www.marketeers.com www.marketeers.com/radio
DEC 2015JAN 2016
Jahja Setiaatmadja President Director of BCA
MARKETEER OF THE YEAR 2015 INDONESIA MARKETING CHAMPIONS 2015
MARKETEER OF THE YEAR 2015
Suhartono Santosa Margono Tanuwijaya Arif Wibowo Rocky Nagoya Ririek Adriansyah Wishnutama Kusubandio Ferry Unardi Rachmadi Joesoef dr. Hasmoro Kuncoro Wibowo Ongkie Tedjasurja F.X. Ridwan Darmali Ahmad Bambang Djarwo Surjanto M. Choliq Ridwan Kamil
MARKETING IN INDONESIA 2016 New Market, New Marketing. What is your growth action? By Hermawan Kartajaya
markplusconference.com
Maestro: P. 111
Private Sector is The New Player of SDGs: United Nations deployed bottomup approach to set the 17 goals
15997810_MARKETEERS DESEMBER_T-C-1_R2.pdf 1
Prima: P. 123
Setahun Memimpin, Jokowi Tidak Berubah Apa rapor pelaku bisnis terhadap Jokowi?
Pesona Indonesia: P. 135
Nikmatnya Traveling, Indahnya Indonesia Bokori, Bunaken, dan 25 destinasi lain yang wajib Anda kunjungi
Indonesia Rp.70.000,-
DEC 2015-JAN 2016
15997810_MARKETEERS DESEMBER_C-1+4_R2.pdf 1
10 December 2015
12/2/2015 7:11:17 7:17:15 PM
A
I
N S T O
R Y
070
yang diwakili Founder dan CEO Hermawan Kartajaya, Deputy CEO Michael Hermawan, dan CoCOO, Jacky Mussry dan Taufik. Yang perlu disampaikan di sini adalah kode etik tak tertulis penjurian yang dipegang para anggota juri sejak 2006. Anggota dewan juri akan minta izin untuk tidak ikut mengambil keputusan ketika nominasi pemenang merupakan anak buahnya. Bahkan, ketika yang menjadi nominasi telah berubah menjadi mantan anak buahnya. Langkah semacam itu diambil untuk menghindari penentuan pemenang yang hanya bergantung pada satu suara anggota dewan juri dan sekaligus meminimalkan konflik kepentingan. Di sisi lain, ini juga mendorong para anggota dewan juri untuk mempunyai banyak informasi dari berbagai sumber mengenai karya para nominator. Termasuk di dalamnya, kompleksitas situasi yang dihadapi para nominator di industrinya masing-masing. Yang luar biasa, para pemenang MOTY yang sekarang menjadi menteri tidak berusaha memaksakan pendapatnya untuk disepakati oleh anggota juri lain. Bahkan, mereka mau dengan sabar ngarkan pendapat yang bertentangan dan mende mengambil keputusan dengan konsensus. Sebetulnya hal ini bukan hanya berlangsung pada tahun ini saja, tapi juga pada tahun-tahun sebelumnya. Artinya, suasana penjurian adalah suasana yang horizontal karena semua pendapat dan pandangan dari para anggota dewan juri mendapat kesempatan yang sama. Harus diakui, para pemenang MOTY yang kebetulan punya jabatan tinggi, berusaha menunjukkan suasana guyub dengan para juri lainnya. Mirip dengan keakraban yang dilakukan dengan teman-teman mereka di grup sosial. Kondisi ini yang mendorong munculnya proses penentuan pemenang yang inklusif. Penetapan Pemenang MOTY Setelah melalui diskusi dan mendengarkan beragam informasi yang relevan, pelan tapi pasti para juri menentukan pemenang di 18 sektor. Dari 18 sektor kemudian dicari sektor yang berdekatan. Misalnya, pemenang di sektor perbankan diban dingkan dengan pemenang di sektor asuransi dan sektor multifinance. Artinya dari 18 sektor kemudian dikerecutkan menjadi enam teratas. Dari enam teratas kemudian menjadi tiga. Pemenang MOTY 2015 diambil dari kandidat tiga teratas proses “eliminasi”. Harus diakui, tahun ini tahun yang ketat. Bukan hanya karena banyak pemenang di 18 sektor yang prestasinya luar biasa, namun ada beberapa sektor yang punya lebih dari satu calon pemenang dan prestasi yang diakui di Indonesia dan luar Indonesia. Jelas, ini suatu hal yang tak terbayangkan beberapa tahun sebelumnya. Selain lebih dikenal di dunia, juga karena semakin banyak marketeer di Indonesia yang punya bobot kreativitas dan prestasi yang berkualitas di mata internasional. Ini bisa dilihat dari penghargaan maupun publikasi di tingkat internasional dari beberapa nominator. Mau tidak mau, juri pun menggunakan kriteria
15997810_MARKETEERS DESEMBER_T-070_R1.pdf 1
