5 minute read

LAPORAN KHUSUS

Next Article
LAPORAN KHUSUS

LAPORAN KHUSUS

Menilik Kembali Keberadaan Sosok Soekarno di Kota Solo

Sosok Soekarno telah melekat dalam benak bangsa Indonesia. Hal ini karena jasanya yang begitu besar bagi bangsa Indonesia. Tidak mengherankan bila di beberapa daerah terdapat monumen atau simbol tertentu untuk mengenang jasa Soekarno.

Advertisement

Ir. Soekarno merupakan proklamator kemerdekaan Indonesia. Ia lahir di Surabaya, 6 Juni 1961. Bersama Moh. Hatta, ia memproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945. Jasanya yang begitu besar membuat orang-orang membangun monumen untuk mengenang jasa perjuangannya. Di Solo, terdapat beberapa monumen ataupun simbol Soekarno.

Keberadaan simbol-simbol Soekarno di Kota Solo tak pelak menimbulkan tanda tanya dari beberapa kalangan, mengapa sosok Soekarno lebih digaungkan daripada tokohtokoh asli Surakarta. Rakha Samudra (21), mahasiswa Universitas Sebelas Maret (UNS), mengungkapkan keresahannya terkait hal ini. Menurutnya, banyak tokoh asli Surakarta yang lebih layak diangkat dan diperkenalkan kepada masyarakat, seperti Mangkunegara IV, yang karya sastranya hingga kini masih relevan.

Pengamat sejarah, Slamet Yusdianto mengungkapkan, sebenarnya ada banyak tokoh asli Surakarta yang mempunyai karya ataupun jasa yang besar, baik bagi Kota Surakarta, maupun Indonesia. Tokoh-tokoh tersebut seperti Pakubuwono (PB) II, PB VI, PB X, pujangga Ronggowarsito, pujangga Yosodipuro, dan sebagainya. Akan tetapi, popularitas nama-nama tersebut seolah redup dikarenakan oleh beberapa faktor baik dari sejarah, maupun kondisi masyarakat dan politik Kota Solo itu sendiri baik di masa lalu maupun saat ini.

Slamet menuturkan bahwa sebagian besar tokoh-tokoh tersebut memang berasal dari kalangan feodal. Menurutnya, gejolak politik di awal kemerdekaan merupakan faktor utama yang menyebabkan tokoh-tokoh tersebut seolah terhapus dari ingatan warga Solo. Slamet menceritakan bahwa gejolak tersebut disebabkan oleh adanya gerakan anti swapraja. Gerakan ini dipelopori oleh Tan Malaka. Slamet kemudian melanjutkan bahwa gerakan anti swapraja ini membuat Surakarta yang sedianya akan dijadikan daerah istimewa layaknya Yogyakarta, akhirnya batal. Pakubuwono XII terpaksa mengumumkan kerelaan mengenai penghapusan Surakarta sebagai daerah istimewa.

Tak hanya itu, Slamet juga menuturkan bahwa ada faktor lain yang membuat

TAMAN CERDAS SOEKARNO HATTA

- Kawasan edukasi dan rekreasi yang ada di Solo. Taman ini terletak di tengah permukiman warga sehingga ramai dikunjungi (Dok. VISI/Gede).

gaungnya tokoh-tokoh asli Surakarta kurang terdengar. Menurutnya, kepedulian institusi pemerintahan dan masyarakat Surakarta terhadap nilai sejarah sangat kurang. Ia sangat menyayangkan hal ini sebab banyak sekali tokoh-tokoh asli Surakarta yang karyanya masih bisa dinikmati hingga kini.

Kajian Semiotika Simbol Soekarno

Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UNS, Deniawan Tommy Chandra mengungkapkan, pemasangan patung seorang tokoh di suatu kota, merupakan salah satu bentuk penyampaian pesan melalui media simbol-simbol tertentu. Melalui kacamata semiotika, Deni memandang keberadaan simbol-simbol Soekarno dapat dimaknai untuk mengenang jasa proklamator yang telah memerdekakan Indonesia. Akan tetapi, Deni juga menyatakan bahwa yang perlu digaris

bawahi di sini adalah apakah penempatan simbol-simbol tersebut sudah tepat atau belum. Menurutnya, penempatan simbol-simbol Soekarno di Kota Solo tersebut dirasa kurang tepat. Hal ini dikarenakan secara historis, Soekarno tidak memiliki kaitan yang erat dengan Kota Solo.

“Membangun patung Soekarno memang sah-sah saja. Akan tetapi, penempatannya haruslah tepat. Kalau tidak tepat, bukannya mengenang jasa bapak bangsa, malahan merusak citra Soekarno itu sendiri,” ujar Deni saat dihubungi VISI (16/09/2020).

Deni mengambil contoh dari penyematan nama Soekarno sebagai nama sebuah pasar di Sukoharjo. Menurutnya, pemberian nama itu dirasa kurang pas karena nama seorang bapak bangsa dijadikan sebagai nama sebuah pasar. “Jasmerah (jangan sekali-sekali melupakan sejarah -red) itu penting. Tapi yang perlu diingat adalah spiritnya Soekarno. Itulah hal yang utama untuk dipelajari oleh generasi muda saat ini,” ungkap Deni.

Deni menyayangkan bahwa nama Soekarno lebih banyak digaungkan di Surakarta ketimbang tokoh asli Surakarta itu sendiri. Menurutnya, banyak tokoh asli Surakarta yang lebih layak untuk dikenang karena secara historis sangat erat kaitannya dengan sejarah Surakarta. “Mbok ya diperbanyak lagi monumen mengenai tokoh asli Surakarta, jangan hanya Soekarno saja. Mungkin bisa dibangun taman yang berisi monumen tokoh-tokoh tersebut sehingga masyarakat lebih mengenal sosok itu,” pungkas Deni.

Deni juga menyayangkan bahwa kehadiran simbol-simbol ini membuat Kota Solo semakin tidak jelas identitasnya. Hal ini membuat Solo memiliki banyak identitas seperti kota sejarah, kota ramah anak, kota budaya, hingga kota batik. Menurutnya, Solo harusnya menemukan identitas yang tepat sebagai bentuk branding dari Kota Solo sendiri.

Keberadaan unsur Soekarno yang ada di Kota Solo, menimbulkan berbagai penafsiran di kalangan masyarakat. Terlebih apabila dikaitkan dengan salah satu partai politik yang mendominasi di Kota Solo. Tidak mengherankan apabila seringkali sejumlah kalangan mengaitkan keberadaan simbol Soekarno dengan suatu partai politik. Namun, Deni memiliki pendapat yang berbeda terkait hal ini, “Menurut saya, apabila ada orang yang mengaitkan sosok Soekarno dengan salah satu partai politik, maka orang tersebut harus belajar sejarah lagi karena sosok Soekarno tidak hanya terbatas pada partai politik saja,” ujar Deni.

Harapan itu Tetap Ada

Harapan untuk memperkenalkan kembali tokoh-tokoh yang mengharumkan Surakarta juga disampaikan oleh Slamet. Ia menuturkan bahwa keberadaan simbol-simbol Soekarno di Kota Surakarta haruslah diimbangi dengan simbol-simbol tokoh asli Surakarta. Agar masyarakat juga lebih mengenal sosok-sosok yang pernah membesarkan Kota Surakarta. “Setidaknya tokoh-tokoh lawas itu dibuatkan sesuatu untuk mengenang sambil dijadikan pembelajaran sejarah. Boyolali saja punya patung PB X kenapa Solo tidak,” ungkap Slamet saat ditemui VISI (12/09/2020).

Deni mengungkapkan harapannya agar pemerintah kota lebih sadar akan sejarah kotanya sendiri. Ia juga berpendapat bahwa pemerintah dapat memperkenalkan tokohtokoh asli Surakarta melalui beberapa cara seperti membangun taman sejarah. Menurutnya, dengan membangun taman sejarah, masyarakat dapat berekreasi sekaligus belajar sejarah dengan mengenal tokoh-tokoh asli Surakarta. Hal senada juga disampaikan Rakha yang berharap agar tokoh-tokoh asli Surakarta ini diperkenalkan kepada publik. “Solo juga punya beberapa tokoh besar seperti Pakubuwono X dan Pakubuwono VI. Harapannya supaya warga solo bisa lebih mengenal tokoh yang memiliki jasa bagi kota Solo,” ujar Rakha saat dihubungi VISI (08/10/2020).

Gede, Lucky, Uun

JANJI MANIS PENGUASA

Oleh: Mayang Falillah Mahasiswa Komunikasi Terapan UNS

Pesta rakyat telah tiba Debat partai dimana-mana Tapi hati tidak tahu untuk siapa Kian banyak untaian kata Berjajar manis di jalan raya Membuktikan siapa layak berkuasa Lagak bicara lurus Padahal niat menjurus Di balik kata halus Terdapat makna khusus Setiap kalimat yang membius Bagai angin lalu yang berhembus Terlalu banyak basa basi Memaki-maki demi sebuah ambisi Ketika pengabdian dan kekuasaan menjadi alat konsumsi Semua pembenaran seakan mengatasnamakan tujuan organisasi Menebar janji sana sini Tidak tahu mana yang terbukti Siapa pun yang mengabdi Mau di bawa kemana negeri ini Kita lihat saja nanti Semoga bukan penebar janji

This article is from: