Metro Jabar edisi 3

Page 1

Aspirasi, Suara Hati Masyarakat Jawa Barat

JUMAT, 10 APRIL 2015

PAGELARAN SENI... Mei, Festival Budaya Tegal TEGAL–Bupati Purwakarta, Dedi Mulyadi konsisten membangun Purwakarta melalui pendekatan kebudayaan. Selain berbagai inovasi pembangunan dijalankannya yang tak menghilangkan nilai budaya lokal Purwakarta, bupati yang dikenal berpakaian nyentrik ini tak berhenti untuk terus belajar terkait kebudayaan. Bukan hanya ditanah Sunda, Senin (6/4) lalu, Bupati Dedi berkunjung ke Kabupaten Tegal. Selain melihat tata kota, Dedi pun bermaksud menemui Bupati Tegal yang juga dikenal dalang wayang kulit populer di tanah jawa, Enthus Susmono. Kunjungan resmi Dedi ini diterima hangat, Ki dalang Enthus di gedung Amarta ruang kerja bupati Tegal. Ditemani beberapa pejabat pemkab, di antaranya Kadishubbudparpostel, Kabid Sosial Budaya Bappeda dan Kabag Humas Setda Purwakarta, Dedi tak sungkan membuka pembicaraan untuk bermaksud belajar ke Kabupaten Tegal. “Wabilkhusus ke Ki Dalang, Pak Bupati. Saya kenal beliau sebagai tokoh budaya di tanah Jawa. Dan Tegal ternyata masih memegang nilai budaya yang cukup kuat. Tadi saya datang dari jam 8 pagi, keliling kota, tata kotanya sangat berbudaya,” jelas Dedi. Sementara itu, dari aspek lingkungan, menurut Dedi memang terdapat perbedaan antara Purwakarta dan Tegal. Jika Tegal sudah terbangun dengan kebudayaannya, sementara Purwakarta yang relatif merupakan daerah industri, menjadikan heterogen kebudayaan dari berbagai latar belakang dan suku adat dari orang yang datang ke Purwakarta untuk bekerja. Namun begitu, dirinya tetap berkomitmen untuk mempertahankan dan mempertaruhkan budaya menjadi pilar utama dalam pembangunan yang dijalankannya di Purwakarta. Menurutnya ini penting, agar pembangunan dan masyarakat di Purwakarta tidak hilang identitas diri dan alam lingkungannya. Sementara itu, Bupati Tegal, Ki Dalang Enthus Susmono menilai, kepemimpinan di Indonesia jika meninggalkan nilai kebudayaannya, dijamin pasti hancur. Sebaliknya, hal apapun jika masih memegang kebudayaan, paling tidak masih memiliki nilai-nilai humanis. “Saya juga kenal Kang Dedi ini sangat konsen kebudayaan. Bukan sekarang-sekarang sudah menjadi bupati, waktu wakil bupati juga ya seperti ini. Bagus, sangat penting memimpin dengan mengedepankan konsep dan nilai budaya asli daerah kita masingmasing,” pungkas Ki Ki Dalang. Kerja sama kedua kabupaten berbeda propinsi ini, secara teknis akan bertukar informasi terkait seni budaya yang ada antara keduanya. Purwakarta sendiri memiliki event budaya dalam setiap bulannya. Jika awal tahun ini, sudah dua daerah tampil di Purwakarta, seperti Festival Cirebon dan Festival Gianyar Bali. Maka rencananya, Mei mendatang “Festival Budaya Tegal” akan kegiliran tampil di Purwakarta dengan membawa serta seniman dan seni budaya Tegal dalam festival tersebut. (and)

Ibu Asuh Terinspirasi sang Ibu

Purwakarta MoU Kebudayaan

SAYANGI LANSIA: Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi berdialog dengan salah satu ibu asuhnya saat peluncuran program Ibu Asuh di Purwakarta bulan lalu.

Kang Dedi Mulyadi Bupati Purwakarta

Bupati Dedi Santuni Puluhan Lansia PURWAKARTA–Program kemanusiaan Ibu Asuh yang dicanangkan Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi sebagai bentuk kepeduliannya terhadap ibu–ibu lanjut usia mendapat sambutan yang luar biasa dari masyarakat Purwakarta. Bahkan program ini merebak ke seluruh Jawa Barat. Yang menjadi kategori Ibu Asuh terutama wanita lanjut usia berstatus janda dan tidak memiliki kehidupan perekonomian yang cukup baik. Program Dedi Mulyadi yang peduli dengan orang kecil tersebut kini jumlahnya sudah mencapai sekitar 8.000 ibu asuh yang tersebar di wilayah Kabupaten Purwakarta. Bupati Dedi mengajak semua kalangan, khususnya masyarakat yang berkecukupan ekonominya, para pengusaha termasuk pejabat Pemkab Purwakarta mulai eselon 2 dan 3 untuk menera-

pkan program tersebut. Yang lebih menyentuh hati, Dedi Mulyadi memberikan kepeduliannya dengan memiliki ibu asuh yang saat ini jumlahnya sudah mencapai 53 orang. Mereka semuanya tergolong wanita lanjut usia yang mayoritas tidak mampu dan berstatus janda. Program mulia ini bukan lagi disambut hangat masyarakat Purwakarta. Kendati bentuk materi yang diberikan hanya sebesar Rp 300 ribu per ibu asuh, ma k na s e r t a s e nt u ha n kepedulian yang dirasakan sangat luar biasa.

Seperti ibu asuh Onah Hasanah (73), Enen Wasiah (73). Keduanya tinggal di Kaum Kidul, Kelurahan Cipaisan, sangat terharu dengan kepedulian Bupati Dedi Mulyadi. Menurut Onah, hidupnya sudah menjanda dengan himpitan ekonomi. Hatinya bukan lagi bangga memiliki bupati yang baik dan peduli terhadap warganya. Lirih nada suaranya, mata berkunang–kunang, ia mengungkapkan isi hati dan rasa terima kasihnya kepada Bupati Dedi. Dedi menjelaskan, program ini bergulir terinspirasi dari ibunda tercintanya yang sudah almarhum. Ibunya menjadi motivasi

Dedi untuk mencanangkan program tersebut. Kecintaannya dituangkan dengan memberikan perhatian lebih dan memberikan kasih sayang kepada lansia. “Ibu asuh sudah saya anggap ibu sendiri. Kecintaan

ini bukan semata–mata karena iba, tapi bentuk kasih sayang dari lubuk hati saya yang paling dalam,” ujar Dedi Mulyadi ketika berbincang dengan Karawang Bekasi Ekspres, Kamis (9/4). (ctr)

Menpan: Tiru Diorama Arsip Purwakarta JAKARTA–Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenpanRB), Yuddy Crishnandi rupanya menjadi “marketing” promosi bagi diorama arsip “Bale Panyawangan” milik Pemkab Purwakarta. Saat menyampaikan sambutan dan membuka secara resmi Rapat Koordinasi penyelenggaraan kearsipan Nasional dan sosialisasi peraturan MenpanRB Nomor 48 Tahun 2014 tetang jabatan fungsional arsiparis, di Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI), Selasa (31/3), Yuddy dalam sambutannya terus memuji diorama milik Pemkab Purwakarta . Menurutnya, pembangunan diorama perlu dibuat karena selain dapat memvisualisasikan memori kolektif bangsa atau daerah juga dapat memperkokoh pembangunan karakter bangsa dan berimplikasi langsung kepada masyarakat karena dapat menambah pengetahuan dan informasi dari berbagai

BERSEJARAH: Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi di depan pintu masuk Kantor Arsip Bale Panyawangan Purwakarta usai meresmikan kantor tersebut.

muatan materi yang tersaji di diorama. Tentunya dengan penuangan yang menarik dan dikemas sedemikian rupa agar masyarakat mudah mengkonsumsinya. “Tiap lembaga, arsip daerah, baik propinsi, pemkab maupun pemkot agar bisa membangun diorama seperti halnya yang sudah dibangun di Purwakarta,” jelas Yuddy di hadapan 400 peserta rakornas yang terdiri

dari arsiparis,unit kerja pusat dan daerah, para kepala arsip daerah se-Indonesia. Ini perlu dilakukan, karena menurut Yuddy sudah menjadi tuntutan saat ini, selain daya dukung teknologi informasi yang sudah berkembang. Purwakarta saja yang merupakan kabupaten terkecil di Jawa Barat menurutnya mampu menghadirkan arsipnya dengan baik dan memudahkan bagi masyarakatnya.

“Ini perlu kita contoh. Silakan bagi yang akan bikin ini (diorama) bisa datang langsung ke Purwakarta,” tambahnya. Di tempat yang sama, Kepala Kantor Arsip Daerah Kabupaten Purwakarta, Nina Meinawati yang menjadi peserta wakil Purwakarta tentu saja bangga, karena tak sedikit peserta dari daerah lain langsung “menginterogasinya” mantan kepala bagian Humas Setda Purwakarta ini. “Iya, ini saya lagi bagiin brosur. Kasih penjelasan juga ke mereka (peserta lain). Pokoknya Purwakarta jadi pusat perhatian dalam pengelolaan arsipnya,” jelas Nina. Menurut Nina, banyak yang menjadwalkan akan study banding datang ke Purwakarta. Namun ada pula beberapa peserta mengatakan kalau mereka bukan tidak ingin membuat diorama seperti di Purwakarta. Mereka beralasan semua kembali kepada pucuk pimpinan daerahnya. (and)

Lembur Kahuripan, Desa Wisata di Kampung Tajur

Jaga Tradisi Leluhur dengan Aktivitas Ngecleng dan Tetunggulan DI tengah hiruk pikuk perkotaan, terdapat Kampung Tajur, sebuah daerah yang dikembangkan sebagai tempat wisata berbasis wawasan lingkungan dan budaya setempat dengan melibatkan peran serta masyarakat yang tinggal di area tersebut. ANDY RUSNANDY, Purwakarta TRADISI dan budaya Sunda masih kental melekat pada masyarakat Kampung Tajur. Hal ini langsung terlihat pada saat berkunjung ke sana. Lingkungan yang masih asri, dengan rumah pangung khas Sunda menunjukkan sisi budaya yang kuat. Untuk memasak juga masih

RUMAH PANGGUNG: Hampir seluruh rumah di Desa Wisasta Kampung Tajur, Desa Pasanggrahan, Purwakarta dibangun dengan gaya panggung. Suasana di kampung ini bersih, asri, dan indah.

memakai peralatan tradisional (kayu bakar), meskipun ada juga yang menggunakan gas bantuan

pemerintah. Untuk menghasilkan beras tak jarang pula masih menggunakan lumpang dan alu

untuk menumbuk gabah. Selain itu ada juga tradisi Ngecleng yang masih dijaga. Masyarakat Kampung Tajur memiliki sebuah tradisi atau kebiasaan unik yang sampai saat ini masih dilakukan, yaitu Ngencleng di mana setiap warga meletakkan sebuah bambu yang berisi beras di depan pintu rumah mereka masing-masing. Tradisi Ngecleng ini dilakukan masyarakat untuk mengantisipasi bencana kelaparan apabila kampung mereka tertimpa musibah seperti gagal panen ataupun hasil panen kurang baik. Biasanya batang bambu berisi beras yang berukuran 10 cm itu akan diambil oleh keamanan pada malam hari lalu mengumpulkan dan menyimpan beras-beras tersebut di balai desa. Simpanan beras-beras tersebut akan dipergunakan jika panen gagal dengan membagikannya secara merata kepada setiap

penduduk atau dijual kembali ke pasar dan hasil penjualannya untuk menutupi kebutuhan kampung seperti pembuatan pagar dan perbaikan jalan. Kegiatan yang sudah dilakukan secara turun temurun di daerah ini selain Ngecleng adalah Tetunggulan. Tetunggungan atau kegiatan menumbuk padi ini tidak setiap hari dilakukan, hanya pada acaraacara khusus saja seperti penyambutan tamu, hajatan/syukuran, peringatan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia. Fasilitas yang ada di kampung wisata ini adalah rumah tinggal yang menyatu dengan rumah penduduk. Tempat ibadah, konsumsi dapat diatur untuk masakan tradisional. Tempat pertemuan untuk tambahan listrik dapat menyewa genset. Aktivitas yang dapat dilakukan selama berada di desa wisata Kampung Tajur ini sama persis dengan

apa yang dilakukan penduduk desa sehari-hari yaitu kegiatan di sawah, kebun, menyadap aren, membuat gula aren, mengambil rumput untuk ternak, membuat rengginang. Untuk mencapai Desa Wisata Kampung Tajur, Pasanggrahan, Purwakarta ini membutuhkan waktu kurang lebih 2,5 jam dari Jakarta. Melalui Jalan Tol Jakarta– Cikampek kemudian menuju ke arah Bandung (Tol Cipularang). Keluar di pintu Tol Jatiluhur, ikuti jalan (kurang lebih sejauh 21 Km) sampai pertigaan Sawit – Darangdan kemudian belok kiri. Ikuti jalan tersebut sampai bertemu dengan gapura dan papan petunjuk Madrasah Aliyah. Kemudian masuk ke jalan tersebut. Pada ujung jalan akan ketemu dengan kelurahan kira-kira sejauh 11 Km. Bis-bis berukuran besar hanya dapat sampai di sini. Masuk ke jalan desa kurang lebih 3 KM untuk mencapai Kampung Tajur. (and)


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.