EDISI #11 FEBRUARI 2015
t a b n
inspiratif | smart | beriman
a g n a g n a t n ta
a s r
e b
n a g n de
p u
d i h
1
a h
Bank Rakyat Indonesia Rek.No. 0336-01-068622-50-6 a.n. Hubertus Agustus Lidy | Bank Nasional Indonesia Rek.No. 0307532799 a.n. Hubertus Agustus Lidy
DUKUNG MAJALAH LENTERA NEWS
DENGAN DOA DAN DANA
daftar isi
Kunjungi kami di sini:
majalahlentera.com
/Lentera-news
3 Catatan Redaksi 6
16
Telisik
Refleksi Iman
Rabu Abu Permenungan 足menjelang masa pra Paskah
18 Ilham sehat Kegagalan: Siapa Takut?
8
Lentera khusus Mereguk Kesegeran Jus Buah
Opini 20 Menyambut Era
Jurnalisme Warga
22 Sastra Mata Mamak
(bag. Terakhir)
Gilbert Tuhabonye: Berlari 足Menghidupkan Hidupku
23 Infografika
Top 10 Benefits of Running
14 Embun katekese
Berpuasa & Berpantang Menurut Gereja Katolik
2
catatan redaksi
Memetik Buah Kegagalan Ketika majalah Lentera News edisi ini terpampang di layar Anda, tentu tergurat tanya yang mengandung keheranan: Mengapa begitu lama terbit? Satu maupun seribu alasan tak akan mampu membasuh rasa kecewa karena penantian para pembaca budiman sekalian. Tentunya sejumlah dinamika dan transformasi lah yang menjadi undak-undak baru dalam perjalanan Lentera News. Tidak hanya dalam ruang redaksi, namun juga di luar khasanah tersebut. Pada edisi Februari ini, kami tergugah merangkul ihwal yang lazimnya amat dihindari banyak insan. Yakni kegagalan dalam kehidupan. Sebuah tantangan hidup yang kerap melahirkan rasa putus asa. Beberapa insan b ahkan sampai memilih jalan mengakhiri hidupnya sendiri. Sedemikian beratnya kah kegagalan itu? Lalu, untuk apa ia musti ada dalam skenario hidup ini? Ada dua insan yang cukup laik kita jadikan pedoman untuk memperoleh pandangan baru tentang kegagalan hidup ini. Keduanya kini sudah tiada lagi dalam kehidupan kita. N amun, apa yang mereka wariskan justru memberi ‘kacamata’ baru bagi kita dalam memahami kegagalan dalam hidup. Mereka adalah Thomas Alva Edison dan Bob Sadino. Edison memandang kegagalan sebagai anak tangga menuju keberhasilan. Karenanya setiap kegagalan ialah buah pemahaman yang baru. Semakin banyak kegagalan justru menambah pengetahuan yang tak terkira nilainya. Hal senada juga menjadi nafas inspirasi Bob Sadino. Ia tak minder mengambil sikap berseberangan dengan i nsan yang takut dengan kegagalan. “Bagi kamu yang mau berhasil, justru cari kegagalan sebanyak-banyaknya. Sebab keberhasilan itu hanyalah sebuah titik di puncak gunung kegagalan,” ucap pria yang terkenal kerap memakai celana pendek semasa hidupnya.
judul tulisannya sendiri “Kegagalan: Siapa Takut?”. Sementara pada Lentera Khusus, redaksi mengangkat kisah keberhasilan Gilbert Tuhabonye yang berhasil bangkit usai mengalami tragedi paling mengerikan dalam hidupnya. Dalam rubrik Sastra, pembaca dapat menikmati kepingan terakhir dari cerita pendek karya jurnalis Ester Pandiangan. Sementara kontributor Lentera News dari Universitas Diponegoro, Vinny Barus coba menggamit perhatian kita dalam artikel tentang jus buah di rubrik Ilham Sehat. Satu rubrik baru, Refleksi Iman, merupakan sumbangsih Sr. Angela Siallagan, FCJM di sela-sela aktivitasnya mengabdi di Yayasan Pendidikan ASSISI di Pematangsiantar. Laiknya semangat Edison dan Sadion, setiap aral dalam napaktilas penerbitan Lentera News merupakan buah ilham baru bagi redaksi. Kami sungguh bangga dan terdorong untuk menghadirkan yang terbaik bagi pembaca sekalian. Sebagaimana terpatri dalam tagline baru majalah kesayangan kita ini: Inspiratif | Smart | Beriman Shalom,
Redaksi
Dua rubrik dalam edisi “Bersahabat Dengan Tantangan Hidup” ini mengupas ihwal tersebut. Pater Hubertus mengajak kita untuk menarik pembelajaran dalam tiap kegagalan. Sebuah inspirasi hidup sebagaimana diterapkan dengan baik oleh Edison dan Sadino. Sungguh pas kiranya Pater Hubertus memotivasi kita, bahkan telah tersemat dalam
3
petuah
REDAKSI RP Hubertus Lidi, OSC [Pemimpin Umum/Pemimpin Redaksi], Ananta Bangun [Redaktur Tulis], J足 ansudin Saragih [Redaktur Foto], Sr. Ursula Gultom, KSSY [Keuangan] Penerbit: Komisi Komunikasi Sosial Keuskupan Agung Medan (KOMSOS-KAM) J足 alan S.Parman No. 107 Telp. +62614572457 , mp. 085361618545| www.majalahlentera.com | 足redaksi@majalahlentera.com , majalahlentera@ gmail.com | Facebook Fan Page: facebook.com/lentera-news
4
advertorial
5
telisik
KEGAGALAN: SIAPA TAKUT? RP Hubertus Lidi, OSC hubertuslidiosc@gmail.com
S
etiap insan manusia, pada dasarnya secara sadar, tidak memilih kegagalan dalam mengelola dan menata kehidupannya. Manusia selalu menghindar dari kegagalan. ‘Esensi’ dari kegagagalan itu bak ‘virus’ mematikan terutama kepada kaum yang cenderung sempurna (kaum perfeksionis) dalam mengelola kehidupannya. Berbagai strategi dikedepankan agar kegagalan jangan nongol.
yang lebih bersahabat. Kegagalan dalam perspektif ini, sebagai wahana yang memberdayakan manusia agar lebih berkualitas lagi. Lebih dari itu kegagalan membangkitkan optimisme manusia untuk tetap menjajaki hari esok agar menjadi lebih baik. Toh: Life must go on. Kuncinya adalah manusia mau belajar dari kegagalan. Menusia menempatkan kegagalan itu menjadi bagian dari kehidupannya. Bagian yang tak terpisahkan dari hidup ini. Ibaratnya roda yang selalu berputar dan menyentuh setiap tataran kehidupan. Pada bagian lain manusia menyadari bahwa dirinya adalah mahkluk yang dari dirinya membutuhkan sesamanya manusia, alam kehidupannya, dan Tuhan yang meremas dan menciptakan kehidupan. Kegagalan membuat manusia secara ‘legowo’ lebih menerima realitas hidupnya.
Perencanaan dan pemikiran yang matang merupakan salah satu cara antisipatif agar menjauh dari kegagalan; apalagi kalau pekerjaan itu berskala besar. Kalau toh terpaksa gagal kalkulasinya alias ‘margin errornya’ sangat kecil, mendekati nihil. Para perfeksionis, atau sempurnawan-sempurnawati itu akan stres dan terganggu jiwanya kalau kegagalan bertamu kepada kehidupannya. Kegagagalan itu seakan-akan musibah yang memporak-porandakan kesempurnaannya. Ia bagaikan ‘kutuk’ yang datang dan menimpa kesempurnaan mereka. Pertanyaan mendasar untuk manusia adalah apakah manusia adalah mahkluk yang sempurna?
Chairil Anwar, sang pujangga angkatan 45 dalam sajaknya Aku, tetap optimis akan kehidupan dan masa depanya. Toh dalam raganya yang semakin layu karena penyakit yang dideritanya saat itu. Ia berteriak dan berteriak: “Aku mau hidup seribuh tahun lagi”. Optimismenya membakar semangat generasi-generasi sastrawan/wati sesudahnya, agar tetap menghidangkan karya-karya sastra yang khas Indonesia, ga kebarat-baratan. Chairil Anwar menempatkan kegagalan mengelola kehidupannya sebagai sahabat untuk berteriak lebih lantang lagi bahwa ide dan gagasannya tak selamanya dipenjara oleh raga yang fana ini. Bersahabat dengannya justru melahirkan generasi-generasi baru yang lebih brilian. Kegagalan, siapa takut?
Dalam pemahaman bahwa segala sesuatu yang telah direncanakan dan dikerjakan sudah pasti akan berhasil. Dengan kata lain sama sekali tak ada kemungkinan gagal. Tidak ada yang menjamin hal itu. Adagium seperti: Kegagalan adalah kesuksesan yang tertunda, membentangkan bahwa kegagalan selalu ada setiap upaya manusia, seraya mengajak manusia untuk mendekati kegagalan dalam perspektif
6
advertorial
lentera khusus
8
GILBERT TUHABONYE
Gilbert Tuhabonye merupakan satu dari sedikit atlet yang berhasil meretas keberhasilan seusai tragedi. Kisahnya tidak hanya bertumpu pada minat tinggi dan kerja keras, namun juga upaya mengubah pola fikir atas pengalaman paling mengerikan dalam hidupnya. Setelah mencapai puncak prestasi, Gilbert kemudian menggalang program amal bagi keluarga lama di kampung halamannya. Alih-alih melupakan mereka. Sepenggal artikel di Lentera News edisi Februari ini, hendak mengurai riwayat ringkas sang atlet sejati tersebut. 9
G lentera khusus
G
ilbert Tuhabonye dilahirkan pada tanggal 22 November 1974, di Selatan Songa, di Burundi (satu negara kecil di Afrika Tengah/ Timur). Gilbert adalah anak ketiga dari empat b ersaudara. Keluarganya berasal dari suku Tutsi yang pada umumnya mencari nafkah sebagai petani. Orangtua Gilbert memelihara sapi perah dan juga menanam kentang, kacang p olong, jagung dan kacang hijau.
Semenjak belia, Gilbert merupakan anak lasak yang gemar berlari-lari. Dia b ahkan kerap berlari-lari di sekitar kampung h alamannya. Disamping itu, ia juga sering b erlari-lari ke ujung lembah untuk m engambil air keperluan keluarga. Ia juga menempuh jalan ke sekolahnya, sejauh 5 mil, sembari berlomba lari dengan teman-teman satu sekolah. Bahkan, salah satu hobinya adalah mengejar sapi-sapi milik keluarganya. Gilbert dibaptis sebagai Katolik saat menduduki kelas 6 Sekolah Dasar. Tak lama berselang, ia pun mengenyam pendidikan di salah satu sekolah Protestan di Kibimba.
