04/12
3D Printing
Oleh: Hanif Nugroho A & Helmi W M
3D Printing atau dikenal juga dengan Additive Manufacturing adalah proses pembuatan benda 3 dimensi dengan cara membentuk lapisan demi lapisan mengikuti model digital yang dibuat menggunakan komputer. 3D printing menjadi terkenal di kalangan umum sejak munculnya beberapa perusahaan startup seperti MakerBot.
Sejarah Pembentukan benda padat 3 dimensi pertama kali dipublikasikan oleh Hideo Kodama dari Nagoya Municipal Industrial Research Institute (NMIRI) pada tahun 1982. Printer 3D pertama yang sukses dibuat oleh Charles W. Hull dari 3D Systems Corporation pada tahun 1984. Ia membuat proses yang bernama Stereolytography. Proses ini menggunakan photopolymer dan laser ultraviolet. Pada awal masa pengembangan 3D Printer, proses tersebut masih membutuhkan biaya yang mahal sehingga belum terjangkau oleh sebagian besar pasar. Pada tahun 2005 Dr. Adrian Bowyer, dosen senior Teknik Mesin di University of Bath, mengembangkan sebuah 3D Printer dengan nama RepRap. RepRap merupakan singkatan dari Replicating Rapid Prototyper. RepRap versi pertama dikeluarkan pada tahun 2007. Desain printer ini terbuka dan dapat dibuat oleh siapapun yang mau membuatnya. Terlebih lagi, semua komponen plastik dari RepRap dapat diproduksi sendiri oleh printer ini sehingga bisa dikatakan bahwa RepRap mempunyai Self-Replicating Ability. Dengan adanya RepRap ini, mulailah masa terbentuknya pasar 3D Printer untuk pengguna rumahan. Sejak tahun 2010, harga 3D Printer menunjukkan tren untuk semakin terjangkau oleh berbagai kalangan. Hal ini disebabkan oleh perkembangan teknologi, kadaluarsanya paten-paten tertentu, dan meningkatnya kompetisi di antara produsen 3D Printer. Sebelum
tahun 2010, harga 3D Printer yang murah berada di kisaran $1000, sementara pada saat ini kita bisa mendapatkan 3D Printer dengan harga kurang dari $500.
Aplikasi Salah satu kelebihan dari 3D Printing adalah murahnya biaya untuk memproduksi part dalam jumlah yang kecil. Oleh sebab itu, saat ini banyak industri menggunakan teknik 3D Printing ini untuk membuat prototipe. Penggunaan untuk membuat prototipe ini digunakan oleh berbagai bidang industri, di antaranya adalah industri otomotif dan pesawat terbang. Pada industri yang bernilai tinggi seperti industri pesawat terbang, otomotif, dan teknologi medis berpeluang untuk menggunakan 3D printer dalam membuat komponen-komponen. Hal ini disebabkan 3D printing dapat membuat objek yang kompleks dan presisi, yang tidak dapat disaingi mesin-mesin produksi biasa. Insinyur di Airbus bahkan memberi pernyataan bahwa pada tahun 2050 mereka berharap dapat membuat seluruh komponen pesawat menggunakan teknologi 3D printing. Ducati merupakan salah satu contoh perusahaan otomotif yang menggunakan teknologi 3D Printing untuk Rapid Prototyping, secara spesifik mereka menggunakan teknologi FDM (Fused Deposition Modeling). Dengan cara ini, Ducati mampu memangkas waktu pengembangan mesin motor balap Desmosedici sebanyak 20 bulan. Mesin ini hanya membutuhkan waktu 8 bulan untuk proses desain dan pembuatannya, sementara mesin pendahulunya menghabiskan waktu 28 bulan. Di luar industri manufaktur, penggunaan 3D printer sangat bervariasi. Hal ini disebabkan banyaknya kalangan yang melakukan penelitian atau percobaan untuk menerapkan 3D printer di berbagai bidang. Di antaranya adalah sekelompok arsitek di Belanda yang membuat 3D printer berukuran sebesar kontainer. 3D printer yang bernama KamerMaker ini dapat membuat blokblok bangunan yang dapat di susun di lokasi pembangunan. Blok-blok tersebut disatukan menggunakan kabel baja dan lem yang sangat kuat.
