www.marketeers.com www.marketeers.com/radio
MAY 2015
Maestro: P. 113
Envisioning Customer Marketing in 2020 Dealing with smart customer in the era of connectivity
Pesona Indonesia:
Prima: P. 129
Ubah Mentalitas Aparatur, Negara Hemat Triliunan Apa hubungannya mentalitas aparatur dengan penghematan uang negara?
P. 145
Menyelami Potensi Wisata Bahari Dari perspektif Yanti Sukamdani Lokasi mana saja yang menawarkan wisata bahari nan memesona?
MARKETING TO CHINESE INDONESIAN
MYTHS INSIGHTS CASES Main Story P. 65
4/28/2015 8:52:27 AM
Indonesia Rp.50.000,-
MAY 2015
15997803_MARKETEERS MEI 2015_C-4.pdf 1
cover pilih.indd 2
4/24/15 4:25 PM
a
i
n s t o
r y
072 InFo GADInG GrouP (MAJAlAH CHInA Town)
Menyasar Anak Muda dan Komunitas Oleh Moh. Darus Salam Berkomunitas adalah salah satu karakteristik menonjol segmen Tionghoa. Melalui pertemuan informal, masyarakat Tionghoa bisa bertukar banyak hal dan informasi pun tersebar dari mulut ke mulut. Dengan memanfaatkan kebiasaan ini, Majalah China Town pun hadir dan memperkuat ikatan di antara mereka.
MAGAZINE
Di industri media, segmen Tionghoa memiliki preferensi yang unik. Biasanya, majalah, koran, maupun portal online yang menyasar segmen ini akan menggunakan bahasa Mandarin untuk menyuguhkan informasi. Namun, hal ini ternyata hanya bisa dinikmati oleh masyarakat Tionghoa senior. Tak banyak anak muda Tionghoa yang menguasai bahasa ini. Karena itu, Info Gading Group menerbitkan majalah dan kanal online China Town untuk melayani segmen yang lebih muda. “Bila dibagi, masyarakat Tionghoa yang mengerti bahasa Mandarin itu rata-rata berusia 40 tahun ke atas. Segmen di bawah usia itu biasanya sudah jarang mendapat pendidikan bahasa Mandarin, kecuali mereka yang mengenyam pendidikan di Tiongkok,� terang Sukardi Dharmawan, CEO Info Gading Group.
Itulah yang menjadi alasan Sukardi menerbitkan majalah China Town dalam bahasa Indonesia. Hal ini dirasa lebih cocok untuk mengedukasi generasi muda tentang sosial, budaya, serta ekonomi etnis Tionghoa. Dari 4% masyarakat Tionghoa di Indonesia, Sukardi memprediksi proporsi orang usia 40 tahun ke atas masih sebanding dengan 40 tahun ke bawah. Meski menyasar segmen yang lebih muda, tak bisa dipungkiri ada bagian dari segmen senior yang juga menjadi pembaca China Town. Majalah China Town lahir pada tahun 2004 dan merupakan satu dari 15 majalah berbasis komunitas yang diterbitkan Info Gading Group. Beberapa media lain yang dimiliki kelompok ini adalah Info Gading, Info Cibubur, Info Bogor, dan lain sebagainya. Dari segmentasi yang berbasis geografi, Info Gading Group melebarkan bisnis
a
i
n s t o
r y
073 ke segmen Tionghoa melalui China Town. Menurut Sukardi, ini adalah langkah strategis mengingat globalisasi dan perkembangan Tiongkok yang pesat. Tak sekadar menerbitkan majalah, Info Gading Group pun meramu aspek pemasarannya dengan serius. “Kami melihat tidak banyak media yang masuk ke segmen Tionghoa. Karena itu, positioning yang kami lakukan untuk majalah China Town adalah menjadi Chinese Community Magazine di Indonesia,” tambah Sukardi. Untuk melakukan penetrasi ke tengah kalangan Tionghoa, Sukardi menjelaskan pihaknya melakukan banyak pendekatan. Konvergensi aktivitas above-theline dan below-the-line diupayakan terus menerus, apalagi masyarakat Tionghoa dikenal sebagai kalangan yang komunal dan senang berkumpul. Salah satu cara yang dilakukan majalah China Town adalah menggandeng komunitas Koko Cici yang merupakan kontes duta anak muda Tionghoa. Selain itu, kerja sama dengan berbagai komunitas Tionghoa lain juga terus dijalin. Menarik Antusiasme Pembaca dan Pengiklan Seperti halnya media-media lain yang komersial, kelangsungan majalah China Town setidaknya ditopang oleh dua hal, yaitu pembaca dan pengiklan. Soal ini, Sukardi mengatakan majalah China Town kian dikenal di tengah kalangan masyarakat Tionghoa Indonesia. Usia bisnis yang semakin matang secara langsung turut mendorong peningkatan awareness masyarakat terhadap keberadaan majalah ini. Dari sisi iklan, Sukardi mengatakan tak semua iklan bisa diterima. Salah satu pertimbangan penerimaan iklan adalah kesesuaian merek dengan segmen majalah. “Saat ini majalah kami sudah dikenal di seluruh Indonesia. Selain karena sudah cukup lama berdiri, kami juga melakukan pemasaran melalui networking dan event-event yang bersifat komunitas. Kalau soal iklan, kami menyadari tidak semua merek bisa masuk. Kami lihat relevansinya dengan segmen yang kami layani,” kata Sukardi. Dengan segmen pembaca yang spesifik, Sukardi menekankan pentingnya sumber daya manusia yang kompeten dan memahami pasar dengan baik. Hal ini pun ia terapkan dalam mengelola berbagai media yang diterbitkan, termasuk majalah China Town. Di balik dapur redaksi China Town, terdapat sejumlah tokoh masyarakat Tionghoa Indonesia yang menjadi penasihat. Dengan begitu, diharapkan kearifan dan tradisi Tionghoa bisa muncul dalam setiap ulasan. Segmen Tionghoa memang dikenal sebagai masyarakat yang memiliki banyak detail unik dan menarik. Hal ini tidak hanya sekadar muncul dalam kisah dan buku-buku, namun juga terwujud dalam interaksi sosial sehari-hari. Dibutuhkan pemahaman yang mendasar untuk bisa menemukan elemen-elemen ini dan menceritakannya dalam tulisan yang khas. Karena itu, Sukardi menjelaskan adanya arahan dari tokoh masyarakat yang kompeten menjadi keharusan. Sejalan dengan anak muda Tionghoa yang menjadi target segmennya, Sukardi mengatakan tidak hanya konten dan konteks yang harus disesuaikan majalah China Town. Lebih dari itu, media penyampaian pun
“Saya kira ini adalah karakteriStik unik dari Segmen tionghoa. kalau anda ke kawaSan glodok, mereka biSa duduk lama Sambil minum kopi dan berbicara tentang banyak hal” penting diperhatikan. Bila orang-orang senior lebih gemar membaca berita dari majalah atau koran, hal ini agak berbeda dengan anak muda. Segmen yang satu ini justru menggandrungi media-media berbentuk digital. “Kalau kita lihat, anak muda inilah yang lebih familier dengan teknologi dan dunia digital. Karena itu, kami menyediakan kanal khusus China Town di website kami agar sesuai dengan segmen yang kami tangani. Di sisi lain, hal ini juga akan mengukuhkan branding dari majalah China Town sendiri,” kata Sukardi. Dalam mengonsumsi media, Sukardi menjelaskan anak muda Tionghoa di bawah usia 40 tahun memiliki ekspektasi yang agak berbeda dengan mereka yang lebih senior. Orang-orang yang lebih tua biasanya telah cukup mengerti dan mengenal kebudayaan Tiongkok serta kiprah orang-orang dari golongan ini, baik dalam konteks sosial, budaya, maupun ekonomi. Namun, pengetahuan anak-anak muda terhadap sejarah, budaya, bahasa, hingga perilaku etnis Tionghoa masih minim. “Perbedaan pengetahuan ini pada akhirnya menentukan orientasi masing-masing segmen dalam mengakses media. Bagi para senior, fokus mereka lebih pada mengikuti perkembangan Tiongkok, etnis Tionghoa di Indonesia, serta ‘Chinasisasi’ yang terjadi. Bagi para junior, mereka lebih cenderung mengikuti isu-isu global. Karena itu, mereka harus bisa mengimbangi pengetahuan ini,” ujar Sukardi. Di samping pemanfaatan media massa seperti majalah, koran, dan portal online, Sukardi mengatakan etnis Tionghoa memiliki satu lagi saluran unik untuk penyebaran informasi, yaitu komunitas. Sudah bukan rahasia lagi bahwa masyarakat Tionghoa sangat senang berkumpul di antara sesamanya. Kabar apa pun biasanya sampai dari mulut ke mulut. Tak jarang pula, media massa hanya sebagai pemicu untuk obrolan offline yang bisa berlangsung berjam-jam. “Saya kira ini adalah karakteristik unik dari segmen Tionghoa. Kalau Anda ke kawasan Glodok, mereka bisa duduk lama sambil minum kopi dan berbicara tentang banyak hal. Forum-forum informal seperti ini bisa sangat powerful. Karena itu, kami juga melakukan pendekatan-pendekatan berbasis komunitas dalam memasarkan China Town,” pungkas Sukardi.
Facts 15.000 - oplah majalah China Town 4% - Persentase etnis Tionghoa terhadap populasi Indonesia 15 - Jumlah majalah yang dimiliki Info Gading Group
M
A
R K
Y O
U
R S T
Y L E
Fashion 162
“SAYA TIDAK SUKA MENGENAKAN SEPATU BERTALI, LEBIH SENANG DENGAN SEPATU LOAFERS ATAU SLIP ON, KARENA MAMPU MENYEMATKAN KESAN KLASIK DI SETIAP KESEMPATAN.”
ULIS DARAMA ASSOCIATE MARKETING DIRECTOR THE BODY SHOP INDONESIA
THE CLASSIC BEAUTY MUSIM GUGUR TAHUN INI MEMBERIKAN PELUANG BAGI PENCINTA GAYA KLASIK UNTUK KEMBALI UJUK GIGI. DUA MARKETEER INI PERCAYA MEREK-MEREK LEGENDARIS YANG TAK LEKANG TERMAKAN ZAMAN MAMPU MEMBERIKAN KESAN KLASIK DI SETIAP KESEMPATAN. Oleh Saviq Bachdar Location: Hotel Santika Premier Bintaro, Lobo at The-Ritz Carlton Mega Kuningan
Menurut pria yang pernah menimba ilmu di ESMOD Fashion Design ini menganggap, kesan klasik mampu didapat dengan mengenakan berbagai merek timeless, seperti Chanel, Prada, dan Gucci. Jam tangan lawas pemberian sang ayah, Tudor, mempertegas gaya classy-nya.
M
A
R K
Y O
U
R S T
Y L E Fashion 163
RACHEL NATHANI FOUNDER & BRAND STRATEGIST LABEL IDEAS & CO Womanpreneur muda yang bergerak di bidang branding dan digital ini menuturkan, tampil klasik bisa diperoleh dengan menyelaraskan high fashion dan high street. Menurutnya, pencil skirt berwarna basic seperti hitam, selain dapat dieksplor menjadi gaya klasik, juga membuat pinggang terkesan lebih ramping.
“SAYA PUNYA TIPS BAGI ANDA YANG INGIN MEMILIKI RAMBUT BERVOLUME ATAU MENGEMBANG. BUNGKUKKAN TUBUH HINGGA KEPALA MENGHADAP TANAH DAN RAMBUT TERGERAI BEBAS. DALAM POSISI INI, LAKUKAN BLOW DRY. RAMBUT BERVOLUME MEMBERIKAN KESAN KLASIK YANG MEWAH PADA PENAMPILAN ANDA.”
M
A
R K
Y O
U
R S T
Y L E
Restaurant 166 Bariuma Ramen
The Real Taste of Tonkotsu Kelezatan ramen terletak pada supnya. Esensi mendasar itu menjadi perhatian utama Bariuma Ramen, kedai ramen asal Hiroshima, Jepang yang baru membuka gerai pertamanya di Jakarta. Oleh Saviq Bachdar
Bariuma Ramen memang sukses di daerah asalnya Hiroshima, Jepang, dan merupakan salah satu model bisnis paling berkembang di antara restoran Jepang di dunia. Saat ini, ada 60 outlet Bariuma yang tersebar di Jepang dan negara Asia Pasifik lainnya, termasuk Malaysia dan Singapura. Pendiri Bariuma Ramen percaya bahwa semangkuk ramen yang lezat harus memiliki sup kaldu yang kaya akan bumbu-bumbu alami. Jika pada ramen biasa kaldu terlihat cukup bening dan ringan, sebaliknya, kaldu Bariuma terlihat lebih kental. Ini disebabkan oleh penggunaan kuah tonkotsu. Kuah ramen yang satu ini dihasilkan dari kaldu tulang babi yang dicampur dengan susu soya dari kedelai terbaik. Sehingga dihasilkan sajian sup dengan tekstur berlemak dan rasa yang super gurih. Hal itu sesuai dengan makna dari Bariuma sendiri, yaitu super (Bari) dan tasty (Uma). “Setiap kota di Jepang memiliki jenis ramen yang berbeda-beda. Nah, Bariuma ini berasal dari Hiroshima yang terkenal akan kaldu ramennya yang lebih kental. Selain itu, daging yang disajikan juga lebih tebal. Mie nya pun kami buat sendiri,� kata Darwin Leo, salah satu pemilik dari restoran ini. Tidak hanya soal rasa, Bariuma juga menjaga otentisme Jepang dengan memboyong seluruh peralatannya dari kota asalnya, Hiroshima, mencakup sumpit, mangkuk, alat bakar, hingga mesin pembuat mie. Dalam merangkul konsumen Muslim, Bariuma menawarkan menu ramen dengan sup kaldu ayam, salah satunya Tori Ajitamauma Ramen. Konsumen pun tak perlu ragu, sebab Bariuma membedakan mangkok dan sumpit yang digunakan dalam setiap menu ramennya. Mangkok dan sumpit berwarna merah dikhususkan untuk ramen non halal. Sedangkan mangkok dan sumpit berwarna hitam difungsikan untuk menu ramen halal. Adapun menu yang wajib Anda cicipi yaitu, Bariuma Ramen, Ajitama-Uma Ramen, Yakitori Combo, dan Chicken Gyoza. Itadakimasu!
Bariuma Ramen Citywalk Sudirman Level 1, Unit 5, Jl. KH Mas Mansyur Kavling 121, Jakarta Pusat T: (+62) 29704018
Jam operasional: 10.00-22.00 Harga: Âą Rp12.000-Rp100.000