3 minute read

Cerpen

Next Article
Wisata

Wisata

Bercucuran Air Mata di Masa Depan

“Alhamdulillah”, ucap syukur yang diberikan Hamzah dengan mata berkaca – kaca sambil duduk termenung di ruang tempat kerjanya. Ruang tempat kerjanya yang penuh dengan lukisan hasil karya – karyanya. Dia melamun mengingat sebuah perjuangan yang dilaluinya di masa lalu yang mengantarkan dia sampai ketitik kesuksesannya ini. Tak terasa air matanya mulai menetes membasahi pipinya. Ingatannya mengantarkannya ke sebuah tahun dimana dia mengalami badai yang sangat besar dalam hidupnya. Tahun tersebut adalah tahun dimana virus covid-19 muncul di Indonesia, tepatnya pada tahun 2020. Pada tahun tersebut dia harus mengalami peristiwa yang merubah hidupnya.

Advertisement

Pada saat itu dia bekerja di sebuah pabrik tekstil. Dia bekerja pada saat usianya yang masih sangat muda. Dia harus menghidupi ibunya dan ketiga adiknya yang masih kecil – kecil. Dia menerima tanggung jawab itu karena ayahnya meninggal disaat adik ketiganya baru lahir.

Dia sudah bekerja hampir empat tahun di pabrik tersebut. Dikarenakan pandemi virus covid-19 muncul di Indonesia pada saat itu, yang menyebabkan pabrik tekstil

tersebut mengalami kerugian yang sangat besar, maka setengah dari karyawan pabrik tersebut terancam harus diberhentikan atau diPHK dan termasuk Hamzah juga harus diPHK.

Setelah diPHK, Hamzah tidak tahu harus bekerja apa untuk menghidupi ibunya dan ketiga adiknya. Hampir setengah tahun, dia sudah kesana – kemari mencari pekerjaan tetapi tidak ada satupun yang menerimanya karena alasan tidak bisa membayar banyak karyawan yang bekerja saat pandemi tersebut. Terpaksa dia dan adik – adiknya harus menjadi pemulung sampah agar dapat mendapatkan uang. Dia sangat sedih harus melihat adiknya - adiknya menjadi pemulung untuk membantunya mencari uang. Dia tidak ingin adik – adiknya harus putus sekolah karena keterbatasan ekonomi.

Dia terus memutar otaknya untuk bisa mendapatkan uang. “Apa yang harus aku lakukan agar aku mendapatkan uang dengan halal”, gumannya. Dia akhirnya ikut bekerja menjadi buruh tani bersama ibunya walaupun gajinya tidak seberapa. Dia juga bekerja menjadi tukang angkat – angkat barang di pasar dan semua pekerjaan yang bisa dia lakukan.

Lalu dia mencoba meminta saran kepada temannya dan temannya menyarankannya untuk mencoba sesuatu yang baru. “Kamu kan jago melukis dan saat SMA dulu kamu dapat juara nasional kan. Bagaimana kalo kamu melukis dan lukisannya dapat dijual”, temannya menyarankannya. “Pasti tidak ada orang mau beli, karena kebanyakan orang – orang menganggap remeh orang yang jago menggambar atau melukis”, jawabnya. “Memang, tapi kamu hanya butuh orang – orang yang dapat mengapresiasi karyamu. Kamu kan bisa menjualnya di sosial media”, kata temannya. “Iya benar akan aku coba lakukan, tapi hp ku sudah aku jual untuk membayar uang kontrakkan rumah”, jawab Hamzah dengan sedikit lesu. “Kamu bisa meminjam komputerku di rumah”, kata temannya yang memberikan dia semangat.

Kemudian dia membeli peralatan untuk melukis. Dia harus menjual tv di rumahnya untuk membeli peralatan tersebut. Dia mulai melukis beberapa kejadian sosial disekitarnya. Lukisannya itu memiliki makna yang sangat dalam bagi orang yang dapat mengapresiasi lukisan tersebut.

Dia tidak membuat satu lukisan saja tetapi dia membuat beberapa lukisan yang kemudian dia jual di sosial media menggunakan komputer temannya. Dia mencoba menjualnya dengan harga yang murah tetapi dalam satu minggu lukisan itu belum terjual sama sekali. Awalnya dia ingin berhenti saja melukis karna itu hanya sia – sia saja baginya, tetapi karena dorongan semangat dari kelurganya, dia terus melukis dan mencoba memperbaiki lukisanannya agar bisa dijual.

Akhirnya ada seseorang yang tertarik dengan lukisannya. Pembeli itu dapat memahami makna lukisan Hamzah yang bermakna sangat dalam. Pembeli itu sangat menyukai semua

lukisan Hamzah dan menawarkan harga diatas harga yang diajukan Hamzah, sekitar puluhan juta. Hamzah sangat kaget, dia tidak menyangkan bahwa lukisan yang dilukisnya bisa bernilai sangat mahal. Lukisan itu pun terjual dan Hamzah mendapatkan uang dari lukisan itu.

“Alhamdullilah, terimakasih Ya Allah atas rezeki yang telah Engkau berikan”, ucap rasa syukur Hamzah. Akhirnya Hamzah terus melukis dan itu menjadi awal kesuksesannya.

“Tok, tok, tok” (bunyi orang mengetuk pintu). “Permisi pak”, terdengar suara dari balik pintu. “Iya masuk, maaf saya ketiduran”, kata Hamzah. “Iya pak, maaf menganggu, satu jam lagi keberangkatan bapak, mobilnya sudah siap untuk mengantarkan bapak ke bandara”, kata karyawan Hamzah. “Untuk apa ya”, jawab Hamzah. “Apa bapak lupa, hari ini ada jadwal bertemu klient untuk membahas pameran lukisan di Singapura”,kata karyawan Hamzah. “Oh maaf saya lupa, saya akan segera turun”, jawab Hamzah. “iya pak baik”, kata karyawannya.

Kemudian Hamzah tersenyum dan menangis haru mengingat semua perjuangannya yang penuh lika – liku untuk meraih kesuksesannya itu. Dwan Setiyawan XI_DPIB 1

This article is from: