13/02
Dikdasmen, Dikti, Ristek Sebuah Terobosan dalam Kancah Pendidikan dan Teknologi Oleh: Coby Saputra & Adi Widya
Pada kabinet pemerintahan Presiden Joko Widodo yang dilantik bulan Oktober tahun 2014 terjadi perombakan susunan kementerian, termasuk pada bidang pendidikan. Presiden terpilih memutuskan untuk ‘mengoper’ Dikti (Pendidikan Tinggi) dari Kemendikbud (Kementerian Pendidikan dan Budaya) ke Kemenristek (Kementrian Riset dan Teknologi), sehingga muncul dua kementerian dengan nama baru yakni Kemenbuddikdasmen (Kementrian Budaya Pendidikan Dasar dan Menengah) dan Kementrian Ristek-Dikti. Keputusan untuk reorganisasi ini tentu terjadi bukan tanpa alasan dan pertimbangan yang matang. Namun, apakah reorganisasi ini akan memperbaiki kualitas pendidikan dan ristek di Indonesia?
Pencerminan Aspek Tri Dharma Perguruan Tinggi Penggabungan Dikti dengan Ristek bertujuan utama untuk memberikan ruang lebih dalam koordinasi antara pendidikan tinggi dengan bidang riset dan teknologi. Kementerian baru yang diperkirakan mulai bekerja efektif akhir tahun 2014 ini diharapkan dapat meningkatkan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, terlebih lagi perguruan tinggi merupakan institusi yang tidak pernah terlepas dari kegiatan riset. Hal ini dicerminkan dalam Tri Dharma perguruan tinggi yang salah satu isinya mengandung nilai penelitian (riset). Menurut Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Teknik LIPII, Laksono Tri Handoko, sejumlah negara, salah satunya adalah Jerman, telah melakukan penggabungan antara bidang pendidikan dan riset agar diurus oleh satu kementerian. Wakil Presiden Jusuf Kalla juga mengatakan bahwa perguruan tinggi harus bersama-sama dengan riset untuk mengembangkan teknologi. Tujuan lain dipisahkannya Dikti dari Kemendikbud adalah agar Kemenbuddikdasmen dapat fokus pada
pembentukan dasar karakter bangsa melalui pendidikan dasar dan menengah. Pendidikan 12 tahun tersebut merupakan tahap penting dalam pembentukan fondasi intelektual dan moral generasi muda. Menurut Prof. Dr. Soedijarto, pemisahan Dikti dengan Dikdasmen bukan suatu masalah asal kedua kementrian tersebut mendapat dukungan, seperti alokasi dana.
Pakar Anggaran Terpilih Sebagai Menteri Pada bulan Oktober tahun 2014, M. Nasir dilantik sebagai Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi untuk Kabinet Kerja 2014-2019. Beliau adalah pakar anggaran dari Universitas Diponegoro. Hal ini dinilai tepat oleh beberapa orang, karena salah satu masalah umum dalam kementrian adalah pengelolaan anggaran. Sebelum dipilih menjadi menteri, beliau ditunjuk sebagai Rektor Universitas Diponegoro dan baru akan menjalankan tugasnya 18 Desember mendatang. Sebagai rektor, pria kelahiran Ngawi, Jawa Timur ini bercita-cita membuat universitasnya berkembang sebagai perguruan tinggi yang berbasis riset. Beliau juga berkeinginan untuk membentuk komunitas peneliti mahasiswa. M. Nasir memiliki gelar doktorat dari University of Science di Penang, Malaysia. Sebelumnya beliau juga menempuh pendidikan di Universitas Diponegoro (S-1) dan Universitas Gajah Mada (S-2). Berbeda dengan periode-periode sebelumnya, menteri yang menangani riset dan teknologi ini memiliki latar belakang di bidang ekonomi dan berpengalaman sebagai pakar anggaran.
