Peramalan OPT Vol 10 No 2

Page 1

ISSN: 2085-5567

Vol.9 No.2 Edisi XII Nop 2010

Media Komunikasi Masyarakat Perlindungan

13

REPORTASE HARI PANGAN SEDUNIA XXX ‘2010 DI NTB

15

KEMANDIRIAN PANGAN DALAM MEMERANGI KEMISKINAN

29

PENANGANAN PESTISIDA YANG BAIK DAN BENAR


BULETIN PERAMALAN OPT

Media Komunikasi Masyarakat Perlindungan

PELINDUNG Sesditjen Tanaman Pangan

PENANGGUNG JAWAB Kepala BBPOPT PIMPINAN REDAKSI Kabid Pelayanan Peramalan WK.PIMPINAN REDAKSI Kasi Informasi dan Dokumentasi REDAKTUR PELAKSANA Harsono Lanya Firdaus Natanegara Elwidar Is Baskoro S. Wibowo Edi Suwardiwijaya Urip Slamet Riyadi Devied Apriyanto Lilik Retnowati STAF REDAKSI Teti Sri Mulyati DOKUMENTASI & GRAFIS uripsr@ymail.com

SIRKULASI Doelhalim

Catatan

ada musim kemarau (MK) 2010 yang lalu pertanaman padi didera oleh serangan Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) termasuk wereng batang coklat (WBC). Beberapa media massa tak henti-hentinya memberitakan tentang serangan WBC, berdasarkan data yang dipantau Direktorat Jenderal Tanaman Pangan sampai dengan Juni 2010 serangan WBC mencapai 24.664 hektar, diantaranya mengalami puso seluas 730 hektar. Luas serangan tersebut diantaranya dipicu oleh perubahan iklim. Pada musim Gadu (kemarau) pada bulan Juli yang biasanya curah hujannya sudah menurun namun kenyataannya curah masih tinggi, dengan intensitas sinar matahari cukup tinggi, dan hujan turun dengan curah hujan yang tinggi akan mendukung perkembangan populasi WBC. Menghadapi kondisi tersebut apa yang seharusnya diperbuat untuk para petani di pedesaan. Walaupun secara Nasional serangan tersebut tidak cukup signifikan dalam menurunkan produksi, namun dalam skala petani akan sangat memberatkan. Oleh karena itu memasuki MH 2010/2011 dibutuhkan langkah nyata untuk membantu para petani dalam mengendalikan WBC. “Nyala Lilin lebih Berarti daripada mencaci kegelapan ”, barangkali kata bijak tersebut perlu direnungkan bersama. Salam dari Redaksi…!!! (BP) ***

ALAMAT REDAKSI Jl. Raya Kaliasin Tromol Pos 1 Jatisari Karawang - Jawa Barat (41374) Telp/Fax: (0264) 360581 E-mail: peramal_hama@hotmail.com http://www.deptan.go.id/ditjentan/bbpopt

Vol.9/ Edisi XII Th.2010

1


BULETIN PERAMALAN OPT Redaksi menerima saran, kritik, atau pendapat dari Anda. Kirimkan surat Anda ke alamat redaksi. Surat dapat juga dilengkapi dengan foto diri. Redaksi menerima kiriman naskah dengan panjang maksimum 3 halaman kuarto dengan spasi 1,5, termasuk foto dari luar. Redaksi berhak menyunting tulisan yang akan dimuat, tanpa mengurangi bobot tulisan. Ditunggu kiriman naskahnya. Alamat Redaksi: Buletin Peramalan Jl. Raya Kaliasin Tromol Pos 1 Jatisari—Karawang, Jawa Barat (41374) Telp/Fax : (0264) 360581, E-mail: peramal_hama@hotmail.com, bbpopt@gmail.com, Website http://www.deptan.go.id/ditjentan/bbpopt

Kepada Redaksi Buletin Peramalan Di tempat. Salam Pedesaan… Assalamualaikum Wr..Wb.. Pak, apabila ada kegiatan lagi di desa Dieng Kulon Tolong dibawain isolat Pseudomonas fluorescens Terima kasih sebelumnya. Wassalammuallaikum wr wb.. Raden Samsul Muhdi Wiaya Kelompok Tani “Perkasa” Desa Dieng Kulon, Kec. Batur Banjarnegara, Jawa Tengah Jawab; Salam pedesaan kembali... Insya Allah nanti akan dititipkan sama petugas yang dinas kesana (Pak Yadi/Warman). Tunggu saja.

1 2 3 8 13 15 17 20 29 32 34 35 36 37 38



Melalui Buletin Peramalan ini saya seorang petani Kec. Rawamerta yang saat ini ingin menekuni pertanian organik di Karawang mohon dikirimi informasi seputar pertanian organik al: cara pembuatan pesnab, agens hayati dll. Saya juga mempersilahkan kepada pihak BBPOPT apabila mau mengadakan kajian penerapan pertanian organik saya menyediakan lahan untuk percobaan. Terima kasih.. Salam. H. Rohmat Sarman Desa Pasir Kaliki, Kec. Rawamerta Kab. Karawang Telp. 085720338454 E-mail: rsarman@ymail.com Jawab: Terima kasih kembali Brosur, leaflet, dan Buletin sudah dikirim Semoga bermanfaat, untuk penawaran lahan untuk kajian sudah disampaikan kepada pihak BBPOPT.

CATATAN REDAKSI SURAT PEMBACA INFO PERAMALAN PANDUAN PRAKTIS REPORTASE INFO KHUSUS PROFIL PETANI TOPIK UTAMA MIMBAR PROTEKSI TEKNOLOGI PERLINTAN PEDULI MERAPI KLINIK TANAMAN KOLOM NABATI RESEP TRADISIONAL SKETSA

Foto : Padi Fotografer: Harsono Lanya Design : saungURIP Vol.9/ Edisi XII Th.2010

2


BULETIN PERAMALAN OPT

ďƒ˝

S

esuai dengan fungsinya Balai Besar Peramalan Organisme pengganggu Tumbuhan (BBPOPT) melaksanakan program dan evaluasi peramalan, pengembangan peramalan Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) dan rujukan proteksi tanaman pangan dan hortikultura. Juga melaksanakan analisis data dan informasi serangan OPT dan faktor penentu perkembangan OPT kepada masyarakat pengguna dalam hal ini petugas perlindungan dan petani. Setiap musim tanam, BBPOPT menginformasikan hasil ramalan serangan OPT utama padi di Indonesia. OPT utama padi antara lain Penggerek Batang Padi (Scirpophaga sp. Wlk), Wereng Batang Coklat (Nilaparvata lugens Stal), Tikus (Rattus argentiventer Rob & Kloss), Tungro (Virus tungro), Blas (Pyricularia grisea), dan Hawar Daun Bakteri (Xanthomonas oryzae). Informasi ramalan tersebut disajikan dalam bentuk tabel dan peta ramalan untuk mempermudah dalam melaksanakan antisipasi di daerah masing-masing sebagai bentuk peringatan dini. Berdasarkan ramalan tersebut kemunculan OPT utama padi dapat dijadikan acuan untuk melakukan antisipasi pengendalian lebih awal dan mewaspadai kemungkinan munculnya OPT di seluruh Indonesia.

Tabel 1. Kejadian Serangan OPT Utama Padi MH.2009/2010 dan MK. 2010 serta Ramalan luas Serangan MH. 2010/2011 di Indonesia. No.

OPT

KLTS MH. 2009/2010 (ha)

KLTS MK. 2010 (ha)

Ramalan MH. 2010/2011 (ha) Minimum

Rerata

Maksimum

1

PBP

54.846

80,104

49.179

55.180

61.914

2

WBC

30.342

96.498

47.005

61.965

81.686

3

TIKUS

82.603

79.544

69.187

79.437

91.206

4

TUNGRO

4.390

5.672

1.302

4.024

12.437

5

BLAS

7.290

9.423

8.131

7.943

9.773

6

BLB

31.851

44.281

33.286

37.348

41.905

Jumlah

211.321

315.522

208.092

245.900

298.921

Vol.9/ Edisi XII Th.2010

3


BULETIN PERAMALAN OPT Tabel. 2 . Ramalan Maksimum OPT Utama Padi MH. 2010/2011 menurut Propinsi Di Indonesia. No.

Propinsi

1

NAD

2

SUMUT

3

SUMBAR

4

PBP (ha)

WBC (ha

TIKUS (ha)

TUNGRO (ha)

BLAS (ha)

BLB (ha)

1.614

404

6.671

6

104

466

552

76

1.262

462

227

294

74

115

739

496

61

11

RIAU

377

132

334

6

110

16

5

JAMBI

265

130

310

6

61

13

6

SUMSEL

1.367

124

1.471

306

280

214

7

BENGKULU

232

46

593

447

81

23

8

LAMPUNG

2.313

162

3.464

73

369

129

9

DKI

330

29

143

6

3

98

10

JABAR

13.273

25.512

24.176

1.748

1.626

16.771

11

JATENG

10.394

33.425

16.322

1.311

604

9.811

12

DIY

1.435

151

1.056

198

24

984

13

JATIM

5.723

14.741

7.667

1.717

1.193

10.405

14

BALI

658

655

1.471

1.822

83

67

15

NTB

1.164

71

194

867

702

307

16

NTT

1.175

159

588

170

223

53

17

KALBAR

1.622

209

1.011

61

328

12

18

KALTENG

658

17

229

147

93

1

19

KALSEL

133

43

384

215

21

1

20

KALTIM

757

20

22

31

10

15

21

SULUT

871

4

437

252

22

20

22

SULTENG

1.689

124

1.519

276

34

228

23

SULSEL

8.512

144

10.738

412

2.376

676

24

SULTRA

1.331

16

6.787

99

828

27

25

MALUKU

377

12

59

19

13

89

26

PAPUA

168

6

105

238

44

11

27

BANTEN

3.509

5.089

1.534

803

183

919

28

GORONTALO

469

8

304

8

3

140

29

Maluku Utara

210

4

82

34

14

48

30

Papua Barat

189

27

177

53

12

1

31

Sulawesi Barat

419

21

1.355

129

35

50

32

Babel

58

9

3

20

6

1

61.914

81.686

91.206

12.437

9.773

41.905

Jumlah

Vol.9/ Edisi XII Th.2010

4


BULETIN PERAMALAN OPT

PRAKIRAAN LUAS SERANGAN PENGGEREK BATANG PADI PADA TANAMAN PADI MH. 2010/2011 MENURUT PROPINSI DI INDONESIA

PRAKIRAAN LUAS SERANGAN WERENG BATANG COKLAT PADA TANAMAN PADI MH. 2010/2011 MENURUT PROPINSI DI INDONESIA

Vol.9/ Edisi XII Th.2010

5


BULETIN PERAMALAN OPT

PRAKIRAAN LUAS SERANGAN TIKUS PADA TANAMAN PADI MH. 2010/2011 MENURUT PROPINSI DI INDONESIA

PRAKIRAAN LUAS SERANGAN TUNGRO PADA TANAMAN PADI MH. 2010/2011 MENURUT PROPINSI DI INDONESIA

Vol.9/ Edisi XII Th.2010

6


BULETIN PERAMALAN OPT

PRAKIRAAN LUAS SERANGAN BLAS PADA TANAMAN PADI MH. 2010/2011 MENURUT PROPINSI DI INDONESIA

PRAKIRAAN LUAS SERANGAN BLB PADA TANAMAN PADI MH. 2010/2011 MENURUT PROPINSI DI INDONESIA

Vol.9/ Edisi XII Th.2010

7


BULETIN PERAMALAN OPT

Panduan Praktis

MENGENAL DAN MENGENDALIKAN

OPT PADI

P

anduan praktis pengenalan dan pengendalian OPT padi bagian ke –3 akan mengulas OPT yang tersisa yakni penyakit blas, ulat grayak dan walang sangit. Selanjutnya pada edisi yang akan datang diarahkan untuk membahas OPT baru yang sedang berkembang di lapangan. Harapan kami semoga dengan memahami OPT pada tanaman padi dan bagaimana pengendalian yang tepat, aman dan ramah lingkungan maka hasil yang diharapkan akan dapat optimal. 1. Penyakit Blas (Pyricularia grisea) Nama umum penyakit blas adalah penyakit busuk leher (blas leher malai) apabila yang terinfeksi bagian leher malai, sedangkan apabila yang terinfeksi pada bagian daun disebut dengan blas daun. Penyakit ini dikenal sebagai salah satu kendala utama pada padi gogo tetapi kemudian terdapat juga pada padi sawah irigasi. Penyakit ini mampu menurunkan hasil yang sangat besar. Gejala:  Pada daun timbul bercak oval atau elips, kedua ujung-ujungnya meruncing mirip belah ketupat, warna bercak yang khas putih-coklat dan abu-abu.  Gejala dapat pula muncul pada ruas, malai dan gabah.  Stadia kritis tanaman terjadi mulai umur 1 bulan (padi gogo), anakan maksimum, bunting dan awal berbunga.  Pembentukan konidia selama 14 hari, puncaknya pada 3-8 hari setelah bercak muncul.  Pembentukan spora pada kelembaban 89-90%. Spora dapat bertahan pada sisa jerami dan gabah + 1 tahun dan miselia 3 tahun pada suhu kamar, spora dapat berkecambah dan menginfeksi jaringan tanaman apabila didukung dengan lama penyebaran > 10 jam.  Sumber inokulum primer di lapangan adalah jerami tanaman sakit dan tanaman inang.

