Majalah VISI edisi 38 "Menuju Solo Smart City"

Page 1

Menuju Kota Solo sebagai Smart City • Kesenjangan Digital dalam Pelayanan Taspen Digital • Menyoal Kesenjangan Teknologi bagi Lintas Generasi

ISSN: 1410-0517

L P M V I S I . C O M • E D I S I X X X V I I I • TA H U N 2 0 2 1

VISI

MUARA PEMIKIRAN KAMPUS

MENUJU SOLO SMART CITY



EDITORIAL

Bahu Membahu Wujudkan Smart City Perkembangan teknologi dewasa ini telah merubah dinamika kehidupan manusia. Teknologi digital telah merambah seluruh sendi kehidupan manusia. Mulai dari cara berbelanja, hingga mengurus berkas-berkas penting, kini dapat dilakukan dalam satu genggaman saja. Smart city atau kota pintar merupakan salah satu wujud penerapan teknologi digital dalam kehidupan manusia. Smart city kini banyak diterapkan di berbagai wilayah di Indonesia. Salah satunya adalah Kota Solo. Program ini bertujuan untuk memudahkan birokrasi dan kehidupan masyarakat suatu perkotaan. Program ini meliputi pengurusan berkas administrasi hingga sistem pelayanan publik lain. Akan tetapi, penerapan program ini bukan tanpa halangan. Tantangan terbesar justru datang dari masyarakat itu sendiri. Meski sebagian besar masyarakat saat ini telah melek teknologi, tidak dapat dipungkiri bahwa sebagian masyarakat masih ada yang gagap teknologi. Hal ini berpotensi membuat penerapan smart city menjadi terhambat. Hal ini membuat kesenjanLPM VISI FISIP UNS Sekretariat LPM VISI Gedung 2 Lt. 2 FISIP UNS Jl. Ir. Sutami No. 36A Surakarta 57126

gan digital menjadi semakin nyata. Melihat situasi demikian, LPM VISI FISIP UNS berusaha untuk menggali serta mengangkat isu ini sebagai bagian dari dinamika Kota Solo. Kami memandang smart city adalah program yang baik demi kemajuan suatu kota. Kendala baik dari pihak pemerintah maupun masyarakat harus kita selesaikan bersama dan kita cari solusi bersama. Kita harus bahu membahu dalam mewujudkan smart city demi tercapainya cita-cita mulia, Indonesia Maju 2045. Akhir kata, kami berharap pembaca sekalian dapat menikmati sajian tulisan yang kami susun dalam majalah ini. Kami sadar bahwa tulisan dalam majalah ini masih jauh dari kata sempurna. Besar harapan bagi kami agar pembaca sekalian dapat memberi kritik dan saran yang membangun bagi evaluasi karya majalah ini. Kami ucapkan selamat membaca!

Salam, Redaksi LPM VISI

redaksilpmvisi@gmail.com

@LPM_VISI

lpmvisi

www.lpmvisi.com

lpmvisi.com

@gwi5930m

Redaksi LPM VISI menerima kritik, tulisan, dan karya lainnya. Artikel, karya sastra, maupun tulisan lain yang telah masuk ke redaksi, menjadi hak penuh kami untuk diedit tanpa mengubah esensi. Apabila terdapat kesalahan dalam penulisan dan pengutipan pernyataan, Redaksi LPM VISI menerima hak jawab sesuai UU Pers No. 40 Th.1999 Pasal 1 Ayat 1.

VISI • EDISI 38 • 2021

3


DAFTAR ISI PEMIMPIN REDAKSI Gede Arga Adrian REDAKTUR PELAKSANA MAJALAH Muhammad Rifai EDITOR Azizah Diah Wulandari, Fajrul Affi Zaidan Al Kannur, Gede Arga Adrian, LAPORAN UTAMA Lailaurieta Salsabila Mumtaz

Menuju Kota Solo

REPORTER Oentari Rachmawati, Bagas Aji Sa- sebagai Smart City songko, David Christopher Sanabuky, Deamita Febriyani, Salsabila Inas, Muthia Alya Rahmawati, Vika Ananda, Cika Rania, Adisti Daniella Achmad Zidane, Dimas Dwicahyono Putro, Gede Arga Adrian, Dila Septi, Muhammad Rifai, Davieq Fasholla Hakam, Vinda, Sukma, Clarisa, Anggie Desriantika, Jasmine Febria, Isyfina Tazki Hamida, Diva Andina Putri LAPORAN UTAMA FOTOGRAFER Gede Arga Adrian PENELITIAN & PENGEMBANGAN Bidang Penelitian & Pengembangan

Kesenjangan Digital dalam Pelayanan Taspen Digital

8

14

LAYOUT & SAMPUL Dila Septi, Ajeng Kartika Saraswati ILUSTRASI Dila Septi, Arina Zulfa IKLAN Bidang Usaha LAPORAN UTAMA PRODUKSI & SIRKULASI Bidang Usaha

Menyoal Kesenjangan Teknologi bagi Lintas Generasi

20

Kepengurusan LPM VISI 2020-2021: PELINDUNG: Prof. Dr. Ismi Dwi Astuti Nurhaeni, M.Si | PEMBIMBING: Sri Hastjarjo, S. Sos., Ph.D | PEMIMPIN UMUM: Bintang Surya Laksana | SEKRETARIS UMUM: Nova Nurlaila | STAF PELINDUNG: DEPARTEMEN KOMUNIKASI INTERNAL: Anggie Desriantika | STAF DEPARTEMEN ADMINISTRASI: Jasmine Febria Nur | BENDAHARA UMUM: Nur Haliza | STAF BENDAHARA UMUM: Lucia Daniella Siagian | PEMIMPIN REDAKSI: Gede Arga Adrian | REDAKTUR PELAKSANA MAJALAH: Muhammad Rifai | REDAKTUR PELAKSANA BULETIN: Tiara Unggul | REDAKTUR PELAKSANA PORTAL ONLINE: ONLINE: Muhammad Ainul Falah, David Christopher Sanabuky | REDAKTUR PELAKSANA FOTO & DESAIN TERBITAN: Dila Septi | PEMIMPIN USAHA: Salsabilla Inas | STAF DEPARTEMEN PENGGALIAN DANA MANDIRI: Aulia Bilqis | STAF DEPARTEMEN PRODUKSI & SIRKULASi: Oktaviera | STAF IKLAN : Hida Essin | PEMIMPIN P PENELITIAN ENELITIAN & PENGEMBANGAN: Ruhul Malik Akbar | STAF DEPARTEMEN PENDUKUNG TERBITAN: Clarisa Kusuma | STAF DEPARTEMEN PEWACANAAN EKSTERNAL: Ajeng K. Saraswati, Vika Ananda | PEMIMPIN KADERISASI: Oentari Rachmawati | STAFF DEPARTEMEN SKILL & LEADERSHIP: Cika Rania, Naila Elief | STAFF DEPARTEMEN KAJIAN & DISKUSI: Humaira Putri

4

VISI • EDISI 38 • 2021


SOSOK “Jendela Kota”, Kedepankan Informasi Seputar Perkotaan

28

SEKAKEN Bangkitkan Minat Bangun Start Up Lewat UNS Innovation Hub

LAPORAN KHUSUS Geliat E-Commerce, Siap Saingi Pasar Tradisional

46

3 6 33 34

EDITORIAL SURAT PEMBACA INFOGRAFIS POTRET

40

LAPORAN KHUSUS Menilik Nasib Sekolah Daring, Efektifkah?

LAPORAN KHUSUS Menyoal Nasib Parkir Elektronik di Kota Solo

60

24

52

SPEKTRUM Sensasi Asik Mengelilingi Kota Solo

36 38 45 58

DETAK TEROPONG PUISI REFLEKSI

63 65 66 68

CERPEN PODIUM BUKU FILM

VISI • EDISI 38 • 2021

5


Mahasiswa Agen Perubahan Suara Kritis Jangan Hanya Bungkam

M

ahasiswa merupakan kaum intelektual yang sudah terbiasa menyelesaikan sebuah masalah dengan referensi bacaan dan berbasis data. Dalam melakukan sebuah tindakan seorang mahasiswa tidak boleh gegabah tetapi memikirkan dengan matang rencana yang akan dilaksanakan. Pada saat kondisi negara yang kurang baik membutuhkan bantuan para pemuda terutama mahasiswa untuk memiliki kesadaran, kepedulian, dan mimpi untuk sebuah perubahan ke arah yang lebih baik. Sebuah perubahan tidak timbul secara instan. Sebuah perubahan tidak hanya timbul dan tenggelam. Sebuah perubahan harus diperjuangkan secara terstruktur dan masif minimal dimulai dari diri kita dalam melihat sebuah realitas yang ada di masyarakat. Dalam kondisi pandemi yang sedang melanda di berbagai negeri bukan berarti menjadi sebuah pembenaran bahwa mahasiswa tidak produktif. Tetapi, ini menjadi sebuah tantangan bagi mahasiswa untuk mendobrak status quo agar terjadi sebuah perubahan lebih baik kedepanya. Ditambah dengan banyaknya kebijakankebijakan dari pemerintah yang tidak pro terhadap rakyatnya membutuhkan keberanian dan sikap kritis dalam menghadapi tantangan itu. Mahasiswa dianggap generasi penerus bangsa karena memiliki ilmu pengetahuan dan memiliki pola pikir yang tajam untuk menganalisis semua perubahan sosial.

6

VISI • EDISI 38 • 2021

Oleh: Muhammad Abduh Alfaruqi Ketua HMI Komisariat FISIP UNS Peran yang cukup penting melekat pada mahasiswa tetapi tidak mudah untuk dilaksanakan. Nyatanya pada hari ini tidak cukup banyak mahasiswa yang mampu melaksanakan tanggung jawab ini. Masih cukup banyak mahasiswa yang melihat, mendengar, dan memahami suatu problematika negeri tapi mencoba menutup mata, menutup telinga, dan pura-pura tidak tau dengan masalah tersebut. Diam pun bukan menjadi sebuah solusi. Butuh keberanian untuk mendobrak status quo dalam mengubah tatanan pemerintahan dalam hal kebijakan dan tatanan sosial pada masyarakat. Meskipun ruang gerak di tengah kondisi seperti ini menjadi terbatas, tetapi setidaknya ada usaha-usaha yang bisa dilakukan oleh mahasiswa. Seperti memunculkan ide-ide atau gagasan dalam bentuk sebuah tulisan, berdiskusi walaupun secara virtual tentang problematika negeri, hingga memunculkan petisi-petisi ataupun propaganda untuk menjadikan sebuah perubahan dan mendapatkan perhatian dari masyarakat luas. Wacana aksi turun kejalan juga menjadi sebuah tantangan pada kondisi ini. Walaupun usaha ini belum bisa menunjukan sebuah hasil yang maksimal setidaknya ditengah kondisi seperti ini mahasiswa tetap bisa menjalankan peranya dalam menjadi agen perubahan untuk bertarung wacana-wacana keilmuan dalam melihat realitas di masyarakat. Diam bisa menjadi sebuah dasar pembenaran. Jangan diam, Suarakan!


SURAT PEMBACA

Memang Benar, Kampus adalah Miniatur Suatu Negara Oleh: Anas Febrian Rifai Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2018

H

ari Jumat, aku mengunjungi salah satu kampus wilayah. Kampus wilayah ini terletak di salah satu pinggiran Sungai Bengawan Solo dan dikenal dengan Kampus Ngoresan. Tujuanku kali ini bukan sekedar menonton pertandingan sepakbola ataupun kegiatan kampus. Namun, aku mengajar anak-anak TPA yang telah lama berhenti akibat pembatasan di wilayah kampus. Di sela waktu mengajar, aku menyempatkan berkeliling sekitar gedung kampus. Sebelum pandemi wilayah Ngoresan biasa digunakan oleh mahasiswa Pendidikan Bahasa Jawa dan Pendidikan Seni Rupa. Posisi kampus yang jauh di jalan raya, membuat suasana syahdu dan fokus dalam pembelajaran. Aku memang bukan penghuni kampus Ngoresan, namun agenda penyutradaraan semester lima memaksaku untuk selalu mengunjungi salah satu kampus wilayah milik UNS. Tak ada perubahan setahun setelah kegiatan penyutradaraan selesai. Hanya satu baris bangunan yang telah dicat ulang. Kursi-kursi berserakan dan gedung tak terpakai masih menghiasi sudut gedung kampus. Butiran debu semakin tebal menghiasi jendela gedung kelas. Pohon-pohon rindang masih setia memayungi halaman depan gedung. Lapangan bekas tenis masih tetap tidak terawat seperti sedia kala. Belum lagi WC dan gudang yang sudah lama tidak tersentuh tangan manusia. Belum lagi mushola kampus yang diberdayakan melalui swadaya masyarakat sekitar. Kondisi kampus wilayah mengingatkanku pada salah satu ungkapan senior. “Kampus adalah miniatur suatu Negara” begitu ungkapnya ketika acara PKKMB. Tentu bagi sebagian mahasiswa menganggap ungkapan tersebut dikarenakan adanya tataran lembaga eksekutif dan legislatif kampus atau yang sering dikenal dengan trias politica. Namun negara bukan hanya secara administratif, melainkan banyak sisi yang perlu diketahui.

Berbicara tentang negara, tentu banyak hal terlintas di pikiran pembaca yang budiman sekalian. Namun untuk saat ini mari kita melihat pembangunan setiap daerah. Bagi mahasiswa UNS, mungkin tidak asing dengan pembangunan gedung tower di sebelah gerbang kampus. Pembangunan gedung tentu tidak mengeluarkan biaya yang sedikit. Proyek tersebut hampir mencapai angka Rp130 miliar. Uniknya pembangunan tower UNS dimulai ketika pandemi berlangsung. Dimana ulur tangan Rektorat dibutuhkan ketika mahasiswa kesulitan. Belum lagi, hilangnya SPI 0 rupiah dituding untuk pembangunan gedung sebelas lantai tersebut. Harapan tidak ada kasus korupsi pada proyek tersebut. Melihat fenomena yang terjadi pada kampus, tentunya saya menyetujui perkataan senior kala itu. Pembangunan yang timpang dan ketidakpedulian kepada rakyat (mahasiswa) tidak bisa dipungkiri. Pembangunan tower megah namun melupakan kampus wilayah yang justru dimanfaatkan lebih banyak pihak. Hal itu seperti di Indonesia, ketika pembangunan hanya terpusat di pulau Jawa dan mengabaikan pulau di luar Jawa. Maka tidak dapat dipungkiri bahwa “Kampus adalah miniatur suatu Negara” adalah pernyataan yang sangat tepat. Bagi saya pembangunan tower kampus merupakan hal yang lumrah, dan boleh-boleh saja. Saya bukan golongan yang menolak dengan poster ataupun sindiran via Whatsapp. Layaknya seorang raja tentunya ingin membesarkan menara dan disorot banyak media. Namun usulan saya sebagai mahasiswa biasa, jumlah lantai tower dapat diturunkan sedikit menjadi delapan atau sembilan lantai dan sisanya dipakai untuk renovasi kampus wilayah. Dana dua lantai untuk kampus wilayah yang dirasa sudah cukup untuk perbaikan dan memperindah kampus wilayah. Dan perlu diketahui, terdapat lima kampus wilayah dimiliki UNS, artinya pembangunan lebih baik di jeda dulu dan dana dapat dialihkan ke hal yang lebih bermanfaat.

VISI • EDISI 38 • 2021

7


Menuju Kota Solo sebagai Smart City

8

VISI • EDISI 38 • 2021


LAPORAN UTAMA

SISTEM BARU – Salah satu halte Bus Batik Solo Trans tipe terbaru yang dilengkapi dengan papan LED penunujuk jadwal kedatangan bus berikutnya. Ini merupakan salah satu implementasi smart city di Kota Solo (Dok.VISI/Rifai)

VISI • EDISI 38 • 2021

9


K

emajuan dalam bidang teknologi informasi seolah menjadi bagian yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan manusia. Pemanfaatan teknologi digital misalnya, kini digunakan hampir di seluruh sendi kehidupan manusia. Terlebih yang menyangkut urusan publik seperti tata kelola kota. Hal ini kemudian memunculkan wacana Smart City.

Smart city merupakan program suatu kota yang mulai memanfaatkan kemajuan teknologi untuk kegiatan-kegiatan pemerintahan hingga pelayanan publik lainnya. Smart city mengubah kegiatannya yang semula berjalan secara manual menjadi lebih praktis dan efisien secara digital. Smart city mengusung konsep kota yang melibatkan teknologi pada beberapa dimensi yakni smart governance, smart mobility, smart living, dan smart economy. Penerapan program smart city bagi sebuah daerah bukan lagi tentang kesiapan, akan tetapi menjadi sebuah keharusan karena adanya tuntutan keadaan yang kian maju akibat akselerasi teknologi. Pakar Kebijakan Publik, Didik Gunawan Suharto mengatakan, Smart City berjalan linier dengan tuntutan akan peningkatan kesejahteraan dan pembangunan berkelanjutan. “Smart City adalah sebuah kebutuhan, kebutuhan yang idealnya mendesak segera diwujudkan. Pada era sekarang, di tengah tuntutan peningkatan kesejahteraan masyarakat yang terus bergulir di satu sisi serta tuntutan pembangunan berkelanjutan dan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi maka smart city menjadi kebutuhan yang sulit dielakkan,” ujar Didik saat dihubungi VISI, Senin (28/7). Staf Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Kota Solo, Risan mengatakan, Kota Solo menjadi salah satu pelopor program Gerakan 50 Smart City berskala nasional yang digagas oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika Indonesia sejak tahun 2018. Ia mengatakan, meskipun baru dicanangkan pada tahun 2018, 10

VISI • EDISI 38 • 2021

Pemerintah Kota Solo telah mengimplementasikan nilai-nilai yang ada pada konsep Smart City, yakni pelayanan publik yang efektif, efisien, dan transparan jauh sebelum pencanangan tersebut. “Ini menjadi titik tolak Pemkot untuk mendokumentasikan atau meluruskan, menyamakan, dan menyeragamkan program Smart City sesuai dengan porsi nasional. Semangat Smart City hadir dari tingkat pimpinan sampai staf paling bawah. Kita fokus pada layanan publik yang efektif dan efisien serta transparan, terbuka, tidak ada yang berbelit, dan tidak ada yang boros


KOTA PINTAR – Mewujudkan Kota Solo sebagai kota pintar merupakan rencana yang sudah digadang-gadang sejak lama. Tantangan terbesar dari program ini adalah mengubah perilaku masyarakatnya. (Dok.VISI/Rifai)

waktu maupun uang,” terangnya saat ditemui VISI di ruang kerjanya, kamis (26/8). Risan mengungkapkan, wacana Smart City oleh Pemkot Solo bukan hanya penggunaan infrastruktur dan instrumen teknologi dalam pengelolaan pelayanan publik, tetapi termasuk pola pikir serta kualitas SDM dalam pemerintahan yang efektif dan efisien. Tantangan Tersendiri Program Smart City memang tergolong baru bagi banyak daerah di Indonesia termasuk Kota Solo, sehingga tidak sedikit persoalan muncul

akibat kurangnya infrastruktur pendukung program Smart City. Irine (19), salah seorang warga Solo mengatakan, masih banyak masyarakat yang belum melek teknologi terlebih dalam penggunaan internet. Selain itu, ia mengungkapkan akses internet di ruang publik belum dapat dimanfaatkan secara optimal. “Proses digitalisasi di Kota Solo kurang lebih masih didominasi oleh generasi muda yang lebih awam dengan internet dan teknologi digital. Solo sendiri belum banyak menyediakan titik-titik wifi untuk kepentingan umum. Kalau pun ada, biasanya jaringan internetnya tidak terlalu bagus VISI • EDISI 38 • 2021

11


dan banyak yang diberi password, sehingga warga yang belum tahu passwordnya tidak bisa ikut memanfaatkan fasilitas yang ada.” ujar Irine saat dihubungi VISI, Rabu (28/7). Hal senada diungkapkan Didik yang melihat adanya persoalan mendasar berkaitan dengan infrastruktur pendukung program smart city. Didik menyoroti kurang siapnya komponen non-fisik seperti pola pikir dan kebiasaan masyarakat Kota Solo. “Tantangan smart city bagi Kota Solo sebenarnya tidak jauh beda dengan kota lain pada umumnya. Misalnya, secara fisik berkaitan dengan ketersediaan infrastruktur pendukung teknologi informasi dan komunikasi. Secara non-fisik tantangan mewujudkan smart city juga tidak kalah pelik. Misalnya, soal mindset (pola pikir -red). Smart city membutuhkan perubahan mindset besar-besaran dari semua pihak, terutama Pemkot dan masyarakat. Smart city memerlukan perubahan budaya “tradisional” dari pemerintah atau masyarakat menuju budaya yang kondusif bagi perwujudan pilarpilar dalam smart city,” tutur Didik. Melihat adanya kendala yang mungkin terjadi dalam penerapan smart city, Risan mengaku Pemkot Solo telah memiliki langkah antisipasi dengan menyiapkan sistem terpadu serta stakeholder yang sigap dalam sosialisasi program smart city hingga ke tingkat bawah. Risan mengatakan langkah tersebut dilakukan dengan melibatkan kelurahan yang ada di Kota Solo. Ia menyebutkan langkah KEMUDAHAN AKSES – Salah satu pilar smart city adalah kemudahan akses dalam sekali genggaman. (Dok.VISI/Rifai)

12

VISI • EDISI 38 • 2021


tersebut dilakukan dengan meningkatkan literasi masyarakat secara digital. “Setiap layanan yang kita sampaikan itu melibatkan banyak pihak dan mensosialisasikannya kepada masyarakat, sehingga masyarakat tahu dan saat masyarakat mengalami kesulitan, maka akan dibantu oleh petugas. Smart city ini bukan hanya tanggung jawab pemerintah tapi menjadi tanggung jawab stakeholder dan masyarakat itu sendiri. Ini tidak akan berlangsung ketika salah satu berjalan tidak beres. Karena dari pusat bukan hanya meninjau kualitas layanan tetapi juga masyarakatnya,” jelas Risan. Di sisi lain, terlepas dari capaian yang telah diraih Kota Solo, Didik mengatakan masih banyak pekerjaan rumah bagi Pemkot Solo dalam upaya mewujudkan smart city. Menurutnya, smart city tidak hanya mendesain atau sekedar mencipatkan inovasi, melainkan secara aktif mempertahankan sekaligus merawat kebijakan yang sudah ada. . “PR (pekerjaan rumah -red) saat ini adalah bagaimana program yang sudah ada bisa dipertahankan atau bahkan ditingkatkan kualitasnya sehingga smart city benar-benar terwujud. Idealnya harus mampu mewujudkan tujuan dasarnya, yaitu mewujudkan kesejahteraan masyarakatnya. Konkritnya, kota harus bisa mengupayakan enam pilar smart city, yang meliputi smart governance, smart society, smart living, smart economy, smart environment, dan smart branding.” pungkas Didik.

(Rifai, Cika, Vinda) VISI • EDISI 38 • 2021

13


Kesenjangan Digital dalam Pelayanan Taspen Digital

14

VISI • EDISI 38 • 2021


LAPORAN UTAMA

TASPEN DIGITAL – Merupakan salah satu program yang dicanangkan oleh Taspen dalam rangka memberikan kemudahan akses digital. (Dok.VISI/Uun)

VISI • EDISI 38 • 2021

15


D

i era modern ini, digitalisasi telah menyebar ke segala bidang. Salah satunya dalam bentuk pelayanan publik. Taspen (Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri) merupakan pelayanan publik yang berfungsi melayani asuransi sosial dan asuransi hari tua untuk Pegawai Negeri Sipil. Kini Taspen menghadirkan layanan Taspen Digital yang dapat diakses melalui gawai.

Hadirnya aplikasi Taspen yang sejatinya merupakan upaya untuk mempermudah nasabah, nyatanya masih dijumpai nasabah yang kebingungan. Hal ini disebabkan adanya kesenjangan digital yakni kesenjangan dalam penggunaan teknologi. Salah seorang nasabah layanan digital Taspen, Widjoko Manukarso (65) menuturkan dirinya cukup kesulitan mengaplikasikan teknologi digital di usianya. Ia mengungkapkan pada awalnya proses otentikasi wajah secara daring melalui aplikasi Taspen Digital cukup rumit karena banyak langkah-langkah yang harus dilakukan. “Saat aplikasi ini mulai dioperasikan, fiturfitur atau langkah-langkahnya ribet. Mulai dari pemeriksaan sidik jari, tes suara dengan membaca deretan angka, otentikasi wajah dengan bergeleng, mengangguk dan menoleh ke kanan dan kiri,” ujarnya saat ditemui VISI, Selasa (10/8). Widjoko mengungkapkan server aplikasi Taspen Digital sering mengalami eror saat digunakan, sehingga pengguna harus menunggu selama beberapa jam hingga hari untuk menghindari gangguan server. Hal serupa juga dialami oleh Murtini (61), pengguna layanan digital Taspen yang mengeluhkan server sering eror ketika digunakan di awal bulan. Namun, ia mengakalinya dengan melakukan otentikasi pada pertengahan bulan. Ia mengaku sempat

16

VISI • EDISI 38 • 2021

kesulitan saat aplikasi otentikasi daring mulai dioperasikan, sehingga selalu membutuhkan bantuan orang yang lebih muda untuk mendampingi dan mengarahkannya. Terlepas dari hal tersebut, ia merasa sangat terbantu dengan layanan Taspen digital karena memudahkan nasabah dalam hal pengambilan


TEMUI KENDALA – Sejumlah pengguna Taspen Digital mengaku kebingungan sehingga sistem konvensional dianggap lebih mudah ketimbang sistem terbaru yang menggunakan perangkat digital (Dok.VISI/Uun)

tunjangan atau gaji. “Sebelum adanya aplikasi ini pengambilan gaji harus antri terlebih dahulu di bank. Namun, sekarang lebih mudah dan fleksibel karena cukup dengan otentikasi dari rumah dan datang ke ATM terdekat tunjangan atau gaji sudah dapat diambil,” jelasnya kepada VISI, Selasa (10/8).

Selain itu, Murtini menuturkan bahwa langkah-langkah dalam otentikasi menjadi lebih mudah karena ada beberapa langkah yang dihilangkan, seperti langkah pemeriksaan sidik jari dan membaca deretan angka. Ia juga merasa aman dengan data-data digital yang ada di dalam sistem Taspen. Begitu pula dengan Widjoko yang

VISI • EDISI 38 • 2021

17


menganggap bahwa pengelolaan data-data digital dipegang oleh Taspen yang merupakan perusahaan kredibel. Banyak Faktor Pengamat Teknologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Sebelas Maret (UNS), Ardhi Wijayanto berpendapat jika melihat permasalahan ini secara luas, meskipun rata-rata masyarakat gagap teknologi berasal dari generasi tua, kesenjangan digital tak hanya disebabkan oleh usia tetapi juga adanya perbedaan latar belakang, kebiasaan, kondisi ekonomi, hingga perbedaan pengalaman. “Jika melihat kondisi wilayah sendiri, sebenarnya Solo sudah sangat mendukung untuk menuju era digitalisasi dalam sistem pelayanannya. Terlebih Solo menjadi prioritas penerapan teknologi 5G. Tetapi permasalahan sebenarnya datang dari internal di mana masih ada beberapa orang yang tidak minat ganti ke ponsel atau smartphone tipe terbaru. Ada pula pengaruh kondisi ekonomi sehingga mempertahankan ponsel yang ada,” terang Ardhi saat dihubungi VISI (16/7) Ardhi menyayangkan kondisi ini mengingat digitalisasi pelayanan akan sangat membantu pengguna untuk mendapatkan transparansi data, pertanggungjawaban data, serta memudahkan nasabah melaksanakan pelayanan di rumah. “Akan lebih baik bila aplikasi ini dapat dijangkau berbagai kalangan. Mengingat kondisi saat ini sedang pandemi ya, jadi apabila semua orang datang ke kantor tentu bukan pilihan yang baik,” imbuhnya. Terkait hal tersebut, Ardhi berharap nantinya landasan teknologi seperti fitur pengenalan wajah, pengenalan suara, dan pengenalan sidik jari yang digunakan pada taspen ini dapat terus dikembangkan dan dapat menjadi percontohan untuk layanan umum lainnya. “Akan bagus bila aplikasi semacam taspen ini bisa dijadikan standar pengembangan aplikasi kedepannya. Namun, pihak terkait pun juga tetap harus memberikan

18

VISI • EDISI 38 • 2021

pelayanan manual bagi beberapa nasabah yang memang tidak bisa menggunakan fitur secara daring. Selain itu, akan lebih baik lagi bila diadakan sosialisasi dari penyedia layanan taspen kepada masyarakat yang masih gagap teknologi,” pungkasnya. Kendala Manager Umum & SDM PT. Taspen (Persero) Kantor Cabang Surakarta, Ja’far Rajab mengatakan kehadiran Taspen Digital bertujuan untuk memudahkan nasabah. “Taspen Digital sebenarnya hadir untuk memudahkan peserta kita, dimanapun dia berada bisa terlayani dengan baik,” tuturnya ke-


AKSES MUDAH – Meskipun dianggap memunculkan kesenjangan digital, layanan Taspen Digital justru bertujuan untuk memudahkan akses bagi para penggunanya (Dok.VISI/Uun)

pada VISI pada Senin (6/9). Disinggung mengenai fitur otentikasi, Ja’far mengatakan hal ini diterapkan untuk memastikan kevalidan peserta. Akan tetapi, Ja’far tidak menampik terkait munculnya kendala dalam penerapan otentikasi. Kendala tersebut berupa kesulitan penggunaan teknologi yang dihadapi peserta taspen, yang umumnya telah berusia lanjut. “Biasanya peserta dengan kesulitan teknologi akan dibantu oleh keluarga untuk mengakses layanan taspen digital. Sedangkan bagi peserta yang tidak mempunyai gawai ataupun tidak ada yang dimintai tolong, peserta juga dapat datang

ke mitra bayar terdekat taspen, seperti perbankan dan pos seandainya menemui kesulitan,” tutur Ja’far. Untuk keluhan terkait hal tersebut, Ja’far menyampaikan sudah sangat kecil, bahkan untuk kantor cabang Surakarta mungkin sudah hampir tidak ada. “Digitalisasi sendiri tidak menimbulkan kendala berarti. Hal ini karena Taspen menerapkan sistem komputerisasi sejak dulu. Jadi kesenjangan digital itu tidak begitu sulit, bisa dibilang tidak ada kendala” pungkas Ja’far. Karena digunakan setiap bulan, nasabah menjadi terbiasa dan menganggap penggunaan aplikasi otentikasi daring ini meningkatkan efisiensi dalam hal pengambilan tunjangan. Ditambah dengan dihapusnya beberapa fitur yang dianggap menyulitkan bagi nasabah, sehingga memudahkan proses otentikasi. Nasabah berharap langkah-langkah yang sudah ada pada fitur otentikasi daring Taspen ini tidak diubah lagi. Karena langkah yang ada pada saat ini sudah lebih mudah dari langkah-langkah yang terdahulu. “Saya harap proses otentikasi yang sekarang ini dipertahankan karena lebih mudah. Atau jika hendak dibenahi, saya harap perubahannya hanya untuk mempermudah saja, jangan mempersulit,” pungkas Murtini.

(Oentari, Clarissa, Sukma)

VISI • EDISI 38 • 2021

19


Menyoal Kesenjangan Teknologi bagi Lintas Generasi KESENJANGAN DIGITAL – Generasi tua seringkali merasa kesulitan saat menggunakan perangkat digital. Berbeda dengan generasi muda yang lebih cepat beradaptasi menggunakan aplikasi digital (Dok.VISI/Uun)

20

VISI • EDISI 38 • 2021


LAPORAN UTAMA

M

anusia merupakan makhluk paling cerdas di antara makhluk hidup yang lain. Dengan kemampuan dan kecerdasannya manusia dapat dengan mudah menciptakan alat-alat yang dapat mempermudah setiap aktivitasnya. Hasil dari perkembangan itu sendiri menciptakan teknologi digital. Teknologi digital merupakan teknologi yang sistem operasinya berjalan secara otomatis dengan menggunakan sistem komputerisasi. Munculnya teknologi digital pada akhir dekade 70-an menandakan terjadinya revolusi teknologi. Pengamat Teknologi Digital Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS), Ardhi Wijayanto mengatakan, dalam penggunaan teknologi, terdapat perbedaan antara generasi muda dengan generasi tua yang disebabkan perbedaan pengetahuan, pengalaman, kebiasaan, dan gaya hidup yang mempengaruhi penggunaan teknologi itu sendiri. Ardhi mengatakan, perkembangan teknologi mulai memasuki puncak pesatnya pada tahun 2000. Ia mengungkapkan, teknologi, informasi, dan telekomunikasi menjadi tren di kehidupan masyarakat. Selain itu, teknologi memberikan banyak kemudahan dalam segala bidang mulai dari bidang komunikasi, edukasi, hiburan, dan informasi. Perkembangan teknologi digital saat ini tidak terlepas dari penggunaan internet. Berdasarkan data Kementerian Komunikasi dan Informatika, pengguna internet di Indonesia tahun 2021 mencapai 82 juta jiwa dan berada pada peringkat ke-8 dunia. Jumlah tersebut didominasi oleh kaum milenial dan generasi Z. Kondisi tersebut mengaki-

batkan munculnya kesenjangan teknologi di dalam lapisan masyarakat. “Untuk generasi muda tentunya lebih mudah beradaptasi dan menguasai teknologi, tetapi generasi tua akan sulit karena sebelumnya tidak memiliki pengalaman dalam penggunaan teknologi, ” jelas Ardhi Pengamat Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) UNS, Addin Kurnia Putri mengatakan, munculnya fenomena kesenjangan teknologi dapat disebabkan karena persebaran teknologi yang kurang merata. Menurutnya, faktor yang menyebabkan fenomena ini dikarenakan adanya ketimpangan sosial di beberapa wilayah di Indonesia. “Memang adanya kesenjangan teknologi ini dikarenakan persebaran teknologi yang belum merata. Maka, perlu adanya literasi digital untuk masyarakat yang dimaksudkan agar dapat mengoptimalkan dan memeratakan fungsi dari perkembangan teknologi digital,” ujar Addin saat ditemui VISI (11/8). Addin mengatakan, pada dasarnya teknologi digital hanyalah sebuah sistem yang hanya dapat menghitung dengan cepat serta memproses semua bentuk informasi ke dalam bentuk nilai-nilai numerik. Teknologi digital menggunakan sebuah sistem yang disebut dengan bit dan byte dalam menyimpan sebuah data atau memproses suatu data. Menurut Addin, mau tidak mau masyarakat harus beradaptasi dengan hadirnya teknologi untuk memudahkan kegiatan di berbagai sektor. Bagi generasi tua juga harus mengikuti perkembangan teknologi saat ini, menggunakan ponsel pintar untuk komunikasi jarak jauh. Hal senada juga diungkapkan Ardhi yang mengatakan generasi muda harus dapat membantu memberikan pelatihan kepada generasi tua yang belum menguasai teknologi. Ia menceritakan pengalamannya saat mengurus perpanjangan SIM di mana ada bapak-bapak VISI • EDISI 38 • 2021

21


berusia 50 tahunan yang mengalami kesulitan dalam mengakses layanan digital menggunakan ponsel pintar, sehingga memerlukan bantuan dari orang lain. “Di sisi lain teknologinya juga disesuaikan dengan penggunanya, sehingga dapat dengan mudah digunakan oleh generasi tua. Kemudian menggunakan tampilan menu yang tidak terlalu rumit atau dibuat sesederhana mungkin serta dari segi program dapat membuat fitur yang dapat mempermudah pengetikan,” sambung Ardhi. Addin menambahkan, penggunaan teknologi sebenarnya tergantung pada kebutuhan masing-masing individu. Baik generasi tua maupun generasi muda memerlukan adanya literasi media digital. Namun, konteksnya berbeda, generasi muda fokus terhadap bagaimana memanfaatkan untuk pendidikan, sedangkan generasi tua dapat memaksimalkan penggunaanya untuk mengedukasi anak-anak maupun dalam bidang ekonomi digunakan untuk mengembangkan aktivitas usahanya dan lain-lain. Meskipun generasi tua dinilai kurang menguasai penggunaan teknologi secara keseluruhan, tetapi kenyataanya mereka merasa sangat terbantu dengan adanya era digital ini. Teknologi yang berkembang juga memudahkan generasi tua untuk mempelajarinya, misalnya smartphone layar sentuh yang kini banyak digunakan. Dibandingkan dengan HP tombol yang dulu pernah ada, smartphone layar sentuh dinilai lebih mudah penggunaannya. “Dulu awalnya saya diajarkan anak saya bagaimana caranya menggunakan HP. Setelah diajarkan ya sudah bisa sendiri,” ungkap Manto (79), salah seorang warga Solo. Dari segi biaya, penggunaan teknologi masa kini dinilai lebih murah dan efisien,

22

VISI • EDISI 38 • 2021

jika dibandingkan dengan teknologi masa lalu. Saat ini kita dimanjakan dengan kemudahan menggunakan berbagai aplikasi perangkat lunak, seperti WhatsApp, Telegram, hingga Line yang biayanya lebih terjangkau jika dibandingkan dengan penggunaan telepon rumah dan tarif SMS. Selain dari segi biaya, Manto mengaku, dirinya merasa senang dengan adanya teknologi seperti telepon genggam karena dapat digunakan untuk menjalin komunikasi dengan teman lamanya. “Saya jadi nyaman dan lebih mudah untuk berkomunikasi dengan keluarga, teman-teman lama saya, ibu-ibu PKK, dan tetangga,” ujar Manto saat ditemui VISI Selasa, (18/10).


BANYAK MANFAAT – Meskipun generasi tua mengalami kesulitan dalam menggunakan teknologi digital, sebagian mengaku teknologi digital sangat membantunya dalam kehidupan sehari-hari (Dok.VISI/Uun)

Sementara itu, kendala yang sering kali ditemui oleh generasi tua adalah cara untuk menggunakan teknologinya. Disinilah peran generasi muda sangat diperlukan untuk membantu dan membimbing masyarakat lansia sehingga mereka dapat menggunakan teknologi dengan baik dan benar. Hal ini dikarenakan munculnya istilah second life (dunia kedua) yang merupakan kehidupan di dalam dunia maya yang berbeda dengan dunia nyata. Saat ini, second life lebih mendominasi dibanding dunia nyata. Second life memungkinkan penggunanya untuk mengganti identitas yang dimilikinya. Hal ini akan menjadi berbahaya jika dimanfaatkan untuk melakukan tindakan kejahatan

seperti penyebaran hoax, penipuan, hingga perundungan. Addin mengatakan, masyarakat seharusnya dapat memanfaatkan teknologi semaksimal mungkin. Akan tetapi, dirinya menyayangkan penyebaran hoax yang sampai saat ini masih dipercaya oleh sebagian besar pengguna internet khususnya generasi tua. “Tantangannya adalah bagaimana agar generasi tua dapat beradaptasi dan tidak mudah percaya oleh berita bohong atau hoaks yang cepat menyebar melalui grup WhatsApp,” pungkas Addin. (Jasmine, Muthia, Davieq) VISI • EDISI 38 • 2021

23


Suci dan Rahman

“Jendela Kota”, Kedepankan Informasi Seputar Perkotaan

I

nformasi seputar perkotaan dewasa ini menjadi perhatian khusus bagi sebagian masyarakat. Sebagian kalangan menilai, perencanaan kota yang matang harus mengedepankan berbagai aspek seperti lingkungan, estetika, dan sosial-kemasyarakatan. Jendela Kota hadir menjawab semua itu. Adalah Suci dan Rahman, pencetus media Jendela Kota yang memuat konten tentang Perencanaan Wilayah dan Kota (PWK). Jendela Kota berdiri sejak tahun 2018 dan terus berkembang hingga sekarang. Informasi yang diberikan pun berskala nasional dan dapat diterapkan di berbagai kota di Indonesia. Suci dan Rahman mengaku Jendela Kota berangkat dari keinginan mereka untuk mengedukasi masyarakat mengenai isu tata ruang. Mereka yang sempat hadir dalam sebuah acara dan bertemu kawan-kawan penggagas platform serupa, akhirnya memutuskan untuk mendirikan media yang edukatif karena mediamedia sebelumnya hanya berfokus mengkritisi kebijakan pemerintah. Jendela Kota menjadi media yang membahas seputar perkotaan dengan memanfaatkan media 24

VISI • EDISI 38 • 2021

sosial Instagram @jendelakota dan laman web jendelakota.id. “Kecenderungan mereka (platform lain -red) lebih ke mengkritisi kebijakan pemerintah. Belum ada yang mengedukasi masyarakat secara langsung. Kami ingin menghadirkan itu dengan membentuk Jendela Kota,” beber Suci. Suci mengatakan, media merupakan cara menjangkau masyarakat yang mudah, ditambah isu mengenai tata ruang saat ini semakin banyak. Mahasiswa Perencanaan Wilayah dan Kota (PWK), Universitas Sebelas Maret (UNS) angkatan 2017 ini mengaku sempat mengalami pasang surut hingga akhirnya reorganisasi dan membentuk divisi pada 2019. Saat ini, Jendela Kota memiliki tiga divisi, yaitu Market Analyst, Content Making, dan Public Relation. Suci mengatakan edukasi tentang kePWK-an yang diberikan melalui Jendela Kota diharapkan mampu menyadarkan masyarakat untuk bisa kritis terhadap kebijakan pemerintah. Ia menjelaskan pada awal berdiri, fokus utama Jendela Kota adalah mengedukasi masyarakat. Namun, karena sambutan yang baik pada tahun-tahun berikutnya, Jendela Kota mulai mengajak teman-teman PWK lain untuk mengembangkan platform ini dan mengajak masyarakat berkolaborasi supaya dapat memberi dampak pada lingkungan. “Sebelumnya cuma fokus mengedukasi untuk berkembang supaya mengajak masyarakat berkolaborasi untuk kita


SOSOK

FOUNDER – Rahman salah seorang pendiri Jendela Kota (Dok.Pribadi)

membentuk atau memberi dampak langsung kepada lingkungan,” jelas Suci. Selain menggunakan media digital, Jendela Kota juga mempunyai agenda rutin yang diberi nama Srawung atau kumpul bersama dengan kolektif lain untuk membicarakan isu seputar perkotaan serta berkolaborasi. Ada pula diskusi internal mengenai isu perkotaan yang hasilnya diunggah ke media sosial Jendela Kota. Selain itu, Suci membeberkan agenda besar mereka untuk

membentuk komunitas yang melibatkan Planners (sebutan untuk pengikut Jendela Kota -red) yang tertarik dengan isu perkotaan dan kemudian didiskusikan bersama dalam suatu forum. Pemahaman masyarakat yang keliru mengenai tata kota hanyalah urusan pemerintah, menjadi perhatian teman-teman Jendela Kota. Mereka berpendapat bagaimanapun rencana serta hasilnya nanti akan berdampak langsung ke masyarakat. VISI • EDISI 38 • 2021

25


“Ilmu tentang PWK kalau mayoritas masyarakat taunya cuma sekedar urusan pemerintah padahal enggak, PWK itu urusan kita semua. Karena yang direncanakan wilayah sama kota kita kalau ada masalah atau tantangan akan berdampak ke kita,” sambung Suci. Adapun isu-isu yang menurut mereka kurang mendapat perhatian dari pemerintah adalah krisis iklim, alih fungsi lahan, permukiman liar, dan pedagang kaki lima. Karena itulah Jendela Kota hadir untuk meningkatkan kesadaran akan isu lingkungan dan sosial. Saat disinggung perihal Kota Solo akhirakhir ini, Suci mengaku pembangunan Kota Solo sudah jauh lebih berkembang dibanding tahun 2015/2016 silam yang saat itu dianggap belum merata. Ia menambahkan, pembangunan sebelumnya hanya berfokus di daerah selatan dan pusat. Sedangkan saat ini pembangunan mulai berkembang ke bagian utara yang dulu memiliki isu yang cukup besar, seperti ketersediaan air bersih, sanitasi, serta pembangunan yang lambat. Suci lantas membeberkan bahwa suhu di kota dengan slogan Berseri ini mengalami peningkatan dan belum ada penanganan dari pemerintah terkait hal ini. “Masalah lain di Solo yang lumayan dirasakan itu soal peningkatan suhu, panas banget Solo sekarang. Kalau soal yang belum ditangani Pemerintah Kota Solo, mereka belum concern masalah suhu,” ungkap Suci. Taman yang ada pun belum membantu dalam menstabilkan suhu di Solo. Ia menambahkan pembangunan jalan layang yang ada membuat jalan terlihat sempit dan tidak rapi. Namun ia tak menampik bahwa ada pembangunan yang bisa dibilang berhasil. Soal Smart City Semakin berkembangnya teknologi saat ini, menurut Suci dan Rahman, Kota Surakarta bisa memanfaatkan teknologi agar infrastruktur dalam pelayanan pemerintah kepada masyarakat memberikan akses yang lebih mudah. Baik Suci maupun Rahman, keduanya 26

VISI • EDISI 38 • 2021

sepakat kehadiran smart city di Kota Surakarta bisa memberikan langkah baik untuk membuat pengelolaan cerdas dengan memanfaatkan teknologi informasi komunikasi sehingga masyarakat dapat berperan aktif serta berpartisipasi dalam pengelolaan terhadap penyedia layanan masyarakat. “Apalagi pembangunan di kota Surakarta yang semakin merata, sudah tidak terfokus di bagian selatan saja. Akan tetapi, bagian sudut kota lainnya sudah mengalami perkembangan yang cukup pesat,” tutur Suci. Suci mengungkapkan, smart city dapat mengkoneksikan dan menunjang satu sama lain antara masyarakat dan pemerintah. Ia mengatakan kendala saat ini adalah belum adanya big data di Kota Surakarta. “Istilah smart di sini bukan hanya soal teknologi yang canggih, tapi lebih ke sistem yang


GUNAKAN INSTAGRAM – Media sosial Instagram merupakan salah satu sarana publikasi program kerja Jendela Kota (Dok.VISI/Rifai)

saling terkoneksi dan bisa menunjang kebutuhan masyarakat. Misalnya ada data yang didapat dari Badan Pusat Statistik ternyata belum cocok atau matching dengan data dari kelurahan. Ini belum smart soalnya belum ada big data,” jelas Suci. Terlebih dalam situasi pandemi seperti sekarang, pengoptimalan data harus dilakukan agar dapat meningkatkan sistem yang tersedia di Kota Surakarta. Suci mengatakan Smart city merupakan bentuk percepatan pembangunan demi menjamin konsep cerdas dengan cara mengimplementasikan Teknologi Informasi Komunikasi dalam perencanaan pembangunan serta pengelolaan tatanan kota untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat Surakarta. Suci mengatakan jika data sudah tersedia dan cukup baik dalam pelaksanaan penerapan smart city, maka akan memudahkan pemerintah untuk

menciptakan informasi pembangunan yang akurat untuk disampaikan kepada masyarakat. Lebih lanjut, Suci berharap agar kepala daerah di Surakarta dan Eks-Karesidenan Surakarta tidak mengedepankan ego masing-masing dan bekerjasama untuk bergerak mewujudkan terbentuknya smart city. “Pasti optimis asalkan satu sama lain stakeholder saling bekerja sama dan bergerak bersama. Tentunya kalau tidak ada ego sendiri pasti bakal bisa terbentuk smart city,” pungkas Suci.

(Adisti, Dimas)

VISI • EDISI 38 • 2021

27


Bangkitkan Minat Bangun Start Up Lewat UNS Innovation Hub

D

ewasa ini, jumlah perusahaan start up (perusahaan rintisan) di Indonesia kian meningkat. Menurut catatan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), sampai September 2021, jumlah start up di Indonesia mencapai 2.100 perusahaan. Tujuh di antaranya merupakan unicorn dan dua di antaranya adalah decacorn.

28

VISI • EDISI 38 • 2021

Perusahaan start up sendiri merupakan sebuah perusahaan rintisan yang masih dalam fase pengembangan untuk menemukan pasar maupun mengembangkan produknya. Sampai saat ini, perusahaan start up lebih cenderung mengarah pada perusahaan dengan layanan atau produknya yang berbasis teknologi. Dalam beberapa tahun terakhir, perkembangan perusahaan start up cukup pesat di Indonesia. Sebut saja seperti Gojek, satu-satunya perusahaan start up di Indonesia yang mencapai level decacorn. Tingkatan ini diklasifikasikan berdasarkan nilai valuasi dari sebuah perusahaan.


SEKAKEN

TUMBUHKAN MINAT – UNS Innovation Hub berusaha untuk membangkitkan minat mahasiswa UNS dalam mengembangkan start up (Dok.Internet)

Di dalam dunia start up, ada beberapa tingkatan yang dikenal dengan istilah unicorn, decacorn, dan hectocorn. Unicorn merupakan start up yang mempunyai nilai valuasi lebih dari US$ 1 miliar. Contoh perusahaan start up di Indonesia yang mencapai tingkatan ini adalah Traveloka, Tokopedia, dan Bukalapak. Sedangkan decacorn adalah start up yang mempunyai nilai valuasi lebih dari US$ 10 miliar. Tingkatan terakhir adalah hectocorn dengan nilai valuasi melebihi US$ 100 miliar. Sebagai salah satu kampus yang berupaya mewujudkan good corporate university, Direktorat Inovasi dan Hilirisasi Universitas Sebelas Maret (UNS) membentuk unit yang bernama UNS Innovation Hub

(I-Hub) yang berfokus pada pengembangan start up dan pengelolaan Inkubator Bisnis di UNS. Unit ini bertugas untuk membantu dalam pengembangan ekosistem inovasi, serta mencetak start up-start up yang mandiri dan berdaya saing. Salah satu Pengurus UNS I-Hub, Fathimah Aditya mengungkapkan, unit ini akan menjalankan proses inkubasi untuk tenant yang terpilih. “Nantinya bersama-sama kita akan melakukan proses inkubasi di I-Hub dan juga menjalankan ekosistem yang ada. Tidak hanya diperuntukkan bagi mahasiswa UNS saja, proses inkubasi startup di I-Hub ini juga terbuka bagi orang-orang dari luar UNS untuk mengajak kerjasama dan kolaborasi,” ungkapnya saat dihubungi VISI. Lebih lanjut, Fathimah mengatakan,. UNS I-Hub hadir dengan tujuan untuk membangun ekosistem start up bagi seluruh lapisan masyarakat, serta berkomitmen untuk memberikan pengarahan dan bimbingan bagi siapapun yang hendak memulai start up-nya untuk bisa mendapatkan konsep, produk, pemasaran, dan aspek-aspek lain yang dibutuhkan. UNS I-Hub sendiri terus berkomitmen untuk menciptakan budaya start up dan budaya berwirausaha di UNS. Sebagai wujud komitmennya, UNS I-Hub menghadirkan berbagai program, di antaranya Rembug. In yang merupakan sesi sharing bersama pembicara yang kompeten di bidangnya untuk menambah wawasan dan informasi terkini,. Tak hanya itu, ada pula program Sebelas Maret Startup Academy (SEMESTA) yang merupakan program yang diberikan kepada tenant atau perusahaan rintisan untuk menjalankan proses inkubasi sehingga bisa menjadi perusahaan mandiri yang berdaya saing. Ada pula program Innovation Hub Accelerator yang bertujuan untuk menghubungkan start up dengan investor untuk memperoleh pendanaan dan mengembangkan scale-up (meningkatkan kapasitas) perusahaannya. VISI • EDISI 38 • 2021

29


SEMINAR – UNS Innovation Hub juga kerap memberikan seminar dan pelatihan bagi mahasiswa yang bergabung dan ingin mengembangkan bisnis start up (Dok.Internet)

30

VISI • EDISI 38 • 2021


Inkubasi Bisnis Berdasarkan fungsinya, UNS I-Hub mengembangkan model bisnis terstruktur yang terbagi menjadi tiga fase, yaitu fase preincubation, incubation, dan post incubation. Fase pre-incubation merupakan fase yang bertujuan untuk membangun ekosistem start up, talent scouting (pencarian bakat), Riset Grup, dan Lab. Tak hanya itu, fase pre-incubation juga bertujuan untuk membangun kolaborasi baik dengan komunitas maupun mitra. Sementara fase incubation bertujuan untuk mengembangkan bakat atau potensi individu, seperti pengembangan ide, potensi, alih teknologi, bisnis, hingga membangun start up yang berkelanjutan. Fase terakhir adalah fase post incubation yang bertujuan untuk mengakselerasi pengembangan start up melalui pengenalan pasar dan investor. Untuk melaksanakan fungsi-fungsi tersebut, UNS I-Hub memiliki enam divisi yang mendukung proses inkubasi di antaranya Divisi Network & Engagement, People Project and Program, Network and Batchment, Brand Design & Marketing, Finance Legality & Journalism, dan Technology Innovation. Sambutan Hangat Sebagai sebuah unit yang baru diresmikan, minat mahasiswa terhadap UNS I-Hub sendiri terbilang cukup besar. Fathimah mengungkapkan, banyak mahasiswa UNS yang ingin terlibat secara langsung dalam menjalankan ekosistem di UNS I-Hub. “Peminatnya cukup besar, baik yang ingin bergabung dalam struktur organisasi maupun yang ingin menjadi tenant itu sendiri. Kami berharap dengan adanya UNS I-Hub ini tidak hanya akan berdampak baik untuk para tenant yang mendapatkan inkubasi saja, namun temanteman yang menjalankan aktivitas di dalamnya juga bisa belajar banyak,” sambung Fathimah. Lebih lanjut, Fathimah yang tergabung ke dalam Divisi People, Project, and Program merasakan dampak secara langsung setelah bergabung dengan unit ini. Menurutnya, ia mendapat pengalaman baru mengenai bagaimana pembuatan program, project, dan juga mengelola individu di dalamnya.

