K
kontemporer
MAHASISWA
2
GORESAN PENA
B U L E T I N KON T E M P OR E R
Salam Persma! Setelah berbulan-bulan tidak mengeluarkan Buletin Kontemporer dan pergantian pengurus pada Februari lalu, akhirnya Pressisi menerbitkan Buletin Kontemporer yang ke-sembilan. Edisi ini sekaligus menjadi edisi perdana bagi teman-teman magang yang mengikuti Pelatihan Jurnalistik Tingkat Dasar (PJTD) bulan Maret lalu. Mahasiswa, kadang tidak hanya identik dengan mengikuti kuliah, mengerjakan tugas lalu pulang ke tempat tinggal, namun juga mengikuti dinamika yang ada di kampus, misalnya dengan mengikuti workshop, organisasi atau UKM kampus, dan sebagainya. Bulan lalu, ISI Yogyakarta mendapat peringkat 50 terbaik dari sekian ratus universitas baik negeri maupun swasta di tanah air. Memang merupakan prestasi yang baik, namun mirisnya nilai kualitas kegiatan kemahasiswaan bernilai 0. Dari sini, akhirnya Redaksi mengangkat tema mengenai seputar kegiatan mahasiswa. Usaha tiap mahasiswa untuk meningkat kualitas kampus pun beda jalannya. Ada yang memilih jalan berkarya, ada juga yang memilih dengan memperjuangkan keadilan. Tidak hanya kampus yang memiliki keterbatasan ruang, pun juga sebuah tulisan dalam sebuah tata letak. Akhir kata, semoga tidak ada distingsi di antara kita.
Redaksi PUNGGAWA KONTEMPORER Pelindung: Drs Anusapati MFA Pimpinan Umum: Arami Kasih/ TV 2014 Bendahara: Anindra Yudha Utami/ Fotografi 2013 Sekertaris: Nurfatimah/Fotografi 2013 Pimpinan Redaksi: Clara Victoria Padmasari/ DKV 2013 Redaksi Pelaksana: Fitriana/ Fotografi 2014 Kepala Divisi Fotografi: Dimas Parikesit/ Fotografi 2012 Kepala Divisi Ilustrasi: Bio Andaru/ Patung 2012 Reporter Eka Arief Setyawan/ TV 2015 Nurrul W.R. Nelwan/ TV 2015 Serena Gabrielle/ DI 2014
Wiwit Nur Faizin/ Televisi 2015 Soni Harsono/ DI 2014 Adinda Lisa Irmanti/ DI 2014 Ryani Silaban/ Lukis 2015 Miftachul Arifin/ TV 2015 Iwang Yudita Fajar/ DI 2014 Aprines Hersusanda/ DI 2014 Rama/ Etnomusikologi 2014 Muh. Herjan/ Pedalangan 2014 Evi Sabeilla Pangesti/ TV 2014 Wiwit Nur Faizun/ TV 2015 Fotografer Sefthian Fahis Satay/ Fotografi 2013 Mochammad Adam Husein/ TV 2015 Afi Bantilan/ Fotografi 2014 Sandra Wahyuningtyas/ Fotografi 2014 Ilustrator Eka Arief Setyawan/ TV 2015 Ryani Silaban/ Lukis 2015 Layout
Adinda Lisa Irmanti/ DI 2014 Aprines Hersusanda/ DI 2014 Serena Gabrielle/ DI 2014 Clara Victoria Padmasari/ DKV 2013 Kontributor Yves Ilalang Sihkami/ DKV 2013 Alamat UKM Pers Mahasiswa Pressisi Gedung Student Center Institut Seni Indonesia Yogyakarta Jalan Parangtritis km 6,5 Sewon, Bantul, Yogyakarta 55188 Indonesia Kontak 087792067127 Web: pressisi.isi.ac.id Facebook: lpm pressisi
TAMPAK MATA
B U L E T I N KON T E M P OR E R
3
SEBERAPA BAIK KAH KUALITAS KEGIATAN MAHASISWA? Teks: Eka Arief Setyawan (Televisi 2015) dan Nurrul W.R. Nelwan (Televisi 2015)
Selama ini kampus tak hanya identik dihidupkan dengan mahasiswa, dosen, staf, jurusan, maupun aspek-aspek civitas akademika yang lain. Namun juga dihidupkan oleh berbagai hal yang menjadikan tempat untuk menuntut ilmu tersebut berkarakter dan mampu menjadi magnet bagi banyak orang, baik untuk belajar sebagai mahasiswa, kunjungan, penelitian, dan lainnya. Salah satu dari aspek-aspek tersebut adalah ‘transparansi’ – yang mana tentu memiliki banyak makna dan topik khusus di dalamnya. Transparansi di kampus pun sejatinya juga wajib dimiliki oleh setiap insan di sana, tak memandang apapun posisi dan kedudukannya, baik sebagai dosen, pimpinan, hingga sebagai mahasiswa itu sendiri. Khusus untuk mahasiswa, kini banyak kampus di berbagai wilayah di Indonesia yang mengalami dilema, tak terkecuali pula kampus seni sekelas Institut Seni Indonesia Yogyakarta yang juga mengalami sebuah keprihatinan masif karena salah satu aspek penggerak kampus perlahan menghilang, terutama dari kegiatan para mahasiswa di sektor UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa), KKM (Kelompok
Kegiatan Mahasiswa), serta organisasi maupun komunitas lainnya yang seharusnya telah dihidupkan sejak lama namun kurang mendapat respon yang tepat dari kebanyakan para generasi penggiat seni selanjutnya itu. Bahkan para pimpinan kampus pun terus berharap agar kegiatan-kegiatan yang dijalankan oleh para mahasiswa dapat memunculkan pengalaman-pengalaman baru serta memacu softskill dari mahasiwa itu sendiri yang tentu setiap orang memiliki ketertarikan pada skill yang berbeda-beda. Namun, tak sedikit juga mahasiwa yang telah berpartisipasi dan ikut serta dalam berbagai kegiatan baik di dalam kampus maupun di luar kampus (baik dengan kerjasama kampus maupun tidak), salah satunya adalah Mallinda Rizky. Mahasiswi ISI Yogyakarta jurusan Desain Komunikasi Visual tahun 2014 tersebut ternyata tak hanya menghabiskan waktu di kampus dengan belajar secara akademik saja, tetapi juga banyak mendapatkan pengalaman tersendiri dari acara-acara yang diadakan oleh lintas fakultas bahkan di luar kampus. Dan uniknya,
dia lebih banyak mengikuti kegiatan-kegiatan musik dan seputaran pertunjukan. “Jadi kebanyakan event-event yang saya ulik memang sekitaran FSR (Fakultas Seni Rupa), dan FSP (Fakultas Seni Pertunjukan) malah, karena memang saya juga penikmat pertunjukanpertunjukan,” ujar mahasiswi yang juga vokalis grup band ‘Rubah dari Selatan’ itu. Selain itu, wanita berambut panjang ini juga mengatakan bahwa di balik keikutsertaan dalam acara-acara tingkat kampus sebagai penikmat maupun pengisi acara, terdapat sebuah komitmen yang ia pegang sebagai mahasiswa, yakni tetap berjalan seimbang antara kewajibannya sebagai pencari ilmu terutama di bidang seni dan juga mengembangkan skill dalam bermusik dan berkesenian lainnya dalam berbagai acara-acara kesenian pula. “Kalau serius bergelut di dunia musik (hobi bermusik – red) jangan sampingkan kuliah. Sesuaikan niat sesuai niat awalnya (yakni kuliah –red), dan hobi bermusik itu adalah bonus,” terangnya. Tak hanya dari Fakultas Seni Rupa, di Fakultas Seni Media Rekam pun juga memiliki
4 cara lain untuk mengikuti kegiatan-kegiatan nonakademik di kampus yakni dengan cara membantu sebagai pengisi acara hingga menjadi panitia pula di acara fakultas lain. Namanya ialah Hari Agung Bandara, mahasiswa jurusan Televisi tahun 2013 tersebut menuturkan bahwa keikutsertaan dalam berbagai acara-acara di luar kegiatan kampus pun diawali dengan membantu kepanitiaan seperti membuat teaser dan iklan dari acara mereka. “Saya sering diundang ke acara tari sebagai pembuat teaser dan iklan acara. Bahkan kemarin jurusan Tari angkatan 2013 juga membuat sebuah acara yaitu ‘Nafas Tari’ yang mana saya membantu dalam membuat proyek iklannya,” ujar pria penerima penghargaan sebagai ‘Editor Terbaik’ dalam ajang Anugerah Film Televisi dan Animasi 2015 tersebut. Dan awal mula dari keikutsertaannya dalam membantu proyek fakultas lain karena memang selain atas rekomendasi dari UKM maupun KKM kampus, tugas analisis di salah satu mata kuliah juga menjadi salah satu faktornya. “Seringnya diundang oleh mereka atas rekomendasi dari Art TV (KKM jurusan Televisi), Pressisi juga, dan lainnya. Selain itu dari melihat-lihat ke fakultas lain dan juga sempat mengerjakan tugas analisis
B U L E T I N KON T E M P OR E R
mata kuliah ‘Dramaturgi’ yang tugasnya adalah menganalisis seputar ilmu pertunjukan, jadi kita pun cari tahu dari eventevent yang ada di sana (Fakultas Seni Pertunjukan –red). Namun dari kesibukannya dalam menjalankan kegiatannya sebagai mahasiswa dan kegiatan dalam acara lain tak membuat prestasi akademiknya menurun. “Alhamdulillah kuliah tetap berjalan baik dan IP bagus terus walaupun pernah sempat jatuh
juga, tetapi jatuhnya pun bukan karena bergabung di kegiatan tetapi memang karena sebab lain.” Setelah itu, terdapat pula salah satu mahasiswa yang mana selain mengikuti berbagai kegiatan di luar kampus, ternyata juga berprestasi dan telah menyabet berbagai kejuaraan hingga level internasional. Sebut saja ‘SC’ yang berasal dari Fakultas Seni Pertunjukan. Mahasiswa jurusan musik tersebut menuturkan bahwa
keikutsertaan mahasiswa dalam kegiatan tak hanya berbentuk seperti seorang penikmat maupun partisipasi sebagai panitia, namun juga pentingnya membangun relasi di dalam dan di luar kampus yang salah satunya dengan mengikutsertakan karyakaryanya dalam beberapa perlombaan di luar negeri dengan bantuan info-info kompetisi dari internet. “Membangun relasi di dalam dan di luar kampus memang merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan mahasiswa. Manfaatnya adalah kita bisa memperbanyak teman, dan berkat dari kenal dengan berbagai relasi itu saya pun akhirnya dapat dibantu untuk dapat ke luar negeri.” Namun sayangnya, keberhasilan dalam menyabet berbagai penghargaan dan bisa ke luar negeri ternyata kurang mendapat respon dari pihak kampus selaku pembina instansi tersebut. Seperti misalnya yang dialami oleh SC beberapa bulan lalu menjelang keberangkatannya ke China dalam rangka menerima penghargaan sebagai pencipta musik terbaik disana. Saat itu dia pun sempat melayangkan proposal kepada rektorat yang berisi permohonan surat izin pengakuan sebagai mahasiswa dan juga permohonan bantuan secara finansial guna
5
B U L E T I N KON T E M P OR E R
keberangkatannya kesana. Namun setelah itu, hasil yang diharapkan pun dinilai tak maksimal. Hanya surat pengakuan mahasiswa saja yang akhirnya dia terima, sementara hal yang lainnya pun tak diberi respon dan terkesan ‘dibiarkan’. “Jadi saya sempat bingung waktu itu, dimana letak kesalahan proposal saya sehingga tak mendapat respon dari rektorat. Bahkan hal itu pun juga tak dibahas oleh mereka. Dan dari pihak kampus pun hanya memberikan surat keterangan jika saya memang tercatat sebagai mahasiswa ISI Yogyakarta.” Dia pun sempat menyayangkan atas tidak diberinya bantuan sedikitpun – yang mana saat menerima penghargaannya dari China, dia pun selalu berbangga menyebut almamaternya, baik ketika ditanya dari mana asalnya dan kampusnya. “Untuk urusan finansial, akhirnya pihak Kedutaan Belanda dan Shanghai Conservatory yang membantu saya untuk memberikan bantuan itu sekaligus menjadi donaturnya. Dan saya pun tetap merasa senang karena setidaknya masih diberi surat pengakuan sebagai mahasiswa ISI Yogyakarta, serta berharap peristiwa itu tak terjadi kembali kepada teman-teman saya maupun adik-adik kelas saya,” ujarnya. Lalu, dari pihak rektorat yang dijawab langsung oleh Pembantu Rektor III (bidang kemahasiswaan) yakni Drs. Anusapati, MFA. pun memberikan klarifikasinya mengenai seputaran kegiatan mahasiswa dan permasalahan yang dihadapi oleh beberapa mahasiswanya terkait bantuan finansial guna mewakili
kampus dalam ajang kompetisi. Beliau mengatakan bahwa semua fasilitas dan segala bentuk aktivitas baik akademik maupun non-akademik memang telah menjadi hak dari semua masyarakat kampus itu sendiri termasuk para mahasiswa. Serta berbagai acara yang memang kurang diminati banyak mahasiswa karena berbagai kendala termasuk aksesibilitas ketika mendatangi acara-acara tersebut. “Sebetulnya, aktivitas di kampus itu diperuntukkan bagi civitas akademika, dan (mengenai hambatan kegiatan dan acara kampus) itu juga merupakan tantangan bagi penyelenggara acara untuk dapat mengajak tamu maupun partisipan sebanyak-banyaknya. Dan saran-saran tetap selalu ada dari kami seperti aksesibilitas, publikasi, dan sebagainya, serta selalu menekankan kepada setiap mahasiswa untuk dapat mengunjungi setiap event-event di kampus.” Lalu beliau juga berpendapat mengenai kegiatan mahasiswa.
pengetahuan maupun keterampilan secara akademik di kampus, mahasiswa juga membutuhkan keterampilan lain seperti softskill, kepemimpinan, kewirausahaan, dan sebagainya. Disarankan untuk ikut kedua-duanya (kegiatan akademik dan nonakademik –red) dan seimbang termasuk tantangannya dalam membagi waktu dan perhatiannya.” “Pada dasarnya institut mendukung apalagi yang sampai berprestasi, karena dampaknya juga positif terhadap institut. Hanya saja perlu dipahami bahwa terdapat keterbatasan pada institut terutama dalam hal pendanaan. Tetapi tentu saja kami akan selalu mendukung.” kata Pembantu Rektor III, Drs. Anusapati, MFA. mengenai bantuan finansial terhadap mahasiswa berprestasi Beliau juga menuturkan bahwa tak sedikit dari pihak kampus telah memberikan bantuan-bantuan terutama dalam hal finansial kepada para
“Pada dasarnya institut mendukung apalagi yang sampai berprestasi, karena dampaknya juga positif terhadap institut. Hanya saja perlu dipahami bahwa terdapat keterbatasan pada institut terutama dalam hal pendanaan. Tetapi tentu saja kami akan selalu mendukung.” kata Pembantu Rektor III, Drs. Anusapati, MFA. mengenai bantuan finansial terhadap mahasiswa berprestasi “Semua kegiatan di kampus itu sejatinya saling menunjang dan merupakan satu kesatuan antara kegiatan kurikuler maupun ektrakurikuler. Dan selain mendapatkan
mahasiswa yang tentu saja dengan berbagai pertimbangan dan juga sesuai prosedural alias dimulai atas rekomendasi dari jurusan hingga berproses mencapai ke rektorat.
6 Kemudian, dari Pembantu Dekan III pun juga memberikan pendapat mengenai permasalahan pada kegiatan mahasiswa seperti yang diutarakan oleh Pembantu Dekan III Fakultas Seni Media Rekam, Tanto Harthoko. M, Sn. Beliau mengatakan bahwa sejatinya permasalahan tersebut telah menjadi suatu kenyataan yang cukup serius dan telah menjadi kendala di tingkat lembaga maupun mahasiswa. “Seperti misalnya saat PPAK (Program Pengenalan Akademik dan Kemahasiswaan) contohnya yang mana dirasa tidak adil karena ketika acara tersebut diadakan, hampir seluruh mahasiswa ikut serta
B U L E T I N KON T E M P OR E R
didalamnya, sementara ketika acara lain diadakan malah banyak yang tidak ikut serta.” Beliau pun mengakui bahwa terdapat beberapa kendala yang memelopori permasalahan tersebut. “Kebanyakan dari mereka tidak tahu informasinya, lalu terdapat istilah ‘tak kenal maka tak sayang’ (tak saling akrab antar mahasiswa), serta pentingnya papan pengumuman dan kompetensi lintas bidang oleh mahasiswa (yang hingga kini masih dirasa belum maksimal –red).”
Kegiatan Mahasiswa’ yang pernah dibahas pada kalangan rektorat pun dapat diwujudkan. “Karena hingga kini kabar (mengenai pembuatan rapor) itu belum juga ada kejelasan dari mereka (jajaran rektorat).” Beliau berharap dengan adanya rapor tersebut dapat memacu mahasiswa untuk dapat lebih antusias dalam mengikuti kegiatan-kegiatan di kampus dan juga sebagai bukti yang dapat bermanfaat di kemudian hari ketika telah lulus sebagai sarjana maupun ahli madya di dunia kerja.
Setelah itu, dosen di Jurusan Fotografi dan Animasi tersebut juga mengharapkan bahwa wacana pembuatan ‘Rapor
INTERUPSI
Masuk Peringkat 50 Perguruan Tinggi Terbaik Nasional, namun Poin Kegiatan Kemahasiswaan ISI Yogyakarta “ 0 ”? Teks: Muh. Herjan (Pedalanga`n 2014) dan Evi Sabeilla Pangesti (Televisi 2014)
Menyandang gelar sebagai salah satu dari deretan perguruan tinggi terbaik nasional memang menjadi kebanggaan bagi suatu perguruan tinggi. Baik bagi pejabat, pengajar, ataupun mahasiswanya. Sebagai pejabat atau pengajar akan merasa bangga terhadap kinerjanya, sementara mahasiswa akan dipandang berkualitas oleh masyarakat. Yogyakarta sebagai kota pelajar memiliki cukup banyak perguruan tinggi yang menjadi
deretan perguruan terbaik nasional. Mulai dari perguruan tinggi negeri sampai perguruan tinggi swasta. Salah satunya adalah ISI Yogyakarta, yaitu perguruan tinggi seni tertua di Indonesia. Banyak seniman daerah, sampai seniman internasional lahir dari perguruan tinggi ini. Pada awal tahun 2016, ISI Yogyakarta menempati peringkat ke-50 sebagai perguruan tinggi terbaik Indonesia dari sekitar tiga ribu lebih perguruan tinggi yang disurvei oleh Dikti. Sebuah
7
B U L E T I N KON T E M P OR E R
prestasi yang sangat membanggakan. Perguruan tinggi yang berorientasi kepada kerja praktek mendapatkan peringkat cukup baik dan mampu bersaing dengan perguruan tinggi lain di Yogyakarta seperti Universitas Islam Indonesia, Universitas Sanata Darma, dan Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, yang telah dikenal cukup bagus akademik keilmuannya. Menurut Dikti, untuk menjadi perguruan tinggi terbaik mempunyai kriteria-kriteria antara lain; Sumber Daya Manusia, Keilmuan, Managemen, dan Kegiatan Kemahasiswaan. Cukup mengejutkan bagi ISI Yogyakarta, perguruan tinggi yang berorientasi kepada kreatifitas ternyata poin kegiatannya nol. Sangat tidak masuk akal, tetapi begitulah menurut surat yang diedarkan oleh Dikti. Untuk mengetahui mengapa bisa demikian, mari simak liputan dengan Drs. Anusapati, MFA. selaku Pembantu Rektor III ISI Yogyakarta.
Apa penyebab Kegiatan Kemahasiswaan di ISI Yogyakarta mendapat poin “0” dari Dikti ? “Saya tidak sepenuhnya mengetahui apa yang menjadi sebab ISI Yogyakarta poin kegiatan kemahasiswaan nol. Kenyataannya ISI Yogyakarta sangat banyak kegiatan kemahasiswaan. Mungkin kegiatan itu tidak terliput oleh media, sehingga tidak mendapatkan poin. Pihak institut telah mengupayakan kemajuan kegiatan-kegiatan yang ada di kampus, seperti HMJ, BEM dan UKM, tetapi memang kegiatan itu tidak pernah di upload di website ISI Yogyakarta.”
Dari segi apakah Dikti memberi poin untuk Kegiatan Kemahasiswaan ? “Pihak institut tidak tahu persis apa yang menjadi penilaian Dikti, yang pasti mempunyai kriteria khusus yang hanya pihak Diktilah yang tau. Tidak hanya Dikti, setiap lembaga mempunyai kriteria tersendiri untuk menentukan kualitas suatu perguruan tinggi. Dilihat dari
keseluruhan Dikti menilai dari kegiatan seperti UKM, karena di ISI Yogyakarta untuk UKM belum sebanyak perguruan tinggi lain seperti UGM, atau Universitas Negeri Yogyakarta. Tetapi kalau kegiatan yang dilakukan oleh mahasiswa perjurusan, ISI Yogyakarta telah banyak melakukannya. ISI Yogyakarta juga telah melakukan pertukaran pelajar, dan juga berbaur dengan masyarakat.”
Bagaimana upaya agar ISI Yogyakarta memiliki poin dalam Kegiatan Kemahasiswaan? “Kedepannya pihak institut menyarankan dan mengupayakan agar ISI Yogyakarta memiliki banyak UKM. Dari UKM Olahraga, sampai UKM Kesenian itu sendiri. Seni menjadi milik bersama. Pihak institut akan menyediakan dana bagi UKM-UKM baru untuk ISI yang lebih baik. Dengan adanya banyak UKM, diharapkan meningkatkan kualitas ISI Yogyakarta dalam kegatan Kemahasiswaan.” Publikasi media dan UKM yang beraneka ragam ternyata dapat memberi poin dan prestasi bagi perguruan tinggi. Publikasi media yang tidak aktif membuat sebuah perguruan tinggi dianggap kurang berkualitas bagi kebanyakan masyarakat. Perlu kesadaran bagi para mahasiswa untuk tidak hanya menjadi manusia rutinitas kuliah, tetapi juga aktif dalam kegiatan kemahasiswaan. Di samping menambah wawasan bagi mahasiswa, juga dapat meningkatkan kualitas dari suatu perguruan tinggi.
