MAJALAH PERAMALAN OPT Vol.16, No.1. April 2017
1
Media Komunikasi Masyarakat Perlindungan
Pelindung Kepala BBPOPT
Fokus Perluasan Areal Jagung
Penanggung Jawab Kepala Bidang Pelayanan Teknis Informasi Dan Dokumentasi
Pimpinan Redaksi Kepala Seksi Informasi dan Dokumentasi
Wk. Pimpinan Redaksi Kepala Seksi Pelayanan Teknis
Redaktur Pelaksana Ruswandi Baskoro Sugeng Wibowo Mustaghfirin Memed Jamhari Lilik Retnowati Edi Suwardiwijaya Suwarman Wayan Murdita Urip S. Riyadi
Staf Redaksi Dulhalim
Dokumentasi & Grafis uripsr@ymail.com
Sirkulasi & Distribusi Eri Budiyanto
Alamat Redaksi Jl. Raya Kaliasin Tromol Pos 1 Jatisari Karawang - Jawa Barat (41374) : (0264) 360581, 360368 : bbpoptjatisari@pertanian.go.id
K
ementerian Pertanian menetapkan target produksi jagung tahun 2017 sebanyak 30 juta ton. Jumlah itu dihitung dari luas tanam 6 juta hektar (ha) dan luas panen 5 juta ha. Dengan angka kebutuhan sebesar 23 juta ton, terdiri dari konsumsi langsung, pabrik pakan, pakan lokal, benih/bibit dan industri pakan non lokal, maka produksi bakal berlebih. Dirjen Tanaman Pangan, Kementerian Pertanian, Sumarjo Gatot Irianto mengatakan, untuk bisa mencapai target produksi, pihaknya akan fokus pada perluasan areal tanam, terutama di daerah non konvesional. Dengan cara itu, diharapkan nantinya areal tanam jagung tidak bersaing dengan tanam padi dan kedelai yang selama ini berada di lahan konvesional. Salah satu contoh areal non konvesional berada di Sulawesi Utara. Potensi arealnya masih luas untuk pertanaman baru. Di provinsi tersebut, pengembangan tanaman jagung diintegrasikan dengan tanaman kelapa. “Sekarang yang sudah ada 350 ha dan kita inginkan 500 ha yang baru,” tegasnya. Selain menggunakan lahan bawah tegakan kelapa, Kementan juga menargetkan penanaman jagung satu juta ha terintegrasi dengan lahan perkebunan kelapa sawit di seluruh Indonesia tahun 2017. Skenarionya selama menunggu kelapa sawit berbuah, jagung dapat ditanam antara 1-2 kali musim tanam, dengan target prouktivitas 4-5 ton/ha. Dengan kegiatan itu diharapkan dapat mendorong perluasan areal tanam jagung pada lahan-lahan perkebunan, kehutanan, Perhutani atau Inhutani, lahan kesultanan, lahan adat atau ulayat. Termasuk juga lahan lain yang sebelumnya tidak pernah ditanami jagung atau sebelumnya pernah ditanami jagung, tapi kemudian tidak ditanami lagi. Namun kata Gatot, untuk areal tanam konvesional, pemerintah tetap mendorong pertanaman jagung. (Sinta 3698)***
Majalah ini dapat diunduh di : http://bbpopt.tanamanpangan.pertanian.go.id/ artikelku/media-publikasi/majalah
MAJALAH PERAMALAN OPT Vol.16, No.1. April 2017
2
Daftar isi
4 10 15
INFO PERAMALAN PRAKIRAAN OPT UTAMA PADI MT.2017
INFO PERAMALAN
1 DARI REDAKSI Fokus Perluasan Areal Jagung
PRAKIRAAN OPT UTAMA JAGUNG MT.2017
3 SURAT PEMBACA
INFO PERAMALAN
Cara Tepat Tangani Tikus
PRAKIRAAN OPT UTAMA KEDELAI MT.2017
9 STOP PRESS Pengendalian OPT Utama Padi
20 REPOSTASE
22
TEKNOLOGI PERLINTAN Model Penanganan Daerah Endemis Wereng Batang Coklat.
Pencanangan percepatan tanam padi MT. April- September 2017 tingkat Provinsi Jawa Barat.
25 KLINIK TANAMAN Awas Kerdil Rumput
26 HOT NEWS Waspada..! Wereng Jagung Mengintai
29 INFO KAJIAN Cover depan : Percepatan Tanam MT. 2017 (Foto : Urip SR)
Pengaruh waktu infeksi tungro tehadap kehilangan hasil di lapangan
32 MIMBAR PROTEKSI Kenali Virus CPMMV pada Kedelai
34 INFO IPTEK Mitigasi Gas Rumah Kaca
MAJALAH PERAMALAN OPT Vol.16, No.1. April 2017
3
ď‚šď€ Masalah : Tikus memang menjengkelkan. Bila sudah menyerang tanaman padi, maka kerusakan yang ditimbulkannya tidak sedikit, bahkan mengalami puso. Saya pernah merasa kesulitan untuk mengatasi hama tikus itu. Bahkan, para petani merasa kewalahan menghadapi tikus. Pertanyaan saya adalah : “Bagaimanakah cara yang jitu untuk mengendalikan hama tikus?â€? Mohon penjelasan. Terima Kasih. Hormat saya H. Idin Kelompok Tani Cijalu II Tempuran - Karawang
Solusi : Berdasarkan pemantauan di lapangan menunjukkan hampir semua OPT utama pada tanaman padi (Tikus, Penggerek Batang Padi, Wereng Batang Coklat, Tungro, Blas, dan Kresek/BLB) menunjukkan trend peningkatan. Peningkatan serangan hama tikus di daerah sentra produksi padi dapat berdampak pada peningkatan produksi secara nasional dan sangat merugikan petani. Upaya - upaya yang dapat dilakukan untuk menekan populasi hama tikus antara lain sebagai berikut : Operasional pengendalian tikus dilakukan mulai dari persiapan tanam sampai dengan selepas panen. Hal ini perlu dipahami oleh para petani karena pada fase persiapan atau bera belum terjadi kerusakan atau kerusakan belum terjadi di pertanaman. Oleh karena itu, perlu adanya penyuluhan kepada para petani. Pengorganisasian gerakan operasional mutlak diperlukan dan harus dibentuk terlebih dahulu dengan melibatkan semua instansi terkait baik pemerintah, swasta, maupun masyarakat luas. Di tingkat petani, kelompok petani atau paguyuban petani dan sejenisnya dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin dalam pengorganisasian gerakan pengendalian hama tikus ini. Sumber serangan hama tikus umumnya tidak hanya terjadi di pertanaman. Oleh karena itu, koordinasi dan kerjasama dengan berbagai instansi terkait perlu dijalin untuk mengendalikan populasi di lokasi yang bukan merupakan tanggung jawab petani. Misalnya, tanggul irigasi, jalan-jalan umum/jalan raya, rel kereta api, semak belukar, lahan kosong yang tidak diusahakan, perbatasan hutan/ perkebunan, dan lain-lain.
1 2 3
4
Dalam pelaksanaan di lapangan, pemanfaatan semua jaringan petugas pertanian perlu dilakukan. Di daerah-daerah yang telah melaksanakan PHT, petani alumni SLPHT maupun petani pemandu PHT dapat dimanfaatkan untuk menjadi pelopor gerakan pengendalian hama tikus. Mengupayakan penyelenggaraan SLPHT skala luas khusus untuk hama tikus baik bagi petugas maupun petani. Teknologi pengendalian harus diterapkan secara kontinu, serentak pada areal yang luas dengan memadukan berbagai cara/teknologi yang kompatibel sebagai berikut : a. Gerakan pengendalian pada masa pratanam melalui gropyokan pada fase bera dan pengolahan tanah.
5
b. Tanam serempak pada areal yang cukup luas (misalnya satu golongan air irigasi). c. Pengendalian secara fisik/mekanis dengan pemasangan bubu yang dikombinasikan dengan pagar plastik di persemaian terutama di daerah endemis kronis. d. Pemasangan perangkap di pertanaman, tergantung pada ketersediaan teknologi dan sarana setempat, misalnya perangkap bamboo. e. Pemanfaatan tanaman perangkap yang ditanam lebih awal 20 hari daripada waktu tanam pada hamparan atau menggunakan varietas padi genjah. Luas tanaman perangkap berkisar 25-100 m2. Petak tanaman perangkap dipasang pagar plastik yang dikombinasikan dengan bubu perangkap. f.
Pemasangan umpan dengan racun rodentisida antikoagulan yang telah direkomendasikan pada saat bera dan stadia pertanaman vegetatif. Pengomposan dengan asap belerang pada stadia generatif.
g. Memanfaatkan semaksimal mungkin teknologi pengendalian yang bersifat spesifik lokasi seperti yang dihasilkan setempat dan dapat diterima oleh petani. Pemanfaatan musuh alami tikus seperti burung hantu. (BP)***
MAJALAH PERAMALAN OPT Vol.16, No.1. April 2017
4
ďƒ˝ Oleh : Wayan Murdita & Wahyudin POPT - BBPOPT
M
emasuki Musim Tanam (MT) 2017 (April-September 2017), prakiraan serangan OPT masih didominasi Penggerek Batang Padi (PBP) pada posisi puncak dengan luas serangan 97.775 ha. Urutan kedua Wereng Batang Coklat (WBC) sebanyak 49.753 ha dan disusul serangan Tikus seluas 39.917 ha. Posisi berikutnya adalah BLB, blas, dan tungro masing-masing 18.067 ha, 10.030 ha, dan 3.174 ha. Penyebaran OPT utama hampir merata di seluruh sentra produksi padi, terutama Pulau Jawa. Tetapi, serangan tungro hanya di wilayah tertentu, seperti Bali, NTB, sebagian kecil Jawa Barat dan Sulawesi Selatan. Tabel 1. Kejadian Serangan OPT Utama Padi MT.2016/2017 dan Prakiraan luas Serangan MT. 2017 di Indonesia. No.
OPT UTAMA
KLTS MT. 2016/2017 (ha)
Prakiraan Serangan MT. 2017 (ha)
Sasaran Tanam MT. 2017 (Ha)
Prakiraan Ser. OPT Thd sasaran Tanam (%)
1
PBP
48.179
97.775
1,43
2
WBC
32.838
49.753
0,73
3
TIKUS
46.883
39.917
0,58
4
TUNGRO
2.280
3.174
5
BLAS
31.024
10.030
0,15
6
BLB
31.331
18.067
0,26
192.533
218.717
Jumlah
Prakiraan serangan OPT Utama Padi MT. 2017 menurut Provinsi di Indonesia. Prakiraan serangan PBP diprakirakan terjadi di Provinsi Jawa Tengah seluas 26.232 ha, Jawa Barat seluas 16. 889 ha, dan Sumatera Selatan seluas 6.918 ha. WBC serangan tertinggi diprakirakan terjadi di Provinsi Jawa Barat seluas 19.424 ha, urutan kedua di Provinsi Jawa Timur seluas 8.586 ha, dan ketiga di Provinsi Jawa Tengah seluas 6.457 ha. Prakiraan serangan Tikus tertinggi diprakirakan terjadi di Provinsi yaitu Jawa Barat seluas 6.031 ha, urutan kedua di Provinsi Jawa Tengah seluas 5.420 ha, dan ketiga di Provinsi Sumatera Selatan seluas 4.932 ha.
6.827.990
0,05
6.827.990
Untuk penyakit Tungro diprakirakan serangan terjadi di Provinsi Jawa Barat (667 ha), Bali (597 ha) dan DIY (483 ha). Selanjutnya untuk penyakit Blas diprakirakan akan terjadi di Provinsi Jawa Barat (1.599 ha), Jawa Tengah (1.321 ha) dan Jawa Timur (1.136 ha). Untuk penyakit Bacterial Leaf Bight (BLB) atau biasa dikenal dengan sebutan penyakit Kresek serangan diprakirakan akan terjadi di Provinsi Jawa Tengah seluas 4.632 ha, Jawa Barat seluas 3.808 ha dan Provinsi Jawa Timur seluas 2.512 ha. Prakiraan serangan OPT Utama Padi MT. 2017 menurut Provinsi di Indonesia secara lengkap tersaji di Tabel 2. MAJALAH PERAMALAN OPT Vol.16, No.1. April 2017
5
Tabel 2. Prakiraan Serangan OPT Utama Padi MT.2017 menurut Provinsi di Indonesia No.
Propinsi
PBP (ha)
WBC (ha
TIKUS (ha)
TUNGRO (ha)
BLAS (ha)
BLB (ha)
2.611
346
2.146
24
591
1.262
1
Aceh
2
Sumatera Utara
643
124
855
28
360
551
3
Sumatera Barat
100
555
703
84
95
42
4
Riau
1.128
41
334
6
146
86
5
Jambi
251
668
191
7
97
58
6
Sumatera Selatan
6.918
4.445
4.932
63
914
994
7
Bengkulu
373
93
441
110
126
122
8
Lampung
2.710
847
1.414
6
529
357
9
Kep. Babel
137
226
267
33
93
5
10
Kep. Riau
2
3
2
6
5
4
11
DKI Jakarta
2
3
48
6
10
19
12
Jawa Barat
16.889
19.424
6.031
667
1.599
3.808
13
Jawa Tengah
26.323
6.457
5.420
284
1.321
4.632
14
DI Jogjakarta
1.158
394
947
26
124
543
15
Jawa Timur
6.267
8.586
2.488
483
1.136
2.512
16
Banten
2.014
3.364
557
29
246
929
17
Bali
492
596
454
597
146
210
18
NTB
1.401
726
536
162
348
391
19
NTT
1.835
214
244
230
142
97
20
Kalbar
1.931
178
1.226
56
327
191
21
Kalteng
350
423
461
7
90
42
22
Kalsel
52
434
273
51
83
31
23
Kaltim
2.340
396
989
9
232
67
24
Kaltara
2
3
2
6
5
4
25
Sulawesi Utara
456
3
164
35
15
45
26
Sulteng
4.286
330
981
60
10
144
27
Sulsel
6.851
610
4.925
39
384
422
28
Sultra
5.589
403
2.175
20
278
48
29
Gorontalo
2.209
506
141
6
102
246
30
Sulbar
1.143
181
328
6
60
125
31
Maluku
335
62
97
6
129
22
32
Maluku Utara
167
3
26
6
15
4
33
Papua Barat
638
101
52
6
29
36
34
Papua
175
7
66
15
244
18
97.775
49.753
39.917
3.174
10.030
18.067
JUMLAH
MAJALAH PERAMALAN OPT Vol.16, No.1. April 2017
6
PRAKIRAAN LUAS SERANGAN PENGGEREK BATANG PADI PADA TANAMAN PADI MT.2017 MENURUT PROVINSI DI INDONESIA
PRAKIRAAN LUAS SERANGAN WERENG BATANG COKLAT PADA TANAMAN PADI MT.2017 MENURUT PROVINSI DI INDONESIA
MAJALAH PERAMALAN OPT Vol.16, No.1. April 2017
7
PRAKIRAAN LUAS SERANGAN TIKUS PADA TANAMAN PADI MT.2017 MENURUT PROVINSI DI INDONESIA
PRAKIRAAN LUAS SERANGAN PENYAKIT HAWAR DAUN BAKTERI (BLB) PADA TANAMAN PADI MT.2017 MENURUT PROVINSI DI INDONESIA
MAJALAH PERAMALAN OPT Vol.16, No.1. April 2017
8
PRAKIRAAN LUAS SERANGAN BLAS PADA TANAMAN PADI MT.2017 MENURUT PROVINSI DI INDONESIA
PRAKIRAAN LUAS SERANGAN TUNGRO PADA TANAMAN PADI MT.2017 MENURUT PROVINSI DI INDONESIA
MAJALAH PERAMALAN OPT Vol.16, No.1. April 2017
9
1. Penggerek Batang Padi Pratanam - Pengolahan tanah : Pengolahan lahan dan pengolahan tanah untuk persemaian dilakukan bersamaan agar ulat berdiapause dapat terbunuh, penundaan waktu sebar benih (untuk PBPP) minimal 10 hari setelah puncak penerbangan ngengat dari tunggul, pemotongan jerami < 5 cm dari permukaan tanah. Persemaian : Pengumpulan dan inkubasi kelompok telur agar parasitoid yang muncul dapat dilepaskan kembali, pemasangan lampu petromaks atau lampu listrik untuk penangkapan ngengat dikombinasikan dengan pemasangan bak yang berisi air yang dicampur dengan minyak tanah dengan perbandingan 1:40, eradikasi selektif tanaman terserang. Tanaman Muda (Tanam - Anakan Maksimum) : Pengumpulan dan pemeliharaan kelompok telur untuk pelepasan parasitoid, penggunaan insektisida yang diijinkan dan efektif bila serangan sundep > 6%. Tanaman Tua (Primordia - Berbunga) : Pencabutan beluk segar sampai bagian bawah malai, penggunaan insektisida yang diizinkan bila beluk >10%. Pematangan Bulir ( Pengisian bulir - Panen) : Pencabutan beluk segar 2. Wereng batang Coklat Pratanam - Pengolahan tanah : Sanitasi lahan, pemusnahan singgang, pola tanam dan perencanaan pergiliran tanaman, pergiliran varietas dengan biotipe dan musim tanam. Persemaian : Pemantauan populasi Wereng Batang Coklat dan musuh alami, pada daerah endemis berat dapat digunakan insektisida butiran (granule). Tanaman Muda (Tanam - Anakan Maksimum) : Penggunaan insektisida yang diizinkan dan efektif pada populasi > 10 ekor/rumpun tanaman berumur < 40 hari Hst, populasi > 40 ekor/rumpun tanaman berumur > 40 Hst. Tanaman Tua (Primordia - Berbunga) : Penggunaan insektisida yang diizinkan dan efektif pada : populasi > 20 ekor/rumpun pada tanaman berumur >40 Hst. 3. Tikus Sawah Upaya yang dilakukan pada hama tikus sawah adalah sebagai berikut : Pratanam - Pengolahan tanah : Gropyokan, sanitasi lingkungan, pengumpanan beracun, pengemposan asap beracun, pelestarian musuh alami (ular, burung hantu). Persemaian : Pemagaran persemaian dengan plastic dikombinasi pemasangan bubu tikus, gropyokan, pengumpunan beracun, pengemposan dengan asap beracun. Tanaman Muda (Tanam - Anakan Maksimum) : Pengumpanan beracun bila ada gejala serangan, sanitasi lingkungan, jarak tanam tidak terlalu rapat, pemupukan berimbang, pengemposan asap belerang, pemasangan pagar plastik dikombinasikan dengan pemasangan bubu tikus.
Tanaman Tua (Primordia - Berbunga) : Pengemposan asap beracun, pelestarian musuh alami, pemasangan perangkap, dan pengeringan berkala. Pematangan Bulir ( Pengisian bulir - Panen) : Pengemposan asap belerang, pemasangan perangkap bumbung bambu, pelestarian musuh alami 4. Penyakit Tungro Pratanam - Pengolahan tanah : Pengolahan tanah secara baik sehingga lahan bersih dari sisa tanaman terserang atau singgang yang terinfeksi virus, sebar benih minimal 5 hari setelah selesai pengolahan tanah, pengaturan waktu yang tepat agar saat populasi wereng daun hijau tinggi tanaman telah berumur lebih 65 Hst sehinggga tanaman terhindar dari puncak penerbangan, pergiliran varietas tetua ketahanannya. Persemaian : Hindari penggunaan bibit dari daerah endemis tungro, musnahkan bibit yang terserang, bila dianggap perlu pergunakan carbofuran sebelum menyebar benih secara topsoil incorporation (benamkan kedalam tanah) dengan dosis 4 kg/500M2 , persemaian berkelompok, nilai indek tekanan tungro >75% tanaman terancam. Tanaman Muda (Tanam - Anakan Maksimum) : Musnahkan tanaman yang terserang tungro secara selektif (dibenamkan ke dalam tanah/lumpur). 5. Penyakit Blas Pratanam - Pengolahan tanah : Pembenaman jerami sakit sampai membusuk yang dilakukan sambil pengolahan tanah, penggunaan benih sehat. Persemaian : Penggunaan varietas tahan, penggunaan benih sehat, pada daerah serangan padi gogo dapat dilakukan perlakuan benih (seed treatment). Tanaman Muda (Tanam - Anakan Maksimum) : Pengaturan jarak tanam sistem legowo (jajar legowo 2:1 atau 3:1), dan aplikasi agens antagonis Paenibacillus polymyxa pada saat umur 14, 28, dan 42 Hst dosis 2,5 liter/Ha dengan larutan semprot 500 liter/Ha. Tanaman Tua (Primordia - Berbunga) : Penggunaan fungisida efektif dan diizinkan pada 2 minggu sebelum keluar malai, pemakaian pupuk N secara optimal untuk daerah serangan endemis paling tinggi 90 kg N/Ha. 6. Penyakit Hawar daun Bakteri (BLB)
Pratanam - Pengolahan tanah : Sanitasi tanaman inang, penanaman varietas tahan (Code dan Angke). Persemaian : Penggunaan benih sehat, sanitasi inang pada saluran irigasi, hindari penggenangan terlalu dalam, perendaman benih menggunakan agens antagonis Paenibacillus polymyxa selama 15 menit dosis 5 cc/liter. Tanaman Muda (Tanam - Anakan Maksimum) : Pemupukan berimbang sesuai anjuran setempat, sanitasi rerumputan sumber pathogen, pengeringan berkala yaitu 1 hari diairi dan 3-4 hari dikeringkan, aplikasi agens antagonis Paenibacillus polymyxa pada saat umur 14, 28, dan 42 Hst dosis 2,5 liter/Ha dengan larutan semprot 500 liter/Ha.
MAJALAH PERAMALAN OPT Vol.16, No.1. April 2017
10
Foto: Urip SR
ď&#x192;˝ Oleh : Wayan Murdita, Wahyudin POPT - BBPOPT
P
rakiraan serangan OPT utama Jagung di Indonesia pada Musim Kemarau MT. 2017 adalah sebesar 14.460 ha. Prakiraan serangan berturut-turut adalah Lalat Bibit pada urutan pertama seluas 1.371 ha. Urutan kedua Penggerek Batang Jagung seluas 4.038 ha dan disusul Penyakit Bulai seluas 3.251 ha. Posisi berikutnya adalah Tikus, Penggerek Tongkol, dan Ulat Grayak masing-masing 2.014 ha, 2.488 ha, dan 1.071 ha. Penyebaran OPT utama hampir merata di seluruh sentra produksi jagung, terutama Pulau Jawa. Secara rinci prakiraan serangan OPT utama Jagung dapat dilihat pada Tabel 3 sebagai berikut :
Tabel 3. Kejadian Serangan OPT Utama Jagung MT. 2016/2017 dan Prakiraan luas Serangan MT. 2017 di Indonesia. No.
OPT UTAMA
KLTS MT. 2016/2017 (Ha)
Prakiraan Serangan MT. 2017 (ha)
Sasaran Tanam MT. 2016/17 (Ha)
Persentase Prakiraan thd sasaran Tanam (%)
966
1.371
0.05 0.16
1
Lalat Bibit
2
Penggerek Batang
2.662
4.038
3
Penyakit Bulai
2.263
3.251
4
Tikus
1.760
2.014
5
Penggerek Tongkol
2.163
2.488
0.10
6
Ulat Grayak
1.071
1.298
0.05
10.885
14.460
Jumlah
Prakiraan serangan OPT Utama Jagung MT. 2017 menurut Provinsi di Indonesia.
Prakiraan serangan Lalat Bibit diprakirakan terjadi di Provinsi Sumatera Selatan seluas 305 ha, Sulawesi Utara seluas 205 ha, dan Gorontalo seluas 192 ha. Penggerek Batang serangan tertinggi diprakirakan terjadi di Provinsi NTT seluas 507 ha, urutan kedua di Provinsi Jawa Tengah seluas 421 ha, dan ketiga di Provinsi Sulawesi Barat seluas 372 ha. Prakiraan serangan penyakit Bulai tertinggi diprakirakan terjadi di Provinsi yaitu Jawa Timur seluas 1.300 ha, urutan kedua di Provinsi Jawa Tengah seluas 821 ha, dan ketiga di Provinsi Jawa Barat seluas 162 ha.
2.496.963
2.496.963
0.13
0.08
0.58
Untuk serangan Tikus diprakirakan akan terjadi di Provinsi Sumatera Selatan seluas 658 ha, Sulawesi Barat seluas 318 ha, dan Sulawesi Utara seluas 208 ha. Selanjutnya untuk serangan Penggerek Tongkol diprakirakan akan terjadi di Provinsi Gorontalo (361 ha), Sumatera Selatan (298 ha) dan Jawa Barat (269 ha). Selanjutnya untuk Ulat Grayak serangan diprakirakan akan terjadi di Provinsi Gorontalo seluas 230 ha, Aceh seluas 183 ha dan Provinsi Sumatera Selatan seluas 172 ha. Data prakiraan serangan OPT utama Jagung MT. 2017 selengkapnya tersaji di Tabel 4.
MAJALAH PERAMALAN OPT Vol.16, No.1. April 2017
11
Tabel 4. Prakiraan Serangan OPT Utama Jagung MT.2017 menurut Provinsi di Indonesia No.
Propinsi
Lalat Bibit (ha)
Penggerek Batang (ha)
Penyakit Bulai (ha)
TIKUS (ha)
Penggerek Tongkol (ha)
Ulat Grayak (ha)
1
Aceh
40.37
216
48.32
53
163
183
2
Sumatera Utara
6.54
37
17.17
103
5
28
3
Sumatera Barat
2.82
57
41.18
25
7
3
4
Riau
2.82
73
26.91
8
89
39
5
Jambi
10.14
21
8.12
6
18
26
6
Sumatera Selatan
305.08
340
290
658
298
172
7
Bengkulu
2.82
82
2.19
3
25
4
8
Lampung
24.85
114
57.96
20
3
18
9
Kep. Babel
2.82
5
2.19
3
3
3
10
Kep. Riau
2.82
5
2.19
3
3
3
11
DKI Jakarta
2.82
5
2.19
3
3
3
12
Jawa Barat
162.24
151
162,31
14
269
41
13
Jawa Tengah
97.64
421
821,47
44
182
25
14
DI Jogjakarta
6.37
81
61.82
3
4
3
15
Jawa Timur
89.64
155
1.300,21
66
77
57
16
Banten
2.82
5
2.19
3
3
3
17
Bali
2.82
26
3.50
3
3
3
18
NTB
24.12
42
155.17
38
8
6
19
NTT
92.11
507
12.85
5
262
162
20
Kalbar
9.67
32
2.19
9
19
3
21
Kalteng
2.82
5
20.83
3
3
3
22
Kalsel
2.82
5
2.19
3
3
3
23
Kaltim
2.82
91
36.79
21
72
3
24
Kaltara
2.82
5
2.19
3
3
3
25
Sulut
205.34
158
20.83
208
89
4
26
Sulteng
2.82
5
2.19
3
3
3
27
Sulsel
6.37
299
116.21
198
41
41
28
Sultra
2.82
98
6.15
35
250
127
29
Gorontalo
192,74
327
11,77
124
361
230
30
Sulbar
12.14
372
3.50
318
136
69
31
Maluku
28.09
45
4.16
5
22
4
32
Maluku Utara
5.34
29
2.19
4
25
3
33
Papua Barat
9.67
91
2.19
18
6
10
34
Papua
2.82
137
18.25
3
28
17
JUMLAH
1.371
4.038
3.251
2.014
2.488
1.298
MAJALAH PERAMALAN OPT Vol.16, No.1. April 2017
12
PRAKIRAAN LUAS SERANGAN LALAT BIBIT PADA TANAMAN JAGUNG MT. 2017 MENURUT PROVINSI DI INDONESIA
PRAKIRAAN LUAS SERANGAN PENGGEREK BATANG PADA TANAMAN JAGUNG MT. 2017 MENURUT PROVINSI DI INDONESIA
MAJALAH PERAMALAN OPT Vol.16, No.1. April 2017
13
PRAKIRAAN LUAS SERANGAN PENYAKIT BULAI PADA TANAMAN JAGUNG MT. 2017 MENURUT PROVINSI DI INDONESIA
PRAKIRAAN LUAS SERANGAN TIKUS PADA TANAMAN JAGUNG MT. 2017 MENURUT PROVINSI DI INDONESIA
MAJALAH PERAMALAN OPT Vol.16, No.1. April 2017
14
PRAKIRAAN LUAS SERANGAN PENGGEREK TONGKOL PADA TANAMAN JAGUNG MT.2017 MENURUT PROVINSI DI INDONESIA
PRAKIRAAN LUAS SERANGAN ULAT GRAYAK PADA TANAMAN JAGUNG MT.2017 MENURUT PROVINSI DI INDONESIA
MAJALAH PERAMALAN OPT Vol.16, No.1. April 2017
15
Foto : Urip SR
ď&#x192;˝ Oleh : Wayan Murdita, Wahyudin POPT - BBPOPT Jatisari
P
rakiraan serangan OPT utama Kedelai di Indonesia pada Musim Kemarau MT. 2017 adalah sebesar 2.330 ha. Prakiraan serangan berturut-turut adalah Ulat Grayak pada urutan pertama seluas 600 ha. Urutan kedua Penggulung Daun seluas 537 ha dan disusul Penggerek Polong seluas 516 ha. Posisi berikutnya adalah Lalat Kacang, Ulat Jengkal, dan Tikus masing-masing 286 ha, 225 ha, dan 166 ha. Penyebaran OPT utama hampir merata di seluruh sentra produksi Kedelai, terutama Pulau Jawa. Secara rinci prakiraan serangan OPT utama Jagung dapat dilihat pada Tabel 5 sebagai berikut : Tabel 5. Kejadian Serangan OPT Utama Kedelai MT. 2016/2017 dan Prakiraan luas Serangan MT. 2017 di Indonesia. No.
OPT UTAMA
KLTS MT. 2016/2017 (Ha)
Prakiraan Serangan MT. 2017 (ha)
Sasaran Tanam MT. 2016/17 (Ha)
Presentase Prakiraan thd sasaran tanam (%)
1
Penggerek Polong
321
516
0.11
2
Lalat Kacang
110
286
0.06
3
Ulat Grayak
343
600
4
Tikus
55
166
0.04
5
Penggulung Daun
222
537
0.12
6
Ulat Jengkal
101
225
0.05
1.152
2.330
Jumlah
Prakiraan serangan OPT Utama Kedelai MT. 2017 menurut Provinsi di Indonesia. Prakiraan serangan Penggerek Polong diprakirakan terjadi di Provinsi Jawa Barat seluas 99 ha, Sumatera Selatan seluas 79 ha, dan Riau seluas 52 ha. Lalat Kacang serangan tertinggi diprakirakan terjadi di Provinsi Sumatera Selatan seluas 127 ha, urutan kedua di Provinsi Jawa Tengah seluas 47 ha, dan ketiga di Provinsi Jawa Barat seluas 20 ha. Prakiraan serangan Ulat Grayak tertinggi diprakirakan terjadi di Provinsi yaitu Papua Barat seluas 235 ha, urutan kedua di Provinsi DKI seluas 63 ha, dan ketiga di Provinsi Riau seluas 45 ha.
454.422
454.422
0.13
0.51
Untuk serangan Tikus diprakirakan akan terjadi di Provinsi Sumatera Selatan seluas 58 ha, Sulawesi Tenggara seluas 18 ha, dan Sulawesi Selatan seluas 10 ha. Selanjutnya untuk serangan Penggulung Daun diprakirakan akan terjadi di Provinsi Jawa Tengah (125 ha), Sumatera Selatan (86 ha) dan Aceh (72 ha). Selanjutnya untuk Ulat Jengkal serangan diprakirakan akan terjadi di Provinsi Jawa Tengah seluas 83 ha, Sulawesi Selatan seluas 25 ha dan Provinsi NTB seluas 14 ha. Data prakiraan serangan OPT utama Kedelai MT. 2017 selengkapnya tersaji di Tabel 6.
MAJALAH PERAMALAN OPT Vol.16, No.1. April 2017
16
Tabel 6. Prakiraan Serangan OPT Utama Kedelai MT. 2017 menurut Provinsi di Indonesia No.
Propinsi
Penggerek Polong (Ha)
Lalat Kacang (Ha)
Ulat Grayak (Ha)
TIKUS (Ha)
Penggulung Daun (Ha)
Ulat Jengkal (Ha)
1
Aceh
41
10
3
7
72
6
2
Sumatera Utara
7
3
3
2
7
3
3
Sumatera Barat
3
2
9
2
3
3
4
Riau
52
2
45
2
3
3
5
Jambi
5
10
3
2
23
3
6
Sumatera Selatan
79
127
3
58
86
25
7
Bengkulu
3
2
3
2
3
3
8
Lampung
6
2
3
2
23
3
9
Kep. Babel
3
2
3
2
3
3
10
Kep. Riau
3
2
28
2
3
3
11
DKI Jakarta
3
2
63
2
3
3
12
Jawa Barat
99
20
3
2
42
3
13
Jawa Tengah
32
47
44
9
125
83
14
DI Jogjakarta
3
4
3
2
5
4
15
Jawa Timur
41
2
4
2
14
9
16
Banten
3
2
15
2
3
3
17
Bali
3
2
4
2
3
3
18
NTB
12
2
3
5
47
14
19
NTT
23
2
3
2
3
6
20
Kalbar
3
2
3
2
3
3
21
KalTeng
3
2
3
2
3
3
22
KalSel
3
2
3
2
3
3
23
KalTim
5
2
3
2
5
3
24
Kaltara
3
2
11
2
3
3
25
Sulawesi Utara
3
2
9
2
3
3
26
Sulawesi Tengah
3
2
42
2
13
3
27
Sulawesi Selatan
35
2
3
10
3
3
28
Sultra
8
2
4
18
9
3
29
Gorontalo
3
2
3
2
3
3
30
Sulawesi Barat
5
2
3
2
3
3
31
Maluku
5
2
3
2
3
3
32
Maluku Utara
3
2
19
2
5
3
33
Papua Barat
5
2
235
3
13
7
34
Papua
10
2
3
3
3
6
516
286
600
166
537
225
Jumlah
MAJALAH PERAMALAN OPT Vol.16, No.1. April 2017
17
PRAKIRAAN LUAS SERANGAN PENGGEREK POLONG PADA TANAMAN KEDELAI MT.2017 MENURUT PROVINSI DI INDONESIA
PRAKIRAAN LUAS SERANGAN LALAT KACANG PADA TANAMAN KEDELAI MT.2017 MENURUT PROVINSI DI INDONESIA
MAJALAH PERAMALAN OPT Vol.16, No.1. April 2017
18
PRAKIRAAN LUAS SERANGAN ULAT GRAYAK PADA TANAMAN KEDELAI MT.2017 MENURUT PROVINSI DI INDONESIA
PRAKIRAAN LUAS SERANGAN TIKUS PADA TANAMAN KEDELAI MT.2017 MENURUT PROVINSI DI INDONESIA
MAJALAH PERAMALAN OPT Vol.16, No.1. April 2017
19
PRAKIRAAN LUAS SERANGAN PENGGULUNG DAUN PADA TANAMAN KEDELAI MT.2017 MENURUT PROVINSI DI INDONESIA
PRAKIRAAN LUAS SERANGAN ULAT JENGKAL PADA TANAMAN KEDELAI MT.2017 MENURUT PROVINSI DI INDONESIA
MAJALAH PERAMALAN OPT Vol.16, No.1. April 2017
20
ď&#x201A;ľď&#x20AC;
P
encanangan percepatan gerakan tanam padi serentak musim tanam (MT) April - September 2017 di Provinsi Jawa Barat secara seremonial di pusatkan di Desa Kalijati Kec. Jatisari, Kabupaten Karawang masih terbentur area lahan yang kian terbatas. Di Kabupaten Karawang, misalnya, lahan mulai tergerus kebutuhan pembangunan dan industri. "Karawang ini kan dekat dengan Jakarta. Pembangunan banyak sekali pasti," kata Kepala Badan Karantina Pertanian, Banun Harpini, dalam acara Gerakan percepatan tanam padi serentak musim tanam di desa Kalijati kec.Jatisari, Kab. Karawang Jawa Barat, Selasa (25/4/2017). Hal tersebut turut diamini petani setempat, secara bersamaan mengatakan banyak lahan dijual warga kepada pengembang untuk dibangun perumahan. "Sekarang sudah jarang petani punya tanah sendiri," kata Juned petani penggarap asal Kalijati. Meski demikian, pemerintah tetap menargetkan Jabar menambah lahan tanam lebih kurang 2,1 juta hektar tahun ini. Dari target tersebut, ujar Banun, sudah tercapai sekitar 900.000 hentar. "Kami distribusikan (LTT) ke 11 kabupaten. Kabupaten ini masih bisa punya lahan kering (untuk dikembangkan menjadi lahan padi). Kan walau pun musim kemarau tapi kemaraunya basah (el nina)," kata Banun. Selain lewat penambahan lahan baru, produksi panen juga terus didorong untuk mengejar target LTT. Diharapkan, lahan di Jabar dapat melakukan panen tiga kali tahun ini. "Batasnya kan sampai penanaman September. Makanya masih kami borong terus di bulan Juli. Kami adakan percepatan, lahan yang sudah panen segera bisa didorong lagi," tutur Banun. Menurut petani pun menganggap target tersebut kemungkinan bisa direalisasikan.
