Volume 010
Oktober 2021
Pada umur kampus Ganesha yang sudah melampaui 100 tahun, beribu karya ipteks telah mewarnai kemajuan bangsa dan masyarakat. Karya-karya tepat guna ini dimanfaatkan, dirawat, dan diandalkan oleh masyarakat. Melalui penerbitan TERAP, Buletin Bulanan Pengabdian Masyarakat LPPM ITB, cerita para ilmuwan dan akademisi yang mengabdikan ilmunya bagi masyarakat dituangkan dalam narasi populer agar terus terhubung dengan masyarakat lebih luas, untuk makin membuka pintu lebar-lebar, membumi, menjejak di masyarakat. Selamat membaca!
TERAP: ITB untuk Masyarakat
Buletin Bulanan Pengabdian Masyarakat LPPM ITB
Volume 010 / Oktober 2021
Diterbitkan oleh LPPM-ITB
LPPM ITB lppm_itb
LPPM ITB
010 Buletin TERAP
Oktober 2021
Peneliti ITB Ciptakan Alat Pembersih Sampah Otomatis,
Solusi untuk Masalah Sampah di Sungai Citarum
Publikasi ilmiah yang diterbitkan Scientific Reports menyebut Sungai Citarum sebagai sungai terkotor di dunia. Foto-foto permukaan Citarum penuh sampah menjadi bukti yang tak terbantahkan. Peneliti Institut Teknologi Bandung (ITB) membuat alat pembersih otomatis yang bisa membantu membersihkan sampah di Citarum dengan efektif dan efisien.
Dr. Nina Siti Aminah dari Kelompok Keahlian Fisika Instrumen dan Komputasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam ITB merancang sebuah alat pembersih otomatis (skimmer). Alat ini bekerja mengangkut sampah yang terapung di permukaan Citarum dengan mengaplikasikan aspek fisika dan teknologi.
"Alat ini bisa mempermudah pengambilan sampah dari Sungai Citarum," kata Dr. Nina saat diwawancara pada Selasa, 12 Oktober 2021. Saat ini alat yang sudah selesai dibuat merupakan purwarupa skala laboratorium.
Sungai Citarum membelah Kota Bandung, meliuk melewati pemukiman padat. Sampah membuat sungai ini kian kotor dan dangkal. Sampah yang banyak ditemukan di Citarum berupa plastik, baik d
1
berupa botol air minum kemasan (microplastic) sampai plastik dalam ukuran besar (megaplastic). Sampah rumah tangga juga mendominasi Sungai Citarum. Citarum seringkali diperlakukan seperti bak sampah. Semua sampah atau barang-barang yang tak lagi digunakan dibuang langsung ke sungai.
Dr. Nina menjelaskan, alat pembersih otomatis ini dikendalikan dengan joystick, perangkat yang biasa digunakan sebagai tuas kendali pada komputer atau game. Alat ini bisa bergerak maju, ke kanan, dan ke kiri. Joystick terhubung pada tiga motor. Dua motor berguna untuk menggerakkan alat, satu motor untuk menyalakan conveyor. Ketika bergerak, alat otomatis menyalakan conveyor. Sampah membuat Daerah Aliran Sungai (DAS) Sampah secara otomatis ditarik ke conveyor. Citarum tidak berfungsi optimal. Pada musim hujan, Kemudian didorong ke jaring yang dipasang di sungai tak lagi mampu menampung air. Banjir kerap bawah alat.
terjadi di DAS Citarum. Sungai menjadi dangkal akibat sedimentasi. Pencemaran di Citarum "Kami pakai jaring supaya airnya (saat jaring mengancam kehidupan organisme yang hidup di diangkat) keluar lagi, jadi tidak terlalu berat," kata sana, juga manusia yang hidup di sekitarnya. Dr. Nina
Kualitas airnya merosot. Kondisi lingkungan hidup di sekitarnya pun memburuk.
Alat ini bisa menampung sampah hingga seberat enam kilogram. Jika jaring sudah penuh, buzzer Tak akan cukup waktu untuk membersihkan sampah yang terpasang pada alat akan berbunyi. Kapasitas di Citarum. Perlu waktu yang sangat lama untuk itu bisa terisi penuh dalam waktu paling lama 10 membersihkan timbulan sampah di Citarum. Perlu menit. Setelah terisi penuh, alat bisa menepi untuk alat yang bisa membantu membersihkan Citarum menurunkan sampah yang sudah dikumpulkan.
dari sampah.
Posisi dan jumlah sampah yang telah diangkut s 2
ditampilkan di website dan aplikasi yang bisa diunduh di telepon pintar dengan sistem operasi android.
Cara ini tentu akan menghemat waktu juga tenaga yang biasa digunakan untuk membersihkan sampah di sungai. "Tenaga yang digunakan untuk turun dan membersihkan sampah langsung dengan menggerakkan alat dengan joystick tentu sangat berbeda," ujar Dr. Nina.
Pengangkutan sampah di sungai juga menjadi lebih mudah. Operator tak perlu turun ke sungai. Hanya perlu meletakkan alat di permukaan air sungai. Alat dibuat dari bahan PVC agar bisa mengapung di air. "Yang berat hanya rangka conveyor karena terbuat dari besi," ujarnya.
Alat ini juga ekonomis karena tak perlu bahan bakar untuk mengoperasikannya. Sumber daya berasal dari tenaga surya. Panel surya terpasang di bagian atas alat ini.
Alat pembersih sampah otomatis ini dirancang dengan dimensi 1x2 meter. Cocok untuk sungai di perkotaan yang tidak terlalu lebar. Alat ini sendiri sudah dicobakan di Sungai Citarum sektor 22 yang berlokasi di wilayah Kecamatan Lengkong, Kota Bandung.
Dr. Nina menjelaskan, alat ini cocok digunakan di sungai atau danau yang permukaan airnya tenang, nyaris tidak ada gelombang. Alat ini bekerja dengan baik di sungai yang tidak berbatu. Ia akan menyapu bersih semua sampah yang ada di hadapannya, tidak peduli jenis sampahnya. "Semakin banyak sampah tidak masalah. Kedalaman sungai tidak masalah. Yang penting tidak ada batu dan aliran," ucapnya.
Setelah menyelesaikan purwarupa skala laboratorium, Dr. Nina berharap bisa melanjutkannya dengan pembuatan purwarupa skala produk bahkan sampai diproduksi masal. Pada tahap pengembangan selanjutnya, alat ini dirancang tak hanya mengangkut sampah tetapi juga memilahnya. Sehingga nantinya bisa diketahui sampah jenis apa saja yang banyak diangkat dari Citarum. Kemampuan ini akan membantu Dinas d
Lingkungan Hidup Jawa Barat membuat kebijakan. "Misalnya sampah itu sekian persen adalah botol kemasan," katanya.
Jika alat pembersih sampah otomatis ini bisa diproduksi masal, Dr. Nina berharap, banyak masyarakat bisa memilikinya. Sama seperti truk sampah bermotor roda tiga yang sekarang banyak digunakan. Mengingat tidak perlu keterampilan khusus untuk mengoperasikan alat ini. "Semua bisa menggunakannya. Sama seperti orang main game," ujar Dr. Nina.
Dr. Nina bersyukur, meski situasi pandemi Covid-19 belum usai, penelitian ini tetap bisa diselesaikan dan diujikan di Sungai Citarum. Hal ini tak lepas dari bantuan dan dukungan Satgas Sektor 22 Citarum Harum dan Dinas Lingkungan Hidup Jawa Barat.
Terobosan yang berhasil dibuat oleh Dr. Nina beserta timnya menjadi solusi penanganan sampah, khususnya sampah yang mengapung di sungai. Alat ini tidak hanya bisa menjadi solusi bagi Sungai Citarum, tetapi juga sungai atau danau lain yang ada di Indonesia selama aliran airnya tenang dan tidak berbatu.*** 3
Pengelolaan 010 Desentralisasi Sampah Citarum
Buletin TERAP Oktober 2021
Sampah menjadi masalah terbesar Sungai Citarum yang melewati 12 kabupaten dan kota di Jawa Barat. Sungai sepanjang 297 km, sungai ini melewati area permukiman yang kondisinya beragam. Oleh karena itu, sampah Sungai Citarum tak bisa diselesaikan dengan satu cara. Lewat kegiatan pengabdian masyarakat, peneliti dari Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung (ITB), Dr. Ir. I Made Wahyu Widyarsana, S.T., M.T. menguraikan persoalan sampah di empat desa Kecamatan Pameungpeuk, Kabupaten Bandung untuk mendapatkan konsep terbaik pengelolaan sampah di sana.
Kegiatan pengabdian masyarakat yang dimulai pada April 2021 ini dilaksanakan di Desa Langonsari, Sukasari, Rancatungku, dan Rancamulya. Semuanya merupakan Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum hulu yang merupakan bagian dari Sektor 21 Subsektor 7. Wilayah tersebut ditinggali oleh 59.644 jiwa. "Kami sudah pernah observasi di sana, jadi sudah mengenal kondisinya. Lokasinya juga relatif dekat dengan ITB. Saya mulai dari terdekat dulu. Kalau jauh malah tidak terkelola," katanya saat diwawancara pada Senin, 18 Oktober 2021.
4
Sebelum memberikan usulan konsep pengelolaan sampah yang tepat untuk wilayah tersebut, Dr. Wahyu bersama tim yang terdiri atas asisten dan mahasiswa, terlebih dahulu menganalisa timbulan sampah, karakteristik, komposisi, dan densitas sampah di lokasi tersebut. Diperlukan pula analisa karakteristik masyarakat setempat dalam mengelola sampahnya. "Kami melakukan observasi, wawancara juga menyebarkan kuesioner kepada warga," katanya.
sampah tersebut dikumpulkan dan dikelola sendiri oleh masyarakat di TPS. Tim peneliti bahkan menemukan bungkus makanan tahun 1990-an yang masih ada di TPS.
Dari sana barulah ditentukan konsep perencanaan pengelolaan sampah permukiman dan desainnya. Dr. Wahyu mengatakan, ia tidak ingin kegiatan pengabdian masyarakat ini sekadar turun ke masyarakat untuk memberikan alat atau bantuan. Ia berharap bisa melibatkan warga dari awal hingga akhir. Seluruh kegiatan ini ditargetkan rampung pada November atau Desember mendatang.
Tim peneliti melakukan risetnya hingga radius 1 km dari Sungai Cisangkuy. Berdasarkan observasi dan wawancara, sampai radius tersebut, masih ada masyarakat yang membuang sampahnya ke sungai. Meski tidak dibuang langsung ke badan sungai, sampah dikumpulkan di pinggir sungai memanfaatkan lahan-lahan kosong.
"Pemindahan sampah ini akhirnya berakhir di lahan kosong. Tidak ke truk untuk diangkut ke TPA. Hanya ada 2 RW di Rancatungku yang memiliki sistem pengangkutan sampah. Ujung-ujungnya sampah dibakar," ujar Dr. Wahyu.
Saat hujan atau permukaan sungai sedang naik, sampah-sampah ini akan tersapu aliran sungai dan pada akhirnya masuk ke sungai juga. Masyarakat juga masih ada yang mengelola sampah dengan cara dibakar. Sisa-sisa pembakaran ditemukan di pinggiran sungai.
Hasil observasi itu menunjukkan, keempat desa yang berada di dekat Sungai Cisangkuy, salah satu anak sungai Sungai Citarum, belum mempunyai layanan terpadu pengelolaan sampah. Layanan pengelolaan sampah yang ada saat ini baru menjangkau daerah perkotaan. Wilayah permukiman di rural area seperti empat desa di Hasil perhitungan tim, timbulan sampah total di Kecamatan Pameungpeuk ini masih belum bisa empat desa itu paling sedikit Desa Rancatungku dijangkau.
sebanyak 3,95 ton per hari hingga yang tertinggi Desa Sukasari sebanyak 5,28 ton per hari. Dengan Hasil survei menunjukkan, hanya 51% responden jumlah tersebut, diprediksi timbulan sampahnya yang mengaku telah dilayani oleh pengumpulan akan terus meningkat menjadi 15,43 ton per hari sampah dengan gerobak. Namun, sampah-sampah sampai 18,92 ton per hari pada tahun 2042 nanti.
tersebut tidak diangkut ke tempat pembuangan Dengan data tersebut, perlu upaya yang lebih baik akhir (TPA) yang ada di Sarimukti, Kabupaten dalam pengelolaan sampah. Dr. Wahyu Bandung Barat. Sampah-sampah tersebut mengatakan, pengelolaan sampah harus dimulai dilkumpulkan di TPS (tempat pembuangan dari kesadaran tentang pengelolaan sampah. Ia sementara). Pengangkutan sampah ke TPA melihat, persoalan masyarakat rural seperti di membutuhkan biaya yang tinggi sehingga sampah- Pameungpeuk ini ialah tidak adanya edukasi x 5
lingkungan hidup.
Edukasi ini diperlukan untuk membangun kesadaran dan mengubah perilaku terhadap sampah. Mengingat kawasan tempat tinggal mereka tidak terjangkau layanan pengangkutan sampah, pengelolaan tersebut harus dilakukan secara mandiri.
"Ini bukan hal yang mudah, tetapi bukan tidak mungkin dilakukan juga. Setidaknya kita mulai mengedukasi masyarakat supaya paham bahwa mengelola sampah itu penting untuk mereka sendiri dan orang lain," katanya.
Pengolahan sampah organik direkomendasikan menggunakan metode Black Soldier Fly (BSF). Sementara untuk sampah anorganik bisa menggunakan pencacahan, pembuatan pellet plastik, dan menggunakan insenerasi.
Dari observasi yang sudah dilakukan, Dr. Wahyu memberikan beberapa usulan konsep pengelolaan sampah untuk empat desa di Kecamatan Pameungpeuk ini. Ia mengusulkan agar setiap desa mempunyai kemampuan untuk mengelola sampahnya secara mandiri atau yang dikenal
Masyarakat juga didorong untuk bisa mengolah sampah secara mandiri dengan bantuan teknologi tepat guna. Misalnya dengan menggunakan biodigester sederhana atau keranjang takakura. ITB akan membantu melatih masyarakat memanfaatkan teknologi sederhana ini untuk mengelola sampahnya. Saat ini telah dibuat buku saku yang dengan sistem desentralisasi. "Hanya residu yang memudahkan warga belajar mengolah sampahnya akan dikumpulkan untuk diproses lebih lanjut. Kalau sendiri.***
hanya residunya, biayanya jadi lebih murah," katanya.
Sentralisasi pengelolaan sampah menimbulkan biaya tinggi. Sampah-sampah harus diangkut ke TPA yang jaraknya mencapai 50 km dari lokasi angkutnya. Sementara pelayanan di tingkat rumah tangga tidak tersedia.
Dr. Wahyu mengatakan, pengelolaan di tingkat desa bisa mengembangkan kerja sama antardesa. Pemerintah desa sebagai pengelolanya. Bisa juga berbentuk badan usaha milik desa atau lewat kelompok swadaya masyarakat.
Beberapa alternatif pengelolaan yang sampah yang ditawarkan ialah dengan membuat pusat daur ulang (PDU) yang bisa dibangun di desa dengan kapasitas 10-20 ton per hari. Ia memahami, untuk membangun PDU yang membutuhkan bangunan fisik dan peralatan untuk mencacah dan mengolah sampah memerlukan biaya. Dr. Wahyu mengatakan, hal ini coba disiasati dengan menjalin kerja sama dengan swasta. Pembangunannya bisa diupayakan lewat corporate social responsibility (CSR). 6
010 Buletin TERAP Oktober 2021
Sekali Memanen Hujan
Dua-Tiga Masalah Teratasi
Pemanenan air hujan atau rain water harvesting menjadi salah satu alternatif upaya konservasi yang bisa dilakukan di hulu sungai. Peneliti Institut Teknologi Bandung (ITB) membuat bak untuk pemanenan air hujan yang bisa dimanfaatkan masyarakat di hulu Sungai Citarum. Dr. Mariana Marselina S., S.T, M.T. dari Kelompok Keahlian Teknologi Pengelolaan Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan bersama timnya membuat sebuah bak penampungan air hujan di RW 19 Kelurahan Leuwigajah, Kecamatan Cimahi Selatan, Kota Cimahi. Wilayah ini masih termasuk area hulu Sungai Citarum.
Ia menjelaskan, pemanenan air hujan bermanfaat untuk mengurangi air limpasan atau run-off. Run-off merupakan sebagian air hujan yang tidak bisa meresap kembali ke tanah. Air akan mengalir di permukaan tanah menuju ke tempat yang lebih rendah. Jika jumlahnya terlalu besar, run-off akan menyebabkan banjir di hilir sungai.
"Kawasan hulu ini sebagai kawasan konservasi. Sementara hilir sebagai kawasan kerja. Memang curah hujan tidak menentu. Bisa jadi di hulu curah hujan tinggi, di hilir rendah. Kalau run-off di hulu terlalu d
7
\
Bak tersebut dibangun di Balai RW 19. Air yang ditampung juga berasal dari air yang jatuh di atap balai tersebut. Dibandingkan dengan bangunan rumah, balai RW memiliki atap yang relatif luas dan masih tersedia lahan untuk membangun bak penampungan.
Di dasar bak ditumpuk pasir sebagai filter atau penyaring. Bahan-bahan penyaring atau kerikilnya terdiri dari kerikil, pasir silika, pasir marmer, dan karbon aktif. Dengan filter ini, air hujan akan tersaring sehingga air yang dialirkan sudah bersih.
besar, dampaknya di hilir. Konservasi ini bisa dikonsentrasikan di hulu," tuturnya saat diwawancara pada Selasa, 19 Oktober 2021.
Upaya konservasi di hulu ini bisa dilakukan dengan banyak cara. Pemanenan air hujan hanyalah salah satunya. Selain itu, bisa juga dilakukan melalui pembuatan sumur resapan. Bisa juga dengan membuat lubang biopori. Akan tetapi, lubang biopori tidak akan bekerja signifikan jika jumlahnya sedikit.
Lewat pengabdian masyarakat yang dimulai pada 2021 ini, Dr. Mariana menggandeng warga membuat pemanenan air hujan sebagai upaya konservasi di hulu. Secara teknis, pemanenan air hujan relatif sederhana. Air yang jatuh di permukaan atap bangunan ditangkap lalu dikumpulkan ke sebuah bak.
Di bak tersebut air disaring, baru kemudian bisa dimanfaatkan warga. "Kami membangun bak penampungan yang kapasitasnya 2,5 kubik air. Air hujan yang jatuh di atap, masuk ke talang, kemudian ditampung di sini," kata Dr. Mariana.
Warga bisa memanfaatkan air yang sudah tersaring itu. Air tersebut bisa digunakan untuk kebutuhan sehari-hari, kecuali untuk masak dan minum. Bisa digunakan untuk mandi, toilet, dan sebagainya. "Bisa untuk cuci tangan, pas sekarang kan butuh sering-sering cuci tangan," ujarnya.
Warga menyambut baik upaya pemanenan air hujan ini. Apalagi warga sebagian ada yang pemenuhan airnya menggunakan PDAM. Aliran airnya tidak tersedia terus-menerus. Hasil memanen air hujan bisa digunakan untuk memenuhi kebutuhan air warga. Air untuk kebutuhan sekunder bisa dipenuhi dari hasil panen air hujan ini. Mengingat bak penampungan diletakkan di balai RW, airnya bisa dimanfaatkan bersama.
Pemanenan air hujan bisa dilakukan sendiri-sendiri. Jika ada lahan tersedia untuk membuat penampungan, warga bisa menampung air hujan yang jatuh di atap rumah masing-masing. Akan tetapi, tidak semua rumah warga bisa membuat bak penampungan. Hal ini bisa disiasati dengan membuat bak penampungan komunal. Selain balai RW, warga juga bisa memanfaatkan fasilitas umum yang ada utamanya yang mempunyai penampang d 8
atap yang cukup luas sehingga tangkapan airnya bisa lebih besar. "Bisa di masjid, sekolah, atau balai RW semacam ini," ujar Dr. Mariana.
Pembuatan bak penampungannya juga tidak sulit. Pembuatan bak di Cimahi juga dilakukan oleh warga sendiri. "Warga kan ada yang mempunyai kemampuan bertukang. Mereka bisa membuatnya dengan mudah," ujarnya. Cara ini bisa juga ditiru oleh komunitas warga di kawasan hulu yang lain. Kompleks-kompleks perumahan juga bisa membuat pemanenan air hujan ini.
"Saya pesannya hanya satu, bak ini perlu pemeliharaan dan perawatan. Bak perlu dibersihkan, sebulan sekali saja cukup. Kalau air (yang keluar) keruh, berarti pertanda filternya harus diganti," tutur Dr. Mariana.
Ia mengatakan, banyak yang sudah mengetahui perlunya konservasi di daerah hulu sungai. Namun, mereka sering kali masih kebingungan bagaimana mengimplementasikan upaya konservasi ini dalam masyarakat. Pemanenan air hujan menjadi sebuah alternatif konservasi yang mudah diterapkan warga. Sekali mendayung dua pulau terlampaui. Hulu lestari, kebutuhan air sekunder terpenuhi.***
9
010 Buletin TERAP
Oktober 2021
Mengambil Sampah dari Tempat yang Sulit Terjangkau
Aktivitas manusia kini bisa lebih mudah dengan internet of things (IoT). Pengangkutan sampah di sungai kini bisa dilakukan lebih efektif dan efisien dengan memanfaatkan IoT. Trash skimmer buatan peneliti Institut Teknologi Bandung (ITB) memungkinkan pengangkutan sampah dilakukan secara otomatis dan dikendalikan dari jarak jauh. Dr. Mariana Marselina S., S.T, M.T. dari Kelompok Keahlian Teknologi Pengelolaan Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan bersama timnya membuat sebuah bak penampungan air hujan di RW 19 Kelurahan Leuwigajah, Kecamatan Cimahi Selatan, Kota Cimahi. Wilayah ini masih termasuk area hulu Sungai Citarum.
Guru Besar Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam ITB Prof. Dr. Ing. Mitra Djamal menjelaskan, IoT memungkinkan sebuah instrumen dikendalikan dari jarak jauh. Dengan sensor, transmitter, dan receiver, semua alat yang dihubungkan bisa terkoneksi. "Dulu hanya sensor, tetapi tidak bisa berkomunikasi. Sekarang sudah bisa, nah ini sekarang IoT," kata Rektor Institut Teknologi Sumatera ini. 10
Ia mengembangkan riset pembuatan trash skimmer, sebuah alat yang memungkinkan mengangkut sampah secara otomatis. Ide ini muncul dengan niat membantu pemerintah membereskan persoalan sampah di Sungai Citarum. Sebagai peneliti, ia bersama tim mencari solusi lewat pembuatan instrumen trash skimmer ini. Alat ini menggunakan tiga motor. Dua motor untuk gerak, satu motor untuk conveyor yang akan memindahkan sampah di sungai ke bak penampung. Dayanya menggunakan tenaga surya. Panel surya dipasang di bagian atas skimmer ini.
Terdapat sensor level air yang akan menyalakan buzzer jika bak penampungan terisi penuh. Alat dilengkapi pula dengan kamera untuk mendeteksi posisi sampah. Motor akan digerakkan menuju posisi sampah tersebut. Posisi skimmer dan kapasitas bak penampung bisa dilihat lewat situs web dan telepon pintar. "Menggerakkannya pakai motor, pakai sudut sekian itu bisa diatur pakai program. Kirim dengan sinyal digital. Setiap alat bisa dikoneksi dan dikontrol," katanya. Dengan alat ini, sampah yang terangkut dari sungai bisa lebih banyak. Skimmer ini mampu menjangkau tempat yang sulit dijangkau manusia. Apalagi jika sungai sudah terkontaminasi oleh polutan atau mengandung zat berbahaya. Pembersihan dengan alat otomatis jelas lebih aman. Operator tak perlu turun ke sungai untuk membersihkan sampah.
digunakan untuk sungai-sungai lain. Mengingat persoalan sampah dihadapi oleh banyak sungai di Indonesia. Utamanya sungai-sungai yang melintasi pemukiman dan membelah perkotaan.
"Tidak masalah kalau sungainya ada air yang berjalan. Kalau ada yang berbeda, tantangannya yang berbeda-beda. Dari sisi alat tidak terlalu masalah, sampah tetap bisa diambil. Kalau memang sungainya besar, tinggal dibuat alatnya lebih besar dengan motor yang lebih kuat," tutur Prof. Mitra.
Alat yang sekarang ada merupakan pengembangan dari prototipe pertama. Versi terbaru ini dibuat dengan alat elektronik yang sudah terpasang rapi. "Ternyata manfaatnya banyak, tidak hanya di Citarum. Banyak juga daerah lain yang butuh. Sungai yang sempit, tetapi sampahnya banyak juga bisa menggunakannya. Maka, kami lengkapi lagi, Trash skimmer ini juga berpeluang untuk diproduksi kami buat yang lebih smart sehingga bisa massal. Semua komponen yang digunakan tersedia ditempatkan di mana saja," tutur Prof. Mitra.
di dalam negeri. Tidak sulit melengkapi semua alat dan bahannya. Trash skimmer ini sudah pernah Operator trash skimmer ini pun tidak memerlukan dipresentasikan di Vietnam.
kemampuan khusus. Alat relatif mudah dioperasikan. "Sama lah seperti orang pakai drone Indonesia terbebani dengan setengah juta ton itu," ujarnya. Perawatannya tidak sulit. Semua alat sampah di perairan setiap tahunnya. Jika lebih elektronika sudah terpasang baik dan rapi.
banyak sampah di sungai yang bisa terangkut, beban ini lambat laun akan berkurang bahkan Trash skimmer ini sudah pernah dicobakan di lenyap jika dibarengi kesadaran masyarakat untuk Sungai Citarum. Meski begitu, alat ini bisa juga tidak lagi membuang sampah ke sungai.***
r 11
010 Buletin TERAP
Oktober 2021
Air Bersih untuk Warga dengan Biosand Filter
Pencemaran di Sungai Citarum telah menurunkan mutu airnya. Sehingga meski jumlahnya melimpah, air Sungai Citarum tidak cukup baik untuk dimanfaatkan. Perlu upaya untuk memperbaiki mutu air Sungai Citarum agar layak dimanfaatkan masyarakat setempat. Peneliti Institut Teknologi Bandung (ITB) menggunakan biosand filter untuk mendukung penyediaan program air bersih bagi masyarakat di Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum.
Melalui kegiatan pengabdian masyarakat, peneliti ITB melatih warga di Kampung Tari Kolot, Desa Cinangsi, Kecamatan Cikalongkulon, Kabupaten Cianjur membuat biosand filter. Di kampung tersebut, masyarakat menggunakan air dari Sungai Citarum untuk memenuhi kebutuhan air untuk MCK (mandi, cuci, kakus). Air dari Citarum disodet sehingga mengalir ke area pemukiman warga. Di depan rumah warga biasanya dibuat bak penampungan untuk menampung air tersebut. Warga memanfaatkan air langsung untuk mencuci baju serta peralatan dapur.
"Biosand filter ini tujuannya untuk mengolah air kotor menjadi air bersih. Filter ini berfungsi untuk menyaring partikel-partikel pengotor," kata peneliti ITB Teddy Tedjakusuma, S.T.,M.T.,Ph.D dari Kelompok Keahlian Rekayasa Air dan Limbah Cair Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan saat diwawancara pada Jumat, 29 November 2021.
12
Biosand filter ini, kata Teddy, menggunakan pasir aktif sebagai penyaringnya. Pasir aktif merupakan pasir yang mempunyai kemampuan untuk menetralkan zat kandungan besi, mangan, dan sulfida yang berlebih dalam air. "Ibaratnya pasir ini seperti dibersihkan, dicuci," ujarnya.
digunakan untuk sungai-sungai lain. Mengingat persoalan sampah dihadapi oleh banyak sungai di Indonesia. Utamanya sungai-sungai yang melintasi pemukiman dan membelah perkotaan.
"Tidak masalah kalau sungainya ada air yang berjalan. Kalau ada yang berbeda, tantangannya Pembersihan itu dilakukan melalui proses oksidasi. yang berbeda-beda. Dari sisi alat tidak terlalu Bisa dilakukan dengan merendam pasir ke dalam masalah, sampah tetap bisa diambil. Kalau larutan kalium permanganat (KMnO4). Selanjutnya memang sungainya besar, tinggal dibuat alatnya dipanaskan dengan suhu tertentu.
lebih besar dengan motor yang lebih kuat," tutur Prof. Mitra.
Teddy, Ph.D. menjelaskan, pasir aktif mempunyai kemampuan menghilangkan polutan dan zat-zat Trash skimmer ini juga berpeluang untuk diproduksi pengotor lainnya. Pasir aktif mempunyai daya serap massal. Semua komponen yang digunakan tersedia yang tinggi sehingga cocok digunakan sebagai di dalam negeri. Tidak sulit melengkapi semua alat filter.
dan bahannya. Trash skimmer ini sudah pernah dipresentasikan di Vietnam.
Selain filter, pada biosand filter terdapat unsur bio yang berasal dari mikroba. Sebenarnya, tanpa Indonesia terbebani dengan setengah juta ton ditumbuhkan pun air kotor sudah mengandung sampah di perairan setiap tahunnya. Jika lebih mikroba. Mikroba ini akan dimanfaatkan untuk banyak sampah di sungai yang bisa terangkut, proses pembersihan air. Mikroba nantinya akan beban ini lambat laun akan berkurang bahkan menempel di bagian luar pasir. Pasir berfungsi lenyap jika dibarengi kesadaran masyarakat untuk sebagai media pertumbuhan mikroba.
tidak lagi membuang sampah ke sungai.***
"Mikroba ini tidak semuanya merugikan. Mereka bisa juga memakan zat organik dan lainnya yang terbawa air. Sehingga air yang keluar dari filter sudah lebih bersih," tuturnya.
Mikroba yang dimanfaatkan ialah jenis mikroba yang memang hiduo di air baku. Jika jumlahnya dirasa kurang, mikroba tersebut bisa ditumbuhkan dengan menambahkan nutrisi seperti glukosa atau tambahan makanan sisa yang mengandung karbohidrat. "Nanti lama-lama mereka tidak lagi bergantung pada substrat yang kita berikan, mereka langsung mengonsumsinya dari air baku itu," katanya.
Secara fisik, cara kerja biosand filter ini ialah mengalirkan air ke media pasir yang sudah disiapkan. Air akan tersaring, sehingga air yang keluar memiliki kualitas yang lebih baik. Partikel pengotor akan tertinggal di pasir penyaring.
Kualitas air yang dihasilkan memang sudah lebih baik jika dibandingkan dengan air baku yang d
13
Kantor LPPM ITB
Gedung CRCS Lt. 6 - 7
Jl. Ganesha No. 10 Bandung
40132 - Jawa Barat, Indonesia
LPPM ITB
lppm_itb
LPPM ITB
(022) 86010050 / 86010051
lppm_itb lppm@lppm.itb.ac.id
www.lppm.itb.ac.id