“Disini saya menyinkronkan berbagai materi yang diperlukan untuk para tenant dengan data riset yang ada, baik riset untuk SDM (sumber daya manusia -red), maupun riset budget. Saya juga lebih banyak mengenal orang, baik mahasiswa UNS sendiri maupun dari luar UNS sekaligus mengenal banyak project-project baru di UNS,” pungkasnya.

(Inas, David)

VISI • EDISI 38 • 2021

31


32

VISI • EDISI 38 • 2021


INFOGRAFIS

VISI • EDISI 38 • 2021

33


Foto Oleh: Gede Arga

Teks Oleh: Gede Arga

Wajah Baru Pasar Tradisional

Seiring perkembangan zaman, teknologi terus berubah untuk memudahkan kehidupan manusia. Teknologi telah merambah dunia pasar tradisional. Salah satunya adalah Pasar Gede di Kota Solo yang kini juga menggunakan teknologi digital agar memudahkan pembeli untuk bertransaksi. Selain itu, transformasi pasar tradisional ini juga bertujuan agar tidak ada kalah saing dengan e-commerce yang kini kian menjamur. Penggunaan fitur Grab Mart agar mudah melakukan pembelian dari mana saja, serta penggunaan layanan barcode dompet digital seperti Qris, ShopeePay, Dana, dan OVO juga bertujuan untuk memanjakan pembeli agar terus berbelanja di pasar tradisional. Cukup satu sentuhan, transaksi lancar. 34

VISI • EDISI 38 • 2021


POTRET

VISI • EDISI 38 • 2021

35


DETAK

Sisi Lain Smart City: Transisi Nilai dan Eksistensi Tradisi Oleh: Muhammad Rifai

K

Redaktur Pelaksana Majalah

ota menjadi entitas primer dalam dinamika manusia modern. Simbol kemajuan dan modernitas melekat erat dalam kehidupan masyarakat perkotaan. Mafhum kiranya, karena kemudahan akses terhadap segala bentuk sumberdaya tersedia di Kota. Munculnya Kota merupakan wujud dari berkembangnya gagasan kognitif dan teknologi manusia. Bila dirunut dari aspek historis kehidupan Homo sapiens, kemunculan Kota sekaligus menandai proses revolusi pertanian yang menjadi titik tolak kehidupan manusia modern dewasa ini. Butuh waktu yang sangat Panjang berabad-abad untuk sampai pada titik kehidupan modern. Harari dalam bukunya Sapiens menjelaskan dengan menyeluruh, bagaimana sekumpulan homo hidup secara nomaden dengan mengandalkan kemampuan berburu hingga kondisi neuron dan sel dalam otak mereka berkembang sedemikian rupa sehingga mereka mampu berkomunikasi dan mengidentifikasi segala hal yang ada disekitar mereka. Peristiwa tersebut dikenal dengan revolusi kognitif. Peningkatan kemampuan kognitif tersebut secara bertahap merubah pola hidup mereka dari yang sebelumnya nomaden dengan berburu menjadi menetap dalam suatu wilayah tertentu. Kehidupan menetap itulah yang menjadi cikal bakal kota yang saat ini kita kenal. Transformasi radikal kehidupan sapiens menunjukkan adanya langkah-langkah kecil progresif dalam setiap lini masa yang dilalui. 36

VISI • EDISI 38 • 2021

Kota ditopang bukan semata oleh teknologi yang maju, tetapi diversifikasi profesi yang mendeskripsikan bagaimana pembagian kerja yang kompleks serta kultur modern positivis. Smart City: Sebuah Masa Depan? Transformasi komunitas kecil manusia yang hidup dalam sebuah wilayah menjadi komposisi sosial yang heterogen berdampak pada paradigma manusia itu sendiri. Ketika populasi semakin banyak, pembagian kerja yang semakin tegas membutuhkan berbagai macam terobosan dalam bidang teknologi untuk memudahkan cara kerja. Efeknya, mobilitas yang terjadi sangat tinggi hingga terdapat redefinisi kompleks perkotaan secara terpusat seperti urban dan sub-urban. Pengelompokan berbasis teritorial tersebut didasarkan pada aspek mobilitas dan komposisi sosial, misalnya kelompok pekerja komuter yang bekerja di wilayah pusat kota. Tak hanya itu, terjadi pergeseran yang sangat nampak dari fungsi kota dalam rentang sebelum dan sesudah tahun 2000an. Kota pada awalnya merupakan pusat industri manufaktur yang berubah seiring orientasi masyarakat menjadi pusat pelayanan. Sedangkan pusat industri bergeser ke wilayah sub urban atau pinggiran kota. Hal tersebut nampak dari maraknya pusat konsumsi dan pelayanan di wilayah kota seperti pusat perbelanjaan, pariwisata, dan lain-lain. Maka dari itu, tuntutan yang semakin progresif seiring peningkatan kebutuhan memaksa kota beradaptasi melalui penggunaan teknologi paling mutakhir.


ilustrasi: Dila Septi

Teknologi sejatinya digunakan untuk memudahkan pekerjaan manusia. Dengan beban serta pembagian kerja yang meningkat, tak heran jika masyarakat kota membutuhkan intervensi teknologi yang tinggi untuk menopang pekerjaannya sehingga memunculkan konsep Smart City. Hipotesis tersebut seakan menyederhanakan persoalan. Akan tetapi, justru dengan penyederhanaan tersebut kita akan mencoba membedah hal-hal yang mungkin luput dalam wacana dan isu Smart City di berbagai kota khususnya di Indonesia. Smart City bisa dipahami sebagai upaya mengintegrasikan teknologi informasi dengan unit pelayanan pemerintah. Misalnya, penggunaan Big Data dan digitalisasi dalam pengelolaan birokrasi pemerintah yang sudah mulai digalakkan. Bukan tidak mungkin, pemanfaatan teknologi digital merangsek ke dalam dimensi-dimensi lain dalam kehidupan masyarakat kota. Transisi, Eksistensi, dan Masa Depan Budaya Penerapan teknologi informasi dalam berbagai sektor termasuk penopang kehidupan kota jelas berdampak pada dimensi tradisional. Logika dasar menyebutkan bahwa modernisasi dan globalisasi kini menggerus budaya lokal. Dalam tulisan ini, resistensi serta eksistensi

nilai dan tradisi yang akan diambil contoh adalah Kota Solo. Solo sebagai salah satu pusat peradaban Jawa kuno dengan Kerajaan Mataram memiliki kultur, nilai, dan tradisi yang begitu kaya. Sebut saja, upacara sekaten atau nilai sopan santun khas masyarakat Jawa, bahasa daerah yang hierarkis, dan masih banyak lagi. Implementasi nilai kearifan lokal kini luntur seiring dengan perkembangan teknologi. Penerapan konsep Smart City tentu mempercepat akselerasi teknologi ke berbagai instrumen keseharian. Penggunaan bahasa lokal misalnya, menjadi tidak relevan dalam kehidupan masyarakat kota. Tradisi yang eksis pun hanya dibatasi pada tradisi yang mengandung nilai jual pariwisata. Nilai mengalami transisi dan berubah menyesuaikan infiltrasi nilai dan budaya dari luar. Apakah kemudian Smart City yang menawarkan kecepatan dan kemudahan, disisi lain akan menghilangkan beberapa nilai atau tradisi yang tidak memiliki nilai jual? Kapitalisme di perkotaan kian kokoh dengan akselerasi Smart City. Pertanyaan muncul ialah bagaimana masa depan nilai dan tradisi yang selama ini sudah mengakar dan menjadi status quo? Pertanyaan yang memang hanya dijawab oleh berjalannya waktu. VISI • EDISI 38 • 2021

37


Komunisme, Pancasila, dan Kontekstualisasi Ideologi Oleh: Rezza Akbar Dosen Program Studi Sosiologi FISIP UNS Istilah “bahaya laten komunisme” merupakan sebuah diskursus politik yang berkembang pada masa Orde Baru setelah kejatuhan rezim Presiden Soekarno. Sebagai sebuah diskursus politik, istilah ini merupakan jargon yang di dalamnya terdapat kepentingan politik dari rezim penguasa ketika itu, termasuk salah satu yang utama adalah bagaimana melanggengkan kekuasaannya dengan menyingkirkan kelompok-kelompok oposisi atau mereka yang bersikap kritis terhadap pemerintah. Pelabelan sesuatu yang dianggap “bahaya” oleh rezim penguasa selalu memiliki refleksivitas yang serupa, utamanya terkait bagaimana itu selalu dilakukan sebagai justifikasi sekaligus manipulasi untuk membungkam mereka yang kritis dan berposisi berseberangan dengan pemerintah. Jika dulu kita punya label “bahaya laten komunisme”, sekarang kita digaungkan secara terus-menerus tentang apa itu bahaya radikalisme Islam, HTI, Taliban atau semacamnya. Meski demikian, pertanyaan lebih lanjut perlu diajukan mengenai apakah ideologi komunisme merupakan sesuatu yang berbahaya? Telaah secara lebih mendalam terkait paham dan ajaran dari ideologi komunisme mutlak diperlukan untuk membuat kita bisa berposisi secara proporsional tentang pembenaran terkait komunisme sebagai ideologi yang berbahaya. Dalam artian, pemahaman teoritis, filosofis, dan historis terkait ideologi komunisme dan penerapannya di seluruh penjuru dunia mutlak untuk dimiliki terlebih dulu, alih-alih kemudian kita melabeli sesuatu hanya berdasar diskursus politik rezim penguasa tertentu. Penolakan terhadap ideologi komunisme menjadi tidak terhindarkan bukan karena Orde Baru mengatakannya demikian. Akan tetapi, ini perlu menjadi sebuah sikap kritis setidaknya berdasarkan tiga aspek, yaitu: pertama, komu38

VISI • EDISI 38 • 2021

nisme tidak memberi ruang bagi eksistensi ideologi atau sistem politik yang lain sebab pada akhirnya tujuan akhir yang ingin dicapai dari fase kehidupan manusia adalah masyarakat komunisme. Karena itu kemudian, tidak hanya agama yang akan disingkirkan oleh komunisme, tetapi budaya populer, kebebasan dalam aktivitas ekonomi, serta pastinya demokrasi akan dihilangkan ketika yang berlaku adalah sistem politik komunisme. Kedua, gagasan komunisme yang menghapuskan kepemilikan hak milik personal dan menjadikan properti menjadi sesuatu yang bersifat komunal, ternyata dalam praktiknya hanya merupakan manipulasi elite-elite partai komunisme yang berkuasa secara tunggal. Akibatnya, semangat untuk menghilangkan stratifikasi sosial berdasar dikotomi kelas borjuis dan proletar adalah nonsens sebab kelompok-kelompok borjuis digantikan posisinya oleh elit-elit politik dan aparatur negara yang secara mengerikan menguasai segala hal dalam aspek politik, ekonomi, hukum, dan bahkan sosio-kultural dalam masyarakat secara total. Ketiga, komunisme menjadi terlampau mustahil untuk diterima sebagai sebuah ideologi dan sistem politik sebab praktek nyata dari bagaimana ideologi komunisme berlaku sebagai sebuah sistem politik ternyata hanya menjadikan negara berjalan secara totalitarian, otoritarian, dan diktator secara bersamaan. Karena itu kemudian, negara dengan sistem politik komunisme menjadi anti kritisisme dan super represif karena setiap mekanisme kontrol dari masyarakat terhadap negara akan selalu berujung pada tindakan kekerasan negara terhadap mereka. Karenanya, tidak mengherankan jika sejak 1910 an hingga 1990 an jumlah korban akibat represi serta praktik-praktik yang diklaim sebagai revolusioner membawa korban


TEROPONG

sekitar 90 juta orang. Ketiga alasan inilah yang, sekurang-kurangnya, menjadi faktor mengapa komunisme tidak dapat diterima. Evolusi Ideologi Sejak runtuhnya Uni Soviet lalu runtuhnya Tembok Berlin, maka praktik kedigdayaan komunisme sebagai sebuah ideologi dan sistem politik yang masif menjadi runtuh pula. Memang masih ada Kuba dan Korea Utara yang masih mengusung ideologi ini. Namun keduanya kini eksis dengan nafas kehidupan yang sangat sempit dan sesak. Cina menjadi sebuah anomali yang unik sebab Deng Xiaoping mengubah semangat dan penerapan komunisme peninggalan Mao Zedong di sana sehingga kemudian langkah drastis inilah yang menyelamatkan Cina untuk tetap eksis, dan bahkan menjadi negara adidaya saat ini. Melihat konstelasi politik dunia saat ini pasca berakhirnya Perang Dingin dengan sendirinya menunjukkan penanda bahwa komunisme klasik sebagaimana yang diajarkan oleh Lenin, Stalin, dan Mao memang sudah berakhir. Akan tetapi, mengasumsikan bahwa ideologi bisa hancur dan mati juga merupakan sebuah asumsi yang tidak tepat. Akan selalu ada epistemological break seperti yang dikatakan Louis Althusser ketika diskursus akan mengalami “patahan” (rupture) yang membuatnya bertolak atau bahkan melampaui “problematic”, kesatuan diskursus yang bersifat konstitutif dan menentukan konsepsi mental yang sifatnya ideologis dari setiap aktor sosial, lama untuk digantikan dengan yang baru. Ideologi akan terus mengalami proses historis yang membuat eksistensinya bergulir melampaui masa ataupun struktur sosial yang ada selama proses-proses pengetahuan yang berlangsung akan terus menghasilkan subjektivitas pada aktor-aktor sosial yang meyakininya. Dan dalam konteks ini agama bisa menjadi contoh baik bagaimana sesuatu yang diyakini dan dianut secara berkelanjutan, maka eksistensinya akan bisa melampaui fase historisitas tertentu dan periode yang bersifat terbatas. Ketidakmungkinan untuk menyaksikan komunisme klasik bangkit dan muncul kem-

bali memang sesuatu yang hampir niscaya saat ini. Meski demikian, ideologi memiliki karakteristik untuk terus berevolusi dan bermutasi dalam bentuk ataupun nilai yang baru sesuai fase historis di mana ia eksis. Karena itu, komunisme, sebagaimana ideologi-ideologi yang lain, akan selalu diuji oleh proses seleksi alam untuk menentukan keberlangsungan eksistensinya. Dan, saya meyakini bahwa komunisme, sebagaimana kapitalisme, fasisme, nasionalisme, serta bahkan agama, akan tetap eksis dan terus berevolusi. Ideologi merupakan sesuatu yang mustahil untuk dibendung. Ia akan terus eksis sebagai fenomena sosial, kultural, politik, dan ekonomi yang akan terus berkembang sebagai sebuah historisitas dalam kehidupan manusia, baik secara kolektif sebagai masyarakat ataupun secara individual. Apalagi, jika kita berbicara secara spesifik dalam konteks ilmu sosial, Karl Marx sebagai pencetus komunisme bersama Friedrich Engels merupakan pemikir paling berpengaruh dalam ilmu sosial. Karena itu, ilmu sosial, khususnya cabang-cabang utamanya yakni sosiologi, ilmu politik, antropologi akan terus mempelajari pemikiran Marx, sebab basis dari ilmu-ilmu ini memang berdiri di atas landasan pemikiran Marx. Apalagi, sebenarnya secara akademis konsepsi Marxisme masih jauh dari selesai karena secara konseptual, gagasan Marxisme klasik terus mendapat revisi. Sebagai sebuah ideologi politik, Marxisme pemikiran Eduard Bernstein, Leon Trotsky, bahkan Mao sendiri sebenarnya sudah dapat dikategorikan sebagai revisi atas konsepsi Marxisme klasik. Secara akademis, Neo-Marxisme yang diusung oleh kelompok “Frankfurt School”, pandangan ekonomi “Post-Keynesian” Rosa Luxemburg, kelompok “Budapest School’ yang merujuk pada pandangan Georg Lukacs, “Structural Marxism” a la Louis Althusser dan Nikos Poulantzas, hingga kemunculan “Post-Marxism” yang diusung oleh Ernesto Laclau dan Chantal Mouffe, serta Slavoj Zizek dan Goran Therborn, yang sampai hari ini keduanya masih mengajar di Birkbeck College, University of London dan University of CamVISI • EDISI 38 • 2021

39


bridge. Dengan kata lain, Marxisme sebagai sebuah konsep masih jauh dari tamat. Sehingga, selama masih ada ilmu sosial seperti sosiologi, ilmu politik, antropologi, dan lainnya, maka selama itu pula pemikiran Marx akan selalu dikaji dan menjadi penting untuk dipelajari. Meski demikian, mempelajari pandangan Marx ataupun mempelajari ideologi seperti komunisme, kapitalisme, dan lainnya, tidak berarti kemudian kita akan serta-merta menjadi pengikutnya. Justru pendidikan di perguruan tinggi dibangun atas landasan kritisisme –setidaknya semangatnya demikian– mesti seringkali kritisisme itu menjadi kemewahan untuk dimiliki akademisi karena penguasa maupun kelompok dominan selalu terganggu dengan kritisisme. Dan atas dasar kritisisme tersebut maka mahasiswa mempelajari ideologi, baik komunisme ataupun lainnya, dengan semangat untuk mengujinya secara akademis dan mempertanyakan gagasan serta argumentasinya secara kritis. Sejarah memang sesuatu yang penting untuk dipelajari, tetapi bukan hal yang mudah untuk mempelajari sejarah. Ini disebabkan sejarah tidak pernah bersifat tunggal. Sebagai sesuatu yang terjadi di masa yang telah berlalu membuat apa yang kemudian saat ini kita pahami sebagai narasi tentang sejarah sejatinya merupakan sekedar tafsir atau interpretasi manusia dari generasi yang lebih kemudian terhadap apa yang terjadi di masa sebelumnya. Dan ketika sejarah yang kita pahami saat ini merupakan tafsir, maka tafsir dominan seringkali merupakan tafsir yang eksis sebagai implikasi dari kemenangan suatu aktor sosial dalam kontestasi memperebutkan dominasi sosial, politik, kultural, bahkan ekonomi, untuk kemudian dominasi tersebut dapat membuat narasi-narasi yang mereka miliki akan menjadi diskursus dominan dalam masyarakat yang seringkali pula dianggap sebagai kebenaran mutlak. Komunisme dalam Pusaran Sejarah Indonesia Tentang isu komunisme di indonesia, tanpa kita sadari penyikapan kita sangat ditentukan oleh ‘masa’. Makna terpentingnya adalah, cara pandang kita terhadap isu ini sangat ditentu-

40

VISI • EDISI 38 • 2021

kan terkait posisi politik seseorang atau suatu kelompok terkait apakah mereka menjadi pemenang atau pecundang. Ketika Orde Baru berjaya, semua orang melihat komunisme sebagai hantu, sebagai momok, bahkan sebagai penyakit sosial yang dilabelkan pada mereka yang patut dan harus disingkirkan. Kini, ketika roda masa berputar dan Orde Baru runtuh maka kebencian kita pada Orde Baru kemudian membuat seolah semua adalah rekayasa Pak Harto dan Orde Baru, lalu PKI mutlak sebagai korban bahkan mungkin pahlawan bagi sebagian orang. Cara pandang yang sentimentil dan emosional semacam ini bukan cara pandang yang ideal dalam melihat sejarah. Dalam konteks memahami komunisme dan sejarah pergerakannya di Indonesia, apa yang menjadi faktor terpenting untuk menjadi jalan masuknya adalah memahami terlebih dulu pandangan dan gagasan komunisme menurut Marx dan Engels, serta Lenin dan Mao, lalu kemudian melihat bagaimana itu dipraktikkan dan diimplementasikan di banyak negara. Setelah memahami apa dan bagaimana komunisme, baru kita bisa beranjak dengan melihat aspek paling rumit dari semua ini yaitu menyimak perdebatan dan perbedaan pandangan terkait PKI dan relasinya dengan aktor-aktor politik utama lainnya ketika itu yakni Bung Karno, Angkatan Darat, Pak Harto, serta konstelasi global pada masa itu pula. Telah yang komprehensif ini kemudian tidak cukup dilakukan pada apa yang terjadi pada 30 September atau 1 Oktober dan sesudahnya sampai 1968. Justru memiliki pengetahuan terkait apa yang terjadi sejak tahun 1955, hingga puncak kegentingan politik Indonesia masa itu sejak tahun 1960 - Agustus 1965 menjadi faktor penting yang tidak bisa diabaikan untuk memiliki pengetahuan yang utuh tentang apa yang terjadi pada masa itu. Pancasila sebagai dasar negara juga seringkali diatribusikan sebagai pandangan hidup (way of life) bangsa. Namun lebih dari itu, Pancasila juga diposisikan sebagai sistem politik dan ekonomi yang berlaku di negeri ini. Setidaknya, demikianlah hal itu diniatkan begitu


oleh para pendiri bangsa ini pada awalnya. Semua pemaknaan tersebut secara garis besar kemudian menjadikan Pancasila secara esensial menjadi ideologi yang coba diterapkan di Indonesia, terlepas dari segala ambiguitas ataupun praktik-praktiknya secara riil yang belum ideal. Dalam posisinya sebagai ideologi kemudian Pancasila menjadi teks yang pemahaman serta penerapannya bergantung pada tafsir atau interpretasi dari penafsirnya. Dan kaitannya dengan kekuasaan, maka tafsir atas ideologi tersebut seringkali bergantung kepada siapa yang sedang berkuasa atau dalam posisi dominan. Pada masa Bung Karno tafsir dan penerapan Pancasila bergantung sepenuhnya pada bagaimana Bung Karno menafsirkannya. Itu sebabnya ketika Bung Karno menjadikan diri beliau sebagai Presiden seumur hidup, mempromosikan paham Nasakom beliau, atau melakukan persekusi terhadap lawan-lawan politik beliau seperti Natsir, Sutan Sjahrir, Mochtar Lubis, ataupun Hamka, nyaris tak ada yang mempersoalkan tafsir politik Bung Karno tersebut atas Pancasila. Sama halnya dengan ketika Pak Harto dan Orde Baru berkuasa. Pada masa tersebut Orde Baru dijalankan menurut tafsir tunggal Orde Baru sehingga ketika rejim ini berkuasa secara otoriter, Pemilu tidak berjalan secara free and fair, tidak ada equality before the law, tidak ada kebebasan berbicara secara publik, semua itu tetap dianggap tidak bertentangan dengan Pancasila. Komunisme, Pancasila, dan Kontekstua- lisasi Kekinian Apa yang terjadi pada masa Orde Bung Karno dan Orde Pak Harto tidak jauh berbeda dengan apa yang terjadi saat ini. Terdapat pelabelan mereka yang kritis dan beroposisi terhadap pemerintah sebagai ‘anti Pancasila’, ‘radikal’, ‘HTI’, ‘FPI’, ‘Kadrun’, atau ‘Taliban’. Semua pelabelan tersebut sebenarnya merupakan u- paya mengkonstruksikan makna kepada publik melalui diskursus-diskursus politik pemerintah untuk kemudian membenarkan represi dan kriminalisasi

pada mereka yang kritis dan beroposisi pada rezim saat ini. Perkembangan situasi politik nasional di masa ini menunjukkan tensi yang ada di antara kelompok Islam politik dengan negara yang saat ini diisi oleh elite-elite politik dari kelompok nasionalis sebagai kelompok dominan dengan didukung oleh kalangan Islam tradisional. Bagi sebagian kalangan yang mengalami masa pada tahun 1960 an hingga akhir kekuasaan Bung Karno dan naiknya Orde Baru, banyak di antara mereka yang merasa terdapat banyak refleksivitas realita sosial, politik, juga ekonomi di masa tersebut yang tak jauh berbeda dengan situasi saat ini. Secara ideologis menjadi hal yang alamiah ketika kelompok komunis dan kelompok Islam berada dalam posisi yang berhadap-hadapan satu dengan yang lain. Ketika agama menjadi ajaran yang menyampaikan perintah untuk menyembah Tuhan sesuai dengan kaidahkaidah yang ditetapkan Tuhan dalam kitab suci, komunisme justru menganggap agama sebagai candu yang memanipulasi kesadaran kritis masyarakat untuk menerima penindasan dan alienasi yang mereka terima dari kelas pemilik modal yang difasilitasi oleh negara dan dijustifikasi oleh institusi keagamaan. Pengalaman di tahun 1960an masih menyisakan memori individual maupun kolektif tentang bagaimana ketegangan di antara kelompok agama, khususnya Islam, dan kelompok komunis yang menjadi repre- sentasi politik ideologi masing-masing menghasilkan peristiwa-peristiwa kekerasan berdarah, baik di tahun-tahun setelah 1965 ataupun sebelumnya. Memori itu melekat secara abadi dan hingga saat ini belum sedikit pun hilang dari benak ataupun psiko- logis mayoritas orang di negeri ini. Ketika saat ini rezim yang berkuasa merupakan representasi dari kelompok nasionalis dan didukung oleh kelompok Islam tradisional, mereka yang beroposisi dan berpandangan kritis terhadap rejim ini umumnya berasal dari kalangan Islam modern yang di banyak aspek politik sekaligus juga menjadi pengusung gerakan serta ideologi Islam politik. Ketidaksetaraan di mata hukum serta represi secara konstan dari

VISI • EDISI 38 • 2021

41


penguasa merupakan psikologis yang tertanam dan dirasakan oleh banyak kelompok Islam. Karena itu, memori tentang apa yang terjadi di 1960an awal hingga meletusnya tragedi 1965 dan sesudahnya, menguat kembali bagi banyak kalangan. Meski kemudian banyak pihak yang berupaya ‘menenangkan’ psikologis tentang kebangkitan PKI dengan mencoba meyakinkan bahwa PKI telah mati, bagi saya ini tidak akan membawa banyak pengaruh yang nyata sebagaimana yang diharapkan. Pertama, kematian PKI secara formal sama sekali tidak berarti kematian ideologi komunisme. Sebagai sebuah ideologi, komunisme akan terus berkembang, dipelajari, bahkan akan selalu berevolusi secara paham maupun ajaran tentang penerapannya. Kedua, meskipun rejim penguasa saat ini merupakan representasi dari kelompok dan ideologi nasionalisme, namun nasionalisme PDIP merupakan ideologi nasionalisme ala Bung Karno yang dibangun dari pondasi paham kiri Marxisme. Belum lagi, sejarah kehidupan dan

42

VISI • EDISI 38 • 2021

orientasi politik Bung Karno yang dekat dan berupaya menggabungkan nasionalisme, agama atau Islamisme, dengan komunisme, senyatanya menjadi penanda bahwa ideologi kiri adalah bagian dari diri Bung Karno. Karena itu, secara historis, ideologis, dan juga psikologis, PDIP menjadi institusi politik yang memiliki kedekatan dengan ideologi serta kelompok kiri. Realita inilah yang kemudian ditangkap dan dimaknai oleh kelompok Islam bahwa antagonisme dan represi yang mereka yakini mereka terima dari negara merupakan kenyataan politik membuat banyak kalangan dari kelompok Islam meyakini benturan antara mereka dengan kelompok kiri yang saat ini berafiliasi pada pemerintah sebagai realita historis dan ideologis yang mutlak dan pasti akan terjadi.


VISI • EDISI 38 • 2021

43


44

VISI • EDISI 38 • 2021


LAPORAN KHUSUS

Geliat E-Commerce, Siap Saingi Pasar Tradisional TEPI JAMAN – Pasar tradisional kini menghadapi tantangan baru yakni kehadiran platform e-commerce seperti Shopee, Lazada, Tokopedia, dan sebagainya. (Dok.VISI/Rifai)

VISI • EDISI 38 • 2021

45


D

i tengah arus kemajuan teknologi digital, e-commerce tumbuh menjadi wadah jual beli dalam genggaman yang diminati masyarakat. Dalam data yang dirilis Kementerian Perindustrian dan Perdagangan menyebutkan, pada paruh pertama tahun 2021, nilai transaksi melalui e-commerce mencapai Rp186,75 triliun atau tumbuh 63,36% year on year. Maraknya e-commerce saat ini seperti Shopee, Tokopedia, Lazada, Blibli, dan sebagainya, menandakan perubahan perilaku masyarakat dari kegiatan jual beli secara tatap muka menjadi jual beli secara daring. Perubahan perilaku jual beli masyarakat ini bukan tanpa alasan. Jollye (22), seorang warga Solo pengguna e-commerce mengatakan, e-commerce membantu para pembeli mendapatkan barang yang diinginkan dengan mudah dan cepat. Menurutnya, hal itulah yang membuat masyarakat lebih nyaman berbelanja melalui e-commerce. “Sangat nyaman karena kadang juga tidak semua penjual di pasar ramah. Belum kalau banyak antrean dan memerlukan waktu yang lebih saat pembelian secara langsung,” ujar Jollye. Akan tetapi, meskipun e-commerce menawarkan pelayanan yang berbeda dari pasar tradisional, sebagian pihak menilai kemunculan berbagai jenis e-commerce dapat menjadi ancaman bagi pelaku usaha yang masih menggunakan sistem jual beli konvensional. Hal ini sejalan dengan semakin berubahnya perilaku jual beli masyarakat yang lebih memilih melakukan transaksi secara daring. Namun, apabila para pelaku usaha dapat beradaptasi dengan perkembangan teknologi, tentunya kemunculan E-commerce tersebut justru akan menjadi peluang emas bagi para pelaku usaha untuk meluaskan pasarnya sekaligus menambah omzet yang akan 46

VISI • EDISI 38 • 2021

diperoleh. Salah satu pedagang yang memanfaatkan e-commerce, Firda Prestisia (21) mengungkapkan selain memiliki kios sendiri untuk berjualan, ia juga menggunakan e-commerce untuk memperluas pasarnya. Firda memanfaatkan e-commerce untuk memasarkan dagangan hijabnya yang sudah berjalan selama tiga tahun.


ASPIRASI MASYARAKAT- Salah satu bentuk perlawan dan kritik masyarakat terhadap situasi politik ialah dengan menggunakan seni mural (Dok. Pribadi)

TEPI JAMAN – Pasar tradisional kini menghadapi tantangan baru yakni kehadiran platform e-commerce seperti Shopee, Lazada, Tokopedia, dan sebagainya. (Dok.VISI/Rifai)

Firda mengaku e-commerce sangat membantunya dalam menambah jumlah pendapatan. Tak hanya itu, ia pun memanfaatkan fitur digital lain seperti Instagram Ads untuk membantu promosi dagangannya. “Lebih membantu usaha soalnya menambah pemasukan. Apalagi pas awal pandemi kios tutup. Jadi jualan di Shopee (salah satu platform e-commerce -red) bisa tetap menstabilkan

pendapatan saya,” ungkap Firda. Meskipun pasar tradisional seolah menghadapi persaingan yang ketat dengan e-commerce, ada kelebihan pasar tradisional yang tidak dimiliki oleh e-commerce. Kelebihan tersebut antara lain kegiatan tawar menawar dan konsumen yang dapat melihat kualitas barang secara langsung. Jollye mengatakan meskipun e-commerce

VISI • EDISI 38 • 2021

47


TEPI JAMAN – Pasar tradisional kini menghadapi tantangan baru yakni kehadiran platform e-commerce seperti Shopee, Lazada, Tokopedia, dan sebagainya. (Dok.VISI/Rifai)

sudah menjadi kebutuhan yang menawarkan berbagai kemudahan, dirinya masih belanja di pasar tradisional. “Untuk belanja di pasar tradisional juga masih. Apalagi kalau membutuhkan sayur dan daging harus langsung membeli. Walaupun juga ada juga pemesanan lewat online. Tetap langsung ke pasar sendiri guna mendapatkan barang dengan kualitas bagus dan harga terjangkau,” jelasnya. Jollye menambahkan, dari segi kelengkapan barang, e-commerce menawarkan barang yang lebih lengkap. Sedangkan ketika dibandingkan dengan pasar tradisional, Jollye menilai barang di pasar tradisional kurang lengkap. Berdasarkan data yang dihimpun VISI, e-commerce mempunyai sistem One Way Gate yang diterapkan e-commerce. One Way Gate

adalah sistem aplikasi yang memuat beragam kebutuhan pengguna dalam satu pintu. Hal ini memudahkan pengguna untuk berbelanja karena dengan satu aplikasi, pengguna dapat dengan mudah memenuhi kebutuhannya. Selain itu, dewasa ini, e-commerce dilengkapi fitur e-wallet sehingga semakin mempermudah transaksi jual beli melalui aplikasi e-commerce. Meskipun e-commerce menawarkan berbagai keunggulan, hal tersebut tidak menafikan bahwa peminat berbelanja di pasar tradisional masih tinggi. Hal ini disebabkan terdapat komoditas perdagangan yang lebih unggul dan hanya dijual melalui pasar tradisional. Misalnya komoditas barang mentah, sayur mayur, dan kebutuhan pokok mudah basi lainnya.