"Tahun ini baru dua kali panen. Hari ini mau panen. Habis panen paling tunggu seminggu baru bisa tanam lagi," kata Juned Namun, kebutuhan air untuk pertanian wajib terpenuhi agar lahan bisa ditanami. Saluran irigasi, Juned mengakui, sering terkena longsor walau jumlah air di hulu memadai sehingga lahan jadi kering. "Akhirnya kami harus tunggu (untuk menanam) dulu. Jalur irigasi memang baru setengah yang dibeton," ucapnya. Mengatasi hambatan di atas, Bupati Kabupaten Karawang Cellica mengatakan pemerintah setempat telah menargetkan pembangunan irigasi tahun ini. Perbaikan juga akan dilakukan di lahan irigasi. Bendungan Jatigede saat ini masih dalam proses pembangunan dan belum beroperasi secara optimal. Setelah rampung, waduk ini diharapkan bisa mengairi lahan di beberapa wilayah di Kabupaten Majalengka, Sumedang, Indramayu, dan Cirebon. "Lahan tadah hujan Nasional sekitar empat juta hektar kami jadikan embung. Pada musim kering dari April sampai September kami mengoptimalkan embung, sungai juga kami optimalkan. Air menjadi skala prioritas," ujar Banun Harpini. (USR)***
MAJALAH PERAMALAN OPT Vol.16, No.1. April 2017
21
MAJALAH PERAMALAN OPT Vol.16, No.1. April 2017
22
Oleh : Dianto MS (POPT - BBPOPT)
W
ereng Batang Coklat (WBC) Nilaparvata lugens Stal merupakan salah satu OPT utama padi. Serangan bisa terjadi mulai dari pesemaian hingga menjelang panen, Kerusakan yang ditimbulkan bersifat langsung dan tidak langsung. Kerusakan langsung mengakibatkan tanaman menjadi kuning, layu dan kering seperti terbakar (hopperburn). Secara tidak langsung sebagai vektor kerdil rumput/hampa. Beberapa faktor dapat memicu terjadinya serangan WBC dilapangan seperti, penggunaan salah satu varietas secara terus menerus (tanpa pergiliran) atau penggunaan pupuk nitrogen yang berlebihan dapat mengakibatkan terjadinya ledakan populasi. Selain hal tersebut, faktor yang paling dominan adalah perilaku/kebiasaan petani yang salah dalam melakukan penanganan terutama dalam hal pengendalian seperti terkait penggunaan pestisida kimia/sintetis. Berdasarkan hasil pemantauan di lapangan penggunaan pestisida kimia saat ini telah mencapai level yang sangat mengkhawatirkan. Hasil wawancara dengan beberapa petani padi khususnya, frekuensi penggunaan pestisida sintetis dalam satu musim tanam bisa mencapai 10 - 15 kali aplikasi dengan penggunaan bahan aktif 2-4 jenis yang dicampur/dioplos. Apabila hal demikian terus berlangsung tentu akan berdampak dan sangat berbahaya terhadap lingkungan serta terganggunya kelangsungan ekosistem di wilayah tersebut yang pada akhirnya memicu terjadinya resistensi dan resurjensi sehingga WBC tidak terkendali. Penanganan terhadap daerah endemis haruslah menyeluruh, tidak hanya bergantung pada faktor teknis akan tetapi permasalahan non teknis juga memegang peran yang sangat penting bagi keberhasilan dalam penanganan permasalahan WBC di lapangan. Dibidang teknis perlu diberi pemahaman tentang karakteristisk WBC seperti, bioekologi, diantaranya; siklus hidup, perkembangan, pemunculan bentuk sayap dan penyebarannya serta faktor lain yang mempengaruhinya. Model Penanganan Daerah Endemis WBC diawali dengan membuat perencanaan yang jelas seperti penentuan lokasi endemis berdasarkan data historis, menyusun rumusan kegiatan serta pemilihan kelompok tani yang tepat (mau bekerja sama). Kegiatan Model Penanganan Daerah Endemis WBC disusun berdasarkan tahapan kegiatan sebagai berikut; 1). Pendataan dan pemetaan wilayah endemis berdasarkan data historis. 2). Pendataan kelompok tani, 3). Koordinasi antar petugas terlkait (UPTD/mantri tani, Penyluh/PPL, POPT dan anggota kelompok tani). 4). Menyusun rencana kegiatan RDK/RDKK seperti menyusun jadwal, (pengolahan lahan, waktu semai, tanam, jadwal pertemuan/materi pertemuan (bimbingan teknis). Kegiatan tersebut disusun secara bersama antara Penyuluh/PPL POPT dan anggota/kelompok tani.
Ada dua hal yang perlu diperhatikan dalam penanganan suatu permasalahan didaerah endemis, yaitu; Pertama, Kemauan dan Tekad dari anggota/kelompok tani sebagai Pelaku. Kedua, sinergisitas atau harmonisasi antar petugas terkait, seperti Dinas Pertanian, UPTD/Penyuluh dan POPT sesuai tupoksi masing-masing. Berikut adalah teknologi Penanganan Daerah Endemis WBC yang dikembangkan oleh BBPOPT yang dilakukan di Kabupaten Karawang selama 3 (tiga) tahun berturut-turut (2014-2016). Persiapan, tahapan kegiatan meliputi :
Menyusun perencanaan RDK/RDKK secara bersama
antar pihak terkait, seperti; Dinas Pertanian, UPTD/ Mantri tani, PPL, POPT dan anggota/kelompok tani. Kegiatan yang dilakukan meliputi pemilihan varietas tahan WBC, menyusun jadwal, (pengolahan lahan, waktu semai/tanam, jadwal pertemuan/bimbingan teknis).
Melakukan bimbingan teknis P3OPT khusunya terkait OPT sasaran (WBC) berikut teknologi penanganannya.
Melakukan perbanyakan agens pengendali hayati/APH
(beuveria, metharrizium, pestisida nabati, dll) terkait pengendalian
Pengenalan jenis pestisida kimia/sintetis dan cara aplikasi yang bijaksana.
MAJALAH PERAMALAN OPT Vol.16, No.1. April 2017
23
Pelaksanaan, tahapan kegiatan : Monitoring Generasi Pendatang/imigran (G0) pada stadia pesemain dan pertanaman muda. Kegiatan yang dilakukan meliputi :
Melakukan pengamatan populasi WBC pendatang/ imigran secara bersama-sama
Presentasi dan Diskusi hasil pengamatan, Output berupa; Rekomendasi pengendalian. Kendalikan/ Tidak?, (1. Bahan pengendali selalu disesuaikan dengan keadaan populasi yang berkembang di lapangan, 2. Selalu berpedoman terhadap AP.)
Melakukan bimbingan teknis dalam rangka pengawalan dan pendampingan kegiatan
Menyusun jadwal pengendalian (waktu pelaksanaan, bahan pengendali yang akan digunakan, luas hamparan yang akan dikendalikan (ha) serta petugas pendamping)
Melakukan evaluasi hasil pengendalian dengan cara pengamatan terhadap populasi hasil pengendalian. Monitoring Generasi Pertama (G1) pada pertanaman berumur 31-60 hst
Melakukan pengamatan populasi WBC Diskusi hasil pengamatan, Output berupa; Rekomen-
dasi pengendalian. Kendalikan/Tidak?, (1. Bahan pengendali selalu disesuaikan dengan keadaan populasi yang berkembang di lapangan, 2. Selalu berpedoman terhadap AP.)
Melakukan bimbingan teknis dalam rangka pengawalan dan pendampingan kegiatan
Menyusun jadwal pengendalian (waktu pelaksanaan, bahan pengendali, luasan/ha serta petugas pendamping)
Melakukan evaluasi hasil pengendalian dengan cara pengamatan terhadap populasi hasil pengendalian. Monitoring Generasi Puncak (G2) pada pertanaman berumur 61-90 hst
Melakukan pengamatan populasi WBC Diskusi hasil pengamatan, Output berupa; Rekomendasi pengendalian. Kendalikan/Tidak?, (1. Bahan pengendali selalu disesuaikan dengan keadaan populasi yang berkembang di lapangan, 2. Selalu berpedoman terhadap AP.)
Melakukan bimbingan teknis dalam rangka pengawalan dan pendampingan kegiatan
Menyusun jadwal pengendalian (waktu pelaksanaan, bahan pengendali, luasan/ha serta petugas pendamping)
Melakukan evaluasi hasil pengendalian dengan cara pengamatan terhadap populasi hasil pengendalian.
Kegiatan penanganan daerah endemis OPT utama tanaman padidi Karawang oleh BBPOPT (Foto : Dianto MS) MAJALAH PERAMALAN OPT Vol.16, No.1. April 2017
24
Foto : Dianto MS Monitoring Generasi Emigran (G3) pada pertanaman berumur > 90 hst
Sebagai bahan catatan terkait kegiatan pengendalian, apabila menggunakan pestisida kimi/sintetis yaitu; 1). Selalu memperhatikan kepadatan populasi WBC (normal/ekstrim), 2). Stadia dominan (nimfa/dewasa), 3). Umur tanaman (vegetative/generative). Ketiga hal tersebut di atas penting untuk selalu diperhatikan, seperti; Kepadatan populasi akan berhubungan/berkorelasi positf terhadap kerusakan/serangan sehingga pemilihan insektisida harus tepat, yaitu yang bekerja cepat atau bersifat kontak/knockdown (untuk populasi ekstrim). Hal tersebut bertujuan terhadap penurunan populasi sehingga kerusakan dapat diminimalisir. Kedua, memperhatikan stadia WBC yang berkembang di lapangan, mana yang lebih dominan, nimfa atau dewasa?. Apabila nimfa, maka pengendalian sebaiknya menggunakan insektistatik (b.a. buprofezin) dengan waktu pengendalian dilakukan pada saat puncak populasi 5 (lima) hari setelah penetasan. Ketiga adalah berhubungan dengan stadia tanaman (vegetative/generative). Hal ini akan terkait dengan penggunaan volume semprot (kebutuhan cairan semprot ltr/ha). Untuk stadia vegetative penggunaan volume semprot sebaiknya 400 liter per ha, atau menggunakan 20 -23 tangki per ha (vol. tangki 17 liter). Stadia generatif 500 - 600 liter per ha, atau 30 – 36 tangki per ha atau bisa disesuaikan dengan kepadatan populasi yang berkembang di lapangan. Kegiatan selanjutnya adalah mengevaluasi hasil pengendalian. Hal ini penting dilakukan sebagai upaya mengetahui tingkat keberhasilan dari kegiatan yang telah dilakukan, sehingga dapat menentukan tindakan selanjutnya. Dibidang lainnya yang dilakukan BBPOPT adalah membangun dan penguatan kelembagaan baik di tingkat petani/kelompok maupun antar petugas. Ditingkat petani/kelompok menjadikan petani yang mandiri, berinovasi, ahli dan mampu mengatasi permasalahan khususnya terkait penanganan OPT. Sedangkan untuk petugas, upaya yang dilakukan adalah menjadikan petugas terkait seperti; UPTD, Penyuluh/PPL, POPT/PHP (TRIPARTIT) sebagai mitra kerja yang dapat bekerjasama, solid dan kompak serta terjalin harmonisasi dalam menjalankan kegiatan sesuai dengan tupoksi masing-masing.(DMS)***
Melakukan pengamatan populasi WBC Diskusi hasil pengamatan, Output berupa; Rekomendasi pengendalian. Kendalikan/Tidak?, (1. Bahan pengendali selalu disesuaikan dengan keadaan populasi yang berkembang di lapangan, 2. Selalu berpedoman terhadap AP.)
Melakukan bimbingan teknis dalam rangka pengawalan dan pendampingan kegiatan
Menyusun jadwal pengendalian (waktu pelaksanaan,
Penulis : Dianto Momon Sumono POPT Terampil Penyelia BBPOPT
bahan pengendali, luasan/ha serta petugas pendamping)
Melakukan evaluasi hasil pengendalian dengan cara pengamatan terhadap populasi hasil pengendalian.
MAJALAH PERAMALAN OPT Vol.16, No.1. April 2017
25
AWAS ..! KERDIL RUMPUT Kepada Yth. Pengasuh Klinik Tanaman Di. Tempat
Apakah penyakit kerdil rumput itu, dan bagaimana cara mengendalikannya? Hormat saya Sumarto PPL Gegesik - Cirebon Jawa Barat Jawab : Kerdil rumput ditularkan oleh wereng batang coklat (Nilaparvata lugens Stal). Virus kerdil rumput bersifat persisten dalam tubuh serangga. Virus ditularkan setelah 4 hari berada dalam tubuh serangga. Virus tidak dapat ditularkan melalui telur atau keturunan Wereng Batang Coklat (WBC). Namun demikian, jika WBC telah mengandung virus, maka virus tersebut tetap berada dalam tubuhnya walaupun berganti kulit. Penyakit kerdil rumput biasanya timbul secara epidemik setelah terjadi eksplosi WBC. Hal ini kemungkinan disebabkan karena tidak semua individu WBC yang ada di dalam suatu populasi mampu menularkannya, yaitu hanya sekitar 20% - 40% individu populasi WBC yang mampu menularkan. Penyakit kerdil rumput tersebar di seluruh Indonesia. Tanaman yang terinfeksi berat akan menjadi kerdil dengan jumlah anakan banyak, sehingga tampak seperti rumput. Daun tanaman padi menjadi sempit, pendek, kaku, berwarna hijau pucat sampai hijau tua, kadangkadang terdapat bercak karat. Tanaman yang terinfeksi biasanya dapat hidup sampai fase pemasakan tetapi tidak memproduksi malai. Stadia pertumbuhan tanaman yang paling rentan adalah pada saat tanam pindah sampai bunting. Penyakit disebabkan oleh virus yang ditularkan oleh WBC, dan tanaman inangnya hanya padi.
Eradikasi (selektif dan total) diikuti pemberaan lahan 1-2 bulan atau gilir tanam. Tanaman yang terserang berat dilakukan sanitasi/ eradikasi selektif dan yang puso dieradikasi total. Penggunaan insektisida efektif untuk WBC yang terdaftar dan diijinkan untuk tanaman padi. Aplikasi pada saat mencapai ambang pengendalian : populasi ≥ 10 ekor/rumpun pada tanaman berumur < 40 HST. Populasi 20 ekor/rumpun pada tanaman berumur ≥ 40 HST. Penggunaan insektisida dan teknik aplikasinya harus memenuhu 6 tepat (jenis, dosis, konsentrasi, sasaran, cara dan waktu). Menggunakan insektisida efektif berbahan aktif bufrofezin, fipronil, amidakloprid, karbofuran atau teametoksan. Selamat Mengendalikan…!!!(BP)***
Cara Pengendalian : Pengendalian kerdil rumput dilakukan terhadap vektornya yaitu Wereng Batang Coklat (WBC). Untuk itu, pengendalian yang dapat diterapkan antara lain sebagai berikut : Pengaturan pola tanam Penggunaan varietas tahan (Memberamo, Widas, Cimelati, Cigeulis, Ciapus dan Ciherang).
Tanaman yang terinfeksi berat akan menjadi kerdil dengan jumlah anakan banyak, sehingga tampak seperti rumput. (Foto : Ani WidartiBBPOPT) MAJALAH PERAMALAN OPT Vol.16, No.1. April 2017
26
ď ?
W
ereng Jagung (Peregrinus maidis Ashmead) adalah salah satu hama minor di tanaman jagung, namun keberadaan patut diwaspadai karena potensi kehilangan hasil yang disebabkan oleh serangan wereng ini bisa mencapai 70 %, hal ini disebabkan wereng ini menghisap cairan tanaman sehingga menyebabkan daun mongering dan bias menyebabkan tanaman manjadikerdil dan tidak menghasilkan tongkol yang sempurna. Serangan wereng jagung di wilayah Hawaii dilaporkan mendapat perhatian serius dikarenakan hama ini juga diketahui sebagi vector beberapa jenis virus diantaranya MMV (Maize Mosaic Rhabdovirus) dan MStV (Maize Tenui virus) (Nault dan Knoke 181; Takara dan Nishida 1983 dalam Nelly 2017). P. maidis banyak menyerang pertanaman jagung di beberapa Negara di daerah tropis maupun subtropis, seperti Afrika, India, Malaysia, Taiwan, Indonesia, Australia dan China (Tsae et al.1986). Jenis wereng jagung lainnya yaitu Stenocranus pasificus Kirkaldy dilaporkan telah menyerang pertanaman jagung di Philipina, ketika itu diberitakan wereng yang menyerang pertanaman jagung tersebut berasal dari genus Sogatella karena memiliki karakteristik morfologi yang hamper mirip. Kemiripan itu dikarenakan adanya garis putih pada abdomen betina dan tidak terdapat pada wereng jantan (Dumayo et al. (2017). Hasil penelitian Nelly dkk pada tahun 2016 dan dimuat pada Journal â&#x20AC;&#x153;Biodiversitasâ&#x20AC;? Departemen Perlindungan Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Andalas Bulan April 2017, menunjukan bahwa wereng jagung S. pasificus telah ditemukan pada pertanaman jagung di Kabupaten Pasaman Barat, Limapuluh Kota dan Tanah Datar Provinsi Sumatera Barat. Populasi S. pasificus ditemukan pada pertanaman jagung pada stadia vegetatif maupun generatif. Melihat kondisi pertanaman jagung, terutama disentra-sentra produksi jagung yang pertaniannya monokultur bahkan beberapa daerah dapat melakukan penanaman tiga kali selama setahun, tidak menutup kemungkinan serangan Peregrinus maidis dan Stenocranus pasificus akan menjadian ancaman serius dimasa yang akan datang. Morfologi Bentuk dan ukuran serangga dewasa mirip dengan hama wereng coklat dewasa yang meyerang padi. Siklus hidup 25 hari, masa telur 8 hari, telurnya berbentuk bulat panjang dan agak membengkok (seperti buah pisang), warna putih bening yang diletakkan pada jaringan pelepah daun secara terpisah atau berkelompok (Lilies 1991). Nimpa mengalami 5 instar, instar pertama berwarna kemerah-merahan kemudian berangsur-angsur berubah menjadi putih kekuning-kuningan. Disepanjang permukaan atas badannya terdapat bintik-bintik kecil berwarna coklat (Gabriel 1971).
Instar pertama menyukai daun-daun yang baru terbuka, pelepah daun, kelopak daun dan bunga jantan yang masih muda dan lunak. Tubuh wereng dewasa berwarna kuning kecoklatan, sayap bening dan kedua mata berwarna hitam, sedangkan pada genus Stenocranus agak kemerahan. Terdapat duri pada tibia belakang yang dapat berputar (Saranga 1978).
MAJALAH PERAMALAN OPT Vol.16, No.1. April 2017
27
Perbedaan karakteristik morfologi antara genus Pregrinus maydis dengan Stenocranus pacificus : Karakteristik Panjang tubuh
Peregrinus maydis
Stenocranus pasificus
3,7 - 5 mm
4 - 6,3 mm
Bagian kepala depan/frons terdapat pita longitudinal putih lebar di bagian median dan coklat sempit di bagian lateral
Longitudinal pita tidak tampak jelas
Longitudinal pita tampak jelas
Mesonotum dengan sepasang pita longitudinal oranye antara median putih
Longitudinal pita oranye pada mesonotum
Longitudinal pita oranye pada mesonotum tidak tampak
Bagian depan mata berwarna coklat kehitaman
Bagian depan mata berwarna coklat kemerahan
Mata depan
MAJALAH PERAMALAN OPT Vol.16, No.1. April 2017
28
Karakteristik
Peregrinus maydis
Stenocranus pasificus
Sayap
Terdapat titik hitam (pterostigma) pada sayap.
Tidak terdapat titik hitam (pterostigma) pada sayap
Penyebaran
Africa, Bangladesh, Cambodia, India, Indonesia, Caroline Island, Hawaii, Laos, Malaysia, Amerika Tengah, Amerika Selatan, Philippina, Sri Lanka, Taiwan, dan Tahiti.
