat
akhir ini darurat aksi intoleran, termasuk
anda mengenai pengertian kebebasan?
dalam dunia seni yang bisa dilihat dari
Pengertian seni? Dan pengertian
pembubaran acara kesenian, budaya
kebebasan dalam berseni? Mengingat
literasi seperti diskusi buku, atau
akhir-akhir ini Indonesia sedang darurat
penurunan karya seni? Menurut anda
aksi-aksi intoleransi, termasuk dalam
pribadi apakah perkembangan seni di
berkesenian?
Indonesia sedang mengalami penurunan, stagnan, atau justru meningkat?
Arrahmaiani (A): Saya percaya kebebasan adalah hak manusia (yang
Arrahmaiani (A): Saya kira butuh
harus disandingkan dengan kewajiban).
waktu lebih banyak lagi untuk melihat
Seni yang dihasilkan dalam sistem yg
dampak dari intoleransi ini. Walau saya
demokratis tentunya mengikuti budaya
kira intoleransi ini terus berlangsung
kebebasan individu dalam berekspresi
karena pemerintah membiarkan, maka
32
ART
bisa dipastikan nanti akibatnya adalah
ini terjadi di negara yang menganut sistem
penurunan. Bagaimana mungkin seniman
demokrasi maka seharusnya melewati
akan berkarya dengan baik jika merasa
prosedur hukum dan mengikuti aturan
tak bebas dan “dihantui” oleh mereka yg
yang menghargai perbedaan pendapat.
tidak tolensi yang cenderung menghakimi
Tak ada yang boleh semena-mena
dan agresif?! Apa mungkin bisa terbangun
melarang orang untuk berekspresi. Karena
suasana kreatif yang sehat dalam situasi
semua orang seharusnya mendapat
seperti itu??!
perlindungan dan penghormatan atas haknya untuk berekspresi dan memberi
Art Effect (AE): Kebebasan seperti apa
pendapat.
yang dibutuhkan oleh seorang seniman? Art Effect (AE): Haruskah seniman Arrahmaiani (A): Yang pasti kebebasan untuk berekspresi - karena kerjaan
patuh pada norma agama maupun sosial masyarakat?
seniman kan mengekspersikan diri atau ide-ide dan pemikiran lewat karya.
Arrahmaiani (A): Ya enggak haruslah...
Juga kebebasan mengeksplorasi fantasi
Tapi kalau ada yang mau patuh dan
dan imajinasinya (dengan berpegang
mengikuti aturan agama maupun norma
atau berlandasan pada nilai-nilai yang
- itu juga haknya. Atau mau ikutin aturan
diyakininya tentunya)
pasar - manut biar laku - ya itu juga hak mereka yang merasa sebagai seniman
Art Effect (AE): Bagaimana menurut anda
pasar.
jika salah satu pameran karya seni pada event tertentu “dilarang” karena dianggap
Tapi mengingat kondisi zaman yang
memamerkan karya yang dianggap tidak
penuh dengan manipulasi dan korupsi
pantas atau tidak sesuai dengan “kondisi”
serta ketidak-adilan ya kalau mau patuh-
dan “norma” masyarakat saat ini?
patuhan gitu sih namanya bukan seniman beneran. Hanya saja “perlawanan” atau
Arrahmaiani (A): Ya tergantung
ketidak-patuhan ini kan bisa beragam
masalahnya apa, kenapa dianggap tidak
bentuk dan cara pengungkapanya.
pantas. Lalu siapa yang melarang dan
Bagaimana strategi dan metoda si
dengan cara seperti apa. Seperti saya
seniman dalam mengungkapkan ide dan
sudah jelaskan diatas - sebetulnya jika hal
pemikiranya kan penting. Jadi bukan
MARET
hanya asal melawan saja! Terus bangga karena dianggap pahlawan!
Selain memfasilitasi suprastruktur untuk mengolah lebih lanjut kreatifitas seniman dan elemen-elemen pendukungnya -
Art Effect (AE)Sebagai seniman,
infrastruktur juga perlu ditingkatkan.
dukungan siapa dan seperti apa yang
Sistem organisasi dan kegiatan perlu
dibutuhkan agar tetap bisa eksis berkarya
dibuat lebih konstruktif dan efisien dengan
untuk memajukan seni di Indonesia?
perencanaan yang jelas kedepan. Jadi komunikasi karya dan publik bisa efektif
Arrahmaiani (A): Dukungan dari semua
dan kesalah-pahaman bisa dikurangi.
pihak, semua elemen dalam masyarakat
Keterlibatan pemerintah dengan segala
- idealnya. Juga dari pihak pemerintah
dukunganya disini akan sangat berarti dan
(jika mungkin). Menurut saya dukungan
berdampak positif.
bukan berarti harus sepenuhnya selalu setuju dengan karya atau ide-ide si
Art Effect (AE); Anda sendiri pernah
seniman. Pertanyaan atau keraguan
beberapa kali menjadi korban intoleransi
dan kritik juga diperlukan. Selain itu
karena karya-karya Anda seperti “Lingga
tentunya perlu diberikan fasilitas untuk
& Yoni” dan “Sex, Religion, & Coca-Cola”
seniman menampilkan karya-karyanya
dianggap melecehkan agama. Bagaimana
baik berupa kegiatan pameran, diskusi,
sikap anda pribadi terhadap aksi tersebut?
simposium/konferensi dengan segala varian bentuknya. Poin lain yang saya
Arrahmaiani (A): Karena saya paham
anggap penting adalah: pendekatan
sikap intoleransi itu datang dari ketidak
kesenian sebaiknya diarahkan ke ranah
mampuan berpikir dengan jelas,
yang bersifat lintas disiplin (tidak hanya
menganalisis perkara dengan metoda
dibatasi bidang seni dan lalu menjadi
dan disiplin berpikir yang disepakati,
ekslusif). Dialog antar disiplin dalam
dan tafsir agama yang dikendalikan oleh
situasi kehidupan hari ini amatlah
ego dan keinginan untuk mengendalikan
diperlukan.
dan menguasai. Maka yang saya coba lakukan adalah memperjelas gagasan
Art Effect (AE); Hal apa yang harus
saya, berkomunikasi lebih lanjut dengan
diperbaiki untuk kebebasan berkarya seni
mereka. Saya mengerti bahwa kelompok
agar dapat diterima khalayak banyak?
intoleran itu juga ada “dalang” atau pengendali dibelakangnya. Mereka
34
ART
juga menyediakan semacam “service”
menghambat pengembangan potensi
oknum yang membutuhkan “jasa” mereka
si pemilik tubuh. Sehingga eksplorasi di
untuk menteror, mengintimidasi atau
dunia seni bisa memberikan sumbangan
mengalihkan perhatian. Ya mereka
berarti atas pemahaman dari kenyataan
memang sepertinya bisa dibayar -
tubuh ini.
makanya tidak mengherankan jika mereka mendapat julukan sebagai “preman berjubah”
Art Effect (AE); Apakah ada diskriminasi khusus dalam masyarakat awam terhadap seniman wanita?
Art Effect (AE); Bagaimana pandangan anda terhadap karya seni, entah lukis,
Arrahmaiani (A): Maksudnya masyarakat
patung, fotografi, dan lainnya yang sering
awam di Indonesia kan? Ya, dengan
mengeksplorasi tubuh perempuan?
sistem patriaki yang masih kuat mengakar sampai hari ini tentu saja juga berdampak
Arrahmaiani (A): Tubuh adalah hal
pada seniman perempuan. Lihat saja
kongkrit dan nyata dalam kehidupan
bagaimana jumlahnya dibanding seniman
ini - yang bisa dilihat dan disentuh. Ia
laki-laki jauh lebih sedikit. Belum lagi
merupakan bagian yang paling “tangible”
tantangan dalam kehidupan berkarir
dari realita dan paling “dekat” dengan
yang harus dihadapi juga berbeda dengan
kita. Dari sisi pendekatan seni - tubuh
kaum lelaki. Karena posisinya yang
juga memperlihatkan kenyataan tidak
“lemah”di dalam sistem patriarki maka
hanya sekedar di ranah fungsi tapi juga
ada banyak hal yang akan menekan dan
keindahan dengan segala dinamika &
mempersulit posisi seniman perempuan
kemungkinanya. Jadi tubuh mempunya
dan usahanya untuk mengembangkan
posisi dan peran penting dalam kehidupan
karya maupun karirnya.Lalu jika seniman
yang harus dipahami oleh si punya tubuh
perempuan ini kritis dan memiliki ide-ide
ini.
yang mempertanyakan “kuasa lelaki” atau sistem patriarki maka ia akan berada
Tubuh perempuan dalam hal ini
dalam posisi yang jauh lebih sulit lagi.
memang menjadi sangat penting karena
Dan bahkan bisa dikucilkan! (Tahun
ideologi patriarkis dalam kebudayaan
lalu teman-teman seniman lelaki yang
maupun keyakinan apapun cenderung
perjalanan karirnya hampir berbarenang
mengendalikan dan bahkan bisa
dengan saya dan juga masuk ke arena
MARET
36
ART
dunia seni Internasional - hampir semua
atau profesional, secara tidak langsung
mendapat penghargaan dari pemerintah
mendukung pengobjektivikasian wanita
Indonesia (ya hampir semua kecuali saya!)
dalam karya seni?
Saya tak perlu menyebutkan nama-nama mereka, silahkan dicari saja infonya di
Arrahmaiani (A): Yah, tergantung dari
media. Karena persoalan disini bukan
perspektif mana melihatnya, tergantung
soal saya iri sama teman-teman tapi
karya seni atau fotografinya seperti apa,
saya melihat perlakuan diskriminatif
menyampaikan pesan atau nilai-nilai apa!
dari penguasa. Bagaimana penguasa
Kalau dalam karya ada tubuh perempuan
tak mendukung gagasan-gagasan karya
telanjang dan kita ingin tahu maksud dan
saya. Itu yang saya anggap penting
artinya apa - kan harus menelaah dulu ide
dan terlihat sangat jelas! Ini menjadi
di baliknya dan juga konteksnya. Enggak
indikator ke arah mana pemerintah akan
asal pukul rata dan memberi vonis:
membawa negeri dan bangsa ini. Dan
pokoknya ada tubuh perempuan telanjang
setelah sekitar 2 tahun dalam posisi
atau setengah telanjang ini enggak bener
kuasa - kan kita bisa melihat dengan jelas
dan enggak bisa diterima!.
dan terang benderang arah mana yang mereka ambil yang melahirkan kebijakan-
Art Effect (AE); Bagaimana posisi dan
kebijakan yang kita saksikan sekarang,
peran wanita dalam dunia seni secara
yang pada dasarnya tidak bijak dan penuh
spesifik? Menurut Anda, seniman wanita
pretensi permainan politik belaka. Atau
mendapat diskriminasi akibat sistem
dengan lain perkataan: banyak janji yang
patriarki, lalu apakah seniman wanita
cuma sekedar janji belaka dan tak ada
yang terus bertahan seperti Anda merasa
pelaksanaanya). Jadi akhirnya sebetulnya
punya peran khusus untuk menghadapi
saya senang dengan kenyataan bahwa
itu? Misalnya, ingin mengubah persepsi
saya tak mendapat penghargaan. Sebab
masyarakat awam terhadap seniman
yang memberi penghargaan juga bukan
wanita dan menyuarakan kesetaraan
pihak yang saya hormati.
gender lewat karya seni?