(Vika, Diva, Bagas) 48

VISI • EDISI 38 • 2021


PUISI

TIKUS-TIKUS BUNCIT Oleh: Priska BS Mahasiswa Komunikasi Terapan UNS

Merayap dalam kegelapan Dengan diam membuat kerusuhan Berlagak seolah semuanya tenang Kami... hanya berharap keadilan datang Ruangan bukannya senyap Seolah tidur adalah tujuan Duduk dengan mata tertutup rapat Sedang masalah tengah diperdebatkan Janji dulu hanya buaian Agar pilihan tetap ditangan Hilir-mudik bersuka-ria Kami sengsara tanpa terasa Ooo sayang negeriku sayang Kenapa kau punya isi bak gulungan benang? Aturan kusut masai tak terjalankan Hasilpun hilang tak terhitung triliunan Karena mereka!!! Sebab mereka!!! Para tikus-rltikus buncit!!! Yang katanya tinggal di Istana Megah Tapi ternyata hanya segunung tumpukan sampah Tikus-tikus buncit Katanya sebagai makhluk yang berada Tapi tetnyata hanya mengada-ada Tikus-tikus buncit Mengaku sebagai makhluk yang bijaksana Tapi ternyata tak lebih dari makhluk yang tercela Tikus-tikus buncit Mempunyai banyak dosa Tapi berasa akhirat hanya gurauan belaka

VISI • EDISI 38 • 2021

49


DARI RUMAH – Pandemi yang belum menunjukkan tanda penurunan membuat pembelajaran jarak jauh menjadi pilihan utama (Dok.VISI/Rifai)

50

VISI • EDISI 38 • 2021


LAPORAN KHUSUS

Menilik Nasib Sekolah Daring, Efektifkah?

VISI • EDISI 38 • 2021

51


D

i tengah arus perkembangan teknologi saat ini, transformasi secara menyeluruh menuju era digital kian diperlukan. Transformasi yang dikenal dengan istilah digitalisasi ini telah membawa dampak pada berbagai sendi kehidupan manusia. Sejak tahun 2018, beberapa daerah di Indonesia, termasuk Kota Solo, telah mencanangkan program smart city. Smart city dianggap sebagai era baru dalam kehidupan masyarakat urban apalagi di tengah kondisi pandemi seperti saat ini yang membuat aktivitas manusia di luar ruangan menjadi terbatas. Hal ini memaksa manusia untuk memindahkan sebagian kegiatannya melalui media digital. Salah satu kegiatan yang terdampak pandemi Covid-19 adalah kegiatan pendidikan. Dunia pendidikan mengalami beragam penyesuaian dimana kegiatan pembelajaran berubah dari yang sebelumnya tatap muka menjadi pembelajaran jarak jauh. Salah seorang Guru SMA Al-Islam Surakarta, Latifah Darojat mengatakan, kesulitan terbesar yang dialami sekolah selama masa pandemi adalah perubahan sistem pembelajaran melalui perangkat digital. Ia mengungkapkan, kendala tersebut dialami oleh guru maupun siswa. “Selama pandemi, SMA Al-Islam sepenuhnya daring dan belum pernah melakukan tatap muka (pembelajaran -red) karena siswanya berasal dari berbagai daerah dan tidak hanya dari Solo,” ujarnya saat ditemui VISI pada Kamis (12/8). Hal serupa juga dirasakan Indraswirayanti, Guru Bimbingan Konseling SMAN 6 Surakarta. Indra mengungkapkan, sekolah mau tidak mau harus mengubah sistem pembelajaran menjadi daring sepenuhnya akibat pandemi Covid-19. “Kalau untuk masa sekarang daring sepenuhnya dikarenakan kondisi Solo yang masih belum stabil dan masih dalam level 4,” ujarnya saat ditemui VISI pada Jumat (13/8). Proses pembelajaran daring selama pandemi memanfaatkan teknologi digital yang 52

VISI • EDISI 38 • 2021

dinilai oleh sebagian pihak bersifat efektif, efisien, dan mampu mencakup banyak siswa di berbagai wilayah yang berbeda. Contohnya seperti platform Google Meet, Zoom, Google Classroom, dan Microsoft Teams yang dapat terhubung langsung antara siswa dengan guru. Latifah Darojat mengungkapkan, pada awal diberlakukannya pembelajaran daring, dirinya kerap menerima keluhan dari orang tua dan siswa. Keluhan ini terjadi lantaran siswa hanya


LURING LEBIH EFEKTIF – Sebagian pihak menganggap sekolah luring jauh lebih efektif dibanding sekolah daring. Hal ini dilihat dari daya serap materi para siswa (Dok.VISI/Rifai)

diberikan tugas tanpa disertai materi. Tak hanya soal materi pelajaran, Ia mengungkapkan, banyak siswa dan orang tua yang mengeluhkan keterbatasan kapasitas penyimpanan telepon genggamnya karena terlalu banyak aplikasi pembelajaran yang digunakan.. “Tahun lalu guru tidak wajib membuat video pembelajaran atau melakukan pemaparan materi lewat platform teleconference, sehingga bagi orang tua dan siswa, pembelajaran dira-

sa kurang efektif. Banyak juga permasalahan terkait media pembelajaran. Siswa memiliki kesulitan dalam menyimpan banyak aplikasi yang mendukung daring, sehingga pihak sekolah mengevaluasi dan memakai akun belajar.id yang diberikan Kemendikbud agar lebih efisien,” jelas Lathifah. . Perlu Adaptasi Penggunaan teknologi digital yang menjadi solusi atas dampak pandemi Covid-19 tak ayal VISI • EDISI 38 • 2021

53


menimbulkan berbagai kendala, baik yang dialami oleh siswa maupun guru. Sebagian siswa merasakan kendala sinyal, peralatan, kemampuan menggunakan teknologi, hingga daya serap siswa terhadap mata pelajaran yang diajarkan. Kendala tersebut juga dirasakan para guru. Hal ini diperparah dengan kendala lain seperti sulitnya mengkoordinasi murid karena tidak semua orang tua murid dapat bekerja sama dalam membimbing anaknya selama pembelajaran jarak jauh. Perubahan sistem pembelajaran yang dilakukan secara daring membawa dampak terhadap para siswa dalam memahami materi. Indraswirayanti mengatakan setiap siswa memiliki kemampuan berbeda-beda dalam belajar secara tatap muka atau daring. “Biasanya kalau anak yang rajin saat tatap muka menjadi tidak rajin karena pusing saat sekolah daring. Sementara kalau belajar secara luring dia tidak terlalu mampu tapi saat daring malah lebih mampu (mengikuti pelajaran -red). Tetapi kalau keduanya dia tidak bersemangat memang ada masalah dengan siswanya,” jelasnya. Siswa SMA Al Islam, Ahmad Alhan Fathi (18) menuturkan dirinya merasa kurang dapat memahami pelajaran dengan metode pembelajaran jarak jauh. Ia menyayangkan ada beberapa hal yang tertulis di dalam buku, tetapi tidak dapat ditanyakan lantaran guru belum menjelaskan. “Kalau saya pribadi untuk pembelajaran daring, pemahamannya kurang karena kita tidak tahu (materinya -red). Ingin bertanya soal pelajaran Biologi ITP itu apa, ATP itu apa, guru tidak menjelaskan, tetapi ada di buku pelajaran. Ditambah sering ada kendala sinyal dan juga distraksi yang lebih banyak saat mengakses internet,” tutur Ahmad saat dihubungi VISI, Selasa (17/8). Hal senada diungkapkan Brigitta Anindya, siswi SMAN 6 Surakarta. Siswi yang akrab dipanggil Gita tersebut mengatakan, sistem penyampaian materi dilakukan hanya sekali saja sehingga dirasa kurang cocok. Menurut Gita, siswa akan lebih memahami materi apa-

54

VISI • EDISI 38 • 2021

bila disampaikan secara berulang. Gita mengatakan, siswa sering kali merasa takut terjadi miskomunikasi antara siswa dengan guru. Hal ini menyebabkan siswa merasa takut untuk bertanya dan memilih untuk belajar sendiri. “Terkadang siswa kurang paham dalam memahami materi, apalagi pembelajaran yang cocok diterapkan adalah penjelasan yang berulang. Siswa mengatasi masalah tersebut dengan memberanikan tanya ke guru, mencari materi di internet seperti di youtube,” ungkapnya saat dihubungi VISI pada Jumat (20/8). Tak hanya sistem penyampaian materi, sistem ujian pun juga berubah. Sistem ujian saat ini mempunyai perbedaan antara seko-


RINDU SEKOLAH – Banyak pelajar yang merindukan sekolah luring dikarenakan dapat bertemu teman sekaligus materi lebih mudah dipahami secara langsung (Dok.VISI/Rifai)

lah negeri maupun sekolah swasta. Sistem ujian di sekolah negeri dibantu oleh pihak ketiga untuk meminimalisir kecurangan siswa. Dengan menggunakan bantuan dari pihak ketiga, siswa tidak dapat mengakses atau membuka aplikasi atau web pencarian lain saat sedang mengerjakan ujian. “Kami bekerja sama dengan pihak ketiga yang mempunyai sistem untuk mendeteksi siswa sudah mengerjakan atau tidak. Untuk sistemnya pun nanti akan dipantau kalau tidak bergerak dalam jangka 15-30 menit takutnya ditinggal tidur,” ujar Indraswirayanti. Lain halnya dengan sekolah swasta. Sistem ujian di sekolah swasta dilakukan melalui laman web milik sekolah itu sendiri dan peserta ujian tidak dapat keluar dari laman tersebut saat ujian sedang

berlangsung. Namun, Lathifah mengaku, hal ini belum dapat meminimalisir kecurangan karena selama mengerjakan ujian siswa masih dapat membuka aplikasi dan web lain, sehingga tidak menutup kemungkinan terjadi kecurangan antar para siswa. “Pelajar saat ini semakin pintar. Walaupun website (laman web ujian -red) sudah dibuat sedemikian rupa dengan urutan soal yang diacak, selalu ada kecurangan seperti siswa yang menggunakan lebih dari satu perangkat. Kita tidak bisa mengontrol (tingkah laku murid -red),” beber Latifah Darojat. Namun, baik Lathifah maupun Indraswirayanti, keduanya mengaku hanya bisa mengupayakan pengawasan dan pencegahan semaksimal mungkin. Keduanya juga menekankan pada para siswa untuk mengedepankan kejujuran. Latifah mengatakan kondisi pandemi seperti saat ini merupakan ujian terhadap integritas siswa dalam hal kejujuran. Lathifah berharap, siswa memiliki kesadaran dan kontrol diri untuk belajar dan dapat meningkatkan integritas. Ia juga berharap untuk segera tatap muka dan bisa mengedepankan kejujuran dalam belajar. Hal senada diungkapkan Ahmad maupun Gita. Keduanya berharap agar kegiatan belajar mengajar dapat kembali bertatap muka seperti semula. “Saat ini sudah ada vaksin. Mungkin setidaknya bisa diadakan kegiatan belajar tatap muka di sekolah dua kali seminggu. Sistemnya mungkin digilir. Misalkan minggu ini kelas berapa sama kelas berapa dan seterusnya. Soalnya kan bisa mendongkrak pemahaman siswa sama siswi dan lebih mengenal sekolah,” pungkas Ahmad.

(Anggie, Deamita, Isyfina)

VISI • EDISI 38 • 2021

55


Menyoal Nasib Parkir Elektronik di Kota Solo

56

VISI • EDISI 38 • 2021


LAPORAN KHUSUS

PARKIR ELEKTRONIK – Salah satu penunjuk penerapan parkir elektronik yang tepasang di kawasan Singosaren Solo (Dok.VISI/Gede) VISI • EDISI 38 • 2021

57


P

ertumbuhan kendaraan di Indonesia saat ini kian pesat, tak terkecuali Kota Solo. Data yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Solo pada tahun 2020 menyebutkan, jumlah kepemilikan kendaraan bermotor di Kota Solo mencapai 26.556 unit kendaraan. Dari jumlah tersebut, sepeda motor menjadi kendaraan paling banyak dimiliki warga Solo dengan total 20.266 unit.

Jumlah kendaraan tersebut belum ditambah dari pemilik kendaraan di area Solo Raya yang beraktivitas di Kota Solo. Alhasil, kondisi ini menuntut Pemerintah Kota Solo untuk menyediakan lahan parkir yang memadai. Melihat potensi lahan parkir di Kota Solo ternyata digunakan oleh oknum nakal untuk ngepruk (memaksa pengguna untuk membayar lebih -red) pengguna kendaraan bermotor saat menggunakan lahan parkir. Sejumlah pihak menilai, parkir liar menjadi lahan basah bagi oknum juru parkir (jukir) dalam meraup untung. Hal senada diungkapkan Pengamat Kebijakan Publik, Desiderius Priyo Sudibyo. Ia mengaku, kerap menemukan pelanggaran berupa parkir liar yang marak di Kota Solo. “Pelanggaran parkir itu terjadi karena lahan parkir nya tidak memadai, tidak sesuai dengan kapasitas sepeda motor atau mobil yang diparkir disana. Dari pengamatan saya, ternyata di Solo ini yang paling banyak terjadi pelanggaran parkir liar itu ada di Jalan Adi Sucipto terutama di kawasan Ursulin Regina Pacis serta Jalan Urip Sumohardjo di kawasan Pasar Gede,” jelas Sudibyo saat dihubungi VISI, Sabtu (4/9). Tak hanya itu, Sudibyo mengungkapkan, seringkali parkir liar muncul pada momenmomen tertentu. Sudibyo menyebutkan momen pernikahan ataupun gelaran event. “Yang agak meresahkan adalah ketika ada momen pernikahan. Misal parkir di gedung 58

VISI • EDISI 38 • 2021

PASANGAN CALON WALIKOTA DAN WAKIL WALIKOTA SOLO - Potret kampanye virtual (kiri) dan antusiasme warga Solo dalam mengawal pasangan calon walikota dan wakil walikota (kanan) (Dok. Internet)

sudah tidak bisa menampung lagi, maka akan melebar ke jalanan dan mengganggu transportasi umum. Misalnya saja di Hotel Dana. Nah, kemudian tarif parkir juga seenaknya. Kita sebagai konsumen kan tidak nyaman untuk menolak, misal Rp10.000 atau Rp5000 yang seharusnya parkirnya tidak segitu,” beber Sudibyo. Melihat kondisi seperti itu, berbagai cara ditempuh oleh Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Solo untuk menuntaskan permasalahan parkir liar ini. Salah satunya adalah menerapkan kebijakan parkir elektronik. Berbeda dengan parkir konvensional, parkir elektronik memanfaatkan layanan digital termasuk metode pembayaran. Parkir elektronik mencatat jam keluar masuk parkir dan menerapkan tarif parkir progresif, sedangkan parkir konvensional hanya menggunakan tarif flat hanya diberi karcis. Parkir elektronik saat ini diterapkan Kawasan Coyudan dan Singosaren. Kebijakan parkir elektronik di Kota Solo


MESIN RUSAK – Sejumlah mesin tiket parkir elektronik rusak. Pantauan VISI menyebut alat tersebut benar-benar tidak dapat digunakan (Dok.VISI/Gede)

diresmikan pada tahun 2017. Saat itu, lokasi penerapan parkir elektronik berada di Jalan Dr. Radjiman mulai dari simpang empat Nonongan hingga simpang empat Singosaren. Pada perkembangannya, area parkir elektronik pun diperluas hingga sepanjang Jalan Gatot Subroto ruas Singosaren – Pasar Pon. “Parkir elektronik sendiri saat itu merupakan Instruksi Kementerian Dalam Negeri untuk menciptakan inovasi pembayaran non tunai. Selain itu, penerapan parkir elektronik juga mendukung Bank Indonesia untuk menyukseskan gerakan non tunai,” ujar Agus Irianto, Staf Seksi Parkir Umum dan Khusus, Dishub Kota Solo, saat ditemui VISI di Kantor Dishub Surakarta, Kamis (2/9). Agus menuturkan, sistem pembayaran parkir elektronik di Kota Solo menggunakan kartu uang elektronik yang dikeluarkan oleh bank. Tak hanya itu, Agus mengungkapkan,

tarif yang diterapkan dalam parkir elektronik merupakan tarif progresif. Menurutnya, ini merupakan salah satu keunggulan dibandingkan sistem parkir konvensional. Dirinya mengatakan, tarif progresif yang diterapkan saat ini berdasarkan Perda No. 9 Tahun 2011. Agus menjelaskan, tarif parkir yang berlaku akan bertambah 100% setiap jamnya. “Dengan adanya tarif progresif, masyarakat lebih percaya dengan tarif yang dikenakan karena di dalam struknya tertera waktu masuk dan keluarnya dari jam berapa sampai jam berapa. Itu mendukung program tarif progresif kita,” terang Agus. Agus mengatakan menurut rencana sistem parkir elektronik akan diperluas di seluruh Kota Solo. Akan tetapi, dirinya mengatakan saat ini kendala utama dari kebijakan ini adalah anggaran sehingga memerlukan waktu yang relatif lama untuk penerapan sistem ini secara keseluruhan. Temui Kendala Meskipun parkir elektronik merupakan inovasi baru dalam sistem parkir di Kota Solo, tak ayal muncul beragam kendala yang menyertainya. Mulai dari kendala kualitas sumber daya manusia (SDM), kondisi peralatan, hingga praktek di lapangan. Dalam pantauan VISI, penerapan parkir elektronik di Kota Solo khususnya di kawasan Singosaren, masih menerapkan sistem yang mirip dengan sistem konvensional. Hal ini terlihat dari adanya jukir yang masih menuliskan plat nomor kendaraan pada struk parkir dan membayarkan uang parkir secara tunai. Berbeda dengan sistem yang diharapkan sebelumnya dimana pengguna dapat membayar dengan uang elektronik. Hal ini berbeda apabila dibandingkan dengan sistem parkir di luar negeri. Salah satu negara yang menerapkan sistem parkir self service (layanan mandiri) adalah Australia. Di Australia, pemilik kendaraan yang sudah memarkirkan kendaraan, harus mengisi plat nomor kendaraan pada mesin parkir terdekat. Untuk membayar parkir cukup dengan menggesek kartu kredit saja. Menanggapi hal tersebut, Agus mengatakan, adanya juru parkir yang masih melayani pemilik kendaraan merupakan bentuk sosialisasi yang VISI • EDISI 38 • 2021