Philippina (Pulau Luzon)
Host Plant (Inang)
Jagung, Sorghum, Tebu, rumput Cynodon dactilon, dan Rottboelliacochinchinensis
Padi (di Sumatera Barat dilaporkan menyerang tanaman Jagung)
Vektor Penyakit
Vektor penyakit MMV (Maize Mosa- Belum dilaporkan sebagai vektor ic Rhabdovirus) dan MStV (Maize penyakit. Tenui Virus)
Serangga dewasa ada yang mempunyai sayap panjang dan ada pula bersayap pendek. Mempunyai bintik pada ujung sayap dan bergaris kuning pada belakangnya. Sedangkan pada yang bersayap pendek mempunyai sayap transparan dengan bintik warna gelap. Keduanya mempunyai karakteristik dengan corak warna hitam dan putih pada bagian ventral abdomen (Kalshoven1981). Berkembang pada musim hujan lebih dari 500 ekor pertanaman pada umur jagung Âą 2 bulan, sedangkan pada musim kemarau populasi relatif rendah hanya 1-23 ekor pertanaman (Mantik dan Asmaniar 1994). Gejala serangan Gejala serangan pada daun tampak bercak bergaris kuning, garis-garis pendek terputus-putus sampai bersambung terutama pada tulang daun kedua dan ketiga. Daun tampak bergaris kuning panjang, begitu pula pada pelepah daun. Pertumbuhan tanaman akan terhambat, menjadi kerdil, tanaman menjadi layu dan kering (hopper burn). Waspadalah!!! (Dedi Darmadi - POPT Ahli Muda BBPOPT Jatisari*** Sumber : Abundance of corn planthopper (Stenocranus pacificus) (Hemiptera: Delphacidae) and the potential natural enemies in West Sumatra, Indonesia NOVRI NELLY,SYAHRAWATI, HASMIANDY HAMID Department of Plant Protection, Faculty of Agriculture, Universitas Andalas. Manuscript received: 19 October 2016. Revision accepted: 8 April 2017. Taxonomy and general biology of delphacid planthoppersin rice agroecosytems Aimee Lynn B. Dupo and Alberto T. Barrion Pp 3-156 IN Heong KL, Hardy B, editors. 2009. Planthoppers: new threats to the sustainability of intensive rice production systems in Asia. Los BaĂąos (Philippines): International Rice Research Institute. http://bugguide.net/node/view/1337566/bgimage Biology, host range and natural enemies of corn planthopper, Stenocranus pacificus Kirkaldy [2007] Dumayo, L.S. Ogdang, M.P. Leyza, P.S., Department of AgricultureRegional Crop Protection Center, Tacurong City (Philippines) http://agris.fao.org/ agris-search/search.
Penulis : Dedi Darmadi POPT Ahli Muda BBPOPT
MAJALAH PERAMALAN OPT Vol.16, No.1. April 2017
29
ď&#x201A;¤ď&#x20AC; Pengaruh Waktu Infeksi Tungro Terhadap Kehilangan Hasil di Lapangan
K
ajian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh waktu infeksi tungro terhadap kehilangan hasil di lapangan. Sasaran yang ingin dicapai pada kegiatan ini adalah diketahuinya pengaruh waktu infeksi tungro terhadap kehilangan hasil di lapangan. Kegiatan kajian dilaksanakan pada bulan Agustus sampai dengan Desember 2016 di Kecamatan Ngamprah, Kabupaten Bandung Barat, Provinsi Jawa Barat. Lokasi kegiatan ditentukan secara purposive yaitu ditempatkan di daerah endemis serangan tungro berdasarkan data historis selama minimal 4 musim tanam terakhir. Lokasi pengamatan dipilih hamparan yang menunjukkan gejala serangan penyakit tungro dan pengamatan dilakukan setiap minggu hingga panen. Tanaman yang menunjukkan gejala terserang ditandai dengan menancapkan ajir yang telah diberi keterangan waktu infeksi tungro sesuai umur tanaman. Tanaman yang menunjukkan gejala serangan dan telah diberi tanda diambil sebanyak 20 rumpun untuk sampel per stadia tanaman (minggu setelah tanamn / mst). Perhitungan kehilangan hasil dilakukan dengan cara total berat kering oven setiap rumpun terinfeksi dibagi dengan berat rata-rata biji kering oven dari setiap rumpun yang sehat (kontrol). Hasil kajian diperoleh model hubungan umur tanaman terinfeksi tungro minggu setelah tanam (mst) dengan kehilangan hasil panen sebagai berikut : y = 101,9 - 4,082x; R2 = 0,95; p=0.0007, dimana y = kehilangan hasil (%) dan x = umur tanaman saat terinfeksi (mst). Hal ini menujukkan bahwa semakin muda umur tanaman terinfeksi tungro maka semakin tinggi tingkat kehilangan hasilnya. Penyakit tungro adalah salah satu Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) penting pada tanaman padi di Indonesia. Penyakit tungro disebabkan oleh virus yang dibawa dan ditularkan oleh wereng hijau sebagai vektor. Ada 2 jenis virus penyakit tungro yaitu jenis berbentuk batang Rice Tungro Bacilliform Virus (RTBV) dan jenis berbentuk bulat Rice Tungro Sperical Virus (RTSV) (Hasanuddin, 2004). Serangan penyakit tungro di Indonesia semula dilaporkan terjadi di 7 (tujuh) provinsi pada tahun 1976, dewasa ini telah menyebar di 23 provinsi yang meliputi 142 kabupaten (ATA-162, 1992). Penyakit ini dapat meluas dengan cepat dan potensi merusak yang tinggi jika faktor pendukung seperti tersedianya sumber inokulum, adanya populasi serangga penular (vektor) terutama komposisi spesies Nephotettix virescens yang tinggi, penanaman varietas peka dan pola tanam yang tidak serempak serta faktor lingkungan yang sesuai. Infeksi penyakit tungro pada tanaman padi dapat terjadi sejak tanaman di pesemaian hingga fase generatif. Serangan penyakit tungro menyebabkan terjadinya kerusakan yang tidak dapat sembuh kembali, sehingga dapat menurunkan produksi baik kuantitas maupun kualitas. Kehilangan hasil akibat serangan penyakit tungro sangat ditentukan oleh stadia (umur) tanaman saat terinfeksi virus tungro, varietas, musim, dan pola perkembangan serta penyebaran tungro di pertanaman. Kehilangan hasil akan makin rendah dengan bertambahnya umur tanaman terinfeksi (ATA-162. 1992).
Dalam upaya untuk mengetahui kehilangan hasil akibat serangan penyakit tungro di lapang maka perlu diketahui pengaruh waktu saat tanaman infeksi. Namun demikian kajian tentang pengaruh waktu infeksi penyakit tungro terhadap kehilangan hasil masih kurang. Oleh karena itu Balai Besar Peramalan Organisme Pengganggu Tumbuhan (BBPOPT) pada tahun 2016 melaksanakan kegiatan pengaruh waktu infeksi penyakit tungro terhadap kehilangan hasil tanaman padi di lapangan.
Gejala serangan penyakit tungro pada tanaman padi (Foto : Wayan) MAJALAH PERAMALAN OPT Vol.16, No.1. April 2017
30
Penyebab Penyakit Tungro Penyakit tungro disebabkan oleh dua jenis virus yang berbeda yaitu virus bentuk batang Rice Tungro Bacilliform Virus (RTBV) dan virus bentuk bulat Rice Tungro Spherical Virus (RTSV).
Klasifikasi : Group : Group VII (dsDNA-RT) Family : Caulimoviridae Genus : Tungrovirus Species : RTBV (Tamba, 2012) Penyebaran Virus Tungro Penyakit tungro disebabkan oleh dua jenis virus yang berbeda yaitu virus bentuk batang Rice Tungro Bacilliform Virus (RTBV) dan virus bentuk bulat Rice Tungro Spherical Virus (RTSV). Kedua jenis virus tersebut tidak memiliki kekerabatan serologi dan dapat menginfeksi tanaman secara bersama-sama. Virus tungro hanya ditularkan oleh wereng hijau (sebagai vektor) tidak terjadi multiplikasi dalam tubuh wereng dan tidak terbawa pada keturunannya. Sejumlah spesies wereng hijau dapat menularkan virus tungro, namun Nephotettix virescens merupakan wereng hijau yang paling efisien sehingga perlu diwaspadai keberadaannya. Penularan virus tungro dapat terjadi apabila vektor memperoleh virus setelah menghisap tanaman yang terinfeksi virus kemudian berpindah dan menghisap tanaman sehat tanpa melalui periode laten dalam tubuh vektor. Penyakit tungro merupakan salah satu penyakit penting pada tanaman padi (Oryza sativa). Penyakit ini menyebar tidak hanya terjadi di Indonesia tetapi terjadi juga di beberapa negara Asia lainnya seperti India, Malaysia, Vietnam, Filipina, dan Thailand. Penyakit ini disebabkan oleh infeksi dua virus, yaitu virus bentuk batang rice tungro bacilliform virus (RTBV) dan virus bentuk bulat rice tungro spherical virus (RTSV). Kedua jenis virus tersebut dapat berada di dalam suatu sel secara bersama-sama karena antara satu virus dengan yang lainnya tidak terjadi proteksi silang. Dalam penyebaran kedua virus penyebab penyakit tungro ini membutuhkan vektor, yaitu wereng hijau (Nephotettix virescens) secara semipersistensi (lamanya virus ditahan dalam vektor hanya beberapa hari). Hal ini dikarenakan kedua virus tersebut tidak mempunyai alat gerak untuk berpindah dari suatu tempat ketempat lain. Tanaman padi yang terinfeksi virus tungro menunjukkan gejala perubahan warna pada daun muda, yaitu menjadi kuning-oranye dan umumnya perubahan warna daun dimulai dari ujung daun, tanaman padi menjadi kerdil, jumlah anakan sedikit, dan pertumbuhannya terhambat. Berat dan ringannya gejala yang yang tampak menunjukkan tingkat keparahan penyakit pada tanaman padi yang terinfeksi virus tungro. Tingkat keparahan penyakit tungro sendiri tergantung pada tingkat ketahanan varietas padi dan umur tanaman padi pada saat terinfeksi. Tanaman padi yang muda umumnya lebih rentan terhadap infeksi virus tungro dibandingkan tanaman tua.
Rice Tungro Bacilliform Virus (RTBV) (Foto : Wayan) Secara morfologis tanaman padi yang tertular virus tungro menjadi kerdil, daun berwarna kuning sampai kuning jingga disertai bercak-bercak berwarna coklat. Perubahan warna daun dimulai dari ujung, meluas ke bagian pangkal. Jumlah anakan sedikit dan sebagian besar gabah hampa. Infeksi virus tungro juga menurunkan jumlah malai per rumpun, malai pendek sehingga jumlah gabah per malai rendah. Serangan yang terjadi pada tanaman yang telah mengeluarkan malai umumnya tidak menimbulkan kerusakan fatal. Tinggi rendahnya intensitas serangan tungro ditentukan oleh beberapa faktor diantaranya ketersediaan sumber inokulum (tanaman terserang), adanya vektor (penular), adanya varietas peka dan kondisi lingkungan yang memungkinkan, namun keberadaan vektor yang mengandung virus adalah faktor terpenting. Intensitas penyakit tungro juga dipengaruhi oleh tingkat ketahanan varietas dan stadia tanaman. Tanaman stadia muda, sumber inokulum tersedia dan populasi vektor tinggi akan menyebabkan tingginya intensitas serangan tungro. Ledakan tungro biasanya terjadi dari sumber infeksi yang berkembang pada pertanaman yang tidak serempak.
Tanaman padi yang terinfeksi virus tungro menunjukkan gejala perubahan warna pada daun muda, yaitu menjadi kuningoranye. (Foto : Urip SR)
MAJALAH PERAMALAN OPT Vol.16, No.1. April 2017
31
Infeksi Virus Tungro
Perkembangan Serangan Penyakit Tungro di lapangan
Infeksi penyakit ini menyebabkan tanaman kerdil, daun muda berwarna kuning dari ujung daun, daun yang kuning nampak sedikit melintir dan jumlah anakan lebih sedikit dari tanaman sehat. Secara umum hamparan tanaman padi terlihat berwarna kuning dan tinggi tanaman tidak merata, terlihat spot-spot tanaman kerdil. Penyakit tungro disebabkan oleh dua jenis virus yaitu virus bentuk batang (RTBV: Rice Tungro Baciliform Virus) dan bentuk bulat (RTSV: Rice Tungro Spherical Virus) yang hanya dapat ditularkan oleh wereng, terutama yang paling efisien adalah spesies wereng hijau Nephotettix virescens Distant. Wereng hijau dapat mengambil kedua virus tersebut dari singgang, bibit voluntir (ceceran gabah saat panen yang tumbuh), teki, dan eceng. Wereng hijau spesies N. virescens telah mendominasi komposisi spesies wereng hijau di Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara Barat. Populasi N. virescens jarang mencapai kepadatan populasi tinggi sehingga tidak menimbulkan kerusakan langsung. Adanya kebiasaan pemencaran imago terutama di daerah tanam tidak sermpak, meskipun populasinya rendah apabila ada sumber inokulum efektif menyebarkan tungro.
Tungro merupakan salah satu penyakit penting pada tanaman padi. Penyakit tungro disebabkan oleh infeksi gand dari dua virus (rice tungro virus = RTV) yang berbeda yaitu Rice tungro bacilliform virus (RTBV) yang mempunyai genom DNA dan Rice tungro spherical virus (RTSV) yang mempunyai genom RNA. Kedua RTV tersebut hanya dapat ditularkan oleh wereng hijau secara semipersisten (Hibino & Cabunagan, 1986 dalam R. Heru Praptana et.al, 2009). Gejala penyakit tungro berupa daun yang berwarna kuning oranye, tanaman kerdil dan anakan berkurang. Serangan tungro di lapangan terjadi diduga berasal dari sumber inokulum tungro pada pertanaman yang terserang sebelumnya. Gejala serangan tungro yang ditunjukkan bisa berbeda-beda karena disebabkan oleh faktor waktu infeksinya dan respon tanaman terhadap virus tungro. Penyebaran serangan tungro di lapangan sangat dipengaruhi oleh kepadatan populasi vektor (serangga penular), keberagaman varietas dan waktu tanam serta iklim (curah hujan). Pada pertanaman padi yang terserang tungro awal penyebaran gejala secara random (acak) dimana penyebarannya khas dibandingkan dengan penyakit defisiensi yang umumnya merata/homogen.
Gejala pada tanaman padi Rivera and Ou (1965) dan Ling (1969) menguraikan bahwa gejala penyakit tungro umumnya muncul kurang lebih seminggu setelah inokulasi, dimulai dari adanya diskolorasi kekuningan pada ujung daun muda, kemudian diikuti klorosis di antara vena daun. Tanaman yang sakit parah mempunyai anakan sedikit, pertumbuhan akar terhambat, sangat kerdil, dan menghasilkan panikel yang kecil dengan bulir-bulir gabah kosong. Gejala penyakit akan persisten pada varietas yang rentan, sedangkan pada varietas yang agak tahan gejala tidak berkembang pada daun muda dan ada kecenderungan sehat kembali. Serangan tungro di suatu hamparan sawah pada umumnya terlihat berkelompok, suatu indikasi bahwa waktu infeksi berbeda-beda. Sebaran tanaman sakit yang mengelompok dapat menyebabkan hamparan tanaman padi terlihat seperti bergelombang karena adanya perbedaan tinggi tanaman antara tanaman sehat dan sakit. Pada varietas yang agak tahan, setelah petani memberikan tambahan pupuk nitrogen, pertanaman padi yang semula sakit tampak seperti sembuh, menghijau kembali dan memberikan harapan untuk memperoleh hasil panen, walaupun sebenarnya virus-virus tungro masih tetap ada dan berkembang di dalamnya. Yang sering terjadi pada varietas yang rentan, pertanaman tampak merana sampai waktu panen atau sampai ada usaha sanitasi untuk menghilangkan sumber penyakit. Pada kasus yang lain apabila pertanaman padi terhindar dan infeksi sampai umur dua bulan, maka virusvirus tungro tidak akan mengakibatkan kerusakan tanaman dan kehilangan hasil panen (Ling, 1972; Pathak, 1972). (Bersambung)***
Penulis : Wayan Murdita, Berry, Maryono, Atep
Virus tungro hanya ditularkan oleh wereng daun hijau (sebagai vektor) tidak terjadi multiplikasi dalam tubuh wereng dan tidak terbawa pada keturunannya. (Foto : Repro/dok.Indok) MAJALAH PERAMALAN OPT Vol.16, No.1. April 2017
32
ď&#x201A;&#x2014;ď&#x20AC;
K
edelai merupakan salah satu tanaman pangan yang dibutuhkan masyarakat Indonesia sampai saat ini. Protein dan isoflavon yang terkandung di dalamnya sangat bermanfaat bagi tubuh karena dapat menurunkan kemungkinan terjadinya pembekuan darah dan mengurangi risiko penyakit jantung, kanker, stroke serta dapat mengendalikan diabetes dan penyakit ginjal. Banyaknya manfaat yang terkandung pada kedelai mengakibatkan permintaan kedelai terus meningkat setiap tahunnya. Namun, kebutuhan konsumsi kedelai masyarakat yang hampir 2 juta ton setiap tahunnya tidak sebanding dengan rata-rata produksi kedelai yang masih kurang dari 1 juta ton pertahunnya (BPS, 2016). Virus tanaman merupakan salah satu kendala rendahnya produktivitas kedelai di Indonesia. Virus yang umumnya menyerang tanaman kedelai di Indonesia diantaranya SMV, SSV/CMV, BPMV, TRSV dan CPMMV (Jumanto et al., 1999 cit Akin et al., 2009). Masing-masing virus memiliki gejala khas baik pada tanaman maupun pada biji yang terinfeksi, seperti SMV dengan gejala paling dominan yaitu mosaik dengan kuning kehijauan hingga coklat kehijauan. Virus ini juga mampu menginfeksi biji kedelai pada saat pengisian polong sehingga biji menjadi berwarna coklat atau hitam pada bagian hilumnya. Gejala khas virus SSV yaitu terdapat mosaik ringan pada daun dan ukuran daun menjadi mengecil dan sempit serta tanaman menjadi kerdil. Gejala khas BPMV yaitu daun menjadi mosaik, klorotik belang hingga daun mengkerut ke dalam. Infeksi TRSV biasanya dapat terlihat pada pucuk dan bunga kedelai. Gejala khasnya yaitu daun menjadi lebih keras dan berwarna gelap. Sebagian besar virus kedelai ditularkan oleh serangga vektor. Cowpea mild mottle virus (CPMMV) merupakan salah satu virus yang menginfeksi pertanaman kedelai di Indonesia. CPMMV termasuk anggota dari genus Carnation latent virus (Carla virus) dalam family Flexiviridae. Penyakit CPMMV menjadi penyakit Emerging Infectious Diseases (EIDs) saat ini. EIDs merupakan suatu kondisi dimana penyakit baru muncul di suatu lokasi. Kemunculan penyakit dapat diartikan menjadi 2, yaitu penyakit muncul karena merupakan penyakit baru atau penyakit yang telah lama diketahui, namun muncul kembali dengan intensitas serangan yang lebih tinggi. Gambar 1. Gejala khas CPMMV pada tanaman kedelai Foto Š Kulsum, 2016; Mukoye et al., 2015; Brown & Rodrigues, 2014
MAJALAH PERAMALAN OPT Vol.16, No.1. April 2017
33
Penyakit CPMMV telah menyebar di seluruh sentra produksi kedelai di Jawa, Sumatera dan Lombok. Virus ini memiliki banyak inang diantaranya kelompok Leguminoceae, Chenopodiaceae dan Solanaceae. Gejala infeksi virus CPMMV di lapangan sangat bervariasi karena ekspresi gejala dipengaruhi oleh jenis virus, kondisi lingkungan, dan kultivar tanaman. Pada tanaman kacang tanah, CPMMV menyebabkan lingkaran klorotik atau bentuk memanjang yang diikuti oleh klorosis daun secara sistemik, daun bergulir dan nekrosis (Mukoye et al, 2015). Lain halnya pada tanaman tomat, CPMMV dapat menyebabkan daun berbintik dan warna yang mencolok pada pembuluh daun (Brunt & Philips, 1981). Sedangkan pada tanaman kedelai, CPMMV menyebabkan mosaik pada pembuluh daun, klorosis pada daun merata yang diikuti nekrosis pada bagian apikal, distorsi dan kadang sampai kerdil (Tavasolli et al., 2008). Pengaruh penyakit pada biji kedelai yaitu biji kedelai menjadi lemah dan sulit untuk berkecambah. Sebaran penyakit dibantu oleh serangga vektor kutu kebul yaitu Bemisia tabaci Genn secara non persisten dan semi persisten (Gambar 2). Kemampuan vektor untuk menularkan CPMMV maksimal selama 20-60 menit dengan masa akuisisi selama 1 - 8 jam (Muniyappa & Reddy, 1983). Berdasarkan hasil penelitian Kulsum (2016), menyatakan bahwa virus CPMMV positif terdeteksi secara molekuler pada benih kedelai Argomulyo, Baluran, kedelai hitam Detam 1 dan kedelai Edamame varietas Ryoko. Pengendalian penyakit virus yang biasa dilakukan antara lain menghilangkan gulma atau rumput -rumputan yang dapat menjadi sumber infeksi, tidak menggunakan benih yang berasal dari tanaman sakit, pengaturan cara bercocok tanam, pengendalian vektor dan menanam varietas tahan.(UK)***
Penulis : Umi Kulsum POPT Ahli Muda BBPOPT
Gambar 2. Serangga vektor penyakit virus pada tanaman kedelai Bemisia tabaci vektor virus CPMMV Foto : © Scott, 2011
Gambar 3. Pengaruh virus pada biji kedelai Kulsum, 2016; Mukoye et al., 2015; Brown & Rodrigues, 2014 Pustaka Akin HM, Astri EL & Barmawi M. 2009. Pola segresi sifat ketahanan terhadap Soybean stunt virus dan keragaman genetik family F23 hasil persilangan varietas orba dan galur B3570. J-HPT Tropika, Vol. 9, No. 1:73-77 [BPS] Badan Pusat Statistik. 2015. Produksi Kedelai Menurut Provinsi (ton) pada tahun 1993-2015. Jakarta (ID) www.bps.go.id. [diakses 29 Mei 2017] Brunt AA & Phillips S. 1981. “Fuzzy vein” a disease of tomato (Lycopersicum esculentum) in Western Nigeria induced by Cowpea mild mottle virus. Trop. Agric.(58): 177–180 Kulsum U, Hartono S, Sulandari S & Sumowiyarjo S. 2016. Identifikasi Molekuler Cowpea mild mottle virus pada Tanaman Kedelai di Jawa. Jurnal Fitopatologi Indonesia, Vol 13, No.6: 224-229 Mukoye B, Mangeni BC, Leitich RK, Wosula DW, Omayio DO, Nyamwamu PA, Arinaitme W, Winter S, Agang MM & Were HK. 2015. First Report And Biological Characterization Of Cowpea Mild Mottle Virus (Cpmmv) Infecting Groundnuts In Western Kenya. JAAS Journal. Vol. 3(1), pp. 1-5 Muniyappa V & Reddy DVR. 1983. Transmission of Cowpea mild mottle virus by Bemisia tabaci in a non-persintent manner. Plant Disease 67, 391-393 Tavassoli M, Shahraeen N & Ghorbani S. 2008. Detection dan some properties of Cowpea mild mottle virus Isolated from Soybean in Iran. Journal of Biological Sciences 11 (23): 26242628
MAJALAH PERAMALAN OPT Vol.16, No.1. April 2017
34
ď&#x201A;¨ď&#x20AC;
P
erubahan iklim yang terjadi karena akibat pemanasan global yang disebabkan oleh peningkatan emisi gas rumah kaca (GRK) yang berlangsung dalam jangka waktu yang lama. Emisi GRK adalah lepasnya gas-gas yang mempunyai efek rumah kaca pada suatu area ke atmosfer dalam jangka waktu tertentu, baik yang disebabkan oleh proses alamiah dan biologi maupun proses kimia dan fisika akibat aktivitas manusia, termasuk pertanian. Peningkatan emisi GRK secara langsung akan meningkatkan konsetrasi GRK di atmosfer yang menyebabkan pemanasan global akibat efek rumah kaca atau terhalangnya panas (heat) atau radiasi gelombang panjang ke luar atau ke atmosfir oleh GRK. Kebijakan Pemerintah
Pemerintah Indonesia telah meratifikasi terkait pemanasan global melalui Undang-Undang No. 17 tahun 2004, artinya Indonesia terlibat secara langsung maupun tidak langsung dalam mengatasi perubahan iklim dengan target penurunan tingkat emisi ratarata 5,2% sampai pada tahun 2012 untuk negara-negara maju termasuk Indonesia. Intergovernmental Panel on Climate Change (IPPC) memprediksi bahwa perubahan iklim saat ini berjalan lebih cepat dari perkiraan sebelumnya. Oleh Karena itu, perlu upaya ekstrim penurunan GRK sampai tahun 2050. Indonesia berkomitmen menurunkan emisi GRK 26% dengan kemampuan sendiri dan menjadi 41% dengan bantuan luar negeri sampai tahun 2020. Komitmen ini tertuang dalam Rencana Aksi Nasional (RAN) GRK melalui Perpres 61 tahun 2011. Target pada 5 sektor utama yang terlibat langsung, yaitu kehutanan dan lahan gambut, limbah pertanian, industri, energi dan transportasi, serta pengelolaan limbah. Serta Pepres No. 71 tahun 2001 tentang penyelenggaraan Inventarisasi GRK Nasional. Berdasarkan Pepres RAN GRK, pertanian berkewajiban menurunkan emisinya sekitar 8 juta ton CO2e sampai tahun 2020.
