Edisi 7/Nopember-Desember 2012 Untuk Kalangan Terbatas
Upaya Penyelamatan DAS Belum Terlambat
Daftar Isi Tajuk Utama - Mewujudkan Rencana Pengelolaan DAS Terpadu - Tantangan Pengelolaan DAS di Indonesia - DAS Wampu Mesti Diselamatkan Secara Komprehensif - Kebun Polikultur untuk Rehabilitasi DAS Wampu Advokasi - Forum Bersama Pertanian Organik Sumatra - Kewajiban Pemerintah Mewujudkan Kedaulatan Pangan - Sumber Hayati Lokal Pangan - Harapan Baru Masyarakat Kelaparan di Hari Pangan Sedunia
2 3 4 5 6 7 8 9
Pertanian - AOI Ajak Masyarakat Kembangkan Sistem PGS
10
Credit Union - Koperasi Mengurangi Kemiskinan
11
Kesehatan Alternatif - Khasiat “Si Pengelana Matahari” - Mengintip Khasiat “Si Buah Menor”
12 13
Profil - Hidroponik dengan Sistem Pertanian Ramah Lingkungan
14
Kabar Dari Kampung - Suka Duka dari Kelompok Radio Salam - Berbagi Informasi di Radio Komunitas Salam - Warga Pantai Gemi Termakan Janji PLN
15 15 15
Dalam beberapa penelitian yang dilakukan para aktivis lingkungan ditemukan banyaknya kondisi daerah aliran sungai (DAS) yang masih bermasalah, yaitu DAS berPrioritas I (kritis atau tidak sehat). Hal ini jelas mempengaruhi kehidupan masyarakat yang berada di sepanjang DAS tersebut. Rusaknya kondisi DAS membuktikan bahwa pengelolaan DAS belum dilakukan secara optimal. Tambahan lagi sinergitas untuk itu masih lemah, sehingga pengelolaan DAS belum terlaksana secara baik dan efektif. Sudah tentu cara pandang masyarakat terhadap DAS juga menjadi sorotan. Selama ini DAS dianggap sebagai bagian belakang rumah, alias saluran pembuangan belaka. Misalnya sebagai tempat pembuangan sampah rumah tangga dan juga limbah industri. Ironisnya, membuang sampah dan limbah malah dianggap hal yang lumrah. Lumrah dalam arti kata tak dianggap menjadi masalah selama aliran sungai tersebut mengalir ke laut. Padahal, sikap pragmatis masyarakat seperti ini justru akan menambah kerusakan fungsi DAS sebagai urat nadi kehidupan, yaitu sumber air rumah tangga dan industri. Terkadang karena DAS merupakan sumber ekonomi yang berasal dari kemurahan alam, eksploitasi terhadap DAS pun dianggap sah-sah saja, sehingga tak butuh pengelolaan dari masyarakat. Adanya pemukimam sekitar DAS, galian C atau illegal logging, misalnya, juga merupakan contoh problematik yang dianggap biasa. Alhasil, masyarakat yang orientasinya ekonomi semata tak memandang DAS sebagai kemurahan alam yang patut dilestarikan. Tentu dampak tidak efektifnya pengelolaan DAS ini berakibat pada kehidupan masyarakat itu sendiri. Terjadinya erosi, sedimentasi, bahkan bencana banjir longsor lantas menjadi momok bagi masyarakat yang hidup di sepanjang DAS. Hal ini merupakan dampak negatif akibat tidak bijaknya masyarakat terhadap sistem pengelolaan DAS. Oleh sebab itu, perlu adanya kebijakan dan sikap tegas pemerintah dalam pengelolaan DAS secara terpadu. Pendek kata, upaya penyelamatan DAS belumlah terlambat, asal masyarakat dan pemerintah punya kemauan. Tambahan lagi dengan terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) No 37 tahun 2012 tentang Pengelolaan DAS, maka harapan dan peluang untuk menyelesaikan masalah DAS tersebut lebih terbuka luas. Kendati demikian, perlu ada sinergi yang solid antara masyarakat dan pemerintah untuk bekerja sama dalam melestarikan DAS bagi kehidupan. Misalnya dalam hal melakukan gerakan reboisasi bersama, penyuluhan tentang pentingnya DAS dan pengembangan pola pertanian polikultur di sepanjang DAS, termasuk kerja sama antardaerah. Menggali kearifan lokal dalam mensukseskan pengelolaan DAS juga patut jadi pertimbangan. (red)
Newsletter Bitranet / Edisi 7: Nopember-Desember 2012
1
Tajuk Utama
Mewujudkan Rencana Pengelolaan DAS Terpadu Selama ini ada anggapan bahwa pengelolaan daerah aliran sungai (DAS) belum tepat sasaran. Untuk itu dibutuhkan rencana strategis tentang pentingnya pengelolaan DAS terpadu. Konsep pengelolaan DAS terpadu ini mengemuka dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Pengelolaan DAS 2012 lalu, yang kemudian menghasilkan berbagai rumusan. Ketua Forum DAS Prof. Dr. Emil Salim menjelaskan, untuk meningkatkan koordinasi, integrasi, sinkronisasi dan sinergi pembangunan yang berbasis pengelolaan Daerah Aliran Sungai secara berkelanjutan, dibutuhkan blueprint pengelolaan DAS terpadu. Tujuannya adalah terwujudnya komitmen bersama dalam membangun keterpaduan antarsektor dan antarwilayah administrasi dalam pembangunan untuk melestarikan ekosistem DAS. Sehingga, diharapkan ke depan akan lebih mampu mencegah dan menanggulangi bencana alam banjir, tanah longsor, erosi tanah dan kekeringan pada DAS-DAS prioritas. Adapun Rumusan Hasil Rakernas Pengelolaan DAS 2012 sebagai berikut:
Penerbit: Yayasan BITRA Indonesia Medan. Pimpinan Umum: Wahyudhi Pimpinan Redaksi: M. Ikhsan Dewan Redaksi: Rusdiana, Iswan Kaputra, Swaldi, Listiani Reporter: Juhendri Chaniago, Aprianta, Erika Rosmawati, Hawari, Jumarni, Siska, Misdi, Rustam. Fotografer: Anto Ungsi Manajemen Pelaksana: Icen Sirkulasi: Fira Handayani Redaksi: Jl. Bahagia By Pass No. 11/35 Medan - 20218 Telepon: 061-787 6408 Fax: 061-787 6428 Email: newsletterbitranet@yahoo.com
Jurnalis BITRANET dalam melaksanakan tugasnya tidak dibenarkan menerima amplop atau imbalan apapun. Bagi masyarakat yang melihat dan dirugikan, silahkan menghubungi redaksi dan menggunakan hak jawabnya.
2
1. Pengelolaan DAS sangat penting untuk menanggulangi bencana banjir, tanah longsor dan kekeringan. 2. Debit puncak pencemaran air sungai dan koefisien regim sungai cenderung meningkat tetapi debit andalan menurun. Banyak pula ditemukan kerusakan DAS akibat kegiatan penambangan yang tidak terkendali, pengelolaan lahan pertanian yang tidak memperhatikan kaidah-kaidah konservasi, konversi lahan pertanian menjadi nonpertanian dan luas hutan di dalam DAS yang kurang memadai telah mengakibatkan defisit air yang pada gilirannya menyebabkan menurunnya daya dukung DAS (terancamnya ketahanan pangan, penduduk miskin meningkat, pengangguran meningkat). 3. Dalam sistem pemerintahan desentralisasi saat ini, tidak ada satu kementerian/lembaga pun yang mempunyai otoritas penuh untuk mengelola DAS secara utuh dari hulu sampai hilir. Oleh karena itu sangat dibutuhkan terjalinnya koordinasi, integrasi, sinkronisasi dan sinergi lintas sektor, lintas wilayah administrasi dan lintas disiplin ilmu antara Pemerintah Pusat dan Daerah guna mencapai kondisi tata air yang optimal, peningkatan produktivitas hutan dan lahan serta peningkatan kesejahteraan masyarakat yang berkeadilan. 4. Terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) No 37 tahun 2012 tentang Pengelolaan DAS hendaknya memenuhi harapan yang telah lama dinantikan dalam menyelesaikan masalah tersebut. 5. Peraturan Pemerintah tersebut diharapkan akan menjadi pengikat antar kementerian/lembaga dan antarwilayah administrasi agar terselenggara pengelolaan DAS yang rasional dan berkelanjutan.
6. Peraturan Pemerintah tersebut harus diuraikan dalam Rencana Pengelolaan DAS, yang diamanatkan Wakil Presiden sebagai blueprint dan oleh Prof. Dr. Emil Salim sebagai blueprint yang durable dengan prinsip pro growth (pertumbuhan ekonomi, peningkatan pendapatan utama petani), pro job/ poor (memberikan pekerjaan/pendapatan pada petani miskin), pro green (tidak merusak lingkungan, tidak terjadi degradasi lahan). 7. Rencana Pengelolaan DAS hendaknya dibuat oleh Pemerintah/Pemda di setiap level dengan memperhatikan dan melibatkan peran serta masyarakat baik perorangan maupun forum koordinasi Pengelolaan DAS dan dilaksanakan/ diimplementasikan oleh pemerintah yang bersangkutan/SKPD/ Dinas/Petani. 8. Forum koordinasi pengelolaan DAS harus bersifat non-struktural, independen, berbasis komitmen bersama, bebas ego sektor, profesional dan nirlaba, mendukung program dan kebijakan pemerintah serta beranggotakan lembaga pemerintah dan non-pemerintah. 9. Dalam pelaksanaan pengelolaan DAS dibutuhkan peningkatan sumber daya manusia dan kelembagaan pengelolaan DAS. Untuk meningkatkan efektivitas, akselerasi serta terkelolanya sistem informasi dalam rangka KISS pengelolaan DAS perlu peningkatan kewenangan berupa penyesuaian klasifikasi Balai Pengelolaan DAS dari eselon III ke II. 10. Disamping itu diperlukan peningkatan kapasitas sumber daya manusia antara lain dengan mendorong berdirinya Pusat-pusat Pengkajian Pengelolaan DAS dan/atau Program Studi Pengelolaan DAS Profesional. Sumber: www.scbfwm.org
Newsletter Bitranet / Edisi 7: Nopember-Desember 2012
Tajuk Utama
Tantangan Pengelolaan DAS di Indonesia Dalam kerangka kerja pengelolaan daerah aliran sungai (DAS) yang dikeluarkan Kementerian Kehutanan tahun 2008 disebutkan, paling tidak ada beberapa tantangan dalam hal pengelolaan DAS. Hal ini berdasarkan pengelolaan DAS yang dianggap belum tepat sasaran dan tingkat kekritisan suatu DAS yang mengkhawatirkan. Tantangan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai 1. Degradasi hutan dan lahan Degradasi hutan dan lahan semakin meluas sebagai akibat penambahan jumlah penduduk yang memerlukan lahan untuk sandang, pangan, papan dan energi. Pengurangan areal hutan untuk pertanian dan konversi lahan pertanian untuk bangunan akan menurunkan resapan air hujan dan meningkatkan aliran air permukaan sehingga frekuensi bencana banjir dan tanah longsor semakin tinggi. Karena itu pengelolaan DAS di masa mendatang harus mampu mengkonservasi, merehabilitasi dan meningkatkan produktivitas hutan dan lahan yang dapat memenuhi kebutuhan penduduk terhadap barang dan jasa lingkungan. 2. Ketahanan pangan, energi dan air Banyaknya areal pertanian yang subur
dikonversi menjadi bangunan atau infrastuktur akan mengurangi lahan pangan produktif dan menurunkan fungsi hidrologis DAS. Terjadinya banjir pada musim hujan mengakibatkan areal-areal irigasi pada hilir DAS akan tergenang yang pada gilirannya menurunkan produksi beras nasional. Kebutuhan air untuk berbagai kepentingan seperti air baku, pertanian, perindustrian dan PLTA juga semakin besar. Karena itu pengelolaan DAS seharusnya bisa mendukung ketersediaan pangan, air dan energi alternatif, baik melalui manajemen kawasan lindung maupun kawasan budidaya. 3. Kesadaran dan kemampuan para pihak Ada indikasi bahwa kesadaran dan kemampuan para pihak dalam melestarikan ekosistem DAS masih rendah. Kawasan lindung atau resapan air justru digunakan untuk fungsi budidaya atau dibangun untuk pemukiman baik secara legal maupun illegal, sehingga meningkatkan risiko erosi, longsor dan banjir. Sampah dan limbah yang ada di sungai menyebabkan pendangkalan, penyumbatan, dan pencemaran air sungai. Untuk itu dibutuhkan pendidikan, pelatihan dan penyuluhan tentang pengelolaan DAS kepada masyarakat secara luas.
4. Otonomi Daerah Era otonomi daerah bisa membuat masalah pengelolaan DAS semakin kompleks karena tidak semua pemerintah daerah memahami konsep pengelolaan DAS yang berbasis ekosistem dan lintas batas administrasi. Dengan kata lain, sikap mementingkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) juga akan menyebabkan konsep pengelolaan DAS terpadu akan terabaikan karena penggunaan sumberdaya alam DAS yang tidak proporsional dan rasional. Karena itu, perlu dibentuk Forum Pengelolaan DAS yang menjadi forum konsultasi antarpihak untuk melakukan sinergitas dalam pemanfaatan sumberdaya alam DAS. 5. Kebijakan Nasional Untuk mengatasi konflik kepentingan antarpihak yang terlibat dalam memanfaatkan sumberdaya alam dan jasa lingkungan, pengelolaan DAS memerlukan regulasi dan kebijakan di berbagai tingkat, baik tingkat nasional, propinsi maupun tingkat kabupaten/ kota, bahkan tingkat desa. Itu sebabnya pengelolaan DAS harus dimasukkan sebagai salah satu program nasional, seperti Rencana Pembangunan Jangka Panjang/Menengah (RPJP/RPJM), agar pengelolaan DAS tersebut menjadi arus utama dalam kegiatan dan alokasi penganggaran di tingkat nasional, propinsi dan kabupaten/kota. 6. Isu lingkungan Global Peningkatan kegiatan pembangunan ekonomi global selama ini telah meningkatkan konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer sehingga terjadi pemanasan global yang berdampak negatif terhadap ekosistem dan kehidupan manusia. Pengelolaan DAS menjadi sangat penting sebagai upaya adaptasi dan mitigasi dalam menghadapi perubahan iklim isu global lainnya, seperti konservasi hutan dan vegetasi permanen, rehabilitasi hutan dan lahan, penggunaan teknologi pertanian tepat guna dan ramah lingkungan. Sumber: www.dephut.go.id
Newsletter Bitranet / Edisi 7: Nopember-Desember 2012
3
Tajuk Utama
DAS Wampu Mesti Diselamatkan Secara Komprehensif Paling sedikit ada 5 masalah besar yang mengancam masyarakat di sekitar daerah aliran sungai (DAS) Wampu yang membentang dari hulu hingga ke hilir, meliputi Kabupaten Simalungun, Tanah Karo, Langkat dan Kota Binjai. Masalah ini mengemuka pada acara Dialog Para Pemangku Kepentingan DAS Wampu, Kamis (25/10), yang diselenggarakan BITRA Indonesia di Balai Latihan Dinas Sosial Langkat, Stabat. Dalam dialog yang disiarkan langsung Radio Super FM ini terungkap kekhawatiran masyarakat yang bermukim di sekitar DAS Wampu. Kekhawatiran akan terulangnya bencana banjir bandang seperti di Bahorok tahun 2003 yang banyak menelan korban jiwa. Sebanyak 129 orang tewas, termasuk tujuh pelancong asing, dan sedikitnya 400 bangunan hancur pada peristiwa tersebut. Hampir semua peserta dialog, yang terdiri dari masyarakat di sekitar bantaran sungai Wampu, Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS) Sumut, Komisi 4 DPRD Langkat, Dinas Kehutanan Langkat, Badan Lingkungan Hidup (BLH) Langkat, Dinas Pertanian Langkat dan BITRA Indonesia, sepakat bahwa bencana tersebut akan terulang jika tidak segera diambil tindakan dan langkah-langkah secara terpadu dan menyeluruh.
4
Masalah lainnya adalah mulai terganggunya fondasi jembatan Stabat yang disebabkan maraknya penambangan pasir (galian C). “Jika ini dibiarkan, akibat terburuknya adalah robohnya jembatan, maka jalan lintas ke Aceh akan terganggu, bahkan terputus,” kata Arbain Fauzan, Wakil Ketua Komisi 4 DPRD Langkat yang membidangi Lingkungan Hidup. Untuk ketersediaan air bagi pertanian, Ahmad Purba, Kabid Rehabilitasi Dinas Pertanian Langkat mengungkapkan, “Luas irigasi dibanding luas sawah yang ada di sekitar Sungai Wampu hanya mampu memenuhi sepertiganya saja, sisanya tadah hujan. Syukurlah telah direncanakan pembangunan bendungan untuk mengairi lahan sawah di atas 3000 ha itu.” “Perusahaan-perusahaan perkebunan besar yang ada di hulu dan tengah DAS Wampu yang jumlah arealnya semakin bertambah juga mengakibatkan percepatan sedimentasi yang berakibat pada melebarnya bidang sungai. Pengelolaan DAS Wampu secara terpadu harus segera dilakukan,” kata Muhammad Irsan dari BPDAS Sumut. Masalah lain diungkap oleh Fauziah, warga Desa Stabat Lama yang mengatakan bahwa saat musim hujan air telah meluap dari benteng yang ada sekarang, bagian bawah benteng juga berlubang menyerupai gua-gua kecil berisi air. “Kami
telah 15 tahun mengajukan permohonan perbaikan tanggul pada berbagai pihak yang berwenang termasuk ketika kunjungan reses DPRD Langkat dan DPRD Sumut, namun belum ada realisasi pembangunan tersebut,” ujarnya. Menjawab pertanyaan ini, Arbain Fauzan yang juga didampingi Harifin dari DPRD Langkat mengungkapkan, APBD Langkat sudah 63% terpakai untuk belanja rutin dan sisanya tidak memadai untuk perbaikan tanggul. “Jika sudah bertemu dengan DPRD Propinsi mungkin harapan masyarakat nanti akan terkabul,” tegasnya. “Konservasi kawasan DAS dan bantaran Sungai Wampu merupakan jawaban dari semua kegelisahan ini. Penambangan pasir juga harus diatur pada titik-titik yang sedimentasi pasirnya cepat meninggi. Tidak seperti sekarang, dimana galian C menumpuk di sekitar hulu dan hilir jembatan saja. Paling penting adalah komitmen kita bersama untuk memperbaiki keadaan ini. Komitmen politik dari DPRD Langkat untuk membuat Perda konservasi yang bernilai ekonomis dan sosial tinggi, masyarakat mau melaksanakan, dinas terkait memberikan dukungan pekerjaan secara penuh. Jadi semua pihak mendukung secara komprehensif,” kata Iswan Kaputra, Manager Riset BITRA Indonesia. (Isw)
Newsletter Bitranet / Edisi 7: Nopember-Desember 2012
Tajuk Utama
Kebun Polikultur untuk Rehabilitasi DAS Wampu Agaknya gagasan kompensasi hulu-hilir perlu diperhatikan kembali, guna menggali potensi sumber daya alam yang ada di sepanjang daerah aliran sungai (DAS). Termasuk juga dalam hal mengatasi kondisi DAS Wampu yang kini memprihatinkan. Selain itu, bagaimana memanfaatkan DAS Wampu menjadi sumber energi, tentu dibutuhkan peran masyarakat yang memiliki kearifan lokal dalam hal pengelolaan DAS. Paparan mengenai kondisi DAS Wampu ini terungkap saat peneliti Ir. Abdul Murad, M.Sc. mempresentasikan hasil penelitian yang dilakukan BITRA Indonesia tersebut di hadapan peserta semiloka “Pengembangan Pola Pertanian Polikultur untuk Penyelamatan Lahan Kritis di Bantaran Sungai Wampu”, Oktober lalu, di Hotel Asean, Medan. Turut sebagai narasumber, yaitu Ketua DPRD Langkat H. Rudi Hartono Bangun, Sukardi, S.Hut. dari BPDAS Wampu-Ular dan Kabid Dishutbun Langkat E. Ika Herawati, S.Hut. Pendiri BITRA Indonesia, H. Ir. Soekirman, dalam sambutannya menyampaikan bahwa DAS merupakan urat nadi kehidupan yang diciptakan Tuhan. “Bahkan tak ada kebijakan manusia yang mampu melebihi kemurahan alam. Saat ini memang banyak forum yang membahas DAS, namun belum maksimal hasilnya dan belum dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Di Jerman, butuh 40 tahun demi menya-
darkan rakyatnya untuk mengembalikan sungai Rhein agar kembali jernih,” pesannya. Mengenai hasil penelitian DAS tersebut, Abdul Murad mensinyalir, ada beberapa permasalahan yang terjadi di DAS Wampu. Pertama, aspek ekonomi yang berimplikasi pada pendapatan masyarakat di sekitar DAS Wampu. Kedua, aspek lingkungan, seperti terjadinya erosi, kualitas air menurun, dan ancaman bencana banjir. Ketiga, aspek sumberdaya manusia, yaitu kurangnya pengetahuan masyarakat dalam bertani secara profesional. Untuk menjawab permasalahan DAS tersebut, Murad menawarkan solusi. Antara lain: Pertama, untuk aspek ekonomi, masyarakat perlu memahami kembali apa filosofi kegiatan pertanian. Kedua, melakukan terobosan pada aspek lingkungan, yakni menanam jenis tanaman penahan erosi untuk tebing sungai, seperti beringin air dan ara (jabi-jabi, dalam bahasa lokal), lalu melakukan reboisasi dengan pola kebun tanaman campuran (polikultur), atau biasa disebut agroforestry, menghutankan kembali daerah hulu, serta menguatkan tanggul. Ketiga, untuk aspek SDM perlu dilakukan penyuluhan intensif, melatih masyarakat, pemerintah dan swasta. “Kami menggunakan pendekatan berbasis budaya dan alam setempat untuk rekomendasi riset yang telah kami lakukan. Karena, saat beberapa kali ke
Newsletter Bitranet / Edisi 7: Nopember-Desember 2012
lapangan, kami melihat ada pohon yang akarnya efektif menahan erosi tebing atau bibir sungai, maka kami rekomendasikan agar tanaman yang tumbuh baik di lokal ini menjadi tanaman utama untuk penyelamatan Sungai Wampu,” tambah Iswan Kaputra, sebagai tim riset DAS Wampu ini. Menurut Hawari, staf divisi advokasi BITRA Indonesia, dilakukannya kegiatan semiloka ini adalah sebagai media berbagi pengetahuan dan informasi untuk bersama membangun kesadaran dalam melakukan berbagai upaya penyelamatan sungai yang bersinergi dengan semua pihak. ”Kegiatan ini bertujuan memberikan infomasi atas hasil penelitian yang telah didokumentasikan oleh peneliti, terdeskripsikannya potensi sumberdaya alam dan potensi masyarakat dalam menjaga dan melestarikan aliran sungai Wampu, serta sinergisitas atas upaya mitigasi yang dapat dilakukan secara bersama oleh semua pihak,” katanya. Acara yang diselenggarakan BITRA Indonesia ini dihadiri 135 peserta, terdiri dari masyarakat dampingan BITRA Indonesia di Kabupaten Langkat, Serikat Rakyat Binjai Langkat (Serbila), DPRD Langkat, Pemerintah Kabupaten Langkat, BPDAS Wampu-Ular, kelompok diskusi dan mahasiswa pencinta alam (Mapala), serta Organisasi Non-Pemerintahan (NGO). (juhendri)
5
Advokasi
Forum Bersama Pertanian Organik Sumatra Pertanian organik di Indonesia telah cukup lama berkembang. Paling tidak tercatat dimulai sekitar tahun 1970-an yang ditandai dengan lahirnya beberapa lembaga yang memfokuskan dirinya dalam pengembangan pertanian organik. Kemudian di era 80-an dan 90-an, isu ini semakin berkembang lagi dengan ditandai bertambahnya lembaga-lembaga yang bergiat dalam isu ini. Ditahun 2000-an, merupakan satu momentum penting perkembangan pertanian organik di Indonesia, ditandai dengan lahirnya program “Go Organik 2010″ oleh Kementrian Pertanian. Dari program ini kemudian dihasilkan beberapa kebijakan pemerintah terkait pertanian organik, seperti SNI Pangan Organik tahun 2002, dll. Perkembangan terkini, menurut Statistik Pertanian Organik 2010 (SPOI) bahwa total luas area pertanian organik di Indonesia tahun 2010 adalah 238.872,24 Ha, meningkat 10% dari tahun sebelumnya. Angka ini mencakup luas area pertanian organik yang disertifikasi (organik dan konversi), dalam proses sertifikasi, sertifikasi PAMOR dan tanpa sertifikasi. Informasi ini menjadi sesuatu hal yang penting ditelisik dan didiskusikan terkait dengan apa sesungguhnya makna dan yang menjadi tujuan hakiki dari pertanian organik tersebut. Paling tidak, dari beberapa rujukan yang terbaca, makna dan tujuan hakiki dari pertanian organik tersebut adalah mengarah kepada keharmonisan aspek sosiologis, ekologis dan ekonomis dalam mewujudkan tatanan kehidupan masyarakat. Upaya-upaya untuk mengarahkan gerakan pertanian organik menuju ke arah ini terus berkembang dan melibatkan banyak pihak, baik di kalangan penggiat isu, produsen, konsumen maupun pengambil kebijakan. Produk pertanian organik saat ini bukanlah sesuatu yang asing bagi masyarakat. Mulai dari petani kecil di pedesaan, pelajar dan masyarakat umum sudah sangat familiar dengan kata organik. Hal ini terjadi karena dunia internasional gencar menyuarakan pentingnya budaya organik. Disamping dampak yang diakibatkan dari aktifitas kimia konvensional produk makanan telah merugikan keseimbangan lingkungan, unsur kesehatan dan
6
keberlanjutan kehidupan sudah dipikirkan secara internasional pula. Walaupun kenyataannya di negeri ini masih hanya terbatas slogan saja, alangkah baiknya jika diperlukan kesamaan persepsi terhadap pentingnya organik bagi masyarakat kita. Untuk itu, perlu pendekatan banyak pihak agar penggiatpenggiat organik yang umumnya petani kecil tetap mendapat tempat dan karyanya mendapat apresiasi masyarakat, khususnya konsumen. Untuk itu gerakan sadar organik harus dibangun secara terusmenerus agar merata di setiap kalangan dan simpul saling membutuhkan tercipta. Kebuntuan yang selama ini menjadi ganjalan antara petani dan konsumen organik adalah: Petani merasa enggan dengan budaya organik karena membutuhkan tenaga yang ekstra tinggi dan biaya besar. Petani merasa kesulitan menjangkau sertifikat organik karena mahal dan rumit dilakukan. Konsumen merasa enggan mengkonsumsi produk organik karena harganya mahal. Konsumen merasa kesulitan mendapatkan produk organik. Gerakan sadar organik merupakan gagasan awal agar kebuntuan yang selama ini menjadi pembatas komunikasi antara petani dan konsumen organik terjembatani. Juga perlunya memberikan penghargaan terhadap produk organik agar terus berkembang sehingga bisa dinikmati oleh konsumen. Dan dengan mengedepankan penghargaan, maka kebuntuan yang terjadi juga bisa diurai secara multi pihak. Dengan dialog-dialog multi pihak yang dilakukan secara rutin dan terus-menerus, akan ditemukan kejelasan dan titik temu sehingga organik menjadi kepercayaan bagi petani dan konsumennya. Produk organik adalah karya seni yang perlu dihargai lebih. Untuk itu marilah kita tingkatkan kesadaran agar masyarakat benar-benar menghargai dan memberi nilai lebih terhadap karya seni organik. Konsumen berkewajiban menunjang dan memberikan subsidi guna menyemangati petani organik (seniman organik) yang adalah pelaku di lapangan. Melalui dialog multi pihak ini, diharapkan tercipta mekanisme kesadaran pasar yang lebih efisien sehingga mampu menekan biaya operasional. Dengan demikian
harga produk organik bisa ditekan atas kehendak dan kesadaran antara produsen, pasar dan produk organik itu sendiri. Tanggal 9 – 10 Oktober merupakan hari bersejarah bagi pertanian organik di Sumatra. Pasalnya pada 2 hari tersebut diselenggarakan Forum Bersama Pertanian Organik Sumatra, dengan thema “Membangun sinergi para pihak untuk penguatan petani organik dalam menguatkan mutu produk dan mengembangkan pasar organik berkeadilan�. Acara ini diselenggarakan oleh Aliansi Organis Indonesia (AOI) yang sekretariat nasionalnya berada di Bogor bekerjasama dengan BITRA Indonesia, Medan. Rangkaian kegiatan yang dilakukan 2 hari ini berupa Talkshow/Seminar Pertanian Organik dan Pasar Berkeadilan, Workshop PGS (Participatory Guarantee Systems) Indonesia, yang diselenggarakan di Medan, dimana publik dari berbagai kalangan yang berkaitan dengan pertanian organik, petani (kelompok tani organik), para peneliti, pengusaha pertanian organik dan konsumen produk pertanian organik, juga akademisi, pakar lingkungan dan pers/media, diundang untuk mengikuti kegiatan. Lalu dilanjutkan dengan Pertemuan Regional Anggota AOI Sumatra, yang diikuti oleh internal anggota AOI yang berlangsung di Parapat. Tujuan dari kegiatan forum bersama ini, antara lain: Menjalin relasi yang lebih baik antarpihak yang peduli terhadap perkembangan pertanian organik. Mendorong terciptanya hubungan yang sinergi antara produsen organik dan konsumen organik. Memahami standar pertanian organik yang diimplementasikan oleh petani organik. Mengetahui kebutuhan organik dan produksi organik yang ada di wilayah setempat. Membangun pemahaman dan harapan yang sama mengenai Pertanian Organik, Perdagangan yang Berkeadilan dan sistem pengawasan mutu di kelompok petani. Menggali dan merumuskan Potensi dan Masalah Pertanian Organik, Perdagangan yang Berkeadilan dan sistem pengawasan mutu di kelompok petani di kawasan Sumatra. Menggali dan merumuskan masukan dan gagasan untuk pengembangan Pertanian Organik, Perdagangan yang Berkeadilan dan Sistem pengawasan mutu di kelompok petani di
Newsletter Bitranet / Edisi 7: Nopember-Desember 2012
Advokasi Kawasan Sumatra. Mensosialisasikan kaidah dasar sistem PGS bagi pihak yang tertarik mengembangkan PGS di kawasan Sumatra. Mensosialisasikan PAMOR Indonesia ke anggota AOI di Sumatra. Dengan hasil yang diharapkan bersama oleh pihak penyelenggara: Terbangunnya pengetahuan dan pemahaman peserta mengenai Pertanian Organik, Perdagangan yang berkeadilan
dan sistem pengawasan mutu di kelompok petani. Tergali dan terumuskannya potensi dan masalah mengenai Pertanian Organik, Perdagangan yang Berkeadilan dan sistem pengawasan mutu di kelompok petani di kawasan Sumatra. Tergali dan terumuskannya masukan dan gagasan dalam pengembangan Pertanian Organik, Perdagangan yang Berkeadilan dan sis-
tem pengawasan mutu di kelompok petani di kawasan Sumatra. Tersosialisasikannya kaidah dasar PGS Indonesia kepada para pihak yang tertarik mengembangkan PGS di kawasan Sumatra. Tersosialisasikannya sistem PAMOR Indonesia khususnya pada anggota AOI Sumatra. Adanya kesepakatan bersama forum untuk mengembangkan 1 pilot project penerapan PAMOR Indonesia di kawasan Sumatra. (Isw)
Kewajiban Pemerintah Mewujudkan Kedaulatan Pangan Berbagai kesepakatan internasional telah menjamin bahwa “setiap orang berhak mendapatkan pangan yang layak dan sehat�. Kesepakatan yang dicetuskan oleh DUHAM, UDHR (1948), Konstitusi FAO, ECOSOC Right, ICESCR (1966), RDWFS (1996), ini di Indonesia telah diratifikasi oleh pemerintah Indonesia dalam berbagai undang-undang, seperti UU No. 7 tahun 1996 tentang Pangan, Keppres No.123 tahun 2001, dan PP No.68 tahun 2002. Mengacu pada peraturan-peraturan ini, maka pemerintah harus menghormati (to respect), melindungi (to protect) dan memenuhi (to fulfill) pangan warganya. Dengan demikian barulah kedaulatan pangan dapat terwujud sebagaimana yang diharapkan rakyat. Iswan Kaputra, Koordinator Simpul Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP) Sumatera Utara memaparkan hal ini dalam dialog publik Hari Pangan Sedunia ke-32 yang pada tanggal 16 Oktober 2012, dilaksanakan di Dusun Dondong Timur, Desa Stabat Lama Barat, Kec. Wampu, Kab. Langkat, pertengahan Oktober lalu. Dialog yang dihadiri sekitar 300 petani dari seluruh Kabupaten Langkat ini juga turut menghadirkan dua pembicara lainnya, yaitu Ketua DPRD Langkat H. Rudi Hartono Bangun, SE. MAP., dan Kepala Bidang Agribisnis dan Penyuluhan Dinas Pertanian Kab. Langkat, Nur Supandi, SP. Menurut Rudi Hartono, dia bersyukur dengan diadakannya dialog publik di Hari Pangan ini. Sebagai wakil rakyat, dia menjadi lebih paham bagaimana paradigma masyarakat terhadap wacana kedaulatan pangan. Oleh sebab itu dia sangat mendukung kegiatan yang dilaksanakan BITRA Indonesia ini dan akan memperjuangkan aspirasi petani Langkat. Adapun kegiatan
seperti ini harus dijadikan momentum untuk perubahan bagi masyarakat agar kreatif dalam memenuhi hajat hidupnya. Mengenai swasembada pangan, Nur Supandi menjelaskan, pemerintah sudah mencanangkan ketahahan pangan, misalnya melalui gerakan magadong, yakni makan ubi, untuk diversifikasi/keragaman pangan. Termasuk juga di Langkat. Selain itu, tambah Supandi lagi, selama ini Langkat juga menjadi pemasok bahan pangan bagi daerah-daerah yang ada di sekitarnya, misalnya ke Kotamadya Binjai. Kendati demikian, menurut Iswan, ada perbedaan yang signifikan antara wacana ketahanan pangan yang digulirkan pemerintah dengan kedaulatan pangan yang didefinisikan berbagai kesepakatan internasional dan diusung oleh masyarakat sipil dunia. Dalam hal ini telah terjadi pergeseran aspek nilai terhadap perjuangan kedaulatan pangan. Artinya, perlu dipertegas kembali bahwa swasembada pangan itu penting demi menuju kedaulatan pangan seperti yang dicitacitakan pemerintah dan masyarakat. “Itu sebabnya, selain untuk pendidikan hak atas pangan bagi rakyat, kegiatan Hari Pangan ini merupakan suatu cara merefleksikan kembali kebijakan yang dilakukan pemerintah mengenai pangan,� jelasnya. Lebih lanjut Iswan memaparkan beberapa hal penyebab kekurangan pangan: 1) Ketersediaan lahan bagi petani makin menyempit; 2) Minimnya regenerasi petani, masyarakat menganggap profesi petani sebagai profesi yang tidak membanggakan; 3) Terjadi penyeragaman pangan di masa orde baru; 4) Hancurnya kearifan lokal, yakni sistem pangan tradisional; 5) Kebijakan pemerintah yang tidak berpihak kepada rakyat petani; 6) Minimnya proteksi dan subsidi pertanian oleh pemerintah; 7)
Newsletter Bitranet / Edisi 7: Nopember-Desember 2012
Harga alat dan bahan produksi yang tidak seimbang dengan nilai jual hasil pertanian. Oleh sebab itu, dari permasalahan di atas, Iswan menawarkan resolusi yang perlu dilakukan pemerintah dengan melibatkan rakyat, khususnya petani. 1) Segera lakukan reforma agraria; 2) Pencitraan yang baik terhadap profesi petani; 3) Menghidupkan kembali keragaman pangan pokok; 4) Reorientasi paradigma pada sistem kedaulatan pangan; 5) Ciptakan kebijakan yang berpihak kepada petani dan revisi kebijakan yang tidak berpihak; 6) Lakukan proteksi dan subsidi pada bidang pertanian; 7) Lakukan perdagangan yang adil (fair-trade) dengan menyeimbangkan harga sarana produksi dengan tetap menjaga rentang margin atau harus ada keuntungan yang cukup memadai diperoleh petani. Senada dengan Iswan, ketua panitia Wahito menjelaskan kegiatan Hari Pangan ini merupakan suatu cara merefleksikan kembali kebijakan yang dikeluarkan pemerintah mengenai pangan. Untuk itu dia bersyukur, acara yang diselenggarakan BITRA Indonesia bekerjasama dengan Serikat Rakyat Binjai Langkat (SERBILA), Kelompok Tani Murni dan Pemerintahan Desa Stabat Lama Barat ini dapat berlangsung sukses. Meskipun tadinya dia sempat kuatir karena hujan yang mengguyur dusun Dondong Timur sejak pagi. Dengan diringi musik dan tarian etnis Jawa dari Persatuan Sinar Pujangga (PSD) Dondong Timur, dialog publik ini pun akhirnya ditutup dengan aksi para narasumber dan masyarakat turun ke sawah untuk melakukan penanaman perdana bibit padi organik di Dusun Dondong Timur, pada lahan salah satu petani di dusun ini. (juhendri)
7
Advokasi
Sumber Hayati Lokal Pangan Oleh: V Priyo Bintoro Jumlah penduduk dunia dari tahun ke tahun meningkat dan membawa konsekuensi peningkatan kebutuhan pangan. Bisa jadi, cukup tersedia jumlah pangan, namun belum tentu semua bisa memperolehnya karena keterbatasan daya beli atau ketidakmerataan distribusi. Fenomena itu juga terjadi di Indonesia. Karenanya, tepat Badan Dunia Pangan dan Pertanian (FAO) menetapkan tema Hari Pangan Sedunia 2012, �Agricultural Cooperatives-Key to Feeding the World�. Kerja sama pertanian, termasuk di Jateng, bisa dilakukan lewat berbagai cara asalkan bermuara pada peningkatan ketahanan pangan dan bisa menghapus kelaparan (kekurangan pangan). Menjadi keharusan bagi semua pemangku kepentingan, khususnya kepala daerah di Jateng, sebagai salah satu lumbung pangan, memiliki kepedulian tinggi dan pemahaman komprehensif terhadap upaya pencegahan kekurangan pangan. Pertanian dalam arti luas bisa meliputi tanaman pangan dan hortikultura, perkebunan, peternakan, perikanan, dan kehutanan, yang seharusnya digarap secara sinergis. Pangan yang berasal dari sektor-sektor itu, baik langsung maupun tidak langsung, secara ideal bisa saling mendukung. Konsep koperasi unit desa (KUD) sesungguhnya merupakan salah satu gerakan yang diharapkan oleh tema Hari Pangan Sedunia tahun ini. Tahun 1980an, pemerintah menggenjot KUD supaya menjadi pelaku andal perekonomian. Pada dekade itu, pelaksanaan proyek pusat pelayanan koperasi (PPK) di be-
8
berapa kabupaten dimaksudkan untuk mengakselerasi perkembangan KUD. Namun, proyek ini tak banyak membuahkan hasil seperti diharapkan, kemungkinan besar antara lain karena tidak lahir dari bawah sehingga KUD tak merasa memiliki. Ditambah, banyak penyelewengan di KUD atau PPK. Saat ini masih ada sejumlah koperasi pertanian yang eksis, bahkan tumbuh dengan amat sehat, misalnya Koperasi Persusuan SAE Pujon, Jatim. Pemenuhan pangan yang terus meningkat, mendorong upaya memproduksi pangan yang lebih singkat atau lebih produktif. Contohnya, budi daya ayam broiler yang hanya butuh 4-5 minggu untuk menghasilkan 1-1,5 kg daging. Bandingkan dengan ayam lokal, dengan perlakuan yang sama hanya bisa menghasilkan kurang dari 0,5 kg daging. Ayam ras, baik petelur (layer) ataupun pedaging (broiler), merupakan rumpun atau galur ayam impor. Sampai saat ini, bibit ayam (day old chick) 100% bergantung dari impor. Pemangku kepentingan di dalam negeri tak menguasai nenekmoyangnya (grand parent stock). Sumber Hayati Lokal Biasanya, jenis tanaman atau ternak dengan produksi tinggi dan dengan waktu singkat serta stabil merupakan tanaman atau ternak hasil seleksi genetis. Hal ini mengakibatkan sumber tanaman atau ternak lokal tidak mendapat perhatian, semisal kambing gembrong (asli Bali) yang tinggal 15 ekor, sapi jawa brebes, ayam kedu, serta itik magelang dan tegal. De-
mikian pula gayam, benguk, dan tanaman lain yang terdesak tanaman yang lebih cepat dan lebih banyak produksinya. Tanaman atau ternak lokal tersebut seharusnya diperhatikan. Kalau tidak, bisa mengalami erosi atau pencemaran genetik, dan akhirnya punah. Untuk itu, perlu pelibatan unit penelitian dan pengembangan serta perguruan tinggi yang terkait, dalam upaya pelestarian atau konservasi terhadap tanaman atau ternak semacam ini. Dengan terkonservasinya rumpun tanaman dan ternak lokal itu, pemanfaatannya bisa berkesinambungan mengingat proses pemuliaan pun perlu sumber daya genetik. Keunggulan rumpun tanaman atau ternak lokal tersebut meliputi daya adaptasi yang baik, dan sifat reproduksi yang baik karena seleksi alam. Karena itu, peningkatan produksi pangan jangan melupakan sumber daya genetik lokal yang belum tentu kalah produktif ketimbang sumber daya genetik pendatang. Indonesia sebagai negara nomor dua terbesar keanekaragaman hayatinya setelah Brasil, harus bisa menjaganya. Lebih baik lagi bila bisa memanfaatkan kekayaan itu untuk pemenuhan pangan lokal, bahkan nasional. Prof Dr Ir V Priyo Bintoro MAgr, Dekan Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro, anggota Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Sumber: http://www.suaramerdeka.com
Newsletter Bitranet / Edisi 7: Nopember-Desember 2012
Advokasi
Harapan Baru Masyarakat Kelaparan di Hari Pangan Sedunia Merayakan Hari Pangan Sedunia yang berlangsung tahun ini, The United Nations World Food Programme (WFP/ Badan Pangan Dunia) menegaskan kembali komitmennya untuk mengakhiri kelaparan dalam kehidupan. Untuk mewujudkannya, WFP dibantu dengan beragam kelompok masyarakat, masyarakat sipil, pemerintah dan sektor swasta. Keprihatinan WPF sangat beralasan, sebab dalam periode satu tahun kemarin, masyarakat di hampir setiap benua telah merasakan dampak buruk dan tingginya harga pangan, bencana alam dan keadaan darurat akibat perubahan iklim serta konflik yang semakin memperburuk kelaparan dan kemiskinan. Namun, dengan bantuan sejumlah mitra WPF di seluruh dunia, ada harapan bagi jutaan orang miskin dan kelaparan di seluruh dunia. “WFP menghadapi banyak tantangan karena kami bekerja untuk memastikan bahwa masyarakat miskin kelaparan menerima makanan yang tepat pada waktu yang tepat,” kata Direktur Eksekutif WFP Ertharin Cousin, seperti yang tertulis di rilis yang diterima Beritasatu.com. “Dari wilayah Sahel yang dilanda kekeringan hebat untuk yang ketiga kalinya dalam beberapa tahun terakhir, hingga kerusuhan di Timur Tengah, juga kepada masyarakat yang mengalami kenaikan harga pangan karena mahalnya
makanan pokok impor. WFP terus berupaya untuk memberikan bantuan pangan yang dapat menyelamatkan jiwa kepada mereka yang paling membutuhkan,” tambahnya. Pada tahun 2011, WFP telah memberikan bantuan ke hampir 100 juta orang di 75 negara, termasuk lebih dari 11 juta anak-anak yang mendapat dukungan nutrisi khusus dan 23 juta anak-anak yang menerima makanan sekolah atau makanan untuk dibawa pulang ke rumah. “Di Indonesia, WFP bertujuan untuk memberikan dukungan yang bersifat katalistis kepada Pemerintah dalam mencapai ketahanan pangan dan gizi bagi semua rakyat Indonesia. WFP berkolaborasi dengan Pemerintah berupaya membangun fondasi bagi Indonesia untuk menjadi juara dunia dalam perang melawan kelaparan,” kata WFP Indonesia Country Director, Coco Ushiyama. “Komitmen kami mencakup tiga bidang utama yang terkait dengan keamanan pangan – dalam hal analisis dan pemetaan, manajemen bencana dan mengurangi kekurangan gizi. Strategi pelaksanaan program WFP di Indonesia dilakukan dengan pendekatan dua arah, yakni menanggapi kebutuhan pangan dan gizi secara langsung di antara masyarakat yang paling rentan, sekaligus berinvestasi dalam pengembangan kapasitas yang
Newsletter Bitranet / Edisi 7: Nopember-Desember 2012
mendorong kepemilikan lokal dan keberlanjutan,” terangnya. Tema Hari Pangan Dunia tahun ini adalah “Koperasi Pertanian, kunci utama untuk memberi makan dunia.” WFP bekerja sama dengan koperasi pertanian dan organisasi petani di banyak negara di seluruh dunia, memberikan pelatihan untuk membantu meningkatkan kualitas tanaman, memperkuat praktik bisnis dan meningkatkan akses pasar. Secara khusus, program percontohan WFP Purchase for Progress (P4P) telah bekerja sama dengan lebih dari 800 organisasi petani, yang terdiri dari lebih dari satu juta petani kecil, di 20 negara untuk membangun kapasitas dan memaksimalkan dampak pembangunan pengadaan makanan. “Koperasi dan terutama perempuan dalam koperasi adalah agen utama perubahan,” kata Ushiyama. WFP merayakan Hari Pangan Sedunia bersama dengan badan-badan PBB lain dalam urusan pangan, the Food and Agriculture Organization of the United Nations (FAO) dan the International Fund for Agricultural Development (IFAD). Tiga badan PBB yang berbasis di Roma ini sering bekerja sama, berinvestasi dan meningkatkan produksi petani kecil serta meningkatkan akses masyarakat terhadap makanan bergizi. (Teddy Kurniawan) Sumber: www.beritasatu.com
9
Pertanian
AOI Ajak Masyarakat Kembangkan Sistem PGS Aliansi Organis Indonesia (AOI) bekerjasama dengan Yayasan BITRA Indonesia mengajak elemen masyarakat terutama petani, instansi pemerintah dan lainnya yang bergerak di bidang pertanian untuk mengembangkan sistem perjaminan partisipatif (PGS) di kawasan Sumatera. Ajakan ini dilakukan AOI dalam workshop PGS untuk publik serta seminar tentang pertanian organik dan pasar berkeadilan yang digelar di Hotel Antares Medan, Oktober lalu. Direktur BITRA Indonesia, Wahyudi mengatakan pada workshop dan seminar tersebut, AOI dan Yayasan BITRA Indonesia melibatkan para peneliti bidang pertanian, kelompok tani organik, pengusaha organik, lembaga internasional, koperasi maupun perorangan untuk menerapkan sistem PGS. “Sebagai langkah awal, seminar dan workshop ini perlahan diharapkan terjadi perubahan pola pikir petani untuk menerapkan sistem tersebut. Petani dapat mengenal sistem ini se-
10
cara baik, sehingga bisa memberikan label organik kepada hasil produk pertaniannya,” ucapnya. Dikatakannya bahwa saat ini masih banyak terjadi permasalahan dalam mengembangkan pertanian organik. Masyarakat konsumen masih banyak yang melihat label organik menjadi jaminan untuk percaya lalu membeli hasil pertanian organik. Begitu juga masalah produksi, masih terdapat petani organik yang belum jujur dalam melakukan proses pertanian organiknya. “Kegiatan-kegiatan seperti inilah yang akan memberikan pemahaman dan kesadaran kepada masyarakat, bahwa pertanian organik lebih banyak memberikan efek yang positif dibandingkan efek yang negatif. Ada jaminan mutu terhadap pertanian organik tersebut,” ucapnya.
produksi tanaman organik lebih sehat dibandingkan hasil tanaman anorganik. Masyarakat yang mengkonsumsi hasil pertanian tanpa pestisida lebih dapat terhindar dari penyakit kanker, stroke dan lainnya. “Hal lain yang memberikan dampak positif terhadap penerapan organik adalah terhindarnya pencemaran lingkungan. Sampah-sampah dan kotoran lainnya terkelola dengan baik,” ucapnya. Sebelumnya telah dikatakan, prospek pertanian organik semakin hari semakin diminati oleh para pelaku usaha dan petani di Indonesia, namun berkaitan dengan itu petani juga semakin sulit untuk mendapatkan kepastian hukum terhadap produk pertanian organik yang mereka hasilkan. Hal ini dikarenakan mahalnya biaya sertifikasi akan produk pertanian organik. Keadaan ini juga dialami oleh banyak negara khususnya di negara-negara sedang berkembang. (ns)
Dampak Positif Di bidang kesehatan misalnya, Direktur Klinik Sehat Medan Maghdalena Sumber: Harian Analisa Minggu, 14 Ariyani menyepakati bahwa hasil Oktober 2012.
Newsletter Bitranet / Edisi 7: Nopember-Desember 2012
Credit Union
Koperasi Mengurangi Kemiskinan Beberapa waktu lalu Badan Pusat Statistik mengungkapkan, 17,2 persen (37,4 juta) penduduk Indonesia hidup di bawah garis kemiskinan. Jumlah mereka yang hidup sedikit di atas angka itu lebih banyak. Salah satu solusi mengatasi kemiskinan adalah melalui pemberdayaan koperasi. Koperasi juga tahan terhadap krisis ekonomi nasional sebab tak bergantung pinjaman, impor, apalagi dollar. Agar koperasi mampu mengatasi kemiskinan, pemerintah harus membebaskannya bergerak leluasa dalam aneka sektor tanpa diboncengi kepentingan politik. Dalam artikel Co-operatives as a Global Movement, Direktur International Cooperative Alliance (ICA) Bruce Thodharson mengkritik berbagai jenis koperasi yang tidak berkembang karena meninggalkan jatinya, bahkan mengecam intervensi pihak luar. Guna memacu pengembangan koperasi, berbagai penelitian dan pelatihan koperasi harus segera digerakkan guna mengembalikan jati diri koperasi dan bebas dari campur tangan dan aneka kepentingan politik. Upaya Konkret Memberdayakan koperasi untuk mengikis kemiskinan terkait penertiban koperasi. Saat ini gejala perkembangan koperasi menunjukkan tidak sehat. Akibatnya, pengembangannya tidak optimal, tak sesuai jati dirinya. Di Indonesia terjadi polarisasi jenis koperasi (minimal ada 37 jenis). Padahal, dalam UU No 25/1992 tentang Perkoperasian, pasal (16) menggariskan hanya ada empat jenis koperasi, yaitu koperasi konsumsi, koperasi produsen, koperasi pemasaran, dan koperasi jasa. Polarisasi jenis koperasi ini menyebabkan proses pembinaannya lebih sulit karena masing-masing jenis memiliki karakteristik jenis usaha berbeda. Koperasi-koperasi yang telah menyimpang dari peraturan dan perundang-undangan perlu belajar pada koperasi yang sudah maju. Koperasi Jembatan Kesejahteraan misalnya, berkembang saat krisis melalui jaringan ritel skala mikro, ditopang akses kredit mikro dengan pemanfaatan teknologi informasi (TI), dengan omzet ratusan miliar rupiah. Tingginya omzet bukan menjadi perhatian, tetapi yang lebih
penting pendayagunaan TI dalam proses karena mampu meningkatkan kapasitas bisnis sehingga kompetitif dalam merebut pasar. Koperasi semacam ini memiliki daya saing dalam memasuki pasar bebas dengan mengedepankan keunggulan kompetitif dibanding keunggulan komparatif. Program Aksi Pemberdayaan Usaha Skala Mikro, termasuk koperasi, berpotensi meningkatkan pendapatan masyarakat dalam usaha ekonomi sektor informal berskala mikro. Terutama yang berstatus keluarga miskin dalam rangka mendapat penghasilan tetap melalui peningkatan kapasitas usaha sehingga menjadi unit usaha mandiri, berkelanjutan, siap tumbuh, dan berdaya saing. Hal ini harus didukung program dari lembaga penyedia jasa pengembangan usaha yang berkualitas guna meningkatkan akses koperasi atas pasar dan sumber daya produktif. Kerja Sama Pemberdayaan koperasi amat relevan bagi pengentasan kemiskinan karena segala aktivitasnya bernapaskan kekeluargaan. Implikasinya, kerja sama antaranggota harus menjadi salah satu prinsip koperasi. Kerja sama di sini bukan hanya didasari pengertian, pemilik koperasi sekaligus pelanggan, tetapi juga harus memberi layanan kepada anggota seefektif mungkin. Maka, kerja sama harus diberdayakan. Pemberdayaan harus dimulai dengan meningkatkan mutu SDM guna menumbuhkan keswadayaan dan kemandirian di antara anggota. Sikap keswadayaan dan kemandirian harus dikoordinasi koperasi guna meredam konkurensi yang bisa timbul antaranggota sehingga secara ber-
Newsletter Bitranet / Edisi 7: Nopember-Desember 2012
tahap dapat diubah menjadi jalinan kerja sama, saling membantu, dan mendukung di antara mereka. Kekuatan koperasi justru pada eratnya kerja sama di antara anggota sekaligus sebagai senjata ampuh menghadapi ulah tengkulak dan kapitalis. Kerja sama dapat ditingkatkan menjadi kemitraan di antara aneka koperasi yang tidak hanya bersifat lokal, tetapi juga antarnegara. Kemitraan ini berpotensi meningkatkan daya saing guna mencapai skala usaha yang kian ekonomis. Prinsip kerja sama dalam koperasi mengandung substansi, kerja sama ini didasarkan rasa solidaritas bersama demi kemajuan gerakan koperasi. Jadi, eksistensi koperasi memiliki peran strategis dalam mengikis kemiskinan, bahkan kemajuan koperasi harus dirasakan masyarakat sekitarnya. Koperasi terus dituntut memberi manfaat besar, mengingat misi koperasi adalah memajukan kesejahteraan anggota. Di sisi lain, koperasi merupakan wujud asosiasi masyarakat yang menjadi anggotanya. Maka sudah sepantasnya segenap pengurus koperasi memiliki rasa tanggung jawab moral maupun sosial untuk memperbaiki taraf hidup ekonomi masyarakat sekelilingnya. Bila masyarakat Indonesia berjiwa koperasi dan koperasi yang dijalankan sesuai prinsip itu, hal ini memberi kontribusi besar bagi pengurangan jumlah keluarga miskin secara signifikan, sekaligus membantu mengatasi masalah pengangguran yang hingga kini terus membengkak. (Martaja, Alumnus Australian National University) Sumber: komisipse-creditunion.blogspot. com
11
Kesehatan Alternatif
Khasiat “Si Pengelana Matahari” Tentulah nama Bunga Matahari sudah tak asing lagi di telinga kita. Ya, bunga bernama latin Helainthus annuus L. ini adalah tanaman hias yang cukup populer. Ciri bunganya yang khas, yakni berbunga besar (diameter bisa mencapai 30 cm), membuat tanaman ini sangat diminati oleh masyarakat untuk dijadikan tanaman hias di pekarangan-pekarangan rumah. Bunga yang biasanya berwarna kuning terang ini sebetulnya adalah bunga majemuk, tersusun dari ratusan hingga ribuan bunga kecil pada satu bongkol. Keunikan lain bunga ini yaitu bunganya selalu menghadap ke arah matahari atau heliotropisme. Orang Perancis menyebutnya tournesol atau “Pengelana Matahari”. Selain sangat diminati oleh semua orang karena keindahannya, ternyata bunga matahari ini juga berkhasiat bagi kesehatan, dengan cara menjadikannya obat tradisional. Hal ini berkat bahan kimia (obat) yang dikandung bunga matahari yang bersifat lembut dan netral tersebut. Bagian bunganya mengandung bahan kimia seperti quercimeritrin, asam oleanolat, helianthoside A,B, dan C, serta asam echinocystat. Sedangkan bijinya mengandung bahan kimia seperti sitosterol, prostaglandin E, asam kiorogenik, asam quinat, phytin, dan 3,4-benzopyrene. Beberapa Khasiat Bunga Matahari: 1. Disentri Cuci bersih 30 gram biji bunga matahari lalu rebus dengan 1 gelas air panas. Tambahkan 30 gram tumbuhan patikan kebo dan gula batu secukupnya, lalu tim selama 1 jam. Minum air rebusan biji saat masih hangat sekaligus 1 gelas sehari. 2. Kencing batu Cuci bersih 25 gram bunga matahari, 25 gram labu bligo (Bemacasa hispida Cogn.), 25 gram daun keji beling, dan 25 gram rambut jagung. Rebus semua bahan dengan 2 gelas air sampai tersisa 1 gelas. Minum aimya sekaligus saat masih hangat 1 gelas sehari. 3. Radang payudara (mastitis) Potong kepala bunga matahari kering tanpa biji secukupnya, sangrai sampai hangus, lalu digiling sampai menjadi
12
bubuk. Untuk menjaga keawetan, simpan dalam toples. Seduh 10—15 gram bubuk bunga dengan 1 gelas air panas. Tambahkan gula dan madu, masing-masing 1 sendok makan, lalu minum selagi hangat. Lakukan 3 kali sehari dengan dosis yang sama. Setelah pertama kali minum, diusahakan supaya berkeringat, misalnya tidur mengenakan selimut. 4. Rematik Rebus kepala bunga matahari atau bagian tengah bunga matahari secukupnya bersama 15 gram jahe sampai mendidih dan mengental. Tempelkan ramuan ke bagian yang sakit. 5. Sakit kepala Lumatkan 50 gram bunga, 20 gram jahe, dan 1 butir telur ayam utuh. Rebus semua bahan dengan 4 gelas air sampai tersisa 2 gelas. Minum air rebusan 2 kali sehari masing-masing 1 gelas. Lakukan setelah makan dan secara teratur. 6. Susah buang air besar dan kecil Rebus 15 gram akar segar bunga matahari dengan 2 gelas air sampai tersisa 1 gelas, lalu disaring. Minum sekaligus saat hangat 2 kali sehari, masing-
masing 1 gelas sebelum makan. Ulangi sore hari dengan dosis dan cara yang sama. 7. Demam Untuk obat demam dipakai ± 100 gram biji kembang matahari, disangrai selama 15 menit, ditumbuk sampai lumat, dioleskan pada bagian perut dan leher. Sebenarnya masih banyak khasiat bunga matahari lainnya, seperti menurunkan tekanan darah, mengurangi rasa nyeri, merangsang pengeluaran cairan tubuh seperti hormon dan enzim, merangsang pengeluaran campak, antiradang, antimalaria, pereda batuk, merangsang energi vital, dan menenangkan liver. Adapun biji bunga matahari dapat membangkitkan nafsu makan dan obat busung lapar. Selain itu, bunga matahari juga dapat dimanfaatkan sebagai sumber minyak, yang cocok dipakai untuk menggoreng, mengentalkan, serta campuran salad. Minyak bunga matahari ini kaya akan asam linoleat (C18:2), suatu asam lemak tak jenuh yang baik bagi kesehatan manusia. (Disarikan dari berbagai sumber)
Newsletter Bitranet / Edisi 7: Nopember-Desember 2012
Kesehatan Alternatif
Mengintip Khasiat “Si Buah Menor� Kalau kita jalan-jalan ke pasar buah di Brastagi, Sumatera Utara, tentu kita pernah melihat Buah Kesemek. Dari segi penampilan, buah yang bentuknya seperti apel atau manggis ini memang tak menggugah selera, malah membuat enek. Mungkin ini karena kulitnya yang dipenuhi serbuk putih seperti bedak, sehingga disebut “Si Buah Menor� yang kesannya murahan. Kendati demikian, khasiat buah (yang di negara China disebut shi, alias genit) ini bisa dibilang setara dengan buah apel, bahkan lebih unggul dalam beberapa kandungan vitamin. Boleh dibilang buah ini kaya akan gizi yang bermanfaat bagi kesehatan tubuh, seperti vitamin C, kalori, kalsium, zat besi, protein, fosfor, potasium, sodium, tanin, asam siringis, dan frukosa. Buah Kesemek mengandung antioksidan, terutama karotenoid dan polifenol, sehingga baik untuk memetabolisme lemak. Beberapa penelitian bahkan membuktikan bahwa mengkonsumsi buah kesemek dapat mempengaruhi metabolisme kolesterol. Itu karena daging buah dan kulitnya yang kaya akan serat dan memiliki properti antioksidan dan hipolipidemik. Buah Kesemek juga bersifat astringent, sehingga dapat mengatasi sakit tenggorokan dan mulut. Orang Indian Cherokee justru memanfaatkan buah ini untuk mengobati wasir. Dalam pengobatan tradisional, buah kesemek juga digunakan sebagai obat mengatasi diare,
batuk berdahak serta hipertensi. Beberapa manfaat Buah Kesemek bagi kesehatan tubuh, antara lain: 1. Menjaga tubuh agar terlihat langsing. Pakar kesehatan mengatakan bahwa Buah Kesemek sangat ampuh dikonsumsi bagi orang yang ingin tubuhnya tetap langsing, hampir sama seperti mengkonsumsi buah apel. 2. Mencegah penyakit jantung. Kesemek bisa menurunkan kadar kolesterol dalam tubuh karena buah ini mengandung polifenol yang bisa menurunkan kolesterol jahat yang tak baik bagi kesehatan manusia. 3. Hipertensi. Untuk hipertensi, buah kesemek dijus dengan menambahkan sedikit air hangat dan diminum 1 x sehari. 4. Batuk berdahak dan asma. Ambil dua potong Buah Kesemek yang kering, kemudian tambah sedikit air, lalu kukus sampai matang. Setelah itu haluskan dan tambahkan 1 sendok madu murni. 5. Mengobati sakit perut. Makan buah kesemek yang segar diyakini bisa meredakan nyeri perut, dalam arti makan seperti makan biasa (misalnya untuk penyakit mag). Buah kesemek segar mengandung 19,6% karbohidrat, terutama fruktosa dan glukosa, 0,7% protein, vitamin A dan kalium. 6. Penyakit diare dan disentri. Siapkan beberapa potongan buah
kesemek yang sudah dikeringkan, lalu rebus sampai jadi bubur dan campur dengan beras ketan dan irisan jeruk (2 potong saja). Aduk sampai rata, angkat dan berikan kepada penderita diare (3 kali sehari). Demikian beberapa manfaat Buah Kesemek. Buah yang selalu menor berbedak tebal ini memang jenis buah lokal yang tergolong murah. Namun dalam ilmu pengobatan China dan Jepang, buah ini sangat penting, sehingga di sana nilai komersilnya sangat tinggi. Buah Kesemek impor, yang punya nama keren persimmon, bahkan harganya cukup mahal dan hanya tersedia di toko buah khusus. (Disarikan dari berbagai sumber)
Newsletter Bitranet / Edisi 7: Nopember-Desember 2012
13
Profil
Hidroponik dengan Sistem Pertanian Ramah Lingkungan Terkadang untuk menyediakan stok sayur yang sehat dengan harga stabil bagi masyarakat kota, para petani banyak mengalami kendala, terutama soal keterbatasan lahan. Karenanya, model city farming atau urban farming (pertanian kota atau pertanian pinggiran kota) dengan pola hidroponik layak dicoba. Hal inilah yang dilakukan Albana Sembiring. Di halaman rumahnya di Desa Tanjung Anom, Kecamatan Pancur Batu, Deliserdang, pemuda berusia 34 tahun ini merealisasikan gagasannya sejak 1,5 tahun yang lalu. Kini, dari kreasi kebun hidroponik yang dibuatnya sendiri tersebut, dia sudah bisa memanen sayuran dan memasarkannya kepada masyarakat. Menurut Albana, dirinya membuka sebuah usaha kebun sayur dengan menerapkan semangat ramah lingkungan (organik), ekonomis dan tidak perlu pakai tanah. Untuk memproduksi sayuran, Albana tidak terlalu pusing dengan ukuran lahan. Karena cara yang dipakai untuk bercocok tanam adalah teknologi hidroponik atau teknik pertanian menggunakan media air. Dengan memanfaatkan lahan seluas 4 meter x 10 meter, serta menerapkan jarak tanam antarsayur 15 cm, Albana bisa menanam 1.400 batang sayuran berumur pendek dan memanen rata-rata 90 kg sayur setiap musim tanam (40 hari). Paling lama 2 hari setelah panen bibit sayur yang baru dapat ditanam kembali. “Dari sini bisa dilihat nilai praktis penggunaan teknik hidroponik,” katanya. Untuk menekan biaya produksi, Albana berupaya menggunakan barangbarang bekas yang sering dibuang masyarakat, seperti botol plastik minuman dan kotak kemasan buah-buahan dimanfaatkan menjadi instrumen pada instalasi hidroponik yang diciptakannya. Melalui prinsip ramah lingkungan ini, akhirnya tercipta sistem hidroponik yang tidak mahal dan mudah dalam cara penggunaannya. Kini, dari berbagai jenis sayuran seperti selada keriting, sawi pakchoi, sawi manis, petchai dan selada merah yang dipanennya, 90%-nya dijual secara langsung kepada konsumen. Beberapa warung pecel lele di sekitar Jalan Setia Budi dan beberapa ibu rumah tangga
14
menjadi pelanggan tetapnya. “Pembeli umumnya senang karena ada layanan pesanantar yang saya terapkan. Karena langsung dipetik dari kebun, kondisi kesegaran sayur tetap terjaga meskipun pembeli menyimpan kembali di rumah selama 2 hari, dan tentunya tidak ada sisa racun hama yang menempel di sayuran. Itu yang sering saya sampaikan kepada pelanggan,” katanya. Dari bisnis pertanian yang dinamainya “Bania Farm” ini, ada 3 jenis program yang ditawarkan Albana kepada masyarakat: yaitu penjualan sayuran bebas pestisida; pelatihan/kursus berkebun tanpa tanah; dan perakitan instalasi hidroponik. Saat ini, sebuah gagasan sedang dia upayakan untuk bisa terealisasi, yaitu memunculkan petanipetani sayur hidroponik dari kalangan anak muda, masyarakat dan para pekerja yang akan memasuki masa pensiun yang berada di dalam kota dan pinggiran sekitar Kota Medan. Iswan Kaputra, selaku peneliti dari Yayasan Bina Ketrampilan Pedesaan (BITRA) Indonesia mengatakan, konsep hidroponik dalam pertanian bisa jadi merupakan solusi yang tepat untuk mengatasi semakin sempitnya lahan pertanian. Dengan konsep hidroponik, seseorang tetap bisa bertanam meskipun hanya memiliki lahan yang sempit. “Lagipula dengan konsep hidroponik, kita bisa memakainya berkali-kali, jadi konsep ini sangat praktis dan ekonomis,” katanya. Modal Kecil, Untung Setiap Hari Dari media tanam hidroponik tersebut, Albana mengaku hanya mengeluarkan modal Rp 500.000, yaitu untuk membuat media tanam berupa bak yang terbuat dari terpal, papan, pipa, styrofoam, bambu dan bahan lainnya yang mudah dan murah. Namun dari situ Albana bisa mendapatkan keuntungan yang tidak sedikit. Dikatakan Albana, konsep bertani hi-
droponik ini cukup menguntungkan bagi dirinya. Dari bak yang sama, dirinya bisa memanen sayuran berkali-kali dengan cara yang sangat mudah. “Kita cukup membuang airnya saja, kemudian mengganti bibitnya,” katanya. Dia menjelaskan, setiap hari dirinya bisa memasarkan sayuran kepada pelanggan sebanyak 2 – 3 kg per hari. Jika dihitung selama sebulan, dirinya bisa menjual sebanyak 60 kilogram. Dengan harga jual Rp 8.000 per kilogramnya, maka dirinya bisa mendapatkan keuntungan sebesar Rp 480.000. Dari situ, modal awal yang dikeluarkannya bisa kembali dalam masa panen tak sampai dua kali. Dalam hal pemasaran, Albana selalu memberitahukan kepada calon pelanggan bahwa dirinya akan memanen sayuran dengan kualitas yang baik dan terjamin serta bersedia mengantarkannya ke pelanggan secara langsung jika berkeinginan untuk membeli. “Dengan cara pemasaran seperti itu, jadinya lebih efektif karena kita mendapatkan kepastian pelanggan dan juga memberikan keuntungan yang lebih banyak,” katanya. (Dewantoro) Sumber: Harian Medan Bisnis, 15 Oktober 2012, Hal 4.
Newsletter Bitranet / Edisi 7: Nopember-Desember 2012
Kabar Dari Kampung
Suka Duka dari Kelompok Radio Salam Sekitar tahun 2011, di Kecamatan Sei Lepan, Kabupaten Langkat, terbentuklah satu kelompok masyarakat yang berkegiatan di bidang penyiaran radio, namanya Radio Komunitas Salam FM. Banyaknya anggota penyiar 8 orang, dengan cara kerja yang bergantian (shift). Kini anggota kelompok pendengar berjumlah 125 orang. Tujuan didirikannya radio di sana terutama untuk mengetahui informasi
lebih cepat dan juga bisa untuk hiburan. “Disamping itu kita juga banyak teman dan banyak saudara, juga dengan adanya sharing antara kelompok satu dan kelompok lain bisa berbagi pengalaman,” papar Darmadi, salah seorang penyiar Radio Komunitas Salam FM. Seiring perkembangannya, beberapa kendala juga dihadapi kelompok Radio Salam ini. Antara lain: 1) Masa-
lah dana; 2) Mencari pendengar baru; 3) Kepengurusan radio kurang aktif karena sibuk dengan pekerjaan masing-masing; 4) Keluhan tentang listrik yang sering mati, malah sebagian warga ada yang belum masuk listrik. Penulis: Ernawati (Kelompok Murni) Desa Stabat Lama Barat, Kec. Wampu.
Berbagi Informasi di Radio Komunitas Salam Radio komunitas banyak berdiri di tahun-tahun belakangan ini. Munculnya radio komunitas ini bahkan disukai oleh masyarakat pedesaan karena dianggap perlu untuk penyampai aspirasi masyarakat secara cepat, sekaligus bisa menyalurkan hobi para penulisnya (penyiar). Melalui radio komunitas ini jugalah tulisan para penyiar tadi disiarkan/dipublikasikan supaya didengar banyak orang. Seperti halnya di Radio Salam yang berada di Desa Mekar Makmur, Kec. Sei Lepan. Di saluran aspirasi masyarakat inilah Darmadi, salah seorang penyiar Radio Salam, menyalurkan hobinya untuk menyampaikan informasi kepada masyarakat sekitarnya. “Saya senang dengan adanya radio komunitas di desa saya. Di samping menghibur masyarakat, saya dapat menyalurkan hobi saya dan setiap hari bisa mendengar suara-suara penggemar saya. Termasuk juga
mendengar keluhan-keluhan mereka tentang permasalahan yang ada di desa kami. Melalui radio ini, semoga juga ada perhatian pemerintah setempat (bila mereka mendengar),” ujarnya. Hal sama juga dirasakan oleh Mas Ardi. Salah satu penyiar Radio Salam
(yang baru 4 bulan menyiar) ini merasa senang menjadi penyiar. “Selain hobi, jadi penyiar banyak penggemarnya,” tuturnya sambil tersenyum. Penulis: Suratno, Koperasi BIMA, Stabat Lama Barat
Warga Pantai Gemi Termakan Janji PLN PLN membangun jalur tegangan tinggi di Desa Pantai Gemi, Kec. Stabat, Kab. Langkat. Dengan perjanjian, bagi masyarakat yang lahannya terlintasi jalur PLN akan diberi ganti rugi yang sesuai. Tapi ternyata ganti rugi tersebut dirasakan masyarakat tidak
adil. Masyarakat cuma diganti rugi Rp 8.000.000, padahal lahan yang dilintasi PLN harusnya dibayar sebesar Rp 70.000.000. Oleh sebab itu, menurut Hasan, salah seorang warga Desa Pantai Gemi, Dusun V Kec.Sta-
Newsletter Bitranet / Edisi 7: Nopember-Desember 2012
bat, Kab. Langkat, warga Desa Pantai Gemi cukup kecewa dengan janji-janji PLN tersebut. Penulis: Sumanto (Kelompok Mawar), Desa Suka Damai Timur, Kec. Hinai. 15
16
Newsletter Bitranet / Edisi 7: Nopember-Desember 2012