59


TARIF PROGRESIF – Sistem tarif parkir di Kota Solo sebenarnya telah menerapkan tarif parkir progresif, meskipun dalam pantauan VISI, sejumlah titik masih belum menerapkannya (Dok.VISI/Gede)

dilakukan Dishub Kota Solo. Ia mengatakan pihak Dishub sudah melatih jukir di lokasi tersebut mengenai sistem parkir elektronik. “Ini bentuk sosialisasi (parkir elektronik -red). Kita sudah sosialisasi di media sosial tapi masyarakat pasti masih ada yang bingung. Itulah kenapa kita tetap menggunakan sumber daya manusia. Jadi masyarakat bisa memilih mau pakai konvensional atau yang elektronik,” ucap Agus. Agus mengaku, selain masalah penerapan kebijakan itu, pihaknya masih menemui kendala lain seperti kualitas SDM. Ia mengatakan, sebagian jukir di Kota Solo masih belum mahir menggunakan teknologi saat ini. “Jadi memang terkait usia (jukir -red) juga. Jadi usianya sudah tidak muda lagi. Kita terus menerus memberikan pelatihan dan petugas yang 60

VISI • EDISI 38 • 2021

memantau juga memberikan arahan,” sambung Agus. Tak hanya itu, kondisi peralatan parkir juga menjadi kendala. Menurut Agus, alat yang digunakan dalam sistem parkir elektronik beberapa kali mengalami kerusakan. Hal ini disebabkan sifat alat parkir elektronik yang ringkih. “Kadang-kadang alat ini kan ringkih. Memang kalau ada alat yang bermasalah segera kita cari solusinya biar pelayanan tidak bolong,” jelas Agus. Dukung Smart City Kebijakan penerapan parkir elektronik yang terbilang baru di Kota Solo digadang-gadang akan mendukung pengembangan Kota Solo sebagai Smart City. Pengamat kebijakan publik, Desiderius Priyo Sudibyo mengatakan, jika


melihat dari konsep Smart City sendiri, maka sistem parkir elektronik menjadi cara untuk mewujudkan konsep tersebut. “Kalau indikatornya adalah penggunaan teknologi, informasi, dan komunikasi, saya kira memang sudah sesuai ya dengan Smart City. Tapi dari saya pribadi Smart City itu berkenaan dengan fasilitas yang digunakan secara elektronik dan bagaimana perilaku warga kota mendukung ke arah sana,” jelas Sudibyo. Menurut Sudibyo, tantangan bagi Pemkot Solo saat ini adalah sosialisasi di tengah masyarakat. Tak hanya itu, Sudibyo menegaskan pentingnya mengubah perilaku masyarakat apabila Kota Solo ingin menerapkan konsep Smart City.

“Mengubah perilaku dalam konteks kebijakan itu tidak instan. Ada proses yang cepat-lambatnya tergantung dari respon warga. Respon warga juga tergantung dari contoh nyata yang dilakukan oleh pembuat kebijakan dan jajarannya. Saya kira memang kalau ada contoh dan itu baik, maka akan lebih cepat untuk beradaptasi dengan program Smart City di Kota Solo,” pungkas Sudibyo.

(Gede, Dila, Inas) VISI • EDISI 38 • 2021

61


REFLEKSI

TUNA, Pemimpin, dan Kecerdasan Emosional: Sebuah Refleksi Keadaan Dunia Saat Ini Raditia Yoke Pratama Mahasiswa Sosiologi FISIP UNS

B

erbicara mengenai abad ke-21, tidak lain tidak bukan, teknologilah yang berhasil menjadi penyebab perubahan yang signifikan di hidup manusia. Singkat cerita, kita telah masuk di era pandemi Covid-19 mulai dari tahun 2019 lalu. Berbagai cerita muncul dengan adanya pandemi tersebut. Kaget, bingung, gelisah, tidak pasti, manuver, dan segala macam perasaan hinggap di tiap orang yang merasakannya. Seluruh dunia merasakan dampaknya. Tidak ada yang siap. Semua kalang kabut menghadapi disrupsi yang ada, tidak terkecuali

62

VISI • EDISI 38 • 2021

Indonesia. Menariknya, jika berbicara mengenai pandemi, ternyata ini adalah momen yang pasti akan terulang sekali setiap satu abadnya. Tepat satu abad sebelumnya, yaitu 1918, dunia terjangkit pandemi flu spanyol yang menewaskan puluhan juta manusia. Bahkan dilansir dari beberapa sumber, jumlah korban flu spanyol melebihi korban Perang Dunia I. Dari sini, manusia belajar bahwa pandemi adalah hal yang bisa jadi terjadi setiap abadnya. Di samping itu, banyak sekali perubahan yang diakibatkan adanya pandemi. Salah satunya adalah desain


interior . yang menjadi lebih terbuka pasca pandemi flu spanyol. Tidak jauh berbeda dengan Covid-19, perubahan-perubahan juga terjadi, mulai dari kebiasaan kerja dan sekolah secara daring, penambahan fasilitas kebersihan di berbagai tempat publik, hingga bangunan yang juga direkomendasikan harus mengandung ventilasi yang cukup. Manusia harus benar-benar siap akan ketidakpastian kondisi hidup di dunia ini. Sampai akhirnya tercetus juga istilah TUNA sebagai kata yang merepresentasikan keadaan dunia sekarang. Apa itu TUNA? TUNA adalah sebuah akronim dari Turbulency, Uncertainty, Novelty, dan Ambiguity. Sebelum adanya TUNA ini, dunia mengenal istilah VUCA atau Volatility, Uncertainty, Complexity, dan Ambiguity. VUCA merupakan konsep yang digunakan oleh militer selama tahun 90-an. Kemudian juga digunakan oleh sekolah bisnis agar dapat mengelola situasi bisnis yang dapat diprediksi. Namun, secara esensi keduanya memiliki makna yang hampir sama. Hanya saja TUNA merupakan akronim yang berasal dari Oxford, berbeda dengan VUCA. TUNA hadir atas keadaan dunia saat ini yang tidak pasti, terus berubah, tidak dapat diprediksi, dan sangat kompleks. Tidak ada lagi solusi yang “one-size-fits-all” untuk sebuah masalah. Maka dari itu, penting sekali untuk belajar secara esensial dan strategis. Mari kita bedah satu per satu apa maksud dari TUNA atau Turbulency, Uncertainty, Novelty, dan Ambiguity. Turbulency adalah sebuah keadaan terganggu karena perubahan yang tidak dapat diprediksi dan dikontrol. Kondisi dunia pasca pandemi Covid-19 ini menyadarkan kita semua bahwa sesuatu yang tidak dapat diprediksi dan dikontrol sangat mungkin terjadi. Lihat saja, seberapa banyak dampak pandemi terhadap perekonomian di masyarakat kita. Di lain sisi muncul para miliarder baru, namun di sisi yang lain semakin banyak orang menjadi miskin, bahkan yang sebelumnya berstatus menengah ke atas bisa saja menjadi menengah ke bawah. Begitu pun sebaliknya.

Uncertainty adalah ketidakpastian. Tidak ada yang mampu menjamin kepastian kondisi yang akan datang. Semua serba dinamis dan mungkin berbeda. Lalu, apa yang perlu kita siapkan? Sudah pasti adalah berbagai macam alternatif solusi dan rencana. Tidak sampai di situ, strategi di tiap rencana juga diperlukan guna menimbang mana yang paling baik dan mana yang berpotensi gagal. Novelty adalah sesuatu hal yang baru atau kebaruan. Dengan dinamisnya keadaan dunia, sesuatu hal yang baru akan terus muncul. Otomatis, manusia juga akan selalu dituntut untuk berinovasi, menciptakan solusi yang paling relevan, serta menyingkirkan hal yang sudah usang. x berarti bermakna lebih dari satu atau bisa disebut juga bermakna ganda. Dengan berkembangnya teknologi dan informasi di era saat ini, banjirnya informasi juga mulai bermunculan sehingga menimbulkan kesulitan bagi penerima informasi menyaring informasi yang diterima. Maka dari itu, berpikir kritis di sini menjadi sangat diperlukan agar tidak mudah termakan oleh hoaks atau informasi yang salah. Keempat pengertian mengenai TUNA di atas menggambarkan bagaimana kondisi dunia saat ini. Majunya teknologi dan informasi ternyata juga menyumbang tantangan yang besar bagi peradaban abad ke-21. Teknologi memberikan kemudahan bagi umat manusia dalam menyelesaikan pekerjaannya, di lain sisi teknologi pula lah yang memberikan berbagai problematika baru bagi umat manusia. Inilah pembahasan yang menarik, terutama bagi pemimpin di era TUNA ini.

VISI • EDISI 38 • 2021

63


SPEKTRUM

JAJAL GRABWHEELS – Wali Kota Solo, Gibran Rakabuming Raka mencoba GtabWheels di City Walk Slamet Riyadi (Dok.Internet)

Sensasi Asik Mengelilingi Kota Solo Bersama GrabWheels

Mendengar kata skuter membuat terbayang akan serunya meluncur ria di jalanan lengang sambil menikmati pemandangan. Tak perlu lelah mengayuh seperti sepeda onthel, skuter melaju cukup dengan sedikit hentakan kaki. Bagi sebagian kalangan, bermain skuter menjadi nostalgia masa kecil tersendiri. Bagi sebagian kalangan juga, bermain skuter menjadi pengalaman baru yang mengesankan. Grab, perusahaan layanan dan jasa transportasi berbasis aplikasi, menawarkan inovasi skuter dengan penggerak tenaga listrik (e-scooter) yang memberi pengendara akses ke moda mobilitas pribadi. E-scooter yang diluncurkan pada Mei 2019 lalu di BSD City Tangerang ini memiliki julukan GrabWheels. Layanan GrabWheels hingga kini sudah tersebar di beberapa kota besar seperti Jakarta, Bandung, dan Yogyakarta. Meskipun kehadirannya sempat menuai kontroversi karena memakan sejumlah korban akibat laka lantas, layanan ini kembali hadir dengan protokol keamanan dan kesehatan yang lebih ketat usai diterbitkannya Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) No.45/2020 mengenai Kendaraan Tertentu dengan Menggunakan Penggerak Motor Listrik. Dilansir dari liputan6. 64

VISI • EDISI 38 • 2021

com, Rizky Kramadibrata selaku Presiden Grab Indonesia mengatakan masyarakat Indonesia menyambut baik kembalinya GrabWheels ditunjukkan dengan peningkatan minat. Hal ini membuat Grab berkomitmen untuk terus menciptakan inovasi melalui GrabWheels. Belum lama ini, Grab memutuskan memperluas sayap dengan menghadirkan GrabWheels di Kota Solo. Grab Indonesia meresmikan GrabWheels di Kota Solo pada 9 April 2021 di Perempatan Pasar Pon, Jalan Slamet Riyadi Solo. GrabWheels meluncurkan 20 unit skuter elektrik untuk Kota Solo. “Semoga melalui inisiatif dan kerjasama ini dapat dimanfaatkan dan membantu masyarakat Solo agar dapat beraktivitas dengan aman dan nyaman, serta mewujudkan konsep Solo Smart


City yang dapat dijadikan contoh bagi kota lainnya di Indonesia,” ungkap Ridzki Kramadibrata, President of Grab Indonesia, melalui jateng.antaranews.com. Kehadiran GrabWheels di Kota Solo sendiri disambut baik oleh Walikota Solo Gibran Rakabuming Raka. Gibran mengapresiasi upaya Grab untuk turut mendukung program Solo Smart City. Dilansir dari jateng.antaranews.com, Gibran mengucapkan terima kasih pada Grab atas inisiatifnya untuk membantu menghijaukan Kota Solo dengan mengurangi emisi karbon melalui kendaraan berbasis listrik, GrabWheels, yang diluncurkan pada April 2021. Untuk menyukseskan peluncuran layanan ini, Grab bekerja sama dengan Dinas Perhubungan (Dishub) Solo. Kepala Dishub Kota Solo, Hari Prihatno mengatakan, awalnya Grab mengajukan permohonan untuk beroperasi secara umum di jalan. Namun, setelah mempertimbangkan keselamatan pengendara, GrabWheels akhirnya diperbolehkan beroperasi hanya di kawasan city walk. “Tujuannya agar masyarakat bisa jalan di luar batas (daerah bebas kendaraan bermotor -red) atau di daerah yang sangat aman untuk kegiatan tersebut,” ungkap Hari Prihatno saat dihubungi VISI melalui panggilan suara, Selasa (10/8). Meskipun terbilang baru, sebagian kalangan menilai GrabWheels sukses menarik antusiasme masyarakat Solo. Agung (19), warga Solo mengaku dirinya menggunakan layanan GrabWheels untuk bersenang-senang bersama teman dan kerabat serta merekam momen indah sambil berkeliling Kota Solo. Ia mengaku tertarik untuk mencoba mengendarai GrabWheels karena bisa menjadi pengalaman baru apalagi pada masa kemajuan revolusi industri ini. “Dengan adanya layanan e-scooter dari Grab ini semoga dapat dimanfaatkan sebagai hiburan bagi warga Kota Solo serta membantu kemudahan transportasi,” ujar Agung saat dihubungi VISI. Dirasa Kurang Hadirnya GrabWheels di Kota Solo tidak lepas dari kerjasama strategis antara pihak Grab dengan Pemerintah Kota (Pemkot) Solo. Kerja sama ini bertujuan untuk mendukung program Solo Smart City, konsep kota yang melibatkan teknologi pada beberapa dimensi yakni smart

governance, smart mobility, smart living, dan smart economy. Kerjasama Grab dan Pemkot Solo dalam menghadirkan GrabWheels sebagai kendaraan listrik bebas emisi ini utamanya untuk mendukung konsep smart mobility. Disisi lain, Hari Prihatno berpendapat kehadiran GrabWheels masih kurang signifikan dalam penyuksesan program Solo Smart City. Pasalnya, wujud penggunaan GrabWheels hanya pada perubahan perilaku masyarakat dari yang awalnya menggunakan kendaraan berbahan bakar fosil ke kendaraan listrik. “Ruang lingkup penggunaan GrabWheels masih terlalu kecil sehingga dampaknya belum berpengaruh banyak. Kedepannya semoga bisa dibuka juga layanannya di Taman Balekambang dan Taman Satwa Taru Jurug untuk tujuan kegiatan wisata,” sambung Heri. Terlepas dari perdebatan tersebut, GrabWheels tetap menjadi salah satu moda yang menarik untuk dicoba. Untuk menggunakan layanan ini syarat dan ketentuannya cukup mudah. Pengguna wajib bermasker, menggunakan helm yang sudah disediakan oleh pihak Grab, minimal berusia 21 tahun dan tentunya memiliki aplikasi Grab. Terdapat dua shelter sebagai titik keberangkatan dan kepulangan yakni di utara Sami Luwes dan Solo Grand Mall dengan rute perjalanan di sepanjang citywalk Jalan Slamet Riyadi. Layanan ini beroperasi setiap hari mulai pukul 9 pagi hingga 5 sore. Selanjutnya pengguna hanya perlu mengakses layanan GrabWheels melalui aplikasi Grab dengan saldo minimal Rp10.000 yang kemudian akan diarahkan petugas shelter untuk mengakses e-scooter tersebut. Setelah itu pengguna melakukan pembayaran dan mengecek kondisi skuter yang akan digunakan. Untuk mengetes rem skuter bisa dengan menekan tombol merah. Sebelum berangkat pengguna wajib menggunakan helm yang sudah disediakan dan skuter siap untuk diluncurkan. Perlu diingat bahwa layanan GrabWheels hanya bisa dijalankan di sepanjang rute citywalk Slamet Riyadi dan apabila keluar dari area tersebut, skuter yang dilengkapi GPS ini otomatis tidak bisa melaju atau dalam keadaan mati. Selamat mencoba!