Terjadinya peningkatan suhu rata-rata permukaan bumi akibat efek gas rumah kaca yang terjadi di atmosfir.
Menyikapi perubahan iklim, kebijakan pembangunan pertanian secara umum adalah meminimalisasi dampak negative dari fenomena alam tersebut agar sasaran pembangunan pertanian tetap dapat dicapai. Kebijakan juga diarahkan untuk meningkatkan peran sektor pertanian, terutama subsector perkebunan dan subsektor pertanian di lahan gambut, dalam menurunkan gas rumah kaca (GRK).
MAJALAH PERAMALAN OPT Vol.16, No.1. April 2017
35
Emisi tidak langsung juaga terjadi dari proses pencucian atau aliran permukaan yang membawa senyawa nitrogen, terutama NO3 yang kemudian dapat dikonversi menjadi N2O melalui proses denitrifikasi. Sumber emisi GRK di Indoesia : Limbah (0,167 Gt), Industri (0,049 Gt), LULUCF (0,675 Gt), Energi (0,37 Gt), Pertanian (0,08 Gt), Kebakaran gambut (0,451 Gt) Kontribusi sektor pertanian terhadap emisi GRK = 4% Pertanian berperan nyata dalam mereduksi emisi GRK memalui perbaikan penggunaan lahan dan strategi pengelolaannya. Teknologi menurunkan GRK
Perluasan areal petanian dan perkebunan di lahan tidak produktif/terdegradasi
Pemanfaatan lahan gambut terlantar terdegradasi untuk pertanian melalui tatakelola air dan ameliorasi yang menurunkan emisi GRK
Pengembangan teknologi pengelolaan lahan tanpa Kebijakan yang akan ditempuh adalah:
1. Meningkatkan pemahaman petani dan pihak terkait dalam mengantisipasi perubahan iklim 2. Meningkatkan kemampuan sector pertanian untuk beradaptasi dengan perubahan iklim, termasuk membangun sistem ansuransi perubahan iklim, 3. Merakit dan menerapkan teknologi tepat guna dalam memitigasi emisi GRK, 4. Meningkatkan kinerja penelitian dan pengembangan dibidang adaptasi dan mitigasi perbahan iklim Sumber Gas Rumah Kaca Sumber utama GRK terdiri atas CO2,N2O dan CH4. Gas CO2 diserap dari atmosfer melalui proses fotosintesis dan dilepaskan melalui respirasi, dekompososisi, dan pembakaran bahan organik. Gas N2O diemisikan sebagai efek samping proses nitirifikasi dan denitrifikasi, sedangkan gas CH4 diemisikan melalui proses metanogenesis pada kondisi anaerob dalam tanah, penyimpanan pupuk kandang melalui proses enteric fermentation, dan akibat pembakaran bahan organic tidak sempurna. Gas lain yang dihasilkan pada proses pembakaran adalah NO2, NH3, NMVOC dan CO yang disebut emisi tidak langsung. Gas gas tersebut merupakan pemicu (precursor) daam pembentukan GRK diatmosfer.
Bakar
Teknologi integrase tanaman-ternak (padi sawah dan perkebunan)
Teknologi Minapadi (Padi-Ikan) untuk daerah dengan sumber air cukup
Teknologi pemupukan tepat sasaran (precision farming)
Teknologi tumpangsari tanaman perkebunan pangan Pemanfaatan limbah pertanian untuk energi (Biogas) Pemberian pupuk organik untuk meningkatkan simpanan karbon dalam tanah
Pengelolaan air di lahan sawah dengan irigasi intermittent dan alternate wet and drying (AWD)
Teknologi pengelolaan pakan untuk sub sector peternakan RAN GRK Sektor Pertanian (Pepres 61/2011)
Optimalkan lahan Penerapan teknologi budidaya tanaman Pemanfaatan pupuk organik dan biopestisida Pengembangan areal perkebunan (sawit,karet,kakao) di lahan tidak berhutan/terlantar/lahan terdegradasi/ areal penggunaan lain (APL)
Pemanfaatan kotoran/urin ternak dan limbah pertanin untuk biogas. (BP)****
MAJALAH PERAMALAN OPT Vol.16, No.1. April 2017
36
Berita duka cita ... Innalilahi Wainnailaihi Rojiun,â&#x20AC;Ś. Segenap Pimpinan BBPOPT Jatisari turut berduka cita yang mendalam atas meninggalnya : Ir. Muhammad Antulat Taufiequrrachman (11 April 1962 - 8 Maret 2017) Almarhum meninggal dunia pada hari Rabu, 8 Maret 2017 di Jayapura, Papua dalam rangka tugas UPSUS PAJALE dan telah dimakamkan di tanah kelahiran Cirebon pada Kamis, 9 Maret 2017. Semoga almarhum diterima Iman Islamnya dan ditempatkan yang layak di sisi Allah SWT. Dan bagi keluarga yang ditinggalkan diberi ketabahan dan keikhlasan, Amin Ya Rabbal Alamin. Kami yang berduka cita Keluarga Besar BBPOPT Jatisari
Catatan karier : Beliau pernah menjadi pejabat Fungsional POPT, menjabat Kepala Seksi Evaluasi dan Pelaporan , Kepala Seksi Informasi dan Dokumentasi, Kepala subbag Keuangan dan terakhir sebagai Kepala Bagian Umum di Balai Besar Peramalan Organisme Pengganggu Tumbuhan, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, Kementerian Pertanian.
MAJALAH PERAMALAN OPT Vol.16, No.1. April 2017
37
D
aun salam (Syzygium polyanthum [Wight.] Walp.) memiliki banyak khasiat untuk mengobati tubuh kita. Kehebatan daun salam tersebut antara lain mengatasi kadar kolesterol tinggi, kencing manis (Diabetes mellitus) tekanan darah tinggi (hipertensi), sakit maag (gastritis), diare, dan menurunkan berat badan. Sedangkan buahnya dapat digunakan untuk mengatasi mabuk alkohol. Cara pemakaiannya tidak sulit. Untuk obat yang diminum, silakan Anda merebus daun segar atau daun yang telah dikeringkan (7-20 lembar) dengan api kecil selama 1 jam. Sedangkan untuk pemakaian obat luar, giling daun, kulit batang atau akar dari tanaman salam ini sampai halus. Setelah itu, bubuhkan hasil gilingan tersebut ke tempat yang sakit, seperti kudis dan gatal-gatal. Untuk lebih jelasnya ada beberapa contoh cara pemakaian pengobatannya. Untuk sembuhkan kolesterol tinggi. Silahkan daun salam segar dicuci hingga bersih (10 -15 lembar). Tambahkan 3 gelas air, lalu rebus air dan daun salam hingga tersisa 1 gelas, dinginkan air rebusan, setelah dingin saring. Minum air hasil saringan di malam hari. Contoh lainnya untuk pengobatan maag. Cuci daun salam segar (15-20 lembar) hingga bersih. Daun yang sudah bersih tersebut tambahkan air setengah liter, lalu direbus hingga mendidih selama 15 menit. Tambahkan gula enau secukupnya. Setelah dingin, minum airnya seperti teh. Lakukan itu setiap hari sampai rasa perih dan rasa kembung di lambung hilang. Tanaman salam yang masuk suku Myrtaceae ini memiliki banyak nama, tergantung daerahnya. Di kalangan suku Melayu biasa dikenal dengan sebutan meselangan dan ubar serai. Sedangkan masyarakat sunda bisa menyebutnya salam atau gowok. Kebanyakan suku jawa menamainya manting dan salam. Nama sebutan salam ini juga cukup familiar untuk suku Madura. Menurut Ayo Mengenal Tanaman Obat yang diterbitkan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, salam ditanam untuk diambil daunnya dan digunakan sebagai bahan pelengkap bumbu dapur. Untuk kulit pohonnya, biasa dignakan sebagai bahan pewarna jala atau anyaman bambu. Buah salam dapat dimakan. Salam ini dapat diperbanyak dengan biji, cangkok atau setek. Salam menyebar di Asia Tenggara, mulai dari Burma, Indocina, Thailand, Semenanjung Malaya, Sumatera, Kalimantan, dan Jawa.
Pohon ini ditemukan tumbuh liar di hutan-hutan primer dan sekunder, mulai dari tepi pantai hingga ketinggian 1.000 m. Salam adalah nama pohon penghasil daun rempah yang digunakan dalam masakan Nusantara. Dalam Bahasa inggris dikenal sebagai Indonesian bay-leaf atau Indonesian laurel. Pohonnya berukuran sedang, bisa mencapai tinggi 30 m. Kulit batang berwarna cokelat abu-abu, memecah atau bersisik. Daun tunggal terletak berhadapan, dengan tangkai hingga 12 mm. Helai daun berbentuk jorong-lonjong, jorong sempit atau lanset, gundul, dengan 6-11 urat daun sekunder, dan sejalur urat daun intramarginal tampak jelas dekat tepi helaian, berbintik kelenjar minyak yang sangat halus. Sedangkan karangan bunga berupa malai dengan banyak kuntum bunga, 2-8 cm, muncul di bawah daun atau kadang-kadang pada ketiak. Bunga kecil-kecil, duduk, berbau harum, berbilangan 4, kelopak seperti mangkuk, panjangnya sekitar 4 mm, mahkota lepas-lepas, putih, 2,5-3,5 mm, benang sari banyak, terkumpul dalam 4 kelompok, lekas rontok, piringan tengah agak persegi dengan warna jingga kekuningan. Buah buni membulat atau agak tertekan, 12 mm, bermahkota keping kelopak, berwarna merah sampai ungu kehitaman apabila masak. Selamat Mencoba!(USR)*** Sumber : Ayo Mengenal Tanaman Obat Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
MAJALAH PERAMALAN OPT Vol.16, No.1. April 2017
38
MAJALAH PERAMALAN OPT Vol.16, No.1. April 2017
39
MAJALAH PERAMALAN OPT Vol.16, No.1. April 2017
40