Analisis perubahan guna lahan di koridor jalan purnawarman bandung

Page 1

Analisis Perubahan Guna Lahan Koridor Jalan Purnawarman Bandung Meta Indriyani Kuniasari 15412016, Hanfie Vandanu 25412019 Program Studi Teknik Planologi Sekolah Arsitektur Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan 1 Email: metaindriyani@gmail.com, 2Email: hanfiev@gmail.com

Abstrak: Alih fungsi lahan menjadi salah satu permasalahan yang tengah dihadapi oleh perkotaan. Bandung sebagai kota besar yang terkenal sebagai kota jasa dan pariwisata memiliki magnet yang besar untuk mengundang orang datang kepadanya. Lahan – lahan yang digunakan untuk kawasan jasa dan pariwisata di kota Bandung menggunakan lahan yang telah dikonversi dari lahan pertanian atau permukiman. Alih fungsi lahan di kota Bandung kritis. Salah satunya adalah alih fungsi lahan di koridor jalan Purnawarman dari kawasan permukiman menjadi kawasan kawasan komersial perdangan dan kawasan komersial jasa. Penelitian ini diharapkan memberikan informasi mengenai perubahan land use atau tata guna lahan di kawasan Purnawarman. Metode yang dipergunakan penulisa adalah survey lapangan. Perubahan land use koridor jalan Purnawarman dari tahun 2004 hingga 2013 sangat signifikan. Perencanaan kawasan Kota Bandung telah tertera dalam RTRW Kota Bandung 2011 – 2031, namun dalam pelaksanaannya terdapat banyak penyimpangan atau penerapan tata guna lahan yang tidak sesuai. Perubahan land use yang tidak tepat sasaran ini mengakibatkan terjadinya permasalahan di kawasan ini seperti kemacetan, tata ruang yang tidak tepat guna dan penumpukan PKL. Penelitian ini diharapkan memberikan informasi mengenai perubahan land use atau tata guna lahan di kawasan Purnawarman. Kata Kunci— tata guna lahan, land use, alih fungsi lahan, RTRW kota Bandung, Purnawarman

A. PENDAHULUAN Kota Bandung merupakan kota metropolitan terbesar di Jawa Barat, sekaligus menjadi ibu kota Provinsi Jawa Barat. Kota ini terletak 140 km sebelah tenggara Jakarta. Bandung merupakan kota terbesar ke -3 di Indonesia setelah Jakarta dan Surabaya. Kota Bandung memiliki julukan “Kota Jasa dan Pariwisata” karena memiliki banyak tempat pariwisata, Bandung juga dikenal sebagai “Kota Belanja” karena memiliki banyak tempat belanja. Bandung dengan segala pesonanya, menyebabkan banyak masyarakat ingin berkunjung ke Bandung. Akibatnya permintaan akan kebutuhan lahan di Bandung terus meningkat. Sehingga itu memacu perubahan fungsi lahan di Bandung dari lahan pertanian atau lahan pemrukiman menjadi lahan komersial. Bandung memiliki banyak kawasan yang ramai dikunjungi. Banyak kawasan jalan di Bandung yang sering dikunjungi, seperti misalnya Jalan Dago, Jalan Merdeka, Jalan R.L.EE Martadinata, Jalan Purnawarman dll. Jalan Purnawarman adalah salah satu jalan yang terletak di kawasan strategis antara pusat kota dan Bandung Utara yang menjadi salah satu kawasan bergengsi di pusat komersial dan keramaian kota Bandung. Permasalahan yang ada akibat letak stategis tersebut adalah Jalan Purnawarman menjadi terasuk satu dari 50 titik macet di Kota Bandung karena padatnya kendaraan yang melintasi kawasan ini dan kendaraan yang keluar-masuk pertokoan sekitar, volume kendaran yang tinggi, jalannya sempit, serta seringnya angkot ngetem di sekitar lokasi. Pengalihfungsian lahan di kawasan Purnawarman menjadi kawasan komersil akan semakin marak seiring dengan tingginya nilai stategis kawasan Purnawarman. Kawasan Purnawarman terletak di Bandung Utara yang merupakan kawasan lindung, tetapi kawasan ini beralih fungsi menjadi kawasan komersil. Dengan adanya penelitian ini, diharapkan memberikan informasi mengenai perubahan land use atau tata guna lahan di kawasan Purnawarman.


B. TINJAUAN LITERATURE Hamid Shirvani, dalam bukunya yang berjudul “Urban Design Process” ia mendefinisikan pengertian tata guna lahan yang merupakan rancangan dua dimensi berupa denah peruntukan lahan sebuah kota. Menurut Solihin GP, Ketua Dewan Penasihat DPKLTS ( Dewan Pemerhati Kehutanan Dan Lingkungan Tatar Purnawarman) berdasar gambaran citra satelit dari tahun ke tahun, Kawasan Bandung Utara atau KBU menampakkan alih fungsi lahan yang semakin parah. Menurut Peraturan Daerah Kota Bandung No. 18 Tahun 2011 tentang RTRW Kota Bandung Tahun 2011-2031 KBU adalah kawasan yang meliputi sebagian wilayah Kabupaten Bandung, Kota Bandung, Kota Cimahi dan Kabupaten Bandung Barat dengan batas di sebelah utara dan timur dibatasi oleh punggung topografi yang menghubungkan puncak Gunung Burangrang, Masigit, Gedongan, Purnawarman, Tangkubanparahu dan Manglayang, sedangkan di sebelah barat dan selatan dibatasi oleh garis (kontur) 750 m di atas permukaan laut (dpl) yang secara geografis terletak antara 107º 27’ - 107 º Bujur Timur, 6º 44’ - 6º 56’ Lintang Selatan. Kawasan lindung diubah menjadi kawasan budidaya oleh intervensi kegiatan manusia yang tidak memahami azas konservasi dan hanya berlandaskan ekonomi jangka pendek . Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Wali) Jawa Barat menyoroti makin banyaknya pembangunan properti di Kota Bandung. Pengembang tersebut membangun sarana komersial seperti hotel, apartemen, kondominium, perumahan mewah, pusat perbelanjaan, restoran, serta sarana komersial lainnya Ruang-ruang tiga dimensi (bangunan) akan dibangun di tempat-tempat sesuai dengan fungsi bangunan tersebut. Menurut Kustiawan (1997) dalam kolokiumkpmipb.wordpress.com, konversi lahan berarti alih fungsi atau mutasinya lahan secara umum menyangkut transformasi dalam pengalokasian sumberdaya lahan dari satu pengunaan ke pengunaan lainnya. Utomo dkk (1992) mendefenisikan alih fungsi lahan atau lazimnya disebut sebagai konversi lahan adalah perubahan fungsi sebagian atau seluruh kawasan dari fungsinya semula (seperti yang direncanakan) menjadi fungsi lain yang menjadi dampak negatif (masalah) terhadap lingkungan dan potensi lahan itu sendiri. Alih fungsi lahan berarti perubahan/ penyesuaian peruntukan penggunaan, disebabkan oleh faktor-faktor yang secara garis besar meliputi keperluan untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang makin bertambah jumlahnya dan meningkatnya tuntutan akan mutu kehidupan yang lebih baik. Sihaloho (2004) membagi konversi lahan kedalam tujuh pola atau tipologi, yaitu:

a. Konversi gradual berpola sporadis; dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu lahan yang kurang/ tidak produktif dan terdesakan ekonomi pelaku konversi.

b. Konversi sistematik berpola ‘enclave’ dikarenakan lahan kurang produktif, sehingga konversi dilakukan secara serempak untuk meningkatkan nilai tambah.

c. Konversi lahan sebagai respon atas pertumbuhan penduduk (population growth driven land conversion); lebih lanjut disebut konversi adaptasi demografi, dimana dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk, lahan terkonversi untuk memenuhi kebutiuhan tempat tinggal.

a. Konversi yang disebabkan oleh masalah social (social problem driven land conversion); b.

disebabkan oleh dua faktor yakni keterdesakan ekonomi dan perubahan kesejahteraan. Konversi tanpa beban; dipengaruhi oleh faktor keinginan untuk mengubah hidup yang lebih baik dari keadaan saat ini dan ingin keluar dari kampung

i. Konversi adaptasi agraris; disebabkan karena keterdesakan ekonomi dan keinginan untuk berubah dari masyarakat dengan tujuan meningkatkan hasil pertanian.