Badan Antariksa Eropa (ESA) bahkan mempunyai rencana yang sangat kreatif. Mereka berencana untuk membangun stasiun luar angkasa di bulan dengan menggunakan batu-bata yang dibuat dengan 3D printer menggunakan bahan debudebu di bulan. Ilmuwan juga telah menemukan cara untuk mencetak jaringan manusia menggunakan proses 3D printing. Saat ini, ilmuwan telah berhasil mencetak jaringan seperti kulit dan tulang rawan. Dengan kemampuan proses 3D printing untuk mencetak jaringan, para peneliti telah mampu untuk membuat daging hewan sepenuhnya menggunakan teknik ini. Daging tersebut dapat digunakan memproduksi makanan tanpa perlu membuat peternakan. Bayangkan saja bagaimana pentingnya penemuan ini bagi umat manusia yang jumlahnya terus bertambah secara eksponensial, sementara sumber makanan kita bertambah secara perlahan akibat terbatasnya lahan. Jika daging hasil 3D printing ini bisa diproduksi secara massal maka akan terjadi efisiensi penggunaan lahan, serta mengurangi kebutuhan manusia untuk memberi makan hewan, memberi air hewan, dan proses-proses pengolahan hasil peternakan yang tentu saja menghabiskan energi yang tidak sedikit.
Efek Global 3D Printing 3D printing memiliki potensi yang sangat besar pada masa mendatang. Di industri manufaktur, dengan 3D printing, produsen barang dapat melakukan berbagai modifikasi terhadap produknya sehingga lebih dapat diterima oleh konsumen. Manufaktur terpisah antar negara akan menjadi tidak efektif dikarenakan 3D printing dapat membuat barang utuh di tempat. Lebih dari itu, di masa mendatang ilmuwan memperkirakan 3D printing dapat digunakan untuk memenuhi segala kebutuhan akan barang. Tinggal unduh desain barang di internet kemudian dicetak di 3D printer. Hal ini akan membuat proses manufaktur berubah secara radikal.
Teknologi 3D printing juga dapat membuka lapangan kerja baru terutama yang berkaitan dengan 3D printing itu sendiri seperti desain produk, operator printer, dan supplier material 3D printing. Selain memiliki efek positif, teknologi 3D printing juga memiliki dampak negatif. Masalah pertama adalah hak paten. Dengan adanya 3D printing, banyak pihak yang dapat meniru & mereplikasi suatu barang/produk yang notabene memiliki hak intelektual dengan hanya melihat desain produk tersebut. Lebih dari itu, teknologi 3D printing ke depannya dapat merugikan negara berkembang. Selama ini negara berkembang seperti Indonesia menjadi tempat manufaktur berbagai produk dunia dari industri tekstil, otomotif, dan juga industri-industri lainnya. Dengan adanya teknologi 3D printing, jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan untuk membuat suatu produk akan berkurang, sehingga proses manufaktur itu sendiri akan membutuhkan lebih sedikit perkerja yang akan mengakibatkan meningkatnya pengangguran di negara berkembang. Selain itu, negara maju juga akan lebih memilih mengambil raw material di negara berkembang yang selanjutnya diproses menggunakan 3D printing di negaranya sendiri. Teknologi sejatinya bertujuan untuk memudahkan hidup umat manusia. Oleh karena itu, manusia seharusnya memahami, mengembangkan, dan mengkomersialisasikan teknologi tersebut sehingga dapat merasakan manfaat teknologi secara utuh. Tidak hanya sekedar memakai!