Vol.9/ Edisi XII Th.2010

Cara pengendalian:  Penanaman varietas tahan dan penggunaan benih sehat dan bermutu, serta perlakuan benih dengan fungisida (seed treatment) pada daerah serangan endemis.  Melakukan pergiliran tanaman dengan bukan padi (tanaman yang tidak menjadi inang.

Penyakit blas menimbulkan dua gejala khas, yaitu blas daun dan blas leher. Blas daun berbentuk belah ketupat, sedang blas leher berupa bercak coklat kehitaman pada pangkal leher yang berakibat leher malai patah. (Foto Repro)

Penanaman varietas secara bergantian untuk mengantisipasi perubahan ras blas yang sangat cepat dan pemupukan yang berimbang.

Bila diperlukan bisa memakai fungisida yang berbahan aktif metal tiofanat, fosdifen, atau kasugamisin. 8


BULETIN PERAMALAN OPT

2. Ulat Grayak (Spodoptera sp.)

H

ama ini dinamakan ulat grayak atau ulat tentara oleh karena mempunyai sifat merusak serentak. Akhir-akhir ini serangan hama ulat grayak mulai meresahkan petani di beberapa daerah, karena tingkat serangannya sudah merugikan secara ekonomis. Contoh kasus, pada bulan Juni 2006 ulat grayak menyerang tanaman padi di beberapa daerah di Propinsi Banten yaitu di kabupaten Serang, Pandeglang, dan Lebak, luas serangannya mencapai 7,200 hektar dengan kategori serangan ringan hingga ada yang puso. Ada dua jenis ulat grayak yang biasa menyerang pertanaman padi, yaitu Spodoptera exempta dan Spodoptera mauritia. Kedua hama tersebut menyerang tanaman dimulai dari tepi daun hingga yang tersisa hanya tangkai daun, serta pada fase generatif memotong tangkai malai. Penyebaran: Penyebaran ulat grayak di Indonesia meliputi Pulau Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, dan Jawa. Lokasi serangannya tidak menetap, sporadic, namun harus selalu waspada terhadap kehadirannya. Ekobiologi: Telur diletakkan pada bagian bawah daun, berkelompok, memanjang sebanyak 50-100 butir, dilindungi oleh lapisan tipis berwarna kehitam-hitaman. Larva hidup pada batang dan berkembang dengan memakan daun dan tunas. Larva aktif pada malam hari, dan siang hari apabila populasi tinggi. Lama hidup larva 13-18 hari, larva yang baru menetas berwarna hijau rumput dengan garis abuabu, kemudian menjadi hitam dengan garis kuning bersih, dengan ukuran hingga 4 cm. Pembentukan pupa terjadi pada tempat yang kering yaitu diantara batang pada pangkal tanaman padi atau rerumputan. Perkembangan dari telur hingga ngengat memerlukan waktu 25 hari. Ngengat berwarna putih kusam dengan noda hitam pada sayap dan berwarna kemerah-merahan pada sekitar sayap.

Vol.9/ Edisi XII Th.2010

Gambar imago.ngengat ulat grayak atas dan larva sedang beraksi memotong malai padi (Foto; Yadi Kusmayadi)

Ngengat juga meletakkan telur pada daun rerumputan dan setelah menjadi larva berpindah dan berkembang pada tanaman padi. Inang utama ulat grayak adalah rumput liar, sedangkan padi biasanya hanyalah inang kedua. Gejala Kerusakan: Larva ulat grayak menyerang tanaman padi dimulai dengan kerusakan pada tepi daun hingga daun habis, yang tersisa hanya tangkai daun. Pada serangan populasi tinggi daun menjadi gundul hingga tanaman mati. Serangan yang terjadi pada stadia generatif, selain memakan daun juga memotong motong malai. Serangan yang terjadi pada keadaan tersebut sangat merugikan apabila menyerang pada saat pengisian bulir. Petani yang tanamannya terserang ulat grayak berat ditandai dengan adanya potongan malai yang berserakan diatas permukaan tanah. 9


BULETIN PERAMALAN OPT

Faktor Pemicu Kerusakan:

Pemanfaatan Musuh Alami :

Daerah pertanaman padi yang sering mengalami kekeringan, terutama daerah dengan pola pengairan tadah hujan. Sanitasi lingkungan yang kurang baik (banyak rerumputan di lahan ataupun belukar di sekitar pertanaman padi). Sulit diketahuinya/menemukan kelompok telur di pertanaman, sehingga larva instar kecil (instar 1 - 3 ) yang paling peka jika dikendalikan dengan pestisida, tidak terdeteksi. Larva umumnya muncul di pertanaman pada saat umur tanaman 6 – 7 MST (instar 4), pada siang hari larva tidak aktif dan bersembunyi pada pangkal batang sehingga menyulitkan dalam pengamatan. Banyak kasus di lapangan serangan terjadi seolah-olah secara tiba-tiba, dan langsung menimbulkan kerusakan yang serius. Pengendalian pada saat instar besar (instar 5-6) hasilnya tidak efektif.

Pengendalian secara biologi; upaya melestarikan dan memanfaatkan peran predator seperti laba-laba antara lain Oxyopes sp., Lycosa sp., dan parasitoid Eurytoma poloni, serta penggunaan jamur patogen serangga antara lain Beauveria bassiana. Hal penting dalam menjaga kelestarian musuh alami di lapangan adalah bahwa pestisida digunakan hanya apabila populasi ulat grayak mencapai ambang pengendalian, dilakukan secara cermat yaitu tepat jenis, dosis, konsentrasi, cara, waktu, dan tepat sasaran.

Gb. 1

Gb. 2

Gambar 1. Predator ulat grayak Oxyopes sp. (Repro IRRI) Gambar 2. Ulat terserang jamur patogen serangga Nomuraea rileyi (Foto:Yadi Kusmayadi)

Pengendalian:

Gejala serangan ulat grayak pada berbagai fase tanaman padi (Foto :Yadi Kusmayadi).

Kata Mutiara: Kejujuran adalah mata uang yang berlaku dimana-mana (Orang Bijak) Vol.9/ Edisi XII Th.2010

Sanitasi lingkungan di sekitar lahan/ pesemaian/ pertanaman. Penggenangan persemaian/pertanaman. Pengendalian dengan insektisida efektif, yang terdaftar dan diijinkan, pada saat larva ulat grayak masih kecil (instar 1-4), apabila ditemukan rata-rata ≥2 ekor per rumpun. Penggenangan agar ulat naik ke batang, dan penyemprotan insektisida pada malam hari hasilnya lebih efektif. 10


BULETIN PERAMALAN OPT

3. Walang Sangit (Leptocorisa oratorius F = L.. acuta Thunb)

W

alang sangit (Leptocorisa oratorius F = L.. acuta Thunb.) merupakan hama yang merusak bulir padi pada fase pemasakan. Serangga dewasa apabila diganggu akan mempertahankan diri dengan mengeluarkan bau. Selain sebagai mekanisme pertahanan diri, bau yang dikeluarkan juga digunakan untuk menarik walang sangit lain dari spesies yang sama. Fase pertumbuhan tanaman padi yang rentan terhadap serangan walang sangit adalah dari keluarnya malai sampai masak susu. Kerusakan yang ditimbulkannya menyebabkan beras berubah warna dan mengapur, serta hampa. Ambang ekonomi walang sangit adalah lebih dari 1 ekor walang sangit per dua rumpun pada masa keluar malai sampai fase pembungaan. Mekanisme merusaknya yaitu menghisap butiran gabah yang sedang mengisi. Bioekologi Telur:  Pipih lonjong  Panjang 1 mm  Menjelang menetas telur berwarna coklat tua atau agak hitam (semula putih)  Siklus hidup 35-56 hari  Bertelur 200-300 butir  Diletakkan secara berkelompok, satu persatu atau berbaris dalam kelompok sebanyak 10-12 butir dibagian tepi daun bendera bagian atas.

Vol.9/ Edisi XII Th.2010

Nimfa:  Nimfa dan imago menghisap bulir padi yang sedang masak susu  Bentuk ramping  Sayap belum berkembang penuh  Berwarna hijau terang, berubah coklat abu-abu. Imago:  Panjang tubuh 14 - 17 mm  Bersayap  Berwarna coklat  Menghisap bulir yang sedang masak susu  Aktif pada sore dan malam hari  Siang hari bersembunyi di bagian bawah tanaman padi atau rerumputan.  Mengeluarkan bau khas apabila terganggu.

Stadia keluar malai sampai masak susu merupakan fase yang paling rentan terhadap serangan Walang Sangit, cara merusak dengan mengisap butiran gabah. (Foto: Baskoro SW)

11


BULETIN PERAMALAN OPT

Telur Walang sangit (Foto Repro))

Pengelolaan Ekosistem : 1. Pratanam, Pengolahan tanah:  Sanitasi lahan 2. Persemaian:  Monitoring secara rutin 3. Tanaman muda (tanam, anakan maksimum):  Tanam serentak minimal 1 hamparan agar diperoleh keserentakan fase masak susu.  Pembersihan gulma disekitar tanaman padi.  Pemantauan rutin antara lain pemasangan lampu perangkap. 4. Tanaman tua (primordia-berbunga):  Penggunaan insektisida yang diijinkan dan efektif bila populasi > 5 ekor/m2  Penggunaan cendawan Beauveria sp.  Pemasangan perangkap umpan kepiting. 5. Pemasakan bulir (pengisian bulirpanen):  Pengumpulan serangga dengan menggunakan alat perangkap dapat dipakai bangkai kepiting, tulang dan lain-lain, untuk mengumpulkan walang sangit kemudian mematikannya.  Pengeringan lahan pada saat pemasakan bulir, untuk mempercepat proses pemasakan bulir dan mempersempit waktu kemungkinan terserang walang sangit dan hama pengisap bulir lainnya.  Penggunaan insektisida diijinkan dan efektif apabila populasi > 10 ekor/m2, pada saat bulir padi masak susu.

Vol.9/ Edisi XII Th.2010

Pengendalian Walang sangit dilaksanakan sesuai konsep PHT dengan prinsip 1) budidaya tanaman sehat,2) pelestarian/pemanfaatan musuh alami, (3) pengamatan intensif/berkala, (4) kemandirian petani. Strategi pengendalian dini dengan pengelolaan ekososistem tanaman padi terhadap hama Walang sangit meliputi: Pengendalian:

1

Pola tanam. Tanam ser entak dalam hamparan sawah yang cukup luas dengan perbedaan waktu tanam paling lama 2 minggu. Keserentakan tanam disini diartikan sebagai keserentakan memasuki fase masak susu. Dengan demikian periode waktu yang cocok bagi penyerangan walang sangit berlangsung pendek.

2

Sanitasi. Dilakukan sanitasi atau pembersihan tanaman inang dan tanamtanaman yang digunakan sebagai tempat bersembunyi di sekitar pertanaman padi yang diusahakan.

3

Cara Mekanik. Dilakukan pengumpulan serangga dengan menggunakan alat perangkap, kemudian dimatikan. Sebagai alat perangkap dapat digunakan perangkap berupa bangkai kepiting, ketam, tulang-tulang, dan sebagainya yang ditanam disawah. Dapat pula dilakukan dengan membakar jerami atau memasang lampu perangkap.

4

Penggunaan insektisida. Penyemprotan dengan insektisida yang efektif dan diijinkan apabila ditemukan walang sangit rata-rata > 10 ekor/rumpun pada stadia setelah berbunga. Panduan praktis pengenalan dan pengendalian OPT bagian 3 ini habis/tamat, selanjutnya pada edisi yang akan datang mengulas OPT pada komoditas yang lain atau OPT padi baru yang mempunyai prospek merugikan terhadap usaha budidaya. Salam..!!!(BP)****

12


BULETIN PERAMALAN OPT

HARI PANGAN SEDUNIA XXX DAN MUNAS MPTHI VIII 2010 DI NUSA TENGGARA BARAT 19 - 22 OKTOBER 2010



ntuk memperkuat kesadaran masyarakat terhadap permasalahan pangan dunia memperkuat solidaritas dalam berjuang memerangi kelaparan, kekurangan gizi dan kemiskinan, serta mendukung diversifikasi pangan pada tanggal 19 – 22 Oktober 2010 diselenggarakan peringatan Hari Pangan Sedunia (HPS) XXX tingkat nasional di Kebun Inti Puyung, Kabupaten Lombok Tengah, Propinsi Nusa Tenggara Barat. Tema Internasional dari pelaksanaan Hari Pangan Sedunia XXX Tahun 2010 adalah “United Against Hunger” dan tema nasional dari pelaksanaan Hari Pangan Sedunia XXX Tahun 2010 adalah “Kemandirian Pangan Untuk Memerangi Kelaparan”. Latar Belakang Hari Pangan Sedunia (HPS) dideklarasikan pada tahun 1979 pada saat sidang Umum ke 20 Food and Agriculture Organization (FAO) di Roma, dengan tanggal yang sama dengan tanggal berdirinya lembaga FAO pada tanggal 16 Oktober 1945. Tujuan dari HPS adalah untuk memperkuat kesadaran masyarakat terhadap permasalahan pangan dunia, memperkuat solidaritas dalam berjuang memerangi kelaparan, kekurangan gizi dan kemiskinan. Pada tahun 1980 Sidang Umum PBB mengeluarkan resolusi tentang HPS dengan fakta yang berkonsideran pada “food is a requisite for human survival and well-being and a fundamental human necessity” (resolution 35/70 of 5 December 1980).

Vol.9/ Edisi XII Th.2010

13


BULETIN PERAMALAN OPT

Pada saat ini terdapat 1,02 milyar individu yang kekurangan gizi di seluruh dunia, bersamaan dengan sekitar 1/6 dari penduduk di dunia sedang menghadapi kelaparan. Berdasarkan estimasi FAO diperkirakan terjadi kenaikan penduduk dunia yang kelaparan sebanyak 105 juta orang pada tahun 2009. Pada saat krisis global ekonomi, dunia perlu memperhatikan lebih mendalam bahwa tidak semua orang mempunyai kesempatan bekerja di perkantoran dan pabrik. Usaha tani kecil dan daerah pedesaan adalah yang paling buruk menerima dampak krisis tersebut dan persentase terbesar dari penduduk yang kelaparan hidup dan bekerja di lingkungan tersebut. Semakin tingginya tuntutan akan pentingnya peningkatan kesadaran masyarakat dan kalangan dunia usaha dalam menyikapi masalah ketahanan pangan nasional, regional, serta global guna memperkokoh solidaritas antar bangsa dalam usaha mengatasi masalah kekurangan pangan dan gizi di berbagai belahan dunia. Di Indonesia, pelaksanaan HPS secara nasional dimaksudkan sebagai media untuk meningkatkan pemahaman, kepedulian dan menggalang kerjasama dengan pihak-pihak terkait dalam meningkatkan sinergi menangani masalah pangan yang sedang aktual. Di masa mendatang, upaya pemenuhan pangan akan menghadapi tantangan yang semakin berat. Isu perubahan iklim dan pemanasan global yang menjadi pembicaraan dan perhatian dunia internasional membuktikan bahwa iklim sangat berpengaruh besar terhadap keberlanjutan kehidupan manusia. Pertumbuhan penduduk selalu diiringi oleh meningkatnya kebutuhan hidup, sementara itu, ketersediaan lahan dan air tidak signifikan perkembanganya. Fenomena ini menyebabkan tekanan terhadap kedua sumberdaya ini semakin berat. Untuk mampu menghadapi berbagai tantangan tersebut, diperlukan kesatuan kerja multisektor dalam satu kesepahaman yang sama.

Vol.9/ Edisi XII Th.2010

Masalah pangan yang kompleks memerlukan penanganan yang tepat dan bersifat menyeluruh. Dibutuhkan upaya koordinasi dan komunikasi dengan berbagai stakeholders dalam memberikan kontribusi untuk menyelesaikan permasalahan secara inovatif dan berkelanjutan. Keterlibatan stakeholders yang efektif juga diyakini memberikan kesempatan untuk mengelola tantangan-tantantangan tersebut, sehingga menemukan solusi inovatif dan kreatif, serta menciptakan nilai tambah bagi siapa saja yang terlibat. Terkait dengan upaya untuk mempromosikan potensi serta produk-produk pangan unggulan berbagai daerah kepada kalangan dunia usaha, serta sekaligus mendorong kesadaran pemanfaatan teknologi pendukung usaha pengolahan pangan di tanah air, diperlukan event-event promosi yang bersifat spesifik serta memberi peluang lebih besar kepada pesertanya untuk berinteraksi langsung dengan komunitas yang menjadi sasarannya, salah satunya adalah melalui pelaksanaan peringatan “Hari Pangan Sedunia (HPS) XXX tahun 2010â€?. (Buku Panduan Acara HPS XXX 2010) ***

14


BULETIN PERAMALAN OPT

 asalah yang berkaitan dengan pemecahan pangan perlu segera diantisipasi pemecahannya secara kompre Aspek-aspeknya diberbagai tingkatan baik di lingkup global (dunia), regional, maupun nasional diperlukan pendalaman, sehingga upaya pemenuhan pangan dapat segera ditingkatkan, baik mutu, jumlah maupun distribusinya. Pangan merupakan masalah yang begitu penting sehingga sejak tahun 1981 masyarakat dunia memperingati tanggal 16 Oktober sebagai Hari Pangan Sedunia, dan terus diperingati oleh seluruh Negara di dunia ini. Pemerintah Indonesia mempunyai komitmen yang tinggi dalam mengatasi permasalahan yang berkaitan dengan ketahanan pangan beserta seluruh aspeknya.

Tema Internasional peringatan Hari Pangan Sedunia Tahun 2010 ini adalah “United Against Hunger” sedangkan tema nasionalnya adalah “Kemandirian Pangan untuk Memerangi Kelaparan”. Tema nasional ini ditetapkan untuk merespon situasi dunia saat ini dimana terjadi kenaikan penduduk dunia yang kelaparan dan kekurangan gizi. Bagi Indonesia peringatan Hari Pangan Sedunia (HPS) tahun 2010 merupakan momentum yang penting dalam rangka memperkuat diversifikasi pangan, meningkatkan produksi dan kesejahteraan petani, serta memperkuat ketahanan pangan. Ketahanan pangan di Indonesia pada saat ini dalam kondisi yang aman. Hal ini ditunjukkan oleh ketersediaan pangan yang cukup, terdistribusi merata dengan harga yang terjangkau oleh sebagian besar masyarakat. Pada tahun 2009, kita berhasil mencapai kembali swasembada beras. Kedepan, dengan kerja keras seluruh komponen bangsa, kita yakin kondisi ini dapat terus dipertahankan melalui peningkatan produksi dan produktivitas hasil pertanian. Upaya tersebut dapat diwujudkan apabila diimbangi dengan pelestarian sumberdaya alam dan lingkungan sebagai penopang utama keberlanjutan ketahanan pangan nasional.

Vol.9/ Edisi XII Th.2010

Ketahanan pangan Indonesia pada saat ini dalam situasi dan kondisi aman. Hal ini ditunjukkan oleh ketersediaan pangan yang cukup, terdistribusi merata dengan harga yang terjangkau oleh sebagian besar masyarakat. (Foto: Urip SR) 15


BULETIN PERAMALAN OPT

Kita menyadari bahwa sebagian dari masyarakat Indonesia belum lepas dari kasus-kasus rawan pangan dan kemiskinan. Masih terdapat masalah kurang gizi dan gizi buruk yang menimpa bayi, balita, serta ibu hamil dan menyusui. Inilah tantangan besar bagi kita ke depan. Pemerintah telah dan akan terus berupaya dengan sungguhsungguh untuk menangani hal tersebut melalui penyediaan anggaran yang cukup untuk menangani kasus tersebut, revitalisasi penyuluhan dan penguatan kelembagaan, pelayanan dan pemberdayaan masyarakat antara lain dalam bentuk Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP), Lembaga yang Mandiri dan Mengakar pada Masyarakat (LM3), Program Aksi Desa Mandiri Pangan serta Program-program pemberdayaan masyarakat lainnya. Salah satu upaya yang dapat kita lakukan untuk memantapkan ketahanan pangan adalah dengan mengurangi ketergantungan kita terhadap pangan pokok beras. Kita memiliki sumberdaya pangan local yang sangat beragam yang dapat dioptimalkan pemanfaatannya. Oleh karena itu, terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2009 tentang Kebijakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumberdaya Pangan Lokal merupakan salah satu langkah penting bagi upaya ketahan pangan berkelanjutan dan pengembangan kualitas manusia Indonesia yang prima. Kita dapat mengambil langkah-langkah yang lebih nyata untuk mewujudkan penganekaragaman konsumsi pangan dengan memanfaatkan sumberdaya dan potensi yang sangat besar dalam menghasilkan pangan lokal yang beraneka ragam di setiap wilayah.

Vol.9/ Edisi XII Th.2010

Penganekaragaman konsumsi pangan akan memberikan dorongan dan intensif kepada penyediaan produk pangan yang lebih beragam dan aman untuk dikonsumsi termasuk produk pangan yang berbasis sumberdaya lokal. Dengan kebijakan terpadu dan diikuti dengan kerja keras kita semua, maka masalah kerawanan pangan, gizi buruk, dan kemiskinan akan terkikis dari bumi Indonesia. Kita akan memiliki sistem ketahanan pangan dan gizi yang handal, dan diharapkan dapat menjadi model global dalam melaksanakan salah satu sasaran Milenium Development Goals (MDGs), yaitu untuk menurunkan jumlah penduduk miskin dan kelaparan. Dalam kerangka kerjasama Internasional dalam penanganan masalah pangan ini, Pemerintah Indonesia telah berperan aktif dalam forum-forum regional dan global. Indonesia juga telah menandatangani “Letter of Intent” dengan FAO untuk berbagi pengalaman membantu pembangunan ketahanan pangan dengan NegaraNegara berkembang dalam kerangka kerjasama Selatan-Selatan. Sebagai implementasinya, Indonesia telah memberikan bantuan teknis di bidang pertanian dan pangan kepada Negara-Negara Myanmar, Timor Leste, Samoa, Tonga, Laos, amboja, Papua New Guenea, Vanuatu, dan Madagaskar. Dalam kaitannya dengan pembangunan pertanian yang berkelanjutan, Indonesia dalam forum-forum internasional selalu mengingatkan akan pentingnya penerapan konsep pembangunan “The Second Green Revolution”. Pada dasarnya konsep ini adalah konsep pembangunan pertanian dan pangan yang mendorong peningkatan produksi dan produktivitas pangan dengan menerapkan prinsip-prinsip ramah lingkungan dengan mengoptimalkan pemanfaatan inovasi teknologi di bidang: 1) optimalisasi pemanfaatan lahan dan air, 2) pengembangan teknologi perbenihan/pembibitan, 3) penerapan usaha tani terpadu, dan 4) pengembangan kelembagaan usaha tani pedesaan. (Tim Liputan BP)*** Sumber: Panduan Acara HPS XXX 2010

16


BULETIN PERAMALAN OPT



Kelompok Tani

“WARGI MUKTI” GO ORGANIK i era globalisasi ini, “pemberdayaan” menjadi sebuah kata yang manis untuk diucapD kan, meski keberhasilan upaya tersebut tidaklah semudah membalik telapak tangan. Setumpuk harapan untuk memperkuat posisi tawar dan peningkatan kesejahteraan pun harus terus dikembangkan secara mandiri. Bersatu, bekerjasama dan saling membantu, akan menjadi kata kunci untuk lebih memperkuat upaya tersebut.. Pemberdayaan khususnya di bidang pertanian, penguatan petani melalui penumbuhan kelembagaan, merupakan hal yang tepat dan layak mendapatkan dukungan dari berbagai pihak. Muaranya adalah penguatan posisi tawar dan peningkatan pendapatan petani.

H. Umar Syahid (44) ketua kelompok Tani “Wargi Mukti” Vol.9/ Edisi XII Th.2010

Adalah Kelompok Tani “Wargi Mukti” yang bergerak di jalur itu. Kelompok Tani (KT) yang ada di Rawamerta Karawang ini merupakan wadah atau tempat berpadunya kesadaran yang tumbuh dari bawah (petani), untuk bersatu dan bekerja keras meraih kesejahteraannya. Namun kemudian, selanjutnya mampukah KT Wargi Mukti ini menjadi salah satu aset pembangunan SDM pertanian di Karawang atau bahkan nasional? Inilah tantangan sang ketua dan anggota KT Wargi Mukti. Ditangan H. Umar Syahid (44), harapan ini sedang berusaha diraih, meskipun jalan itu masih terlalu panjang. Sebagai ketua Kelompok Tani Wargi Mukti yang baru berdiri pada sejak bulan Agustus 2008, Ia menyadari betul bahwa masih membutuhkan bimbingan teknis dari para aparat di lapangan (PPL dan POPT). Kelompok tani ini sendiri baru memproklamirkan diri sebagai kelompok tani semi organik (secara bertahap menuju organik).

17


BULETIN PERAMALAN OPT

Salah seorang anggota KT Wargi Tani sedang membuat kompos dari limbah jerami (Foto: Urip SR)

Sedangkan untuk 100% organik tentunya belum siap terutama dari sisi prasarana. Sebagai kelompok tani rintisan, kelompok tani yang satu ini tentunya menghadapi banyak kendala, baik dari perseorangan maupun dari kelompok. Adalah Kelompok Tani “Wargi Mukti� yang bergerak di jalur itu. Kelompok Tani (KT) yang ada di Rawamerta Karawang ini merupakan wadah atau tempat berpadunya kesadaran yang tumbuh dari bawah (petani), untuk bersatu dan bekerja keras meraih kesejahteraannya. Namun kemudian, selanjutnya mampukah KT Wargi Mukti ini menjadi salah satu aset pembangunan SDM pertanian di Karawang atau bahkan nasional? Inilah tantangan sang ketua dan anggota KT Wargi Mukti. Ditangan H. Umar Syahid (44), harapan ini sedang berusaha diraih, meskipun jalan itu masih terlalu panjang. Sebagai ketua Kelompok Tani Wargi Mukti yang baru berdiri pada bulan Agustus 2008, Ia menyadari betul bahwa masih membutuhkan bimbingan teknis dari para aparat di lapangan (PPL dan POPT). Kelompok tani ini sendiri baru memproklamirkan diri sebagai kelompok tani semi organik (secara bertahap menuju organik). Sedangkan untuk 100% organik tentunya belum siap terutama dari sisi prasarana. Sebagai kelompok tani rintisan, kelompok tani yang satu ini tentunya menghadapi banyak kendala, baik dari perseorangan maupun dari kelompok.

Secara administrasi, kelompok tani ini berdiri di lingkungan pondok Pesantren Tarbiyatul Athfal, yang ada di Desa Sukamerta, Kec. Rawamerta Karawang, yang dikelola oleh Yayasan Annihiyah. Adapun pengelolaan lahan yang menjadi tanggung jawab KT Wargi Mukti ini meliputi beberapa lahan diantaranya sawah seluas: 40 Ha milik keluarga pesantren, 50 Ha lahan sawah milik masyarakat, dan 25 Ha lahan sawah milik orang tua wali murid. Hingga kini, Kelompok Tani Wargi Mukti memiliki laboratorium lapang seluas 6Ă—6 m, sebagai tempat percobaan perbanyakan agens hayati dan bahan pengendali OPT alami, serta pembuatan kompos jerami untuk memenuhi kebutuhan sendiri. Beberapa agens hayati yang sudah diperbanyak secara massal antara lain Corynebacterium, Pseudomonas fluorescens (PF), Beauveria Bassiana, Metarrhizium sp, Parasitoid Trichogramma sp dan Pestisida Nabati. Haji Umar Syahid sendiri sebagai ketua dan inisiator, mengelola lahan seluas 2,8 ha yang ditanami padi secara semi organik dengan tanam bibit sebatang. Pemupukan organik menggunakan kompos jerami, sebanyak 3 ton hasil dari rumah kompos yang dikelola bersama kelompok taninya. Untuk sementara ini, kebutuhan kompos hanya untuk memenuhi kebutuhan kelompoknya, namun tidak mustahil suatu saat bersama binaannya akan mampu menghasilkan kompos untuk seluruh anggotanya.

Wawancara dengan H.Umar dilakukan di Saung Kelompok Tani yang merangkap laboratorium lapang (Foto: Urip SR) Vol.9/ Edisi XII Th.2010

18


BULETIN PERAMALAN OPT

Menurut H. Umar, sudah saatnya kita (kusususnya petani) mengurangi ketergantungan akan pupuk anorganik (pupuk pabrikan). Hal inilah yang diterapkan pada kelompoknya terlebih dahulu. Awal mula ketertarikan Haji Umar terhadap pertanian organik ini, dimulai dari hobinya membaca literatur mengenai padi organik. Keyakinan itu, bertambah tebal manakala dia mendapat kesempatan menimba ilmu organik ketika menjadi peserta magang di Ciamis, yang diselenggarakan oleh Ikatan Petani Pengendali Hama Terpadu Indonesia (IPPHTI). Secara umum, H. Umar dan kelompok taninya berkeinginan merubah imej Karawang sebagai kota yang terkenal akan “Goyang Karawang� yang cenderung berkonotasi negatif, menjadi kota lumbung padi organik. Harapan ini, tidaklah berlebihan apabila dimulai dari kelompoknya, artinya tidak sekedar wacana belaka. Selama ini, hasil padi yang diperoleh mencapai 6 ton per hektarnya, dengan modal 10 juta dan hasil 12,5 juta. Jadi, Ia hanya mendapatkan keuntungan sebesar 2,5 juta selama satu musim tanam. Keuntungan yang sangat minim tentunya, yang tidak sesuai dengan jerih payahnya. Namun begitu, seiring perjalanan dan perenungannya H. Umar dan kelompoknya tidak menyerah begitu saja, Ia memutar otak tentang bagaimana caranya memenuhi kebutuhan pupuk sendiri tanpa 100% tergantung pada pupuk pabrikan dan kalau bisa mengurangi biaya produksi, tetapi hasilnya tidak berkurang. Dalam hal ini, Ia menyadari betul bahwa apabila bertani padi organik tidak serta merta mendapatkan hasil yang instan atau cepat, namun minimal dalam rentang tiga tahun barulah lambat laun akan terasa hasilnya, terutama seiring dengan kondisi tanah yang kembali subur secara alami, kondisi tanahnya sehat produksi dan tentunya pertanian yang ramah lingkungan.

Lebih lanjut, menurut H. Umar sebenarnya di sawah sehabis panen sudah tersedia pupuk dalam bentuk jerami. Dalam satu hektar pasca panen, sawah akan meninggalkan kurang lebih 15 ton jerami. Menurut penelitian, dalam setiap ton jerami jika diolah akan memberikan pupuk setara dengan 23,5 kg urea, artinya setiap panen sawah sudah menyediakan 15 ton X 23,5 kg urea = 362,5 kg urea. Pengolahannya pun sesungguhnya tidaklah susah, cukup dengan menggunakan Trichoderma agens hayati multiguna, karena selain mempercepat proses pelapukan, sehingga efektif untuk pembuatan pupuk bokhasi, selain itu juga berfungsi sebagai musuh alami cendawan-cendawan penyakit tanaman. Dalam hal ini, H. Umar secara khusus berterimakasih kepada mereka yang telah mengajarkan bagaimana cara memperbanyak Trichoderma sp. Diakhir obrolannya, H. Umar memberikan slogan sekaligus pesan khususnya untuk para petani di Karawang : �Padinya Organik, Petaninya Enerjik, Obatnya Generik!� – Entah apa maksud dari ungkapan itu, namun jika kita terjemahkan barangkali hasilnya bisa dipahami bahwa padi yang dihasilkan organik bebas pestisida menjadi makanan sehat sehingga tubuh petaninya menjadi enerjik, kuat, dan pengobatannya generik artinya biaya pengendalian OPT-nya murah karena membuat ramuan pestisida nabati sendiri. (uripsr@ymail.com)***

Kata Mutiara: Kegagalan adalah sukses yang tertunda (Orang Bijak) Vol.9/ Edisi XII Th.2010

19


BULETIN PERAMALAN OPT

 MAMPUKAH KITA BELAJAR DARI SEJARAH.? Oleh: Dr. Hermanu Triwidodo, MSc, IPB dan Ir. Nugroho Wienarto, Yayasan Field

Kompas, 8 Mei 2010: Wereng Coklat Meluas, Pemda Harus Aktif Jakarta, Kompas Serangan hama wereng batang coklat pada tanaman padi meluas, padahal sudah relatif lama petani bebas dari serangan hama ini. Oleh karena itu, pemerintah daerah diminta lebih cepat merespons setiap laporan adanya serangan agar tidak meluas.Imbauan tersebut disampaikan Wakil Menteri Pertanian Bayu Krisnamurthi di Jakarta, Jumat (7/5). ”Petani juga harus lebih waspada dan mempelajari kembali pola penanggulangan wereng coklat melalui pendekatan pola tanam dan teknis budidaya,” ujar Bayu. Menurut Bayu, dari aspek luasan, areal tanaman padi yang terserang wereng coklat memang tidak signifikan dibandingkan dengan total luasan areal panen padi. Pada April-Mei 2010 total luas areal panen padi mencapai 3,3 juta hektar.”Serangan ini tidak berdampak serius pada produksi pangan nasional, tetapi jelas sangat merugikan petani karena petani gagal panen,” kata Wakil Menteri Pertanian.Menurut Bayu, yang harus diwaspadai adalah meluasnya serangan, terutama di wilayah pantai utara Jawa.Wilayah yang tanaman padinya terpapar wereng coklat adalah Subang (Jawa Barat), Jember dan Banyuwangi (Jawa Timur), serta Klaten, Jepara, Pati, dan Pekalongan (Jawa Tengah). Kementerian Pertanian, kata Bayu, saat ini mengupayakan agar ada mekanisme bantuan khusus bagi petani yang tanaman padinya terserang wereng.Selama ini bantuan bagi petani yang berasal dari dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) hanya dalam bentuk pupuk dan benih.Padahal, petani korban hama wereng perlu mendapat ganti rugi supaya kelangsungan hidupnya terjaga pasca-gagal panen. Menurut Bayu, ada empat faktor yang memengaruhi meluasnya wabah wereng coklat. Faktor-faktor tersebut adalah adanya perubahan iklim dan tata air yang membuat situasi pola tanam tidak menentu, pola penanaman padi tidak lagi bisa dilakukan serempak, introduksi benih padi hibrida yang tidak tahan wereng coklat, serta petani lupa cara melakukan antisipasi.

Kliping harian Kompas tanggal 8 Mei 2010 membuka tulisan ini, yang membahas tentang pengalaman penanggulangan wereng batang coklat (WBC) secara ekologis, yang dilakukan dalam kurun waktu tahun 1980-1n hingga sekarang. Ini dimulai dengan Instruksi Presiden No.3 tahun 1986 tentang Pengendalian Hama Terpadu sebagai strategi nasional perlindungan tanaman, kemudian berlanjut dengan penyelenggaraan Program Nasional Pengendalian Hama Terpadu (1989-1999) yang dimulai di bawah koordinasi BAPPENAS dan mulai tahun 1994 dilaksanakan langsung oleh Departemen Pertanian. Imbauan dari Wakil Menteri Pertanian ini seakan-akan menunjukkan bahwa Kementerian Pertanian juga mengalami “lupa” tentang sebabsebab klasik ledakan hama WBC di pertanaman padi dan langkah penanggulangannya. Populasi wereng batang coklat sayap panjang (Foto: Harsono Lanya) Vol.9/ Edisi XII Th.2010

20


BULETIN PERAMALAN OPT

Sejarah Serangan Wereng Batang Coklat. Bila kita mau menengok sejarah maka masalah yang dihadapi Indonesia dengan WBC adalah mirip dengan pengalaman negaranegara lain di Asia. Di Indonesia WBC mulai menjadi perhatian sejak tahun 1970 dan 1971. Survei tentang kerusakan tanaman padi akibat penggerek di beberapa wilayah di Jawa Barat mendapatkan data bahwa para petani menggunakan insektisida, yang berakibat tidak hanya meningkatnya serangan penggerek tetapi juga jumlah populasi WBC sepuluh kali lipat dibandingkan lahan padi yang tidak disemprot pestisida (Soeharjan 1972). Sebelum tahun tujuh puluhan WBC tidak diperhitungkan sebagai hama. Situasi ini segera berubah. Sebagai bagian dari BIMAS Gotong Royong di akhir 1960-an dan awal 1970-an maka ratusan ribu hektar padi sawah disemprot insektisida organofosfat berspektrum luas secara massal dengan menggunakan pesawat udara. Program ini juga menyediakan paket kredit dalam bentuk pupuk kimia dan pestisida. Sejalan dengan pertumbuhan produksi yang meningkat maka meningkat pula serangan WBC. Pada tahun 1975, sejalan dengan kebijakan pemerintah secara langsung menyubsidi insektisida, maka kehilangan hasil akibat dari WBC sama dengan 44% impor beras tahunan (Kenmore 1991). Sejak 1976 Pemerintah memulai penyemprotan dari udara dengan formulasi insektisida dari jenis ultra low volume sehingga bisa menjangkau wilayah yang luas. Hasilnya adalah pada tahun 1976/1977, WBC mengakibatkan serangan berat pada 450.000 hektar padi sawah. Perkiraan kehilangan hasil sekitar 364.500 ton beras, suatu jumlah yang cukup untuk memberi makan 3 juta orang dalam satu tahun. (Oka 1997). Ini bukan kejadian yang terisolasi. Kebijakan-kebijakan perlindungan tanaman Indonesia yang mempromosikan penggunaan pestisida telah mengakibatkan dua ledakan hama di tahun 1979 dan 1986. Thailand, Vietnam, Kamboja dan Malaysia juga mengalami ledakan hama yang mirip. Para ahli ekologi populasi mampu mendokumentasikan proses ini (Kenmore et al. 1984; Ooi 1988; Settle et al. 1986). WBC ditemukan berada pada tingkat populasi yang tidak berarti di lahan padi sawah intensif yang tidak disemprot insektisida karena dikendalikan oleh populasi musuh alami.

Vol.9/ Edisi XII Th.2010

Sekalipun ada imigrasi sejumlah besar serangga WBC dewasa yang bereproduksi ke suatu lahan, maka populasi musuh alami mampu merespon dan mengakibatkan tingkat kematian WBC yang tinggi sehingga hasil panen tidak terganggu. Penggunaan insektisida telah ditemukan menjadi penyebab terganggunya mekanisme pengendalian alami. Tingkat hidup WBC didalam suatu sistem yang terganggu insektisida telah ditemukan meningkat lebih dari sepuluh kali lipat. Selama satu musim tanam kepadatan populasi WBC bisa meningkat ratusan kali lipat. Mencoba mengendalikan ledakan hama ini dengan insektisida seperti menuang minyak kedalam api. Dengan ledakan hama WBC yang masif maka para pemulia tanaman mengembangkan varietas yang tahan kepada WBC. Strateginya adalah mengganti penggunaan insektisida dengan menanam varietas padi yang tahan WBC. Tetapi di lapangan, penggunaan insektisida yang intensif berlangsung terus. Penggunaan insektisida yang intensif mendorong seleksi yang cepat terhadap populasi WBC yang mampu mengatasi ketahanan varietas baru (Gallagher 1984). Runtuhnya varietas-varietas baru ini secara cepat berarti dana dan waktu yang diinvestasikan dalam pengembangannya telah terbuang siasia. Apa yang terjadi? Ini menunjukkan bahwa kebijakan dan metode perlindungan tanaman yang baku dari pemerintah di tahun 1970-an dan 1980-an secara nyata meningkatkan resiko ledakan hama. Contoh ledakan hama WBC ini adalah ilustrasi, karena secara umum ini juga mengakibatkan ledakan-ledakan hama padi lainnya di daerah tropis. Insektisida melemahkan sebuah sistem sehingga populasi musuh alami menjadi rendah dan tidak mampu memberikan perlindungan terhadap sistem tersebut. Kebijakan pemerintah juga gagal memperhitungkan “buffer� lain agar agroekosistem padi terhindar dari kehilangan hasil. Ini adalah kemampuan tanaman untuk mengkompensasi kehilangan daun dan malai produktif hingga 3040 hari setelah tanam. Beberapa varietas unggul ini memungkinkan tanaman bertahan dari serangan hama yang diakibatkan oleh penggerek, penggulung daun dan yang lain (Way Heong 1994). Makalah Way Heong pada tahun 1994 berkesimpulan bahwa insektisida tidak diperlukan sehingga insektisida dan “hama� ini perlu secara kritis dikaji ulang dan dibuktikan sebelum penggunaan insektisida dipikirkan.

21


Foto: Harsono Lanya/BBPOPT

BULETIN PERAMALAN OPT

Apakah kita bisa belajar dari sejarah penanggulangan hama WBC di tanah air kita sendiri? Untuk itu kita per lu meninjau sejarah tentang keluarnya INPRES 3/86 dan terselenggaranya Program Nasional PHT dalam kurun waktu 1989-1999. PHT sebagai Kebijakan Nasional INPRES 3/86 Setelah bertahun-tahun menjadi negara pengimpor beras terbesar didunia, Indonesia berhasil mencapai swasembada beras pada tahun 1984. Atas prestasi ini, Indonesia mendapat pujian dari seluruh dunia serta penghargaan dari FAO. Perubahan yang menakjubkan ini terjadi karena introduksi pupuk dan varietas unggul yang disebarkan secara luas, pengembangan sistem irigasi, dan adanya kebijakan-kebijakan pendukung yang tepat. Namun demikian, pencapaian tersebut memiliki kelemahan. Insektisida berspektrum luas selalu diikutsertakan bersama dengan masukan lainnya. Insektisida tersebut telah memicu ledakan populasi hama wereng coklat secara luas, sehingga varietas-varietas padi berproduksi tinggi yang dikembangkan oleh Indonesia, seperti Krueng Aceh dan Cisadane menjadi “patah� ketahanannya. Pada akhir 1985, hampir 70% produksi padi di Pulau Jawa terancam oleh hama tersebut. Untunglah, penelitian yang dilakukan oleh badan penelitian nasional dan internasional selama tahun 1979 hingga 1986 secara meyakinkan membuktikan bahwa: 1) wereng batang coklat merupakan hama yang ledakan populasinya disebabkan oleh penggunaan pestisida secara berlebihan, dan 2) populasi hama tersebut dapat dikendalikan oleh agens pengendali hayati berupa predator/pemangsa yang secara alami ada di lahan sawah.

Vol.9/ Edisi XII Th.2010

Pada 5 Nopember 1986 Presiden Soeharto menandatangani Instruksi Presiden Nomor 3 tahun 1986 yang menyatakan bahwa Pengendalian Hama Terpadu menjadi strategi nasional pengendalian hama. Inpres 3/86 juga melarang 57 jenis insektisida, sebagian besar adalah jenis organofosfat yang sangat beracun, untuk digunakan di tanaman padi, dan memerintahkan diselenggarakannya program pelatihan PHT skala besar kepada petugas lapangan dan petani. Kebijakan PHT ini diperkuat dengan penghapusan subsidi pestisida dua tahun berikutnya sehingga Pemerintah bisa menghemat $ 120 juta per tahun. Selama 10 tahun sebelumnya Pemerintah telah mengeluarkan dana subsidi pestisida sebesar $1,5 milyar. Program Nasional PHT 1989-1999 Sebagai kelanjutan dari terobosan ilmiah dan kebijakan yang dilakukan pada akhir tahun 1980-1n tersebut, Pemerintah Indonesia meluncurkan program PHT dengan skala paling besar dari yang pernah dilaksanakan. Sejaka tahun 1990, Program Nasional PHT telah mencetak lebih dari 500.000 petani Indonesia menjadi alumni dari Sekolah Lapangan PHT (SLPHT) yang dilakukan selama satu musim penuh di 12 propinsi lumbung beras. Pada tahun 1997/1998, hampir 200.000 petani terlibat dalam SLPHT per tahun. Hingga 1998, hampir setiap desa di daerah lumbung beras di Indonesia memiliki setidaknya satu SLPHT yang diselenggarakan di lahan di desa tersebut. Dalam rangka mencapai jumlah tersebut, lebih dari 2.000 Pengamat Hama dan Penyakit (PHP) menjalani pelatihan Ahli Lapangan PHT secara intensif selama 14 bulan. Lebih jauh, untuk mendukung pelaksanaan di lapangan, lebih dari 5.000 Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) tanaman pangan juga menjalani latihan PHT di lahan. Pada kurun waktu 1989-1993, Program Nasional PHT dikoordinasikan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) yang melibatkan Departemen Pertanian, Kesehatan, Lingkungan Hidup, serta Pendidikan dan Kebudayaan. Sejak 1994, program ini dikoordinir oleh Departemen Pertanian. Selama kedua periode ini, Badan Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) memberikan bantuan teknis. Dana untuk program ini, disamping berasal dari Pemerintah Indonesia, juga bersumber dari hibah USAID dan pinjaman Bank Dunia.

22


BULETIN PERAMALAN OPT

Program PHT yang berintikan usaha pengembangan sumberdaya manusia menghasilkan perubahan besar dalam perilaku dan praktek budidaya di lahan, yang memungkinkan petani untuk terbebas dari kebiasaankebiasaan sebelumnya dan dari ancaman kampanye perusahaan pestisida. Lebih dari 40 tahun yang lalu, diawal Revolusi Hijau, pestisida dikenalkan secara luas melalui metoda “pesan dan sanksi” yang membujuk petani untuk menggunakan pestisida bersubsidi dengan sistem kalender. Sistem kalender kemudian digantikan dengan sistem ambang ekonomi yang memerlukan pengamatan yang cermat, peramalan, dan teknik “hitung dan semprot”. PHT di Indonesia telah meninggalkan konsep tersebut dengan cara mempertajam ketrampilan petugas lapangan dan petani dalam metoda-metoda ekologis, yaitu pengambilan keputusan dan pengelolaan lahan yang didasarkan pada analisa agroekosistem dan pengamatan di lahan.

Setelah mengikuti SLPHT selama satu musim penuh, petani menurunkan penggunaan insektisida, baik yang terlarang maupun yang tidak, sementara itu hasil panen tetap dapat dipertahankan. Namun demikian, bagi kebanyakan petani, ada yang lebih penting daripada keuntungan ekonomi tersebut, yaitu berkembang pesatnya kemampuan mereka untuk melakukan analisa, pengambilan keputusan, dan pengelolaan lahan. Mengacu kepada perkembangan di lapangan maka pada tahun 1999, Menteri Pertanian M. Prakosa menulis surat kepada Pemerintah Daerah agar melanjutkan program PHT di tingkat lapangan dari anggaran daerah, sehingga usailah Program Nasional PHT.

Manfaat dan Hasil PHT

Manfaat yang diperoleh dari program PHT bagi lingkungan, Pemerintah, petani, dan masyarakat, antara lain:  Pemerintah dapat menghemat dana subsidi sekitar 120 milyar dolar Amerika per tahun, sementara pada saat yang sama ledakan populasi hama yang menjadi ancaman terhadap keamanan penyediaan pangan juga telah menurun drastis.  Petani dapat menghemat biaya produksi, panen lebih terjamin, dan keadaan kesehatan keluarga serta masyarakat menjadi lebih baik.  Kerusakan lingkungan akibat penggunaan pestisida menjadi berkurang, baik untuk jangka panjang maupun jangka pendek.  Konsumen terlindungi dari residu racun yang tidak diperlukan.

Vol.9/ Edisi XII Th.2010

Pengembangan sumberdaya manusia menghasilkan perubahan besar dalam perilaku dan praktek budidaya di lahan, ini semua karena program PHT. (Foto: Urip SR)

Mutiara Kata “Semaikan benih dan bumi akan memberi kamu bunga. Mimpikan impianmu sampai ke langit dan ia akan memberimu yang kamu cintai” (Kahlil Gibran) 23


BULETIN PERAMALAN OPT

Resiko Penggunaan Pestisida terhadap Ekonomi dan Kesehatan Petani Selama tahun 1970-an, teknologi Revolusi Hijau memasukkan insektisida ke dalam paket komponen input produksi bersama dengan pupuk, irigasi, kredit, dan benih unggul. Di pertanaman padi daerah tropis, penelitian yang dilakukan selama 25 tahun oleh lembaga nasional Indonesia dan badan-badan internasional seperti IRRI dan FAO tidak pernah membuktikan bahwa insektisida memberikan sumbangan bagi peningkatan produksi padi ataupun peningkatan keuntungan petani. Dalam kenyataannya, penggunaan insektisida secara sembarangan, bahkan dapat mengakibatkan kehilangan hasil panen yang sangat besar akibat timbulnya resurjensi hama, seperti yang terjadi pada tahun 1975 sampai 1979, sehingga produksi padi mengalami krisis akibat serangan hama wereng coklat. Di seluruh dunia 80% dari seluruh pestisida digunakan di negara maju. Namun demikian, diperkirakan 90% kasus keracunan pestisida, terjadi di negara berkembang. WHO memperkirakan bahwa 25 juta manusia mengalami keracunan pestisida setiap tahunnya. Dengan kondisi pedesaan yang para petaninya miskin, maka “penggunaan secara aman� dari bahan-bahan kimia yang sangat beracun tersebut, praktis tidak mungkin dilakukan. Disamping itu, secara agronomis, perlu tidaknya penggunaan pestisida pun masih dipertanyakan. Studi yang dilakukan pada tahun 1993 tentang hubungan antara penyemprotan pestisida dengan keracunan akut pada petani Indonesia menyatakan bahwa 21% kegiatan penyemprotan mengakibatkan timbulnya tiga atau lebih gejala dan tanda keracunan pada saraf, saluran pernafasan, dan pencenaan. Studi tersebut juga menunjukkan bahwa frekuensi penyemprotan per minggu, penggunaan pestisida berbahaya, dan tingkat pemaparan kulit oleh pestisida berhubungan secara signifikan dan independen dengan keracunan akut (Kinshi, et al, 1995). Ketidakmampuan petani untuk membeli perlengkapan pelindung, panasnya iklim tropis, dan kesulitan untuk menegakkan pelaksanaan pengaturan pestisida mengakibatkan kesehatan petani dan kondisi tanamannya menjadi terkena resiko penggunaan pestisida, sekalipun dalam penggunaan yang “normal�.

Penggunaan insektisida secara sembarangan, dapat mengakibatkan kehilangan hasil panen yang sangat besar akibat timbulnya resurjensi hama, seperti yang terjadi pada MK. 2010. (Foto: Dok. BBPOPT).

Resiko terhadap kesehatan akibat pestisida tidak hanya dijumpai selama penggunaan di lahan, melainkan juga ditemukan di rumah, tempat para petani penyemprot tinggal. Delapan puluh empat persen (84%) petani yang disurvey, ternyata menyimpan bahan kimia beracun tersebut di dalam rumah dalam keadaantidak aman dan mudah dijangkau oleh anak-anak. Racun kimia yang berbahaya bagi lingkungan, beresiko terhadap keberhalian panen, dan mengancam kesehatan manusia tersebut dipasarkan dengan menggunakan siasat pemasaran yang membujuk masyarakat, dan seringkali secara langsung melanggar Standar Pengedaran Pestisida (FAO Code of Conduct of Production and Distribution of Pesticide) yang dikeluarkan oleh FAO. Program PHT memerangi hal ini dengan cara memberikan berbagai alat analisa kepada petani agar mereka dapat mengambil keputusan sendiri, sehingga uang dan sumberdaya mereka tidak terbuang percuma, kesehatan mereka tidak terancam, tanaman mereka tidak mengalami kerugian, dan lingkungan mereka tidak mengalami kerusakan.

Kamus Pertanian: OPT adalah semua organisme yang dapat merusak, mengganggu kehidupan atau menyebabkan kematian pada tanaman, termasuk di dalamnya adalah hama, penyakit dan gulma. Vol.9/ Edisi XII Th.2010

24


BULETIN PERAMALAN OPT

Alumni SLPHT lebih sedikit menggunakan pestisida dan memperoleh lebih banyak keuntungan, dapat menjaga produksi tetap stabil. (Foto: Urip SR).

PHT oleh Petani: Pendekatan Ekologis

Dengan menjadi kelompok inti dalam perencanaan, pelatihan, dan penelitian lapangan di wilayahnya, para petani terlibat dalam pengembangan dan penyebaran PHT. Di tahun anggaran proyek (1997/1998), SLPHT “Dari petani ke petani” melibatkan lebih dari 75.000 petani peserta. Secara keseluruhan, analisa dan tindakan di dalam program PHT selalu berkisar diantara empat prinsip dasar:  Membudidayakan tanaman yang sehat  Melestarikan dan mendayagunakan peranan musuh alami (predator dan parasit)  Mengamati kondisi lahan secara mingguan untuk mengambil keputusan tentang pengelolaan lahan.  Memampukan petani menjadi ahli PHT dalam pengelolaan ekologi lahannya. Metoda latihan ditekankan pada penemuan sendiri, perbandingan, dan analisa. Petani belajar untuk bekerja secara efektif dalam kelompok -kelompok kecil untuk melalukan percobaan lapangan, dan kemudian menguasai ketrampilan yang lebih kompleks seperti pelatihan, perencanaan, penelitian lapangan, dan pengorganisasian masyarakat.

“PHT merupakan pendekatan ekologis sehingga sistem pertanian dipandang sebagai suatu sistem yang kompleks dan hidup. Petani belajar untuk bekerjasama dengan alam dan belajar untuk membuat dirinya mampu mencapai kapasitas yang diperlukan untuk mengelola pertanian yang produktif dan berkelanjutan. PHT juga merupakan program pengembangan sumberdaya manusia. Pelatihan PHT membantu petani untuk belajar tentang mengorganisir diri mereka sendiri dan dan masyarakatnya, untuk mengumpulkan dan menganalisa data, untuk mengambil keputusan sendiri, dan untuk menciptakan suatu jaringan kerja yang kokoh antara petani dengan petani lainnya, serta antara petani dengan penyuluh dan peneliti.” Menteri Pertanian, Prof. Dr. Sjarifudin Baharsjah, 1994. Lebih dari Soal Hama dan Pestisida Program Nasional PHT Indonesia berusaha memperkuat kemampuan petani, membangun organisasi petani, mempertajam ketrampilan petugas lapangan, dan menciptakan manajer lapangan yang berkualitas. Alumni SLPHT lebih sedikit menggunakan pestisida dan memperoleh lebih banyak keuntungan, dapat menjaga produksi tetap stabil, dan mampu mengambil keputusan yang didasarkan pada analisa ekosistem di lahan mereka sendiri.

Vol.9/ Edisi XII Th.2010

Metoda latihan ditekankan pada penemuan sendiri, perbandingan, dan analisa. Petani belajar untuk bekerja secara efektif dalam kelompok-kelompok kecil untuk melalukan percobaan lapangan. (Foto: Urip SR).

25


BULETIN PERAMALAN OPT

Pemberdayaan Petani melalui Sekolah Lapangan PHT Program Nasional PHT menghidupkan kembali sistem penyuluhan dan jaringan kelompok petani yang ada melalui pengorganisasian dan pelaksanaan SLPHT. Dengan rancangan berupa “sekolah tanpa dinding”, Sekolah Lapangan petani ini melakukan pertemuan mingguan sebanyak 12 kali selama satu musim tanam penuh, mulai dari tanam hingga panen. Setiap Sekolah Lapangan memiliki 1000 meter persegi “Petak Belajar”, yang terdiri dari 2 petak perbandingan, yaitu petak perlakuan petani dan petak PHT. Setiap minggu, petani mempraktekan analisa agro-ekosistem yang mencakup kesehatan tanaman, pengelolaan air, kondisi cuaca, gulma, pengamatan penyakit, serta pengamatan dan pengumpulan serangga hama dan serangga berguna. Petani menyimpulkan hasil pengamatannya sesuai dengan pengalaman mereka, mereka menggunakan analisa agro-ekosistem untuk membuat keputusan pengelolaan lahan dan mengembangkan cara pandang tentang proses ekologis yang seimbang. Fasilitator memberikan kesempatan kepada petani untuk menjadi ahli yang aktif, dan membantu mereka untuk mengungkapkan dan menganalisa pengalaman mereka sendiri. Selama proses tersebut, para petani:  Membuat sendiri alat dan bahan belajar, yang meliputi koleksi serangga, “kebun serangga”, percobaan lapangan, poster, dan catatan pengamatan lapangan. 

Menciptakan dan menggunakan perangkat analisis berupa bagan analisis agro-ekosistem mingguan yang dibuat dengan krayon diatas kertas plano dan contoh hidup untuk melakukan analisis SWOT, untuk mengembangkan rencana rencana tindakan selanjutnya.

Kamus Pertanian: Ambang pengendalian adalah intensitas serangan atau tingkat populasi yang melandasi keputusan untuk mengambil tindakan pengendalian guna mencegah meningkatnya serangan ke tingkat kerugian ekonomi. Vol.9/ Edisi XII Th.2010

Petani sedang melaksanakan praktek analisa agroekosistemyang mencakup kesehatan tanaman, pengelolaan air, kondisi cuaca, gulma, pengamatan penyakit, serta pengamatan dan pengumpulan serangga hama dan serangga berguna. (Foto: Urip SR). 

Memecahkan permasalahan dan mengambil keputusan: petani PHT belajar untuk mengelola program mereka sendiri dan mengadakan serta menjalankan kegiatan belajar dan percobaan yang makin kompleks.

Membangun organisasi petani yang lebih kuat dengan cara mempelajari ketrampilan dalam bidang kepemimpinan, komunikasi, dan manajemen, yang akan berguna di masa-masa berikutnya setelah Sekolah Lapangan selesai. Semenjak 1990, lebih dari 20.000 SLPHT telah diselenggarakan. Disamping padi, Sekolah Lapangan juga diselenggarakan untuk komoditas lain, yaitu kedelai, kubis, kentang, cabe dan bawang merah. Model SLPHT juga telah diadopsi oleh berbagai kegiatan penyuluhan pertanian, dan “diekspor” ke berbagai negara di Asia, Afrika dan Amerika Latin. Keberhasilan SLPHT telah memicu munculnya dukungan politis yang spontan dan bantuan dana dari pemerintah setempat. Para kepala Desa, Bupati, dan Gubernur secara terbuka di depan publik telah menyatakan bahwa SLPHT merupakan program pelatihan pertanian pedesaan yang paling efektif yang pernah dilaksanakan, dan mereka mewujudkan dukungan tersebut dalam bentuk bantuan dana dari anggaran pemerintah setempat. 

26


BULETIN PERAMALAN OPT

Kunci Kesuksesan Program PHT Percaya pada Kemampuan Petani Falsafah “PHT oleh Petani” telah menempatkan petani sebagai pusat pengembangan PHT. Hal ini merupakan falsafah penuntun program PHT Indonesia, sekaligus merupakan penentu utama keberhasilan program ini. Melalui SLPHT, petani mampu menguasai ekologi di lahan tempat mereka bekerja, dan dengan demikian, mereka menjadi ahli di lahannya. Namun, ini baru merupakan titik awal. Lebih jauh, peran mereka semakin meningkat dan meluas, yaitu melalui pelatihan dari petanike petani, studi petani, dan media petani untuk menciptakan pola “komunikasi horisontal”. Dukungan Kebijakan Menyeluruh Agar PHT dapat berhasil, maka pelaksanaannya di lapangan dan pengaturan kebijakankebijakan pendukungnya haruslah berjalan seiring dan saling mendukung. Di tingkat pusat, para pembuat kebijakan perlu menciptakan dan memelihara pola kebijakan yang kondusif, yang mencakup pengaturan pestisida, dukungan dana, dan program pelatihan dan penelitian PHT. Di tingkat daerah, dukungan nyata dari pemerintah daerah tingkat propinsi, kabupaten, kecamatan, dan desa mendorong kelanjutan momentum pengembangan PHT. Untuk lebih memperkuat Gerakan PHT, maka dilakukan kerjasama dengan organisasi kemasyarakatan, kelompok konsumen, pers, dan badan-badan pendukung yang terlibat dalam bidang kesehatan, lingkungan, dan pendidikan. Penelitian Pendukung PHT membutuhkan penelitian di semua tingkatan untuk mendukung pengembangan program. Terobosan penelitian dalam PHT Padi yang dihasilkan oleh badan penelitian dan universitas memungkinkan program di fase awal dapat dibangun dengan dasar ilmiah yang kuat. Penelitian yang berorientasi lapangan tentang sistem budidaya tanaman yang lain membuka jalan bagi pengembangan dan perluasan PHT. Yang paling penting, kegiatan penelitian dan studi lapangan telah dipadukan langsung ke dalam sistem yang berbasis petani sehingga memungkinkan petani, petugas penyuluhan, dan peneliti bekerja bersama untuk memperkuat dan memurnikan PHT, sebagai jawaban atas keadaan ekologi pertanian di darah tropika yang bersifat lokal spesifik.

Vol.9/ Edisi XII Th.2010

PENGHALAU WALANG SANGIT

H

ambatan menanam padi organik adalah serangan hama walang sangit khususnya pada musim hujan seperti pada saat ini. Saat serangan parah para petani di Desa Peniwen, Kec. Kromengan, Malang menggunakan ramuan nabati yang dibuat sendiri. Ramuannya adalah 1 kg gadung, brotowali, daun pucung, dan temu ireng, serta 1 genggam daun mindi dan rimpang bengle ditumbuk halus atau diparut. Semua bahan dicampur dengan 10 liter air dan disimpan 7 hari. Tiga gelas campuran itu dilarutkan dalam 16 liter air dan disemprotkan ke tanaman padi. ***

27


BULETIN PERAMALAN OPT

Belajar dengan Cara Menentukan Sendiri Inti keberhasilan program PHT adalah proses belajar partisipatoris dan inovatif, yang memungkinkan petani dan pemandu untuk menemukan sendiri prinsip-pronsip PHT di lahan mereka. Melalui proses ini petani menjadi pemilik – tidak hanya sekedar menjadi pelaksana – dari pengetahuan dan cara/metoda PHT. Metoda belajar PHT memungkinkan petani untuk menguasai teknik pengelolaan tanaman yang efektif, sekaligus memperoleh ketrampilan dalam hal komunikasi antar pribadi, pemecahan masalah, dan kepemimpinan melalui praktek langsung. Manajemen yang Tanggap dan Mendukung Kebutuhan Lapangan Pelaksanaan PHT dalam skala luas memerlukan sistem manajemen lapangan yang efektif, yang dapat dengan cepat memberikan tanggapan terhadap setiap kebutuhan yang selalu berkembang, dan muncul dari kelompok dan jaringan petani. Dalam PHT, petugas lapangan, dan tentu saja petani, tidak pernah hanya bergelut dengan hal-hal teknis saja karena latihan selalu berkaitan dengan pengembangan ketrampilan berorganisasi dan manajemen di semua tingkat hingga kelompok tani. Salah satu kunci keberhasilan program PHT Indonesia adalah terbentuknya suatu sistem yang kuat yang terdiri dari 2.000 Pemandu Lapangan PHT dan Petugas Lapangan yang berasal dari Direktorat Perlindungan Tanaman. Para manajer lapangan ini bertanggung jawab untuk mengembangkan strategi lokal dan memberikan tanggapan terhadap kebutuhan teknis petani, sekaligus membangun kemampuan berorganisasi para petani dalam rangka pelembagaan PHT di tingkat petani sendiri.

Pendekatan Ekologis Hal yang pertama kali diperhatikan orang ketika mengunjungi SLPHT adalaha gambar analisa agro-ekosistem yang dibuat oleh petani. Dari awal, pendekatan PHT menerapkan wawasan ekologis dalam pengelolaan budidaya pertanian. PHT tidak hanya berbicara tentang serangga, melainkan lebih merupakan pendekatan yang menyeluruh/holistik, yang mencakup keseluruhan sistem secara lengkap: tanah, air, cuaca, tanaman, siklus unsur hara, jaring-jaring makanan, aliran energi, komunitas aquatik, serta isu ekonomi pertanian dan kesehatan petani. Pendekatan ini membedakan Program PHT yang sedang berjalan saat ini dengan program-program pendahulunya, dan memberikan landasan luas, yang memungkinkan PHT untuk memberikan sumbangan bagi pembangunan pertanian yang berkelanjutan.*** Rujukan: Departemen Pertanian. Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 390/Kpts/TP/600/5/1994 tentang Penyelenggaraan Program Nasional PHT, Jakarta 1994.

Gallagher, K.D. Effect of Host Plant Resistance on the Microevolution of the Rice Brown Planthopper, Nilaparvata lugens (STAL) (Homoptera: Delphacidae). Ph.D. thesis. University of California, Berkeley.1994. Kenmore, P.E. Indonesia’s Integrated Pest Management: A Model for Asia. FAO Inter-Country Programme for Integrated Pest Control in Rice in South and Southeast Asia, 1991. Kishi, M., N. Hirschorn, M. Djajadisastra, L.N. Saterlee. S. Strowman dan R. Dilts. “Relationship of Pesticide Spraying to Sighns and Symtoms in Indonesia Farmers”. Scandinavian Journal of Workplace and Enviromental Helth, 21:124-33, 1995. Ministry of Agriculture of the Republik of Indonesia. IPM By Farmers: The Indonesian Integrated Pest anagement (IPM) Program. World Food Summit- FAO, Rome, 1996. Oka, I.N. “Integrated Crop Pest Management with farmer participation in Indonesia”. Reasons for Hope: Instructive Experiences in Rural development. A. Khrisna, N. Uphoff, M.J. Esman, eds. Kumarian Press, Connecticut, 1997.

Mutiara Kata Hargailah setiap detik yang kita miliki. Terlebih karena kita menggunakannya bersama-sama dengan orangorang yang tercinta dalam menjalani hidup ini. Ingat, kemarin merupakan sejarah. Besok masih misteri. Hari ini adalah hadiah. (Orang Bijak)*** Vol.9/ Edisi XII Th.2010

(Makalah ini disampaikan pada Workshop Nasional WBC di Jakarta Tgl 19 Mei 2010)

28


BULETIN PERAMALAN OPT

ď‚—ď€ BAGIAN .1

D

alam usaha pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT), banyak cara yang dapat ditempuh yaitu dengan cara bercocok tanam, menanam varietas tahan, mekanis, fisis, biologis, genetis, peraturan perundang-undangan dan kimiawi (pestisida). Masing-masing cara tersebut di atas mempunyai keuntungan dan kelemahan, dan pada kenyataannya tidak ada satupun yang dapat selalu memberikan hasil yang memuaskan apabila dilaksanakan sendiri-sendiri. Kebijaksanaan pemerintah dewasa ini dalam pengendalian OPT adalah menerapkan sistem Pengendalian Hama Terpadu (PHT). Dalam sistem PHT tersebut, penggunaan pestisida hanya apabila perlu dan merupakan alternatif terakhir yaitu apabila cara-cara pengendalian yang lain tidak memberikan hasil yang memuaskan. Walaupun secara konsepsional penggunaan pestisida merupakan alternatif yang terakhir, namun demikian kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa penggunaan pestisida sering merupakan pilihan utama karena banyak keuntungan yang diperoleh yaitu antara lain: dapat memberikan hasil dengan cepat, aplikasi di lapangan relatif mudah, dapat diaplikasikan hamper pada setiap waktu dan tempat, dapat diaplikasikan pada areal yang luas dalam waktu singkat, dapat diperoleh dengan mudah, dan harga relatif murah dan memberikan keuntungan secara ekonomi. Dengan keuntungan-keuntungan tersebut, mengakibatkan pestisida digunakan secara luas dan berulang-ulang bahkan terus menerus, dan kini dalam sistem pertanian mutakhir telah menempatkan pestisida sebagai salah satu masukan yang merupakan bagian integral yang tidak dapat dipisahkan dalam usaha meningkatkan dan mempertahankan produksi pada taraf tinggi.

Selain keuntungan-keuntungan tersebut, perlu pula disadari bahwa penggunaan pestisida mempunyai banyak kelemahanatau kerugian yaitu antara lain: a) menimbulkan resistensi dan resurgensi OPT, b) menimbulkan OPT sekunder yaitu OPT yang semula tidak merugikan menjadi merugikan, atau yang semula bukan merupakan OPT penting menjadi OPT penting, c) menimbulkan keracunan terhadap manusia, ternak maupun hewan peliharaan lainnya, d) menimbulkan kematian musuh alami OPT sasaran, e) menimbulkan kematian OPT bukan sasaran lainnya baik yang berguna maupun yang tidak berguna, f) menimbulkan masalah residu pestisida,g) menimbulkan pencemaran lingkungan.

Pakailah sarung tangan dan peralan lainnya sebelum melakukan pekerjaan aplikasi penyemprotan pestisida (Gambar: Repro CropLife)

Vol.9/ Edisi XII Th.2010

29


BULETIN PERAMALAN OPT

Menyadari hal-hal tersebut diatas, maka pestisida harus ditangani dengan sebaik-baiknya, memberikan manfaat yang maksimal dan dampak negatif yang ditimbulkannya minimal. Untuk dapat menangani hal itu, maka masyarakat dan dan petugas dinas/ pemerintah perlu mempunyai pengetahuan yang memadai tentang pestisida, sehubungan dengan hal tersebut, maka pada rubrik “Mimbar Proteksi” pada edisi 2/2010 kali ini mencoba mengingatkan kembali untuk digunakan sebagai pedoman bagi petugas pemerintah di subsector pertanian tanaman pangan dalam menangani masalah pestisida di lapangan. Definisi Pestisida Banyak definisi digunakan untuk pestisida yang asal katanya bersalal dari kata pest (jasad pengganggu) dan cida (mematikan). Secara umum pestisida dapat didefinisikan sebagai bahan yang digunakan untuk mengendalikan populasi jasad yang dianggap sebagai pest yang langsung maupun tidak langsung merugikan kepentingan manusia. Pengertian pest dalam definisi tersebur umumnya tidak mencakup jasad renik dan jasad lain yang endoparasitik yang menyebabkan penyakit pada manusia dan hewan. Bahan untuk membunuh jasad-jasad penyebab penyakit manusia dan hewan ini tidak disebut pestisida tetapi lazim disebut obat. Yang termasuk pest tersebut antara lain adalah jasad-jasad yang merupakan hama dan penyakit yang merusak tanaman dan hasil pertanian. Jenis Pestisida Ditinjau dari jenis jasad yang menjadi sasaran penggunaan pestisida, maka pestisida dibedakan menjadi beberapa jenis antara lain seperti :  Akarisida untuk mengendalikan tungau (akarina)  Algisida untuk mengendalikan ganggang (algae).  Avisida untuk mengendalikan burung (Aves).  Bakterisida untuk mengendalikan bakteri.

Vol.9/ Edisi XII Th.2010

Fungisida untuk mengendalikan cendawan (fungus)  Herbisida untuk mengendalikan gulma/ tumbuhan penggangu (herba)  Insektisida untuk mengendalikan serangga (insekta)  Moluskisida untuk mengendalikan binatang bertubuh lunak (moluska) seperti siput, keong dan bekicot.  Nematisida untuk mengendalikan cacing (nematode).  Pisisida untuk mengendalikan ikan predator (pices).  Rodentisida untuk mengendalikan binatang mengerat (rodentia), khususnya tikus.  Zat pengatur tumbuh tanaman (ZPT) untuk mengatur pertumbuhan tanaman atau bagian-bagian tanaman. Disamping yang tersebut diatas, dikenal pula beberapa istilah lain untuk pestisida yang digunakan terhadap jasad sasaran pada stadium atau tingkat pertumbuhan tertentu, misalnya insektisida yang efektif terhadap telur atau larva serangga disebut berturut-turut sebagai ovisida dan larvisida. Senyawa yang bukan merupakan biosida tetapi karena kegunaannya dimaksudkan untuk membantu tercapainya tujuan penggunaan pestisida yang lebih baik umumnya disebut ajuvan, yang terdiri dari antara lain:  Bahan penyebar (dispersing agent): untuk memperbaiki daya sebar pestisida pada bidang sasaran.  Bahan perata (Spreading agent): untuk memperbaiki daya merata pestisida pada bidang sasaran.  Bahan perekat (Sticker): untuk memperbaiki daya merekat pestisida pada bidang sasaran.  Bahan pembasah (W etting agent) untuk memperbaiki daya membasahi.  Bahan untuk membantu daya trobos (masuk) pestisida ke dalam jaringan sasaran, umumnya digunakan untuk membantu masuknya herbisida sistemik ke dalam jaringan gulma. 

30


BULETIN PERAMALAN OPT

Formulasi Pestisida Bahan terpenting daalam pestisida yang bekerja aktif terhadap jasad sasaran disebut bahan aktif. Dalam pembuatan pestisida di pabrik, bahan aktif tersebut umumnya tidak dihasilkan sebagai bahan aktif yang murni seratus persen, tetapi bercampur dengan sedikit bahan-bahan pengotor lain. Produk pertama yang dihasilkan tersebut dinamakan bahan teknis. Bahan teknis dengan kadar bahan aktif yang tinggi tersebut umumnya sulit untuk digunakan begitu saja dan bahkan bahan teknis tertentu praktis tidak mungkin dapat digunakan apabila tidak diubah bentuk atau sifat-sifat fisis tertentu lainnya dan dicampur dengan bahan lain. Di pabrik pestisida pencampuran bahan teknis dengan bahan lainnya tersebut perlu dilakukan supaya bahan aktif pestisida dalam bahan teknis tersebut dapat disimpan, diangkut dan digunakan dengan aman, efektif dan ekonomis. Produk jadi yang merupakan campuran fisik antara bahan aktif dengan bahan tambahan yang inert (tidak aktif) tersebut dinamakan formulasi. Formulasi sangat menentukan bagaimana.pestisida dengan bentuk dan komposisi tertentu harus digunakan, berapa dosis atau takaran yang harus digunakan, berapa frekuensi dan interval penggunaan serta terhadap jasad sasaran tertentu pestisida dengan formulasi tersebut dapat digunakan efektif. Selain itu formulasi pestisida juga menentukan aspek keamanan penggunaan pestisida terhadap manusia dan lingkungan. Dewasa ini pestisida dibuat dan diedarkan dalam berbagai bentuk formulasi, yaitu cair, padat, dan gas yang merupakan hasil proses penggunaan bentuk cair dan padat. (Bersambung) ***

Belilah Produk Perlindungan Tanaman di toko/kios yang dapat dipercaya dan jangan terima Produk yang kemasannya rusak.(Gambar: Repro CropLife)

Jangan menyemprot berlawanan dengan arah angin dan saat angin kencang (Gambar: Repro CropLife).

Daftar Pustaka: Penanganan Pestisida untuk Pertanian Tanaman Pangan. Ditlin, Jakarta (1989)

Cucilah pakaian dan perlengkapan kerja serta mandilah setelah menggunakan Produk Perlindungan Tanaman (Gambar: Repro CropLife). Vol.9/ Edisi XII Th.2010

31


BULETIN PERAMALAN OPT

S

elama beberapa tahun terakhir ini pemanfaatan agens hayati sebagai pengendali OPT mendapat perhatian besar dan perbanyakannya telah dilakukan perguruan tinggi, Balai Penelitian, LPHP maupun petani, bahkan sebagian telah diproduksi secara komersial. Dalam rangka memenuhi kebutuhan agens hayati untuk menunjang pengembangan dan pemanfaatannya dalam jumlah banyak dan memenuhi syarat kualitas yang baik tanpa terkontaminasi, maka perlu perbanykan/pengembangbiakan agens hayati secara massal dengan teknik-teknik perbanyakan yang telah diterapkan melalui prosedur yang benar.

Dalam pengembangan agens hayati perlu ditempuh langkah-langkah berikut:  Eksplorasi, isolasi dan identifikasi.  Uji efektifitas.  Uji keamanan.  Uji kestabilan.  Uji potensi produksi massal.  Formula agens antagonis yang efisien dan efektif.  Uji kestabilan dalam bentuk formulasi dan lama simpan.  Uji potensi pasar.  Evaluasi biaya produksi.  Analisis perolehan infestasi.  Pengujian lapangan.  Membuat hak paten, dan  Komersialisasi dan pemasyarakatan produk (biopestisida) Perbanyakan agens hayati secara massal dengan cara yang sederhana telah dilakukan di Balai Besar Peramalan Organisme Penganggu Tumbuhan (BBPOPT) Jatisari, LPHP, Perguruan Tinggi, dan kelompok tani. Agens hayati tersebut antara lain Beauveria bassiana, Metarrihizium anisopliae, Trichoderma sp, Gliocladium sp, dan Pseudomonas fluorescens. Cara perbanyakan agen hayati sebagai berikut:

Vol.9/ Edisi XII Th.2010

32


BULETIN PERAMALAN OPT

Perbanyakan Bakteri Pseudomonas fluorescens

Cara Kerja Pembuatan:

Untuk memperbanyak P. fluorescens dilaksanakan dua tahapan yaitu pembuatan media dan perbanyakan bakteri. Pembuatan Media 1. Bahan Adaan dua media yang diperlukan (media King’s B untuk perbanyakan starter dan media cair untuk perbanyakan massal) dengan komposisi sebagai berikut:

King’s B

Cair

10 gr

-

Protease pepton 20 gr

-

MgSO47H2O

1,5 gr

-

K2HPO4

1,5 gr

-

Kentang

-

300 gr

Sukrosa

-

17 gr

Air destilasi

1 lt

1 lt

KOH

-

HCL

-

Kapas

-

Agar Swallow

Aluminium foil 

2. Alat     

Capurkan bahan-bahan: Gliserol (10 gr), protease pepton (20 gr), MgSO47H2O (1,5 g), K2HPO4 (1,5 gr), agar murni (15 gr), dan air destilasi (1 ltr), kemudian panaskan dalam panci, aduk sampai agar larut dan terlihat homogen.

Tes pH larutan sampai 7,2 dengan pHmeter. Tambahkan KOH (setetes demi setetes), kalau pHnya kurang dari 7,2, tetapi kalau pHnya lebih dari 7,2 tambahkan HCL.

Masukkan larutan ke dalam tabung reaksi sebanyak 7-10 ml per tabung reaksi.

Masukkan tabung reaksi ke dalam erlemeyer, kemudian sterilkan dengan autoclave pada suhu 1210C, tekanan 1 atm dan waktu 15 menit.

Setelah tekanan dalam autoclave turun, keluarkan media, dan buatlah agar miring. Setelah dingin simpan dalam lemari es.

Takaran

Bahan Gliserol

Media Padat/Media King’s B

Autoclaf Fermentor Kotak pemindah pH-meter Jarum ose

Vol.9/ Edisi XII Th.2010

    

Tabung reaksi Erlemeyer Panci Kompor Saringan

Media Cair:  Cuci 300 gr kentang hingga bersih, potong tipis-tipis dengan ketebalan 3 mm.  Masukkan ke dalam panci dan tambahkan air destilasi sebanyak 1 liter.  Rebus diatas api sedang sampai irisan kentang memutih (kurang lebih 10 menit).

 Saring ekstrak larutan kentang tersebut dan tampung/pindahkan dalam erlemeyer dengan aluminium foil.  Sterilkan dalam autoclave selama 15 menit pada suhu 1210C dan tekanan 1 atmosfir.  Keluarkan media setelah tekanan autoclave turun dan kemudian media di dinginkan.

33


BULETIN PERAMALAN OPT

Perbanyakan Bakteri 

Sterilkan kotak pemindahan, jarum ose, dan tangan dengan NaOCL 1%.

Masukkan bahan media agar miring King’s B, isolat P.fluorescens, jarum ose, dan lampu Bunsen ke dalam kotak pemindah, kemudian nyalakan lampu bunsen.

Jepitkan tabung isolat P.fluorescens diantara media agar miring dan isolate starter diantara jari tangan kiri (dekat mulut tabung dekat ujung api lampu Bunsen).

Buka tutup tabung reaksi dan inokulasikan isolat P.fluorescens ke media miring dengan jarum ose yang telah disterilkan.

Kembalikan tutup tabung masing-masing dan simpan dalam incubator atau tempat yang bersih.

Isolat Pf akan tumbuh setelah 2-3 hari.

Untuk identifikasi letakkan isolate dibawah lampu UV. Bila isolat berpendar maka isolat tersebut adalah benar gol fluorescens.

Foto: Devied Apriyanto

Perbanyakan Isolat Bakteri (Starter)

Perbanyakan Massal Bakteri:  Sterilkan kotak pemindahan, alat-alat, dan tangan dengan NaOCL 1%.  Masukkan isolate bakteri P. fluorescens (starter) pada media King’s B diatas dan alat-alat ke dalam tabung pemindahan, kemudian nyalakan lampu bunsen.  Tambahkan 5 ml aquades steril ke dalam tabung isolate starter P. fluorescens dan lepaskan koloni bakteri dengan bantuan jarum ose steril (lakukan dalam kotak pemindahan).  Masukkan/pindahkan larutan bakteri P. fluorescens diatas ke dalam media perbanyakan (media cair) secara aseptik.  Inkusibasikan dengan menggunakan fermentor sederhana dalam ruangan bersih pada suhu antara 25-27 0C. Bersambung…!!!!***

Vol.9/ Edisi XII Th.2010

KAMI PEDULI Merapi… Kami ada bersamamu Untukmu korban merapi, kami menangis Ratusan jiwa yang mati menjadi duka yang dalam Derita saudara kita menjadi kesakitan kita pula Hanya do’a dan uluran tangan yang bisa diberikan untuk membantu meringankan derita. Duka ini… Duka kita bersama… Staf dan Redaksi Buletin Peramalan BBPOPT Jatisari Turut berduka cita atas musibah meletusnya Gunung Merapi yang melanda Yogyakarta dan Jawa Tengah. Semoga kita semua Diberi ketabahan dan kesabaran. 34


BULETIN PERAMALAN OPT

Kepada Yth Redaksi Peramalan OPT Saya adalah pelaku pertanian yang berdomisili di desa Dieng Kulon, Batur, Banjarnegara, Jawa tengah. Ada 2 (dua) pertanyaan yang ingin saya tanyakan kepada Redaksi: 1. Apa yang dimaksud dengan sistem Tanpa Olah Tanah (TOT) 2. Bagaimana saya bisa mendapatkan biji Mimba, dan kandungan apa saja yang terdapat pada biji mimba sebagai bahanPestisida nabati (Pesnab). Demikian pertanyaan saya, terima kasih. Yahya Desa Dieng Kulon Kec. Batur, Kab. Banjarnegara Jawa Tengah.

2. Siapa diantara pembaca yang mau membantu menyediakan biji mimba? Mimba (Azadirachta indica A. Juss) mengandung azadirachtin C35H44O16, meliantriol, salanin, nimbin dan lainnya. Bahan aktif ini terdapat di semua bagian tanaman, tetapi yang paling tinggi terdapat pada bijinya. Bijinya mengandung minyak sebesar 35-45%. Tanaman mimba mampu mengendalikan sekitar 127 jenis hama dan mampu berperan sebagai fungisida, bakterisida, antivirus, nematisida, serta moluskisida. Demikian jawaban dari kami semoga bermanfaat bagi bapak.(Red)***

Jawab: Yth Bp. Yahya di Dieng Kulon. 1. Sistem tanpa olah tanah merupakan bagian dari konsep olah tanah konservasi yang mengacu kepada suatu sistem olah tanah yang melibatkan pengolahan mulsa tanaman ataupun gulma. Budidaya pertanian tanpa olah tanah sebetulnya berangkat dari corak pertanian tradisional yang dimodifikasikan, dengan memasukkan unsur kimiawi untuk mengendalikan gulma, dalam hal ini herbisida. Persiapan lahan cukup dilakukan dengan penyemprotan, gulma mulai mati dan mengering, lalu direbahkan selanjutnya dibenamkan dalam lumpur Pada saat musim hujan, lahan yang ditumbuhi gulma disemprot dengan herbisida. Setelah gulma mengering dan mati (memakan waktu 30-40 hari) gulma dirobohkan dengan cara dilindas dengan kayu/bambu. Dapat juga dibabat. Setelah itu membuat lubang tanam dengan tugal untuk menanam benih (umumnya tanaman pangan seperti jagung, kacang hijau, kedelai).

Tanaman jagung sistem TOT pada hamparan yang luas (Foto: Urip SR)

Tanaman Mimba (Foto: Repro Trubus) Vol.9/ Edisi XII Th.2010

35


BULETIN PERAMALAN OPT

Acorus calamus. L

ď€

J

eringau (A corus calamus L.) merupakan tanaman herba yang biasa tumbuh di lingkungan sekitar kita atau tempat yang lembab seperti saluran air, empang atau rawa-rawa. Tumbuhan ini yang dimanfaatkan rimpangnya. Rimpang jeringau dapat digunakan sebagai bahan insektisida yang bekerja sebagai penolak serangga (repellent), penurun nafsu makan (antifeedant), dan pemandul (antifertilitas/ chemosterilant). Rimpang jeringau dapat digunakan dalam 2 bentuk yaitu berbentuk tepung dan minyak. Cara mendapatkan minyak jeringau dengan cara di suling sedangkan untuk membuat tepung, rimpang jeringau diiris-iris, dikeringkan kemudian ditumbuk halus.

Tepung rimpang jeringau dapat digunakan untuk melindungi hasil panen yang disimpan di gudang, yaitu dengan mencampurkannya pada biji-bijian dengan konsentrasi 1-2% (b/b) atau sekitar 1-2 kg tepung jeringau dicampur dengan 100 kg bijibijian. Pembuatan sederhana dengan ekstrak air dapat dilakukan dengan mencampur sekitar 1% (b/v) atau 10 gram rimpang jeringau dalam 1 liter air yang ditambahkan 0,1% atau 1 cc deterjen dan diendapkan semalam. Tepung rimpang jeringau dengan konsentrasi 3-5% berpengaruh terhadap mortalitas serangga Sitophilus sp. Rimpang jeringau sering digunakan sebagai insektisida di berbagai negara. Sebagai contoh di Tiongkok dan India rimpang jeringau ini dimanfaatkan untuk membasmi beberapa jenis kutu, di Malaysia dimanfaatkan untuk membasmi rayap, dan di Filipina untuk mengusir walang sangit. Kandungan bahan aktif Komposisi minyak rimpang jeringau terdiri dari zat asarone (82%), kolamenol (5%), kolamen (4%), kolameone (1%), metil eugenol (1%) dan eugenol (0,3%) yang berfungsi sebagai insektisida nabati.

Vol.9/ Edisi XII Th.2010

Foto: Urip SR

Hama yang dikendalikan

Bagaimana cara perbanyakannya? Perbanyakan tanaman jeringau menggunakan stek batang, rimpang, atau dengan tunas-tunas yang muncul dari bukubuku- rimpang dan akar serabut. Tanaman jeringau pada edisi II/2010 kali ini melengkapi koleksi tumbuhan penghasil pestisida nabati yang sebelumnya pernah diulas di buletin ini, walaupun sebenarnya sangat banyak, yaitu sekitar 2.400 jenis yang termasuk ke dalam 235 famili. Insya Allah secara rutin pada setiap penerbitan Buletin Peramalan OPT akan selalu menghadirkan ulasan mengenai tumbuhan penghasil pestisida nabati. Semoga ulasan singkat ini berguna bagi petani yang bermasalah dengan OPT.(BP)*** Daftar Pustaka: Pestisida nabati: Ramuan dan Aplikasi Oleh Ir. Agus Kardinan, MSc. PT. Penebar Swadaya, 2000.

36


BULETIN PERAMALAN OPT

Cara Mengatasi Sembelit... imbulnya keinginan untuk menghimpun resep-resep obat tradisional dalam rubric ini, sebenarnya didorong oleh beberapa factor. Faktor utama karena kesadaran akan pentingnya melestarikan warisan nenek moyang yang amat berfaedah itu agar tetap bias dimanfaatkan generasinya. Faktor kedua, karena sampai saat ini masih banyak penduduk yang belum terjangkau sistem pengobatan modern. Melalui rubrik ini secara bersambung akan mengular cara-cara pengobatan tradisional yang masih dipakai di daerah pedesaan hingga saat ini. Seperti diketahui, lebih dari 25 persen penduduk Indonesia belum terjangkau pengobatan modern. Bagi masyarakat yang tinggal di pedesaan yang mengalami kesulitan transportasi, peranan resep obat tradisional sangat banyak membantu. Tak ada yang memungkiri manfaat resep tradisional, terlebih kalau digunakan sebagai pertolongan pertama sebelum dibawa ke rumah sakit.

Penyakit sembelit atau sulit buang air besar, lebih tepat kalau disebut gejala dari suatu penyakit. Sebab terjadinya sembelit sangat banyak sekali. Misalnya, bisa saja disebabkan kurang makan buah-buahan atau sayur-sayuran, terlalu banyak duduk, dan sebagainya. Pengobatan: 1. Wortel dua batang, dicuci lalu diparut dan dibubuhi air masak 2 sendok makan dan garam sedikit. Diperas dan airnya diminum 2 kali sehari

Kulit buah durian ternyata berguna untuk mengobati sakit sembelit, (Foto: Urip SR).

2. Kulit buah durian 1 telapak tangan, dicuci lalu diparut. Diberi air garam 2 sendok makan, diremas baik-baik lalu digunakan mengurap perut sekaligus dibalut. Lakukan 2 kali sehari. 3. Buah nanas yang cukup besar dan telah masak 3 buah, dikupas dan dicuci lalu diparut. Peras dan saring lalu airnya diminum 2 kali sehari 1/2 gelas. Selamat Mencoba‌!!!(PL)***

Vol.9/ Edisi XII Th.2010

Nanas buah meja yang multifungsi selain sebagai buah segar juga sebagai obat. (Foto: Urip SR). 37


BULETIN PERAMALAN OPT

ď€

Seputar K ehidupan dan

erubahan iklim yang ekstrim berdampak besar terhadap kehidupan para petani, kondisi iklim yang tidak menentu sangat memukul petani kecil di daerah Gunungkidul DIY. Kalau sudah begini, terpaksa panen lebih awal daripada tanaman busuk di lahan. “Menawi kados ngaten kepripun malih, Mas, kawula nggih pasrah mawon�, begitulah tutur mbok Giyem di sela-sela aktifitas bertaninya. Tanaman ini hanya dimanfaatkan untuk pakan ternak. (uripsr@ymail.com)***

Vol.9/ Edisi XII Th.2010

38



Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.