ii. Konversi multi bentuk atau tanpa bentuk; konversi dipengaruhi oleh berbagai faktor, khususnya faktor peruntukan untuk perkantoran, sekolah, koperasi, perdagangan, termasuk sistem waris yang tidak dijelaskan dalam konversi demografi. Proses alih fungsi lahan pertanian ke penggunaan nonpertanian yang terjadi disebabkan oleh beberapa faktor. Ada tiga faktor penting yang menyebabkan terjadinya alih fungsi lahan sawah yaitu: 1. Faktor Eksternal Merupakan faktor yang disebabkan oleh adanya dinamika pertumbuhan perkotaan, demografi maupun ekonomi. 2. Faktor Internal


Faktor ini lebih melihat sisi yang disebabkan oleh kondisi sosial-ekonomi rumah tangga pertanian pengguna lahan. 3. Faktor Kebijakan Yaitu aspek regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat maupun daerah yang berkaitan dengan perubahan fungsi lahan pertanian. Kelemahan pada aspekregulasi atau peraturan itu sendiri terutama terkait dengan masalah kekuatan hukum, sanksi pelanggaran, dan akurasi objek lahan yang dilarang dikonversi. Faktor lain penyebab alih fungsi lahan terutama ditentukan oleh : 1. Rendahnya nilai sewa tanah (land rent); lahan sawah yang berada disekitar pusat pembangunan dibandingkan dengan nilai sewa tanah untuk pemukiman dan industri. 2. Lemahnya fungsi kontrol dan pemberlakuan peraturan oleh lembaga terkait. 3. Semakin menonjolnya tujuan jangka pendek yaitu memperbesar pendapatan asli daerah (PAD) tanpa mempertimbangkan kelestarian (sustainability) sumberdaya alam di era otonomi.

C. GAMBARAN UMUM Jalan Purnawarman memiliki posisi strategis di pusat kota Bandung. Jalan ini lokasinya berdekatan dengan kantor wali kota, dan dekat dengan salah satu mall besar di Bandung, yaitu Bandung Indah Plaza. Jalan ini berbatasan dengan Jl.R.L.E.E Martadinata. Hal tersebut mengakibatkan jalan ini sering dialaui, sehingga terjadi pertumbuhan ekonomi. Sepanjang koridor jalan Purnawarman, dari Kantor Pajak Kota Bandung hingga (Rumah Makan), banyak terdapat bangunan komersial, baik itu komersial jasa, komersial perdagangan dll. Bangunan – bangunan terebut diantaranya, Circle-K (CK) , Universitas Bisnis Indonesia (UNIBI), Institut Francaic Indonesia (IF), Bandung Elektronic Center (BEC), Factory Outlet (FO) dll . Bagian yang menarik dari kawasan ini adalah, di sepanjang jalan koridor berderet tak hentinya bangunan komersial. Kawasan ini menjadi sangat padat ketika di sore hari atau di akhir pekan, karena hampir semua bangunan komersil tersebut tidak memiliki lahan parkir yang cukup sehingga parkiran liar memakan ruas jalan Purnawarman yang kecil. Hal yang menarik lainnya adalah di sepanjang koridor jalan ini banyak sekali PKL yang menjajakan barang jualannya yang menyumbangkan kontribusi kemacetan di koridor jalan tersebut.

D. ANALISIS GAMBAR I PETA PERENCANAAN TATA GUNA LAHAN SEPANJANG KORIDOR JALAN PURNAWARMAN TAHUN 2004


GAMBAR II EKSISTING TATA GUNA LAHAN SEPANJANG KORIDOR JALAN PURNAWARMAN TAHUN 2013

Perencanaan landuse berkaitan dengan pengaturan guna lahan yang mencakup unsur keilmuan, keindahan, dan alokasi sumber daya. Tujuan perencanaan landuse ialah menyediakan dan mendukung kemampuan alam agar mampu menyokong kehidupan manusia secara kontinyu. Perencanaan landuse menuntut koordinasi pada tingkatan pemerintah dan masyarakat. Pemerintah dalam hal ini pemerintah daerah menjalankan fungsinya sebagai pemangku kebijakan daerah yang terdiri dari manajaemen pertumbuhan, anggaran belanja daerah, kebijakan landuse dan pengaturan regulasi perencanaan. Sedangkan masyarakat dalam hal ini berhak turut serta dalam perancangan dan penentuan kebijkan perencanaan landuse. Pada survey ini diteliti perubahan tata guna lahan sepanjang koridor Jalan Purnawarman. Menurut hasil survey yang telah dilakukan menunjukkan perubahan tata guna lahan di daerah sepanjang koridor jalan Purnawarman dari kawasan pemukiman menjadi kawasan komersial. Berdirinya salah satu pusat perbelanjaan barang elektronok di Jalan Purnawarman yaitu BEC memberikan efek perubahan guna lahan pada lahan-lahan di sekitarnya. Berkembangnya BEC sebagai pusat perbelanjaan elektronik terbesar pertama di Bandung menarik konsentrasi masyarakat menuju ke jalan Purnawarman untuk melakukan aktivitas jual – beli barang elektronik. Berkembangnya kawasan jalan Purnawarman menjadi pusat aktivitas perdagangan elektronik di wilayah tersebut menyebabkan banyak pemilik lahan dan bangunan membangun pertokoan di kawasan jalan Purnawarman. Lahan-lahan yang berada di sekitar BECyang semula merupakan lahan permukiman kemudian beralihfungsi menjadi lahan perdagangan dengan didirikannya toko, FO, Universitas dll di kawasan tersebut. Berdasarkan Teori Land Rent Lokasi Barlow (1978:75) menggambarkan hubungan antara nilai land rent dan alokasi sumber daya lahan diantara berbagai kompetisi penggunaan kegiatan sektor yang komersial dan strategis mempunyai land rent yang tinggi, sehingga sektor tersebut berada pada kawasan strategis mempunyai land rent yang tinggi, sehingga sektor tersebut berada pada kawasan strategis, sebaliknya sektor yang kurang mempunyai nilai komersial maka nilai rentnya semakin kecil. Land rent diartikan sebagai locational rent. Tabel Harga Jual dan Harga Sewa Kios di BEC di Jl. Purnawarman Nama Harga Jual Harga Sewa / tahun Kios di BEC Rp Rp 160.000.000 2.000.000.000


Sumber : tokobagus.com Nama Harga Jual Ruko 2 Lantai Strategis Di Bandung Timur.

Rp 925.000.000

Harga Sewa / tahun Rp 90.000.000

Sumber : tokobagus.com D ari tabel tersebut, terlihat perbedaan besar dari harga jual lahan dan harga sewa lahan yang ada di kawasan jalan Purnawarman (KBU) dengan Kawasan Bandung Timur. Berdasarkan Teori Land Rent Lokasi Barlow (1978:75) menggambarkan hubungan antara nilai land rent dan alokasi sumber daya lahan diantara berbagai kompetisi penggunaan kegiatan sektor yang komersial dan strategis mempunyai land rent yang tinggi, sehingga sektor tersebut berada pada kawasan strategis mempunyai land rent yang tinggi, sehingga sektor tersebut berada pada kawasan strategis, sebaliknya sektor yang kurang mempunyai nilai komersial maka nilai rentnya semakin kecil. Land rent diartikan sebagai locational rent. Hal tersebut yang terjadi pada kawasan jalan Purnawarman. Pada awalnya, terjadi ketidaksesuaian pemanfaatan lahan yang menimbulkan implikasi berbagai elemen dalam man kawasan mulai dari perubahan aktivitas masyarakat hingga perubahan tata ruang. Perubahan guna lahan menjadi kawasan komersial menyebabkan banyak pengembang, maupun investor berdatangan untuk berinvestasi di kawasan tersebut. Banyak pemilik lahan yang kemudian menjual atau menyewakan lahannya kepada investor. Selain itu, banyak juga pemilik lahan yang membuka lapangan usaha di rumah tinggalnya karena mengikuti perubahan guna lahan. Akibatnya, harga tanah di kawasan jalan Purnawarman naik. Kenaikan harga tanah tersebut akhirnya juga membuat masyarakat enggan membeli tanah dan membangun rumah tinggal di kawasan jalan Purnawarman. Akibatnya, perubahan keadaan jalan perlahan-lahan terjadi mulai dari meningkatnya kepadatan arus lalu lintas, bertambahnya volume kendaraan yang melintasi jalan, serta membaiknya infrastruktur di kawasan Jalan Purnawarman. Sempitnya lahan permukiman di kawasan jalan tersebut berbanding terbalik dengan kebutuhan akan permukiman yang meningkat karena berdirinya pusat perbelanjaan elektronik dan pertokoan. Jumlah pertokoan yang semakin banyak menyebabkan peningkatan jumlah tenaga kerja. Salah satu kebutuhan tenaga kerja adalah tempat tinggal. Karena ketersediaan tempat tinggal di kawasan tersebut sangat sedikit, para tenaga kerja sulit mencari tempat tinggal di dalam maupun sekitar tempat kerjanya, sehingga mayoritas tenaga kerja menggunakan moda transportasi kendaraan bermotor. Hal ini menyebabkan peningkatan volume kendaraan yang melintasi jalan Purnawarmanq. Kapasitas jalan yang tidak terlalu besar diisi oleh jumlah kendaraan yang banyak, sehingga mengakibatkan kepadatan arus lalu lintas. Terlebih lagi, Jalan Purnawarman merupakan tempat pertemuan beberapa jalan utama di sekitarnya. Oleh karena itu, kemacetan di titik-titik pertemuan jalan utama tidak dapat dihindari. Masalah lalu lintas merupakan salah satu masalah yang ditimbulkan akibat ketidaksesuaian pemanfaatan lahan. Masalah lain yang timbul adalah masalah kepadatan penduduk akibat terkonsentrasinya aktivitas perdagangan masyarakat di kawasan jalan Purnawarman. Selain itu, ketidaksesuaian pemanfaatan ruang dengan perencanaan guna lahan mengakibatkan tidak tercapainya keseimbangan tata ruang sehingga dapat menghambat perkembangan suatu sektor dalam wilayah tersebut. Oleh karena itu, untuk mengurangi berbagai masalah dan dampak negatif pemanfaatan ruang,pemerintah harus menjalankan fungsi pengendalian dalam pemanfaatan tata ruang. Kemudian dibutuhkan peran serta masyarakat agar pemanfaatan ruang dapat konsisten dan sesuai dengan perencanaan yang telah dibuat.

E. PENUTUP Koridor jalan Purwarman mengalami perubahan land use dari tahun 2004 hingga 2013. Lahan yang mayoritas asalnya adalah lahan permukiman telah berubah secara signifikan menjadi lahan komersial. Lahan komersial di koridor jalan ini dibangun lahan komersial perdagangan seperti BEC, CK, FO dll dan lahan komersial jasa seperti UNIBI, Dinas Perpajakan Kota Bandung dll. Perluasan lahan yang berubah diantaranya perluasan BEC yang berekspansi dengan memseteli


lahan disampingnya dan perluasan lahan Gramedia. Akibat dari maraknya pembangunan kawasan komersial yang padat di kawasan ini, menarik perhatian masyarakat untuk berkunjung ke daerah ini sehingga menyebabkan banyak kendaraan yang singgah disini sementara akses jalan sempit yang pada akhirnya menimbulkan kemacetan. Dalam setiap perencanaan pembangunan tata guna lahan di Bandung, sebaiknya memperhatikan Kebijakan dan Strategi Pengendalian Pemanfaatan Ruang dalam Peraturan Daerah Kota Bandung No. 18 Tahun 2011 tentang RTRW Kota Bandung Tahun 2011-2031. Karena kesalahan pemanfaatan ruang dapat menyebabkan dampak negatif, seperti misalnya kemacetan. Perlunya Penegakan Kembali Peraturan Daerah Kota Bandung NOMOR 3 TAHUN 2005 Tentang Penyelenggaraan Ketertiban, Kebersihan Dan Keindahan dirasa perlu, untuk menertibkan kawasan Purnawarman.

F. DAFTAR PUSTAKA Darsiharjo.1998. Bentuk pemanfaatan lahan dan fungsi daerah resapan di Bandung Utara. Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan :Bandung Puspandari,Namira. Alih Fungsi Ruang Terbuka Hijau Di Kota Bandung Dalam Pelestarian Fungsi Lingkungan. Unpad:Bandung Peraturan Daerah Kota Bandung NOMOR 3 TAHUN 2005 Peraturan Daerah Kota Bandung No. 18 Tahun 2011 RTRW Kota Bandung Tahun 2011-2031 http://prayudho.wordpress.com/2009/11/05/teori-lokasi/

G. LAMPIRAN



Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.