Metro Jabar edisi 2

Page 1

Aspirasi, Suara Hati Masyarakat Jawa Barat

SELASA, 31 MARET 2015

KEBIJAKAN...

BELAJAR MENANAM: Seorang ayah mengajari anaknya bercocok tanam.

Anak SD Senang Tanam Cabai dan Ternak Ikan PURWAKARTA-Muhammad Ikhwan, siswa kelas 3 SDN 2 Tegalmunjul, langsung mengajak ayahnya pergi ke pekarangan rumah. Sambil terheran-heran, Ishak Iskandar, ayahnya bertanya-tanya sekaligus menuruti keinginan anaknya itu. Ikhwan menceritakan jika dirinya dan anakanak lainnya disuruh bercocok tanam dan memiliki ternak biar naik kelas. “Saya datang ke gurunya dan gurunya menjelaskan ini itu. Akhirnya saya mengerti. Saya anjurkan anak saya ternak ikan saja,” ujar Ishak saat ditanya soal Peraturan Bupati (Perbub) Purwakarta Nomor 2 Tahun 2015 tentang persyaratan tambahan kenaikan kelas pada jenjang pendidikan dasar di Kabupaten Purwakarta. “Kebetulan anak saya dari kecil sudah senang pelihara ikan koi. Pelihara ikan koi boleh kan?” Ishak malah balik bertanya. Jika tidak dibolehkan, Ishak juga sudah mengantisipasi dan mengajarkan anaknya menanam cabai. Di pekarangan sudah terdapat potpot. Ikhwan tampak ragu menaburkan biji cabai ke pot yang sudah diisi tanah. “Biarkan beberapa hari. Nanti juga tumbuh sendiri. Tapi tiap hari harus disiram,” jelas Ishak menuturkan perbincangannya dengan anaknya. Tak hanya Ishak, kakaknya, Yani Mulyani juga memiliki putri yang sekolah dasar, Salsabilla. Ishak maupun Yani serta tetangganya melakukan yang sama. Mereka pun akhirnya memilih menanam cabai beramairamai. “Tanam cabai itu mudah dan murah,” ucapnya. Berawal dari mulut ke mulut, telinga ke telinga, akhirnya banyak orang tua di Kabupaten Purwakarta melakukan hal yang sama. Tak semuanya menanam cabai. Ada juga yang beternak ikan atau menggembala kambing. (and)

ARTISTIK: Hadi menunjukkan desain keramiknya yang terbuat dari kulit telur. Desain ini mengundang decak kagum arsitek Jepang, Jung Khong Sin.

Arsitek Jepang pun Kepincut Pengusaha Lokal Keramik Plered Kerja Sama Ekspor PURWAKARTA–Kecamatan Plered memiliki Sumber Daya Alam yang melimpah ruah. Salah satunya adalah tanah liat. Dari tangan kreatif, tanah berwarna coklat itu bisa berubah menjadi karya seni dan bisnis yang menggiurkan. Seperti yang dilakukan Hadi Supardiansyah. Pria kelahiran Kabupaten Karawang ini, menyulap bengkel milik orang tuanya menjadi pabrik keramik dengan penghasilan Rp 2 juta hingga Rp 3 juta per bulannya. Hadi menjelaskan, cara

pembuatan keramik ini terbilang mudah. Karena hanya menggunakan tangan dibantu alat pemutar atau sering disebut perbot. Bentuk dan motif yang diinginkan, sesuai gerakan tangan. Hadi mengungkapkan, jika pembuatannya hanya mengandalkan keahlian tangan, bentuk dan dan ukurannya tak menentu. Sehingga sulit jika ada pesanan dengan bentuk sama tapi jumlah yang banyak. Untuk itu, Hadi berfikir keras. Dia bertanya ke setiap orang. Bahkan, tak jarang membaca buku ten-

tang motif dan design untuk dijadikan inspirasi. “Awalnya, sulit mempelajari motif dan design. Karena harus kreatif dan imajinatif,” kata pria kelahiran 21 September 1980 ini. Dikatakannya, hasil produksi dari cetakannya digemari dari berbagai turis mancanegara. Bahkan, Jung Khong Shin, warga Jepang keturunan Korea yang mempunyai keahlian di bidang arsitek di Jepang, menyukai hasilnya. Apalagi, motif dari kulit telur hasil ciptaannya. “Padahal, waktu itu saya

hanya coba-coba bikin satu. Itu pun gagal. Dia malah memesan dalam jumlah banyak. Otomatis, saya nyari ke sana kemari. Hingga, memesan telur ayan puluhan kilogram. Dan meneliti bagaimana caranya agar hasilnya memuaskan,” ujarnya. Karena hasilnya memuaskan, Jung Khong Shin pun menawarkan kerja sama. Dengan penuh percaya diri, Hadi yang bermodalkan pasih berbahasa Inggris ini, langsung mengambil tawaran tersebut. Sambil bekerja sama, Hadi menimba ilmu dari Jung yang pintar dalam motif dan design. Termasuk kedisiplinan dan manajemen pengelolaan pabrik. Hasil ilmu yang didapat, kata Hadi, membuatnya hasil

ciptaannya terkenal. Sebab, ia tak ketinggalan dalam setiap penyelenggaraan pameran. Karyanya pernah ditampilkan di Jakarta Converence Centre (JCC), Pameran Produk Expo (PEE) Jakarta, di Bandung dan Jogya. Ia selalu haus pameran meski harus merogoh kocek sendiri. “Sebab, dari sana saya ketemu banyak orang. Termasuk dari mancanegara. Hasilnya, saya sering dikunjungi pemesan dari Jakarta yang meminta pesanan dalam jumlah banyak untuk diekspor ke Amerika, Australia, Jepang, Taiwan, China, Korea, Jerman dan lainlain,” ungkapnya. Selain pameran, ia pun sering mengikuti pelatihanpelatihan yang diselenggarakan pemerintah. (and)

Simping, Si Renyah Oleh-Oleh Khas Purwakarta MUDAH DIAKSES: Agus Rustofa memperlihatkan data base warganya yang mudah diakses berdasarkan nama, jenis kelamin, usia, atau tahun kelahiran.

Ketua RT Semakin Kreatif PURWAKARTA-Pemkab Purwakarta sudah membagikan gaji ketua RT dan RW pekan kemarin yang dirapel dari Januari hingga Maret sebesar Rp1,5 juta. Para ketua RT tentu tak ingin menerima gaji buta alias digaji tanpa kerja. Mereka justru tambah semangat bekerja melayani masyarakat. Ketua RT01/04 Desa Tegaljunti Kelurahan Tegalmunjul Agus Rustofa men-

gaku semringah dan sangat berterima kasih kepada Bupati Dedi Mulyadi yang sudah memperhatikannya. Dengan adanya penambahan gaji ini, Agus tak merasa terbebani dengan tugas pokok ketua RT. Agus justru tambah semangat bekerja melayani warganya. Agus dengan cekatan langsung membuat sistem komputerisasi data warga yang bisa diakses secara mudah siapa saja. Aplikasi tersebut

inisiatif sendiri dan dibuat dalam format Microsoft Excel. Di situ terdapat data base warga dengan mencantumkan nama lengkap warga, tempat dan tanggal lahir, usia, jenis kelamin. “Lebih detailnya ada klasifikasi warga berdasarkan usia, pekerjaan, dan pendidikan. Tinggal klik keyword apa langsung muncul data yang diinginkan. Data ini selalu update,” jelas Agus. (and)

PURWAKARTA-Bagi warga pendatang di Purwakarta yang mudik ke kampung ha l a ma n n ya, m e m b e l i simping untuk dijadikan oleh-oleh khas adalah wajib hukumnya. Begitu pun sebaliknya, warga Purwakarta yang merantau ke luar kota atau mudik, tak lengkap rasanya kalau tidak membeli simping saat hendak kembali ke kota asal. Simping, camilan renyah berbentuk bulat pipih dengan rasa gurih beraroma bawang putih dan kencur ini memang pas dijadikan oleh-oleh. Simping sendiri merupakan camilan berbentuk bulat tipis seperti lembaran. Pada umumnya simping berwarna putih, terbuat dari tepung terigu, tepung tapioka, santan yang diberi bumbu-bumbu seperti ken-

cur. Adonan ini kemudian dimasukkan ke dalam cetakan berbentuk bulat tipis dan dimatangkan dengan cara dipanggang menggunakan alat khusus. Di antara deretan penjual simping yang terdapat di Kaum, adalah simping Teh Ina yang menjadi incaran utama para pembeli. Penanggung J a w a b To k o Simping Teh Ina, Ahmad Zakaria menyebutkan, penjualan makanan khas ini tak pernah sepi dari pembeli. “Jualan kami ramai terus,” kata Ahmad saat ditemui di tokonya di Jl. Mr Dr Kusumaatmaja No. 65 Purwakarta, beberapa waktu lalu. “Dalam satu hari rata-rata kapasitas produksi kami mencapai 250 bungkus,” akunya. Dijelaskannya, ada tujuh rasa yang ditawarkan. “Mulai rasa kencur, stroberi,

Awalnya Dinamakan Kue Sumping

KHAS: Perajin simping Toko Teh Ina mengolah simping.

keju, cabai, nangka, cokelat, dan pandan. Yang paling cepat habis adalah simping bercitarasa kencur karena rasa kencur memang paling original,” jelasnya. Yang menarik, tak banyak warga Purwakarta yang mengetahui asal usul nama simping ini. Namun menurut beberapa versi dari para pen-

jual simping, nama simping berasal dari kata sumping (datang, Red). “Setahu saya penganan ini dulunya sering disajikan kepada para tetamu yang datang, hingga dinamakan kue sumping. Namun dalam perkembangannya kata sumping sering dilafalkan menjadi simping,” tutup Ahmad. (and)

Kisah Singkat Situ Buleud yang Kini Namanya Menjadi Taman Sribaduga

Temukan Kubangan Badak atas Ilham Dalem Solawat MASYARAKAT Jawa Barat sudah tak asing lagi dengan keberadaan Situ Buleud atau Taman Sribaduga. Danau ini memiliki nilai sejarah yang kini disulap Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi menjadi tempat wisata yang sangat layak dikunjungi warga dunia. ANDY RUSNANDY, Purwakarta PADA jaman Bupati Raden Ar ya Suriawinata pusat pemerintahan Kabupaten Purwakarta berada di Karawang. Namun karena letak Karawang berada di

daerah aliran Sungai Citarum, maka seringkali banjir. Untuk itu, Bupati yang terkenal dengan julukan Dalem Solawat, memindahkan pusat pemerintahan ke daerah Wanayasa di kaki Gunung Burangrang. Tak berselang lama Dalem Solawat ingin memindahkannya kembali. Dari hasil munajatnya kepada Yang Maha Kuasa, ia mendapat ilham. Lokasi yang cocok berupa sebuah tempat di mana terdapat sebuah kubangan dan pohon tanjung. Dia pun memerintahkan seorang wadana (setingkat lurah) untuk mencari tempat dengan tanda tersebut. Dari hasil pencarian, didapatlah sebuah kubangan yang saat itu tengah digunakan seekor badak. Yakin dengan temuannya, maka

DOKUMEN

SAKSI SEJARAH: Patung badak di pintu masuk Taman Sribaduga.

wadana pun melaporkannya kepada Dalem Solawat. Maka dilakukanlah pembenahan hingga tempat tersebut berubah menja-

di nyaman dan asri. Oleh Dalem Solawat, tempat tersebut dinamai Sindangkasih bermaknakan tempat perhentian yang nyaman

dan dicintai. Tercatat, sebagai lurah pertama Sindangkasih adalah seorang pria bijaksana bernama Purbasari. Dalam

perkembangannya, Purbasari dipercayakan untuk memerintah di Cikampek, sebagai penggantinya adalah Rd Rangga Natayuda. Atas gagasan Rd Rangga Natayuda, kubangan tempat badak berendam tersebut kemudian dibenahi menjadi sebuah situ (danau, Red), begitu juga daerah di sekitarnya ditata semakin rapi. Sejak itulah, situ yang memiliki fisik berbentuk lingkaran ini dikenal dengan sebutan Situ Buleud. Situ Buleud merupakan daerah cekungan seluas 4 hektare. Diyakini air yang menggenangi Situ Buleud berasal dari sebuah mata air dan air hujan. Sejarawan Purwakarta R Garsoebagdja Bratadidjaja menjelaskan, pada

masa kolonial Belanda, Situ Buleud sering dijadika n te mp at m e ng g e la r berbagai acara. ”Misalnya saat Ratu Belanda berulang tahun, maka warga Belanda yang bermukim di Purwakarta pun menggelar berbagai acara besar untuk memperingatinya. Pada masa itu Situ Buleud merupakan wilayah eksklusif, warga pribumi dilarang menginjakkan kakinya di sini,” paparnya. Namun yang patut dilihat da r i s e ja ra h, b e ta pa telah sejak lama Situ Bu l e u d d i ja d i k a n i k o n kota Purwakarta. Setiap kali pergantian pemerintahan, maka penataan Situ Buleud tak luput dari perhatian. Pun halnya di masa pemerintahan yang berkuasa saat ini. (and)


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.