(Saras, Davieq)

VISI • EDISI 38 • 2021

65


CERPEN

Ruang Gelap Oleh: Elly Shofia Mataku menyapu seluruh ruangan. Gelap, basah dan dingin. Nafasku memburu, kulitku seperti berkeringat tapi aku tak bisa merasakan basah keringatnya. Entah sudah berapa ratus kali aku berlarian kesana kemari, memanggilmanggil siapapun di ruang gelap ini. Hasilnya tetap saja sama, jangankan ada yang membalas teriakanku, yang kudengar justru gaung dari teriakanku sendiri. Aku ingin menangis tapi air mata tak mau keluar. Kadang aku merasa ada yang memanggilku. Namun, saat ku cari asal sumber suara itu tetap tak ada hasilnya. Setiap suara seperti memantul pada dinding gelap dan berputar-putar di langit-langit gelap. Sejauh mata memandang hanyalah gelap, gelap, dan gelap. Aku sendiri sudah tak ingat siapa diriku, bagaimana aku bisa ada disini, tempat macam apa ini, bahkan aku tak tahu sebenarnya aku ini masih hidup atau tidak. “Dira….” Suara itu terdengar lagi, aku menatap sekeliling tetap saja sama. Suara itu berbeda dari yang beberapa saat lalu aku dengar, tapi aku merasa itu juga salah satu suara yang tak pernah berhenti aku dengar selama aku terjebak dalam ruang kosong ini. “Kau tahu Dira, aku membawa kabar gembira. Aku tahu kau bisa mendengarku, jadi akan ku katakan padamu. Tapi kamu harus janji setelah mendengar kabar ini kamu harus bangun ya.” Suara itu terjeda, entah kenapa aku diam. Menahan napas, seakan sangat menunggu kabar apa yang akan disampaikannya. “Agam meninggalkan Lara.” Suara itu terdengar berbisik, dan terasa sangat nyata di telingaku. Aku menegang, aku tak mengerti apa maksudnya, tapi aku merasakan sesuatu, entahlah aku bingung. Aku merasa seakan belati yang tertancap di hatiku telah dicabut, meski rasanya sungguh perih sekarang. Entahlah, “Aku tahu semua orang menentangmu dalam hal ini Dira, bahkan aku. Tapi aku mohon bangunlah. Ini yang kau perjuangkan selama ini bukan? Bangun Dira!!!” suara itu semakin meninggi. 66

VISI • EDISI 38 • 2021

Aku masih diam mematung, mencoba memahami apa yang ku rasakan. Sekarang aku merasa lemas selemas-lemasnya. Sekarang aku sungguh akan menangis, dan aku bisa merasakan air mata hangat mengalir dari mataku, walau aku tak bisa merasakan basahnya. “Dira, ohhh Dira. Jangan menangis aku mohon, maafkan aku. Baiklah, sungguh aku menentang ini dulu tapi setelah melihat semua ini. Barangkali Tuhan pun merestuimu, mungkin setelah kau bangun aku bisa berjanji akan mendukungmu.” Aku masih diam, benar-benar aku tak mengerti. Namun air mataku terus bercucuran. “Berhentilah menangis Dira, aku mohon. Baiklah, aku janji akan mendukungmu nanti. Sungguh, tapi kau harus bangun dulu Dira.” Sekarang aku merasa tanganku hangat, seakan tanganku digenggam erat. “Dira!!!! Tanganmu bergerak! Ohhh…” Suara perempuan itu kian memekik. Lalu aku merasa suntikan energi dalam diriku. Tubuhku melayang di udara. Mataku terbuka dan sorot cahaya putih menyilaukan menusuk mataku. “Dira. Ya Tuhan!” Perlu beberapa saat untuk mataku menyesuaikan cahaya. Hal pertama yang kulihat adalah warna putih. Bau obat-obatan segera menyergap hidungku. telingaku juga mulai mendengar bunyi beep beep. Tapi tubuhku masih mati rasa, aku belum bisa menggerakkan apapun. Lalu tanpa aba-aba tubuhku didekap, didekap sangat erat. Bahkan hingga mataku mengeluarkan air mata. Otakku masih berpacu, mencoba mencerna apa yang terjadi. “Kau memang Gila! Kau baru bangun setelah ku katakan itu.” Aku menatap wajah itu lama, ya aku ingat. Dia Biba, sobat karibku. Kuamati dia, matanya sembab, wajahnya kusut tak terurus. Tidak seperti biasanya pikirku, bukankah dia selalu cantik mempesona? Tunggu, aku sungguh ingat segalanya! Lama kami saling berpandangan tanpa mengucapkan sepatah kata, tiba-tiba ia berlari keluar. Aku masih tetap diam. Hanya mataku yang


mau bergerak, selebihnya masih diam saja. Aku merasa tenggorokanku sangat kering, sangat kering hingga ketika aku menelan ludah rasanya menyakitkan. Aku mencoba melihat sekitar, ada air, tapi aku hanya bisa memandanginya. Lalu gelas itu bergerak, mendekat ke arahku. Tidak terbang tentu saja, seseorang membawanya. Air mataku kembali mengalir, dia datang. Dia membawakan air untukku. “Kubantu minum.” Suara itu seakan menyetrum tubuhku. Ingin rasanya aku menangis meraung-raung, bangkit mendekapnya, mendekapnya sanga erat, sangat-sangat erat. Setelah ia membantuku minum, aku mulai merasakan anggota tubuhku menuruti perintahku untuk bergerak. Tapi aku masih diam, mulutku masih enggan terbuka. Ia memelukku, sangat erat, seperti yang kuharapkan tadi. Dia menangis dan telingaku mendengar isakannya. “Jangan lakukan ini lagi kumohon.” Otakku berteriak meminta tanganku bergerak, dan itu lumayan berhasil. Pelan tapi pasti tanganku ikut mendekapnya. Dan hidungku kupaksa untuk menghirup aromanya dalam-dalam. Dan betapa luar biasanya otakku, ia langsung familiar dengan aromanya. “Aku disini sekarang, dan akan selalu disini. Segeralah pulih, apa kau akan menyiksaku lagi?” Kupaksa lagi bibirku tersenyum, aku rasa berhasil. Karena dia juga ikut tersenyum lalu menciumi tanganku. “Maafkan aku Dira, maaf karena aku telah menyeretmu sejauh ini. Aku sudah mengambil keputusan, aku yakin ini keputusan terbaik.” Aku masih diam. Keputusan terbaik katanya? Setelah semua penderitaan yang kualami ia anggap itu keputusan terbaik? Bahkan aku yakin keputusannya kali ini juga menyakiti orang lain. “Aku sadar dengan semua konsekuensinya, aku tahu keputusan apapun yang akan kubuat pasti menyakiti orang lain. Tapi aku juga akan lebih menyakiti banyak orang jika tak segera mengambil keputusan, begitu katamu dulu. Dan ku akui itu benar Dira.” Dia duduk di samping ranjangku. “Aku janji akan segera menikahimu, kamu tak perlu lagi seperti ini. Kita akan memiliki malaikat kecil lagi ya. Kamu tahu Dira, hampir dua minggu kamu tak sadarkan diri, dan itu mem-

buatku hancur.” Omong kosong. Ingin aku teriak begitu padanya, namun entahlah, lagi-lagi aku merasa ia sungguh-sungguh kali ini. Aku memandangnya dan mengangguk. Ini bukan pertama kalinya ia berhasil meyakinkanku. Aku ingat segalanya sekarang. Laki-laki ini adalah Agam, lelaki yang berhasil membuatku jatuh cinta setengah mati. Ia membuatku tergila-gila hingga tak bisa memikirkan apapun lagi selain dirinya. Air mataku kembali mengalir, seharusnya aku senang bukan? Kenapa aku justru menangis? Tentu saja aku menangis, aku juga wanita. Aku bisa merasakan apa yang Lara rasakan. Namun aku sudah jatuh terlalu dalam, sangat dalam sehingga aku yakin tak akan bisa keluar dari lubang ini. Aku telah kehilangan segalanya. Dulu aku datang ke kota ini meninggalkan orang tuaku, lelaki di depanku ini sangat baik—begitulah anggapanku dulu. Ia membantuku mencari pekerjaan, membantuku terus bertahan dari kerasnya kota ini. Dulu aku membayangkan dia adalah sang penyelamat, namun aku salah. Mungkin memang benar ia menyelamatkanku dari mati kelaparan di kota ini, namun sayangnya ia menyelamatkanku untuk selanjutnya menghancurkan hidupku lebih tragis. Lalu aku bertemu Biba, teman baikku. Ia yang pertama memberitahuku betapa brengseknya laki-laki ini, namun bodohnya aku mengabaikannya. Memang benar cinta itu buta. Lelaki ini sudah bertunangan, sudah sejak lama bahkan sebelum ia mengajakku masuk ke kehidupannya. Aku ingat ketika tiba-tiba ada perempuan datang dengan amarah dan memukuliku, mengatakan begitu banyak sumpah serapah menghinaku. Entah mengapa aku tetap diam, mungkin karena aku sadar aku pun salah. Namun aku tak bisa membiarkan lelaki ini pergi begitu saja dari hidupku, aku melakukan berbagai cara. Meneror perempuan itu bahkan memberi tahunya kalau aku sedang mengandung anak dari tunangannya. Aku tahu sekarang usahaku berhasil, namun aku sudah merasa lelah. Aku sudah sangat rapuh setelah kehilangan anakku, barangkali ini karma untukku. “Kita akan memulai segalanya dari awal lagi, Dira. Lupakan apa yang pernah terjadi,” katanya dan kembali memelukku.

VISI • EDISI 38 • 2021

67


PODIUM

-Zulfa

68

VISI • EDISI 38 • 2021


BUKU

Review Buku Lelucon Para Koruptor

H

JUDUL: Lelucon Para Koruptor PENULIS: Agus Noor PENERBIT: Diva Press TAHUN: 2017 TEBAL: 272 halaman

anya dengan mendengar kata “koruptor” mungkin akan terbesit dalam benak kita seorang pejabat publik yang bersenang-senang dengan memakan uang hak rakyat demi kepentingan pribadinya. Namun, saat membaca kumpulan cerpen karya Agus Noor yang mengisahkan para koruptor, akan membuat kita sedikit tertawa sekaligus sebal. Meskipun mengusung tema yang menyinggung korupsi di Indonesia, pembaca akan dibuat tertawa dengan gaya penulisan Agus Noor, sang cerpenis, yang sederhana dan menghadirkan banyak guyonan. Berbagai kisah para koruptor mulai dari yang tak ditahan, yang ditahan di penjara serupa apartemen, hingga yang ditahan dengan hukuman seumur hidup. Buku ini bisa disebut sebagai cara Agus Noor mengekspresikan perasaannya terhadap kasus-kasus korupsi yang ada di Indonesia. Ia mencoba menertawakan sekaligus mengejek kasus-kasus korupsi yang ada menjadi sebuah lelucon, objek untuk ditertawakan, namun tentu saja dengan berbagai kritiknya, hal ini yang biasa kita sebut dengan humor satire. Humor satire inilah yang akan selalu kita temui ketika membaca buku berisi

kumpulan cerpen ini dari awal hingga akhir. Dalam buku ini, terdapat salah satu judul yang membahas ‘Koruptor Kita Tercinta’. Sang tokoh dikisahkan sebagai seorang terdakwa kasus korupsi yang dicintai masyarakat, bicaranya halus dan jujur, bahkan ia dinobatkan menjadi Man of The Year oleh salah satu majalah terkenal. Ia dicintai masyarakat karena berani mengemukakan pendapatnya terkait isu-isu korupsi secara terang-terangan. Namun, pada akhirnya ia terkena kasus korupsi toilet proyek pembangunan toilet umum. Tentu saja hal ini membuat masyarakat yang mencintainya menjadi berbalik mencacinya, namun ternyata cacian seluruh masyarakat ia balas dengan sikap berani dan ksatrianya dalam proses penyelidikan. “Dengan tulus setulus-tulusnya, juga dengan segala kerendahan hati, saya mengakui, saya ini memang koruptor.” Ia kembali tersenyum, lalu bicara dengan bahasa lebih halus, “Inggih, leres, dalem punika koruptor. Iya, benar, saya ini koruptor. Koruptor lahir dan batin,” begitu ucapnya. Ia bersikap kooperatif dalam persidangan, dan disebut sebagai koruptor yang tidak munafik. Menurutnya, cara terbaik untuk menangani kasus korupsi yang merajalela adalah bukan hanya dengan membenci para koruptor karena hal itu justru membuang energi tanpa memberikan hasil, namun dengan memanfaatkan keahlian dan kepintaran para koruptor untuk kepentingan bangsa agar menjadi semakin maju. Tentu hal ini adalah hal yang sulit, mengingat koruptor adalah pejabat publik yang pastinya tidak memikirkan kepentingan publik, karena itulah mereka dapat terlibat dalam kasus korupsi yang bisa memakan miliaran, bahkan triliunan rupiah uang negara. Pada cerpen ini tersirat pesan meskipun korupsi merupakan hal yang buruk dan memalukan, seorang koruptor tetap harus bertanggung jawab atas masalah yang diperbuatnya, dengan bersikap jujur dan santun. Berbeda dengan tokoh koruptor sopan tersebut, terdapat tokoh koruptor lain bernama Pak Hakil yang dikisahkan bahwa ia dipenjara dengan divonis hukuman seumur hidup. VISI • EDISI 38 • 2021

69


ilustrasi: Joko Sadewo (republika.co.id)

dengan divonis hukuman seumur hidup. Ia diharuskan menemui pertemuan antar penghuni sel sekaligus menyiapkan lelucon di setiap pertemuan yang dilaksanakan hari Rabu itu. Leluconnya tak pernah lucu, hampir semuanya garing dan basi, namun para tahanan menghormatinya dengan tertawa meskipun lelucon Pak Hakil tak lucu. Itu karena Pak Hakil divonis seumur hidup, maka anggap saja tertawa sama dengan sedekah untuk membuat Pka Hakil sedikit terhibur. Hal ini tanpa sadar mengingatkan kita untuk selalu menghargai humor orang lain sebagai bentuk apresiasi dan ketertarikan dalam menghargai orang lain. Ketika membaca buku ini, tanpa sadar kita akan mencoba membandingkan tokoh koruptor satu dengan yang lainnya. Total terdapat enam tokoh koruptor, mulai dari tokoh yang selalu membuat lelucon mengenai orang lain, tokoh yang membuat lelucon mengenai dirinya sendiri, hingga tokoh yang selalu membuat lelucon dengan menyombongkan dirinya. Meskipun buku ini berisi kumpulan cerpen mengenai koruptor,

70

VISI • EDISI 38 • 2021

terdapat banyak pesan moral yang dihadirkan dalam buku ini, beberapa diantaranya adalah pesan untuk menghargai humor orang lain, dan bertanggungjawab atas masalah yang diperbuat. Buku ini sangat ringan untuk dibaca, tanpa harus berpikir keras, pembaca mampu dibuat tertawa oleh satire-satire yang dimunculkan oleh Agus Noor, sang pengarang. Bukan hidup kemarin atau besok yang memutuskannya. Tapi kehidupan di sini pada saat ini. Hidup ini pada umumnya tidak berarti. Apa pun arti kehidupan harus ditetapkan oleh individu itu sendiri. Tak peduli momen apa yang sedang dijalani di hidup ini, dan apakah ada orang lain yang membenci kita, selama kita tahu apa kontribusi kita bagi orang lain, kita tidak akan kehilangan arah dan dapat melakukan apa pun yang kita sukai.


FILM

Berpetualang Mencari Pohon Ajaib di Dunia Fantasi

JUDUL: Jungle Cruise PRODUSER: John Davis, John Fox, Beau Flynn, Dwayne Johnson, Dany Garcia, Hiram Garcia SUTRADARA: Jaume Collet-Serra PEMERAN: Dwayne Johnson, Emily Blunt, Édgar Ramírez, Jack Whitehall, Jesse Plemons, dan Paul Giamatti TAHUN: 2019

Jungle Cruise merupakan film produksi Walt Disney Picture yang diadaptasi dari wahana favorit dan ikonis di taman hiburan Disneyland, yang disutradarai oleh Jaume Cullet-Serra. Dan menggandeng pemeran utama Dwayne “The Rock” Johnson dan Emely Blunt. Konsep film tidak jauh dari atraksi wahana yang diperkenalkan di Anaheim, California, Amerika Serikat pada tahun 1955. Wahana tersebut mengajak para penumpang untuk menyusuri sungai-sungai besar di Asia Tenggara, Amerika, dan Afrika menggunakan kapal uap buatan Inggris buatan tahun 1930an.

Jungle Cruise mengisahkan tentang petualangan seorang peneliti wanita dan pemandu wisata yang bekerja sama untuk mencari pohon ajaib yang kelopak bunganya disebut sebagai Tears of Moon dan dipercaya dapat menyembuhkan segala penyakit dan kutukan. Lily menganggap jika penemuanya dapat mengubah masa depan dunia kedokteran. Banyak penjelajah selama berabadabad berusaha untuk menemukan Tears of Moon untuk memanfaatkan kekuatannya, termasuk pasukan penjajah Spanyol yang dipimpin oleh Aguirre. Walaupun akhirnya pasukan tersebut dikutuk karena telah mengkhianati suku Puka penjaga asli pohon tersebut. Kepala suku mengutuk pasukan tersebut untuk tetap berada di sekitar sungai, tidak bisa pergi atau mati. Film ini dibalut dengan suasana berpetualang yang mengasyikkan dan diberi bumbu komedi sehingga penonton tidak bosan saat menonton film Jungle Cruise. Tak hanya itu, di dalam film ini terdapat adegan menyenangkan yang menunjukkan Frank dengan menambahkan tayangan ke akar petualangan dan membuat pembukaan jauh lebih menarik. Tak hanya dibumbui oleh petualangan dan komedi, film ini juga memiliki nuansa roman yang kuat antara Emely dan Dwayne. Karakter dan pembawaan tokoh tersebut menghasilkan cerita yang unik dan menggelitik. Film yang dirilis 30 Juli 2021 ini juga dikategorikan family friendly yang bisa Anda nikmati bersama keluarga. Tertarik untuk menonton Jungle Cruise? Pastinya seru untuk menemani anda di sela-sela istirahat dari padatnya aktivitas sehari-hari!

VISI • EDISI 38 • 2021

71


72

VISI • EDISI 38 • 2021


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.