GANESHA edisi Mei 2012

Page 1

HEADLINE

SOSIAL

EKONOMI

CERITA PANJANG PENDIDIKAN INDONESIA

MAHASISWA ITB ITU INDIVIDUALIS (?)

NASIONALISASI PERUSAHAAN ASING, SOLUSI ATAU BENCANA?


SALAM REDAKSI

C R E W G A N E S H A

Salam Ganesha!

PENASEHAT Drs. Tisna Sanjaya, M.Sc

Mei menjadi bulan yang penuh gejolak tiap tahunnya. Momentum demi momentum bertaut pada bulan ini. Mulai dari May Day, Hari Pendidikan Nasional, Hari Kebangkitan Nasional dan momentum lainnya akan senantiasa dimanfaatkan oleh mereka-mereka yang menginkan perubahan. Itu juga yang dilakukan oleh kami, Majalah Ganesha ITB.

PIMPINAN UMUM Uruqul Nadhif D (MA’09) KETUA REDAKSI Muhammad Rifqi Abidin (FI’09) REDAKSI Putu Iota Laseria (MA’09) Prisanti Uni Arta (FMIPA’11) R.A. Indira Meirani (SF’11) Nur Faziatus Sa’idah (FMIPA’11) Arief Nur Ihsan (FTMD’11) Arinda Mentari Putri (SF’11) Anggun Pratami (FITB’11) Muh Rizki (FTTM’11) Sandi (FITB’11) Faisal (FTMD’11) Alip (FTSL’11) Fulky (FMIPA’11)

Sebagai orang-orang yang berkesempatan mengenyam pendidikan tinggi, sewajarnya kita memikirkan apa-apa yang tidak sempat dipikirkan oleh orang kebanyakan, tidak terkecuali dalam hal pendidikan. Dewasa ini pendidikan tumbuh dengan liarnya, kebijakan demi kebijakan muncul dengan tanpa mengacuhkan tujuan pendidikan itu sendiri. Perbincangan hangat seputar liberalisasi pendidikan lah yang akan kami sajikan sebagai menu utama pada kesempatan kali ini. Setelah hampir lima bulan mencari jati diri, kini Ganesha semakin mengokohkan geraknya dengan mendobrak jeruji yang membelenggu pemikiran putra-putri (terbaik) bangsa. Ganesha edisi ketiga pada tahun ini tampil lebih segar tanpa mengesampingkan muatannya. Tenagatenaga muda dengan semangat luar biasa turut diperlibatkan dalam penyusunan majalah edisi Mei ini, mereka lah nafas-nafas baru Ganesha.

LAYOUT & DESAIN Masyhar Hisyam W. (MA’09) Nina Nurrahmawati (SAPPK’11) Nia Pradinawati (FITB’11) MARKETING & FINANCE M. Rizkidananugraha N. (SBM’09) Mohamad Rivani (TI’09) Billy Richardo Sagala (TI’10) Tomy Prasetya (FTTM’11) Irfan Nasrullah (FTSL’11) Rizca Zahra (SITH’11) Dita Yustine W. (SITH’11) Alvita Hikmatul Laily (SITH’11)

EKONOMI

HEADLINE CERITA PANJANG PENDIDIKAN 4 INDONESIA

NASIONALISASI PERUSAHAAN ASING, 18 SOLUSI ATAU BENCANA?

SCI-TECH

LARGE HADRON COLLIDER 20

OPINI BELUM ADA

8

RUU-KKG: KADO MANIS PEREMPUAN INDONESIA

FILSAFAT 10

KEBERADAAN UNTUK BEBAS ALA SARTRE

22

TOKOH

SOSIAL MAHASISWA ITB ITU 11 INDIVIDUALIS (?)

BANTEN PUNYA 24 GODFATHER

BERITA KAMPUS

KOPI, TEMAN DEKAT BERAGAM MANFAAT 27

TIPS DI BALIK KESUKSESAN “THE RAID” DAN ANTUSIASME PENONTON DI ITB 13

PUISI

Beban akademik dan tantangan global yang semakin kompleks tidak lah membuat kita menjadi individuindividu dengan ego tinggi tanpa kepedulian terhadap pendidikan bangsa. Kawan-kawan mahasiswa teruskanlah perjuangan mereka, para pendahulu yang mengorbankan cucuran keringat dan darah untuk hal bernama pendidikan yang kini kau nikmati. Selamat Hari Pendidikan. Hidup Mahasiswa! Hidup Rakyat Indonesia!

Contens

GANESHA MUSIC 14 EVENT 2012

GLIMPSES OF THE PAST

ALMAMATER

28

PINGGIR CATATAN 15

KONSPIRASI MENINGGALNYA AMEN ESDM

30

Sunken Court E-04 Jalan Ganesha No 10, Bandung redaksi.ganesha@yahoo.com www.majalahganesha.com 3


HEADLINE

CERITA PANJANG PENDIDIKAN

INDONESIA

Ada ungkapan yang mengatakan bahwa jika ingin melihat kemajuan suatu negara maka lihatlah pendidikannya. Pendidikan modern di Indonesia sendiri mulai masuk dan berkembang di abad ke 18, pada masa pemerintahan kolonial Belanda. Politik etis yang dilakukan oleh pemerintah kolonial Belanda juga turut menyuburkan perkembangan pendidkan di bumi nusantara saat itu. Hingga pada akhirnya pendidikan melahirkan kaum intelektual yang peduli akan nasib bangsanya. Bahkan kemerdekaan republik ini pun lahir dari pemikiran-pemikiran para kaum intelek. 4

HEADLINE Sayangnya kemerdekaan yang telah diraih dengan cucuran keringat dan darah kini menuai ironi bagi bangsa ini. Pasalnya di tengah kemerdekaan ini justru bangsa Indonesia dijajah hingga ke tatanan ideologi, yang cukup terlihat adalah liberalisme. Paham liberalisme sudah merangsek masuk kedalam berbagai sektor di negeri ini, termasuk pendidikan. Kecurgiaan terhadap paham liberalisme dalam pendidikan nasional ini terbukti dari beberapa kebijakan yang diambil oleh pemerintah, mulai dari privatisasi pendidikan dalam bentuk badan hukum pendidikan hingga penerbitan Rancangan Undang-Undang Pendidikan Tinggi (RUUPT) yang menuai kontroversi dari berbagai pihak. Dari kebijakan tersebut, secara kasar terlihat bahwasanya pemerintah lepas tangan mengurus pendidikan nasional dengan cara melemparkannya kepada mekanisme pasar bebas. Pada dasarnya itulah yang disebut dengan liberalisasi, yang sekarang dikenal d e n ga n l i b e ra l i s m e gaya b a r u a t a u neoliberalisme (neolib). Lahirnya kaum neolib di indonesia tidak terlepas dari kesuksesan perdana menteri inggris saat itu, margaret tatcher, dalam meliberalisasi aset negara. Dalam sekejap, perusahaan-perusahaan negara berubah menjadi perusahaan yang menguntungkan bahkan terdepan di Benua Eropa. Privatisasi yang dilakukan oleh the iron lady ini mampu membawa perusahaan penerbangan inggris, British Airways, menjadi perusahaan yang menguntungkan. Bahkan ditangan swasta, British Steel menjadi perusahaan baja terbesar di eropa. Sejak saat itu negara-negara lain, termasuk Indonesia, berbondong-bondong mengekor jejak langkah Tatcher. Sekitar tahun 2000 merupakan saat dimana pemerintah secara gamblang melakukan privatisasi pendidikan dengan dikeluarkannya PP no. 61 tahun 1999. Dengan adanya kebijakan tersebut, perguruan tinggi

negeri secara resmi menyandang status badan hukum. Sebagaimana yang dilansir dari situs resmi institut teknologi bandung, pertimbangan pertama yang ditinjau dalam PP No. 61 secara singkat adalah adanya globalisasi yang menimbulkan persaingan yang tajam. Maka untuk meningkatkan daya saing nasional dibutuhkan PT (Perguruan Tinggi. red) yang dapat membangun masyarakat madani yang demokratis dan mampu bersaing secara global. Untuk itu PT, termasuk ITB, harus memperoleh kemandirian, otonomi dan tanggung jawab yang lebih besar. Globalisasi ini yang menjadi dasar dari privatisasi perguruan tinggi bagi penyelenggara pendidikan. Arus liberalisasi potensi Indonesia semakin deras terjadi sejak bergabungnya Indonesia dengan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Pemerintah Indonesia saat itu menandatangani kerjasama dalam General Agreement of on Trade in Service (GATS) pada tahun 2005. Perjanjian itu membuahkan liberalisasi 12 sektor jasa, termasuk pendidikan salah satunya. Jika pendidikan dianggap sebagai barang niaga maka apalah tujuan pendidikan bagi para pelaku usaha tersebut selain keuntungan materi. Setelah hampir satu dekade menyandang status Badan Hukum Milik Negara (BHMN), tepatnya pada tahun 2009, status perguruan tinggi berubah menjadi Badan Hukum Pendidikan (BHP). Lahirnya BHP didasari oleh Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan. BHP ini merupakan sebuah statuta perguruan tinggi dengan basis otonomi dan nirlaba. Namun kebijakan ini justru mendapat kecaman keras dari berbagai kalangan. Isu neoliberalisme kerap didengungkan dalam menyikapi kebijakan ini. Dengan diterapkannya status BHP ini maka timbul kekhawatiran akan hilangnya tanggungjawab pemerintah dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan 5


HEADLINE menyediakan fasilitas pendidikan. Alih-alih menghasilkan lulusan yang memiliki kompetensi global justru privatisasi perguruan tinggi dikhawatirkan hanya akan menjadikan perguruan tinggi layaknya perusahaan yang mencari laba sebanyak-banyaknya. Lebih jauhnya, privatisasi pendidikan dapat menutup akses pendidikan berkualitas untuk masyarakat ekonomi lemah. Benar saja, UU BHP akhirnya dibatalkan pada tahun 2010 melalui putusan mahkamah konstitusi Republik Indonesia. Alasannya adalah karena UU BHP tidak sejalan dengan UU lainnya dan tidak memberikan kebermanfaatan atas kualitas peserta didik. Maka UU BHP yang berlaku saat itu dibatalkan secara yuridis. Nasib perguruan tinggi mengalami masa transisi dengan kembali menyandang status BHMN. Menanggapi isu liberalisasi pendidikan tersebut perwakilan kabinet, wirana MS08, menekankan perlunya peran pemerintah dalam penyelenggaraan pendidikan. “Kita inginnya semua rakyat bisa mengakses pendidikan, namun sekarang kan terkesan mahal, sehingga kita harus mengembalikan kembali bagaimana peranan pemerintah dalam pendidikan di Indonesia ini, jangan sampai seakan-akan lepas tangan dengan memberi hak otonomi.” Ujarnya saat ditemui di ruang sekretariat Kabinet KM-ITB. Dua tahun berselang, tiba-tiba pada awal april 2012 kemarin beredar Peraturan Presiden nomor 44 tahun 2012 tentang penetapan ITB sebagai Perguruan Tinggi yang diselenggarakan Pemerintah (PTP). Sebagai konsekuensinya atas status barunya, ITB diperkenankan untuk menyelenggarakan pendidikan vokasi dan pendidikan berkelanjutan. Perihal pengelolaan keuangan, pembiayaan penyelenggaraan ITB bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Namun ITB juga dapat menerima dana 6

HEADLINE dari sumber lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Putusan yang belum genap sebulan usianya tersebut hadir bukan tanpa protes. Tautan sebuah petisi penolakan kebijakan ini tersebar di berbagai jejaring sosial, salah satunya melalui jejaring sosial twitter. Salah seorang dosen ITB, Dr. Iwan Pranoto, juga turut menyebarluaskan tautan petisi tersebut melalui akun twitternya (iwanpranoto). Petisi yang mengatasnamakan Para Guru Besar, Pengajar, Mahasiswa dan Alumni yang tergabung dalam UI Bersih dan ke-7 PT BHMN itu menolak keras kebijakan pemerintah yang akan mengubah status perguruan tinggi menjadi PTP. Petisi tersebut mengatakan bahwa kebijakan status PTP ini merupakan bentuk pemerintahan yang represif. “Sejarah represif pemerintah akan terulang lagi dengan mengambil alih otonomi kampus di Indonesia. Pada tanggal 12 April 2012 telah terbit Perpres No.43 dan No.44 yang mengharuskan UPI dan ITB diselenggarakan sepenuhnya oleh pemerintah. Jelas-jelas Perpres ini tidak mengandung spirit Reformasi dan memaksakan state controlled bukan state regulated. “ Seperti yang dimuat pada petisi yang dirilis pada 25 April 2012 itu. Sampai dengan tulisan ini dibuat, petisi dalam jaringan tersebut sudah ditandatangani oleh hampir 500 orang. Undang-undang Pendidikan Tinggi Selain status perguruan tinggi, ada isu yang tak kalah menariknya untuk dibahas. Rancangan Undang Undang Pendidikan Tinggi (RUU PT) yang mengatur keberjalanan pendidikan tinggi terus mengalami pembaharuan-pembaharuan hingga 4 april lalu. Entah patut disyukuri atau tidak pengesahan RUU PT ini mengalami dua kali penundaan hingga akhirnya pengesahan RUU PT ini baru bisa dilakukan paling lambat pada

bulan agustus mendatang. Pernyataan sikap dan reaksi keras sudah dilancarkan oleh berbagai organisasi kemahasiswaan dalam menyikapi kebijakan RUU PT ini. Sebut saja BEM UI dan BEM KM UGM yang menyatakan dengan lantang penolakan terhadap RUU PT. BEM KM UGM mengatakan bahwa RUU PT ini tidak ubah layaknya UU BHP yang pernah dibatalkan oleh mahkamah konstitusi 2010 silam. Aktifitas berbeda terjadi di Kemahasiswaan ITB, pada beberapa hari sebelum pengesahan RUU PT ini berlangsung, Kabinet KM ITB baru mengadakan forum massa untuk mengkaji RUU ini. Beruntungnya pengesahan RUU ini diundur sehingga KM ITB dapat 'menebus dosa' dengan mengawal keberjalananya perumusan RUU PT. Presiden Kabinet KM ITB terpilih, Anjar Dimara Sakti, akan terus memantau perkembangan RUU PT ini, seperti yang diucapkannya ketika ditanya tanggapannya mengenai RUU PT. “RUU PT sangat update dan terus menerus berubah. Ternyata pendidikan itu bisa dikomersialkan dan pihak asing dapat mudah turut campur, sehingga sekarang kita terus memantau.” Model Pendidikan Ta r i k - u l u r p e m e r i n t a h d a l a m menentukan kebijakan pendidikan nasional seakan tak ada habisnya. Beragam cara diluncurkan sebagai bagian dari skenario pendidikan. Padahal jika pemerintah serius dalam menjawab permasalahan pendidikan di negeri ini, banyak alternatif kebijakan yang bisa menjadi pertimbangan. Negara dengan pendidikan terbaik di dunia, Finlandia, menerapkan sistem pendidikan yang cukup unik. Mulai dari gratisnya biaya pendidikan, tidak adanya seragam dan UN, hingga suasana belajar yang tergolong santai dan informal. Meskipun demikian, Finlandia justru menjadi negara

terbaik di dunia dalam hal sistem pendidikannya. Kuncinya, mereka hanya memilih orang-orang terbaik untuk menjadi guru dan menerapkan kecintaan membaca kepada warganya sejak dini. (mizan) Lainnya Kuba memiliki sistem yang juga unik namun berbeda dengan yang diterapkan di Finlandia. Pemerintah kuba langsung menggalakkan kampanye untuk memajukan pendidikannya. Propaganda besarbesaran yang dilakukan bisa dikatakan berhasil. Pasalnya tingkat buta huruf di kuba mampu ditekan hingga mendekati titik nol. Selain itu negara yang terletak di selatan amerika ini mampu menggratiskan biaya pendidikan mulai dari sekolah dasar hingga jenjang doktor. Beberapa slogan yang digunakannya untuk meningkatkan semangat belajar seperti “the people should teach the people” atau “if you know, teach; if you don't know learn”. Mediamedia massa di kuba juga seringkali memuat propaganda dalam bentuk seruan semisal “every Cuban a teacher, every hause a school“. To t a l i t a s p e m e r i n t a h k u b a d a l a m mengkampanyekan pendidikan jelas sangat terlihat. Dari kedua kasus tersebut jelas terlihat pemerintah memiliki peranan penting dalam memajukan pendidikan negaranya. Peranan negara untuk mencerdaskan kehidupan bangsa seperti yang tertuang pada alenia pembuka UUD45 jelas harus dipenuhi. Selanjutnya pencarian model sistem pendidikan yang didasari oleh ideologi dan analisis kondisi bangsa ini menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah Indonesia. Bukan dengan meniru sistem pendidikan di negara maju yang dibuat dengan ideologi mereka. Hingga pada akhirnya konsistensi dan totalitas pemerintah yang menjadi kunci revolusi pendidikan nasional. (RDK)

7


Opini bahkan asing untuk membantu mendanai kekurangan kas perguruan tinggi tapi juga memungkinkan mereka untuk turut menentukan arah kebijakan kampus semisal dalam urusan kurikulum pendidikan. Demam RUU sepertinya sedang melanda negeri ini. Belum hilang kontroversi RUU KKG (Keadilan dan Kesetaraan Gender), publik sudah dikejutkan lagi dengan RUU PKS (Penanganan Konflik Sosial). Kalangan mahasiswa pun tak kalah panas dengan RUUPT (Perguruan Tinggi) yang ditandai dengan gelora aksi penolakan yang muncul di berbagai kampus. Sekilas dari namanya, RUUPT ini tidak menyiratkan sesuatu yang mesti dikritisi, namun jika dikaji lebih lanjut maka jelas tercium aroma liberalisasi pendidikan. Dalam arti lain RUU ini menampakkan upaya-upaya untuk memindahkan tanggung jawab negara atas pendidikan kepada masyarakat (swasta), terutama dalam hal pendanaan. Misalnya saja pasal 69, yakni “Wewenang mendirikan badan usaha dan mengembangkan dana abadi” (ayat 3e) berarti perguruan tinggi berhak untuk melakukan praktik komersialisasi semisal fasilitas kampus. Hal ini menyebabkan aset-aset yang dimiliki oleh universitas akan bebas di booking dengan harga yang wah, sehingga mahasiswa yang akan memakai fasilitas kampus harus rela mengalah kalau-kalau keduluan pihak luar dalam urusan booking. Yang lain, dalam rancangannya : Perguruan Tinggi Asing (PTA) boleh mendirikan cabang di

8

“Liberalisasi pendidikan bukan sekadar otonomisasi pengelolaan atau “investasi bisnis”. Ia juga menjadi “investasi ideologi”.”

kampus.okezone.com

Indonesia, mahasiswa yang tidak mampu akan diminta berhutang kepada pemerintah dan akan dibayar setelah lulus kuliah atau sudah kerja, dan organisasi kemahasiswaan kampus akan diatur oleh Menteri. Entah akan dibawa kemana nasib sistem pendidikan Indonesia. Pendidikan yang sejatinya mencerdaskan bangsa, malah beralih fungsi jadi perdagangan jasa kaum pemilik modal. Pendidikan bukan hanya soal membentuk karakter calon pemimpin, menentukan masa depan yang lebih cerah, atau jalan untuk mendapatkan pekerjaan yang mapan dengan gaji selangit. Lebih dari itu, kualitas pemimpin bangsa -penentu kebijakan- nantinya akan dibebankan kepada para intelektual yang salah satunya

adalah mahasiswa. Nada-nada sumbang muncul ketika menjumpai fakta bahwa mahasiswa kini sudah miskin ide, miskin pergerakan, miskin kepekaan. Tentu saja, karena sebagian besar dari mereka muncul dari kalangan borjuis yang memandang pendidikan sebagai jasa. Cukuplah belajar dengan baik hingga lulus tepat waktu, dengan meraih indeks prestasi setinggi mungkin. Sementara orientasi belajar mereka hanya sederetan perusahaan multinasional dengan tawaran gaji yang menari-nari, rakyat tidak lagi mereka hiraukan, toh tujuan pendidikan buat mereka adalah capaian materi yang berlimpah ruah. Hal ini tidak dapat terelakkan, apalagi dengan diberlakukannya RUUPT, yang tidak sekedar membuka pintu bagi swasta

Indonesia bukan tidak mampu melepaskan diri dari cengkraman liberalisme, hanya saja Indonesia tidak memiliki pandangan dan ideologi yang berbeda dengan liberalisme sehingga mau tidak mau Indonesia harus tetap ikut arus dengan perputaran globalisasi dunia. Apple to apple, ideologi berlawankan ideologi. Bukan ideologi berlawankan nilai-nilai yang tak jelas sandaran baik-buruknya. Bagi Indonesia -selama tak memegang ideologi yang jelas- hal ini merupakan kolonialisasi. Indonesia harus memiliki sebuah world view baru yang bisa membuatnya terlepas dari liberalisme sehingga mampu mewujudkan apa yang menjadi citacitanya, mencerdaskan kehidupan bangsa. Dengan partisipasi Indonesia terhadap liberalisme ini pemerintah tidak akan pernah bisa membuat pendidikan menjadi terjangkau tetapi justru akan membuat pendidikan semakin mahal karena harus menyediakan 'lapak' bagi swasta untuk membuka ruang investasi, khususnya di ranah pendidikan tinggi. Butuh sebuah paradigma baru yang berbeda dengan liberalisme -yang terlahir dari asas menegasikan agama dari kehidupan atau sekulerisme- yaitu asas yang mengambil aturan Tuhan sebagai aturan kehidupan. (RDK)

9


Opini

Sosial RUU KKG: Kado Manis Perempuan Indonesia

Perempuan layaknya lelaki; punya kebutuhan hidup yang sama-sama mesti dipenuhi. Lain dulu lain sekarang, generasi ibu kartini konon telah berhasil melepaskan diri dari tali kekang lelaki. Hak menyampaikan pendapat, hak memperoleh pendidikan, dan kebebasan lainnya layaknya laki-laki yang dulu sangat kontras, sekarang sudah tidak ada. Namun di tengah hak-hak yang sudah diperoleh kaum perempuan, ternyata muncul rancangan undang undang keadilan dan kesetaraan gender (RUU KKG). Jelas muncul pertanyaan dalam benak kita, apa tujuan yang hendak dicapai rancangan undang-undang ini. Diskusi mengenai RUU KKG yang hangat di bulan April kemarin dilangsungkan beberapa kali di dalam kampus, diantaranya oleh Annisa GAMAIS dalam forum Annisa Days, forum ITB Fresh Time, dan terakhir dilaksanakan oleh Unit Kajian Islam Ideologis HATI pada forum diktif-nya. Kalangan ini menyimpulkan bahwa RUU KKG bermula dari kaum perempuan barat yang notabene sangat direndahkan oleh kaum lelaki disana. Mirisnya kasus yang serupa (perendahan martabat perempuan oleh kaum lelaki) dipaksakan seolah-olah ada di Indonesia. Alhasil, masuklah RUU KKG sebagai bahan gugatan kaum perempuan atas ketidaksetaraan kaumnya. Taruhlah RUU KKG ini berkedok manis sebagai alat untuk menyejahterakan kaum wanita. Namun, dibaliknya terdapat bahaya yang sistematis bagi kaum perempuan di Indonesia dan seluruh dunia. Misalnya saja definisi kesetaraan gender adalah kondisi dan posisi yang menggambarkan kemitraan yang selaras, serasi, dan seimbang antara perempuan dan laki-laki dalam akses, partisipasi, kontrol dalam proses pembangunan, dan penikmatan manfaat yang sama dan adil di semua 10

bidang kehidupan (RUU Kesetaraan Gender, pasal 1:2). Hal ini jelas bertentangan dengan fitrah m a n u s i a y a n g menempatkan berbedanya kalangan perempuan dan lelaki. Perempuan yang mengusung ide ini menginginkan keadilan yang benar-benar setara, hal ini bisa menyebabkan misalnya perempuan bebas untuk tidak hamil maupun tidak menyusui layaknya kaum adam. Kebahayaan ini berlanjut -semboyan kaum feminis my body my right- kaum perempuan tak perlu arahan lelaki apakah ia akan mempunyai anak atau tidak, jika kaum lelaki memaksa maka mereka bisa diseret ke meja hijau. Disisi lain, tingkat generasi yang akan lahir akan semakin minim, layaknya di Jerman yang pertumbuhan penduduknya yang mencapai minus 1,9 (Survei 2004). Kuantitas generasi pun semakin menurun, karena atas nama kebebasan, ibu-ibu mereka cenderung menjadi wanita karir demi memenuhi kebutuhan materi. Sedemikian bahayanya RUU KKG ini sampai-sampai generasi dari segi kuantitas maupun kualitasnya akan semakin bobrok. Menurut Nilam Wahyu (Kadiv Kajian fHATI), wanita yang pada dasarnya membutuhkan kasih sayang, ingin dianggap eksistensinya, ingin dimuliakan dll. hanya butuh peraturan yang sangat mengerti perempuan. Peraturan itu tidak dibuat oleh laki-laki, tidak juga oleh perempuan, karena toh pada faktanya perempuan di barat yang terjun ke pemerintahan pun tidak menjamin kebebasan dan kesejahteraan; di Amerika yang notabene kebebasan sangat diutamakan, angka perkosaan sangat tinggi, hingga hitungan menit perwanita. Peraturan yang dibutuhkan, yang mengerti wanita adalah peraturan yang datang dari yang Maha Mengetahui. (NFS)

Mahasiswa ITB itu Individualis (?) Ada istilah yang beredar bahwa ITB adalah miniatur Indonesia. Oleh karena itu banyak mahasiswa ITB yang merupakan anak rantau. Bagi mereka mau tidak mau menjadi anak kost pun jadi sebuah pilihan. Bahkan ada juga mahasiswa ITB asal Bandung yang lebih memilih indekost daripada harus tinggal dirumah. Salah satu alasannya adalah efisiensi waktu tempuh menuju kampus. Hal yang perlu disadari bahwa ketika mereka memutuskan untuk tinggal di daerah tersebut secara tidak langsung mereka sudah memutuskan untuk menjadi bagian dari warga disana dan siap bersosialisasi dengan warga sekitar yang notabenenya memang masyarakat asli daerah itu. Pertanyaannya adalah apakah mahasiswa-mahasiswi ITB ini memang sudah benar-benar menjadi warga yang baik, sudah bersosialisasi dengan warga sekitar? Atau menjadi asing dengan tidak peduli bahkan merasa tidak perlu untuk peduli dengan keadaan sekitar tempat tinggal mereka? Atau jangan-jangan mereka tidak punya waktu untuk peduli? Banyak mahasisa-mahasiswi ITB yang dianggap individualis, tidak peduli dengan masyarakat sekitar tempat kostnya. Dalam sebuah perspektif sebenarnya kita dapat melihat bahwa mereka bukanlah tidak mau membaur dengan masyarakat. 11


Berita Kampus Di Balik Kesuksesan “The Raid� dan Antusiasme Penonton di ITB

Namun bisa jadi dikarenakan tidak ada waktu cukup untuk berinteraksi dengan warga sekitar. Setiap hari mereka disibukkan dengan mengerjakan laporan, tugas-tugas yang menumpuk dari dosen, persiapan menempuh ujian, serta kegiatan kampus lainnya yang membuat mereka sibuk. Pikiran mereka hanya tefokus untuk hal-hal seputaran kuliah saja. Sebenarnya mereka, mahasiswa ITB, masih memiliki kepedulian pada masyarakat. Terlihat dari maraknya program pengabdian masyarakat yang mereka ikuti lewat lembaga-lembaga seperti unit kegiatan mahasiswa, himpunan mahasiswa jurusan, paguyuban daerah, bahkan komunitas-komunitas luar kampus. Kegiatan sosial yang mereka lakukan pun beragam bentuknya, mulai dari sekadar bersih-bersih, menggalang dana sumbangan, terjun ke sekolah-sekolah untuk mengedukasi para siswa dan lain sebagainya. Meski bisa dikatakan terlalu naif, kita tidak boleh menutup mata untuk perspektif seperti ini. Jadi sebenarnya sebagian mahasiwa bukannya tidak peduli atau tidak mau bersosialisasi, hanya saja mereka juga punya kesibukan yang sangat sulit untuk dikesampingkan. Lebih jauhnya bisa dikatakan bahwa tipikal-tipikal mahasiswa yang sering mendapat cap individualis merupakan hasil bentukan kurikulum yang memaksa mahasiswa mengisi kepala mereka dengan hal-hal seputaran akademik perkuliahan saja. Tapi sesibuk-sibuknya kita sebagai mahasiswa, hendaknya kita tetap peduli dan tetap bersosialisasi dengan masyarakat asli di sekitar tempat tinggal kita. Peduli itu sebenarnya sangat mudah dilakukan, terlebih dengan pihak-pihak yang sering berinteraksi dengan kita. Cobalah sedikit kita renungkan sudah sejauh mana kita menjadi anggota masyarakat yang baik. Jangan sampai kita menjadi asing di lingkungan masyarakat sendiri. Selamat menjadi manusia. (AP)

12

Siapa yang tidak tahu The Raid? Film yang meraih kesuksesan di kancah negeri maupun luar negeri bahkan sampai di Hollywood. Film karya sutradara Gareth Evans dan dibintangi oleh aktor-aktor seperti Iko Uwais, Donny Alamsyah, Ray Sahetapy, dan lainlainnya ditayangkan di Toronto International Film Festival. Mereka pun turut hadir dalam acara The Raid Menyerbu Bandung! yang diselenggarakan Prodi Desain Komunikasi Visual FSRD ITB pada hari Senin, 16 April 2012 di Aula Timur ITB. Hanya dengan harga tiket sebesar sepuluh ribu rupiah, tak kurang dari 700 orang hadir dalam gedung tersebut. Semua tiket terjual habis diserbu masyarakat yang mayoritas kaum hawa. Maklum saja, para aktor bisa jadi sosok lelaki idaman di mata wanita kebanyakan. Acara ini dimulai dengan sesi tanda tangan saat penjualan komik beserta poster The Raid secara langsung dan diawali pembukaan dari Dekan FSRD ITB, Dr. Imam Santosa. Acara yang dimoderatori oleh Dr. Dwinita Larasati, MA ini menceritakan pengalaman masing-masing pemeran, misalnya Donny Alamsyah yang belum bisa bela diri, Iko Uwais yang sudah mempunyai dasar bela diri Pencak Silat, bahkan kisah dari komikus The Raid itu sendiri. Setelah acara sharing pengalaman selesai kemudian Iko Uwais memeragakan adegan 'duel' seperti di film. Antusias pengunjung yang memadati tak terbendung lagi, tanpa komando mereka langsung mengerumuni para aktor yang tengah unjuk kebolehan. Bagi kritikus luar karya ini dianggap sebagai salah satu karya masterpiece dan film ini sudah banyak diputar di mancanegara dan mendapat sambutan hangat. Film yang mendapat Dublin Film Critics Circle Best Film dan Audience Award di Jameson Dublin International Film Festival (JDIFF) 2012 memasang aktor-aktor Indonesia untuk berlaga, walaupun produser dan sutradara bukan berasal dari tanah air. Banyaknya sambutan positif yang datang tentu membuat film ini mampu membangkitkan antusiasme para penikmat film tanah air. (RAIM)

13


Berita Kampus

Berita Kampus

GANESHA MUSIC EVENT 2012 Event tahunan yang diadakan oleh unit Apres! ITB yang bernama Ganesha Music Event 2012 Pijar Apresiasi ini diselenggarakan pada hari Sabtu, 21 April 2012 di Lapangan CC Barat ITB. Acara yang diketuai oleh Ray Massiano Daely (GL'09) ini menghadirkan Pure Saturday dan Rumah Musik Harry Roesli sebagai bintang tamu. Sebelumnya dalam rangkaian acara ini sudah dilaksanakan Mustang Universitas yang menampilkan unit musik dari universitas lain serta mini event yang menampilkan band-band yang telah lolos audisi dan unit seni budaya ITB. Panggung utama yang diadakan sabtu malam ini diisi oleh band-band seperti: she sings we play, stompcats, thiscontinu, androgeniuses, voice note, sandos, dan lain-lain.

Glimpses of The Past

Doc: Aryo C (FITB 2011- LFM ITB)

“Unit Apres!ITB ingin berkontribusi kepada masyarakat dengan memberikan kesempatan kepada musisi jalanan untuk menampilkan karyanya di depan khalayak umum sebagai performer, sekaligus memberikan pandangan kepada masyarakat tentang musisi jalanan.� Kutipan dari ganeshamusicevent.com ini merupakan latar belakang diadakannya event ini. (RAIM)

14

ITB Student Orchestra mengadakan konser kedua pada tahun ini. Konser yang diadakan pada hari Sabtu, 21 April 2012 bertempat di Dago Tea House, Bandung. Selama kurang dari 3 jam, para penonton disuguhkan lantunan musik yang bisa membuat mereka merasa kembali ke masa lalu hingga mengikuti perjalanan waktu. Konser kelima yang diadakan ITB Student Orchestra (ISO) ini diketuai oleh Dwi Sasetyaningtyas (Teknik Kimia 2009). Unit ISO bekerja sama dengan Paduan Suara Mahasiswa (PSM) dan Marching Band Waditra Ganesha (MBWG) dalam menyelenggarakan konser ini. Selain itu, konser ini dikumandangkan lagu Ibu Kita Kartini yang diciptakan W.R. Supratman dan digubah oleh Arya Pugala Jotya Kitti karena konser ini bertepatan dengan hari Kartini.

Acara ini terdiri dari 2 sesi, sesi pertama merupakan pelantunan lagu-lagu klasik seperti Salutd'amour dan sesi kedua dimainkan lagu-lagu populer seperti lagulagu yang dipopulerkan oleh The Beatles, Britney Spears, Vina Panduwinata, Michael Jackson, dan Chrisye. Lantunan musik yang indah dalam format orkestra dan kolaborasi yang menawan tidak luput oleh sorak-sorai dan tepuk tangan penonton dan diakhiri dengan standing applause oleh penonton. Uniknya, konser ini tidak memakai sound system tetapi menggunakan reflector yang dirancang oleh Prodi Teknik Fisika ITB. ISO telah mencoba untuk mengangkat dan mengenalkan idealisme bermusik. (RAIM)

15


GALERi

16

17


(IN)

18

19


(RZ)

20

21


22

23


T O K O H Untuk seseorang yang pernah tinggal di Provinsi Banten, tentunya akan mengetahui dan akrab dengan nama Haji Chasan, atau lengkapnya Prof. DR. (HC) H. Tb. Chasan Sochib. Bagaimana tidak, beliau adalah tokoh sentral, pemimpin tunggal dari kelompok paling dominan di Banten, yang biasa dikenal dengan kelompok 'Rau'. Haji Chasan Sochib merupakan ayah dari Ratu Atut Chosiyah (Gubernur Banten) dan Tubagus Chaerul Jaman (Wakil Walikota Serang) serta suami dari Ratna Komalasari (DPRD Kota Serang). Tidak sampai disitu, banyak sanak saudara dari pria asal Pabuaran ini yang meduduki jabatanjabatan penting di Banten. Dalam trilogy film Godfather, Perjalanan Don Corleone untuk menguasai New York tidaklah mudah. Begitu pula perjalanan Godfather asal Pabuaran (daerah pedalaman Banten) ini. Kemauan yang teguh dan jiwa pantang menyerah telah mengantarnya dalam singgasana Dinasti Banten. Tubagus Chasan Sochib bukanlah keturunan seorang bangsawan atau priyai, Ia adalah putra dari pedangang beras biasa di Pabuaran, Serang. Menurut cerita seorang sesepuh jawara di Banten, Chasan Sochib pernah mengenyam pendidikan di Nusakambangan seusai menewaskan lawannya dalam suatu perkelahian. Setelah mengenyam pendidikan di Nusakambangan, Chasan Sochib mengumpulkan pelaku kejahatan di daerah Ciomas, Pandeglang, dan Padarincang, dari situlah namanya sebagai pendekar mulai terkenal bahkan ditakuti.

BANTEN

PUNYA

GODFATHER sumber: ratuatut.com

24

Bupati Serang saat itu, Bupati Kaking, meminta jasa Chasan Sochib untuk menunjukkan jalan saat berburu di hutan. Karena kinerjanya yang bagus, Chasan Sochib diperkerjakan oleh Bupati Kaking. Kepercayaan Bupati pada Chasan pun meningkat sehingga Ia diangkat menjadi ajudan. Pada tahun 1960-an, Chasan Sochib menjadi jawara yang mengawal bisnis beras dan jagung untuk daerah Jawa-Sumatra. Tak puas dengan

hanya mengawal, Chasan Sochib merintis karir bisnis dengan menjadi penyedia kebutuhan logistik bagi Kodam VI Siliwangi. Saat itu, banten dianggap daerah yang rawan terkena pengaruh komunis. Akhirnya, Kodam VI Siliwangi memutuskan untuk melakukan perpanjangan tangan kepada seorang pribumi di banten, terpilihlah Chasan Sochib. Sejak saat itu, dengan dalih keamanan daerah Banten, banyak sekali proyek yang mengalir pada Chasan Sochib, terutama proyek konstruksi. Pada tahun 1967 berdirilah PT Sinar Ciomas Raya, perusahaan yang bergerak dalam bidang konstruksi jalan dan bangunan yang sampai saat ini masih menjadi perusahaan terbesar dalam bidang konstruksi di Banten. Memasuki masa reformasi, Tb Chasan Sochib b a ga ika n o ld p r ed a to r ya n g m a m p u bertransformasi secara cepat menjadi new predator dalam menanggapi perubahan iklim politik yang ada. Ia tidak tergilas arus perubahan, bahkan tetap menguasai politik Banten, melebihi Soeharto saat menjadi penguasa Orde Baru. Disaat pembentukan Banten, Tb. Chasan Sochib menanggapi dengan begitu sinis. “Ngimpi dia Banten rek jadi provensi!� (Mimpi kamu Banten akan jadi provinsi) Tanggapan ini disebabkan kekhawatiran Chasan Sochib menyoal hubungan yang telah Ia bina dengan para petinggi di Jawa Barat. Tapi, disaat arus kemauan agar Banten menjadi provinsi baru tidak terbendung lagi, Chasan Sochib langsung berpindah ruas mendukung pemekaran Provinsi Banten. Dengan kekuatan financial yang dimiliki, Chasan Sochib aktif dalam usaha pemekaran dan pada akhirnya m e n d a p at p e n ga ku a n s e b a ga i to ko h pembentuk Provinsi Banten. Perpindahan posisi menjadi pendukung pemekaran provinsi telah menyelamatkan masa depan politik Chasan Sochib. Setelah Banten menjadi provinsi, kekuasaan Chasan Sochib semakin menjadi. Saat Orde Baru, Chasan Sochib hanya sebagai client of capitalism, tidak aktif dalam menentukan siapa 25


T O K O H yang berkuasa. Tapi dengan kondisi politik yang baru, Chasan Sochib berperan aktif menentukan siapa yang menjadi penguasa di Provinsi Banten. Terlepas dari pergolakan politik dalam sejarah hidupnya, Sumbangsih Tubagus Chasan Sochib tidak dapat di nihilkan begitu saja. Banyak penghargaan yang ia terima atas sumbangsihnya terhadap banten, antara lain Penghargaan dari pemerintah karena H. Tb. Chasan dinilai turut serta aktif sebagai pelopor, penggerak pembangunan di daerah Banten. Sejak 1978 turut serta membangun jaringan irigasi Ciliman-Cilemer seluas 7.500 ha dan jaringan irigasi Cibaliung seluas 11.000 ha pada

proyek Irigasi Teluk Lada, Pandeglang. Menurut menteri saat proyek dilaksanakan, daerah Banten masih terisolasi. Jalan penghubung ke proyek belum ada. Demikian pula tenaga kerja yang harus didatangkan dari luar daerah. Dengan kondisi seperti itu, semua pekerjaan dapat dilaksanakan dengan baik dan sempurna. Pada awal Mei 2001, beliau menerima piagam penghargaan berupa sertifikat Indonesian D e v e l o p m e n t A w a rd 2 0 0 1 d a r i T h e International Faundation. Dalam bulan yang sama, beliau juga menerima kehormatan gelar sebagai Doktor Honoris (Dr) dari Havard International University, USA. Prof. DR. (HC) H. Tb. Chasan Sochib meninggal pada 30 Juni 2011 karena komplikasi penyakit. (FSL)

sumber: data diolah dari berbagai sumber

26

(PIL)

27


galangtaufani.wordpress.com

28

29


Pinggir Catatan

Konspirasi Meninggalnya Wamen ESDM oleh: Uruqul Nadhift Dzakiy Sabtu (21 April 2012) sore lalu menjadi hari kelabu bagi republik ini. Wamen ESDM, Widjajono Partowidagdo, yang terkenal nyentrik dengan rambut gondrongnya tak diduga banyak orang harus menghembuskan nafas terakhir saat mendaki Gunung Tambora, Sumbawa NTB. Padahal, Widjajono, sapaan akrabnya, tidak punya riwayat penyakit saat dicek oleh dokter sebelumnya. Memang, meninggal itu keputusan Tuhan. Namun, sebagai insan cendekia seharusnya k i ta m e m p e r ta nya ka n a p a ka h s e b a b meninggalnya Widjajono seperti yang diungkapkan media itu benar. Kematian Widjajono ada kemiripan dengan kematian Soe Hok Gie. Widjajono yang sudah mendaki 40 gunung sejak SMA patut dipertanyakan kalau harus meninggal di gunung. Widjajono pastinya tahu karakteristik gunung-gunung di I n d o n e s i a . N a m p a k n y a mustahil Widjajono meninggal karena kekurangan oksigen di gunung tersebut. Alasan meninggal karena serangan jantung dan kelelahan terlihat sebagai alasan yang tidak valid. Dokter dan istri beliau, Nina S a p t i Tr i a s w a t i , menyatakan bahwa Widjajono tidak mempunyai riwayat penyakit termasuk penyakit jantung. Widjajono saat menjabat sebagai

30

wamen ESDM telah menggelontorkan pemikiran-pemikiran kontroversi seperti ikut serta mengusulkan kenaikan harga BBM bersubsidi, pertamax wajib untuk mobil pribadi 1500 cc ke atas, wajib memakai premix bagi mobil pribadi di bawah 1500 cc dan pemberlakuan pajak batubara sebagai pengganti listrik. Ide-ide Widjajono tentunya banyak dikecam banyak pihak. Widjajono ibarat sebagai single fighter curong pemerintah. Hal itu wajar karena beliau adalah pakar perminyakan dari ITB Bandung. Lawan Widjajono adalah para politisi dan pihak-pihak yang merasa dirugikan dengan pemikiran beliau. Bisa jadi ketidaksenangan mereka akan Widjajono mengarah seperti riwayat Soe Hok Gie yang sebab meninggalnya sampai sekarang masih misterius.


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.