Underwater Welding: Pengelasan Listrik Dalam Air Oleh: Niken N. T. M. V. & Theofilus Wisnu
Di awal abad dua puluh, melakukan pengelasan listrik di dalam air laut sama dengan melakukan percobaan bunuh diri dengan sengatan listrik. Kandungan garam pada air laut menyebabkan air laut memiliki kadar ion yang tinggi, sehingga tidak mengherankan jika air laut bersifat sebagai penghantar listrik yang baik. Namun saat ini, praktik pengelasan listrik dalam air (underwater welding) sudah menjadi hal yang umum digunakan oleh perusahaan-perusahaan kontraktor di seluruh dunia. Bagaimana bisa?
Sejarah: Rahasianya Pada Elektroda Antiair dan Arus DC Setelah dua puluh tahun bereksperimen, pada tahun 1932 lahirlah
sebuah teknik pengelasan listrik dalam air yang diciptakan oleh Konstantin Khrenov, seorang insinyur dari Soviet. Khrenov menggunakan elektroda antiair terinsulasi dan arus yang stabil untuk menghindari terjadinya sengatan listrik pada pengelas. Selain itu, elektroda antiair juga berfungsi sebagai pencegah terjadinya porositas yang tinggi (banyaknya rongga udara pada material) yang dapat menyebabkan kerusakan pada konstruksi. Teknik las listrik ini terus berkembang sesuai dengan kebutuhan pengelasan dalam air pada Perang Dunia II. Metode baru tersebut tersebut telah banyak memperbaiki berbagai kerusakan di Soviet, seperti pada vessel, pelabuhan, dan dock kapal. Pada tahun 1942, teknik pengelasan dalam air mulai dikenal di Amerika. Cyril Jensen merupakan seorang doktor dari LeHigh University
yang memulai penelitian dan pengembangan teknik tersebut. Pekerjaan pengelasan dalam air yang pernah ditanganinya adalah menyelamatkan beberapa kapal tenggelam di Pearl Harbor saat Perang Dunia II. Jensen terus mengembangkan penelitian pengelasan dalam air dan mendapatkan dua paten pertama untuk pengelasan dalam air pada tahun 1970.
Berbahaya Namun Menguntungkan Menggunakan listrik di lingkungan berpenghantar listrik tentu sangat beresiko. Berdasarkan OSHA (United States Occupational Safety and Health Administration), di Amerika Serikat terdapat 6 hingga 13 kasus kematian underwater welder setiap tahunnya. Selain sengatan listrik, kasus seperti decompression sickness (meningkatnya kadar nitrogen pada jaringan tubuh akibat perbedaan tekanan), hipotermia, bahkan tenggelam akibat kesalahan peralatan juga sering ditemui di Amerika. Beberapa underwater welder yang telah bekerja bertahun-tahun dapat memiliki masalah dengan pendengaran, otot, ingatan, dan kemampuan kognitif. Walaupun berbahaya, pekerjaan sebagai underwater welder dapat dibilang menguntungkan dengan sistem pembayaran per jam. Setelah selesai mengikuti pelatihan, seorang underwater welder bisa mendapatkan bayaran sebesar 17 hingga 20 USD per jam. Setelah dua atau tiga tahun, bayaran bisa meningkat dua kali lipat. Dilansir dari website American Welding Society (AWS), penghasilan seorang underwater welder per tahunnya bervariasi diantara 100.000 USD hingga 200.000 USD.
Karir Sebagai Underwater Welder Untuk memiliki sertifikat underwater welding, ada beberapa pelatihan khusus yang harus dijalani. Pelatihan tersebut meliputi pelatihan
menyelam, hingga pelatihan pengelasan itu sendiri. Setelah serangkaian pelatihan tersebut, welder (pengelas) harus melalui rangkaian tes untuk mendapat sertifikat underwater welding. Setelah memiliki sertifikat, pengelas diperbolehkan untuk melakukan praktik underwater welding. Jika Anda berminat, di Indonesia sendiri baru ada satu tempat pelatihan underwater welding dengan standar internasional. Bertempat di Surakarta, tepatnya di Solo Techno Park (STP), kursus pendidikan selama dua bulan ini dapat diikuti dengan biaya 18 juta rupiah hingga mendapat sertifikat untuk melakukan praktik.
Prinsip Kerja Underwater welding adalah teknik pengelasan yang dilakukan khusus di dalam air. Teknik ini membutuhkan bantuan gas bertekanan tinggi, tetapi dapat dilakukan pada kondisi terisolasi (dry) maupun kondisi basah (wet). Pada kondisi terisolasi atau biasa disebut dry welding, daerah yang akan dilakukan pengelasan akan diisolasi lalu diisi dengan gas bertekanan tinggi. Sedangkan, pada kondisi basah atau biasa disebut wet welding, proses pengelasan langsung terhubung dengan lingkungan air sekitar. Dengan elektroda khusus antiair, pengelasan dapat dilakukan dengan prinsip yang sama dengan pengelasan di atas air. Arus DC dengan polaritas negatif digunakan untuk mencegah penurunan kualitas dari electrode holder akibat terjadinya elektrolisis. Faktor kekuatan menjadi alasan utama banyak pihak belum menjadikan teknik underwater welding sebagai teknik utama dalam memperbaiki konstruksi. Kekuatan logam hasil pengelasan akan berbeda dengan kekuatan logam induk, selain itu terdapat
perubahan kekuatan yang kontinyu pada logam induk di daerah sekitar pengelasan. Selain kendala pada konstruksi juga terdapat berbagai kendala pada teknis pengelasan, seperti hydrogen cracking, terjebaknya atom hydrogen sehingga menimbulkan retakan, hingga bahaya ledakan pada saat pengelasan. Tingkat kesulitan yang tinggi menyebabkan dibutuhkan pelatihan khusus dalam melakukan underwater welding.
Peralatan Khusus Perlu digunakan peralatan khusus untuk mengurangi resiko pekerjaan pengelasan dalam air • Helm Helm yang digunakan mirip dengan helm selam biasa dengan tambahan welding screen untuk melindungi mata dan wajah pengelas • Baju Selam Untuk melindungi dari percikan langsung lelehan logam yang dapat merusak pakaian selam, beberapa pengelas menggunakan coverall. Untuk melindungi tangan, pengelas
menggunakan sarung tangan karet diatas beberapa lapisan laytex. • Elektroda Elektroda yang digunakan harus benar-benar antiair. Elektroda khusus ini dapat berada selama 24 jam dalam air tanpa kehilangan kemampuan antiair-nya, juga dapat bekerja baik di bawah tekanan kedalaman laut 33 feet. • Stinger Stinger, atau pemegang elektroda, haruslah bersifat isolator untuk melindungi pengelas. Selain itu stinger juga harus ringan untuk kemudahan penggenggaman pengelas dalam pekerjaan berjam-jam. Sumber: http://waterwelders.com/underwater-welding-history/ http://waterwelders.com/underwater-wet-weldingequipment/ http://www.howitworksdaily.com/how-does-waterconduct-electricity/ http://www2.wisd.net/archive/industrialtech/WELDING/ WELDLESSONS http://www.welding-advisers.com/Preview2.html https://www.osha.gov/archive/oshinfo/priorities/diving. html http://www.popularmechanics.com/technology/gadgets/ news/4314253
REDAKSI MECHANICAL EXPRESS PIMPINAN REDAKSI Ridho Fidiantowi KOORDINATOR LIPUTAN Niken Noor Triastuti M. V. JURNALIS Adi Widya P. Auliya Harditio Fikri Hakim M. Rifky Akbar KEPALA REDAKTUR Heri I. Wibowo EDITOR Akbar Januari Fadlih Joel Ezra Takwarif
ART DIRECTOR Firas Pradickto ARTISAN Elmo Tuwaidan Naufan Yuqa S. Kristofora Alvin V. KEPALA PEMASARAN Harish Zulfikar MARKETING Rama Primadi P.
SEKRETARIAT
Jalan Ganesha 10 Gedung Labtek II Himpunan Mahasiswa Mesin 40132 Institut Teknologi Bandung 2014