Art Effect (AE); Bagaimana pandangan
Arrahmaiani (A): Ya tentunya - salah satu
anda terhadap persepsi bahwa wanita
penyebab saya terus bertahan adalah
yang menjadi model gambar atau
karena ingin merubah persepsi orang
fotografi dan seni lainnya secara sukarela
tentang perempuan: bahwa perempuan
MARET
juga mampu menjadi seniman yg baik! Juga kesetaraan gender adalah hal yang saya anggap seharusnya.
Arahmaiani adalah seniman yang sering menggeluti permasalahan hubungan Barat-Timur dan isu-isu kesetaraan gender
Art Effect (AE); Apa yang membuat anda tetap bertahan untuk terus berkarya?
dalam berkesenian. Selain berkarya, ia juga terlibat dalam gerakan lingkungan di Tibet sejak tahun 2011.
Arrahmaiani (A): Saya tetap bertahan untuk berkarya - karena begitulah hidup saya. Maksud kehidupan ini adalah untuk saya memberikan sumbangan ide/ pemikiran dalam bentuk karya. Dan ini seperti menjadi semacam kewajiban atau tugas hidup untuk saya. Selain menjadi sumber kebahagiaan yang nyata. Art Effect (AE); Apa harapan yang ingin disampaikan kepada “oknum� yang sering dianggap tidak sesuai dengan merampas hak kebebasan para seniman untuk berkarya? Arrahmaiani (A): Kalaupun masih boleh punya harapan - sebetulnya sederhana saja harapan saya. Semoga pada suatu hari cara pikir dan keyakinan yang agresif dan cenderung diwarnai kekerasan itu akan disadari. Bahwa hal seperti itu bukanlah ajaran sesungguhnya dari agama yang mereka anut. Bahwa mereka hanya meng-instrumentalisasi agama untuk kekuasaan dan uang. [ae]
38
ART
Wahai Punggawaku,
Bangkit Dandy Yanuarta, S.Sn.
Fandy Akbar D. Perdana, S. Sn.
Teatrika Handiko Putri, S.Sn.
Dinar Surya Oktarini, S.Sn.
Vregina D. Magdalena, S.Sn.
Vichy Nugroho, S.Sn.
Aifiatu Azaza Rahmah, S.Sn.
Annisa F. Sukarno, S.Sn.
Aprillio A. Akbar, S.Sn.
Driepuza R. Fortunanda, S.Sn.
Titis Lutfitasari, S.Sn.
Hernila Dwi Anisa, S.Sn.
Aisya Nurramadhani, S.Sn.
Hengki Laditakrama, S.Sn.
Selamat Wis udah Wis udah, wis kelar. Jadilah orang berguna untuk bangsamu kelak. Yang lain cepat menyusul yaaa! Tetap semangat! >.<
MARET
PERSPEKTIF
Utopia Kebebasan Teks: Fitriana/ Fotografi 2014 Ilustrasi: Clara Victoria Padmasari/ Desain Komunikasi Visual 2013
ebebabasan berekspresi. Istilah ini tentu tidak asing kita dengar. Kebebasan berekspresi sebenarnya adalah wacana yang sudah lama dibahas dan dituangkan dalam berbagai kesepakatan, entah dalam tingkat nasional maupun dunia. Di tingkat internasional, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) membuat Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia yang ditetapkan pada 10 Desember 1948, yang kurang lebih berisi: â&#x20AC;&#x153;Setiap orang berhak atas kebebasan berpendapat dan berekspresi, dalam hal ini mencakup kebebasan untuk berpegang teguh pada pendapat tertentu tanpa mendapatkan gangguan, dan untuk mencari, menerima dan menyampaikan informasi dan ide/gagasan melalui media apa saja tanpa ada batasan.â&#x20AC;?
40
ART
Meski terlihat sangat “liberal” kebebasan yang dijamin oleh deklarasi ini bukannya tidak terbatas, karena kebebasan yang dimaksud perlu memperhatikan moralitas setempat dan tanpa mencederai hak kebebasan orang lain, seperti yang tertuang dalam Pasal 29: “Dalam menjalankan hak-hak dan kebebasankebebasannya, setiap orang harus tunduk hanya pada pembatasan-pembatasan yang ditetapkan oleh undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan dan penghormatan terhadap hak-hak dan kebebasan-kebebasan orang lain dan untuk memenuhi persyaratan aspek moralitas, ketertiban dan kesejahteraan umum dalam suatu masyarakat yang demokratis.” Di Indonesia sendiri, kebebasan berekspresi dijamin dalam pasal 28F, yang menyatakan bahwa “Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia,” dan dipertegas kembali lewat Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Dengan jaminan-jaminan di atas, seharusnya kebebasan bereskpresi dapat dilaksanakan dengan kondusif, aman, dan damai. Pada periode orde baru, gerakan fasisme terpusat pada pemerintahan, sehingga kebebasan berekspresi menjadi sangat terbatas dan kaku. Namun, sejak kejatuhan Soeharto, bangsa Indonesia menerima dosis “kebebasan” yang turah-turah, hal ini ditandai
MARET
dengan bangkitnya berbagai media massa, munculnya komunitas-komunitas kesenian dan budaya yang sebelumnya arah haluan â&#x20AC;&#x153;kesenianâ&#x20AC;? ikut didoktrin oleh pemerintah, juga bebasnya masyarakat mengikuti pemilihan umum, hingga munculnya budaya-budaya populer baru yang tidak terjadi di era sebelumnya, seperti penetrasi musik K-Pop, tren berhijab, cosplay, sampai maraknya acara pencarian bakat di televisi. Meski kebebasan berekspresi sekarang terlihat lebih maju dibanding beberapa dekade lalu, kenyatannya akhir-akhir ini muncul sebuah gerakan fasisme baru yang kerap kali menghalang-halangi suatu bentuk kebebasan dalam berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, maupun mendayagunakan berbagai media untuk menyalurkan informasi tersebut. Gerakan ini, anehnya dimobilisasi oleh organisasi-organisasi masyarakat (yang biasanya) konservatif, yang (seharusnya) terlepas dari peran pemerintah. Jika dulunya organisasi masyarakat (ormas) seperti Boedi Utomo, Nahdlatul Ulama, maupun Muhammadiyah ikut berperan dalam membangun negara, saat ini beberapa ormas tampak ingin menghancurkan keberagaman dan kebebasan dalam berserikat dan berkumpul untuk mengeluarkan pikiran. Mirisnya, dalam beberapa kasus ormas-ormas ini didukung oleh aparatur negara seperti tentara dan polisi dalam aksi-aksinya. Sebut saja penutupan Pesantren Waria Al-Fattah di Banguntapan, Bantul, pembubaran acara Ladyfest di Survive Garage, pembubaran pemutaran film â&#x20AC;&#x153;Pulau Buru Tanah Air Betaâ&#x20AC;? yang diselenggarakan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Yogyakarta, penyitaan sembilan
42
ART
lukisan dari pameran “Idola Remaja Nyeni” di Galeri I AM, hingga pengepungan asrama mahasiswa Papua di Jalan Kusumanegara karena isu separatisme. Ini adalah beberapa kejadian yang terjadi di Yogyakarta, sementara kita tahu di luar kota pelajar peristiwa serupa juga terjadi. Kaum marginal, isu komunisme, perempuan, dan minoritas adalah sasaran aksi-aksi intoleransi dan pembungkaman kebebasan berekspresi tersebut. Kartika Jahja, seniman dan salah satu inisiator acara Lady Fest dalam wawancara di www.whiteboardjournal.com “Memperjuangkan Kesetaraan Bersama Kartika Jahja” menyatakan opininya bahwa ormas yang membubarkan acara Lady Fest tidak membubarkan acara dangdut atau organ tunggal dengan unsur sensual karena saat pertunjukkan dangdut, wanita ditempatkan sebagai objek yang dapat dinikmati, sementara saat acara seperti Lady Fest, perempuan adalah subjek yang mengontrol, mengorganisir, dan membuat pilihan, sehingga dilihat sebagai ancaman karena mereka merasa bahwa itu bukanlah peran perempuan.
MARET
Pemahaman ormas, aparat negara, dan warga sekitar tentang konten acara yang kurang, tertutupnya keinginan berdialog untuk saling memahami dan membuka wawasan, hingga upaya mengeksiskan diri untuk menunjukkan â&#x20AC;&#x153;kekuasaanâ&#x20AC;? menyebabkan wacana kebebasan berekspresi yang dijamin oleh negara akhirakhir ini menjadi sangat utopis. Pelaku aksi intoleransi bisa jadi juga ditunggangi oleh kepentingan pihak-pihak tertentu untuk melakukan kontrol sosial, moral, dan politik. Dilansir dari www.bbc.com dalam berita berjudul â&#x20AC;&#x153;Polisi dan Ormas Bubarkan Acara Lady Fast di Yogyakartaâ&#x20AC;?, Lies Marcoes-Natsir selaku pegiat perempuan dan Islam pada lembaga Rumah Kita Bersama berkomentar bahwa reaksi polisi di Yogyakarta sebenarnya menunjukkan suatu pertanda, bahwa adanya dualisme hukum di negara ini, yang pertama adalah hukum positif dengan pendekatan sekuler, lalu ada kekuatan hukum primordial yang basisnya dari pandangan agama. Selanjutnya, hukum primordial ini masuk ke ruang publik dengan mengambil alih peran negara. Hal ini tentu saja terlarang. Yang menyedihkan, negara seakan tunduk pada kekuasaan yang sebenarnya terlarang ini. Pierre Bourdieu, seorang sosiolog Prancis telah lama memberi nama pada fenomena ini dengan istilah doxa, yakni sebuah tatanan sosial dalam diri individu yang stabil yang terikat pada tradisi serta terdapat kekuasaan yang sepenuhnya ternaturalisasi. Dengan kata lain, doxa bisa dimengerti sebagai suatu keadaan dimana situasi sosial dianggap mapan dan sudah semestinya terjadi. Pihakpihak yang berkuasa pada doxa adalah pihak dengan
44
ART
MARET
modal kontrol sosial yang besar. Tentu, akan selalu ada pihak-pihak yang menentang wacana doxa tersebut. Wacana ini disebut heterodoxa. Dalam ranah pertarungan wacana ini, pihak penguasa yang mempertahankan doxa disebut orthodoxa. Mereka biasanya adalah pendukung statusquo dimana wacana kritis dibungkam agar tidak mengganggu “kenyamanan” kelompok dominan. Sebagai ilustrasi, dari kasus penyitaan buku “berhaluan” kiri Sejarah Gerakan Kiri Indonesia di Shopping Center Yogyakarta oleh Kejaksaan Tinggi Yogyakarta pada Mei 2016 lalu misalnya. Doxa yang ingin dilestarikan oleh orthodoxa adalah misalnya “paham komunisme itu tidak mengakui Tuhan”, atau “paham komunisme berbahaya bagi demokrasi”. Wacana ini ingin terus dipertahankan oleh orthodoxa kepada masyarakat awam, sehingga sumber-sumber yang dianggap memberikan pemahaman terhadap ideologi kekiri-kirian tersebut disita. Sementara itu, kalangan mahasiswa atau beberapa akademisi yang menggugat penyitaan tersebut adalah pihak heterodoxa. Aksi-aksi semacam ini, jika terus terjadi akan menutup keinginan pelaku budaya dan masyarakat untuk saling berdiskusi dan bertukar pikiran, saling mengkritik dan melahirkan ide-ide baru demi kemajuan. Jika akses untuk hal tersebut dihalang-halangi, masyarakat pada akhirnya akan memilih menjadi apatis agar “aman”. Lalu, apa yang bisa diharapkan dari masyarakat yang apatis, selain jadi lebih mudah dihasut, diarahkan, dan ditipu habis-habisan oleh mereka yang berkepentingan karena tidak terbiasa berpikir kritis? [ae]
46
ART
REFLEKSI
Introspeksi Terhadap Motto â&#x20AC;&#x153;Jogja Berhati Nyamanâ&#x20AC;? di Teks: Miftachul Arifin/ Televisi dan Film 2015 Ilustrasi: Iwang Yudita Fajar/ Desain Interior 2014
ebebasan berkesenian hak
Akan tetapi, ketidakjelasan penerapan
berdemokrasi memang
prosedur dan tata cara pendekatan
memiliki batasan dalam praktik atau
penegakan hukum justru berulangkali
penyampaiannya. Adapun batasan-
terjadi selama paruh pertama tahun 2016.
batasan tersebut telah diatur dalam pasal
Sejumlah peristiwa pembubaran pameran
19 dan pasal 29 ayat 2 Deklarasi Universal
karya-karya seni dan pembatasan hak
Hak Asasi Manusia (DUHAM) PBB, dan
berdemokrasi menjadi bagian dari daftar
sudah seharusnya disosialisasikan serta
tersebut. Ironisnya, peristiwa-peristiwa
diterapkan secara jelas dan merata.
semacam itu justru terjadi di dalam
MARET
provinsi D.I Yogyakarta yang notabene bergelar Kota Pelajar, Kota Pendidikan, dan Kota Seni. Serangkaian pembubaran paksa acaraacara diskusi dan wujud solidaritas mahasiswa, penarikan buku-buku yang dalam eksekusinya langsung menurunkan tentara guna menyita buku-buku yang dianggap sebagai media penyebarluasan ideologi, filsafat, atau faham-faham komunis. terjadi secara beruntun setiap bulan, sejak bulan Januari hingga Mei tahun 2016. Contoh kasus di antaranya adalah saat satuan tentara dan kepolisian mendatangi salah satu penerbit buku di Yogyakarta, Resist Book, di Maguwoharjo Sleman. Kedatangan aparat yang tentunya menjaga keamanan dan kenyamanan setiap warga negara justru menimbulkan kesan ancaman terhadap para karyawan dan aktifitas literasi di tempat tersebut. Hal serupa juga terjadi pada satu penerbit lain dan salah satu toko buku, yakni Penerbit Narasi di daerah Deresan, Yogyakarta dan Toko Buku Budi di Catur Tunggal, Depok, Sleman. Satu contoh kasus lain yang segaris dengan peristiwa pembatasan hak
48
ART
berdemokrasi terjadi pada para
Sebelum Lady Fast, Pondok Pesantren
mahasiswa oleh aparat kepolisian
Waria Al Fatah juga dibubarkan Februari
ketika mereka tengah melakukan aksi
lalu. Kemudian giliran Peringatan Hari
demo di Forum Rektor se-Indonesia di
Kebebasan Pers Dunia yang diadakan
Universitas Negeri Yogyakarta menuntut
oleh para jurnalis di Yogyakarta, di
penghapusan sistem Uang Kuliah Tunggal
Kantor Aliansi Jurnalis Independen (AJI)
(UKT) pada bulan Januari tahun 2016.
Yogyakarta, dibubarkan massa pada malam hari tanggal 3 Mei tahun 2016.
Sebelumnya, juga telah terjadi
Acara yang beragendakan pemutaran
pembubaran acara pameran bertajuk
film dokumenter “Pulau Buru Tanah Air
“Lady Fast” pada tanggal 2 April 2016.
Beta”, didatangi polisi dan massa Forum
Lady Fast diawali oleh keinginan bertemu
Komunikasi Putra-Putri Purnawirawan
dan bersilaturahmi beberapa teman
TNI/Polri (FKPPI) untuk menghentikan
perempuan dengan latar belakang
acara tersebut. Situasi yang menegang
berbeda dari berbagai tempat yang
dan setelah melalui negosiasi alot, panitia
berbeda. Kumpulan perempuan ini
sepakat menghentikan acara tersebut.
diberi nama ‘Kolektif Betina’, sebuah
Pemutaran film pun batal.
perkumpulan yang berlandaskan semangat persaudarian dan saling mendukung satu dengan lainnya.
Jogja yang sebagai Kota Pendidikan dan di sisi lain juga sebagai Kota Budaya, tentunya memiliki keterkaitan pula
Acara Lady Fast 2016 diadakan di
dengan unsur seni. Sebab, budaya dan
SURVIVE! Garage, sebuah ruang komunitas
seni adalah satu kesatuan. Seperti kata
seni berwujud rumah yang beralamat di Jl.
Emanuel Gobay, atau lebih akrab disapa
Bugisan Selatan 11, Tirtonirmolo, Kasihan,
Edo, selaku Staff Devisi Sipil Politik
Bantul, Yogyakarta. Mencakup diskusi
(Sipol) Lembaga Bantuan Hukum (LBH)
mengenai isu-isu perempuan, lokakarya
Yogyakarta, “Jadi, Jogja ini kan Kota
pemutaran film, dan hiburan musik.
Pendidikan, dan di sisi lain juga sebagai
Pengunjung yang datang merupakan
Kota Budaya. Di dalam budaya itu kan ada
anggota komunitas perempuan dan ada
unsur seninya, karena budaya dan seni
pula yang sengaja berkunjung untuk
itu satu kesatuan”. Mengenai peristiwa
melihat karya seni.
pembatasan kebebasan berkesenian
MARET
berwujud pembubaran pameran-pameran karya seni, menurutnya hal itu merupakan tindakan yang tidak sesuai dengan kontribusi dari para seniman selama ini. “Kemudian kalau dilihat dari usia Institut Seni Indonesia, itu kan sudah lama eksistensinya di Jogja. Selama itu, sudah mampu meluluskan sekian banyak seniman. Baik yang eksis di Jogja maupun yang sudah melalang buana sampai ke internasional, dan secara tidak langsung membawa harum nama Jogja yang disebut Kota Pendidikan dan juga Kota Budaya, sekaligus mengharumkan nama Indonesia.
banyak seniman. Dalam konteks etika,
Apabila pada praktik kesehariannya di
sangat disayangkan,” kata Edo.
Jogja ini para seniman itu mendapat tindakan-tindakan sebagaimana yang
“Harapannya, karena seniman juga
terjadi di I AM Art dan di Lady Fast, itu
adalah salah satu elemen yang juga
menunjukkan satu kemunduran dalam
mewarnai budaya, maka seniman dengan
konteks kontribusi besar yang telah
hasil karya-karya yang akan diciptakan
mereka berikan. Tetapi, faktanya mereka
ke depan bisa bersama-sama untuk
bisa mendapatkan timbal balik kenyataan
mengkampanyekan betapa pentingnya
yang seperti itu (pembubaran pameran),”
perlindungan dan penghargaan terhadap
lanjutnya.
HAM melalui hasil-hasil karyanya. Silakan gambar (berkarya), dan kalau bisa ada
Motto ”Jogja Berhati Nyaman”, yang
muatan-muatan betapa pentingnya HAM
melekat selama ini kemudian tampak
dan bagaimana semua orang, baik itu
semakin tidak toleran. Ditinjau dalam
institusi kepolisian maupun warga sipil
konteks etika, hal itu sangat disayangkan.
bisa melindungi HAM sebagai wujud
“Ini kan sebuah hal yang sangat
kecintaan terhadap hukum dan juga
disayangkan. Bagaimana bisa terjadi di
terhadap manusia itu sendiri,” tutupnya.
kota yang jelas-jelas sudah melahirkan
[ae]
50
ART
REMBUG SENI
Seni Menyesuaikan Ruang Pamer atau Ruang Pamer Teks dan Ilustrasi: Eka Arief Setyawan/ Televisi dan Film 2015
embahas mengenai kegiatan
yakni ketimpangan antara jumlah karya
berkesenian memang takkan ada
seni yang dihasilkan oleh seniman dengan
habisnya, khususnya pada bidang Seni
jumlah lokasi pameran yang tak lagi sama
Rupa yang juga merupakan titik penting
rata alias â&#x20AC;&#x2DC;njomplangâ&#x20AC;&#x2122;.
pula dalam jagad kesenian dimanapun berada. Namun, dibalik riuhnya partisipasi
Hal ini diutarakan langsung oleh
masyarakat maupun seniman dalam
Padmono Anggoro selaku Kepala Seksi
mewarnai jagad ini terdapat sejumlah
Seni Rupa Dinas Kebudayaan Daerah
persoalan yang harus segera diselesaikan,
Istimewa Yogyakarta (DIY) bahwa
salah satunya adalah mengenai tempat
memang persoalan mengenai lokasi
untuk kegiatan berpameran bagi para
pameran berkesenian di Yogyakarta
seniman di Yogyakarta yang kian kontras,
selain tempat-tempat langganan lokasi
MARET
pameran termasyhur seperti Taman
hingga memasuki masa 30 tahun lamanya
Budaya Yogyakarta, Jogja National
itu pun memanfaatkan momennya untuk
Museum, dan Bentara Budaya Yogyakarta,
mengadakan pertukaran karya seni rupa
serta berbagai rumah seni lainnya - masih
yang dijaring melalui perlombaan untuk
menjadi persoalan tersendiri yang tetap
kemudian masing-masing dipamerkan di
belum menemukan titik temu tepat.
Yogyakarta maupun di Kyoto.
Namun, beliau mengatakan bahwa
“Kita pada bulan September telah
hingga kini, Dinas Kebudayaan DIY
mengadakan lomba lukis untuk DIY-
masih tetap berupaya untuk memberi
Kyoto dengan diikuti dari usia TK hingga
solusi atas ketimpangan lokasi pameran
SMA, SMK, dan bahkan juga SLB. Bahkan
tersebut yang mana salah satunya adalah
tahun ini pun karya yang masuk hanya
membuat ‘ruang’ pamer di luar ruangan,
dibatasi sampai 400 karya saja mengingat
alias tak hanya di dalam ruang tertutup
antusiasme masyarakat sangat tinggi.”
saja. “Sebetulnya kegiatan itu tidak harus di ruang tertutup (TBY, JNM – di bawah
Padmono pun mengatakan bahwa target
aungan Dinas Kebudayaan DIY) saja,
pemerintah dalam menjaring peluang
kita juga berupaya menunjukkan agar
seni rupa pada masyarakat pun tak hanya
pameran seni rupa itu dapat dilakukan
mengadakan lomba, lalu mendata, dan
di ruang terbuka, agar dapat merespons
kemudian dipamerkan, namun beliau
lingkungan sekitar pula.”
mengatakan bahwa Dinas Kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta khususnya
Selain itu, instansi yang berlokasi di
di bidang seni rupa juga melakukan
Jalan Cendana, Kota Yogyakarta tersebut
pembinaan khusus kepada para peserta
juga membuat berbagai terobosan dalam
yang mayoritas pelajar sebelum akhirnya
upaya melestarikan seni rupa di tengah
diseleksi untuk dipamerkan bersama
masyarakat, salah satunya mengadakan
guna melestarikan kegiatan berkesenian
berbagai pameran seni yang juga
terutama pada seni rupa, serta berusaha
bekerjasama dengan berbagai pihak
untuk tetap eksis berpameran dimanapun
bahkan hingga antar negara salah satunya
lokasinya.
Kyoto, Jepang, bahkan Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta yang mana telah mendeklarasikan sister city engan Kyoto
52
Harapan Padmono pun tetap ada dan optimis kepada para seniman Yogyakarta
ART
mengenai solusi ruang pamer tersebut. “Karena Jogja itu kota pelajar, kota seni budaya juga, jumlah penduduknya banyak, bangunannya juga rapat-rapat. Saya yakin pasti ada solusinya, karena saya tahu bahwa seniman-seniman Jogja itu kreatif.” Beliau juga mengatakan bahwa kini pendopo yang berlokasi di Dinas Kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta dapat digunakan oleh siapapun untuk memamerkan karya seni dari berbagai wujud asalkan sesuai prosedur. “Dan pendopo juga bisa dipakai untuk pameran yang mana aturannya yaitu tetap mengirimkan surat izin secara prosedural.”
Kode Etik Seni : Seberapa Perlukah? Sejak dulu Kode Etik memang telah menjadi banyak acuan serta pijakan dalam melakukan berbagai hal sesuai etika maupun kepatutan, baik di dalam jabatan bahkan keprofesian sekaligus, termasuk seniman juga – yang mana keberadaan Kode Etik Seni (Kode Etik Kebudayaan) hingga kini pun masih simpang siur, banyak kalangan yang mengharapkan ada, bahkan tak sedikit pula yang menganggap remeh hal tersebut.
MARET
Hal ini diutarakan langsung oleh
acuan dalam berkesenian yang sesuai
Joko Dwiyanto selaku Ketua Dewan
etika dan juga kesepakatan bersama
Kebudayaan Yogyakarta, yang mana
selain mengacu pula pada Kode Etik
memang Kode Etik tersebut sejatinya
Internasional yakni International Court of
telah dirancang khusus sejak lama, namun
Arts yang dimiliki oleh UNESCO (Badan
kemudian terhambat ketika akan diteken
dibawah naungan PBB yang menangani
oleh pihak eksekutif yakni pemerintah
urusan sains, pendidikan, dan kesenian),
sendiri saat itu. “Secara formal belum
bahkan hingga urusan sertifikasi pada
tersusun, padahal sudah dibuat oleh
seniman. “Seni meskipun eksak - namun
dewan yang kemudian terhambat”.
juga sulit, dan memang harus melalui kesepakatan yakni melalui kode etik itu.”
Padahal menurut Joko Dwiyanto sendiri, adanya Kode Etik Seni dan Kebudayaan ini dianggap cukup penting, yakni sebagai
54
Bahkan salah satu bakal poin dari kode etik tersebut yakni mengenai ‘Sertifikasi
ART
Seniman’ saat itu juga sempat menjadi pro
Hak Cipta bersama mitra dari Dewan
kontra di kalangan para seniman karena
Kebudayaan Yogyakarta, namun kemudian
dianggap tidak penting dan membelenggu
belum dapat selesai juga.”
kebebasan dalam berkesenian. “Padahal, sertifikasi itu nantinya juga untuk
Padmono juga mengharapkan bahwa
memperjuangkan hak dari seniman itu
nantinya Kode Etik Seni dan Kebudayaan
sendiri termasuk memperjuangkan hak
tak hanya membahas mengenai seni rupa
kekayaan atas intelektual terutama yang
sebagai seni yang ‘tampak’ secara fisik
paten, karena jika tidak ada sertifikasi
ataupun juga bidang yang lain, namun
maka seniman tersebut tidak akan
juga membahas lebih pada bidang lain
mendapatkan ‘identitas’nya, yang mana
juga terutama Seni Pertunjukan. “Sebuah
juga akan berpengaruh dan menjadi sulit
karya (hak cipta) sekarang memang masih
nantinya saat akan memperkenalkan
susah, kalau di seni rupa sepertinya masih
karya-karyanya pada dunia luar, karena
bisa (dibuatkan hak ciptanya), tetapi
saat ini dunia internasional itu serba
bagaimana kalau di seni pertunjukan
rasional”.
(seperti bentuk tari dan sebagainya)?” [ae]
Hal senada pun juga diutarakan oleh Padmono Anggoro selaku Kepala Seksi Seni Rupa Dinas Kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). “Kode etik sebetulnya perlu, terlebih mengenai persoalan hak cipta di Indonesia yang mungkin karena tingkat kesadarannya pada penghargaan karya seni masih terlihat berbeda dengan negara lain.” “Sebenarnya wacana (untuk mengesahkan kode etik seni) masih ada, namun kebijakan tetap pada pimpinan tertinggi. Dan untuk wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta sendiri sebenarnya sejak dulu akan dibuatkan Undang-undang
MARET
GALERI
Pentas Teater - Seluruh pemain bergembira merayakan keberhasilan mereka dalam mementaskan adegan teater di Gedung Auditorium Teater, Fakultas Seni Pertunjukan, Institut Seni Indonesia Yogyakarta. Sabtu (14/01). Pementasan tersebut diselenggarakan dalam rangka untuk memenuhi Karya Tugas Akhir oleh Kristanto Mulyagan yang bertajuk â&#x20AC;&#x153;Alangkah Lucunya Negeri Iniâ&#x20AC;?. FOTO/Dok. Pribadi
56
ART
Pameran DKV - Pengunjung pameran sedang melihat salah satu katalog pameran di Galeri Soepomo, Fakultas Seni Rupa, Institut Seni Indonesia Yogyakarta. Rabu (18/01). Pameran tersebut diselenggarakan dalam rangka untuk memenuhi Karya Tugas Akhir prodi Desain Komunikasi Visual (DKV). FOTO/Dok.Pribadi
MARET
Pameran Animasi - Suasana Pameran Animasi part III di Galeri Fakultas Seni Media Rekam, Institut Seni Indonesia Yogyakarta. Kamis (19/01). Pameran tersebut diselenggarakan dalam rangka untuk memenuhi Tugas Akhir prodi Animasi. FOTO/Dok.Pribadi
58
ART
MARET
SIBAK TRADISI
Mengenal Keseharian Kampung Teks: Eka Arief Setyawan/ Televisi dan Film 2015 Foto: Nurrul Wulan Ramadhanti Nelwan/ Televisi dan Film 2015
iapa yang tak mengenal Kampung
dihuni oleh 7 Kepala Keluarga tersebut.
Pitoe (Kampung Tujuh) yang berada
Kampung Pitoe pun masih menyimpan
di kaki gunung api purba Nglanggeran?
banyak sekali fakta-fakta yang belum
Wilayah yang kini telah banyak dikenal
terungkap serta hal-hal mistis diluar nalar
hingga level mancanegara tersebut
manusia yang hingga kini tetap menjadi
memang telah menjadisuatu objek
kepercayaan masyarakat disana.
menarik yang juga sebagai rekomendasi ekowisata bagi para pelancong yang
Hal ini diutarakan oleh Aan, selaku
mengunjungi daerah Yogyakarta dan
pengelola Desa Wisata Nglanggeran yang
sekitarnya.
juga sebagai Ketua Pemuda Desa Pitoe yang ditetapkan sejak revitalisasi total
Namun, dibalik megahnya gunung api
Kampoeng Pitoe pasca gempa bumi yang
yang kini telah nonaktif serta keunikan
melanda Yogyakarta pada tahun 2006
sebuah kampung yang hingga kini hanya
silam.
60
ART
AKTIVITAS - Ibu dari Aan sedang membuat kopi di dapur rumahnya yang berada di Desa Nglanggeran, Patuk, Gunungkidul, Yogyakarta. Sabtu (10/9/16). Ibu dari Aan merupakan istri dari sesepuh di Kampung Pitoe. FOTO/Nurrul Wulan Ramadhanty Nelwan.
â&#x20AC;&#x153;Kampoeng Pitoe sendiri sekarang hanya
namun karena memang disini tergolong
memiliki 8 rumah, lalu untuk jumlah
desa yang tergolong susah dalam hal apa
kepala keluarga juga tetap 7, tetapi dulu
saja, termasuk memperoleh kebutuhan
juga sempat pernah lebih dari 7 kepala
hidup sehari-hari, bekerja, hingga
keluarga, namun akhirnya tak bertahan
memperoleh pendidikan. Bahkan saking
dan kemudian tetap 7 sampai sekarang.â&#x20AC;?
susahnya, ketika akan membeli bahan
Terang lelaki yang menempati sebuah
pokok saja misalnya harus rela berjalan
rumah joglo di ujung desa tersebut.
jauh hingga 6 kilometer, serta untuk mendapatkan listrik juga harus disalurkan
Tentu menjadi pertanyaan tersendiri
dari kampung lain yang panjangnya
mengapa bisa dinamakan Kampoeng
hingga 700 meter. Maka hal itulah yang
Pitoe dan mengapa dapat hanya tersisa
menyebabkan kehidupan masyarakat jadi
7 Kepala Keluarga (KK) saja? â&#x20AC;&#x153;Jadi
kurang makmur sehingga ada beberapa
sebenarnya dulu pernah lebih dari 7 KK,
yang telah pindah dari desa ini dan
MARET
otomatis jumlah penduduk pun berkurang
putri sesepuh pun telah berumur dewasa
hingga sisa sekarang.”
bahkan telah berkeluarga, dan dalam istilah kampung disebut ‘wulak walik ing
Namun, Aan pun juga mengakui bahwa
jaman’ (bolak baliknya zaman).
selain hal ilmiah tadi, penyebab jumlah penduduk hanya tersisa 8 KK pun juga
Lalu, dalam sistem yang diterapkan pada
disebabkan hal-hal mistis, karena menurut
Kampoeng Pitoe juga terdapat istilah
penuturan dari para sesepuh disana
‘sesepuh’ dan ‘wakil sesepuh’, disematkan
bahwa di masa lalu Kampoeng Pitoe
pada penduduk asli yang dituakan disana,
memang terkenal angker, dan hanya
yakni keluarga Rejodimulyo sebagai
kalangan orang yang memiliki kekuatan
sesepuh, dan keluarga Yatnorejo sebagai
sakti saja yang dapat memasukinya,
wakilnya.
dan juga terdapat suatu kepercayaan masyarakat yang telah turun temurun
Akan tetapi, kini kehidupan Kampoeng
dan harus ditaati berdasarkan pesan
Pitoe telah berubah menjadi lebih baik
dari sesepuh pepunden dari desa Tlogo
setelah wilayah gunung api Nglanggeran
yakni Eyang Iro Dikromo yang dipercaya
dibuka untuk sentra pariwisata. “Jadi,
bahwa lokasi tersebut hanya boleh dihuni
hampir semua masyarakat disini juga
oleh Mpu Pitu (kelompok 7 atau 7 Kepala
ikut bekerja disana (kawasan ekowisata
Keluarga).
Gunung Api Purba Nglanggeran).”
Selain itu, keunikan lainnya dari
Kemudian dia menambahkan, “Karena
Kampoeng Pitoe yakni pencatatan
memang tak hanya menawarkan
kependudukannya ternyata memiliki
keindahan gunung api purba disaat
sistem berbeda dengan lainnya, yang
matahari terbit atau terbenam, namun
mana orang tua (baik bapak maupun
juga memberi keseruan lain seperti
ibu) sebagai sesepuh dan penghuni
outbound, panjat dan naik gunung,
desa sebelumnya yang seharusnya
berkemah, flying fox, jelajah alam, wisata
menjadi Kepala Keluarga ternyata dalam
budaya dan ritual, bahkan untuk tempat
pencatatan KK pun bertukar posisi dan
penelitian sekalipun.”
‘mengikuti’ KK sang anak, dengan kata lain sang anak yang kemudian menjadi Kepala Keluarga – walaupun kini para putra-
62
Terdapatjuga beberapa ikon di wilayah gunung api yang memiliki ketinggian
ART
SUASANA DESA - Anak-anak di sekitaran kaki Gunung Nglanggeran sedang bermain di Musholla Desa Nglanggeran. Sabtu (10/09/16).
antara 200 – 700 meter di atas permukaan
menjadikan mudah mendapatkan jodoh
laut (mdpl) dan bersuhu rata-rata 23
dan rezeki, lalu ada Embung Kebun
derajat sampai 27 derajat celcius tersebut,
Buah Nglanggeran, dan Sumber Mata Air
seperti misalnya tanaman pohon ‘Termas’
Comberan yang hingga kini tak pernah
yang dipercaya dapat menyembuhkan
mengalami kekeringan dan digemari para
berbagai macam penyakit, lalu Gunung
wisatawan karena beriklim sejuk serta
‘Wayang’ yang kini dikenal sebagai
terdapat Tangga Tataran yang pada zaman
Gunung ‘Nglanggeran’, lalu Gunung
invasi Jepang digunakan sebagai tempat
‘Blencong’ yang sempat ambrol pada
persembunyian para tentaranya, dan yang
tahun 2006 karena gempa bumi yang
terakhir yakni Gua Song Putri yang pada
melanda Yogyakarta.
zaman dulu digunakan sebagai lokasi pertapaan para putri-putri raja, dan juga
Kemudian ada Telaga Guyangan yang menurut mitos masyarakat airnya dapat
MARET
Arca Tanpa Kepala yang berlokasi tak jauh dari gua tersebut.
POTRET - Aan sedang berpose di rumahnya yang berada di Kampung Pitoe, Desa Nglanggeran, Patuk, Gunungkidul, Yogyakarta. Sabtu (10/09). Aan merupakan pengelola desa wisata Nglanggeran Gunung Purba sisi timur dan ketua dari pemuda Desa Pitoe. FOTO/Nurrul Wulan Ramadhanty Nelwan.
Khusus untuk wisata budaya sendiri â&#x20AC;&#x201C;
memberikan sesaji sebelum mengadakan
ternyata di daerah Nglanggeran terutama
acaranya pada tiga lokasi yakni Telaga
Kampoeng Pitoe juga masih mengadakan
Guyangan, Perempatan Jalan, dan
beberapa acara budaya hinggamelibatkan
Papringan, serta melakukan hajatan,
banyak kampung lainnya seperti Rasulan
1000 harian, bahkan â&#x20AC;&#x2DC;kirab budayaâ&#x20AC;&#x2122; atau
atau Sedekah Laut yang wajib diadakan
biasa dikenal sebagai acara arak-arakan
oleh 3 pedukuhan setiap tahun sekali, lalu
bersama dengan membawa sesaji, hingga
64
ART
mementaskan tari Ronggeng yang mana
biasa disebut ‘ewon’ dan ‘gotong royong’,
oleh masyarakat dikenal sebagai Ledek
yang mana jika para Ibu disana diberi
atau Tayub. “Jadi setelah panen padi
tugas untuk menyapu areal rumahnya,
kita benar-benar sangat bersyukur, dan
para Bapak pun membenahi akses jalan di
salah satu wujud dari rasa syukur kami
dalam Kampoeng Pitoe karena memang
ya dengan mengadakan acara-acara tadi
terdapat beberapa sudut jalan yang
sebagai bentuk mensyukuri nikmat yang
masih kurang diperbaiki sehingga becek
diberikan kepada kami.” Ujar Aan.
terutama saat hujan tiba.
Selain itu, kegiatan masyarakat
Harapan Aan sebagai salah satu tokoh
Kampoeng Pitoe juga tak sedikit, mereka
desa yakni tetap ingin mengangkat
pun kemudian tetap kompak bersama
identitas Kampoeng Pitoe menjadi lebih
dalam melakukan berbagai aksi guna
dikenal masyarakat tanpa mengubah
merawat desanya, seperti acara ‘Bersih
nilai-nilai leluhur yang sudah menjadi jati
Desa’ yang diadakan pada saat Minggu
diri dari desa tersebut. [ae]
Legi atau Senin Legi, dan juga saat perayaan hari besar, kemudian ada juga ‘Arisan Desa’ yang diadakan oleh para Ibuibu di desa tersebut, lalu ‘Kerja Bakti’ atau
MARET
ENSIKLOPEDIA
Gabungkan Karya Seni dengan
Teks: Aprines Hersusanda Rachim/Desain Interior 2014 Foto: Koleksi Pribadi Lifepatch
ifepatch adalah komunitas yang bergerak dibidang sains, seni, dan
Lifepatch tergolong seni media baru. Lifepatch menggabungkan teknologi
teknologi. Beranggotakan 11 orang yakni
dan sains kemudian diaplikasikan dalam
Agus Tri Budiarto, Nur Akbar Arofatullah,
bentuk seni, mereka mengajak para
Budi Prakosa; Andreas Siagian, Agung
anggota dan siapapun yang terlibat dalam
Geger, Arifin Wicaksono, Adhari Donora,
aktivitasnya untuk meneliti, menggali, dan
Ferial Afiff, Wawies Wisnu Wisdantio,
mengembangkan kehadiran teknologi,
Dholy Husada, dan Sita Magfira,
Sumber Daya Alam (SDA), dan Sumber
dengan latar belakang pendidikan dan
Daya Manusia (SDM) di daerah sekitarnya.
ketertarikan yang berbeda dalam bidang sains, seni, dan teknologi. Berkantor di
Nama Lifepatch pertama kali muncul
Jl. Bugisan Selatan, di belakang gedung
pada saat mengikuti Gigs Festival
Sekolah Menengah Seni Rupa (SMSR).
(festival teknologi) di Bandung. Mungkin
66
ART
Lifepatch melaksanakan workshop tentang Metode Mengumpulkan Sampel Air untuk persiapan acara Jogja River Project (JRP) tahun 2013. Workshop ini dimaksudkan untuk mempelajari bersama cara yang tepat untuk mengumpulkan sampel air sungai sesuai standar operasi dari Standar Nasional Indonesia (SNI). (Sumber: Koleksi Pribadi)
banyak diantara kita yang masih asing
Selain itu Lifepatch juga pernah
dengan salah satu komunitas ini. Namun,
mengadakan workshop “DIY Bio Hacking
kontribusinya pada masyarakat dan
Mini” yaitu membuat “miCAM” sebuah
project yang mereka garap sudah banyak,
stage kit untuk mikroskop digital dari
baik di dalam maupun luar negri.
webcam, yang dikembangkan melalui kerjasama dengan ‘Hackteria’, sebuah
Salah satu project Lifepatch yaitu
portal web yang menyajikan berbagai
sebuah permainan tembak-tembakan
karya seni berbasis sains dan biologi.
berjudul BEDIL di pameran ArtJog ke 8. Mengangkat isu pembangunan hotel
Salah satu cara Lifepatch
dan minimarket 24 jam yang jumlahnya
memperkenalkan diri dan berkontribusi
semakin banyak di Jogja dan meresahkan
pada masyarakat adalah dengan
warga.
mengadakan workshop yang didasari atas
MARET
Timbil Budiarto berinisiasi untuk melompat ke tengah kanal untuk menunjukkan cara mengumpulkan sampel air yang benar. Menurutnya, meski terlihat mudah, sungai tidak sebegitu dangkal dan biasanya memiliki arus yang besar. (Sumber: Koleksi Pribadi)
68
ART
inisiatif anggotanya atau sesuai
dengan elemen yang ada di Lifepatch,
keinginan warga sekitar agar
agar masyarakat tidak hanya sebagai
penyampaiannya lebih mudah diterima.
konsumen. Hal tersebut tentu dengan
Anggota Lifepatch mempunyai misi
pertimbangan faktor mungkin dan tidak
untuk bermanfaat dalam pengembangan
mungkin.
potensi sumber daya manusia dan sumber daya alam lokal, membangun jembatan
Seperti yang Lifepatch lakukan
kolaborasi domestik dan internasional,
bersama Paguyuban Warga Strenkali
memberikan akses terbuka bagi
untuk mengajak warga yang tinggal area
siapapun kesumber penelitian dan hasil
Strenkali, Surabaya, mengolah air bersih
pengembangan yang telah dilakukan.
sendiri. Pasalnya warga tidak mendapat suplai air bersih dari Perusahaan Daerah
Menurut Adhari Donora, salah satu
Air Minum (PDAM) padahal letaknya
anggota Lifepatch yang biasa dipanggil
hanya berbatasan tembok dengan PDAM.
Ade, pengetahuan dan kreativitas punya
Sehingga warga terpaksa menggunakan
sesuatu yang dapat membuat hidup
air sungai yang kotor untuk keperluan
lebih baik. Dengan hacking, Lifepatch
sehari-hari. Dari pengetahuan yang ada,
mengajarkan masyarakat untuk mengerti
Lifepatch membuat instalasi penyaringan
teknologi dan memanfaatkan apa
air berestetika. Kemudian dipamerkan
yang ada di sekitarnya digabungkan
pada event Jakarta Biennale 2015. [ae]
MARET
INSPIRATOR
Menyejajarkan Fotografi dengan Foto: Sandra Wahyuningtyas/Fotografi 2014 Teks: Fitriana/Fotografi 2014
“Saya kuliah di ISI Jogja, Pak,” jawabku suatu ketika pada seorang tukang becak di kawasan Malioboro. “Oh... berarti muridnya Pak Risman ya?” egitulah. Surisman Marah, atau
berbagai pameran, salah satunya saat
biasa dikenal dengan Risman
“Pameran Seni Media Rekam: Jalan
Marah, merupakan sosok seniman
Menuju Media Kreatif #8 (JMMK #8)” yang
yang sudah dikenal masyarakat umum.
berlangsung di Jogja Gallery tanggal 23-27
Pegiat fotografi ini Lahir di Bukittinggi,
Oktober 2016. Pameran agenda tahunan
pada tanggal 3 Mei 1951. Meski sudah
Fakultas Seni Media Rekam Institut Seni
tidak muda lagi, Risman Marah masih
Indonesia Yogyakarta ini juga merupakan
aktif berkarya dan berpartisipasi dalam
pameran pelepasandalam rangka
70
ART
Melepas Purna Tugas Drs. H. Surisman
kelas hingga tidak pernah membayar uang
Marah, M.Sn. ISI Yogyakartasebagai dosen
kuliah. Sejak itu, ia sering dimintai kampus
yang memasuki masa pensiun.
untuk mendokumentasikan acara-acara yang diadakan oleh kampus, bahkan
Awalnya, Risman mulai menjajali karier
dipercaya untuk mengurus laboratorium
sebagai seniman dengan belajar Seni Lukis
fotografi STSRI “ASRI” dimana terdapat
di Sekolah Menengah Seni Rupa (SMSR)
dua enlarger sebagai salah satu inventaris.
Padang pada tahun 1967-1970. Setelah lulus, ia melanjutkan kuliah di Sekolah
“Sejak tahun 1974, saya sering dapat
Tinggi Seni Rupa Indonesia (STSRI) “ASRI”
tugas untuk memotret alam dan
Yogyakarta pada tahun 1971 di bidang
budayanya, misalnya arsitektur, tarian-
yang sama. Pada tahun 1975, ia menjadi
tariannya, rumahnya, terus orang-
asisten dosen di beberapa mata kuliah
orangnya dengan pakaian adatnya. Itu
seni lukis bersama beberapa dosen senior,
dibuat untuk buku “Album Seni Budaya
sebut saja Nyoman Gunarsah, Subroto,
Tradisional Indonesia”,” jelas Risman.
Aming Prayitno, Eko Suprihadi, dll. Karena
Buku ini dicetak hingga tahun 1980.
sibuk mengajar dan kuliah sekaligus, ia
Kepuasan yang didapatkan Risman selama
baru menamatkan pendidikan Strata 1-nya
berkeliling Indonesia untuk memotret
pada tahun 1980.
inilah yang menguatkan rasa kecintaannya pada budaya Indonesia dan semakin
“Ya kuliahnya nyantai sih, karena
terjerumus dalam dunia fotografi.
sambil ngajar ya. Jadi sarjana S-1-nya itu malah tahun 80. Tapi dulu kan nggak
Pada tahun 1984, Risman ditugaskan
dihitung seperti sekarang, dibatasi seperti
untuk membangun Jurusan Fotografi di
sekarang,” ujarnya saat diwawancarai
awal terbentuknya ISI Yogyakarta. Hal
Pressisi di ruang Ketua Jurusan Fotografi
ini didasari oleh persyaratan berdirinya
Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta.
suatu universitas minimal harus memiliki tiga fakultas di dalamnya. Awalnya,
Risman mengaku, hobi fotonya bermula
nama fakultas yang direncanakan adalah
sejak tahun 1972. Kamera pertamanya
“Fakultas Multimedia”. Namun, pemerintah
adalah tipe Yashica box yang diberikan
akhirnya memberikan nama “Fakultas Seni
oleh kakaknya sebagai hadiah karena
Media Rekam” untuk fakultas baru ini.
Risman selalu berprestasi menjadi juara
Akhirnya, dengan beberapa rekan,
MARET
Risman berjuang membangun fakultas baru ini, demikian pula dengan jurusan
mempertahankan ciri khas suatu foto masing-masing fotografer.
fotografinya. Risman berujar, “Nah, saya tentu semakin asyik di fotografi. Kalau
“Seorang Fajar Apriyanto harus kelihatan
saya setengah-setengah juga saya nggak
Fajar Apriyanto-nya. Pak Irwandi harus
dikenal nanti sama khalayak fotografi
kelihatan Pak Irwandi-nya,” tegasnya,
Indonesia. Jadi, saya memang menutup
menyebutkan nama dua orang dosen di
mata dulu untuk seni lukisnya. Karena
Jurusan Fotografi ISI Yogyakarta. Selain
kalau setengah-setengah nanti fakultas
itu, cara lain yang penting untuk dilakukan
ini nggak terkenal, saya nggak terkenal
adalah dengan memperbanyak pameran
malah susah nanti kan.”
fotografi agar masyarakat semakin tertarik. Risman juga menegaskan bahwa
Salah satu karya fenomenal Risman
seorang pencipta tidak harus menulis.
adalah “Fotografi Buta”, dimana ia
Baginya, seorang pencipta harus fokus
mengajak tiga orang tuna netra untuk
pada menciptakan karya, sementara
memotret dengan kamera, kemudian
akan ada orang lain yang menjembatani
karya mereka ikut dipamerkan dalam
ide, pemikiran, dan pandangan pencipta
JMMK 8. Ia mengaku ingin melakukan
tersebut kepada masyarakat. Fungsi ini
teknik fotografi di luar pakem yang
ada pada pengamat seni maupun kritikus
biasanya. Baginya, salah satu cita-citanya
seni.
adalah ingin menyetarakan fotografi dengan seni lukis. Menurutnya, selama
Menurut Risman, salah satu tantangan
ini masyarakat awam masih kurang
besar bagi seniman fotografi sekarang
mengapresiasi seni fotografi karena
adalah semakin pesatnya perkembangan
sifatnya yang bisa diperbanyak dengan
teknologi, sehingga kini setiap orang
mudah asal memiliki file foto atau
dengan mudah memiliki kamera dan
negatifnya.
mendaku diri sebagai fotografer. “Kamera sekarang sudah dimiliki oleh setiap orang.
“Nah sekarang kita rubah mindset
Anak-anak muda sekarang di komunitas
seperti itu, kita melukis dengan foto kita,”
fotografi itu membuat harga fotografi
ujarnya. Baginya, langkah meningkatkan
kebanting. Itu tidak bisa dibantah, apalagi
penghargaan terhadap seni fotografi
mereka nggak pasang harga, yang penting
dapat dimulai dengan menciptakan atau
bisa eksis,” komentarnya. Salah satu cara
72
ART
MARET
74
ART
agar bisa bertahan di dunia fotografi yang dinamis seperti sekarang adalah dengan menguatkan ciri khas atau foto personal. Meski begitu, Risman mengungkapkan faktor yang membuatnya tidak jenuh berkarya selama hampir 45 tahun dan tetap mampu bersaing dalam dunia fotografi yang ketat seperti sekarang. Baginya, memotret dengan jujur sesuai dengan keinginan diri sendiri adalah salah satu kuncinya. â&#x20AC;&#x153;Saya dari seni lukis, berarti kan saya orang seni murni. Foto saya tidak melayani keinginan orang lain, tetapi melayani diri saya. Saya tidak motret, Risman Marah - Risman Marah sedang berpose di Gedung Jurusan Fotografi, Fakultas Seni Media Rekam, Institut Seni Indonesia. Selasa (09/01). Surisman Marah atau yang biasa akrab di panggil Risman Marah ini adalah sosok pendiri Fakultas Seni Media Rekam pada tahun 1994. FOTO/Sandra Wahyuningtyas
MARET
misalnya penganten,prewedding, atau apa itu tidak. Saya memotret sesuai dengan foto yang saya suka. Jadi saya melukis dengan kamera saya.â&#x20AC;? Bagi Risman, dengan begitu ia tidak mengganggu rezeki orang lain dan berebutan untuk mendapatkan job. [ae]
PRESTASI
Bernard:
Raih Prestasi Teks: Ryani Silaban/ Seni Lukis 2015 Foto: Koleksi Pribadi
Siapa yang tidak merasa beruntung jika terpilih untuk berpartisipasi dalam acara bertaraf internasional? Selain mendapat banyak pengalaman, juga akan mengharumkan nama Indonesia juga. Pengalaman inilah yang dialami oleh salah seorang mahasiswa Fakultas Seni Pertunjukan Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta, Bernard Zulfredo Purba.
76
ART
iapa yang tidak merasa beruntung
pelajari. Alhasil, usahanya selama itu
jika terpilih untuk berpartisipasi
berbuah manis juga. Pada saat ia duduk di
dalam acara bertaraf internasional?
kelas 2 SMA, Bernard mulai mempelajari
Selain mendapat banyak pengalaman,
cara bermain alat musik yang telah ia beli
juga akan mengharumkan nama Indonesia
dengan uang yang ia tabung. Sayangnya,
juga. Pengalaman inilah yang dialami
karena tidak punya pembimbing, ia hanya
oleh salah seorang mahasiswa Fakultas
bisa berlatih sendiri dengan pola latihan
Seni Pertunjukan Institut Seni Indonesia
yang belum rutin. Hingga akhirnya, ia
(ISI) Yogyakarta, Bernard Zulfredo Purba.
memutuskan untuk melanjutkan kuliah di
Melalui ketekunan dan kemauannya
ISI Yogyakarta dan pada saat itu barulah ia
dalam bermain instrumen saxophone, ia
tersadar betapa ketekunan sangat penting
dan ketiga musisi muda lain dari Indonesia
dalam dunia kesenian.
mendapat kesempatan besar untuk tampil di event musik internasional bernama Asian Youth Jazz Orchestra (AYJO).Â
Selama menempuh pendidikan di institusi tersebut, Bernard semakin rutin berlatih minimal 5 jam setiap harinya.
Pria kelahiran Sumatera Utara ini
â&#x20AC;&#x153;Supaya bisa lancar mainnya, makanya
mulai menekuni bermain saksofon sejak
harus dilatih setiap hari. Ada yg namanya
duduk di kelas dua Sekolah Menengah
muscle memory, kalau seminggu aja
Atas (SMA). Ketertarikannya terhadap
ngga latihan, bakal kaku mainnya nanti.
instrumen tersebut berawal ketika ia
Makanya harus pemanasan (warming up)
duduk di Sekolah Menengah Pertama
dulu setiap hari,â&#x20AC;? ujar Bernard saat ditemui
(SMP) saat ayahnya memutar video yang
di kosannya yang berada di Sewon, Bantul.
menampilkan lagu-lagu yang dibawakan dengan alat musik tersebut, ia yang
Pria dengan kulit kuning langsat
pada saat itu memiliki ketertarikan,
tersebut sering pula tampil dalam acara
lantas membujuk sang ayah untuk dapat
musik di kampus dan tampil di beberapa
membeli alat musik tersebut. Namun,
cafe di Yogyakarta. Baru setelah duduk di
pada saat itu ayahnya malah menyuruh ia
semester ke-4, Bernard mendapat peluang
untuk membeli saksofon dengan uangnya
untuk mengikuti seleksi Asian Youth Jazz
sendiri dan mulailah ia menabung sejak
Orchestra (AYJO), sebuah orkestra jazz
duduk di kelas 3 SMP, semua dilakukan
yang akan menampilkan kolaborasi dari
demi membeli alat musik yang ingin ia
musisi muda terpilih se-Asia Tenggara. Di
MARET
78
ART
Sumber: Instagram Bernard Purba
pola latihan di Jepang. Latihan tersebut dimulai dari pukul 9 pagi hingga tengah hari. Kemudian diselingi istirahat makan siang sampai pukul 1 siang dan latihan dilanjutkan lagi hingga pukul 7 malam bahkan terkadang latihan tetap dilanjutkan setelah usai makan malam. Setelah mengikuti latihan selama dua minggu yang berlangsung dari tanggal 19 Agustus - 1 September 2015, semua musisi AYJO akhirnya diperbolehkan pulang ke negara masing-masing untuk beristirahat selama seminggu dan setelahnya berkumpul kembali di Jakarta Indonesia sendiri, penyeleksian secara
untuk melakukan konser pertama. Konser
umum dilakukan pada bulan Februari
selanjutnya pada tanggal 20 September
2015 yang diadakan di Jakarta dan juga
2015 terbuka untuk umum dan gratis
di Yogyakarta, tepatnya di ISI Yogyakarta.
yang digelar di gedung Concert Hall ISI
Kesempatan emas itu tidak disia-siakan
Yogyakarta. Sesudah melakukan konser
pemain saksofon tersebut. Setiap hari
di Indonesia, AYJO kemudian melakukan
sebelum seleksi dilakukan, ia berlatih
konser di beberapa negara di Asia
lebih rutin dan giat dari sebelumnya.
Tenggara lainnya, antara lain Singapura,
Latihan, doa, dan niat yang ia miliki
Bangkok, Manila, dan Kuala Lumpur.
akhirnya menjadi tiket keberangkatannya ke negeri bunga sakura untuk mengikuti
Melalui AYJO, Bernard mendapatkan
latihan intensif bersama musisi berbakat
banyak pengalaman, termasuk touring
Asia Tenggara lainnya yang telah lulus
gratis di Asia Tenggara. Semua dapat ia
seleksi pada bulan April 2015.
lakukan berkat kemauan dan usahanya. â&#x20AC;&#x153;Mencoba tak mengapa, mengapa
Selama mengikuti program latihan,
tak mencoba?â&#x20AC;? demikian kata-kata
awalnya Bernard sedikit kaget namun
yang merupakan salah satu dari motto
akhirnya terbisa juga dengan kedisiplinan
hidupnya. [ae]
MARET
HEROES
Te t a p S e t i a To r e h k a n Ku a s pada Teks : Eka Arief Setyawan/ Televisi dan Film 2015 Sumber: Facebook Zulfikar Arief
sia senja dan telah memasuki 81 tahun itu tak sekalipun
â&#x20AC;&#x153;Awalnya saat itu saya bekerja di bengkel becak, di Gondomanan, kemudian saya
menutupi kesemangatan Tjipto Setiyono
ditawari oleh majikan saya untuk melukis
untuk tetap menjalankan rutinitasnya
spakbor becak, lalu karena banyak
sehari-hari sebagai jasa pelukis slebor
peminatnya saat itu, saya pun akhirnya
(spakbor) becak dan juga papan nama.
memutuskan untuk menjadi pelukis becak
Bagaimana tidak? Lelaki asli Magelang
panggilan, dan setiap hari saya berkeliling
yang membuka studio lukis di rumah
dengan sepeda angin.â&#x20AC;? Ujar Tjipto yang
kontrakannya di Jalan Arjuno Nomor
baru dua tahun menempati kontrakannya
28, Wirobrajan, Yogyakarta, telah
tersebut setelah berpindah rumah hingga
menjalankan usaha bisnisnya sejak
12 kali.
tahun 1960 dan merupakan satu-satunya seniman pelukis spakbor becak sejak
Lelaki yang akrab dipanggil Tjipto
dulu yang hingga kini masih tetap eksis di
itu pun juga mengakui, bahwa awal
Yogyakarta.
kesuksesannya sebagai pelukis spakbor
80
ART
becak hingga saat ini karena hasil
Singapura, bahkan juga Australia. Selain
rekomendasi dari mulut ke mulut oleh
itu, para pelanggannya juga terus
para pelanggannya yang suka dengan
berkembang, dari yang awalnya mayoritas
hasil karya lukis Tjipto dengan media cat
para pengendara becak, kini tak sedikit
besi tersebut. â&#x20AC;&#x153;Kemudian kemajuan usaha
pula para pemilik hotel hingga rumah
saya pun tak hanya spakbor becak saja,
makan yang juga memesan lukisan beliau
lalu ada papan nama, pajangan rumah,
sebagai penghias ruang, terlebih dalam
hingga papan informasi rumah dan papan
jumlah banyak sekalipun.
RT (Rukun Tetangga).â&#x20AC;? Selain itu, tak hanya karya seni lukis Hasil lukisan beliau pun telah merambah hingga ke berbagai negara seperti
MARET
spakbor becak saja yang tampak unik karena belum ada yang menggeluti hal
ini sebelumnya kecuali beliau seorang,
pun ia hanya memberi tarif 200 ribu rupiah
namun juga dari segi pembuatannya
per pasang, lalu untuk papan nama hanya
yang sangat kreatif ala Pak Tjipto yang
20 rupiah per centimeternya, serta untuk
mayoritas melukis gambar pemandangan
papan informasi rumah ataupun RT (Rukun
dan juga hewan. “Jadi, awalnya saya
Tetangga) dan juga RW (Rukun Warga) – ia
sketsa dulu bentuk gambar yang akan
pun hanya memberi harga 50 ribu rupiah
dilukis di spakbor dengan menggunakan
saja.
pensil dan kertas roti sebagai pengganti kertas karbon, karena selain hasil
Kini, ia hidup sendiri di kontrakan
sketsanya bisa tembus pandang, juga
dan juga studio lukisnya yang ia buka
dapat menjadi acuan juga dalam melukis
dari pukul 7 pagi hingga pukul 5 sore.
di sepatbor nantinya, baru setelah itu
Istri tercinta yang telah menemaninya
saya lukis dengan cat besi,” katanya
sejak lama telah wafat sekitar bulan
sambil menunjukkan beberapa contoh
April 2016 karena sakit. Pak Tjipto pun
hasil sketsa gambarnya berupa tokoh
berharap usaha yang telah ia rintis sejak
pewayangan ‘Pandhawa Lima’.
muda tersebut dapat terus bertahan dan berkembang hingga kedepannya, serta
Salah satu keunikan lain dari lukisannya
beliau pun tetap diberi kesehatan yang
yakni dalam menciptakan lukisan
baik guna melestarikan salah satu hasil
tersebut yang ternyata tak membutuhkan
karya seni yang pada tahun 2008 silam
waktu lama. “Cuma dua jam saja saya
telah mendapat perhatian khusus dari
melukis. Makanya dari para pelanggan
Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta
saya kebanyakan lebih memilih untuk
(DIY), Sri Sultan Hamengkubuwono X, dan
menunggu, bahkan jika memesan dalam
menjadikan Pak Tjipto sebagai juri dalam
jumlah banyak – mereka pun sampai
kompetisi melukis spakbor becak yang
rela menginap di tempat saya demi
saat itu diadakan oleh Pemerintah Provinsi
menunggu (lukisan yang beliau buat), dan
DIY. [ae]
saya pun mempersilakan mereka (untuk menginap).” Kemudian untuk harga dari karya lukisan Pak Tjipto sendiri pun terbilang cukup terjangkau, untuk harga spakbor becak
82
ART
RESENSI
Menilai di Era Teks: Nur Fatimah/ Fotografi 2013 Foto: themisteryworld.com
ucing tidak hanya sebagai peliharaan atau hewan liar namun bisa juga menjadi objek karya seni. Tak dapat dipungkiri alasan mengapa hewan ini banyak dijadikan objek foto, kelucuannya sangat disayangkan apabila tidak diabadikan. Di era kamera digital sangat mudah mengambil momen objek karena langsung bisa dilihat hasilnya. Namun bagaimana jadinya apabila hewan lucu ini diabadikan pada era 1900-an dimana zaman itu masih menggunakan kamera analog dengan pengaturan yang minim. Kucing sebagai objek karya seni fotografi sudah menjadi bagian dari kehidupan fotografer Harry Whittier Frees (1879 â&#x20AC;&#x201C; 1953). Ia menyinggung dalam bukunya yang berjudul Animal Land on the Air: â&#x20AC;&#x153;Kelinci adalah hewan yang sangat mudah untuk dipakaikan berbagai kostum, akan tetapi banyak hal dari mereka yang tidak begitu menginterpretasikan manusia. Anjing merupakan hewan yang sangat penurut apabila kita memahami mereka lebih awal. Akan tetapi, kucing
MARET
http://www.themysteryworld.com/2013/06/lolcats-from-yesteryears.html diakses pada tanggal 08/02/2017 pukul 16:35 WIB
(terutama kucing kecil) adalah hewan dan aktor yang dapat memerankan segala peran! Dan tentu saja, karena hal ini kucing sangat unggul dalam berbagai aspek dibanding hewan peliharaan lainnya untuk dijadikan objek foto.â&#x20AC;? â&#x20AC;&#x201C; Harry Whittier Frees Kucing menjadi objek favorit Harry dalam berkarya. Tidak hanya kucing yang dijadikan model objek namun anjing dan kelinci. Hewan-hewan ini menjadi aktor pada bagian fotonya yang berkonsep layaknya kehidupan manusia dengan cara penambahan aksesoris seperti baju, alat-alat yang sering digunakan manusia. Karena ketekunannya dalam mengkhususkan foto kucing, beberapa fotonya dijadikan foto postcard.
84
ART
Pada karya foto ini terlihat kucing sedang melakukan aktifitas layaknya manusia, menjemurkan baju, mengaduk di mangkok, tidur di atas kasur serta mengajar. Penambahan aksesoris kian menambah kesan kehidupan manusia dengan penambahan baju, tempat duduk, meja, tempat tidur, papan tulis, dan kapur lengkap dengan gambarnya. Foto berwarna hitam putih ini menggunakan teknik dof luas karena semua objek dan background terlihat fokus. Komposisi kesatuan dalam konsepnya dari kostum, aksesoris pendukung, dan cerita dibalik aktifitas layaknya manusia semakin menambah banyak pujian dari berbagai kalangan. Fotografer asal Amerika ini seringkali di sebut sebagai pioner lolcat. Memotret kucing dengan diarahkan posenya dan membuat kucing terdiam memang sangatlah sulit karena kucing mudah terpecah konsentrasinya dengan sesuatu yang bergerak di sekitar hewan tersebut, mengingat pada zaman itu kecepatan ranah masih rendah. Berbeda dengan era digital seperti sekarang yang sangatlah mudah dengan bantuan editing. Artikel dari Little Folks (majalah Inggris) pada tahun 1925 dalam pembahasan metode pengambilan gambar Harry, tertulis: â&#x20AC;&#x153;Tiap fotonya diambil dengan kamera berkecepatan 1/5 detik per-satu gambar. Hal ini tentu sulit mengingat kucing yang sangat mudah terpecah konsentrasinya dengan sesuatu yang bergerak di sekitarnya dan juga perhatian anjing yang mudah terpecah apabila mendengar gonggongan anjing lainnyaâ&#x20AC;?. Di balik pujian karya Harry menuai pro dan kontra. Dengan kecepatan lambat bagaimana bisa mengambil
MARET
gambar kucing dengan pose diam dalam beberapa detik. Banyak argumen tentang fotonya seperti: menggunakan hewan mati, diberikan obat, dsb. Sebuah artikel yang tertulis di Life Magazine pada tahun 1 Maret 1937 menuliskan: â&#x20AC;&#x153;Mr. Frees (Harry) tidak akan membeberkan rahasianya dalam pengambilan foto-foto kucing dan anjingnya yang selalu menjadi karya dengan tanda tanya besar di dalamnya. Tetapi, ia mengakui beberapa hal seperti penggunaan garpu lunak dan juga jarum yang ditancapkan pada sela-sela cakar para model kucingnya (tidak menembus daging sama sekali dan dilakukan secara perlahan). Lalu ia juga kadang menggunakan kawat lunak yang dapat dibentuk dan dililitkan secara lembut pada telapak kaki si kucing agar tidak bergerak.â&#x20AC;? Penuturan artikel tersebut membuat aksesoris pendukung karya foto Harry terdengar sangat menyiksa objeknya. Pada foto Harry tampak objek dengan background sangat berdekatan yang menjadikan seolaholah ada sesuatu yang digunakan sebagai pendukung benda, agar objek tetap diam. Tidak hanya background, namun pada setiap foto Harry, objek juga sangat berdekatan dengan aksesoris pendukung sehingga terlihat dari bahasa tubuh dan ekspresi muka hewan ini terkesan kaku dan terpaksa. Pada karya foto kucing ini masih tersimpan tanda tanya tentang bagaimana fotografer mengarahkan hewan berpose selayaknya manusia. [ae]
86
ART
Melihat Melalui Catatan Teks: Arami Kasih/ Televisi 2014
Judul Buku : The Sound of Silence and Colors of the Wind Between the Tip of a Cigarette and Fire of the Lighter (17 Years of Ugo Untoro’s Fini Arts, 1989-2006) - English Version Warna Angin dan Bunyi Sunyi antara Ujung Rokok dan Korek Api (17 Tahun Senu Rupa Ugo Untoro, 1989-2006 ) - Indonesia Version Penulis : Omi Intan Naomi Bahasa : Inggris dan Indonesia Editor : Jani Ginting Penerbit : Museum dan Tanah Liat, Yogyakarta Tebal : 483 halaman Tahun : 2008 Sumber: Koleksi Pribadi
he Sound of Silence and Colors of the Wind Between the Tip of a Cigarette and Fire of the Lighter, judul buku setebal 483 halaman ini agaknya sama panjang dengan waktu penyusunannya. Buku tersebut mencatatat 17 tahun perjalanan karier berkesenian seorang seniman kawakan, Ugo Untoro. Penyusunan ‘catatan harian’ Ugo terhitung sejak tahun 1989 hingga 2006 oleh Omi Intan Naomi, penulis asal Denpasarkelahiran 1970. Pun, seolah menambah kesan dramatis, buku ini sekaligus menjadi karya terakhirnya. Konon, Omi tutup usia tahun
MARET
2
006,pada hitunganumur yang terbilang cukup muda, 36 tahun. Meski demikian, kiprahnya di dunia
kepenulisan sudahdimulai sejak ia masih berusia 7 tahun. Karya-karya Omi pada umumnya banyak menyinggung isu perempuan dan gender, pendidikan, sastra, dan seni rupa. Salah satu bukunya yang cukup familiar di mata dan telinga masyarakat berjudul Anjing Penjaga: Pers Indonesia di Rumah Orde Baru. Omi mulai mengikuti jejak Ugo Untoro sejak pameran tunggal pertamanya yang berjudul Corat Coret â&#x20AC;&#x2122;91-â&#x20AC;&#x2DC;95 pada tahun 1995. Ugo yang sampai sekarang pun masih terkenal puitis pada saat itu menuliskan, â&#x20AC;&#x153;Saya ingin menjadi yang melintas di antara rokok dan ujung korek api, dalam hati kecil saya, saya ingin berbisik kepada udara Yogya, bahwa saya ada dan berbeda.â&#x20AC;? Agaknya, kalimat puitis ini jugalah yang menjadi salah satu alasan mengapa judul buku biografinya demikian panjang. Selesai pada tahun 2006, buku ini baru terbit pada tahun 2008. Terbit sebagai buku dwibahasa yaitu bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Dibantu oleh Dodo Hartoko sebagai book concept and design, Foto sampul oleh Daniel Satya Graha, dan Sigit Djatmiko sebagai editor english dan Indonesian version. Cerita mengenai Ugo yang tersaji dalam buku ini, sebagian besar, berkaitan dengan gaya hidup dan kecintaan Ugo terhadap subjek-subjek tertentu yang di kemudian hari mewakili karakter karyanya. Karakter ini
88
ART
pun melekat pada diri Ugo seolah sudah menjadi bagian tubuh yang tidak dapat lagi terpisahkan. Tiga di antara subjek tersebut adalah kuda, wayang, dan hujan. Omi juga membahas sedikit banyak mengenai bagaimana tiga subjek tersebut terimplementasi pada karya-karya Ugo. Dalam hal ini, Ia agaknya lebih suka melihat dari sudut pandang para kurator. Beberapa nama yang muncul antara lain Fadjar Sidik, Dwi Marianto, Hendro Wiyanto, Mella Jaarsma, dan Suwarno Wisetrotomo. Bicara tentang Ugo, tentu belum lengkap tanpa menyinggung unsur-unsur puitis. Mengingat sebagian besar karya Ugo agaknya mirip-mirip puisi pendek ala Jepang, haiku. Di sini, Omi memaparkan secara rinci bagaimana unsur-unsur puitis tersebut masuk kedalam kepala Ugo, â&#x20AC;&#x2DC;bermutasiâ&#x20AC;&#x2122; di dalamnya, lalu keluar dalam bentuk karya yang membuat kepala orang lain bergelenggeleng. Perjalanan berkesenian Ugo Untoro sejak awal mula eksistensinya di dunia kesenian Jogja cukup menarik. Akan tetapi, karya-karya dan jejak yang bermunculan setelahnya, yaitu selama sepuluh tahun terakhir justru merupakan bagian yang paling tidak boleh dilewatkan. Sayangnya, yang demikian tidak ada di buku ini. Meski demikian, buku ini tetap asik dibaca dengan gaya penuturan seperti mengobrol dengan berbagai kesan yang mampu membius pembaca. Sehingga, seolah-olah antara pembaca, Omi dan Ugo berteman dekat. [ae]
MARET
Kesederhanaan Keluarga Kecil di Teks: Miftachul Arifin/Televisi 2015
Data Teknis Film : Judul Film : Lebih Dari Cukup Produksi tahun : 2016 Tema film : Sosial-Ekonomi dalan keluarga Durasi : 15 menit Ide Cerita dan Sutradara : Zulian Ramadhana Pemeran Utama : Bapak : Nurul Hadi Koclok Ibu : Dra. Siti Sudharwati Produksi Mahasiswa Jurusan TV dan Film, Fakultas Seni Media Rekam, ISI Yogyakarta angkatan 2014 kelas TV-B, dalam tugas Videografi 2.
ilm ini dibuka dengan hadirnya
ramai di kota, tempat wisata, dan ruang-
seorang wanita tua berpakaian badut
ruang pedestrian, ia menyajikan hiburan
duduk terdiam, melamun di atas tempat
dan atraksi kecil-kecilan untuk para
tidur sembari memandangi sebuah foto
pejalan kaki.
dengan penuh rindu. Foto seorang lakilaki.
Sepasang suami istri yang telah mengarungi pahit manis kehidupan
Lelaki dalam foto itu adalah suaminya
berkeluarga selama 30 tahun. Tanpa
yang bekerja sebagai badut keliling. Setiap
kehadiran seorang anak yang mungkin
pagi hingga malam di tempat-tempat
bisa merubah puluhan tahun pasangan
90
ART
Salah satu adegan dalam film â&#x20AC;&#x153;Lebih Dari Cukupâ&#x20AC;? saat Siti Sudharwati sebagai Ibu, sedang membersihkan make up Nurul Hadi Koclok sebagai Bapak terbujur di atas ranjang setelah dipukuli oleh preman sepulang kerja di jalan. (Sumber: Koleksi Pribadi)
itu menjadi lebih ringan, atau setidaknya
menu nasi goreng di pinggir jalan sebagai
mengisi kehampaan rumah dan
perayaan satu tahun pernikahan mereka.
kesederhanaan keluarga kecil itu. Sang suami kemudian mendengar sedikit Tiga puluh tahun pun bagi mereka begitu
keinginan terpendam dari istrinya, untuk
bermakna, ketika ingatan-ingatan kecil
dapat mengulang kembali kenangan
yang tidak terlalu spesial dan mewah
saat itu. Ia mulai bekerja lebih keras dari
dalam sudut pandang mayoritas orang-
biasanya demi mewujudkan keinginan
orang berpenghasilan tinggi terucap
istrinya. Namun, suatu hari di tengah-
begitu saja. Sekelas makan malam berdua
tengah pertunjukkannya, ia
MARET
diganggu oleh dua orang preman.
Di akhir film ini, baru diketahui
Mereka menghalanginya bekerja
bahwa istrinya lah yang kemudian
di sebuah pusat keramaian dengan
menggantikan pekerjaannya. Mencari
alasan wilayah kekuasaan. Pernah ia
dan mengumpulkan pundi-pundi uang
diperingatkan satu kali untuk pindah
berapapun nominalnya demi sesuap nasi
lokasi, tetapi pada akhirnya diam-diam ia
setiap hari. Bekerja sebagai badut keliling.
kembali ke lokasi tersebut, sebab tempat itu lebih ramai dibandingkan dengan lokasi lain.
Kelebihan dan Kekurangan :
Walau pada akhirnya ia tertangkap
Film ini mampu mengaitkan antara
basah oleh dua preman yang sama. Ia
persoalan orang-orang dengan garis
dikejar dalam perjalanan pulang, dipukul,
ekonomi menengah ke bawah yang
dihajar, dan dirampok, tetapi sama sekali
terpaksa masih harus banting tulang,
ia tidak melawan. Ia meninggal tidak
bekerja keras menyambung hidup dan
lama setelah itu. Setelah sempat memberi
menafkahi satu-satunya anggota keluarga,
hadiah sederhana kepada sang istri.
istrinya. Film ini pun turut menampilkan
92
ART
wajah tersembunyi kondisi kehidupan
yang epik. Sebuah percakapan ringan
dari seseorang yang sehari-hari bekerja
yang sesungguhnya cukup sederhana
sebagai badut keliling. Sampai pada ranah
menutup film ini dengan memberikan
ini, film ‘Lebih Dari Cukup’ secara sadar
torehan khusus langsung ke setiap
maupun tidak sadar, secara langsung
benak penontonnya. Termasuk di antara
maupun tidak langsung kemudian
pasangan suami istri tersebut.
menyuarakan sebuah sindiran, tentang bagaimana kesejahteraan masyarakat
“Ini, sudah lebih dari cukup, pak.”.
di sudut-sudut kota besar yang selama
Kalimat tersebut disampaikan dalam
ini selalu luput dari pantauan, perhatian,
percakapan singkat, dalam setting yang
serta pandangan khalayak luas, termasuk
sederhana, suasana tenang, lembut,
pihak-pihak terkait.
damai, dan penuh cinta, oleh ibu kepada suaminya.
Namun, jika dikatakan bahwa Film Pendek ialah juga Film Alternatif, maka
Secara umum, jika ditarik satu garis
bukan Film Alternatif namanya manakala
tengah dari sisi naratif, terlepas dari
di dalam keterbatasan durasi pendeknya
sejumlah kecil kekurangan dalam sisi
tidak memiliki kejutan-kejutan lain pesan
sinematiknya, film ‘Lebih Dari Cukup’
atau hikmah yang ingin disampaikan sang
mampu menyampaikan maksud, pesan,
Filmmaker kepada penonton filmnya.
dan inti ceritanya bagi penontonnya.
Meski mungkin bagi siapa saja yang baru
Bahwa bagaimana sepasang suami istri
kali pertama menontonnya akan sedikit
yang memiliki kekurangan masing-masing,
bertanya-tanya di menit-menit awal film
mampu mengarungi 30 tahun asam garam
ini diputar. Sebab, di dalam sebuah film
kehidupan berumahtangga dengan segala
yang memberikan kisah flashback (kilas
problematika ekonomi dan usia yang kian
balik), tidak ada sejumlah tanda khusus
menua. Bermodalkan saling mencintai
yang memisahkan dua bagian berbeda,
apa adanya dan kesederhanaan dalam
yaitu masa lalu dan masa depan.
menjalani hidup, segalanya menjadi Lebih Dari Cukup bagi mereka.[ae]
Walau demikian, di menit-menit terakhir semua itu seolah berhasil terobati, sebab dihadirkannya penyelesaian konflik
MARET
KOMIK
karya : Soni Harsono
94
ART
96
ART