Di tengah masa pendidikannya di sekolah Kibimba, Gilbert melibatkan diri dalam perlombaan lari. Walaupun lari dengan n yeker (telanjang kaki), sang murid baru tersebu berhasil menang dalam lomba lari 8 Km. Memasuki tingkat kedua, Gilbert berkenalan dengan seorang pria yang mengubah teknik berlarinya dengan mengangkat lututnya lebih tinggi dan menahan lengannya dengan b enar. Pelatih barunya itu juga memotivasinya tekun berlatih dan berusaha meretas jalan menuju Olimpiade.
Nasihat itu ia serap, hingga ia menjadi juara lomba lari nasional untuk cabang 400 m dan 800 m.
Menjelang masa akhir pendidikan m enengah tingginya, Tuhabonye telah menjadi atlet terkenal di negaranya. Ia pun berambisi memperoleh beasiswa ke kampus di Amerika Serikat dari olahrga yang ditekuninya itu. Dalam benaknya, ia akan kembali ke Burundi setelah berhasil mengecap pendidikan tinggi di negeri Paman Sam tersebut. Tragedi Perang
Namun angin cobaan kemudian menerpa kehidupan Gilbert. Pada 21 Oktober 1993. Perang saudara (yang telah berlangsung selama ratusan tahun) antara suku Tutsi dan Hutu pun membara hingga lingkungan sekolahnya.
Ratusan teman-teman sekolahnya dari suku Hutu, juga para guru dan orangtua siswa, serta beberapa suku Hutu dipaksa masuk dalam satu ruangan sekolah. Dalam ruangan tersebut, banyak dari para sandera dipukuli hingga tewas, lalu kelompok teroris m embakar gedung tersebut. Selama sembilan jam, Gilbert terkubur oleh mayat sahabat-sahabatnya dan masih terjebak kepungan api. Dengan nekat, ia pun memungut tulang salah seorang sahabatnya untuk memecahkan jendela ruangan t ersebut. Dia pun berhasil meloloskan diri, dan berlari menembus gelap malam dengan kaki hangus bekas jilatan api. Gilbert bertahan hidup dalam salah satu peristiwa tragis perang antar suku T utsi-Hutu. Pengalaman mencekam yang justru membuka pintu kehidupan baru b aginya.
10
G
11
lentera khusus
Titik Balik
Triphine dan dua putri, Emma dan Grace.
Kini, 20 tahun selepas kejadian mengerikan tersebut, Gilbert Tuhabonye menjadi figur terkenal dan paling dihormati dalam dunia atletik lari. Dia telah menamatkan pendidikan tinggi di Universitas Abilene Christian, di Texas. Kini ia tinggal di Austin, Texas bersama istrinya
Gilbert mendirikan Gilbert’s Gazelle, salah satu pusat pelatihan atletik lari terbesar di Austin. Dia juga mengemban amanah sebagai pelatih kepala di SMU St. Andrews, dan mengharumkan nama sekolah tersebut dengan sebagai jawara atletik negara bagian selama lima kali berturut-turut, pada tahun 2008 hingga 2012. Pada tahun 2006, Gilbert -- bersama beberapa karibnya atlet pelari -- mendirikan yayasan amal Gazelle Foundation yang menetapkan misi membangun penyediaan air bersih di Burundi. Yayasan amal ini pun berhasil menggalang sejumlah besar dana dari kegiatan lomba lari “Run for the Water”. Di tahun yang sama, Tuhabonye juga merilis kesaksian pengalaman hidup dan imannya dalam buku berjudul This Voice in My Heart: A Genocide Survivor’s Story of Escape, Faith, and Forgiveness (HarperCollins Publishing, 2006). Buku ini pernah menjadi ulasan utama oleh media National Public Radio dan BBC. --- Sebagaimana dituturkan dalam laman pribadi Gilbert Tuhabonye di www.gilberttuhabonye.com Alih bahasa Tata aksara
12
: Ananta Bangun : RP Hubertus Lidi, OSC
“
Bila fokus pada pernapasan saja, m  enurutku, aku bisa mengabaikan rasa sakit itu. ÂKeringat mengalir di wajahku hingga Âmenyengat mata. Bara panas itu seperti tiada henti, dan lidahku serak karena bibir yang kering dan pecah-pecah. Suara hatiku berdetak cepat deras di telinga, dan jejak langkahku melambat di atas abu kayu yang telah menjadi bubuk putih. Aku hanya harus menahan rasa sakit ini lebih lama, agar aku bisa bebas. Kalau saja bisa, aku ingin melayang di atas bara ini. Aku membiarkan instingku melangkah dengan kaki yang dianugerahi Tuhan. Untuk kemudian, melewati titik kehidupan ketika pikiranku sendiri berkata: menyerahlah!
13
embun katakese
BERPUASA DAN BERPANTANG menurut Gereja Katolik
dikutip dari:
Katolisitas.org
Bagaimanakah berpuasa yang benar menurut a 足 jaran 足Gereja Katolik, kapan dan bagaimana puasa itu dilakukan? 足Pertama-tama perlu kita ketahui dulu alasan mengapa kita berpuasa dan berpantang. 14
Bagi kita orang Katolik, puasa dan pantang a rtinya adalah tanda pertobatan, tanda penyangkalan diri, dan tanda kita m empersatukan sedikit pengorbanan kita dengan pengorbanan Yesus di kayu salib sebagai silih dosa kita dan demi mendoakan k eselamatan dunia. Jadi puasa dan pantang bagi kita tak pernah terlepas dari doa. Dalam masa prapaska, maka puasa, pantang dan doa disertai juga dengan perbuatan amal kasih bersamasama dengan anggota Gereja yang lain. Dengan demikian, pantang dan puasa bagi kita orang Katolik merupakan latihan rohani yang mendekatkan diri pada Tuhan dan sesama, dan bukan untuk hal lain, seperti diit/ supaya kurus, menghemat, dll.
Pantang tidak terbatas hanya makanan, namun pantang makanan dapat dianggap sebagai hal yang paling mendasar dan dapat dilakukan oleh semua orang
Dengan mendekatkan dan menyatukan diri dengan Tuhan, maka kehendak-Nya menjadi kehendak kita. Dan karena kehendak Tuhan yang terutama adalah keselamatan dunia, maka melalui puasa dan pantang, kita diundang Tuhan untuk mengambil bagian dalam karya penyelamatan dunia, dengan cara yang paling sederhana, yaitu berdoa dan menyatukan pengorbanan kita dengan pengorbanan Yesus di kayu salib. Kita pun dapat mulai mendoakan k eselamatan dunia dengan mulai mendoakan bagi keselamatan orangorang yang terdekat dengan kita: orang tua, suami/ istri, anak-anak, saudara, teman, dan juga kepada para imam, pemimpin Gereja, pemimpin negara, dst. Memang sesuai dari yang kita ketahui, k etentuan dari Konferensi para Uskup di Indonesia menetapkan selanjutnya : • Hari Puasa dilangsungkan pada hari Rabu Abu dan Jumat Agung. Hari Pantang dilangsungkan pada hari Rabu Abu dan tujuh Jumat selama Masa Prapaska sampai dengan Jumat Agung. • Yang wajib berpuasa ialah semua orang Katolik yang berusia 18 tahun sampai awal tahun ke-60. Yang wajib berpantang ialah semua orang Katolik yang berusia genap 14 tahun ke atas. • Puasa (dalam arti yuridis) berarti makan kenyang hanya sekali sehari. Pantang (dalam arti yuridis) berarti memilih pantang daging, atau ikan atau garam, atau jajan atau rokok. Bila dikehendaki masih bisa menambah sendiri puasa dan pantang secara p ribadi, tanpa dibebani dengan dosa bila m elanggarnya. Maka penerapannya adalah: 1. Kita berpantang setiap hari Jumat sepanjang tahun (contoh: pantang daging, pantang rokok dll) kecuali jika hari Jumat itu jatuh pada hari raya, seperti dalam oktaf masa Natal dan oktaf masa Paskah. Penetapan pantang setiap Jumat ini adalah karena Gereja menentukan hari Jumat sepanjang tahun (kecuali yang jatuh di hari raya) adalah hari tobat. Namun, jika kita mau melakukan yang lebih, silakan berpantang setiap hari selama Masa Prapaska. 2. Jika kita berpantang, pilihlah makanan/ m inuman yang paling kita sukai. Pantang daging adalah contohnya, atau yang lebih sukar mungkin pantang garam. Tapi ini bisa juga berarti pantang minum kopi bagi orang yang suka sekali kopi, dan pantang sambal bagi mereka yang sangat suka sambal, pantang rokok bagi mereka yang merokok, pantang jajan bagi
15
mereka yang suka jajan. Jadi jika kita pada dasarnya tidak suka jajan, jangan memilih pantang jajan, sebab itu tidak ada artinya. 3. Pantang tidak terbatas hanya makanan, namun pantang makanan dapat dianggap sebagai hal yang paling mendasar dan dapat dilakukan oleh semua orang. Namun jika satu dan lain hal tidak dapat d ilakukan, terdapat pilihan lain, seperti pantang kebiasaan yang paling mengikat, seperti pantang nonton TV, pantang ’shopping’, pantang ke bioskop, pantang ‘gossip’, pantang main ‘game’ dll. Jika m emungkinkan tentu kita dapat melakukan gabungan antara pantang makanan/ minuman dan pantang kebiasaan ini. 4. Puasa minimal dalam setahun adalah Hari Rabu Abu dan Jumat Agung, namun bagi yang dapat melakukan lebih, silakan juga berpuasa dalam ketujuh hari Jumat dalam masa Prapaska (atau bahkan setiap hari dalam masa Prapaska). 5. Waktu berpuasa, kita makan kenyang satu kali, dapat dipilih sendiri pagi, siang atau malam. Harap dibedakan makan kenyang dengan makan sekenyang-kenyangnya. Karena maksud berpantang juga adalah untuk melatih pengendalian diri, maka jika kita berbuka puasa/ pada saat makan kenyang, kita juga tetap makan seperti biasa, tidak b erlebihan. Juga makan kenyang satu kali sehari bukan berarti kita boleh makan snack/ cemilan berkali-kali sehari. Ingatlah tolok ukurnya adalah pengendalian diri dan keinginan untuk turut merasakan sedikit penderitaan Yesus, dan mempersatukan p engorbanan kita dengan pengorbanan Yesus di kayu salib demi keselamatan dunia. 6. Maka pada saat kita berpuasa, kita dapat mendoakan untuk pertobatan seseorang, atau mohon pengampunan atas dosa kita. Doa-doa seperti inilah yang sebaiknya mendahului puasa, kita u capkan di tengah-tengah kita berpuasa, terutama saat kita merasa haus/ lapar, dan doa ini pula yang menutup puasa kita/ sesaat sebelum kita makan. Di sela-sela kesibukan sehari-hari kita dapat mengucapkan doa sederhana, “Ampunilah aku, ya Tuhan. Aku mengasihi-Mu, Tuhan Yesus. Mohon selamatkanlah …..” (sebutkan nama orang yang kita kasihi) 7. Karena yang ditetapkan di sini adalah syarat minimal, maka kita sendiri boleh menambahkannya sesuai dengan kekuatan kita. Jadi boleh saja kita berpuasa dari pagi sampai siang, atau sampai sore, atau bagi yang memang dapat m elakukannya, sampai satu hari penuh. Juga tidak menjadi masalah, puasa sama sekali tidak makan dan minum atau minum sedikit air. Diperlukan kebijaksanaan sendiri (prudence) untuk memutuskan hal ini, yaitu seberapa banyak kita mau menyatakan kasih kita kepada Yesus d engan berpuasa, dan seberapa jauh itu m emungkinkan dengan kondisi tubuh kita. Walaupun tentu, jika kita terlalu banyak ‘excuse’ ya berarti kita perlu m empertanyakan kembali, sejauh mana kita mengasihi Yesus dan mau sedikit berkorban demi mendoakan keselamatan dunia. Demikian ulasan mengenai pantang dan puasa menurut ketentuan Gereja Katolik. Semoga bermanfaat.
refleksi iman
RABU ABU PERMENUNGAN MENJELANG MASA PRAPASKAH
Sr. Angela Siallagan, FCJM angel.fcjm@yahoo.com
R
abu Abu merupakan pintu gerbang u ntuk masuk ke Masa Prapaskah – masa puasa dalam liturgi tahunan G erejawi. Hari ini ditentukan jatuh pada hari Rabu, 40 hari sebelum hari Paskah tanpa menghitung harihari M inggu, atau 44 hari (termasuk hari Minggu) sebelum hari Jumat Agung. Pada hari itu kita umat Katolik akan menerima tanda abu di dahi. Simbol ini mengingatkan umat akan ritual Israel kuno di mana seseorang menabur abu di atas kepalanya atau di seluruh tubuhnya sebagai tanda kesedihan, penyesalan dan pertobatan. Namun, kita tidak ingin berhenti sampai disitu. Dengan mengakui dan menyadari kelemahan kita sebagai manusia maka
serentaklah kiranya kita ingin memperbaikinya bersama Allah. Sehingga masa Prapaskah yang akan kita jalani ini menjadi masa pertobatan dari kesalahan dan kedosaaan kita serta syukur atas kasih Allah yang rela m engampuni dosa-dosa dan kelalaian kita. Oleh karena itu, masa prapaska menjadi kesempatan untuk menemukan kembali kuatnya arus-arus yang membawa kita mendekat pada A llah dan menjauhi ganasnya tarikan-tarikan yang menjauhi-Nya. Permenungan Sikap pertobatan dipahami sebagai sikap yang jera untuk berbuat dosa. Sebab sikap yang jera untuk berbuat dosa berarti dia bersedia menghentikan berbagai kebiasaan buruk khususnya tindakan yang melanggar firman Tuhan. Problem yang dihadapi oleh banyak orang adalah umumnya
16
mereka tahu bahwa berbuat dosa merupakan hal yang jahat di mata Tuhan, namun mereka juga tidak tahu bagaimana dapat jera untuk tidak berbuat dosa lagi. Itu sebabnya agar seseorang dapat bertobat, maka agama-agama pada umumnya juga menciptakan efek jera. Sebagai umat yang beriman kepada Allah. Kita menyadari bahwa kita manusia biasa yang tidak lepas dari dosa dan kekurangan. Kita juga sering menyia-nyiakan kasih Allah bagi kita. Oleh karena itu, perlu kiranya kita menyadari kealpaan kita tersebut dalam Allah. Umat Katolik mengenal kebiasaan puasa dan pantang, yaitu pada masa Pra Paskah yang berlangsung selama 40 hari sebelum hari Paskah tanpa menghitung hari-hari Minggu, sebelum hari Jumat Agung.
Sebelum masuk ke masa pantang dan puasa ini, terlebih dahulu kita menerima Abu di dahi oleh Imam sebagai tanda kesedihan, penyesalan dan pertobatan. Oleh karena itu selama masa Pra Paskah nantinya, umat Katolik akan berpuasa dan berpantang. Masa Pra Paskah tersebut merupakan kesempatan bagi kita untuk menyadari bahwa kadang-kadang jiwa kita mengalami masamasa k ering di mana Tuhan terasa amat jauh sehingga kita sering putus asa, sedih dan tak berdaya, iman kita lemah dan kekelaman melanda hidup kita. Maka selama masa Pra Paskah ini, marilah kita mencoba untuk melakukan penyegaran jiwa yang kering itu dan membebaskan diri dari tekanan-tekanan yang tidak berguna yang sebenarnya kita sendirilah pelakunya. Dalam hal pantang dan puasa Yesus menghendaki jangan menonjolkan bahwa kita sedang berpuasa, “Dan apabila kamu berpuasa, janganlah muram mukamu seperti orang m unafik” (Mat 6:16), para murid Yesus diajarkan untuk menyembunyikan puasa mereka dengan seolah-olah mereka mau mempersiapkan hari raya, “Tetapi apabila engkau b erpuasa, minyakilah kepalamu dan cucilah mukamu, supaya jangan dilihat orang bahwa engkau sedang b erpuasa.” (Mat 6:17), sebab Allah telah mengetahui bahwa mereka sedang berpuasa. Ajaran Yesus ini juga berlaku untuk kita di zaman ini, hendaklah kita
dalam masa pra paskah ini, bukan sekedar menahan lapar dan haus, tetapi yang lebih penting kita harus bisa menahan hawa nafsu, serakah, kesombongan, egois, kebohongan, iri hati, birahi dan kebiasaan buruk lainnya yang sering kita lakukan. Di sisi lain, masa Pra Paska ini
enjadi suatu saat untuk berdamai m dengan diri kita. melatih kepekaan kita pada situasi kemiskinan di sekitar kita, khususnya dalam s ituasi krisis global seperti saat ini, dan menjadikan dunia di sekitar kita lebih nyaman dan lebih aman untuk setiap orang. Untuk melaksanakan hal itu, perlulah kiranya kita membuat “NIAT” dan “USAHA”. Membuat niat untuk melaksanakan usaha-usaha pertobatan tersebut sehingga kita terdorong untuk semakin mer-
17
enungkan dan menyadari perbuatan, perilaku, tutur kata kita dan rela bertobat serta memperbaharui diri dalam Tuhan. Kita perlu membuat usaha yang mampu diwujudnyatakan sehingga bukan hanya sekedar mimpi dan khayalan belaka, misalnya : meningkatkan hidup rohani (doa, meditasi, renungan harian, dll), meningkatkan amal (kolekte APP, sumbangan untuk kaum miskin, dll), dan berpuasa dan berpantang dengan tekun. Sehingga dengan melakukan hal ini, maka kita sedang melakukan pendekatan kepada Allah. Karena kita telah berusaha untuk menimba hidup rohani, semakin solider kepada sesama dan membatasi diri dari kemewahan dan serba berlebihan. Saudara-saudari yang terkasih, Rabu Abu akan mengingatkan akan dosa-dosa kita yang banyak. Kita perlu bertobat dan mengakui bahwa hanya Yesus Kristus yang menjadi satu-satunya Juru Selamat kita. yang dapat memberi pengampunan atas dosa-dosa kita. Selamat merayakan Hari Rabu Abu dan menjalani masa Pra Paskah. Semoga pada kita semakin meningkatkan cinta kasih kita kepada sesama dan Tuhan Allah pencipta dan penyelamat kita. Salam, Sr. Angela Siallagan FCJM credit photo: PanduKatolik.or.id
ilham sehat
TIPS MEREGUK KESEGARAN JUS BUAH
18
Mereguk jus buah, selain segar, juga menambah vitamin yang berguna untuk tubuh kita. Hanya saja ada beberapa kiat yang terabaikan untuk mendapatkan sepenuhnya manfaat jus buah. Apa sajakah itu? Yuk lirik dalam artikel Ilham Sehat di Lenteranews edisi ini. Hindari Jus Asam di Pagi Hari. Senang membuka hari Anda dengan minum jus di pagi hari? Memang, pagi hari adalah waktu yang paling tepat untuk minum jus, karena jus buah mengandung banyak air dan serat yang akan bermanfaat untuk melancarkan pencernaan. Agar tidak sakit perut, hindari buah-buahan asam untuk jus di pagi hari. Pisang, pepaya, apel atau wortel bisa menjadi pilihan buah yang tepat untuk jus di pagi hari.
konsumsi buah segar, tidak seluruhnya dapat diganti dengan jus. Minumlah Jus Beserta Ampasnya. Jika Anda membuat jus dengan menggunakan juicer, ampasnya akan terpisah. Walau mungkin terasa tidak enak, jangan buang ampas buah yang telah terpisah. Jika menggunakan blender, jangan saring untuk mendapatkan airnya saja, biarkan ampas tetap tercampur dan diminum. Pada ampas buah terdapat serat dan vitamin, yang paling umum adalah vitamin C. Hal ini sangat bermanfaat bagi tubuh.
Jus Bukanlah Pengganti Makanan. Saat sedang diet atau untuk kesehatan, boleh saja mengganti makan malam Anda dengan segelas jus. Tetapi, bukan berarti sarapan dan makan siang juga hanya dengan minum jus dengan maksud menurunkan berat badan. Kebutuhan nutrisi tetap harus dipenuhi dari makanan lain.
Hindari Menyimpan Jus Dalam Waktu Lama. Jus yang telah dibuat sebaiknya segera diminum. Membuat jus yang baru kemudian diminum pada siang atau sore hari m enurunkan manfaat dari jus. Vitamin yang ada dapat dirusak oleh oksigen dan ultraviolet yang ada di sekitar kita. Jika tidak bisa mengkonsumsi jus secara langsung, dapat dilakukan dengan cara membuat jus sedingin mungkin, kemudian disimpan dalam termos alumunium yang tertutup rapat. Kondisi d ingin dan perlindungan dari cahaya membantu mempertahankan vitamin yang ada pada jus selama 4 jam.
Walau berat badan mungkin dapat turun dengan drastis tetapi akan cepat naik saat makan dengan pola yang semula. Karena minum jus tidak mengurangi lemak, hanya mengurangi air dalam tubuh.
Jus Tidak Selalu Harus Buah. Sayursayuran dapat dibuat menjadi jus. Rasa pahit pada sayur dapat diatasi dengan mengkombinasikan sayuran dengan buah, sehingga rasanya lebih segar.
Jus Bukanlah Pengganti Buah. Terus-menerus mengkonsumsi jus, tanpa mengkonsumsi buah secara langsung tidak baik. Ini dapat meningkatkan berat badan. Perlunya tetap mengkonsumsi buah segar bermanfaat bagi lambung, karena pada saat proses mengunyah, lambung akan bekerja dan membakar kira-kira 20 kkal. Jadi, tetaplah
Tidak hanya sayur, jus bisa juga kombinasi buah dan rempah-rempah. Misalnya, dengan menambahkan jahe yang dapat menghangatkan tubuh juga menambah daya tahan tubuh. Dapat juga tambahkan sedikit kayu manis pada jus Anda.
Vinny Avilla Barus
Penulis adalah mahasiswa Ilmu Komunikasi di Universitas Diponegoro – Semarang
19
opini
Menyambut Era Jurnalisme Warga
Ananta Bangun anantabangun@gmail.com
Majalah TIME edisi Desember 2006 mengulas sosok paling berpengaruh untuk tahun tersebut. Di luar kebiasaan, halaman muka TIME menyemat bahan khusus mirip cermin di tengah gambar monitor komputer. Sehingga pembaca dapat melihat wajahnya di headline majalah tersebut. Seperti menegaskan judul utamanya : YOU. Dan sub-judul: Yes, You. You control the Information Age. W elcome to your world. Dengan kata lain siapapun anda, dapat mengubah dunia ini hanya dengan akses Internet. Benarkah? TIME menyorot gebrakan baru yang menjangkit banyak orang dari teknologi Web 2.0, bernama People Power. Teknologi ini memampukan pengguna Internet untuk b erkolaborasi dan berinteraksi dalam penyebaran informasi. Hasilnya sebuah dinamika luar biasa menjungkirbalikkan dominasi media mainstream yang dikelola perusahaan besar. Peristiwa 9/11, gerakan Koin Prita, kampanye Presiden Obama, bahkan penggulingan beberapa pemerintahan di ranah Arab (terkenal dengan sebutan Arab Spring) menunjukkan bagaimana Web 2.0 menjadikan media yang dikendalikan publik berubah dari sekedar memberitakan, kemudian menjurus mempengaruhi dan menggalang aksi massal. Eksistensi Jurnalisme Warga (JW) merupakan efek domino People Power yang dimotori teknologi Web 2.0. Fenomena ini melahirkan sebuah corong publik bernama media sosial (social media), seperti Facebook,
20
witter dan laman-laman tulisan T pribadi dan kelompok dalam blog. Corong-corong tersebut menggantikan teknik penyebaran pesan dari mulutke-mulut via arisan atau rembug. Dan menjadi lumrah, saat seorang teman di Flores mendokumentasikan perayaan Paskah. Atau kita bisa melihat cuplikan demonstrasi kuliner oleh sahabat di Jakarta. Sejatinya jiwa sosial melekat pada manusia terejawantahkan dalam kegiatan berbagi informasi, untuk kemudian mengambil keputusannya sendiri. Pengembang Web 2.0 dan JW berangkat dari keyakinan telah saatnya publik memilih dan m empublikasikan informasi yang mereka pandang “penting dan menarik”. Kedua hal tersebut merupakan fondasi p enting bagi perusahaan media. Dengan bahasa pemasarannya: pengembang media sosial cukup duduk santai, sementara masyarakat awam dengan gembira ‘mengerjakan’ pembagian informasi tanpa ganjaran honor. Muncul pertanyaan mengenai bagaimana poros kekuatan ini bisa terbentuk. Masih ingat dengan anekdot matematika sosial bahwa 1+1 = 4? Benar! Bahan bakar utama gerakan People Power ialah kesepakatan sosial. Bila kesepakatan tergalang padu, apa dan siapa bisa diangkat dan dihempas dalam tempo cepat. Lebih dari itu, wadah JW turut menyatukan keping-keping aspirasi yang dianggap satu haluan. Dalam peristiwa koin P rita, keprihatinan yang tertuang di dunia maya kemudian
membubung hingga dunia nyata. Walaupun sorotan media m ainstream, perlu juga kita perhatikan, turut menyatukan a spirasi membantu korban UndangUndang Informasi Transaksi Elektronik (ITE) Tahun 2008 tersebut dari gugatan satu rumah sakit swasta ternama. Keberadaan para JW berimbas pada rating reportase media mainstream. Kepemilikan maupun akuisisi media besar dari latar belakang politik praktis turut berperan menjatuhkan keyakinan publik atas laporan media tersebut. Sehingga jargon “Kebenaran Tidak Pernah Berpihak” dari media-media mainstream samar terlihat dalam kampanye politik pemiliknya yang amat gencar. Publik pun terbenam dalam ranah JW, baik sebagai pembaca/ pendengar/ pemirsa saja. Atau, bahkan, turut serta menyebar informasi apa yang mampu dan dinilainya layak untuk diketahui. Mayoritas media mainstream memilih ‘berdamai’ dengan pelaku JW, alih-alih menyorot kelemahannya. Siapa tidak bergidik menyaksikan penggulingan pemerintahan Mesir yang diawali basis di Twitter dan Facebook? Beberapa perusahaan media melihat potensi JW ini. Kita pun menjumpai kanal khusus JW baik di media cetak dan elektronik. Pada ranah media online, perusahaan media seolah menyiapkan sebuah ‘rumah’ khusus, agar reportase mereka tidak tercecer dalam blog atau social media pribadi saja. Di lingkup Asia, gagasan ini dirintis dengan baik di Korea Selatan, bernama Oh My News (www.ohmynews.com). Sementara di Indonesia, Kompasiana (www.kompasiana.com) milik Kompas termasuk satu yang berhasil membangun ‘rumah jurnalis warga’ tersebut. Teranyar, Tempo juga membangun Indonesiana (http://indonesiana.tempo. co) sebagai wadah berbagi artikel JW ini. Jurnalisme yang Bias? Tetapi, jurnalisme warga kerap menimbulkan kesan bias. Pengenaan nama jurnalisme menge-
sankan kelayakan dan pengaruhnya serupa dengan media mainstream. Bisa jadi pelaku JW menaati etika jurnalistik, sebagaimana ia bisa peroleh dari seminar, pelatihan atau buku pustaka. Namun, tetap saja pandangan pribadi tak terlepas dalam tindak liputannya. Ini bergantung pada latar belakang dan posisi apa yang ia ambil saat membuat tulisan t ersebut. Meski demikian, dosa pelecehan independensi juga pernah didapati pada awak media mainstream. Kekhawatiran para jurnalis profesional lebih condong pada pengaruh dan daya JW tersebut. Tentu cukup mengerikan bila m embayangkan momentum Arab Spring terjadi di Asia. Sebagaimana peristiwa kerusuhan 1998 yang m enghempas era pemerintahan Orde Baru. Para awam yang tidak memiliki jati diri profesionalisme sebagai jurnalis ada kemungkinan disusupi agenda tersembunyi dalam reportasenya. Terlebih bila data-datanya hanya diperkuat narasumber anonim, dan prasangka pribadi. Pada akhirnya, publikasi pemberitaan baik dari jurnalis profesional dan jurnalis warga berpulang pada masyarakat pembaca/ pemirsa/ pendengar. Sisi baiknya, sudut pandang terhadap sebuah isu pemberitaan kian beragam. Namun, dibutuhkan kejelian dan kebijaksanaan memilah informasi yang sungguh sahih dan berguna. Kehadiran JW menambah kritis pemahaman pembaca dan jurnalisnya. Fenomena JW ini akan menemui titik jenuhnya sendiri. Mirip pemandangan ruang DPR yang dihujani berbagai komentar, argumentasi dan tudingan, tanpa ada yang mendengarkan satu sama lain. Generasi pengguna gadget didapati semakin rendah dalam memberi perhatian. Dan peradaban kembali pada keintiman hubungan keluarga, bukan sekedar memandang dan membeo tulisan insan lain yang tidak dikenal.
21
sastra
Mata Mamak bag. 4
oleh: Ester Pandiangan Jurnalis, tinggal di Jakarta
Bagi kami Bapak adalah pahlawan. Laki-laki tergagah dan tertampan di dunia adalah Bapak. Itu menurut kami. B apak baik dengan kami. Tidak suka memukul apalagi memaki.
Tidak seperti Mamak. Tapi B apak suka mengasari Mamak. Aku tidak tahu kenapa. Sering kudengar saat keduanya bertengkar, Bapak menyebut Mamak tidak bisa mengatur uang belanja. Bapak memaki Mamak menyebutnya p erempuan tidak becus mengasuh anak ketika nilai kami merah. Dalam hati kami mengamini apa-apa yang dikatakan Bapak. Bahwa memang benar Mamak bukan ibu yang baik tidak bisa mengurus anak dan mengatur uang belanja. Kami menjadikan itu kebenaran dan menghapus semua ingatan tentang Bapak yang selalu pulang larut malam. Bapak yang doyan membanting piring bila dia tidak menemukan makanan kesukaannya. Dan Bapak yang suka menempeleng Mamak. Ya..ya..ya..semua kesalahan Mamak. Kami senantiasa membisikkan itu dalam hati. Seumpama mantra, mantra untuk membenci Mamak. Bapak meninggal saat aku kelas tiga SMP dan semenjak itu pula p erlakuan Mamak yang mengerikan kepada
kami berhenti. Kami m enyimpulkan kematian Bapak membuat Mamak sadar. Untuk b erhenti menyakiti anak-anaknya. Mamak mulai bersikap melunak. Tidak lagi berkata kasar. Tidak lagi memukul. Tapi sayang, rasa sakit hati sudah tertanam jelas di hati abang dan kakak. Mereka membenci Mamak. Ya, benci adalah kata yang tepat ketika kau tidak mau merawat ibumu yang lumpuh. Benci adalah kata yang sangat tepat ketika kau lebih memilih melewatkan natal dan tahun baru di di tempat lain ketimbang pulang ke rumah ibumu. Aku tahu betapa kerinduan Mamak membuncah bila mengingat anakanaknya. Terutama Bang Petrus, Kak Maria dan Bang Manapar. Tidak termasuk aku, karena aku tinggal bersama Mamak. Anak-anak yang jauh lebih dirindui ketimbang anak yang dekat di mata. Seperti anak gembala yang kehilangan satu dombanya. Dia meninggalkan 99 dombanya untuk mencari yang satunya. Tapi apa Mamak bisa disamakan dengan si anak gembala yang konon menurut Alkitab menyayangi domba-dombanya? Mamak yang senang memukul. Mamak yang doyan mengumpat. Tapi Mamak yang juga menyediakan nasi hangat dan susu cokelat setiap pagi. Ayam
22
gulai setiap kami berulang-tahun. Mamak yang berdebat panjang dan rela ditempeleng Bapak supaya kami bisa memeroleh baju baru pada hari Natal. Mamak memang bukan ibu sempurna. Tapi adakah ibu yang sempurna di dunia ini? Ibunya Malin Kundang saja mengutuk anaknya yang menurutnya durhaka. Apakah mengutuk juga bagian dari ketidaksempurnaan? Aku juga benci dengan perlakuan kasar Mamak. Namun aku belajar memahami bagaimana perlakuan kasar Mamak bisa terjadi. Apakah karena Bapak atau tekanan perasaan antara uang belanja yang minim dan kebutuhan rumah tangga yang banyak? Samar aku mendengar Bang Petrus dan Kak Maria berdebat mengenai rumah yang ditinggalkan Mamak serta rekening yang tak seberapa jumlahnya. Seperti biasa Bang Manapar hanya diam saja berharap diskusi bodoh itu cepat berlalu. Dan aku lamat-lamat mulai menyadari arti sorot mata Mamak sebelum kepergiannya. Kamar sempit, Mei 2012