tambahan untuk penentuan pemenang. Salah satunya adalah melihat kinerja di pasar modal dalam membentuk kapitalisasi pasar. Dan, harus diakui Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk Jahja Setiaatmadja sangatlah fenomenal. Dalam situasi a slow growth economy, BCA dan sebetulnya bersama dengan banyak bank lain di Indonesia, tetap mempunyai kondisi keuangan yang bagus. Semua itu membantu menumbuhkan keyakinan akan daya tahan perekonomian Indonesia di situasi yang sulit. Yang membuat BCA menjadi berbeda bukan hanya prestasi tersebut ataupun kemampuan mempertahankan posisi sebagai leader dalam peraihan dana murah atau CASA, tapi kemampuan menjadi perusahaan dengan kapitalisasi pasar terbesar selama berbulan-bulan. Hebatnya, ini bisa dilakukan oleh sebuah bank yang biasanya sensitif terhadap situasi ekonomi yang sulit. Dan, segala prestasi itulah yang mengantarkan Jahja Setiaatmadja menjadi a champion in a slow growth economy. Selain Jahja, Marketeers pun menyajikan strategi dari para Indonesia Marketing Champions 2015 dan para kandidat lainnya. Mereka semua mampu membuktikan bahwa perlambatan ekonomi yang terjadi bukanlah sebuah halangan untuk menoreh kan prestasi. Akhir kata, selamat menikmati dan belajar dari mereka.
03. Ignasius Jonan, Menteri Perhubungan 04. Emirsyah Satar, Chairman MatahariMall. com
03.
04.
12/1/2015 6:38:02 PM
A
I
N S T O
R Y
Marketeer of The Year 2015 071
Jahja Setiaatmadja Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk
Pastikan Orkestra Seirama erkadang, berpikir realitis menjadi hal krusial yang dibutuhkan di tengah perlambatan ekonomi Indonesia saat ini. Memang, bagi perusahaan yang sahamnya terdaftar di Bursa Efek Indonesia, menyajikan kinerja yang baik bagi investor adalah hal yang utama. Namun, harapan dan kenyataan belum tentu seirama di tengah kondisi yang selalu berubah. Sebagai bank swasta terbesar di Indonesia, PT Bank Central Asia Tbk pun memasang target yang konservatif terhadap kinerjanya pada awal tahun 2015 ini. Prinsip kehati-hatian dalam operasional menjadi prioritas. Namun, siapa sangka jika hal itu justru menyelamatkan kinerja BCA pada tahun ini. Ketika perekonomian melambat -yang tercermin pada sebagian besar kinerja perbankan Indonesia-, BCA masih bisa mencatatkan pertumbuhan. Pada kuartal ketiga 2015, BCA mencatatkan pendapatan operasional Rp 34,4 triliun atau naik 13,9%. Laba bersih BCA pun mencapai Rp 13,37 triliun atau tumbuh 9,6% dibandingkan setahun lalu. Sedangkan rasio kredit macet atau non-per forming loan (NPL) BCA bertengger di 0,7%. Prestasi yang baik ini tidak terlepas dari peran Jahja Setiaatmadja, Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk. Selayaknya seorang dirigen dalam sebuah orkestra, Jahja memang berperan menentukan apakah BCA harus berlari kencang atau pelan. Namun, di tengah persaingan yang ketat; berbagai strategi yang unik, inovasi dalam produk, hingga peningkatan layanan tak boleh dilupakan. Lantas apa resep Jahja dalam memimpin BCA? Apa pandangannya terhadap Indonesia ke depannya? Simak penuturan Jahja Setiaatmadja, Indonesia Marketing Champion 2015 dari sektor perbankan, sekaligus Marketeer of The year 2015 kepada Hendra Soeprajitno dari Marketeers. Apa pandangan Anda terhadap industri perbank an pada tahun 2015 ini? Perbankan akan sangat bagus ketika situasi perekonomian baik. Ini ibarat air dan ikan. Ikan akan sehat dan lincah ketika airnya bersih dan banyak makanan. Tapi ketika airnya keruh, agak susah. Tahun 2015 sebenarnya lebih bagus ketimbang tahun 2014 karena lebih ada kepastian dan proses pembentukan pemerintahan sudah beres. Tapi saya melihat ada permasalahan inti, yaitu melemahnya daya beli. Ketika booming komoditas terjadi, mulai dari batubara, tambang mineral, hingga CPO, yang berkembang bukan hanya industri itu saja. Tapi in-
15997810_MARKETEERS DESEMBER_T-071_R1.pdf 1
12/1/2015 6:38:02 PM
A
E S T
R O
Market 120
Using Delphi as A Research Method, Problem-Solving Technique, and Forecasting Tool In this piece I give an overview of the Delphi Technique, taking extracts from my doctoral thesis. It’s something that I have used subsequently in both academic research and consulting projects. It’s simple, flexible and effective, and after reading this article, I’d encourage you to give it a try.
Jonathan (Bilal) A.J. Wilson Academic Programme Director, Postgraduate suite in Marketing University of Greenwich, London UK Editor: Journal of Islamic Marketing
Delphi Origins Delphi’s etymology links it with matrix – both of which convey concepts of ‘womb’, ‘origin’, ‘mother’, ‘sense of place’ and ‘medium where something is developed’. Similarly, Dolphin shares the same root as Delphi, and the ancient Greek god Apollo assumed dolphin form, when visiting his sanctuary in the site of Delphi, in lower central Greece. Within ancient Greek mythology Delphi was the place where the god Apollo reigned and protected the navel of the Earth. It is also considered to be the genesis for the modern Olympics. It was in Delphi where Apollo communicated through a priestess oracle and the future was predicted. Her words were recorded and then subsequently interpreted and debated by others. From its roots, it is clear that the Delphi approach attempts to predict what will happen in the future - through group discussions, orchestrated by a focal point of contact, concerning phenomena (and in some cases noumena), by means of collaborative mediation. In addition, the Olympic ideals of celebrating egalitarian competition of the finest specimens and the celebration of cultural heritage, offer an emotive backdrop to the narrative of Delphi ideals. Namely, the participation of experts. Furthermore, the concept of gestating and giving birth to ‘something’, provide insight into an underpinning mission, which is argued Delphinians seek to achieve. The Delphi Technique These norms, values and processes in the pursuit of excellence and erudition have been crafted into what is conventionally termed the Delphi Technique. More recently in the twentieth century, the Delphi technique was popularised by the USA Air Force RAND (Research And Development) Corporation, in the 1950’s, with ‘Project Delphi’ being used as an instrument to predict the outcome of Russian nuclear bomb strikes. Such usage is indicative of its potential and ability to gather a spread of opinions, in response to current problems, from a panel, usually of informed experts.
15997810_MARKETEERS DESEMBER_T-120_R1.PDF 1
12/1/2015 3:48:48 PM
A
E S T
R O Market 121
For this very reason, it is used especially when looking to investigate practitioners’ views, surrounding issues of topical interest. The term ‘Delphi’ is now applied to the complete range of group communications, from the more structured, right through to face-to-face discussions. It has become the most popular forecasting technique generally used in the United States by public and private institutions.
The Delphi technique is used as a survey research method to structure group opinion and discussion. The Delphi technique is seen as a means by which one can obtain the most reliable consensus of opinion of a group of experts - by a series of intensive questionnaires interspersed with controlled opinion feedback. Delphi is intended to capture the positive attributes of interacting individuals, such as synthesising knowledge from a range of sources; and at the same time remedy negative aspects such as individual, social, professional and political conflicts. Furthermore, the Delphi method allows input from a greater number of participants than can feasibly and meaningfully be achieved through group meetings. Structure of Expert Delphi Study
Delphi Panel Selection
Delphi Start
Delphi Iterations
Group Consensus
Motivational Mentorship by Researcher
The Delphi Method
Round Two Delphi • Ideas • Knowledge • Expert Panel
• Focussed Ideas
Round One Delphi
15997810_MARKETEERS DESEMBER_T-121_R1.PDF 1
Termination of Delphi Study • More Focussed Ideas Round Three Delphi
• Completely Focussed Ideas • Consensus
Characteristics of the Delphi Technique The Delphi procedure is characterised by four features: (1) anonymity, (2) iteration, (3) controlled feedback, and (3) the aggregation of group response. Through these, individuals are more able to consider and express the merits of data and their judgments, away from spurious and invalid criteria, which are often driven by associated pressures linked to a lack of anonymity. Complete anonymity may not be guaranteed, however there is an argument that complete anonymity may lead to a lack of accountability, for example when investigating more serious issues, such as a military force considering whether to invade or not. Perhaps a better term is ‘quasi-anonymity’, where confidentiality is controlled by the researcher, which is of more importance than complete anonymity. As anonymous iteration gifts individuals the opportunity to reflect upon and change their views, which are also influenced by peers and without a loss of face: the depth, authenticity and ability to problem-solve is strengthened. Consensus, which is a group judgment, is the result of: iterations; controlled feedback, orchestrated by the researcher; and the subsequent aggregation of data. These are held to be a collective obligation of the researcher and the panellists. Consensus consists of all group member’s contributions, rather that just the most vocal. It is therefore seen as being an equal weighting of the group members’ contributions, which may take the form of a statistical average. The advantage of this approach is that a spread of opinions can be used as an indication of strong consensus, which is otherwise often an untenable position in more quantitative studies. However, this is not to say that Delphi studies avoid eliciting quantifiable responses – in fact the opposite is true. Delphi generates both qualitative and quantitative data. In subsequent rounds, following more unstructured questioning, Delphi studies tend to encourage participants to quantify their qualitative opinions and judgments. In the first stages, the researcher reduces data to fit categories, rather than exploring the meaning of statements. From this, the researcher sets out to employ standardised and objective techniques, which form the basis of interactions with participants. As the Delphi technique relies on the experimental knowledge of a panel of experts, it is a process for making the best use of information, ranging from scientific data to collective wisdom. In this, it offers concepts imbedded in quantitative and qualitative techniques – such as attitudinal measure-
12/1/2015 3:49:49 PM
A
R K
Y O
U
R S T
Y L E
Food 166 Cassis Kitchen
From Fine to Fun Oleh Saviq Bachdar
Di tengah persaingan restoran di Jakarta, restoran fine dining Cassis Kitchen mesti menjelma ke dalam sebuah identitas baru yang menawarkan konsep upscale-casual. Rebranding pun harus dilakukan.
Cassis Kitchen Pavilion Apartments Retail Arcade Jl. K.H. Mas Mansyur Kav 24, Jakarta 10220 T: +62 (21) 5794 1500 Cassiskitchen.com
01) Foie Gras Duo, 02) Banana Chocolate Sphere, 03) Seared Ahi Tuna, 04) Veal Tenderloin
etika pasar tak seseksi dulu, menutup restoran bukan menjadi satu-satunya pilihan. Seperti yang dilakukan Cassis Kitchen (dulu bernama Cassis Gourmand), yang melakukan rebranding restorannya dari fine dining menuju fun dining. Ini dilakukan Cassis karena melihat pasar restoran fine dining cukup stagnan. Di sisi lain, pasar restoran middle up terus meningkat. “Orang ke restoran tidak hanya ingin makan kenyang, tapi ingin having fun. Dulu restoran kami begitu serius, namun kini begitu enjoy,” kata Budi Cahyadi, Direktur Operasional Cassis Kitchen. Rebranding tersebut telah memperbesar target konsumen yang dibidik Cassis, dari sebatas pasangan yang memadu kasih, menjadi siapapun, mulai dari keluarga hingga anak muda. Harga pun
melakukan penyesuaian. Jika untuk satu menu utama dibanderol mulai dari Rp 850.000, kini bisa dinikmati mulai dari Rp 150.000. Perubahan juga terjadi pada menu yang ditawarkan. Cassis mengganti seluruh menu makanan Prancis-nya dengan menu-menu Eropa dengan sentuhan New York. Chef eksekutif juga berpindah tangan dari chef Prancis Jérôme Laurent ke chef asal New York Nick Rada. Salah satu menu yang perlu Anda coba adalah Veal Tenderloit with Parma Ham. Potongan daging sapi muda lembut ini dibalut oleh Parma Ham dan disajikan bersamaan dengan potato puré yang berkrim, sayur kale, dan garlic chips. Teksturnya sangat lembut dengan rasa yang penuh aroma. Restoran yang berdiri sejak tahun 2006 ini hadir dengan area seluas 600 m2. Restoran ini bersebelahan dengan restoran fine dining Indonesia Harum Manis, yang dikelola oleh pemilik yang sama.
03.
01.
15997810_MARKETEERS DESEMBER_T-166_R1.pdf 1
02.
04.
12/1/2015 6:38:06 PM