8
PENTING
B U L E T I N KON T E M P OR E R
ISBI, ISI, dan Dinamika Problematikanya Teks: Miftachul Arifin (Televisi 2015) dan Iwang Yudita Fajar (Desain Interior 2014)
Pada akhir bulan Juli tahun 2012, dilaksanakan kerja sama antara Institut Seni Indoneisa Yogyakarta dengan Institut Seni dan Budaya Indonesia Kalimantan Timur. Program kemitraan tersebut merupakan pemberian wewenang dari pemerintah pusat kepada ISI Yogyakarta untuk menyiapkan segala keperluan yang dibutuhkan bagi pembangunan sebuah institusi seni di Kalimantan Timur, bernama ISBI Kaltim. Mengacu pada wewenang tersebut, diberlakukanlah pemindahan lokasi perkuliahan bagi mahasiswa ISBI ke kampus ISI, dengan diberikannya beasiswa dari Dinas Pendidikan Provinsi Kalimantan Timur untuk masing-masing mahasiswa yang telah diterima sebagai mahasiswa baru. Program tersebut telah berjalan lebih dari empat tahun angkatan, yaitu dimulai pada tahun 2012 hingga 2015. Jika ditinjau kembali dari sudut pandang prosedural birokrasi dan aturan yang telah tertulis, maka hal tersebut dapat dikatakan telah melampaui masa kesepakatan. Menurut Surat Keputusan Rektor perihal Penjelasan Perubahan status dan penyesuaian tarif biaya pendidikan mahasiswa program kemitraan Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur dan ISI Yogyakarta, menyatakan bahwa aturan batas kemitraan antara ISI Yogyakarta dengan
ISBI Kalimantan Timur telah dijelaskan adalah selama tiga kali angkatan. Jadi sudah seharusnya berakhir sejak 2015 yang lalu. Kemudian, terkait timbulnya permasalahan yang merebak, antara pihak mahasiswa ISBI angkatan 2012 dengan pihak kampus ISI, telah menjadi pembicaraan umum di kalangan warga kampus. Terutama untuk seluruh mahasiswa angkatan 2012. Beredar luasnya kasus itulantaran begitu krusialnya kasus tersebut. Mahasiswa ISBI angkatan 2012 adalah yang pertama kali mendapat beasiswa. Beasiswa ini dikoordinir oleh BKC (Beasiswa Kaltim Cemerlang) 2012, sesuai dengan tahun angkatan mahasiswanya. Saat itu, mahasiswa ISBI yang lolos seleksi dan diterima berjumlah 55. Dengan 10 orang dari jurusan Seni Tari, 11 orang dari jurusan Kriya Seni, dan 11 orang dari jurusan Etnomusikologi sebagai kelas reguler, lalu 23 orang dari jurusan Televisi sebagai kelas non-reguler. Beasiswa yang diberikan tersebut sebesar 26 juta rupiah dan telah mencakup biaya pemberangkatan pertama, biaya pendaftaran, pembayaran kuliah, biaya hidup, transportasi, dan tempat tinggal. Penentuan nominal yang dilakukan oleh Pemda Kaltim merupakan beasiswa S-1 kemitraan antara ISBI Kaltim
dengan ISI tertinggi. Setelah pemberian beasiswa dan proses perkuliahan berlangsung selama satu tahun, muncullah sebuah permasalahan. Tepat pada saat pembayaran kedua beasiswa untuk mahasiswa ISBI 2012 berlangsung. Perwakilan mahasiswa ISBI angkatan 2012, Ragil Wirawan menyampaikan bahwa, “Kami merupakan mahasiswa ISBI Kaltim yang sedang menimba ilmu di Kampus ISI Yogyakarta melalui Program Kemitraan ISBI Kaltim dan ISI Yogyakarta yang dimulai pada Tahun 2012. Pada awal penerimaan mahasiswa program ISBI Kaltim dan ISI Yogyakarta, status pada kami ditetapkan sebagai mahasiswa reguler. Itu berarti, mahasiswa program kemitraan ISBI Kaltim dan ISI Yogyakarta memiliki hak dan kewajiban yang sama dengan Mahasiswa ISI Yogyakarta yang masuk melalui jalur Reguler. Di antara dari kewajiban mahasiswa yaitu membayar biaya kuliah yang jika dihitung, jumlah antara SPP Variabel dan biaya SKS maksimal sebesar 1,4 juta rupiah. Namun, pada bulan September 2014, para mahasiswa asal Kaltim ini dikejutkan dengan munculnya aturan baru mengenai tagihan SPP yang melonjak lebih dari 100% dari awal, yaitu sebesar 3,5 juta rupiah, setara dengan mahasiswa non-reguler.� Selain itu, ada juga tambahan biaya sebagai kompensasi dosen
9
B U L E T I N KON T E M P OR E R pengampu dengan nominal sebesar 9,4 juta rupiah.Mereka mengeluhkan tidak adanya pemberitahuan terlebih dahulu sebelum aturan tersebut dibuat. Selain itu, penarikan tersebut kemudian menjadi sesuatu yang mencurigakan oleh mahasiswa ISBI 2012. Hingga proses pengusutan, mediasi, penyelidikan, dan pertemuan antara pihak kampus dan mahasiswa pun beberapa kali terjadi. Berulang kali para mahasiswa menanyakan tentang ketetapan penaikan SPP tersebut, namun yang didapat hanyalah jawaban yang tak jelas dari pihak kampus ISI. Ketika mahasiswa menanyakan adanya SK Rektor sebagai dasar penarikan SPP tersebut,
tanggapan yang diberikan. Sebagai sikap atas tidak adanya penjelasan yang diberikan oleh ISI Yogyakarta atas penetapan kenaikan SPP secara sepihak itu, beberapa mahasiswa memutuskan menolak membayar biaya SPP sesuai jumlah yang ditetapkan pada Semester V dan memilih untuk menunggu sampai adanya ruang dialog bagi mahasiswa dan Rektor ISI agar mendapatkan penjelasan terkait penetapan kenaikan SPP secara sepihak tersebut. Sebagai akibat dari pilihan mahasiswa untuk tidak membayar SPP, ketujuh mahasiswa tersebut dianggap mangkir oleh pihak kampus ISI Yogyakarta. “Mahasiswa memutuskan menolak membayar biaya SPP sesuai
“Ya kita harus menyiapkan secara akademisnya. Jadi punya rumah di sini, punya rumah di sini, itu juga akan menghabiskan energi. Tapi kan harus menyiapkan topangan. Nyari empat dosen, yang non-PNS, nyari dosen dari sini, siapa yang akan disuruh ke sana. Supaya kuliah di sana tetap jalan, di sini juga tidak boleh berhenti. Dosen kita juga terbatas jumlahnya. Itu juga membutuhkan energi. Jadi transisi satu ini sudah membutuhkan transisi topangan-topangan yang lain,” tutup I Wayan Dana. Pihak ISI hanya memberikan Surat Pengumuman yang ditujukan kepada dekan di tiga fakultas dan ditandatangani oleh Pembantu Rektor I ISI Yogyakarta. Juga ketika mahasiswa mengirimkan surat kepada Rektor ISI Yogyakarta untuk meminta adanya penjelasan langsung, tidak ada
jumlah yang ditetapkan pada Semester V dan memilih untuk menunggu sampai adanya ruang dialog bagi mahasiswa dan Rektor ISI agar mendapatkan penjelasan terkait penetapan kenaikan SPP secara sepihak. Pengaduan tersebut merupakan reaksi atas tindakan ISI Yogyakarta yang secara sepihak
menaikkan biaya pendidikan bagi mahasiswa 2012 program beasiswa asal Kaltim di empat jurusan, yaitu Jurusan Seni Tari, Kriya Seni, Etnomusikologi, dan Televisi,” kata Ragil Wirawan Tentang penggunaan tambahan biaya pembayaran sebesar 9,4 juta rupiah sebagai kompensasi dosen pangampi mahasiswa ISBI, tidak dapat digunakan untuk pembayaran dosen maupun diberikan ke Dinas Pendidikan Provinsi Kaltim. Bahkan juga tidak dapat dikembalikan kepada mahasiswa ISBI 2012. Satu-satunya jalan demi menggunakan dana tersebut adalah dengan mengadakan sebuah kegiatan, yang berorientasi pada peningkatan mutu akademik dari mahasiswa itu sendiri. “Kan harus dari awal, dilakukan penerimaan di atas grade-nya. Umpamanya nilai bahasa Inggris dibutuhkan 80. Ketika kita tes, sudah 85, kan di atasnya. Berarti kan itu sudah dari penerimaannya, sudah mencapai di atas standar akademik. Tapi kalau kita nerima di ketrampilan pas 70, ketika dia melaksanakan dengan yang lainnya ada yang 75 ada yang 80, berarti yang 70 ini kan tetep di bawah standar. Ini kan perlu ditingkatkan. Supaya paling tidak, rata lah kemampuan akademiknya. Bagaimana ini supaya sama, perlulah peningkatan mutu akademik,” kata I Wayan Dana, selaku Pembantu Rektor I. Pada pembayaran uang kuliah yang kedua, terjadi pertambahan biaya oleh mahasiswa ISBI 2012. Menurut Budi Priyadmo, selaku Kabag BAAKSI pada tahun itu, pada awalnya pertambahan biaya pembayaran tersebut terjadi karena adanya kesalahan sistem, yang selanjutnya
10
B U L E T I N KON T E M P OR E R
dikonfirmasi kembali bahwa hal tersebut telah sesuai dan tertulis dalam SK Rektor. Uang kuliah disesuaikan dengan kelas nonreguler di TV. Namun, jawaban tersebut tidak diterima begitu saja oleh pihak mahasiswa. Mereka kemudian meminta salinan dari SK Rektor tersebut, yang pada lain hari diberikan dua macam surat, yaitu surat pemberitahuan perubahan biaya untuk fakultas, dan surat edaran untuk Dinas Pendidikan Kaltim. Menurut I Wayan Dana, “Sebenarnya kan SK Keputusan Rektor, tetapi diberikan berupa pemberitahuan pembayarannya segini. Kan hanya beda, di sini pemberitahuan, di sini keputusan. Kita putuskan bahwa mahasiswa yang tahun 2012 yang semula reguler diberikan bayarnya non-reguler. Kan hanya beda nama SK. Di sini pemberitahuan dari hasil SK itu. Kementerian membuatkan SK, setelah itu diberikan informasi, masing-masing prodi harus melaksanakannya. Sama saja sebenarnya. Tapi memang nilai SK itu ada aturan hukumnya. Kalau informasi saja tidak ada aturan hukumnya. Boleh di bawahnya yang tanda tangan. Kalau SK kan Surat Keputusan dengan pemberitahuan, jadi ya memang
beda.” Berikutnya, mahasiswa juga sempat melakukan protes terkait pertambahan biaya yang dilakukan secara tiba-tiba tanpa adanya pemberitahuan terlebih dahulu. Mereka mempertanyakan mengenai aturan-aturan tertulis yang apakah memang telah ada dalam SK Rektor. Tentunya, beberapa tuntutan lain dari pihak mahasiswa yang sampai saat ini masih dipertanyakan kejelasan akan jawabannya adalah kebenaran dan keterbukaan informasi dan kejelasan status dari sekian banyaknya kasus yang telah terjadi. Solusi dari pihak ISI dalam mengatasi kasus perpanjangan masa kesepakatan dengan ISBI, adalah mempercepat masa transisi dengan menyiapkan kebutuhankebutuhan akademisnya. “Ya kita harus menyiapkan secara akademisnya. Jadi punya rumah di sini, punya rumah di sini, itu juga akan menghabiskan energi. Tapi kan harus menyiapkan topangan. Nyari empat dosen, yang non-PNS, nyari dosen dari sini, siapa yang akan disuruh ke sana. Supaya kuliah di sana tetap jalan, di sini juga tidak boleh berhenti. Dosen
SIKAT “Listrik yang tiba-tiba padam memutus konsentrasi, terutama kuliah yang menggunakan LCD, belum lagi suhu di dalam ruangan menjadi panas, dan jika hal tersebut terus berlangsung artinya itu menjelaskan bahwa di sana berlangsung pembiaran oleh lembaga atas suatu hal yang sebenarnya mendasar,” komentar salah seorang dosen program studi desain mengenai listrik yang kerap kali padam akhi-akhir ini. Listrik merupakan sumber daya yang
kita juga terbatas jumlahnya. Itu juga membutuhkan energi. Jadi transisi satu ini sudah membutuhkan transisi topangan-topangan yang lain,” tutup I Wayan Dana. Sedangkan solusi untuk mengatasi permasalahan dengan pihak mahasiswa ISBI 2012 yang berlarut-larut, adalah dengan diadakannya pertemuan secara langsung antara pihak kampus ISI dengan mahasiswa agar tidak muncul masalah-masalah baru. “Jika mungkin masih ada yang mempersoalkan, ya ketemu. Kalau tidak ketemu tidak selesai. Dia ketemu anda ngomong ini, lalu ketemu pejabat yang lain nanti ngomongnya ini. Ketemu seperti yang kemarin. Apa lembaga yang mengundang, supaya datang. Tidak perlu ada orang lain dalam arti ini mengundang Ombudsman, kan berarti ngrecoki. Karena saya satu periode di fakultas, mari kita dialog. Walaupun kencengkencengan beragumentasi, untuk mencari jalan keluar yang baik. Kalau di sini salah, di sini memperbaiki kesalahannya. Kalau di situ salah, di situ memperbaiki kesalahan. Kan nyari solusi. Bukan mencari masalah-masalah baru,” imbuhnya.
LISTRIK PADAM, SENGAJA ATAU TIDAK? Teks: Aprines Hersunanda Rachim (Desain Interior 2014) Foto: Sandra Wahyuningtyas (Fotografi 2014) dan Nurul Afifah Bantilan (Fotografi 2014)
B U L E T I N KON T E M P OR E R
11
penting sejak diterapkannya pembelajaran menggunakan komputer. Terlebih, gedunggedung yang kini telah menggunakan AC membuat listrik semakin dibutuhkan dalam perkuliahan. Gedung kampus Institut Seni Indonesia Yogyakarta di Sewon, Bantul, telah berdiri sejak tahun 1984 namun diakui jaringan listrik yang ada tidak dipersiapkan untuk daya besar, khususnya pada Fakultas Seni Rupa. Akhir-akhir ini sering terjadi LISTRIK PADAM - Ruangan studio foto still life yang terdapat di jurusan Desain Komunikasi Visual, pemadaman listrik tiba-tiba pada Fakultas Seni Rupa, Institut Seni Indonesia Yogyakarta. Kamis (21/04). Studio foto still life merupakan salah satu fasilitas kegiatan perkuliahan yang terdapat di jurusan Desain Komunikasi Visual yang gedung jurusan desain saat masa diketahui sering terjadinya pemadaman listrik sehingga mengganggu aktifitas perkuliahan. FOTO/ perkuliahan berlangsung. Diakui Sandra Wahyuningtyas oleh Pembantu Rektor II, Drs. AG. penambahan daya,” ujar Pembantu Dekan II Hartono, MS., ketika dijumpai di ruang kantornya, Fakultas Seni Rupa, Drs. M. Sholahuddin, S. Sn., “Keluhan mengenai listrik yang sering padam MT. yang akrab dipanggil Pak Adin ini ketika memang hanya terjadi di Fakultas Seni Rupa, ditanyakan perihal ketidakstabilan listrik ketika terutama jurusan desain.” Beliau juga mengatakan perkuliahan berlangsung. penyebab terjadinya hal tersebut antara lain “Untuk jurusan Seni Murni memiliki daya karena jurusan desain lebih sering menggunakan 82 KVA, dan Kriya memiliki daya 82 KVA, fasilitas komputer sehingga membutuhkan daya sedangkan desain dayanya hanya 62 KVA,” kata besar. Gejala overload pada listrik baru mulai Pak Adin. Oleh karena itu, pihak kampus akan dirasakan sekitar tahun 2008. menambah daya untuk jurusan desain menjadi “Terkait dengan perkembangan jurusan desain kurang lebih 120 KVA. Selama penambahan sehingga penggunaan komputer sering digunakan daya ini sempat terjadi kesalahan prosedur dari di tiga prodi secara bersamaan, yaitu Desain kontraktor yang mengakibatkan pihak jurusan Interior, Desain Komunikasi Visual, dan Desain harus menanggung biaya sebesar 150 juta. Hal Produk sehingga pada tahun 2015 dilaksanakan ini berdampak pada proses penambahan daya sehingga tidak bisa berlangsung dengan cepat. Pembantu Dekan II memastikan bahwa akhir bulan April ini keluhan mengenai listrik yang tiba-tiba padam tidak akan lagi dirasakan. Selain penambahan daya, perbaikan jaringan juga akan dilakukan dengan penarikan satu alur jaringan AC, LCD, dan lampu sehingga alurnya menjadi rapi dan untuk kedepan tidak akan ditemui lagi gejala overload yang mengakibatkan listrik padam. LISTRIK PADAM - Ruangan Lab Komputer di gedung jurusan Desain Interior, Fakultas Seni Rupa, Institut Seni Indonesia Yogyakarta. Jumat (22/04). Lab komputer merupakan salah satu fasilitas kegiatan perkuliahan yang terdapat di jurusan Desain Interior yang diketahui sering terjadinya pemadaman listrik sehingga mengganggu aktifitas perkuliahan. FOTO/Afi Bantilan
12
KIRIMANMU
B U L E T I N KON T E M P OR E R
Choice: Being Exist oleh : yves ilalang sihkami, dkv 2013
“Memang seringkali orang tidak peduli masalah ini. Musik ya musik, bisa didengar tanpa harus dalam.” Erie Setyawan (MP3 Day zine, Indonesian Netlabel Union, 2015)
Demikian kutipan dari sebuah zine terbitan tahun lalu untuk memeringati hari MP3 yang dicanangkan secara serentak oleh Indonesian Netlabel Union (INU). Erie Setyawan membicarakan mengenai keadaan masyarakat modern yang menjadikan musik bukanlah sebagai bagian dari karya seni, namun menjadi bagian yang sudah lumrah. Hak cipta hingga terbentuknya common creative akhirnya dikesampingkan oleh masyarakat ketika mereka hanya menjadikan musik sebagai “camilan” tanpa memilah kualitas; seperti narkoba, dapat dipakai tanpa peduli kualitas karena sudah teradiksi, apalagi jika bisa didapat dengan mudah. Permasalahan sederhana mengenai musik sebagai pengisi telinga dan musik sebagai bagian dari karya seni patut diapresiasi sebagai analogi yang cocok terkait kesadaran masyarakat atas perlunya rasa kritis terhadap banyak hal. Mahasiswa sejak masa penggulingan rezim Soeharto dikenal sebagai salah satu motor atas pemikiran-pemikiran kritis dan ikut mewakili
suara politik pada masa itu. Tidak mengherankan jika kejadian tersebut membuat mahasiswa dikenal sebagai salah satu kelompok masyarakat yang mengebu-gebu rasa kritisnya. Namun, itu belasan tahun lalu. Pandangan terkait rasa kritis dapat ditarik pada pendapat Hannah Arendt terkait politik otentis. Hannah Arendt memberikan pendapat bahwa manusia memiliki kemampuan untuk berpikir dan untuk bertindak. Tindakan bersifat politis dan kritis adalah salah satu bentuk untuk membentuk pribadi yang otentik. Hal ini menjadi terkait atas pandangan eksistensial Sartre yaitu “aku berpikir maka aku ada” dan Camus “aku memberontak maka aku ada” untuk menunjukan eksistensi diri, bukan untuk mengejar exist versi anak-anak muda (yang menggeser maknanya dari “ada” menjadi “terkenal” (fame)). “Ada” diposisikan bukan untuk menjadikan individu sekedar ada, namun untuk menjadikan manusia hidup tanpa perlu menjadi bagian rantai konsumerisme yang terbutakan dan dimatikan logikanya.
B U L E T I N KON T E M P OR E R Absennya pikiran menjadi sebuah keadaan yang terjadi di dalam mayoritas masyarakat karena adanya hegemoni yang menjadikan proses decoding untuk mengkonsumsi lebih dominan. Adanya publik diberlakukan sebagai bagian dari komoditas menjadikan kebutuhan privasi menggeser fungsi publik. Adorno memberikan pendapat terkait pseudo-individual bahwa standarisasi ada untuk menjaga agar konsumen tetap menerima, serta melupakan apa yang sudah diberi sebelumnya, dengan kata lain, mengambil dari pendapat Arendt, ekonomi pasar seperti ini cenderung menjauhkan masyarakat dari hal-hal substansial dan didekatkan pada hal-hal bombastis. Mahasiswa, yang dulu disebut sebagai bagian masyarakat yang serba kritis kini telah dipertanyakan; apakah mereka telah menjadi bagian dari kepentingan privasi orang-orang tertentu atau tidak. Saya pribadi, sebagai penulis, yakin masih ada mahasiswa yang sadar untuk berpikir kritis. Masih ada, walau kalah banyak. Pemikiran bahwa mahasiswa telah pudar rasa kritis tidaklah berangkat dari sesuatu yang muluk mengenai busuknya birokrasi dan manutnya para mahasiswa tersebut pada sistem yang dianggap merugikan mereka, atau juga bukan karena adanya banyak isu korup di dalam birokrasi dan mahasiswanya tidak peduli atas korupsi tersebut. Bukan faktor-faktor tersebut yang mendasari tulisan ini. Berawal dari Program Studi Desain Komunikasi Visual, dimana program studi ini seharusnya belajar untuk merancang dalam bentuk visual yang kemudian untuk dikomunikasikan, dan bukannya untuk belajar menggambar saja, terdapat kasus dimana para mahasiswa banyak yang membeda-bedakan karya dengan tugas. Perihal mengerjakan tugas dan tidak mengerjakannya mungkin hanya sebuah pembahasan sederhana bahwa yang menanggung akibatnya tiap individu sendiri. Masuk akal ketika karyanya memiliki kualitas dan, alhamdullilahnya, laku, dan tugas kuliahnya dikerjakan dengan total, meskipun banyak yang tidak selesai. Namun cukup menarik bahwa terdapat beberapa pihak yang kerap mengerjakan tugas, mendekati dosen, nilai selalu bagus karena tugas selalu ditumpuk, namun ketika mereka mendapatkan job, hasil mereka sangat tidak layak diaplikasikan. Iya jika brief klien berlebihan dan selera klien kampungan, namun bagaimana jika job tersebut minim brief? Hal ini sebenarnya tidak begitu penting untuk dibahas, ketika kita membicarakan masalah skill,
13
namun kejadian ini sebenarnya cukup ironis dengan design thinking yang selalu digembargemborkan, terutama jika sudah memasuki semester 6. Design thinking menurut Tim Brown memiliki sistematika yang tidak sekedar menghasilkan desain yang konseptual, namun juga multi-fungsi dan dapat merespon, jika bisa menyelesaikan masalah; satu hasil karya tidak hanya untuk satu fungsi. Begitu pula dengan desain yang dihasilkan dari tugas. Desain tidak hanya diposisikan sebagai tugas saja, namun dapat menjadi modal untuk ke depan. Totalitas dalam berpikir dan bekerja. Perihal “tugas sebagai karya� dan “karya sebatas tugas� ini adalah salah satu contoh penerapan design thinking yang seharusnya bisa diaplikasikan. Namun, pengaplikasian tersebut juga terdapat pertimbangan lain. Ketika “tugas ya tugas� dan “karya ya karya� terjadi, maka pada akhirnya para mahasiswa ini menjadikan tugas hanya sebagai kewajiban untuk menunjukan bukti bahwa ia telah belajar, entah ia benar-benar belajar atau tidak. Design thinking pada hal ini hanya sebatas materi perkuliahan, dan bukannya sebagai bentuk pengaplikasian dalam membuat karya. Apakah ini menjadikan bukti adanya keabsenan pikiran terhadap para calon perancang tersebut? Padahal jika dinalar lagi design thinking tidak hanya diterapkan pada Desain Komunikasi Visual, namun bisa diaplikasikan pada banyak jurusan lain. Pada poin ini perlu ditekankan bahwa desain bukanlah sebuah label saja. Semua aspek pada dasarnya memerlukan rancangan (red: desain) sehingga apapun hasil dari aspek-aspek tersebut itu ada. Ada tidak hanya sekedar ada bentuknya, namun
14
B U L E T I N KON T E M P OR E R Hannah Arendt. Marjin Kiri, Yogyakarta.
juga fungsinya bagi masyarakat. Akhir kata, semoga setiap individu selalu “ada”.
•
Storey, John (2007). Cultural Sudies dan Kajian Budaya Pop. Jala Sutra, Yogyakarta.
Daftar Pustaka •
Brown, Tim (2008). Design Thinking. Artikel pada Harvard Business Review, Cambridge
•
Catatan kuliah.
•
Pole, Ross (1993). Moralitas dan Rasionalitas: Dibawah Bayang – Bayang Nihilisme. Kanisius, Yogyakarta.
•
Sudibyo, Agus (2012). Politik Otentik: Manusia dan Kebebasan dalam Pemikiran
IRONI
Daftar gambar •
Tim Brown’s Design Thinking on TED (Youtube channel), 2009
•
Drawing yang gak drawing tapi nulis yang chatting karena gabut saat di kantin bareng Edwin Prasetyo, Frida Sibarani, serta kawan-kawan
B U L E T I N KON T E M P OR E R
GEROMBOLAN SENI
15
Menghidupkan Kegiatan Kampus dengan Sastra Teks: Serena Gabrielle (Desain Interior 2014) dan Wiwit Nur Faizin (Televisi 2015) Foto: Dokumentasi Pribadi
Malam Sastra Malam sastra merupakan salah satu kegiatan mahasiswa Institut Seni Indonesia Yogyakarta yang tidak lain adalah bersastra pada malam hari. Acara ini bukanlah acara rutin yang dilakukan oleh mahasiswa ISI, namun sudah dari dilaksanakan di beberapa titik kampus ISI Yogyakarta. Malam Sastra bukan ajang untuk mahasiswa dalam menampilkan karya sastra terbaik. Hal ini dikarenakan asal mula Malam Sastra yang didasari oleh rasa kekhawatiran para mahasiswa terhadap semakin sepinya acara di kampus. Oleh karena itu tujuan dari diadakannya Malam Sastra adalah untuk meramaikan kegiatan bermanfaat yang ada di kampus. Kriya Bersastra Kriya Bersastra adalah salah satu acara apresiasi karya sastra yang digagas oleh Pupud Bagus Saputra, mahasiswa Kriya 2013. Latar belakang diadakanya acara tersebut berasal dari pemikiran Pupud sendiri yang merasa gelisah dikarenakan belum adanya kegiatan yang mengangkat maupun membahas sastra di Jurusan Kriya. Di sisi lain sudah banyak jurusan di Fakultas Seni Rupa yang telah membuat kegiatan bertema sastra seperti Jurusan Desain dengan acara Kamisan yang berjudul “Sastra dan Rupa” serta anak Seni Murni Lukis dengan judul “Musikalisasi Puisi.” Kriya Bersastra yang diadakan pada Jumat, 4 Desember 2015 ini merupakan acara perdana yang bersifat responsive dengan maksud seluruh kegiatan, kepanitiaan serta keuangan bersifat mendadak. Kepanitiaan acara Kriya Bersastra bersifat sukarela yang terdiri dari Pupud sebagai ketua dan dibantu oleh beberapa mahasiswa kriya lainnya. Pendanaan acara ini bersifat kolektif
yaitu dihimpun dari iuran sukarela mahasiswa kriya yang diadakan pada sore hari sebelum acara Kriya Bersastra berlangsung. Acara tersebut terdiri dari 3 kegiatan yaitu musikalisasi puisi atau pembacaan puisi diiringi alat musik gitar, visualisasi puisi atau memvisualisasikan puisi lewat media seni rupa seperti membatik pada saat pembacaan puisi berlangsung, dan menonton film dokumenter dengan judul “Pram.” Acara ini berjalan dengan lancar. Pupud menuturkan butuh waktu tiga hari dua malam untuk mewujudkan acara ini yang berawal dari menginformasikan temantemannya tentang gagasannya hingga sepakat merealisasikan gagasan tersebut. Pupud juga menuturkan bahwa Kriya Bersastra sukses karena banyaknya penonton yang melihat acara perdana itu. Ekspektasi Pupud sendiri sebagai ketua adalah berharap semoga dapat mengadakan acara Kriya Bersastra secara rutin dengan tempat dalam ruang. Malam Puisi Di sisi lain, adapula kegitan yang memiliki tema yang sama yaitu Malam Puisi. Berbeda dengan Kriya Bersastra yang difokuskan untuk Jurusan Kriya, Malam Puisi diperuntukkan kepada seluruh mahasiswa Institut Seni Indonesia Yogyakarta. Bertepatan pada hari Jumat, 4 Maret, Malam Puisi dilaksanakan di Student Center ISI Yogyakarta. Hal ini terjadi karena penggagasnya sendiri adalah mahasiswa-mahasiswa yang tergabung dalam Unit Kegiatan Mahasiswa Sasenitala, tidak lain merupakan salah satu UKM yang berkediaman di Student Center. Berawal dari keinginan ngumpul hingga muncul sebuah ide untuk menjadikan Student Center sebagai pusat dari tempat berkumpulnya mahasiswa ISI
16
B U L E T I N KON T E M P OR E R
BACA PUISI - Salah satu peserta membaca puisi dengan judul “Diam� dihadapan penonton dalam acara Malam Puisi yang di selenggarakan di Student Center Institut Seni Indonesia Yogyakarta.
Yogyakarta. Hal ini dapat dibuktikan dari banyaknya partisipan mahasiswa ISI Yogyakarta yang datang dari setiap Fakultas. Dengan konsep acara remang-remang yang hanya menggunakan lilin untuk penerangan dan tanpa sound system, mengharuskan peserta pembaca puisi harus berteriak. Hal tersebut justru membuat suasana dalam acara tersebut lebih akrab. Gopek, salah satu dari panitia dalam acara tersebut mengatakan bahwa acara berjalan lancar di luar dugaan. Dilihat dari banyaknya jumlah partisipan yang hadir melebihi perkiraan sehingga tidak sedikit mahasiswa duduk di luar, namun hal ini tidak mengganggu berjalannya acara. Dengan banyaknya mahasiswa yang datang dan berkumpul lalu mengobrol, justru tujuan diadakannya Malam Puisi telah tercapai. “Beberapa dari penghuni Student Center juga memberikan partisipasinya, seperti KMI membantu meredupkan lampu masjid yang terletak persis di sebelah Student Center, sehingga remang-remang dengan penerangan yang hanya menggunakan lilin dapat tercapai,� jelas Gopek. Kedua kegiatan ini memiliki tujuan yang sama yaitu membangun keakraban yang didasari oleh
P uisi
P enampilan yang ber j udul DIAM
BACA PUISI - Theodora membaca puisi dihadapan penonton yang hadir dalam acara Malam Puisi di Student Center Institut Seni Indonesia Yogyakarta.
sastra. Perlu kita ketahui, seni tidaklah jauh dari sastra. Justru sebaliknya, seni sangatlah terkait dengan sastra. Oleh karena itu Malam Sastra sangatlah cocok dilaksakan oleh kampus seni seperti ISI Yogyakarta. Diawali dengan imingiming membangun keakraban antar mahasiswa dan meramaikan kegiatan di kampus yang sepi kegiatan, hal ini juga memberi wawasan luas kepada seluruh mahasiswa ISI. Terutama Malam Puisi, kegiatan positif yang pantas untuk dilaksanakan secara rutin.
EVENT KAMPUS
B U L E T I N KON T E M P OR E R
17
Memperingati Kartini dalam Balutan Tari Teks: Soni Harsono (Desain Interior 2014) Foto: Seftian Fahis Satay (Fotografi 2013)
KEBEBASAN - Gerak tari yang dipertunjukkan oleh Wisnu Dermawan Mahasiswa Jurusan Tari angkatan 2013 dalam Sepatu Menari di Plaza Fakultas Seni Pertunjukkan. Jumat, 15/4/2016. Tari merupakan salah satu media dalam mencari kebebasan ilahiah yang dinilai sebagai peningkatan atas fokus, disiplin dan kerjasama tim.
Kelompok Kegiatan Mahasiswa (KKM) Sepatu Menari kembali gelar acara rutin pada Jumat (15/04) dengan mengusung tema Kartini. Tema kali ini bertajuk “Tingkah Lakumu Pemberi Cahaya”. “Maknanya karena dalam hidup kita harus memiliki arti. Bukan hanya hidup yang sekedar hidup, tetapi harus hidup dengan bermanfaat bagi orang lain,” ungkap Rines Onyxi Tampubolon, selaku ketua panitia dan ketua KKM Sepatu Menari. Acara Sepatu Menari diselenggarakan menjadi dua tipe, yaitu Sepatu Menari Biasa dan Sepatu Menari Spekta. Pertunjukan tari kali ini adalah Sepatu Menari Biasa.
Meskipun demikian, acara tetap dibuat dengan serius serta melibatkan mahasiswa jurusan Tari, Fakultas Seni Pertunjukan, Institut Seni Indonesia Yogyakarta. Kegiatan tersebut dianggap sangat baik untuk merangsang mahasiswa agar terus berkarya dan berlatih menjadi profesional. “Mahasiswa juga dapat menunjukan daya kreativitasnya,” kata Rines. Acara dibuka oleh tiga host yang lucu dan menggelitik, disambung dengan tariantarian. Tarian yang disajikan yaitu “Obah” oleh Dwi Cahyono, “Same” karya Hana, “Nabuh Kemanungsan” karya Putra Jalu, dan “Ngancing” karya Wisnu Darmawan. Penampilan Bodynesia dari
Himpunan Mahasiswa Jurusan Etnomusikologi sebagai guest star pun ikut memeriahkan acara. Acara kemudian ditutup dengan sarasehan, mengundang Drs. Gandung Djatmiko M.Pd. Acara Sepatu Menari dapat terselenggara atas kerja keras dari seluruh panitia, baik dari penampil maupun penata panggung. “Harapannya acara ini terus berjalan lancar setiap sebulan sekali. Ketika diadakan Sepatu Menari Spekta pun akan menghadirkan acara yang tidak hanya keren tetapi bermanfaat dan melatih para mahasiswa menjadi professional yang membanggakan,” tutup Rines saat diwawancarai. (K)
18
B U L E T I N KON T E M P OR E R
21 Mahasiswa Berkarya untuk 21 April Teks: Adinda Lisa Irmanti (Desain Interior 2014) Foto: Mochammad Adam Husein (Televisi 2015)
KARYA - Salah satu karya seniman yang dipamerkan di pameran seni rupa yang bertajuk “Nyawiji” di N-Workshop Gallery, Yogyakarta, Kamis (14/04). Kegiatan yang dilaksanakan oleh 21 mahasiswa Seni Rupa ISI Yogyakarta ini bertujuan untuk memperingati Hari Kartini pada 21 April. FOTO/Muhammad Adam
Yogyakarta - Pembukaan pameran yang bertajuk “Nyawiji” (14/04) telah sukses dilaksanakan. Pameran yang membutuhkan waktu persiapan selama 6 bulan tersebut dilangsungkan di N – Workshop, Jl. Suryodiningratan No.37, Mantrijeron, Kota Yogyakarta. Pameran tersebut diadakan selama lima hari dan diketuai oleh Guntur Susiyo, mahasiswa Desain Komunikasi Visual, Institut Seni Indonesia Yogyakarta. “Sebagai seniman kita merasa harus mengadakan suatu event seni di luar Kampus ISI. Ini untuk menunjukkan bahwa seniman dari ISI kelak akan menjadi seniman besar seperti yang ditargetkan,” tutur Guntur. Judul “Nyawiji” sengaja dipilih dalam pameran agar sesuai dengan konsep nyawiji dalam
FOTO BERSAMA - Panitia pameran seni rupa yang bertajuk "Nyawiji" berfoto didepan salah satu karya yang dipamerkan di N-Workshop Gallery, Yogyakarta, Kamis (14/04). Kegiatan yang dilaksanakan oleh 21 mahasiswa Seni Rupa ISI Yogyakarta ini bertujuan untuk memperingati Hari Kartini pada 21 April. FOTO/Muhammad Adam
bahasa Jawa yang berarti bersatu. Tujuannya untuk menyatukan perbedaan yang terdapat dari masing–masing jurusan di Fakultas Seni Rupa ISI Yogyakarta. Pameran tersebut diadakan oleh 21 panitia yang merupakan gabungan dari 40% mahasiswa jurusan DKV dan 60% mahasiswa jurusan Seni Murni, Desain Interior, Kriya, dan Tata Kelola Seni. Ada sekitar 42 karya yang disajikan oleh para panitia yang sekaligus merangkap menjadi peserta pameran. “Tidak ada klasifikasi khusus untuk karya pengisi pamera. Namun, hampir semua karya pemersatuan sesuai dengan judul pameran Nyawiji,” kata Guntur yang juga berperan sebagai kurator pada pameran tersebut. Lasmi Shitaresmi memberi
sambutan dalam pameran didampingi oleh Catrine Bandel yang merupakan salah satu dosen Universitas Sanata Dharma di Yogyakarta. Sambutan dilanjutkan oleh Guntur Susiyo selaku ketua panitia. Pameran tersebut kemudian sengaja dibuka oleh seluruh panitia untuk mendukung konsep pameran. Setelah pembukaan, pengunjung dipersilahkan untuk menyaksikan karya dengan diiringi musik dari band–band yang diisi oleh panitia pameran. Filix, pengunjung pameran dari Jerman mengaku kurang paham dengan konsep yang diterapkan karena keterbatasan kemampuan berkomunikasi. “Tapi ada satu karya yang saya sukai, very nice,“ ungkapnya. [K]
B U L E T I N KON T E M P OR E R
19
20
B U L E T I N KON T E M P OR E R