4 minute read

LAPORAN KHUSUS

Next Article
SOSOK

SOSOK

PENCALONAN GIBRAN - Relawan endukung menemani Gibran Rakabuming Raka melakukan pendaftaran ke DPD PDIP Jateng untuk maju Pilkada Solo 2020 (Dok. Internet)

Dominasi Politik PDIP di Kota Solo

Advertisement

“Ambisi politik tentu wajar saja, selama pandai menginsyafi batasan etika.” Begitulah pandangan Najwa Shihab sebagai seorang jurnalis dalam menggambarkan dinamika politik dalam proses Pemilihan Umum (Pemilu).

Partai politik sebagai salah satu pilar demokrasi memiliki peran penting untuk mencari dan mempersiapkan kader untuk menjadi seorang calon pemimpin, melalui proses rekrutmen dan kaderisasi yang baik.

Salah seorang pengamat politik Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) Universitas Sebelas Maret, Ign. Agung Setyawan, mengungkapkan bahwa partai politik adalah sekumpulan orang yang mempunyai citacita yang sama dan ideologi yang sama. Ia mengungkapkan keberadaan partai politik sangat penting dalam dinamika politik karena partai politik merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan dan menjadi pilar utama dalam suatu negara.

Fenomena Dominasi

Dalam proses Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), peran vital partai politik tak jarang memunculkan fenomena dominasi dari partai politik tertentu. Di Solo sendiri, fenomena dominasi partai politik terjadi dengan adanya dominasi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).

Dominasi PDIP dapat terlihat saat memenangkan Pemilu Legislatif (Pileg) tahun 2019 di Kota Solo yang lekat dengan anggapan ‘Demokrasi Tidak Sehat’. Pada Pileg 2019, PDIP memborong 30 kursi dari total 45 kursi di kursi legislatif Kota Solo. Adanya kondisi tersebut tentunya akan mempengaruhi dinamika politik pada pilkada tahun 2020. Menurut Ginda Ferachtriawan, anggota DPRD Kota Solo, dominasi PDIP terjadi karena kinerja yang dihasilkan memuaskan dan sesuai dengan ekspektasi yang diharapkan masyarakat Solo. “Jadi dominasi dapat dikatakan hal yang biasa,” ujarnya saat diwawancarai VISI pada Rabu (02/09/2020)

Fenomena dominasi PDIP di Kota Solo ini, menerima banyak tanggapan yang berbeda. Kekuatan dominasi tersebut membawa keuntungan tersendiri bagi partai, karena ia tidak perlu lagi berkoalisi dengan partai lain untuk memenangkan suara mayoritas. “Di Solo calon dari PDIP malah nyaris menjadi calon tunggal (calon walikota -red),” jelas Agung.

Ginda menegaskan meskipun PDIP mendominasi kursi DPRD Solo, seharusnya tidak membawa perubahan dalam proses pembuatan kebijakan, karena ketika menjadi anggota DPRD yang diutamakan adalah kepentingan masyarakatnya. Namun, Agung menyampaikan tanggapan yang berbeda,

ASPIRASI MASYARAKAT- Salah satu bentuk perlawan dan kritik masyarakat terhadap situasi politik ialah dengan menggunakan seni mural (Dok. Pribadi)

ia berpendapat bahwa ketika partai politik banyak diminati, maka partai tersebut akan memperoleh banyak kursi di legislatif, sehingga keputusan politik dan kebijakan publik nantinya akan dipengaruhi oleh partai tersebut.

Strategi Dominasi PDIP

Kemenangan suatu partai dalam kompetisi demokrasi tentu saja bukanlah hal yang mudah, dibutuhkan strategi yang cerdas agar masyarakat tertarik untuk memberikan dukungan dan kepercayaannya pada partai tersebut. Entah itu dalam wujud gebrakan program kerja, ataupun inovasi visi dan misi. Sebagai partai yang memiliki dominasi di Solo, PDIP menerapkan beberapa strategi untuk membuka hati warga Solo. Ginda menjelaskan mesin partai PDIP sudah jelas dapat memenangkan walikota yang saat ini dengan memperoleh 30 kursi di DPRD. Jadi kekuatan mesin partai akan dioptimalkan pada pilkada 2020. Ia juga menambahkan bahwa terjun langsung ke masyarakat bisa dilakukan

secara daringmengikuti perkembangan zaman, sehingga dapat diketahui apa yang saat ini dibutuhkan oleh warga dari pemimpinnya kelak.

Melihat dominasi politik PDIP di Solo saat ini, maka dapat dikatakan bahwa strategi yang digunakan terbukti ampuh untuk menggaet dukungan warga Solo. Kadek mengungkapkan bahwa ia mempertimbangkan berbagai hal sebelum menentukan pilihan dan mencoblos pasangan calon yang berkompetisi, “Tentu saja melihat latar belakang dan landasan dari partai tersebut. Serta siapa pemimpin yang ada di belakangnya,” ujarnya. Mengulik tentang latar belakang calon yang hendak dipilih merupakan salah satu cara untuk dapat memahami bagaimana calon tersebut dalam menyikapi kekuasaan, menangani permasalahan dan nilainilai apa yang dipegangnya. Hal tersebut turut menambah keyakinan ketika menentukan suara kepada calon yang dipercaya.

Dampak Dominasi PDIP

Adanya fenomena dominasi partai politik dampak bagi beberapa pihak, terutama masyarakat kecil. “PDIP ini kan partainya ‘wong cilik’ (rakyat kecil -red) jadi ya bisa mengangkat derajatnya ‘wong cilik’ dan berkarya sesuai kemampuan masing-masing,” tutur Subagyo, salah seorang masyarakat Solo. Sayangnya fenomena dominasi PDIP ini juga membawa dampak negatif, yaitu tidak sehatnya dinamika politik di Solo karena ketidakseimbangan kekuatan antar partai politik. Dominasi kekuatan PDIP menyebabkan partai-partai lain cenderung berpangku tangan dan menunggu keputusan dari PDIP karena mereka menganggap PDIP lah yang nantinya akan menang. Ketimpangan kekuatan dan hegemoni PDIP ini menyebabkan potensi parpol lain untuk dapat berkembang dan mengusung gagaan baru menjadi hilang.

Harapan berbagai pihak muncul terkait dinamika politik di Kota Solo. Ginda berharap masyarakat dapat menggunakan hak suara dengan sebaik-baiknya dan selalu berpikir positif. Karena siapapun calon wali kota yang terdaftar atau lolos tentunya telah melewati tahapan-tahapan yang telah ditentukan KPU.

“Harapan saya politik di Solo lebih fair dalam melakukan demokrasi. Serta tidak memandang orang dari golongan, agama, dan rasnya,” tutur Kadek. Ia juga berharap Kota Solo kedepannya bisa lebih baik, lebih sinergis, dan lebih maju lagi dengan dinamika-dinamika terutama terkait Pilkada tahun ini. Tak jauh berbeda, Agung berharap Pilkada Solo dapat berjalan dengan baik dan membuahkan sosok pemimpin yang dapat memimpin Kota Solo. “Jika nanti salah satu calon terpilih menjadi wali kota, berarti dia tidak boleh membedabedakan mana yang memilihnya dan mana yang tidak,” tegas Agung.

Fitri Ana, Jasmine, Hida

This article is from: