Marketeers April 2015

Page 1

APRIL 2015

O O A I S E N D O D IN LAN THE ETAIL OF RADOX PAR

on l ine sto re.c om

2

O2O - INDONESIA THE LAND OF RETAIL PARADOX

mar

ket eer s jl. c a sa b teb l e a ja k t, ja k n ca r a a a y in d rta - rta s e a k a v. one 1 sia 2870 l ata n 8 8

QT Y : 10 P CS

SPECIAL CASES:

INDONESIA RP.50.000,-

APRIL 2015

cover pilih.indd 1

MATAHARIMALL, ZALORA, LAZADA, ALFAONLINE, ERAFONE & GRAMEDIA

4/2/15 10:12 PM


OVEMENT OVEMENT

AUTOMOTIVE - FINANCIAL INDUSTRY - TOURISM - TRANSPORTATION IT & ELECTRONIC - CONSUMER & PROPERTY - GOVERNMENT & RESOURCES

KEUANGAN MIKRO JADI TULANG PUNGGUNG UMKM

Microfinance atau keuangan mikro merupakan bagian penting dari perekonomian Indonesia. Keberlangsungannya pun perlu dijaga oleh semua pihak. Terlebih, keuangan mikro ini menjadi tulang punggung bagi pertumbuhan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) yang jumlahnya mencapai jutaan di Indonesia. “Masih banyak masyarakat yang menganggap kredit memiliki prosedur yang rumit dan perlu dihindari. Di sisi lain, bunga kredit juga menjadi perhatian penting bagi mereka,” ujar Kusumaningtuti S. Soetiono, Anggota Dewan Komisioner OJK Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen. Kusumaningtuti mengatakan, pihaknya terus melakukan edukasi terhadap masyarakat sekaligus mendorong pelaku industri demi menjaga kelangsungan keuangan mikro. Menurutnya, salah satu cara yang bisa digunakan perbankan untuk mendukung perluasan layanan adalah melalui branchless banking. Layanan lain seperti microinsurance dan micromutual fund juga perlu diperhatikan. Sementara itu, Ziv Ragowsky, CEO of 8villages mengatakan, salah satu sektor yang paling penting di Indonesia adalah pertanian.

“Edukasi keuangan mikro terhadap para petani perlu dilakukan melalui penyediaan informasi yang relevan. Karena itu, platform mobile dalam hal ini juga dibutuhkan, terutama dalam menjembatani para petani dan investor yang mungkin berada di dua tempat berjauhan,” terang Ziv. Di sisi lain, Founder Pro Indonesia UMKM Budi S. Isman mengungkapkan sekitar 20% penduduk Indonesia adalah pengusaha. Dari angka tersebut, 95% bergerak di sektor informal dan mikro. “UMKM adalah salah satu jawaban terhadap perbaikan rasio gini di Indonesia. Sektor ini dapat membantu pemerataan kesejahteraan di negara kita,” kata Budi. Budi mengatakan masalah utama UMKM di Indonesia adalah soal pengetahuan dan kapasitas. Meskipun dana telah tersedia, UMKM akan tetap kesulitan bila tak memiliki pengetahuan dan kapasitas dalam mengelolanya, termasuk dalam pembuatan laporan dan tata kelola administrasi. “Salah satu program yang kami lakukan adalah melakukan pembinaan terhadap para UMKM dan mentoring dilakukan oleh UMKM lain yang sudah sukses,” imbuh Budi. Moh. Darus Salam

MESKI HARAPKAN RETURN TINGGI, INVESTOR INDONESIA MASIH ANDALKAN DEPOSITO Rasanya wajar saja jika semua investor di Indonesia mengharapkan imbal hasil (return) yang tinggi dari portofolio investasinya. Sayangnya, kebanyakan investor di Indonesia justru membenamkan dananya pada instrumen investasi yang sangat konvensional. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Manulife bertajuk Manulife Investor Sentiment Index (MISI) ke-8 2015, ternyata para investor Indonesia mengharapkan tingkat pengembalian investasi pada tahun ini mencapai 14,5%. Namun, sebanyak 68% responden mengatakan akan menyimpan dananya pada tabungan atau deposito. “Bila hanya mengandalkan deposito, investor tak akan pernah bisa mencapai return investasi 14,5%. Bunga deposito 020

tertinggi saat ini mungkin sekitar 7%-8%, bagaimana mungkin?” ungkap Putut Endro Andanawarih, Direktur Pengembangan Bisnis PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI). Keinginan investor Indonesia memang cukup tinggi dibanding responden di negara-negara Asia yang hanya mengharapkan return 10,2%. Bagai peribahasa “jauh panggang dari api,” tingkat pengembalian 14,5% hanya bisa dicapai bila investor Indonesia mau mengalihkan dananya ke instrumen-instrumen lain. “Tingkat suku bunga deposito saat ini hanya setengahnya. Apalagi, pemerintah memprediksi inflasi pada tahun 2015 hanya berkisar 3%-5%. Ini berarti imbal hasil dari simpanan di bank akan lebih rendah lagi,” tambah Putut.

Karena itu, Putut menjelaskan perlunya melakukan kombinasi aset yang disesuaikan dengan selera dan profil risiko masing-masing. Ia mencontohkan bila investor ingin memiliki dana Rp 1 miliar dalam sepuluh tahun mendatang, mereka bisa menggunakan beberapa kombinasi investasi dengan hasil yang berbeda-beda. Misalnya, dengan porsi 80% deposito, 10% saham, dan 10% obligasi, investor bisa menikmati imbal hasil 9% dengan dana yang harus disimpan Rp 5,1 juta per bulan. Hasil tersebut akan berbeda dengan kombinasi 40% deposito, 30% saham, dan 30% obligasi. Kombinasi terakhir itu akan memberikan imbal hasil 14% dengan dana yang harus disimpan Rp 3,8 juta per bulan. Moh Darus Salam

// APR 2015 // MARKETEERS.COM

movement_apr2015.indd 20

4/2/15 8:36 PM


AUTOMOTIVE - FINANCIAL INDUSTRY - TOURISM - TRANSPORTATION IT & ELECTRONIC - CONSUMER & PROPERTY - GOVERNMENT & RESOURCES

OVEMENT OVEMENT

INFRASTRUKTUR HINGGA RELEVANSI, PENYEBAB UTAMA ORANG OFFLINE Hampir tak ada yang menyangkal peran penting Internet dalam memperbaiki aspek kehidupan. Menurut laporan Internet.org yang bertajuk State of Connectivity: 2014, ada tiga penyebab utama orang tidak bisa online, yaitu infrastruktur, keterjangkauan, serta relevansi. Per 2014 lalu, Internet. org menyebutkan konektivitas masih terpusat di negara-negara maju dengan persentase mencapai 78%. Sementara itu, negara-negara berkembang masih menjadi lumbung masyarakat yang belum terkoneksi dengan Internet. Sebanyak 94% masyarakat offline dunia berada di negaranegara berkembang. Hal ini pun menciptakan jurang besar di masyarakat. Sebagai contoh, Amerika Serikat dan Jerman memiliki tingkat konektivitas mencapai 84%. Sementara, Ethiopia dan Myanmar malah di bawah 2%. Soal infrastruktur, menurut data International Telecommunications Union’s (ITU), sebanyak 91,7% populasi dunia berada dalam jangkauan sinyal 2G (9,6 kbps - 384 kbps) dan 48,7% dalam jangkauan 3G (384 kbps - 10 mbps). Bahkan, kurang dari seperempat kecepatan dial-up modem 54K, 2G/GSM (9,6 kbps) tidak cukup

SIKAPI TREN BARU DENGAN FILM PENDEK DIGITAL

untuk digunakan sebagai koneksi Internet, terutama untuk aktivitas, seperti voice-overIP, musik, dan video. Terkait keterjangkauan, Broadband Commission mendefinisikan keterjangkauan sebagai layanan koneksi yang paling rendah setara kurang dari 5% penghasilan rata-rata. Dengan definisi itu, 34% populasi dunia mampu menikmati mobile data 500 MB per bulan, 55% untuk 250 MB per bulan, dan 80% untuk 100 MB per bulan. Mobile data 100 MB adalah batas paling rendah untuk Internet yang cukup untuk aplikasi berbasis teks. Sementara itu, data 500 MB cukup untuk mendukung pengalaman Internet level menengah seperti akses terhadap konten multimedia dasar. Bila seseorang

bisa menikmati kapasitas data 2GB ke atas, barulah ia bisa mendapatkan pengalaman berinternet yang terkoneksi penuh. Penyebab terakhir orang menjadi offline adalah tidak relevannya konten dengan kehidupan mereka. Sebagai ilustrasi, saat ini Wikipedia memiliki pilihan 52 bahasa. Padahal terdapat lebih dari 100.000 artikel yang tersedia. Artinya, konten-konten tersebut baru relevan bagi 53% populasi dunia (berdasarkan bahasa utama). Menurut Internet.org, untuk bisa membuat konten di Internet menjadi relevan bagi 80% penduduk dunia, setidaknya dibutuhkan dukungan 92 bahasa. Moh. Darus Salam

LINE Indonesia baru saja merilis film pendek Nic and Mar yang akan tayang di akun LINE Story. Karya film digital ini merupakan kelanjutan kampanye sukses LINE Indonesia lewat reuni Ada Apa Dengan Cinta? (AADC) yang booming secara viral pada tahun lalu. Lalu, apa sebetulnya yang mendasari dirilisnya lagi kampanye berformat video pendek tersebut? “Kami menangkap beberapa tren yang ada di masyarakat digital Indonesia saat ini. Pertama, tren travelling. Sekarang, masyarakat Indonesia gencar melakukan travelling. Efeknya adalah tumbuhnya bisnis lain akibat booming-nya travelling ini,” ujar Team Leader Marketing LINE Indonesia Galuh Chandrakirana. Dengan latar travelling ini juga, karakter Nic yang diperankan oleh aktor Nicholas Saputra digambarkan sedang melakukan jalan-jalan. Harapannya, karakter tersebut bisa mewakili tren melancong di kalangan masyarakat Indonesia saat ini. Kedua, tren social TV. Menurut Galuh, menonton program televisi tidak lagi di televisi tabung seperti biasanya. Pada dasarnya, kini banyak orang menonton

televisi secara streaming, baik melalui jaringan televisi biasa maupun di kanal-kanal digital seperti YouTube. Tidak dipungkiri juga dengan hadirnya banyak kanal itu, masyarakat bisa punya kanal televisi sendiri layaknya media sosial. Ketiga, konten marketing. Dengan Nic and Mar itu, LINE Indonesia mencoba menggabungkan ketiga tren tersebut lewat film pendek berdurasi hanya enam sampai tujuh menit tiap episodenya. Tentu saja sebagai bagian dari konten marketing, tiap episode Nic and Mar diharapkan dapat meningkatkan pengalaman pengguna LINE, selain tentu saja kian memperkuat merek. Dengan total tujuh episode tersebut, mengapa LINE tidak menggabungkan saja langsung semuanya dalam satu episode? “Video digital ini biasanya mengalami buffering. Kalau kami langsung paketkan dalam satu episode katakanlah 30 menit, buffering-nya akan sangat lama. Mengingat pula kecepatan Internet di Indonesia belum mumpuni untuk buffering video selama itu. Kalau kami paksakan, penonton kami bisa stres,” ujar Galuh. Jaka Perdana MARKETEERS.COM // APR 2015 //

movement_apr2015.indd 21

021

4/2/15 8:36 PM


AIN AIN STORY STORY

INDONESIA, THE LAND OF RETAIL PARADOX

Industri ritel di Indonesia telah memasuki era paradoks. Jika dulu pemain offline hanya mengandalkan keberadaan fisik, kini dunia online telah menjadi sasaran mereka. Tak jauh berbeda, jika dulu pemain online hanya mengandalkan e-commerce, kini mereka turut menjajal peruntungannya di ritel konvensional. Oleh Iwan Setiawan & Hendra Soeprajitno

“Meskipun apa yang kau lakukan tidak signifikan, kamu tetap perlu melakukannya.” Apakah Anda mengenal kutipan ini? Ya, inilah kutipan dari Mohandas Karamchand Gandhi, atau bisa dipanggil Mahatma Gandhi, seorang pemimpin spiritual dan politikus dari India. Kutipan itu seakan menunjukkan bahwa kehidupan di dunia ini bersifat paradoks, termasuk juga dalam lingkungan bisnis, tak terkecuali sektor ritel di Indonesia. Ya, dalam 10 tahun terakhir ini, industri retail konvensional di Indonesia tengah berbondong-bondong menjajal dunia ritel

online. Misalnya saja Alfamart dan Matahari Department Store. Peritel yang memiliki ratusan, bahkan ribuan toko konvensional itu merasa tidak lengkap jika tidak melebarkan sayapnya dengan toko online. Jika Alfamart memiliki Alfaonline.com, Matahari Department Store memiliki Mataharimall. com. Sedangkan peritel online, seperti Zalora.co.id justru membuka toko offline pertamanya di bilangan Mal Kota Kasablanka, Jakarta. Kondisi ini seakan mengiyakan pandangan Pakar Pemasaran Hermawan

Kartajaya. “Offline dan online saling membutuhkan, dan tidak bisa terlepaskan. Keduanya saling mendukung dan membuat industri peritel semakin WOW,” katanya. Peralihan dari offline menjadi online tentunya sudah jamak kita temui. Sedangkan untuk online menjadi offline mungkin masih menjadi tren yang baru di Indonesia. Namun, rupanya kondisi ini akan terus berlanjut. Apalagi, tidak jarang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Indonesia justru memulai bisnisnya melalui online karena adanya keterbatasan modal. Ketika bisnis MARKETEERS.COM // APRIL 2015 //

065-079 main story.indd 1

065

4/3/15 12:48 AM


atau lainnya sekadar untuk mendapatkan sebuah masukan. Tahap Ask ini tentunya bisa mengubah tahap ketertarikan dan aksi pembelian seseorang terhadap sebuah produk. Melihat kombinasi antara inisiasi dan eksekusi yang bisa terjadi secara offline ataupun online, terdapat empat jenis industri retail. Pertama, Brick & Mortar. Ini adalah peritel yang mengharapkan inisiasi konsumen secara offline, dan pembelian secara offline pula. Indonesia tentunya memiliki banyak

SHOWING ROOM

PURE E-TAIL

BRICK & MORTAR

WEB ROOMING

EXECUTION OFFLINE

066

Sedangkan eksekusi atau pembelian bisa terjadi di dunia online atau pun offline. Jika Anda akhirnya membeli di dunia online, Anda akan menggunakan platform e-commerce. Sedangkan di dunia offline, Anda berarti membelinya di toko konvensional. Namun, di tengah kemajuan dunia teknologi, antara inisiasi dan eksekusi tidaklah bersifat mutlak. Memang, tidak tertutup kemungkinan, jika kita melihat baju di department store, kita akan membelinya saat itu juga. Begitu pula di dunia online.

ONLINE

mereka membesar, cepat atau lambat, offline akan menjadi rencana mereka selanjutnya sebagai bagian dari eksistensi merek. Namun, di belahan negara lain, banyak perusahaan besar yang murni online masuk ke dalam dunia offline. Misalnya Warby Parker, perusahaan yang sukses menjual kacamata bergaya retro melalui Zappos akhirnya membuka toko fisiknya di New York. Sedangkan Bonobos, peritel online khusus pria juga membuka toko fisiknya di New York, Boston, San Francisco, dan toko lainnya. Bahkan, salah satu situs e-commerce terbesar di dunia, Amazon.com juga akan melakukan hal yang sama dengan membuka toko pertama di Manhattan, seberang Empire State Building. Entah offline atau pun online, tentunya mereka memiliki kekuatan dan kelemahan masing-masing. Toko offline memungkinkan konsumen untuk melihat secara langsung produk yang ingin dibeli, bisa mencobanya, serta mengulik lebih dalam apa keunggulan dari produk itu. Namun, meskipun mal baru terus muncul di kota besar Indonesia, tak lantas membuat harga sewa tenant menjadi murah. Sebaliknya, setiap tahun, harga sewa properti, entah itu di mal atau pun ruko terus mengalami kenaikan. Sedangkan untuk online, sang pebisnis tentunya tidak perlu mengeluarkan modal yang besar untuk menyewa tenant. Bahkan, online yang sifatnya luas dan tak terbatas memungkinkan konsumen dapat membeli kapan pun dan di mana pun. Sayangnya, toko online tidak memberikan kesempatan bagi konsumen untuk mencoba, mencium, merasa produk yang ingin dibelinya. Meskipun infrastruktur Internet di Indonesia terus membaik, harus diakui bahwa kepercayaan konsumen Indonesia terhadap e-commerce masih terbilang rendah seiring banyaknya penipuan. Jika kita berbicara perjalanan konsumen dalam membeli (customer path), kita mahfum bahwa telah terjadi perubahan. Jika sebelumnya, kita mengenal 4A, yaitu AwareAttitude-Act-Act Again, kini telah berubah menjadi 5A, yang terdiri dari Aware-AppealAsk-Act-Advocates. Secara garis besar, kelima tahapan itu terbagi menjadi dua, yaitu inisiasi (initiation) dan eksekusi (execution). Inisiasi berarti dari mana kita mengetahui, tertarik, dan bertanya terhadap sebuah produk, apakah melalui online atau offline. Jika seorang konsumen mengetahui dan tertarik sebuah produk di salah satu iklan di portal berita, maka inisiasi dikatakan berasal dari dunia online. Namun, jika dia mengetahui produk itu ketika berbelanja di sebuah mal, maka inisiasi terjadi di dunia offline.

OFFLINE

ONLINE

INITIATION

Ketika kita sedang melihat produk-produk yang dijajakan oleh sebuah situs e-commerce, kita bisa langsung memasukkan nomor kartu kredit atau mentransfer dana untuk membelinya. Inisiasi dan eksekusi bisa berlangsung ketika itu juga, apalagi ketika kita mendapatkan tawaran promo, seperti diskon, buy one get one, atau lainnya. Tapi, di tengah era konsumen yang semakin pintar, antara inisiasi dan eksekusi kerap tidak berjalan lurus. Apalagi, seorang konsumen pasti akan bertanya sebelum melakukan pembelian. Tidak percaya? Coba tanyakan kepada diri Anda sendiri. Ketika Anda akan membeli sebuah smartphone, sepatu, baju, atau bahkan rumah, Anda pasti akan bertanya kepada istri atau suami, anggota keluarga lain, sahabat, rekan kerja,

pemain yang berkecimpung dalam konsep Brick & Mortar ini. Misalnya Alfamart, Matahari Department Store, Toko Buku Gramedia, Indomaret, Metro Department Store, dan lainnya. Kedua, Show Rooming. Ini adalah toko yang mengharapkan konsumen mendapatkan inisiasi secara offline, namun eksekusi bersifat online. Salah satu pemain yang telah menerapkan ini adalah Zalora yang membuat pop-up store. Dengan adanya toko itu, Zalora berharap bisa memancing ketertarikan seseorang terhadap sebuah produk. Namun, ketika mereka akan membelinya, Zalora justru menggiring konsumen untuk bertransaksi secara online. Ketiga, Web Rooming. Di sini, pemain mengharapkan inisiasi dari konsumen

// APRIL 2015 // MARKETEERS.COM

065-079 main story.indd 2

4/3/15 12:48 AM


muncul di dunia online. Nah, ketika tertarik, konsumen tidak bisa serta merta bertransaksi saat itu juga. Sebaliknya, konsumen harus ke dunia offline dalam melangsungkan pembelian. Di Indonesia, industri otomotif dan properti telah melakukannya.Tak jarang, mereka menyajikan seluruh keunggulan dari produk, spesifikasi dengan jelas, hingga rincian harga plus skema kredit. Namun, setelah inisiasi muncul, konsumen harus ke dunia offline agar bisa bertransaksi. Keempat, Pure e-tail. Ini adalah peritel yang mengharapkan inisiasi dan eksekusi konsumen terjadi secara online. Beberapa pemain yang telah menjajal konsep ini pun semakin marak di Indonesia, seperti Blibli. com, Lazada.co.id, Berrybenka.com, serta e-commerce lainnya. William Fung Kwok Lun, Pengusaha asal Hong Kong dan Managing Director Li & Fung Group memprediksi, tiga dari konsep peritel itu akan mengalami pertumbuhan ke depannya. Mereka adalah Show Rooming, Pure e-tail, dan Web Rooming. Sedangkan satusatunya yang mengalami penurunan adalah

Brick & Mortar. Di tengah kemajuan dunia Internet, prediksi pemilik perusahaan perdagangan terbesar di Hong Kong itu bisa menjadi kenyataan. Banyak peritel besar di Indonesia yang enggan mengandalkan konsep Brick & Mortar semata. Apalagi, penetrasi Internet hanyalah masalah waktu. Begitu pula dengan sistem pembayaran dan tingkat kepercayaan. Yang jelas, paradoks di industri ritel terus terjadi. Buktinya peritel tradisional kini justru berlomba-lomba masuk ke dunia online. Sedangkan beberapa pemain online, justru mulai mengandalkan toko offline untuk memastikan keberadaannya serta melahirkan kepercayaan bagi konsumennya. Khusus untuk produk high touch – ketika konsumen harus menyentuh dan merasakannya-, peritel di Indonesia memang tidak bisa mengandalkan dunia online saja. Misal ketika Anda membeli sebuah baju berbahan sutra, tentunya Anda ingin menyentuh sehalus dan selembut apa bahan tersebut. Dengan harga yang relatif mahal, tentunya konsumen tidak ingin membeli produk tanpa melihat kualitasnya

terlebih dahulu. Sehingga, meski inisiasi bisa datang dari dunia online, konsumen akan sebisa mungkin merasakan, mencoba, atau membelinya secara offline. Namun, lain halnya dengan produk yang bersifat low touch, semisal kaos, smartphone, buku, laptop, dan lainnya. Sebab, Anda tentunya telah melakukan riset, bertanya sana-sini, hingga membandingkan produk yang satu dan lainnya. Sehingga, eksekusi pembelian bisa dilangsungkan secara online atau pun offline. Apa yang dilakukan oleh peritel online atau pun offline itu tidaklah salah. Kondisi ini justru akan menjadi tren baru di industri ritel. Tentunya mereka harus memahami adanya perbedaan gaya pemasaran online dan offline, yang sering mengharuskan adanya dua tim dengan kompetensi yang berbeda. Selain itu, untuk jangka pendek, apa yang dilakukan oleh peritel tradisional yang menjajal dunia online belum akan dirasakan manfaatnya. Begitu pula sebaliknya. Namun, di tengah dunia yang semakin paradoks, mengutip kalimat Mahatma Gandhi, Anda tetap perlu melakukannya.

MENJADI JEMBATAN DARI OFFLINE KE ONLINE Dunia online dan offline memang tidak terpisahkan. Di Amerika Serikat (AS), perusahaan startup berbasis teknologi berlomba-lomba menghadirkan aplikasi yang bisa memudahkan pebisnis offline ke dunia online, atau sebaliknya. Hal ini pula yang juga dilakukan oleh beberapa perusahaan di Indonesia yang menjadi platform bagi pemain offline. Tengok saja elevenia.co.id, bukalapak. com, lazada.co.id, blibli.com, atau lainnya. Namun, jika telaah lebih dalam, kehadiran mereka hanyalah sebagai konektor antara pebisnis dengan konsumen mereka. Sedangkan di belahan dunia lain, sejumlah perusahaan startup menyediakan aplikasi yang sifatnya tak hanya sebagai konektor, melainkan juga mendukung bisnis tersebut. Bahkan, tahapnya sudah menyentuh sisi pengalaman atau experience pengguna. Berikut sejumlah aplikasi itu. COVER Tagline Cover adalah “pengalaman pembayaran di restoran”. Aplikasi ini memungkinkan konsumen membayar makanan dengan mudah melalui perangkat mobile. Aplikasi ini juga memungkinkan pengguna untuk membagi cek tagihan, secara otomatis menghitung tips, dan memberikan tanda terima digital yang merinci segala biaya.

Setidaknya 97 restoran di New York dan 32 restoran di San Fransisco telah menjajal layanan ini. SHOPKICK Ini adalah aplikasi pada smartphone yang memancing para konsumen untuk mengunjungi sebuah toko tradisional. Aplikasi juga menjadi pemancing sebuah promosi yang dilangsungkan oleh sebuah toko. Melalui aplikasi ini, konsumen akan mendapatkan rewards jika berkunjung ke toko tersebut dan melakukan check in. Terdapat poin yang disebut “kicks’. Berbagai hadiah menarik pun ditawarkan bagi konsumen, mulai dari mengunduh lagu di iTunes, tiket menonton, dan lainnya. BLIPPAR Ini merupakan aplikasi Augmented Reality. Melalui teknologi ini, brand akan terbantu ketika membangun dan mengeksekusi strategi marketing dengan konten yang interaktif. Misalnya saja berpose dengan selebriti, membuka video berbasis lokasi eksklusif, virtual di kamar pas, dan lainnya. Augmented reality memungkinkan pemasar menciptakan pengalaman baru bagi konsumen. Dan, inilah yang ingin disasar Blippar.

INSTACART Ini merupakan aplikasi pengiriman di hari yang sama. Perusahaan menggunakan skema crowdsourced untuk menghubungkan pengguna dengan personal shopper yang akan mengambil barang yang dipesan, dan mengirimkan barang itu hanya dalam hitungan jam. Layanan ini telah beroperasi di 15 daerah, termasuk San Francisco, Los Angeles, New York City, dan lainnya. Aplikasi ini menjadi menarik untuk menjawab kebutuhan infrastruktur yang kerap memakan waktu. Melalui aplikasi ini, konsumen bisa mempersingkat waktu pengiriman. ESTIMOTE Selain aplikasi, Estimote juga membangun sensor nirkabel dengan menggunakan energi rendah Bluetooth. Melalui stiker dengan nama ibeacon, pengguna aplikasi itu bisa mendapatkan informasi mengenai sebuah produk, harga, review melalui smartphone mereka. Ya, caranya peritel sudah memasukkan dulu seluruh data terkait produknya. Ketika pengguna aplikasi tersebut melewati stiker ibeacon, maka segala data tentang produk itu pun akan muncul di layar ponsel pengguna.

MARKETEERS.COM // APRIL 2015 //

065-079 main story.indd 3

067

4/3/15 12:48 AM


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.