Buletin Acta Diurna Edisi 35

Page 1

Acta Diurna No.35/XII/2022 Dua Tahun Tak Bertemu, Bagaimana Kondisi Mahasiswa saat Dipertemukan? Bidikan Utama Lika Liku Perkuliahan Sambil Merantau Problematika Bersiap Saing di Dunia Kerja dengan Mengikuti Program Double Degree Profil KERTAS PEKA ZAMAN

SURAT PEMBACA

Pandemi Covid-19 telah menyebabkan terganggunya kegiatan masyarakat selama kurang lebih dua tahun. Kondisi yang mulai membaik seiring dengan menurunnya kasus positif Covid-19 menjadikan kegiatan yang semula harus dilakukan secara daring di rumah, kini mulai dilaksanakan secara luring.

Termasuk dalam sektor pendidikan, sekolah dan perguruan tinggi telah melaksanakan kegiatan pembelajaran secara tatap muka. Universitas Sebelas Maret (UNS) turut melaksanakan kegiatan akademik secara luring sejak semester baru pada pertengahan tahun 2022.

Namun, apakah UNS benar-benar sudah siap dalam melaksanakan kegiatan secara luring pasca pandemi ini? Apakah mahasiswa mengalami beberapa kesulitan akibat transisi dari perkuliahan daring ke luring? Semua akan kita bahas dalam buletin ini.

Mahasiswa Internasional di Sosiologi ‘19 kebetulan berasal dari Jepang. Ternyata mereka cepat beradaptasi. Sebelum masuk kuliah mereka juga sudah kursus Bahasa Indonesia. Mereka juga mendapat Dosen Pembimbing khusus untuk membantu menyelesaikan tugas-tugas kuliah. Antara Mahasiswa Internasional dengan Mahasiswa biasa tidak ada perbedaan fasilitas atau pelayanan, waktu awal kelas sempet ikut senam jantung juga, tapi lama kelamaan jadi makin terbiasa. Untuk menghadapi Mahasiswa Internasional mendatang, kita perlu bekerjasama, tidak hanya Mahasiswa yang harus menyesuikan tapi Pendidik juga harus bisa mengimbangi agar tercipta perkuliahan yang nyaman.

Memiliki ambisi menjadi World Class University adalah sebuah misi yang sangat baik dan tentunya akan menjadi suatu kebanggaan jika telah didapatkan. Selain dengan prestasi yang telah diraih dan juga membuka kesempatan kepada mahasiswa internasional untuk berkuliah di UNS, terlebih dahulu kampus haruslah menguatkan fasilitas dan sarana prasarana yang ada di dalamnya. Mulai dari fasilitas dasar seperti perbaikan jalan yang rusak, penerangan yang harus ditambah, pembantuan mahasiswa untuk mengikuti lomba dan kegiatan lainnya, serta fasilitas lain yang mampu memadai secara khusus bagi mahasiswa mancanegara. Dengan begitu, maka tidak menutup kemungkinan akan memberikan efek domino yang baik bagi seluruh sivitas akademika UNS serta dapat menunjang terwujudnya misi World Class University

Acta Diurna No.30/XII/2019 Susunan Redaksi Pelindung : Prof. Dr. Ismi Dwi Astuti Nurhaeni, M. Si Penanggung Jawab : Arina Zulfa Ul Haq Pemimpin Redaksi : Maulidina Zahra Nabila Redaktur Pelaksana : Tiara Unggul Herawati, Qisti Luffiah Kurata Ayuni, Silfani Infazah Maharani Editor : Arina Zulfa Ul Haq, Maulidina Zahra Nabila, Tiara Unggul Herawati, Qisti Luffiah Kurata Ayuni, Silfani Infazah Maharani Reporter : Qisti Luffiah Kurata Ayuni, Silfani Infazah Maharani, Naila Elief Avinda, Yesyka Wahyu Leonyta, Ariella Prity Anggraini, Berlian, Nadila Urlia Putri Shafna Prifantri, Deamita Febriyani, Humaira Putri Ardelia, Daraninggar Nirmala Putri, Noor Rizky Tiara Putri, Ruth Ivanaomi, Amelia Erlintang, Ajeng Kartika Saraswati, Haning Sukma Rahmadani Wicaksono, Bagas Sasongko Aji Ilustrasi : Arina Zulfa Ul Haq, Valeria Arumingtyas Tata Letak : Royhan Anwar Riset : Bidang Litbang Redaksi menerima kritik dan saran serta tulisan, artikel, informasi, ataupun karikatur. Naskah atau gambar yang dikirim menjadi hak penuh redaksi. Apabila terdapat kesalahan dalam penulisan dan pengutipan pernyataan, Redaksi LPM VISI menerima hak jawab sesuai UU Pers No. 40 Tahun 1999 pasal 1 ayat
LPM VISI FISIP UNS Sekretariat LPM VISI Gedung 2 Lt. 2 FISIP UNS, Jl. Ir. Sutami No. 36A
57126
11. Kirim ke: Sekretariat LPM VISI Gd. 2 Lt. II FISIP UNS Jl. Ir. Sutami 36A Surakarta 57126, email: redaksilpmvisi@gmail.com EDITORIAL
Surakarta
redaksilpmvisi@gmail.com @lpmvisi @gwi5930m http://www.lpmvisi.com/ @LPM_VISI Lpm Visi Fisip Uns
Maulana Wildan Ibrahim Ilmu Komunikasi 2019
2
Rista Septiana Sosiologi 2019 Buletin Acta Diurna 34 Terbit 27 Agustus 2022 BACA DI SINI
Acta Diurna No. 35/XII/2022

Dua Tahun Tak Bertemu, Bagaimana Kondisi Mahasiswa saat Dipertemukan?

memaksimalkan berbagai pelayanan di bidang akademik, mulai dari melihat segala kesiapan sarana dan prasarana, fasilitas, pengajar akademik, dan mahasiswa.

Ilustrasi : Valeria

membiasakan masyarakat di seluruh belahan dunia untuk merubah kebiasaannya. Berbagai bentuk adaptasi dilakukan guna membentengi diri agar dapat terus bertahan di tengah riuhnya berita kematian. Semua bentuk aktivitas termasuk belajar, menjadi bagian dari tugas adaptasi kami sebagai mahasiswa. Tapi setelah semua reda, bagaimanakah kondisi kami? Sudah siapkah untuk sepenuhnya kembali? Bagaimana tanggapan dosen dan mahasiswa?

Tahun 2020 menjadi titik awal terjadinya segala bentuk perubahan aktivitas di dunia dari berbagai sektor, termasuk pendidikan, akibat pandemi Covid-19. Seluruh pelajar di dunia didorong untuk beradaptasi dengan kehidupan dalam jaringan (daring) untuk meminimalisir rantai penyebaran virus yang terus mengundang berita kematian. Universitas Sebelas Maret (UNS) tentu menjadi salah satu instansi pendidikan yang turut mengajak mahasiswanya untuk mau beradaptasi dengan sistem daring.

UNS menjadikan Agustus 2022 sebagai bulan awal kembalinya kegiatan belajar mengajar seperti saat sebelum pandemi, yakni secara luar jaringan (luring) 100% setelah dua tahun terjebak dalam situasi yang tidak stabil. Untuk menyikapi hal tersebut, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) sebagai bagian dari UNS tentunya berusaha untuk menyusun segala strategi dengan tujuan

Keberjalanan kuliah luring hingga kini sudah sesuai dengan rencana. Terlihat banyak aktivitas yang ada di lingkungan kampus mulai aktif dan beberapa acara besar dapat kembali terselenggara, begitupun yang terjadi pada FISIP. Secara prasarana, FISIP UNS telah mengusahakan sebaik mungkin untuk patuh pada pedoman-pedoman yang muncul pasca pandemi. Hal itu dapat dilihat pada setiap sudut gedung. Di setiap sudutnya, hampir selalu sanitizer, sensor lift, dan lingkungan yang selalu bermasker. Namun, bagaimana tanggapan mahasiswa terkait apa yang sedang dihadapi saat ini?

“Menurut saya pengadaan kuliah luring pasca pandemi memang perlu dilakukan sebagai upaya penyesuaian kembali keadaan seperti semula sebelum pandemi,” ungkap Nimas (19), mahasiswa Sosiologi 2021. Ia merasa bahwa pengembalian pembelajaran secara 100% luring kurang efektif dan masih memerlukan banyak penyesuaian dari berbagai sisi. “Namun, jika langsung diadakan 100% menurut saya hal tersebut kurang efektif dilakukan, karena melihat kenyataan bahwa masih perlu banyak penyesuaian secara menyeluruh baik dari aspek material seperti alat pembelajaran sampai aspek non material seperti kesiapan mental mahasiswa,” imbuhnya.

Nimas pun mengungkapkan bahwa terdapat banyak hal yang harus diadaptasi dari kuliah daring ke luring. Ia merasa banyak hal yang bisa dilakukan secara bersamaan pada saat daring yang hal itu tidak bisa dilakukan saat luring. Menurutnya, yang menyenangkan dari kuliah luring adalah bagaimana sebagai sesama mahasiswa dapat merasakan interaksi secara langsung, yang mana hal tersebut tidak dapat ditemukan saat daring dan hanya rasa bosan yang mendominasi keberlangsungan kuliah.

Hal berlawanan diungkapkan oleh Najua (20), mahasiswa Administrasi Negara 2021 lebih banyak merasakan kelebihan kuliah luring. “Untuk orang yang gak mudah fokus seperti aku, lebih fokus kalau ketemu eye to eye dan merasa bahwa luring ini sangat berkualitas,” terangnya. Selain menjadi lebih fokus saat menjalani

Acta Diurna No.30/XII/2019 BIDIKAN
UTAMA
3 Acta Diurna No. 35/XII/2022

perkuliahan, kuliah luring membuatnya menjadi lebih disiplin dan teratur karena waktunya harus terbagi dengan jelas.

Selain berbicara mengenai apa saja yang telah dirasakan selama kuliah luring, tak bisa dipungkiri bahwa berbagai hambatan akan selalu membayangi. Hambatan yang dirasakan datang dari internal maupun eksternal. Kesiapan diri masing-masing mahasiswa menjadi salah satu hal yang selalu dipertimbangkan dan dipikirkan. Informasi yang kurang mengenai lingkungan kampus menjadi salah satu hal yang dirasa menghambat saat kuliah luring berlangsung.

“Hambatan yang saya alami ketika awal masuk kuliah adalah kurangnya informasi saya mengenai lokasi kelas, ruangan, atau gedung sehingga saya masih kebingungan,” terang Nimas.

Hal serupa juga diungkapkan oleh Najua yang hambatannya datang dari bagaimana ia harus berdamai dengan perjalan dari rumah menuju kampus, terutama pada saat hujan. Selain itu, ia juga merasakan dosen yang kurang bisa fleksibel saat tidak hadir mengajar.

“Ada beberapa dosen yang beliau sibuk dan beliau beberapa kali kosong (tidak mengajar -red), tetapi cari kelas pengganti susah banget, entah dari ruangan maupun waktu offline. Seharusnya bisa fleksibel (bisa dilakukan secara online -red) dibanding offline yang harus mengundur-undur waktu,” terangnya.

Selain berfokus pada tanggapan mahasiswa, VISI juga mengungkap sedikit banyak mengenai lika-liku transisi dari kuliah daring menjadi luring dari kacamata dosen. Bintang Indra Wibisono, salah satu dosen program studi Hubungan Internasional merasa bahwa kuliah luring memudahkan dosen dan ia senang dengan adanya sistem perkuliahan ini.

“Sebenarnya saya cukup senang dengan perubahan ini karena harus diakui kalau kita ngomong tentang pendidikan, tatap muka langsung itu menjadi faktor krusial di dalam pengajaran,” terangnya.

Menurutnya, banyak hal yang menjadi jelas dan tersampaikan dengan mudah ketika perkuliahan luring berlangsung. “Banyak sekali hal-hal yang tidak bisa tersampaikan secara jelas pada waktu kuliah online dulu zaman pandemi. Banyak sekali materi-materi yang tak tersampaikan, kemudian maksud-maksud atau pesanpesan yang tidak tersampaikan dan juga banyak sekali halhal yang tidak bisa ditangkap oleh mahasiswa,” imbuhnya.

Tidak hanya mahasiswa yang menjumpai hambatan atau kendala, dosen pun menjumpai kendala ketika melaksanakan tugasnya saat kuliah luring. Bintang merasakan adanya fenomena learning gap. Learning gap datang dari berbagai situasi dan kegiatan setelah mahasiswa menjalani berbagai bentuk aktivitas belajar yang didominasi dengan online

“Learning gap ini kelihatan ketika kita mempelajari peristiwa-peristiwa terkini ataupun seperti sejarah dunia yang tentunya tidak ter-cover dalam kelas. Nah, dari sini saya merasa bahwa pengetahuan-pengetahuan umum itu yang menurut saya sedikit hilang dari mahasiswa,” jelasnya.

Selain dari segi pengetahuan yang terlihat mengalami gap, banyak mahasiswa yang dirasa masih perlu mengasah kemampuan dalam menulis karena dirasa masih banyak yang harus dipelajari untuk mengungkapkan sesuatu dalam tulisan.

“Mungkin mahasiswa kurang mendapat feedback ketika kuliah online jadinya tulisan mereka yang digunakan untuk menyampaikan ide, banyak sekali dari mereka yang hanya terkesan untuk memenuhi halaman,” terang Bintang.

Selain secara tulisan, Bintang pun merasa penyampaian verbal dari mahasiswa juga terasa learning gap-nya. Hal tersebut dapat terlihat pada saat presentasi dan menyampaikan ide atau pertanyaan yang menjadikan mahasiswa terlihat grogi pada saat harus berinteraksi dengan banyak orang. Tantangan bagi setiap dosen yang selalu dirasakan tiap semester yakni bagaimana dapat memberikan ilmu yang bisa diserap secara menyenangkan untuk mahasiswa. Cara terbaiknya ketika mengajar selalu diutamakan dan mencari ide agar pembelajaran tidak membosankan.

“Tantangannya mungkin terkait materi yang diajarkan, kalau di setiap semester itu kan materinya berbeda, tantangannya itu adalah bagaimana meng-improve mata kuliah ini,” ungkap Bintang.

FISIP telah banyak berusaha untuk memberikan fasilitas yang memadai pasca pandemi, tetapi terdapat hal-hal spesifik yang dirasakan langsung oleh mahasiswa maupun dosen selama pembelajaran berlangsung, yakni terkait ruang kelas. Kelengkapan fasilitas di dalam ruang kelas justru mendapat banyak garis bawah selama bertahun-tahun karena dianggap kurang memadai. Bangku dengan usia yang sudah lama, terbuat dari besi yang kerap berdecit ketika digeser, dan jumlahnnya di beberapa kelas kurang mencukupi, menjadi salah satu hal yang cukup mengganggu ketika pembelajaran berlangsung.

“Seperti kita yang ketahui, di FISIP bangku masih lama. Kalau ada anggaran dan efektif untuk digunakan, bisa dipakai membeli meja dan kursi baru agar memaksimalkan proses pembelajaran,” terang Najua.

Selain komponen di dalam ruang kelas, laboratorium dan tempat ibadah di FISIP juga dirasa cukup memprihatinkan walau nantinya akan diadakan wacana upgrading fasilitas. Mahasiswa dan dosen tentu mengharapkan yang terbaik dan ingin segera merasakan kebaruan-kebaruan yang sangat dinantikan.

Acta Diurna No.30/XII/2019
Noor,Vinda,Amel,Berlian 4 Acta Diurna No. 35/XII/2022

Lika Liku Perkuliahan Sambil Merantau

Pandemi telah mereda. Kegiatan di berbagai bidang kehidupan sudah mulai dijalani secara normal. Begitu halnya dengan aktivitas belajar mengajar di perkuliahan yang sudah dilakukan secara tatap muka. Universitas Sebelas Maret (UNS) telah memberlakukan pembelajaran secara luring, sehingga menuntut mahasiswa di luar domisili Solo untuk merantau.

Mahasiswa yang merantau dihadapkan dengan berbagai persoalan, mulai dari proses pemilihan tempat tinggal (kos), sulitnya beradaptasi dengan kondisi lingkungan yang baru, diharuskan mampu mengelola keuangan secara mandiri, mengalami homesick dan berbagai persoalan lainnya. Kali ini, VISI berkesempatan untuk mengetahui lebih dalam mengenai bagaimana cara mahasiswa rantau mengatasi masalah-masalah tersebut dari seorang mahasiswa FISIP UNS angkatan 2021 bernama Kartiningsih Basuki (19) dan Sahda Alifa (19).

Kartiningsih atau yang kerap disapa Aning merupakan mahasiswa yang berasal dari Manokwari. Dia telah merantau di Solo selama kurang lebih 6 bulan sejak dimulainya perkuliahan secara tatap muka di UNS.

Ini merupakan pengalaman merantau pertamanya, sehingga Aning telah mempersiapkan berbagai hal yang dibutuhkan nantinya di Solo, mencari tahu terlebih dahulu mengenai kota Solo, mendalami informasi mengenai UNS dan mempersiapkan kondisi mental supaya matang.

Aning bercerita bahwa keberangkatannya dari Manokwari ke Solo menggunakan pesawat dan berjalan lancar tanpa ada masalah yang besar. Ia juga berbagi pengalaman mengenai bagaimana dirinya mendapatkan kos. Pada awalnya, Aning sama sekali tidak mengetahui daerah UNS. Ia kemudian meminta rekomendasi dari kakak tingkat. Nyatanya, proses pencarian kos tidak berjalan dengan mudah, rekomendasi yang diberikan tidak sesuai dan harus mencari pilihan lain. Tak menyerah begitu saja, Aning akhirnya mendapatkan bantuan dari saudaranya sehingga ia mendapatkan informasi kamar kos di daerah belakang UNS. Tetapi, ketika ia dan keluarganya mengunjungi kos tersebut, ternyata tidak sesuai dengan harapan dikarenakan kondisi kamar yang remang dan sunyi. Aning dan keluarga kemudian memutuskan untuk menginap di sebuah penginapan. Proses pencarian kos dilanjutkan keesokan harinya

Acta Diurna No.30/XII/2019 PROBLEMATIKA
5
Acta Diurna No. 35/XII/2022
Ilustrasi : Valeria

hingga siang hari. Hingga kemudian, datanglah seorang pria paruh baya yang menawarkan untuk membantu dirinya mencari kos. Pada akhirnya, Aning mendapatkan kos sesuai yang diharapkan dengan harga terjangkau di dekat daerah FISIP UNS.

Hal ini juga dirasakan Sahda, meskipun ia berasal dari Klaten yang mana tidak terlalu jauh dari Solo. Sahda sempat kesulitan mencari kos, sehingga mencarinya melalui berbagai platform. Mulai dari media sosial Instagram, Facebook, hingga kepada makelar kos. Mengingat tempat tinggalnya yang tidak terlalu jauh dari Solo, ini baru pertama kalinya Sahda hidup sendiri di kota orang. Ketakutan akan perasaan tidak betah dengan kos yang pertama kali ditemuinya, ia mencoba mencari kos dengan sistem bayar bulanan. Namun ternyata kos dengan sistem bayar bulanan agaknya sulit ditemukan di Solo. Dari 10 kos yang ia datangi, hampir setiap kos yang ditemuinya menggunakan sistem bayar tahunan. Setelah melewati banyak kesulitan dalam menentukan pilihannya, akhirnya ia menemukan satu kos dengan kamar yang lumayan luas dengan harga yang terjangkau. Selain kesulitan dalam mencari kos, culture shock seringkali juga menjadi masalah, terlebih bagi mahasiswa rantau yang berasal dari luar pulau Jawa Tengah. Sebagai mahasiswa yang berasal dari Manokwari, jauh dari Solo, menurut Aning terdapat beberapa perbedaan yang ia rasakan bila dibandingkan dengan daerah asalnya. Misalnya, orang Solo yang cara berbicaranya halus, makanan yang dominan manis dan harga-harga di Solo yang tergolong terjangkau. Ia juga merasa bahwa awalnya sulit beradaptasi dikarenakan faktor bahasa, tetapi hal ini dapat diatasi.

Mobilitas pun menjadi salah satu kesulitan yang dialami mahasiswa rantau, terlebih bagi yang tidak memiliki kendaraan apapun. Selama berkuliah di UNS, Sahda merasa kesulitan untuk melakukan mobilitas. Terlepas dari lelahnya berjalan kesana kemari jalan kaki, ojek online pun kini mahal harganya. Beberapa orang sering mengeluhkan hal ini karena promo ojek online dirasa tidak semurah tahun lalu ketika pandemi. Mau tak mau Sahda mengandalkan teman-temannya apabila ingin bepergian ke tempat yang lumayan jauh.

“Sebenarnya bisa sendiri, tapi kadang terhalang sama capek, males, dan kadang tempat yang dituju jauh. Ojek online juga cukup mahal,” ujarnya.

Bukan sebuah rahasia apabila masalah finansial lekat dengan kehidupan mahasiswa rantau, atau yang biasa disebut ‘anak kos’. Selama jauh dari orang tua, mahasiswa harus hidup mandiri dan pintar-pintar dalam mengatur keuangan agar tidak terlalu membebani

orang tua. Meskipun harga-harga bahan pangan di Solo tergolong murah, Aning sendiri masih belum dapat mengatur keuangannya dengan benar. Seringkali, ia sudah kehabisan uang pada pertengahan bulan. Aning menyadari bahwa hal ini terjadi dikarenakan sifat boros yang dimilikinya, baik di tempat asalnya dulu maupun Solo. Namun bedanya, di tempat asalnya, Aning memiliki usaha sendiri, sehingga semua pengeluaran dari uang Aning untuk dirinya sendiri. Sedangkan di Solo, Aning tidak terlalu memiliki banyak kenalan. Akibatnya, ia tidak melanjutkan usaha tersebut. Tak hanya masalah keuangan, Aning juga sering mengalami homesick, terlebih bila ia dihadapkan dengan banyak masalah atau ketika sedang ujian.

Menurut pendapatnya, perkuliahan lebih baik dilaksanakan secara luring. Hal ini karena perkuliahan daring cenderung disepelekan dan rasanya sulit untuk memahami materi pembelajaran, meskipun memang perkuliahan daring lebih fleksibel dari perkuliahan luring. Ia juga mendapat teman sesama perantau dari perkuliahan luring ini. Mereka beberapa kali berbagi keluh kesah tentang kehidupan perkuliahan mereka. Sementara menurut Sahda, akan lebih efisien apabila perkuliahan menggunakan sistem daring, karena tidak perlu ada mobilitas sehingga dapat dibarengi dengan mengerjakan tugas yang lain.

“Meskipun memang ada beberapa aspek dimana sistem daring kurang dapat menguji kompetensi mahasiswa. Tapi sebenarnya itu semua tergantung individu masingmasing,” pungkasnya.

Aning juga menyarankan kepada calon mahasiswa, atau murid SMA, untuk mencari tahu tentang perkuliahan, pertanyakan lagi pada diri sendiri apakah benar-benar sudah siap untuk merantau, dan banyak bertanya ke mereka yang pernah merasakan merantau agar dapat menyelesaikan masalah perantauan yang dialami oleh masing-masing individu.

Acta Diurna No.30/XII/2019
6 Acta Diurna No. 35/XII/2022
Ariella, Huma, Ruth, Silfani
Acta Diurna No.30/XII/2019 SUPLEMEN 7 Acta Diurna No. 35/XII/2022
Acta Diurna No.30/XII/2019 8 Acta Diurna No. 35/XII/2022

PROFIL

Bersiap Saing di Dunia Kerja dengan Mengikuti Program Double Degree

juga dengan jurusan yang sama di Binus. Saya melihat itu pilihan yang baik, membuat saya lebih siap untuk dunia kerja, apalagi cocok dengan jurusan dan karena dorongan orang tua,” ujar Pandu.

Ia memilih Binus Online Learning karena merasa bahwa Binus merupakan universitas swasta yang memiliki image bagus dan mempunyai program kuliah online yang bagus pula. Menurutnya, jurusan Bisnis Manajemen masih berhubungan dengan jurusan Ilmu Komunikasi. Ia memiliki ketertarikan pada bidang periklanan dan bisnis. Oleh karena itu, Pandu kemudian memilih Bisnis Manajemen ini sebagai bekal persiapan untuk masa depannya.

Pandu juga mengungkapkan bahwa proses yang dilaluinya untuk mengambil program double degree di Binus Online Learning ini tidak begitu rumit, cukup dengan mencari informasi dan mendaftar secara online melalui website Binus. Terdapat juga tes untuk menentukan apakah mahasiswa akan mendapat beasiswa atau tidak. Pandu kemudian mendapat potongan biaya dari mengikuti tes tersebut.

Petrus Pandu Manunggal Ingsun Sejati (19), mahasiswa S1 Ilmu Komunikasi Universitas Sebelas Maret (UNS), merupakan salah satu dari mahasiswa yang turut mengikuti program double degree di S1 program studi Bisnis Manajemen Binus Online Learning. Ia merupakan mahasiswa S1 jurusan Ilmu Komunikasi di UNS, tetapi juga mengikuti program double degree di Binus Online Learning S1 jurusan Bisnis Manajemen. Pandu menjelaskan bahwa alasan ingin mengikuti program double degree adalah ingin mengikuti jejak kakaknya yang juga merupakan mahasiswa lulusan double degree, sekaligus mematangkan diri untuk bersiap memasuki dunia kerja.

“Karena ingin mengikuti jejak kakak saya, kakak saya juga kuliah di perguruan tinggi negeri dan double degree

Sistem kuliah di Binus Online Learning sendiri cukup berbeda dengan sistem perkuliahan di UNS. Pandu mengungkapkan bahwa di Binus Online Learning, mahasiswa akan mengikuti perkuliahan per periode dimana dalam satu semester terdapat dua periode. Dalam satu periode, akan ada dua sampai tiga mata kuliah yang harus diikuti dan masing-masing mata kuliah harus mengadakan video conference minimal empat kali serta juga akan diadakan dua kali kelas besar dan dua kali kelas kecil dengan jadwal yang menyesuaikan dosennya. Satu periode perkuliahan di Binus Online Learning dihitung 10 minggu, akan tetapi tidak setiap minggu ada perkuliahan, karena menyesuaikan dengan waktu yang dimiliki oleh dosen sehingga perkuliahannya tidak menentu, tidak seperti di kampus dengan perkuliahan luring.

Selama menjalani program perkuliahan double degree, tidak jarang Pandu menemui beberapa hambatan, seperti waktu perkuliahan di Binus Online Learning yang beberapa kali bertabrakan dengan perkuliahan luring di UNS, bertabrakan dengan kegiatan UKM maupun organisasi. Kemudian hambatan yang cukup sering terjadi adalah masalah jaringan internet atau

9
Acta Diurna No.30/XII/2019
Acta Diurna No. 35/XII/2022
Petrus Pandu Manunggal Ingsun Sejati/ Pandu

wifi yang harus berebutan dengan teman satu kosnya. Hal itu membuat jaringan internet yang dipakai kurang mendukung untuk mengikuti perkuliahan daring. Selain itu, menurut Pandu, mengikuti dua program perkuliahan daring dan luring dalam periode yang bersamaan sangat menguras tenaga dan pikiran, karena terkadang ia tidak dapat mengikuti perkuliahan online dengan baik setelah mengikuti perkuliahan secara luring di UNS.

Selain itu, hambatan lain yang dialami oleh Pandu ialah Binus Online Learning mengharuskan mahasiswanya untuk banyak belajar secara mandiri, sehingga jika kemampuannya tidak mumpuni, akan mengalami kesusahan. Begitu pula saat di UNS, Pandu mengalami kesusahan dalam mencari referensi buku maupun jurnal.

“Di Binus sistemnya banyak mengharuskan belajar mandiri, kalau dasarnya nggak kuat pasti kesusahan. Misal ada mata kuliah statistika, pasti merasa kesusahan jika tidak bisa belajar secara mandiri. Kalau UNS, proses belajarnya nggak begitu susah, mungkin susahnya hanya ketika mencari referensi dari buku atau jurnal. Kalau Binus, dosennya sudah menyediakan referensi buku,” jelas Pandu. Ia juga menuturkan bahwa tidak semua dosen di UNS sudah memberikan buku referensi. “UNS ada dosen yang kayak gitu, tapi nggak semua. Jadi, kesusahan di jurusan Ilmu Komunikasi itu harus kreatif cari ide dalam buat jurnal dan makalah,” imbuhnya.

Meskipun begitu, Pandu tidak menyesal telah mengambil program double degree. Ditambah kedua orang tuanya juga sangat mendukung Pandu karena

hal itu merupakan kegiatan yang positif dan dapat lebih membuatnya siap terjun ke dunia kerja. Ia juga tidak ragu merekomendasikan ke orang lain untuk mengikuti program double degree selama orang tersebut mampu secara finansial dan sanggup dalam menjalani perkuliahan di dua universitas yang berbeda.

Pada akhir wawancara, Pandu berpesan kepada para pejuang double degree lainnya agar ketika mendapatkan tugas, sebisa mungkin untuk langsung dikerjakan agar tidak banyak tugas yang menumpuk. Selain itu, Pandu juga menyampaikan agar jangan terlalu stres, belajar untuk memahami diri bagaimana cara melepas stres, serta memperbaiki mood ketika menjalani kuliah double degree maupun ketika mengerjakan tugas.

“Sebagai pejuang double degree, saranku kalau dapat tugas sebisa mungkin langsung kerjain aja biar nggak numpuk, biar kamu ada waktu untuk ngerjain tugas yang lain, jangan sampai numpuk mepet deadline karena kamunya nanti bakal stres. Kalau untuk mengatasi stres kan tipe orang beda-beda caranya. Kalau aku stres biasanya rebahan sama dengerin lagu. Kalau sudah ketemu moodnya lagi baru ngerjain tugas lagi. Yang penting hilangin stresmu dengan cara apapun itu misalnya makan atau apa, cari mood-nya, terus bisa lanjut nugas lagi,” terang Pandu.

Acta Diurna No.30/XII/2019 10 Acta Diurna No. 35/XII/2022
Petrus Pandu Manunggal Ingsun Sejati/ Pandu (tengah atas) sedang berpose ria bersama teman - temannya pasca menyelenggarakan salah satu kegiatan kampus

RETORIKA

“Kalau Luring, Aku Akan Lebih Produktif, Kok!”, Yakin?

Menilik kembali masa peralihan dimana semua yang biasanya normal tiba-tiba seolah terhenti karena pandemi. Yang biasanya bangun tidur harus bergegas mandi dan menempuh perjalanan untuk ke kampus, beralih jadi bangun tidur lalu duduk menghadap layar gawai. Mobilitas yang ibaratnya tercabut dari keseharian, membuat sebagian orang merasa hidup di masa pandemi kurang produktif. Pada titik itulah mulai banyak influencer yang mendorong gaya hidup produktif di masa pandemi. Tapi, sebenarnya seperti apa sih produktif yang diinginkan oleh orang-orang ini?

Dari pengalaman pribadi dan observasi pada temanteman sejawat, selain mengikuti kuliah (yang jelas wajib), produktivitas cenderung dinilai dari banyaknya kegiatan yang diikuti. Kalau baru ikut UKM/Ormawa maka harus ditambah volunteer. Oh ya, jangan lupa ikut magang merdeka juga. Nah, kalau sudah begini baru valid dianggap produktif apalagi dengan kalimat afirmasi “wahh produktif banget yaa kamuu.” Orangorang ini memilih untuk mengikuti banyak kegiatan

dalam waktu bersamaan demi memuaskan keinginan untuk produktif. Dampaknya, demi melegakan dahaga akan produktivitas itu tidak jarang saya atau bahkan Anda menemui beberapa rekan di lingkugan sekitar terpaksa double device untuk menunaikan tanggung jawab yang hadir bersamaan. Yang mana kalau diri kita di 2019 dan tahun-tahun sebelumnya melihat fenomena ini pasti geleng geleng kepala.

Yah, sebenarnya masih banyak dampak lain dari fenomena produktif ala pandemi ini. Bukan rahasia lagi, pasti Anda pernah menemui orang yang mengikuti banyak kegiatan demi meningkatkan produktivitas tapi ujung-ujungnya malah menghilang alias melarikan diri dari tanggung jawab. Atau parahnya lagi kalau ada yang berlindung dengan tameng “kalau offline pasti aku lebih produktif kok.” Tapi, apakah benar apabila kegiatan kembali dilaksanakan secara offline maka serta merta orang-orang ini menjadi lebih produktif?

Bagi sebagian orang, kembali normalnya akti-

Acta Diurna No.30/XII/201911 Acta Diurna No. 35/XII/2022
Oleh:AjengKartikaSaraswati

vitas offline membuat mereka lebih bergairah dalam melakukan kegiatan dan menyelesaikan tanggung jawab. Namun, bagi sebagian orang juga masa peralihan ini membuat sedikit “terkejut” atau biasanya kita familiar menyebutnya dengan culture shock. Waktu yang semula terasa cukup untuk menyelesaikan semua tanggung jawab kini terasa kurang. Apalagi kalau bukan karena mobilitas dari satu tempat ke tempat lain yang memakan waktu. Segunung kegiatan yang dianggap produktif saat pandemi kemudian saat offline terlihat sebagai fenomena over productive. Sebagian orang kesulitan untuk mengatur prio- ritas dan menyelesaikan tanggung jawab yang diemban pada saat kegiatan kembali offline. Bagaimana tidak, semua tanggung jawab harus diselesaikan dalam waktu berdekatan. Lagi-lagi ditambah kegiatan luring yang mengharuskan mobilitas tinggi tentunya memakan waktu lumayan di perjalanan sehingga waktu yang biasanya saat online bisa digunakan untuk menyelesaikan tanggung jawab, kini harus rela terpotong untuk mobilitas di jalan. Pada akhirnya, orang-orang ini sepertinya perlu disadarkan akan satu hal : produktivitas sebenarnya tidak melulu dilihat dari banyaknya kegiatan yang dilakukan.

Sebelum berbicara tentang aspek produktivitas, ada baiknya kita memahami dulu konsep dari produktivitas itu sendiri. Menurut Edy Sutrisno (2009) dalam buku Manajemen Sumber Daya Manusia, secara teknis produktivitas merupakan sikap mental. Sikap mental yang selalu mencari perbaikan terhadap apa yang telah ada. Suatu keyakinan bahwa seseorang dapat melakukan pekerjaan lebih baik hari ini daripada hari kemarin dan hari esok lebih baik dari hari ini. Nah, jadi produktif bukan semata-mata mengikuti banyak kegiatan dalam waktu bersamaan, namun lebih kepada mentalitas diri kita seberapa yakin bahwa kita bisa menyelesaikan pekerjaan dengan lebih baik di hari-hari esok. iSupaya lebih memahami produktivitas, Anda perlu tahu aspek-aspek produktivitas menurut Sutrisno (2009) sebagai berikut :

1. Kemampuan. Tentu saja sebelum menilai tingkat produktifitas, seseorang perlu mempunyai kemampuan untuk melaksanakan tugas. Kemampuan seseorang sangat bergantung pada keterampilan yang dimiliki serta profesionalisme mereka dalam bekerja. Hal ini memberikan daya untuk menyelesaikan tugas-tugas yang diemban.

2. Keinginan untuk meningkatkan hasil yang dicapai. Seseorang bisa dianggap produktif bila berusaha untuk meningkatkan hasil yang di-

capai. Hasil merupakan salah satu yang dapat dirasakan baik oleh yang mengerjakan maupun yang menikmati hasil pekerjaan tersebut.

3. Semangat kerja. Ini merupakan usaha untuk lebih baik dari hari kemarin. Indikator ini dapat dilihat dari etos kerja dan hasil yang dicapai dalam satu hari yang dibandingkan dengan hari sebelumnya. Jika etos dan hasil kerja lebih baik dari hari kemarin maka seseorang bisa dianggap produktif.

