PL2102 Location Pattern and Spatial Structure: Endterm

Page 1

Laporan Penelitian PL2102 Pola Lokasi dan Struktur Ruang

IDENTIFIKASI JARAK RUMAH TINGGAL TERHADAP PREFERENSI PEMILIHAN LOKASI BELANJA, STUDI KASUS KELURAHAN PAJAJARAN, KOTA BANDUNG Luthfi Muhamad Iqbal1, Dwitami Puspaningrum2 154120111, 154120852 Sekolah Arsitektur Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan Program Studi Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota, Institut Teknologi Bandung 2013 Email: luthfime@gmail.com1, dwitami@hotmail.co.id2

Abstrak- Belanja atau konsumsi merupakan kegiatan yang wajib atau obligatory dilakukan oleh masyarakat, baik di kota maupun di desa. Isard (1956) menyebutkan bahwa masalah lokasi, termasuk didalamnya lokasi belanja merupakan penyeimbangan antara biaya dengan pendapatan yang dihadapkan pada suatu situasi ketidakpastian atau uncertainty yang berbedabeda. Maka dari itu, beliau menekankan bahwa pengambilan keputusan lokasi, utamanya didasarkan pada beberapa faktor yakni jarak, aksesibilitas, dan keuntungan aglomerasi. dalam penelitian kali ini, penulis bermaksud untuk menyelidiki pengaruh faktor jarak terhadap pengambilan keputusan rumah tangga terkait pemilihan lokasi belanja. Adapun pemilihan Kelurahan Pajajaran sebagai lokasi Studi adalah karena berlokasi tidak terlalu dekat ke pusat kota ataupun ke pinggiran, mayoritas fungsi gunanya adalah perumahan sehingga faktor keuntungan aglomerasi bisa diabaikan. Juga karena sangat sedikit memiliki layanan transportasi umum, sehingga faktor aksesibilitas (keterjangkauan) bisa diabaikan juga. Jadi hanya fokus melihat pengaruh jarak terhadap keputusan pemilihan lokasi belanja. Dari penelitian ini, maka dapat disimpulkan bahwa aksesibilitas di Kelurahan Pajajaran masih terbilang kurang, Tidak ada pola yang bisa didapat dari pemenuhan kebutuhan masyarakat akan fasilitas umum dan fasilitas sosial karena banyak faktor-faktor eksternal lain yang tidak bijak untuk diabaikan. Jarak tidak mempengaruhi preferensi pemilihan moda transportasi untuk kerja, dan pemilihan lapangan pekerjaan, karena moda transportasi dan jenis pekerjaan tidak indiferen sehingga ada pengaruh lain yang menyebabkan preferensi pilihan tidak berpola. Untuk lokasi belanja, ada dua yang mempengaruhi yakni jarak dan aksesibilitas. Kata Kunci: belanja, jarak, aksesibilitas, lokasi, indiferen

Pendahuluan Belanja atau konsumsi merupakan kegiatan yang wajib atau obligatory dilakukan oleh masyarakat, baik di kota maupun di desa. Karena menurut sudut pandang ekonomi, kegiatan konsumsi adalah kegiatan pemenuhan kebutuhan individu sekaligus menjadi penyaluran pendapatan (revenue flow) dari rumah tangga (household) ke perusahaan (firm). Terkait lokasi belanja, August Losch dalam teorinya menjelaskan bahwa

keputusan mengenai lokasi bergantung pada demand atau permintaan pasar. Bersebrangan dengan teori yang ditawarkan oleh Weber dimana keputusan lokasi dilihat dari sudut pandang supply yang sering digunakan untuk menentukan lokasi Industri. Losch mengatakan bahwa lokasi penjual sangat mempengaruhi jumlah konsumen yang digarapnya, semakin jauh dari tempat penjual maka konsumen pun semakin enggan untuk melakukan kegiatan belanja


ke tempatnya, karena biaya transportasi untuk mendatangi lokasi belanja tersebut akan menjadi semakin mahal. Selain itu, terdapat teori lain yang menjelaskan mengenai lokasi. Isard (1956) menyebutkan bahwa masalah lokasi merupakan penyeimbangan antara biaya dengan pendapatan yang dihadapkan pada suatu situasi ketidakpastian atau uncertainty yang berbeda-beda. Maka dari itu, beliau menekankan bahwa pengambilan keputusan lokasi, utamanya didasarkan pada beberapa faktor yakni jarak, aksesibilitas, dan keuntungan aglomerasi. Kota Bandung yang mendapatkan julukan sebagai Kota wisata Belanja memiliki keuntungan sendiri karena di Bandung ini faktor aglomerasinya sangat tinggi. Ridwan Kamil, walikota Bandung terpilih periode 2013-2018 menjelaskan bahwa pertumbuhan ekonomi kota Bandung mencapai angka 9%, melebihi tingginya pertumbuhan ekonomi nasional yang sekitar 6% dan jauh diatas Eropa yang persentasinya hanya nol koma. Hal ini menjelaskan bahwa apapun yang dijual di Bandung pasti laku, ujarnya. Oleh karena itu, dalam penelitian kali ini, penulis bermaksud untuk menyelidiki pengaruh faktor jarak terhadap pengambilan keputusan rumah tangga terkait pemilihan lokasi belanja. Adapun pemilihan Kelurahan Pajajaran sebagai lokasi Studi adalah karena berlokasi tidak terlalu dekat ke pusat kota ataupun ke pinggiran, mayoritas fungsi gunanya adalah perumahan sehingga faktor keuntungan aglomerasi bisa diabaikan. Juga karena sangat sedikit memiliki layanan transportasi umum, sehingga faktor aksesibilitas (keterjangkauan) bisa diabaikan juga. Jadi hanya fokus melihat pengaruh jarak terhadap keputusan pemilihan lokasi belanja. Deskripsi Lokasi

Umum Kelurahan Pajajaran adalah salah satu kelurahan yang berlokasi di wilayah administrasi Kecamatan Cicendo. Berbatasan dengan kelurahan Husein Sastranegara di sebelah barat, kelurahan Pamoyanan di sebelah timur, Kecamatan Sukajadi di sebelah utara, dan kelurahan arjuna di sebelah selatan. Secara akses kelurahan Pajajaran dilalui oleh dua jalan besar yakni Jalan Dr.Djundjunan (Pasteur) di sebelah Utara dan Jalan Padjadjaran di sebelah selatan. Kelurahan Pajajaran terbagi atas 10 RW (Rukun Warga). Gambar 1 Peta Wilayah Studi Kelurahan Pajajaran, Kota Bandung

Sumber: Hasil Analisis ArcMap 10.1

Dari 10 RW yang ada di kelurahan Pajajaran ini dipilih secara SpontaneousStratified Random Sampling 10 responden keluarga yang menjadi objek penelitian. Berikut peta lokasi rumah tangganya.


Gambar 2 Peta Rumah Tangga Kelurahan Pajajaran, Kota Bandung

Sistem Mobilitas Karena hanya terdapat 2 jalan yang hanya menyinggung (intersect) batas kelurahan Pajajaran di Utara dan di Selatan, menyebabkan kurangnya pelayanan transportasi yang menjangkau dan terjangkau bagi masyarakat Kelurahan Pajajaran. Hanya terdapat 1 trayek angkot yang boleh melintas (to across) kelurahan Pajajaran yakni jurusan Cibogo-Elang karena melewati daerah restriksi Militer. Sedangkan trayek lainnya hanya melalui Jalan pasteur dan Jalan Pajajaran.

Sumber: Hasil Analisis ArcMap 10.1

Fasilitas Di kelurahan ini terdapat dua pemakaman umum yaitu TPU Sirnaraga dan TPU Kristen Pandu. Juga dekat dengan industri pesawat terbang PT Dirgantara Indonesia, dan Bandara Husein Sastranegara. Terdapat total 33 warung, 16 mesjid, dan 10 sekolah meliputi 1 SMA yaitu SMA Negeri 9 Bandung, 2 SMP yaitu SMP Yaqin dan SMP YBB, 1 SD yaitu SD Lanuma Husein, SD Angkasa I, SD Angkasa III, SD Citepus dan 2 TK yaitu TK Yaqin dan TK Angkasa I, dan 1 Sekolah Terpadu yaitu Sekolah Kristen Trimulia. Gambar 3 Peta Rumah Tangga Kelurahan Pajajaran, Kota Bandung

Analisis dan Pembahasan Fasum-Fasos Setelah di analisis, tidak ada pola pengambilan keputusan dalam pemilihan fasilitas umum dan fasilitas sosial yang dikonsumsi. Pemilihan Lokasi Sekolah misalnya, masih dipengaruhi oleh pertimbangan kualitas akreditasi sekolah, status sekolah (negeri atau swasta) bukan mutlak hanya karena jarak, sehingga tidak dapat diambil kesimpulan apapun dari hasil survei ke 10 keluarga yang merepresentasikan 10 rukun warga (RW) yang berbeda. Pemilihan warung sebagai pemenuh kebutuhan sehari-hari juga tidak berpola. Begitu juga dengan Masjid, masingmasing RW memiliki mesjid, namun tidak semua orang pergi ke mesjid untuk beribadah setiap harinya, sehingga jarak tidak berpengaruh dalam pengambilan keputusan fasum-fasos yang dikonsumsi. Peta fasilitas umum dan fasilitas sosial adalah sebagai berikut: Lokasi Kerja

Sumber: Hasil Analisis ArcMap 10.1

Begitupula dengan lokasi kerja, tidak terjadi pola pekerjaan ataupun pola pengambilan keputusan dalam pemilihan moda transportasi untuk bekerja. Jauh


dekatnya suatu jarak tidak mempengaruhi jenis pekerjaan apa yang dipilih, dan juga tidak mempengaruhi pilihan moda transportasi yang dipakai. 11 responden yang bekerja memiliki rata-rata jarak ke lokasi kerja sejauh 1,88 km secara udara dan 2,7 km jarak asli. Tabel 1 Jarak Lokasi Kerja dari Rumah Tangga

teknis bagi pelayanan transportasi umum masal untuk menjangkau seluruh penduduk yang bertempat tinggal di Wilayah Kelurahan Pajajaran. Adapun hambatan non-teknisnya adalah kebijakan pemberlakuan daerah militer kawasan Landasan Udara Husein Sastranegara, dibawah pengawasan Angkatan Udara Republik Indonesia, sehingga hanya transportasi umum (angkot) yang berkerjasama dengan kooperasi TNI AU lah yang berhak melalui/melintas Kelurahan Pajajaran. Lokasi Belanja

Sumber: Hasil Analisis ArcMap 10.1

Dari 10 keluarga yang terdapat 11 pekerja, melakukan perjalanan menuju pekerjaannya menggunakan moda transportasi umum (angkot) sebanyak 1 orang dan 10 lainnya menggunakan kendaraan pribadi atau motor. Hal ini mengindikasikan bahwa pelayanan akses transportasi di kelurahan Pajajaran belumlah indiferen. Masih terdapat keuntungan yang berbeda jika kita memilih transportasi A, B, C, D. Bisa jadi karena mereka bukan tidak memilih, tapi karena tidak ada pilihan, dan memang kenyataannya begitu. Kelurahan Pajajaran sangat tidak aksesibel dalam hal pelayanan transportasi umum. Permasalahan sistem mobilitas ini mengakibatkan tingginya penggunaan kendaraan pribadi untuk mencapai lokasi kegiatan, apapun kegiatannya, dimanapun kegiatannya berada. Faktor-faktor yang menyebabkan ini diantaranya adalah rendahnya kualitas infrastruktur Jalan Raya. Kebanyakan jalan yang ada di Kelurahan Pajajaran adalah Jalan Lokal dan Jalan Setapak. Hal ini menjadi kendala

Adapun untuk lokasi Belanja, peneliti melihat keunikan pola yang teramati di wilayah lokasi Studi Kelurahan Pajajaran. 5 dari 10 keluarga berbelanja di Toserba Griya Pasteur yakni keluarga RW 02, RW 03, RW 04, RW 06 dan RW 10. Griya ini berkarakteristik sebagai Pasar Modern, dimana transaksi yang terjadi dilakukan sekaligus dan pelayanan yang dilakukan oleh konsumen bersifat mandiri (swalayan). Sedangkan 5 keluarga lainnya yaitu RW 01, RW 05, RW 07, RW 08 dan RW 09, berbelanja di Pasar Tradisional, meskipun berbeda-beda tujuannya. Keluarga dari RW 01 berbelanja di Pasar Sederhana yang berjarak udara 1,9 km dan 3,7 km jarak sebenarnya. Keluarga RW 05 berbelanja di Pasar Andir yang berjarak udara 0,9 km dan 1,8 km jarak sebenarnya. Keluarga RW 07, 08 dan 09, berbelanja di Pasar Ciroyom, dengan keterangan jarak bisa dilihat lebih jelas pada tabel. Tabel 2 Jarak Lokasi Belanja dari Rumah Tangga

Sumber: Hasil Analisis ArcMap 10.1


Rata-rata jarak udara 0,9 km dan 1,39 km jarak nyata ke lokasi belanja. Setelah dipeta-kan dalam GIS titik-titik dari GPS yang kita amati, pola preferensi lokasi belanja ini ternyata membentuk pola spasial jika ditinjau secara agregat. Masyarakat yang bermukim di wilayah bagian utara Kelurahan Pajajaran lebih suka berbelanja ke Toserba Griya, dan ada yang suka ke Pasar Sederhana, dengan jarak rata-rata . Sedangkan masyarakat yang bermukim di wilayah bagian selatannya lebih suka berbelanja ke Pasar Ciroyom dan ada yang suka ke Pasar Andir. Pembahasan Hal-hal yang mempengaruhi keputusan ini bisa dilihat kembali dari teori yang dikemukakan Isard (1956) diantaranya adalah Jarak dan Aksesibilitas. Ada dua kasus Unik yang didapat dari analisis diatas, yakni pilihan ke Pasar Sederhana dan pilihan ke Pasar Andir, dimana 8 lainnya masing-masing 4 ke Toserba Griya dan 4 ke Pasar Ciroyom. Kasus 1: Pajajaran Bagian Utara Keluarga RW 01 lebih memilih untuk berbelanja di Pasar Sederhana karena meskipun secara udara dekat dengan Toserba Griya, namun secara jarak asli, ia harus memutar di Jalan pasteur didepan BTC dan memutar kembali di bawah flyover Pasupati baru bisa mencapai Toserba Griya, dan dengan motor, karena Jika jalan kaki relatif agak jauh, jika menggunakan transportasi umum, maka harus 2 x naik, atau meskipun sekali, berarti harus menyebrangi Jalan Pasteur 2 x, masalah keamanan, kerepotan yang harus dilakukan adalah bentuk eksternalitas yang menyebabkan Inefisiensi sehingga menjadi alasan mengapa Keluarga RW 01 tidak memilih berbelanja di Toserba Griya. Lalu mengapa di Pasar Sederhana? Karena hanya 1 x menyebrang dan 1 x naik angkot jurusan Sederhana-Cimindi untuk

mencapai Pasar Sederhana. Kesimpulan kasus 1: Pasar Sederhana (3,7 km) lebih aksesibel dibandingakan Toserba Griya, meskipun secara jarak, ia lebih jauh dari jarak rata rata (1,39 km). Sedangkan 5 keluarga lainnya yang memilih belanja ke Griya, dan kelimanya menggunakan moda Motor adalah karena faktor kedekatan jarak dan tidak ada hambatan keterjangkauan (aksesibilitas), sehingga wajar mengambil keputusan untuk belanja di Griya. Kasus 2: Keluarga RW 05 lebih memilih untuk berbelanja di Pasar Andir dibandingkan Pasar Ciroyom yang dilakukan oleh 4 keluarga di RW lainnya yang menempati bagian selatan Kelurahan Pajajaran. Mengapa? Karena lokasi RW 05 bertempat di bagian selatan yang paling barat yang aksesnya lebih dekat ke Pasar Andir dibandingkan ke Pasar Ciroyom. Jalan Aruna –yang menjadi akses tercepat untuk mencapai Pasar Ciroyom, merupakan tempat keluar angkot bertrayek dari Ciroyom ke- berbagai tempat. Sedangkan angkot yang bertrayek dari berbagai tempat ke- Ciroyom masuk ke Terminal Ciroyom melalui Jalan Abdurahman Saleh, ke Rajawali Timur kemudian Ciroyom atau ke Andir kemudian ke Ciroyom. Sedangkan Keluarga RW 07, 08 dan 09, bertempat di bagian selatan Kelurahan Pajajaran sebelah timur sehingga walaupun tidak ada angkutan kota yang mengantarkan mereka ke Pasar Ciroyom, tapi akses aslinya lebih mudah. Ketiga RW tersebut bisa melalui Jalan Baladewa, lurus ke Jalan Bima, ke Jalan Arjuna dan ke Aruna hingga ke Pasar Ciroyom, sebaliknya, akan sangat jauh bagi ketiga RW ini jika harus memilih berbelanja ke Pasar Andir.


Kesimpulan dan Rekomendasi

Rekomendasi

Kesimpulan

Pemerintah sebaiknya melakukan perbaikan/pelonggaran kebijakan terkait izin melintas bagi transportasi umum agar kelurahan Pajajaran bisa terjangkau dan meningkat aksesibilitasnya. Selain itu, perlu ada perluasan atau pelebaran Jalan atau pembuatan jalan baru agar lebih terjangkau (aksesibel).

Dari penelitian ini, maka dapat disimpulkan bahwa aksesibilitas di Kelurahan Pajajaran masih terbilang kurang, karena dipengaruhi faktor teknis, kualitas dan kuantitas Jalannya yang kurang memadai dan juga faktor nonteknis dari intervensi kebijakan AURI terhadap penguasaan lokasi yang menyebabkan transportasi umum sangat terbatas untuk menjangkau Kelurahan Pajajaran secara melintang (across) bukan hanya menyinggung (intersect). Tidak ada pola yang bisa didapat dari pemenuhan kebutuhan masyarakat akan fasilitas umum dan fasilitas sosial karena banyak faktor-faktor eksternal lain yang tidak bijak untuk diabaikan. Jarak tidak mempengaruhi pemilihan sekolah, namun cukup mempengaruhi pemilihan masjid dan warung untuk belanja harian. Jarak tidak mempengaruhi preferensi pemilihan moda transportasi untuk kerja, dan pemilihan lapangan pekerjaan, karena moda transportasi dan jenis pekerjaan tidak indiferen sehingga ada pengaruh lain yang menyebabkan preferensi pilihan tidak berpola. Untuk lokasi belanja, ada dua yang mempengaruhi yakni jarak dan aksesibilitas. Jarak sangat mempengaruhi lokasi belanja, kesimpulannya rumah tangga yang berlokasi di Pajajaran Utara lebih senang untuk berbelanja di Griya Toserba dan rumah tangga yang berlokasi di Pajajaran Selatan senang untuk berbelanja di Pasar Ciroyom. Namun ada dua kasus khusus dimana ada yang suka berbelanja di Pasar Sederhana dan juga Pasar Andir karena lebih efisien, meskipun jaraknya jauh dari rata-rata jarak belanja pada umumnya, namun lebih terjangkau.

Referensi McCain, Phillip. 2001. Urban and Regional Economics. New York: Oxford University Press http://rri.co.id/index.php/berita/72333/Laju -Pertumbuhan-Ekonomi-KotaBandung-Kalahkan-#.UrKMs_lgc9I http://latahzanovi.blogspot.com/2013/06/te ori-lokasi.html


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.