Lentera News April 2015

Page 1

EDISI #13 APRIL 2015

TAK AKAN HABIS INSPIRASI DIBAGI 1


Bank Rakyat Indonesia Rek.No. 0336-01-068622-50-6 a.n. Hubertus Agustus Lidy | Bank Nasional Indonesia Rek.No. 0307532799 a.n. Hubertus Agustus Lidy

DUKUNG MAJALAH LENTERA NEWS

DENGAN DOA DAN DANA

daftar isi

Kunjungi kami di sini:

MAJALAHLENTERA.COM

/LENTERA-NEWS

3

Tajuk Redaksi

6

Telisik

8

Lentera khusus

20 Ilham sehat

Litani Para Relawan: Apakah Masih Ada Sepotong Hati?

23 The Herald

Jesus is Son of God

24 Bagi Saya, Berbagi Inspirasi Adalah InvestasiAkhirat

14

Embun katekese

18

Kolom “Rumah Joss

Opini Misionaris Methodist, ­Komunitas Tionghoa dan ­Kosmopolitanisme Medan

26 Sastra

Tenang Dan Jangan Hisap Ibu Jari Kamu

Apakah Arti Paskah? Kematian atau ­Kebangkitan

28 Lapo Aksara

Paranoid dan Keahlian Memanah (bag. II)

MATI

REDAKSI RP Hubertus Lidi, OSC [Pemimpin Umum/Pemimpin Redaksi], Ananta Bangun [Redaktur Tulis], ­Jansudin Saragih [Redaktur Foto], Sr. Ursula Gultom, KSSY [Keuangan] Penerbit: Komisi Komunikasi Sosial Keuskupan Agung Medan (KOMSOS-KAM) ­Jalan S.Parman No. 107 Telp. +62614572457 , mp. 085361618545| www.majalahlentera.com | ­redaksi@majalahlentera.com , beritalentera@gmail.com | Facebook Fan Page: facebook.com/lentera-news

2


TAJUK REDAKSI | BERBAGI INSPIRASI

P

raktisi dan Blogger Pendidikan, Agus ­Sampurno pernah mengatakan petuah Ilham Percik. “Setetes air yang jatuh ke permukaan sungai dapat melahirkan riak seluas kumpulan air tersebut.” Perumpamaan percik inilah kiranya menggambarkan secara kentara bertumbuhnya semangat para relawan berbagi inspirasi. Memang benar, semangat tersebut kadangkala mati di beberapa insan. Namun, seperti karakter spora, lebih banyak insan lainnya yang tergugah dan menyebarkannya seperti infeksi virus. Momentum ini menggulirkan efek ‘bola salju’ dan menjadi fenomena.

Dalam kolom opini, Dian Purba -- Mahasiswa ­Pascasarjana Ilmu Sejarah Universitas Gadjah Mada (UGM) -- berbagi pengetahuan dari risetnya ­tentang eksistensi etnis Tionghoa di S­ umatera Utara, khususnya Medan. Sementara Vinny ­Barus -- Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas ­Diponegoro (Undip) -- tetap setia memercikkan wawasan kesehatan bagi para pembaca sekalian, dalam kolom Ilham Sehat. Di akhir kata, kami redaksi dan seluruh staf Komisi Komunikasi Sosial (Komsos) Keuskupan Agung Medan menghaturkan Selamat Paskah 2015! Dan tak hentinya kami memohon kritik, saran dan ­sumbangsih gagasan serta tulisan yang ­membangun majalah online kesayangan kita ini.

Relung hati kita bertanya: Bagaimana bisa ­semangat saling berbagi ini hadir dan bertahan di tengah menjulangnya sisi individualisme dan materialisme? Telinga kita telah padat disumpal perkataan “memangnya bisa makan batu” dan “kok jadi urusan saya” serta seluruh turunannnya.

Syalom,

Redaksi

Di ruang tanya itulah Lentera News edisi April ini hendak hadir. Dan mendapati salah seorang sosok yang bisa kita beri pertanyaan tersebut. Agoez Perdana, jurnalis dan trainer, mengutarakan pandangan serta jejak pengalaman selama menjalani peran yang sebenarnya dapat diperankankan oleh semua kita. Pengabdian yang diakuinya memang tidak selalu mendapat apresiasi. Namun, ia hanya ingin sebagian dari waktunya dapat diberdayakan untuk berbagi ilham dan pengetahuan. Investasi akhirat, ujarnya menyimpulkan. Pater Hubert juga turut menuangkan refleksinya tentang sosok para relawan ini. Tidak main-main, ia merajut aksaranya sebagai sebuah litani. ­Perenungan yang ia akui sebagai keprihatinan dan pengharapan. Prihatin atas semakin dalamnya pusaran masalah sosial. Dan adanya ­pengharapan, karena adanya insan-insan yang berkenan ­setulusnya menjadi relawan. Berkorban. Sahabat pembaca Lentera News. Dalam edisi ini, Pater Harold kembali mengisi kolomnya “The ­Harold”. Ia mengajak kita untuk kembali ­mengimani Yesus sebagai Putra Allah Bapa. Dan jangan lewatkan lanjutan artikel Yoseph Tien atawa Bung Joss perihal Paranoid.

33


4


55


TELISIK | RELAWAN

LITANI PARA RELAWAN-RELAWATI: APAKAH MASIH ADA SEPOTONG HATI?

RP Hubertus Lidi, OSC hubertuslidiosc@gmail.com

K

awan.......... Pertanyaan kemanusiaan: Apakah masih ada sepotong hati? ­Pertanyaan ini kami dengar kala manusia itu berhadapan dengan problem kemanusiaan. Bencana-bencana ­kehidupan. Pertanyaan yang kental dengan aroma memohon uluran tangan dari sesamanya.

l­ambang organisasi, agama, partai dll. Fokus kami adalah kemanuisaan yang saat itu lagi sekarat. Darurat dan cepat-tanggap.

Dalam dunia yang penuh dengan dinamika dan persaingan kehidupan apakah masih saja ada manusia yang aktif membantu orang tanpa pamrih. Ada kawan! Orang menyapa kami dengan relawan-relawati.

Kawan........ kami mengingatkan, hai para manusia yang dibantu. Ga perlu menggerlipkan mata ­kepada yang datang, apalagi ke kantongnya celananya atau seragam, suku, agama. Inti ­kemanusiaanmu yang kami bantu. Disparitasdisparitas kepentingan yang sifatnya subyektivitas, pada saat itu sebaiknya nihil, alias jangan ada. Kami yang membantu, memberikan hati. Hati untuk ­bersua. Hati untuk merana, dan hati untuk ­bersyukur dalam kepedihan hidup ini.

Status yang kami sandang, mengindikasikan bahwa yang kami baktikan itu semata kerelaan, tanpa tedeng aling-aling. Say no to uang, Say no to kepentingan politik, dll. Seragam yang kami kenakan adalah kemanusiaan. Bukan

Kawan...... dalam konsep Kristiani ­relawan-relawati itu sejajar banget dengan kisah Samaritan dalam Alkitab perjanjian baru (bdk Lukas 10:25 -33). Kami mirip si Samaritan. Ia merelakan waktu, tenaga dan uang. Ia tidak peduli dengan siapa yang

6


t­ erkapar dan terhempas di jalan dari Jerico menuju ­Jerusalem. Apakah dia orang Jahudi? ­Apakah dia orang dari suku-suku sekitarnya? Apakah dia pejabat? Apakah dia koalisi atau oposisi? Tokoh lain yang yang dipentaskan dalam kisah Alkitab itu, syarat dengan takut mendapatkan resiko dan ­akibat karena ulah ‘baiknya’ itu. Mereka tidak berani mendekat dan membantu, bahkan memilih jalan lain. Mereka memilih: RASA AMAN.

dapan para anggota MPR usai beliau dilantik menjadi ­Presiden, tanggal 20 Oktober 2014. Kata kunci ­adalah Kerja, Kerja, dan Kerja. Aktif, ­dinamis, ­terarah dan bergerak cepat. Tentu masih sejajar dengan prinsip kerja dari Wakil presiden kita, Jusuf Kalla. Lebih Cepat Lebih Baik. Arah dan ­oreintasinya demi ‘kebaikan’ bagi yang lain. Kawan.......ingat! Kalau mau jadi relawan-relawati itu tidak ada gajinya. Kawan...... relawan-relawan memang musiman, karena bencana datang tak menentu. Lucu.... kawan, kalau baru mau ­berelawan-relawati saat musim pecarian ‘kursi.’ Aneh... kawan, kalau kau ­berelawan-relawati dengan membawa ‘iklanmu’ hanya ­untuk ­mempengaruhi opini publik. Ganjil....... kawan kalau mau berelawan-relawati dengan ­memperhitungan pahala. Toh pahala bukan ­urusanmu! Gila..... kawan, kalau kau ­berelawan-relawati ­dengan ­ujung-ujungnya membunuh orang lain. ­ Seyogianya relawan-relawati membuat orang dari setengah hidup menjadi sepenuhnya hidup.

Kawan......... Sangat luhur dari kami, para ­relawan-wati yang patut anda catat dalam buku ­kehidupanmu. Kami tidak takut menghadapi resiko, bahkan yang menjadi taruhan adalah nyawa kami. Aspek ini pula yang membedakan antara kami, para relawan-relawati yang asli dan sejati dengan relawan-relawati ‘kesiangan’ yang ­orientasinya kepentingan. Modal utama kami pengabdiaan kemanusiaan. Adalah ­wajar kami membutuhkan fasilitas, pengetahuan, dan ­ketrampilan agar pengabdiaan kami efektif. ­Pengabdiaan tulus kami berkoheren secara tepat dengan fasilitas, pengetahuan dan ketrampilan, sehingga tidak disalah gunakan.

Proficiat untuk para relawan-relawati..... doaku untuk kamu-kamu.......

Kawan........ mental kami adalah sebagaimana yang ditegaskan Presiden Joko Widodo diha-

petuah

7


LENTERA KHUSUS | AGOEZ PERDANA

88


BAGI SAYA, BERBAGI INSPIRASI ADALAH INVESTASI AKHIRAT

Agoez Perdana mengawali ­karir sebagai Jurnalis di Radio. Dari media elektronik ini, ia merintis pemahaman j­urnalistik, khususnya broadcasting. Sebagai jurnalis, ia m ­ elabuhkan pemahaman jurnalistiknya di Aliansi Jurnalis ­Independen (AJI). Saat ini ia menjalankan amanah sebagai Koordinator Divisi Advokasi AJI Medan. Tidak hanya untuk menanamkan etika jurnalistik yang benar. Ia juga sering diundang menghadiri sejumlah pelatihan. Baik di ranah jurnalistik, hingga melebar ke masalah hukum jurnalistik dan sosial. Pengalaman tersebut menyalakan ‘lampu’ gagasannya. “Mengapa tak saya coba berbagi pengetahuan ini dengan orang lain? Dimulai dari sahabat-sahabat terdekat,” ujarnya. Foto: Dok. Pribadi Ilustrasi : www.2020space.com

99


B

erbekal pengalaman ­meliput dan sejumlah pelatihan, Agoez Perdana memberanikan diri berbagi pengetahuannya dengan sesama. “Kala pertama, saya ­ditawari salah satu yayasan milik ­perusahaan kelapa sawit ­Labuhanbatu. ­Tanpa linglung, saya terima. Sebab toh saya telah mengetahui materi ­pelatihannya terlebih dahulu. ­Apalagi, saat itu Teknik Presentasi yang menjadi tema pelatihannya termasuk hobi saya juga, “ kata pria yang kini disibukkan dengan media online KabarMedan.com (http://www. kabarmedan.com). Pengalaman tersebut menyulut ­semangatnya. Menurut Agoez, kepiawaian sebagai trainer akan terasah bila sering bergelut di dalamnya. “Saya tidak memperdulikan kompensasi materil yang saya terima sebagai trainer. Bagi saya, setiap tawaran pelatihan dan berdiskusi bersama adalah momentum baik. Sebab ada peluang bagi saya mengasah kemampuan public speaking dan sering juga mendapat pengetahuan dan pengalaman baru dengan orang-orang yang baru juga,” katanya. Hobi travelling (berjalan-jalan) turut m ­ enjadi dorongan semangat berbagi inspirasi dalam benak Agoez. Sebagai seorang relawan, dirinya pernah mengecap mengarungi ­nusantara dari Aceh, Nias hingga Jawa. “Ada ­kecenderungan kita menyimpan ­pandangan negatif t­ entang daerah luar. Semisal ­keterbelakangan ­teknologi, sifat anarkis dan asosial hingga praktik nujum,” kenangnya. ­“Padahal ketika mendatangi ­daerah-daerah luar, kesan yang diperoleh ternyata ­berkebalikan hingga 180 derajat. Hehehehe.” Temuan-temuan emosional dan faktual inilah kiranya yang mendorong lebih banyak insan untuk berbagi inspirasi dan ­pengetahuan, kata Agoez. “ Pemanfaatan teknologi i­nformasi dan komunikasi yang tepat juga ­turut m ­ enularkan semangat ini. Meskipun pada u ­ mumnya, ­daerah-daerah lain ­umumnya meniru g ­ ebrakan yang dibuat di

Jawa,” ujar jurnalis yang juga blogger dalam komunitas Blogger Medan tersebut. Mempersiapkan Diri Sebagai Relawan Persiapan mental adalah upaya awal bila hendak menjadi relawan berbagi inspirasi. “Meskipun ­konteks ¬kegiatan kita ialah kesediaan berbagi pengetahuan, malah secara cuma-cuma pula, ­namun tidak semua orang dapat memberi apresiasi baik. Rambut bisa sama hitam, namun fikiran siapa yang tahu,” katanya. “Oleh sebab itu memiliki sikap rendah hati dapat menjadi penawar situasi tersebut. Ingatlah bahwa kedudukan dan derajat dalam ranah berbagi inspirasi ini tidak memiliki strata tinggi dan rendah. Semua sama-sama saling membutuhkan dan berkolaborasi.” Stamina yang prima juga menjadi tumpuan bagi seorang ¬relawan. Dalam pengalamannya, Agoez mendapati bahwa adanya waktu luang untuk ­beristirahat dan nutrisi secukupnya penting bagi

10


seorang relawan. “Akan percuma saja, bila di tengah kegiatan pelatihan atau diskusi, kita ­sebagai pemateri maupun tim ­pendukung malah terkapar keletihan.” “Mengenal audiens atau peserta kegiatan berbagi inspirasi juga kiat yang mumpuni guna meraih hasil maksimal. Tatkala menjadi voluntir di Kelas Inspirasi Medan, saya sempat kikuk ketika harus mengajar siswa Sekolah Dasar (SD). Ternyata, jauh berbeda dengan audiens dewasa yang selama ini kerap saya beri ¬pelatihan atau diskusi,” aku Agoez. “Namun terlepas dari semua itu, perasaan bahagia dalam berbagi inspirasi dengan sesama adalah kunci utama. Kebahagiaan tidak akan ­membelenggu niat tulus karena kekurangan kita.” Kapan kiranya berhenti sebagai relawan berbagi inspirasi ini? “Saya tidak tahu. Dan belum ingin tahu untuk hal itu. Bagi saya, setiap kegiatan berbagi inspirasi adalah investasi iman di -akhirat nanti. Lagipula pengetahuan ini saya hingga kini belum lah ada apa-apanya. Jika saya tidak bersemangat untuk berbagi yang saya tahu, bagaimana mungkin saya bisa memperoleh pengetahuan dari insan lain yang lebih pandai dan bijak,” pungkasnya.

11

Terlepas dari ­semua itu, ­perasaan bahagia dalam berbagi inspirasi dengan sesama adalah kunci utama. ­Kebahagiaan tidak akan ­membelenggu niat tulus karena kekurangan kita.



13


EMBUN KATAKESE | PASKAH

Apakah arti Paskah, Kematian atau Kebangkitan ?

dikutip dari:

A

Katolisitas.org

da sejumlah orang mempertanyakan apakah arti P 足 aska. Mereka berargumen bahwa Paska artinya 足adalah 足kematian dan bukan kebangkitan, dan Paska yang diartikan kebangkitan itu adalah produk Konstantin di tahun 300-an. Benarkah argumen ini? Berikut ini kami mengambil informasi, yang disarikan dari buku yang berjudulAncient Israel, karangan Roland de Vaux, vol. 2, (First McGrawHill Paperback Edition, 1965), p. 488-493: 14


Paska, atau Passover dalam bahasa ­Inggris, berasal dari kata Ibrani,Pesah. Kitab Suci menghubungkan kata itu dengan akar kata psh, yang artinya ­‘timpang/ melangkahi/ melewati’ (lih. 2 Sam 4:4), 1Raj 18:21). Dalam tulah terakhir k­ epada bangsa Mesir, Allah melangkahi/ ­melewati rumah-rumah yang melakukan persyaratan Paska (Kel 12:13,23,27). Memang ada teori lain yang ­menghubungkan kata pesah ­tersebut dengan kata Akkadian, pashahu, ­artinya, mendamaikan/ ­menenangkan. Tetapi kalau dilihat dalam konteks Paska Yahudi, arti ini tidak/ belum ada. Ada juga teori modern yang lain yang ­menghubungkan dengan pesah dengan kata bahasa Mesir, yang kalau diartikan adalah ‘sebuah pukulan’, sebagaimana memang bangsa Mesir seolah dipukul oleh tulah dari Allah (lih. Kel 11:1, 12:12,13,23,27,29). Namun argumen ini tidaklah kuat, karena sulitlah diterima bahwa bangsa Israel dapat m ­ emberikan istilah dari bahasa Mesir, suatu ­kebiasaan yang menjadi tradisi bangsa mereka sendiri (Yahudi), apalagi tradisi tersebut adalah tradisi yang menentang bangsa Mesir, yaitu pada saat mereka memperingati bebasnya mereka dari bangsa Mesir…. Di luar asal usul kata, bagi bangsa Israel, nampaknya perayaan pesah, awalnya dirayakan oleh para gembala, yang mengurbankan hewan muda mereka, dengan harapan mereka agar k­ awanan hewan gembalaan bertumbuh subur. Perayaan pesah ini kemudian ­digabungkan dengan satu perayaan lain, yaitu perayaan Roti tidak beragi, sebuah perayaan agrikultur/ pertanian yang baru mulai dirayakan setelah bangsa Israel masuk ke tanah Kanaan. Perayaan ini dikaitkan dengan ­perhitungan ­minggu, dan dilakukan selama s­ eminggu (Kel 23:15; 34:18), dari satu Sabat ke Sabat berikutnya (Kel 12:16, Ul 16:8; Im 23:6-8). Perayaan panen, ditetapkan pada tujuh minggu setelah perayaan Roti tidak beragi (Im 23:15; Ul 16:9). Kemudian kedua perayaan tersebut,

15

Paska dan Roti tidak beragi, yang sama-sama dirayakan di musim semi, ­digabungkan menjadi satu. Perayaan Paska yang sudah ditetapkan pada bulan purnama, tidak diubah, dan ­perayaan Roti tidak beragi disertakan pada perayaan tersebut, dan untuk dirayakan selama 7 hari (lih. Im 23:5-8). Tradisi kitab-kitab Musa (Pentateukh) menghubungkan perayaan Roti tidak beragi (Kel 23:15; 34:18; Ul 16:3) atau Paska (Ul 16:1 dan 6), atau baik Paska dan Roti tidak beragi (Kel 12:12-39), dengan dibebaskannya bangsa Israel dari Mesir. Kedua ritus kedua perayaan tersebut digabungkan dalam kisah Eksodus bangsa Israel. Maka walau kedua perayaan itu ­sudah ada sebelum bangsa Israel ­lahir ­sebagai bangsa, namun ada suatu saat, di mana Tuhan meng-intervensi, yaitu saat Ia membawa bangsa Israel keluar dari ­Mesir, dan ini menandai ­terbentuknya ­Israel sebagai satu bangsa sebagai ­bangsa pilihan ­Allah. Proses ­pembebasan ini mencapai puncaknya saat mereka masuk ke Tanah Terjanji. Kedua perayaan tersebut, Paska dan ­perayaan Roti tidak beragi, ­memperingati kejadian ini, ­sehingga inilah yang juga dirayakan sampai ­kepada zaman Kristus dan para Rasul. Dengan menyadari bahwa peringatan Paska Yahudi dan perayaan Roti Tidak beragi berlangsung selama 7 hari, kita melihat bahwa kejadian sengsara, wafat dan kebangkitan Kristus memang terjadi di sekitar jangka waktu perayaan tersebut. Kebangkitan Tuhan Yesus yang terjadi di hari pertama minggu, artinya setelah hari Sabat berakhir, menjadi puncak penggenapan kedua perayaan tersebut dan menyempurnakan maknanya. Menjawab pertanyaan di atas, Paska/ Pesah tidak berarti kematian, ­melainkan ‘melangkahi/ melewati’, dalam hal ini konteksnya adalah Allah ­melangkahi (rumah-rumah umat-Nya yang ­ditandai dengan darah kurban anak domba) untuk menghantar mereka mencapai Tanah Terjanji. Maka arti kata ‘melangkahi/ melewati’ ini selalu


tidak berdiri sendiri, namun terkait ­dengan keadaan berikut yang dituju oleh proses ­melangkahi/ melewati. ­Dengan berpegang kepada arti ini, tak mengherankan jika ­kemudian Gereja menghubungkan perayaan Paska ini dengan perayaan Kebangkitan Yesus Sang Anak Domba Allah; sebab melalui kebangkitan Kristus atas kematian-lah, kita umat-Nya dapat dihantar kepada kehidupan kekal di Tanah Terjanji yang sesungguhnya yaitu Surga. Para Rasul kemudian menyebut hari kebangkitan Yesus ini, yang jatuh pada hari Minggu, sebagai Hari Tuhan. Maka penetapan hari Minggu sebagai hari Tuhan itu sudah ditetapkan sejak Gereja perdana, dan bukan baru ditetapkan di zaman Kaisar Konstantin. Tentang hal ini sudah pernah dibahas di artikel ini, silakan klik. Sedangkan bahwa perkataan ‘Paska’ memang mengacu kepada kebangkitan Kristus yang tak terpisahkan dari sengsara dan wafat-Nya, itu memang benar, ­sehingga Gereja menghubungkan misteri Paska dengan sengsara, wafat, kebangkitan dan kenaikan-Nya ke Surga, sebagaimana pernah diulas di artikel ini, silakan klik. Jadi perayaan Paska sebagai hari ­Kebangkitan Kristus dan penyebutan hari Minggu sebagai Hari Tuhan (the Lord’s day), itu sudah dirayakan oleh Gereja sejak abad awal. Pelopor yang mempromosikan kembali ­perayaan Sabat dan bukan hari Minggu, ­adalah kedua pendiri sekte Anabaptist, yaitu Andreas Fisher dan Oswald Glait di tahun 1527, yang kemudian juga dilakukan oleh penganut Seventhday Adventists sejak tahun 1844. Namun Gereja Katolik, dan ­sebagian besar gereja-gereja non-Katolik, tetap berpegang kepada apa yang telah dilaksanakan oleh Gereja selama berabad-abad sejak awal (sebagaimana dikatakan oleh St. Yustinus Martir (100165), yang dikutip dalam ­Katekismus Gereja Katolik), yaitu m ­ erayakan Hari Tuhan pada hari Minggu, ­untuk ­memperingati hari kebangkitan

16

­ ristus- yaitu hari Paska, yang jatuh K pada hari Minggu. KGK 2174 Yesus telah bangkit dari antara orang mati pada “hari pertama minggu itu” (Mat 28:1; Mrk 16:2; Luk 24:1; Yoh 20:1). Sebagai “hari pertama”, hari kebangkitan Kristus mengingatkan kita akan penciptaan pertama. Sebagai “hari kedelapan” sesudah hari Sabat (Bdk. Mrk 16:1; Mat 28:1), ia ­menunjuk kepada ciptaan baru yang datang ­dengan kebangkitan Kristus. Bagi warga Kristen, ia telah menjadi hari segala hari, pesta segala pesta, “hari Tuhan” [he kyriake hemera, dies d ­ ominica], “hari Minggu”. “Pada hari Minggu kami semua berkumpul, karena itulah hari ­pertama, padanya Allah telah menarik zat perdana dari kegelapan dan telah ­menciptakan dunia, dan karena Yesus Kristus Penebus kita telah bangkit dari antara orang mati pada hari ini” (St. Yustinus, Apol. 1,67). Atas dasar logika, bahwa kesaksian yang lebih dapat dipercaya adalah kesaksian dari orang-orang yang lebih dekat kepada kejadian yang terjadi, daripada perkiraan orang-orang yang terpisah sekian abad dari kejadian tersebut; maka kita dapat menyimpulkan bahwa ajaran Gereja Katolik jauh lebih dapat dipercaya daripada klaim sejumlah orang di abad akhir ini. Sebab dari catatan para Bapa Gereja abad awal, telah diketahui bahwa Paska dihubungkan dengan kebangkitan Kristus (walaupun tanpa dipisahkan dari sengsara dan kematian-Nya) dan dirayakan setiap hari Minggu. ­Kesaksian para Bapa Gereja ini jauh lebih kuat daripada wahyu pribadi sejumlah orang di abad -abad ini yang tidak dapat dikonfirmasi kebenarannya, ataupun prediksi sejumlah orang di abad-abad ini, yang biar bagaimanapun terpisah jauh dari pemahaman yang lengkap dan sesuai dengan ­keadaan sesungguhnya di abad ­pertama.


17


KOLOM “RUMAH JOSS” | PARANOID

PARANOID DAN KEAHLIAN MEMANAH

Pada tulisan sebelumnya, saya telah memaparkan pengertian dari Paranoid yang mirip d ­ engan Paranoia. Paranoia sendiri m ­ erupakan suatu penyakit psikotik yang ­dicirikan dengan adanya ­delusi ­penyiksaan atau ­delusi ­kebesaran yang ­sangat ­tersistematisasi, dengan ­kemerosotan jiwani yang ringan. Dalam artikel pertama juga saya mengajak pembaca ­berdiskusi: sesungguhnya ­siapakah pemilik dari pikiran dan perasaannya? Dan jawaban besarnya adalah, bahwa setiap kita adalah pengendali

dan pengolah sejati dari pikiran dan perasaan kita! Bukan siapa-siapa! Karena itulah yang membedakan dan ­memuliakan manusia diantara segenap makhluk ciptaan Tuhan. Ternyata keahlian dan ­ketrampilan apapun yang kita miliki, tidaklah serta merta membuat kita mampu ­menjalani hidup dan memberi warna pada hidup dan ­kehidupan kita, tatkala kita tak mampu mengendalikan pikiran dan perasan kita. Pada titik inilah, pemberian ­ruang dan waktu bagi diri sendi-

16 18

Mulai sekarang saya ­kendalikan pikiran dan perasaan saya, mulai sekarang saya ­mengelola dan mengolah pikiran dan perasaan saya! ­Bagaimana denganmu? Engkaulah yang tahu.


ri, untuk mulai mengendalikan dan mengolah pikiran dan perasaan, tampaknya menjadi satu-satunya pilihan untuk m ­ enghormati Sang Pencipta yang telah memberikan akal sehat dan kehendak bebas bagi kita. Saya punya sebuah kisah, yang berhubungan dengan kasus ini. Seorang pemuda yang gagah dan kasar menantang seorang pendekar tua di sebuah perguruan silat. Pendekar ini dikenal amat pandai memanah. Selain itu dia juga amat bijaksana dan mengikuti ajaran Tao. Dia memiliki banyak murid yang belajar seni bela diri dan kebijaksanaan. Pemuda yang datang tadi memperlihatkan keahliannya dalam memanah. Dari jarak jauh dia memanah mata sebuah apel pada tembakan pertama. Setelah itu, dia memanah lagi dan membelah anak panah pertama tadi menjadi dua bagian. “Pendekar tua, apakah Anda dapat ­melakukannya seperti saya?” katanya dengan sombong. Pendekar tua itu sama sekali tidak t­ erganggu dengan apa yang dikatakan pemuda t­ ersebut. Dia menghadapi segala sesuatu dengan tenang. Dia juga tidak mengeluarkan panah. Dia justru mengajak pemuda tersebut u ­ ntuk mengikutinya pergi ke puncak g­ unung. ­Pemuda itu bingung dengan apa yang ­diperbuat si pendekar tua. Dia mengikuti ­pendekar itu saja dan naik ke puncak gunung.

tengah, lalu menginjak jembatan tersebut. Di tengah-tengah jembatan dia mengeluarkan panahnya dan memanah sebuah ranting kecil dari pohon yang jauh dari situ. Setelah itu, dia memasukan panahnya lagi dan melangkah ke tempat semula yang aman. “Nah, sekarang giliranmu. Apakah kamu bisa melakukan seperti yang kulakukan tadi?” kata pendekar tua itu kepada pemuda yang ­memantangnya. Pemuda itu menjadi cemas dan takut karena melihat jurang itu sangat dalam. Jembatan itu pun amat kecil dan licin. Dia gemetar dan tidak berani mengeluarkan anak panah untuk menembak sasaran. Dia hanya berdiri di ­tempatnya dengan wajah yang pucat. “Kamu memang ahli dalam memanah, tetapi kamu tidak punya keahlian sedikit untuk mengendalikan pikiranmu. Oleh karena itu, kamu tidak mampu memakai keahlian ­memanah itu!” kata pendekar tua itu sambil meninggalkannya sendirian. (Secangkir Teh. Hal. 6-7. Y. Rumanto, SJ. Kanisius. 2007). Kawan, ketika saya masih paranoid karena tidak mampu mengolah dan mengendalikan pikiran dan perasaan saya, niscaya keahlian dan ketrampilan apapun yang saya miliki tidak bisa saya gunakan untuk kebahagiaan hidup!

Jadi, mulai sekarang saya kendalikan pikiran dan perasaan saya, mulai sekarang Di puncak gunung, mereka sampai ke tepi saya ­mengelola dan mengolah pikiran dan kawah yang berupa jurang terjal dan curam. ­perasaan saya! Bagaimana denganmu? Di sana ada jembatan kayunyang sangat kecil, ­Engkaulah yang tahu. Ehm...Salam Joss..! tipis dan licin. Pendekar tua melangkah ke

Kolom “Rumah Joss” diasuh oleh Yoseph Tien, S.Psi, MCH, CHt, CI, CTFL. Yoseph Tien, yang akrab disapa Bung Joss, aktif di Komisi Kepemudaan - Keuskupan Agung Medan sejak 2004. Sejak 2008 hingga sekarang, mengemban jabatan Wakil Ketua Komkep KAM. 19


ILHAM SEHAT | JANTUNG

YUK JAGA KESEHATAN JANTUNG

Menjaga kesehatan jantung itu penting. Kita kerap mengabaikan rasa nyeri di dada, padahal ini bisa berarti terdapat masalah di jantung kita. Akibatnya jantung kita menjadi lemah yang dapat menyebabkan kematian tak terduga. Agar kita bisa menjaga kesehatan jantung kita, ada baiknya kita menerapkan pola hidup sehat. Berikut ini beberapa tipsnya: Rajin berolahraga Berolahraga yang terartur akan membuat jantung kita akan ­semakin sehat. Seperti olahraga jalan cepat, dan bersepada. ­Dengan melakukan jalan kaki dengan cepat selama tiga jam dalam seminggu akan menurunkan resiko terkena penyakit jantung koroner 30 - 40 %. Bersepeda juga memiliki manfaat menjaga ­kebugaran tubuh dan kesehatan jantung. Melakukan bersepeda tiga kali seminggu cukup untuk menjaga kesehatan. Di samping itu, bersepeda bisa dilakukan sambil brekreasi dengan keluarga atau teman. Makan makanan yang sehat Memilih makanan yang sehat, merupakan hal yang sangat penting untuk menjaga kesehatan jantung kita. Cobalah untuk memilih

Vinny Avilla Barus

Penulis adalah mahasiswa Ilmu Komunikasi di Universitas Diponegoro – Semarang

20


makanan yang tidak banyak mengandung minyak dan bahan pengawet. Pilih lah makanan hijau seperti sayuran, dan juga buah-buahan. Kurangi makan makanan yang berlemak, yng banyak mengandung protein dan makanan yang banyak mengandung karbohidrat. Dan berhenti makan makanan yang cepat saji. Makanan cepat saji ­mengandung banyak lemak jenuh, garam, gula, ­bahan pengawet, dan penguat rasa. Hampir semua makanan cepat saji tidak hanya merusak kesehatan jantung, melainkan juga bisa menimbulkan penyakit kronis dan obesitas. Dua kali seminggu saja Anda mengonsumsi makanan cepat saji atau fast food sudah bisa meningkatkan risiko terkena diabetes dan penyakit jantung. Dalam hal ini, perempuan lebih rentan terhadap bahaya ini daripada laki-laki Beralihlah ke makanan yang sehat lagi ­menyehatkan, seperti memasak sendiri makanan Anda dari ­bahan olahan yang berkualitas seperti ikan serta ­sayur-sayuran segar, bumbu yang digunakan ­hendaknya yang alami, hindari bumbu masakan instan. Hilangkan pikiran yang menyebabkan stress Orang yang sering stress memiliki resiko terserang penyakit jantung yang tinggi. Ini akan membuat anda menjadi tidak tenang dan detak jantung anda menjadi tidak stabil dikarenakan pikiran rasa takut yang menghampiri diri anda. Ketika emosi yang tidak stabil menghampiri anda membuat pembuluh darah mengecil. Ini sangat beresiko bagi kesehatan jantung kita. Banyak minum air putih Minum air putih yang banyak akan membuat cairan

21

di tubuh anda tetap stabil. Sehingga tubuh anda tidak kekurangan cairan. Selain itu dengan banyak ­mengonsumsi air putih kinerj jantung anda menjadi lancar dan membuat darah menjadi lebih kental, s­ ehingga jantung kita dapat dengan mudah ­memompa darah ke seluruh tubuh kita. Air yang diminum akan diserap masuk ke dalam aliran darah. Hal ini bisa menurunkan ketebalan p ­ embuluh darah, jadi risiko terkena serangan jantung yang ­dipicu bekuan darah pun akan berkurang. Senyum dan tertawa Dengan terssenyum dan tertawa, membuat pikiran kita menjadi tenang dan embuat kinerja jantung semakin baik. Hal ini karena memperlancar sirkulasi darah, mengurangi beban pembuluh darah sehingga dapat mengurangi resiko penyakit jantung pada diri anda. Hindari rokok Merokok dapat merupakan pemicu penyakit jantung yang sangat tinggi. Kandungan zat nikotin yang dikandung pada sebatang rokok membuat berbagai penyakit pada tubuh kita, karena mengandung ­senyawa racun. Kandungan zat – zat beracunnya sedikit demi sedikit akan merusak organ – organ ­penting dalam tubuh seperti jantung dan paru – paru. Meski efeknya tidak secara langsung, namun rokok memang sudah terbukti menimbulkan berbagai masalah kesehatan. Daripada uang anda gunakan untuk membeli rokok yang kemudian akan memberi dampak buruk bagi tubuh, sebaiknya anda gunakan untuk membeli buah – buahan saja. buah seperti buah delima, jeruk dan apel merupakan buah yang kaya antioksidan. Kandungan itulah yang mampu menjaga kesehatan jantung manusia.


6

FAKTA MENGEJUTKAN TENTANG JANTUNG ANDA

PEMOMPA YANG GIGIH Jantung yang sehat, setiap hari, memompa 2.000 galon (7570,8236 liter) darah melalui pembuluh darah sepanjang 60.000 mil (96.560,64 kilometer).

COKLAT MURNI Dua puluh gram cokat murni - dengan kandungan 76% (atau lebih) kokoa padat -memiliki resiko dua kali lebih ­mengganggu peredaran darah dari pembuluh ke jantung.

PEMOMPA YANG TANGGUH Setiap harinya, jantung menghasilkan energi untuk mengendarai truk sejauh 20 mil (32,18688 kilometer). Bila dihitung dalam seumur hidup kita, ­pencapaian jarak tersebut setara dengan jarak ­berkendara ke Bulan dan kembali ke Bumi.

Rata-rata berat jantung pria sekira 10-12 ons (321 - 340 gram). Jantung pria rata-rata berdetak sekira 70 kali/ menit.

RAJINLAH BERGERAK Para peneliti di Inggris Raya hingga Australia melaporkan bahwa seseorang lebih beresiko terkena masalah kardiometabolik, jika lebih banyak duduk daripada bergerak.

Rata-rata jantung wanita ­berbobot sekira 8 - 10 ons (226 - 321 gram). Jantung wanita ­berdetak rata-rata 78 kali/ menit.

Masalah kardiometabolik merupakan pemicu penyakit diabetes, serangan jantung ataupun stroke.

Sumber: www.WorldHealth.net


THE HERALD | JESUS IS SON OF GOD

JESUS IS SON OF GOD Holy Gospel of Jesus Christ according to Saint John 8:21-30 He said to them, “You belong to what is below, I belong to what is above. You belong to this world, but I do not belong to this world. That is why I told you that you will die in your sins. For if you do not believe that I AM, you will die in your sins.” Reflection: To believe that Jesus is the Son of God as he claims to be is to affirm his union with the Father whose will and authority is manifested in his ministry. And once we have faith in him, his works become powerfully alive in us and leads us to conversion, joy and transformation. St. Augustine encourages us in this regard: “The Lord is gracious, the Lord is slow to anger, the Lord is merciful; but the Lord is also just and the Lord is abounding in truth (Ps 85[86],15). He gives you time for amendment but you prefer to take advantage of the delay rather than to reform your ways. Did you act wickedly yesterday? Be good today. Have you spent today in evil? At any rate change your behaviour tomorrow.

RP Harold Toledano, OAD dlorah383@gmail.com +6281224051517

23 23


OPINI | TIONGHOA DI MEDAN

Misionaris Methodist, Komunitas Tionghoa dan Kosmopolitanisme Medan Dian Purba purbadian@gmail.com Mahasiswa ­Pascasarjana Ilmu Sejarah UGM

S

olomon Pakianathan datang ke Medan setelah Politik Etis sudah diterapkan beberapa tahun. Dia tidak mengalami hambatan berarti berkunjung dan tinggal di kota ini ­karena hal yang akan dia lakukan di kota yang dijuluki sebagai Paris-nya Sumatera ini sejalan dengan salah satu prinsip Politik Etis: pendidikan. Tahun 1905, tahun ­kedatangannya, adalah saat di mana orang-orang Tionghoa terkenal di kota Medan sudah mendirikan ­beberapa s­ ekolah bagi mereka sendiri. ­Sekolah-sekolah itu pada umumnya menggunakan bahasa Tionghoa sebagai bahasa pengantar. Namun, ada juga ­beberapa sekolah yang ­menggunakan bahasa Inggris. Pakianathan yang keturunan ­Tamil itu adalah seorang guru ­bahasa Inggris di Penang. Dia aktif di G ­ ereja M ­ ethodist Penang. Namun, dia bukan seorang misionaris. Dia d ­ iutus oleh George F. Pykett, ­perintis m ­ isionaris Methodist ­pertama di ­Sumatra ­tahun 1904, datang ke M ­ edan ­untuk ­memenuhi ­kesepakatan yang ­pernah dibuat Pykett dengan Hong Teen, orang Tionghoa Medan dan salah seorang murid lulusan sekolah ­Methodist Penang. Mereka m ­ enghasilkan dua kesepakatan: pihak M ­ ethodist akan mengutus seorang guru u ­ ntuk ­mengoperasikan sekolah milik Hong Teen tersebut; Hong Teen setuju bahwa guru Methodist itu

24

akan mengabarkan Injil di dalam ­sekolahnya. Begitulah, selepas jam sekolah, Pakianathan mengadakan kebaktian di sekolah itu dalam tiga bahasa: Inggris, Melayu, dan Tionghoa. Hong Teen adalah seorang pengusaha. Dia pernah berjanji bila dia mendapatkan untung melimpah dari perusahaan dagangnya, dia akan mengalihkan sekolah itu menjadi milik ­Methodist. Dan tidak hanya itu saja, dia ­sudah meniatkan hati untuk menjadi ­seorang Kristen. Namun, nasib baik tak berpihak padanya. Tiga tahun ­kemudian, ­perusahaan dagangnya bangkrut. Dia menarik ­semua ­perjanjian yang pernah dibuat. Pakianathan pun ­dipindahkan ke Palembang. Untuk ­beberapa saat, terjadi stagnasi pekerjaan ­Methodist di Medan. Sekitar bulan Mei 1910, atas d ­ esakan ­beberapa orang Tionghoa, mereka ­mengundang dua orang guru ­Methodist dari Singapura, yaitu Khoo Chiang Bie dan Lim Huay Jin. Mereka meneruskan pekerjaan pelayanan yang sudah sempat terbengkalai. Lalu mereka mendirikan The E­ nglish Public School. Dalam ­perkembangannya sekolah ini beralih nama menjadi Methodist Boys’ School. Sama seperti misionaris yang lain, Zending Methodist ­mengembangkan


pekerjaannya di kota ini m ­ elalui jalur ­sekolah. ­Tujuan missi ini tidak s­ emata-mata ­mendasarkan ­pengajarannya ­berdasarkan nilai-nilai Kristen, n ­ amun mereka ­memberikan label yang hingga kini ­melekat pada ­sekolah-sekolah ­Methodist: ­pengajaran bahasa ­Inggris. Boleh dikatakan Zending Methodist pada awalnya menyasar komunitas Tionghoa di Medan. Ini bukanlah sesuatu yang sulit ­dicari alasan di balik itu. Ada hubungan timbal balik di antara mereka. Setelah para pengusaha p ­ erkebunan ­memutuskan memberhentikan ­mendatangkan kuli Cina dari ­Penang dan Singapura, pun dari Tiongkok, dan ­beralih mendatangkan kuli dari Jawa di awal abad ke-20, orang ­Tionghoa yang sudah habis kontraknya ­memilih pindah dari ­perkebunan ke kota Medan. Di samping itu, karena melihat pesatnya perkembangan kota Medan, banyak pedagang dari Penang dan Singapura, ­demikian juga dari ­Tiongkok, datang ke M ­ edan. Banyak di antara mereka ­memilih tidak ­kembali ke ­tempat asal ­mereka. ­Sementara itu, ­terjadi ­peningkatan ­besar-besaran jumlah ­perkebunan di ­sekitar kota Medan. Pengusaha perkebunan-­ perkebunan itu berasal dari banyak negara. Sedikit berbeda dengan Jawa, bahasa yang ­paling s­ ering ­digunakan adalah bahasa ­Inggris dan ­Melayu. Bahasa Inggris tentu saja berada di atas bahasa Melayu. Keberadaan ­perkebunan itu menjadikan kota Medan

menjadi kota yang sangat kosmopolit. Medan menjadi kota yang didiami beragam penduduk dari berbagai negara. Kota ini menjadi tempat tinggal para pengusaha dan pegawai perkebunan dari Amerika, Belanda, Cina, Inggris, Prancis, Belgia, dan Jerman. Dengan kata lain, Medan menjadi kota ­beratmosfer internasional. Perkebunan-perkebunan itu ­membutuhkan banyak pegawai yang mampu ­berkomunikasi dalam bahasa Inggris. Di sinilah terjadi hubungan timbal balik itu. Bagi para pedagang Tionghoa, mereka membutuhkan ­penguasaan bahasa ­Inggris untuk ­melebarkan perdagangan mereka ke Penang dan Singapura. Sementara bagi mereka yang ingin bekerja ­sebagai pegawai, ­banyak ­tamatan sekolah ­Methodist ­mendapat posisi ­penting di perkebunan, bank, ­maupun ­menjadi ­wartawan yang ­berbobot ­karena ­penguasaan bahasa ­Inggris. Dengan ­demikian, missi ­Methodist ­lewat ­pendirian ­sekolah ­berbasis bahasa ­Inggris telah ikut ­meramaikan keriuhan ­kedatangan ­kemajuan ke Tanah Deli. Mereka ­dengan sangat cerdas membaca perubahan ­zaman. Komunitas Tionghoa Medan yang ­menggunakan bahasa Inggris sebagai salah satu alat mobilitas sosial mendapati diri mereka sangat terbantu dengan kehadiran pekerjaan pelayanan Methodist.

* Ilustrasi : 1. Foto barisan siswa dan pengajar American Methodist School. Sumber: Charlotte and Newton Gottschall, Experiences We Treasure at the Crossroads of Southeast Asia “Rounding Out Seven Years as Principal of the Methodist Boys’ School, Medan, Sumatra”. June 1971 2. Penarik riksaw (becak khas Tionghoa) di Medan. Sumber gambar: Tropen Museum [http://collectie.tropenmuseum.nl/]

22 25


SASTRA | TENANG DAN JANGAN HISAP IBU JARI KAMU

Tenang Dan Jangan Hisap Ibu Jari Kamu Indung Simanjuntak penulis. kini masih mencari pekerjaan tetap. tinggal di Jakarta

“Sebelum aku menuliskannya pada kalian, ada ­senyuman yang ingin aku tunjukan. Ho ho ho ­Seperti sinterklas kan..” Baiklah, aku akan bercerita. Cerita memang lebih bisa kalian mengerti ketimbang tulisan. Bagiku, itu wajar karena kalian diajarkan untuk bersuara, bahkan harus dicubit agar menangis sebagai tanda kelahiran yang sehat. Dan tulisan, kami harus bersabar memberikan kepada kalian. Namun setidaknya tenanglah, dan jangan hisap ibu jari kamu, akan dapat kalian lalui. Ceritaku ini di dalam hidup dan kalianlah yang kusaksikan. Pada tahun yang sama kita lewati, aku senantiasa berusaha menyisihkannya bagi kalian. Sebelum segala berhenti untuk mulai kembali. Yang ­kuinginkan adalah kalian yang tak pernah lupa pada pelukanku. Kemudian pada telinga kukatakan, ­“ Tubuh dapat berubah, tingkah boleh ­bertambah, tapi pelukan tetap (konstan).” Segera saja kau ­menjawab dengan kaki-kakimu tentang semua yang menempel di kepala. Dan, kamu yang masih kugendong, melirik senyum. Mungkin kamu ingin mengatakan banyak hal melalui hisapan ibu jari itu. “Aku tahu, kamu telah terangkum di dalamnya. Hisaplah, karena akan tiba waktunya kamu tak bernikmat-nikmat dengan ibu jari. Ketika gigimu tumbuh merata, mulai terasa sengatnya maka berakhirlah kenikmatan.” Jangan kuatir, masih banyak yang lain diluar yang satu itu. Jadi, semasa kamu di pelukku, perbuatlah ­sebagaimana yang kelahiran ajarkan. Sudah genap kau putari roda-roda sepeda, berjalan maju. Katamu, “Lihat aku! Lihat aku..! Nih, udah bisa!” Wajahmu riang atas keberhasilan naik sepeda. Kini

kau juga tak perlu turun dari sadel untuk memutar stang ketika butuh belokan. Kayuh, terus kayuh ­roda-rodanya hingga kecepatan membebaskan ­sepasang roda kecil yang menjaga kau seimbang. Kelak angin akan meniadakan keseimbangan semu yang tercipta oleh roda kecil. Disanalah kau sadari kayuhan sebenarnya. Kayuh pelupaan mimpi didesirdesir jantung suka cita. Untuk kamu, roda-roda padat pada ­bulatan ­membuat tubuh tegak. Kamu tak pernah ­mengernyitkan ketakutan dikecepatan langkah ­menurun-menanjak, lurus-belok. Terus bergerak walau licin atau kasar. Selalu ada tawa mengejarmu. Tetapi perihal kembali, menjadikan kamu bosan sendiri. Tekukan kaki-kaki menjadi tandanya. Bila ­kebosanan mulai menghinggapi, tiada lain yang kamu perbuat selain menghisap ibu jari. Tak jemu bagi yang satu itu. Inilah yang membangkitkan semangat mamak kalian. Adalah menghancurkan takut dan hisapan ibu jari. Aku menyaksikannya, ia menumbuk rasa pahit lalu membalurkannya ke jari-jari kamu. Padahal ia tahu benar, hanya ibu jari yang kamu sukai. Oleh baluran itu, dikiranya, kamu akan berpindah ­menghisap jari lainnya. Sebagai antisipasi, ­diratakannya rasa ­pahit sehingga tak satupun yang tak berubah warna ­karenanya. Sebentar saja rasa pahit itu ­berhasil ­menahan kamu. Ibumu mungkin puas karena ia mengira telah berhasil menundukkan ibu jari kamu. Hahahaha.. Aku terpingkal menyaksikan ibu jari kamu memperoleh kesenangannya. Tapi, tawa itu tak kutujukan bagi kemampuanmu melawan pahit. ­Tawaku hadir atas parodi yang bermain di antara kamu dan mamakmu. Kamu membuat mamakmu kembali menggerus pahit. Kali ini ia tambahkan plester serta sedikit air, semakin memperpanjang

26


rasa pahit yang diplesterkan ke ibu jari kamu. Jari yang lain cukup dicelup ke dalam gerusan pahit. Plester membuat ibu jari kamu tampak gembung dalam tatapanmu yang sepertinya menganggap ini sangat mengesalkan. Aku tahu, kamu pasti mampu menghisap pahit yang menebal dan mamakmu akan mencari jalan lain. Adakalanya tidur akan mengisahkan ceritanya sendiri. Kau tahu, sebenarnya cerita-cerita dikala tidur hadir dalam plot-plot yang tersusun oleh kayuhan kaki-kakimu. Dan ketegangan oleh rasa takut muncul karena kesadaran kau menuturkannya kembali k­ epadaku yang tidur di sampingmu. Meskipun ­begitu kau tetap saja menangis takut. “Ah, kau barangkali dicubit impi.” Seperti terlahir kembali kau hampiri ibu, mencari-cari kehangatan mulamu, masuk kamar menangis. Naik kasur menangis. “Ssssttt.. Diam. Sudah tidur lagi.” Tinggal aku sendiri. Mungkin ada api di mimpimu. Mungkin air. M ­ ungkin hantu. Mungkin sepeda. Mungkin kami yang di rumah. Yang pasti, ada tangis mengakhiri semuanya. Bukan satu malam saja, melainkan bermalam-malam mimpi hadir. Yakinlah, bapak-mamakmu hadir ­melebihi mimpi. Lebih dari itu semua aku suka kau tak jera. Seperti kau menabrak di kelokan ketika bersepeda demikian hadapi tiap mimpi. Bangun dan bersepeda lagi di pelataran. Tenang. Keberhasilan kamu menawarkan pahit makin teruji. Entah apalagi yang akan digerus mamak kamu. Satu kepastian ada, pertemuan antara waktu kamu dan waktu mamakmu yang akan mengakhiri parodi. Tidak saat ini, ketika aku belum pergi. Atau, janganjangan kamu tak menginginkan aku sabagai saksi pelepasan kekanak-kanakan itu. Ah, kamu tidak tahu, aku bahkan mengatasimu. Kamu barulah sebatas menghisap ibu jari sedangkan aku bisa menyulapnya menjadi ada lalu tidak ada. Baiklah, kalau kamu menginginkannya, aku juga tak akan ­menghentikannya. Tapi, kamu jangan salahkan mamak yang terus menggerus sampai ada pertemuan waktu kalian. Menjauhlah kau ketika aku dan bapakmu ­merokok. Mengapa kami selalu mengatakannya, agar kau tahu, mata kecilmu bisa pedih oleh asap yang kami h ­ embuskan. Hidungmu itu belum sanggup m ­ enyaring asap dan paru-parumu belum imun t­ erhadap racun-racun yang lolos dari ­penyaringan h ­ idung. Dan, yang paling penting, kami tidak suka kau menirukan tiap gerakan saat merokok, bagaimana memegang, menghisap, dan ­menghembuskannya. Sebab, itu berati kau sedang menanam di kepalamu. Apa yang telah di tanam di

kepala tak bisa dicabut. Tumbuhlah yang berlangsung. Pertumbuhan pada benih yang ini tidak kami harapkan. Jadi, menjauh.. jauh-jauhlah pada saat kami merokok. Atau, mungkin kami yang harus sembunyi. “Hmmm…” Hari libur adalah persediaan. Bukan aku atau mamakmu yang menentukan hari. Sebab bagi kami tiap hari adalah libur dan tiap hari adalah gerak. Sama seperti aku dan kamu. Maka bersukalah dihari libur karena di situ ada peluk yang tertunda. Pun bilangan menjadi sempurna sebelum hitungannya berulang lagi. Pada hari yang libur kau sering menggantung kaki. Kau menjadi ekor bapakmu. Tahukah kau, ­sebenarnya bapakmu juga ingin menjadi ekormu, karena rindunya. Disatu hari libur tak ada mimpi yang membuat kau takut. Bapak akan menjaga di pintumu sehingga mimpi kehilangan taring. Di samping, peluk bapakmu, tidur dan masuki mimpi tanpa tangis. Nanti kita nonton kartun lagi. Kamu tak juga berhenti menghisap ibu jari. M ­ eskipun bapak juga kerap menghadang laju, kamu selalu tahu kesempatan untuk menghisap. Apapun ­keadaan; entah sedang didorong bapak pada lingkaran, entah dalam dekapan menjelang tidur, entah bermain terbang-terbang; kamu tak pernah gagal menghisap. Maka kelembutan bapak menyaksikan tingkah kamu hanya tertawa. Walaupun itu tak menahan mamak menggerus pahit. Sudah waktunya berhenti menghisap. Biar gemuk-biar tumbuh lepaskan ibu jari kamu, harapan bapak. Hari ini kamu ulang tahun. Kalau waktu itu kamu enggan mengakhiri kekanak-kanakanmu, ­mungkinkah hari ini kamu sudahi hisapan itu. Tepat pada bilangan satu, tegak kamu lewati. Apalagi aku tak bersama kamu. Aku tak kamu ingini ­sebagai ­pelepasan ibu jari dari hisapan. Aku rasa ­momentumnya tepat menyudahi hisapan sebab esok hari kamu sudah lebih dari satu. Sebab esok kau harus menerima tulisan sebagai desiran baru. Sebab esok kamu tak lagi butuh lingkaran dengan rodaroda kecilnya. Esok tulisan berdiri bagi kau dan kamu bersama aku tetap saksi kalian. Pada doa yang baru kita mengharap esok kan ada kehidupan berkata, “Tenang, dan jangan hisap ibu jari kamu.” Teruntuk Gian; dan Mercy, happy born day. 20 Mei 2011

27


LAPO AKSARA | MATI

MATI Syahdan, seorang pertapa tua ­disambangi gerombolan perampok. Ia ditantang pentolan kelompok itu untuk taling tarung hingga mati. Sang pertapa menyanggupi namun punya satu p ­ ermintaan sebelum duel: “Coba kau tebas dahan pohon ini dengan ­pedangmu!”.

Ananta Bangun anantabangun@gmail. com Redaktur Tulis di ­Lentera News

Dengan mudah, sang kepala p ­ erampok memotong dahan pohon yang ditunjuk sang pertapa tua. Namun, ia terjingkat kaget tatkala si pertapa memintanya mengembalikan tebasan dahan t­ ersebut seperti semula. “Apa kau gila!? Mana mungkin dahan ini yang sudah d ­ ipotong ini bisa kembali ke batang pohonnya,” ia menyergah. “Kamulah yang gila! Karena ­mempermainkan nyawa sekehendak ­hatimu. Bahkan yang empunya ­kehidupan ini pun tidak semena-mena dirimu,” sang pertapa balik menjawab. “Lagipula, apakah kematianku yang kamu cari-cari dalam perjalanan ­hidupmu? Ragaku mungkin mati. N ­ amun pemahaman yang kuwariskan bagi ­banyak insan lain akan tetap abadi.” Hening. Para perompak hanya terdiam. Relung hati mereka diisi rasa jengah dan malu. *** Lema ‘mati’ telah lama bersimpang siur di tengah kita. Satu yang cukup santer dibahas ialah hukuman mati bagi para pengedar zat adiktif. ­Kematian ­dipandang sebagai ‘sebuah jalan’ m ­ enghentikan peredaran barang ­terlarang tersebut. Namun, benarkah kematian menjadi jawaban untuk

28 28

­permasalahan ini? Rhonda Byrne dalam bukunya ‘The ­Secret’ mengungkapkan bahwa fikiran untuk mengenyahkan sesuatu yang negatif, pada akhirnya lebih banyak menguras energi diri sendiri. Semakin besar perhatian diarahkan untuk ­menghilangkan, sebesar itu pula daya balik pengaruh negatif tersebut. Dalam bukunya, Byrne mengutip petuah bijak Bunda Teresa: “Jangan ajak saya untuk demonstrasi anti perang. Namun, saya dengan senang hati bergabung dalam kampanye damai.” Sebuah pilihan yang kontras. Pantaslah perjuangan gigih untuk ­mengenyahkan ihwal-ihwal negatif ­(seperti perang, bahkan rokok dan ­narkoba) tidak akan pernah usai. Sebab titik perhatian perjuangan t­ ersebut masih berkutat pada ­‘kebencian’. ­Kehendak untuk lekas-lekas saja ­mematikan perangai buruk di sekeliling kita. Sebagaimana dituturkan dalam k­ isah sang pertapa, ‘dahan’ yang telah ­ditebas itu tak akan bisa dikembalikan ­sebagaimana semula. Ia m ­ elanjutkan: “Lagipula, apakah kematianku yang kamu cari-cari dalam perjalanan ­hidupmu? Ragaku mungkin mati. ­Namun pemahaman yang kuwariskan bagi ­banyak insan lain akan tetap abadi.” Perkataan tersebut dapat membuat hati bergidik, bila ditautkan dengan sebuah tanya: “Bagaimana jika pemahaman yang buruk lah yang diwariskan bagi insan lain? Dan tetap abadi?”


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.