4. Pengembangan diri. Senantiasa mengembangkan diri untuk meningkatkan kemampuan kerja. Pengembangan diri dapat dilakukan dengan melihat tantangan yang akan dihadapi dan harapan yang dimiliki untuk masa mendatang. Sebab semakin kuat tantangannya, pengembangan diri mutlak dilakukan. Begitu juga harapan untuk menjadi lebih baik akan sangat berdampak pada keinginan seseorang untuk meningkatkan kemampuan.

5. Mutu. Selalu berusaha untuk meningkatkan mutu lebih baik. Mutu merupakan hasil pekerjaan yang dapat menunjukkan kualitas kerja seseorang. Jadi, meningkatkan mutu bertujuan untuk memberikan hasil yang terbaik yang akan sangat berguna bagi suatu lembaga dan dirinya sendiri.

6. Efisiensi. Perbandingan antara hasil yang dicapai dengan keseluruhan sumber daya yang digunakan (misalnya tenaga, bensin, waktu, dsb). Masukan dan keluaran merupakan aspek produktivitas yang memberikan pengaruh yang cukup signifikan bagi seseorang. Produktivitas pada kalangan mahasiswa tidak hanya melulu berpusat pada kegiatan UKM/Ormawa, magang, atau volunteer, tapi utamanya justru pada perkuliahan. Apabila terdapat pertanyaan “Apakah kegiatan offline membuat seseorang menjadi lebih produktif?”, maka jawabannya adalah relatif. Seperti aspek produktivitas yang dijabarkan oleh Sutrisno, produktivitas seseorang kembali kepada diri mereka masing masing. Jika manajemen diri mereka baik dan berhasil memenuhi semua aspek diatas, maka ia bisa dianggap produktif. Sebaliknya, jika manajemen diri buruk maka tidak bisa otomatis dianggap produktif. Peralihan pelaksanaan kegiatan dari daring ke luring sebenarnya bukanlah faktor utama dalam penentuan produktivitas seseorang. Ya, kembali lagi produktivitas sebenarnya adalah persoalan manajemen diri. Jadi, sudah saatnya kita mengubah pemikiran “dia orang yang produktif” dengan “dia orang yang memiliki manajemen diri baik”.

Acta Diurna No.30/XII/2019 12 Acta Diurna No. 35/XII/2022

The Midnight Library: Satu Kesempatan Mencoba Kehidupan Lain untuk Dijalani

Buku ini menceritakan tentang Nora Seed yang menyimpan banyak penyesalan dalam hidup. Penyesalan yang membuat Nora tidak bahagia dengan hidup yang ia jalani dan memilih untuk bunuh diri. Pada batas antara kehidupan dan kematian, ia sampai di sebuah perpustakaan tak berujung bernama Perpustakaan Tengah Malam atau The Midnight Library.

Perpustakaan ini memiliki satu pustakawati. Pustakawati tersebut memiliki kemiripan dengan sosok orang yang dekat dengan Nora di masa lalu, yaitu Mrs. Elm. Pada awal kehadirannya, Mrs. Elm memberikan satu buku berjudul “Penyesalan”. Buku ini berisi seluruh penyesalan Nora dalam hidupnya. Mrs. Elm memberikan kesempatan untuk Nora menjalani kehidupan yang ia sesalkan.

Usut punya usut, ternyata kehidupan-kehidupan penyesalan yang ia jalani tidak lebih baik dari kehidupan akarnya. Nora kemudian sadar bahwa kehidupan terbaik merupakan kehidupan yang ia jalani saat ini. Ada banyak sekali kemungkinan di masa depan yang ia buat dalam kehidupan akarnya.

Nora terlalu lama tenggelam dalam masa lalu, sehingga tak menikmati hidupnya saat ini. Akhirnya, Nora memilih hidup dengan seutuhnya pada masa sekarang.

Buku dengan tajuk The Midnight Library ini memiliki keunggulan berupa cerita yang penuh dengan pesan moral. Penulis ingin menyampaikan mengenai arti kehidupan dengan membuat Nora pada akhirnya memilih untuk melanjutkan hidupnya dengan membawa pembaca ikut merasakan kesulitan-kesulitan yang dialami Nora di kehidupannya

Perkembangan karakter Nora menjadi hal yang patut untuk disorot. Nora yang memilih untuk hidup di kehidupannya saat ini dan perlahan melupakan masa lalunya merupakan suatu perkembangan karakter tokoh yang baik. Perkembangan karakter yang dialami oleh Nora tentunya juga membuat pembaca ikut merasa senang dan berbahagia.

Namun, buku ini mempunyai alur yang mudah ditebak. Akan lebih baik jika penulis membuat alur cerita yang tidak pasaran agar pembaca dapat menemukan keistimewaan dan dapat dibedakan dengan alur buku sejenis.

Acta Diurna No.30/XII/2019
13 Acta Diurna No. 35/XII/2022
Judul : The Midnight Library (Perpustakaan Tengah Malam) Penulis : Matt Haig Tahun : 2020
Penerbit
: Gramedia Pustaka Utama
Tebal
Buku : 368 halaman
Genre
: Fiksi
RESENSI
“Tapi masalah sebenarnya bukanlah kehidupan-kehidupan yang kita sesali tidak kita jalani, melainkan rasa sesal itu sendiri.”
Oleh:YesykaWahyuLeonyta

Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.