Pro dan Kontra Berbagai opini muncul terkait perubahan struktur kementerian ini. Penggabungan Dikti dan Ristek dalam satu kementerian dianggap dapat semakin memajukan pengembangan teknologi di Indonesia. Kementerian akan memiliki akses langsung ke perguruan tinggi dengan SDM serta fasilitas riset yang memadai, sehingga riset-riset yang lebih besar dapat dilaksanakan guna meningkatkan daya saing industri teknologi Indonesia. Tidak sedikit pula yang menyangsikan perubahan ini. Perubahan ini dikhawatirkan beberapa pihak akan membuat Perguruan Tinggi terlalu memfokuskan diri pada aspek ristek dan mengabaikan dua aspek Tri Dharma Perguruan Tinggi yang lain, yakni pendidikan dan pengabdian masyarakat. Penggabungan Dikti dan Ristek dalam satu kementerian
juga dianggap tidak tepat sasaran untuk dapat menjamin kemajuan dan menjawab permasalahan di bidang riset, yaitu keterbatasan dana. “Pemisahan kelembagaan itu tidak akan membawa perubahan signifikan terhadap relasi antara perguruan tinggi dan industri karena masing-masing akan berjalan menurut iramanya sendiri,� tambah Darmaningtyas, seorang pengamat pendidikan. Menurutnya, yang terjadi pada ristek lebih ke soal politik, bukan kelembagaan. Beliau juga mengkhawatirkan dengan adanya penggabungan tersebut akan terjadi pendangkalan dan pragmatisme perguruan tinggi. Sebab, universitas didirikan bukan sekadar untuk memasok tenaga kerja industri. Perubahaan dalam kementerian terkait pendidikan dan ristek teknologi ini tentunya tidak terlepas dari visi Presiden Jokowi yang ingin melakukan optimalisasi pemanfaatan teknologi dalam berbagai masalah nasional. Dari pro dan kontra yang muncul, tercapainya semua tujuan di atas sangat bergantung pada usaha pemerintah dalam memanfaatkan keadaan yang ada untuk mencapai hasil yang lebih baik. Bagaimana kerjasama Dikti dan Ristek dapat meningkatkan potensi penelitian, bagaimana anggaran harus bisa diatur seefektif mungkin, dan bagaimana kinerja kementerian akan sangat mempengaruhi keberhasilan reorganisasi ini. Kita sebagai rakyat Indonesia harus selalu memberikan dukungan serta kritik dan saran dalam keberjalanannya. Jika dalam 5 tahun ke depan membuahkan hasil yang positif, bukankah ini adalah sebuah kesuksesan untuk kita bersama? Referensi: http://sains.kompas.com/read/2014/10/26/20101931/M. Nasir.Sosok.yang.Diculik.Jokowi.Jadi.Menteri.Ristek.dan.Dikti http://www.republika.co.id/berita/koran/didaktika/14/09/10/ nbobga28-evaluasi-diktikemenristek http://palingaktual.com/1131622/pemisahan-kemendikbudamp-dikti-tak-menjadi-masalah/read/ http://www.cnnindonesia.com/ teknologi/20141027132053-199-8301/penggabungan-ristekdan-dikti-dinilai-tepat/
PAK RUDY ANDRIYANA, BUSINESSMAN DUNIA TEKNIK Oleh: M Rifky Akbar, Niken NTMV, & Ika K
Bagaimana seorang insinyur bisa beralih profesi menjadi businessman? Mx Magazine memiliki kesempatan untuk berbincang lebih jauh mengenai motivasi dan peluang menjadi pengusaha pada bidang teknik di dunia industri dengan Pak Rudy Andriyana, salah satu founder PT Daun Biru Engineering. Perlu diketahui, PT Daun Biru Engineering adalah perusahaan yang berfokus pada jasa Predictive Maintenance. Selain itu, PT Daun Biru Engineering juga menyediakan jasa pada bidang Performance Analysis, Vibration Analysis, Thermodynamics Analysis, Advanced System Troubleshooting. Ditemui di kediamannya pada bulan November tahun 2014 kemarin, alumnus Teknik Mesin ITB angkatan 1994 ini tidak keberatan untuk berbagi cerita dan tipsnya kepada kami. Memang seberapa pentingkah predictive maintenance di dunia industri? Predictive maintenance adalah jenis perawatan mesin dengan cara memperhatikan perilaku-perilaku khusus yang ditunjukkan mesin seperti tingkat getaran, temperatur, cairan pelumas, dan lain-lain. Tentu hal ini berkaitan erat dengan kegiatan produksi yang dilakukan oleh perusahaan yang menjadi klien PT Daun Biru Engineering. Dengan kegiatan ini, kerusakan tak terduga yang terjadi pada mesin-mesin di suatu industri dapat diperkirakan dengan baik sehingga perubahan perencanaan produksi bisa direncanakan jauh-jauh hari demi menekan kerugian sebesar mungkin. “Sebagai gambaran, bila terjadi kegagalan pada kegiatan produksi, dalam satu periode, perusahaan klien kami bisa rugi 23 Milyar. Sedangkan dengan menggunakan jasa kami, waktu itu kami dibayar 1,8 Milyar yang notabene hanya 10 persen dari potensi kerugian yang dapat terjadi,” ujar beliau dengan raut wajah ramah. Keinginan beliau untuk menjadi pengusaha terinspirasi oleh Bapak beliau yang berprofesi sebagai pedagang. “Dengan berbisnis, memberi kesempatan untuk punya waktu kapanpun, jam berapapun, di manapun masyarakat membutuhkan dia” ujar beliau. Keinginan ini bertambah saat beliau diajak oleh Bapak Djoko Suharto (salah satu dosen KK Perancangan) untuk melihat Aeromovel hasil rancangan alumnus Teknik Mesin angkatan 1983, Bapak Ontoseno, di Taman Mini Indonesia Indah dalam rangkaian kuliah lapangan bersama teman-teman kuliah. Alih-alih memahami bagaimana produk
tersebut dirancang beserta cara kerjanya, Pak Rudy, demikian beliau akrab disapa, berpikir “Enak berbisnis ya, bukan teknologinya.” Begitu lulus dari perguruan tinggi, beliau tidak langsung mendirikan perusahaan. Pria yang pernah menjadi ketua TPB Games ini bekerja di perusahaan orang lain terlebih dahulu untuk menimba pengalaman dan mempelajari sistem sebuah perusahaan. Setelah bekerja selama empat tahun, walaupun telah berpangkat direksi, beliau memutuskan untuk resign dari perusahaan tersebut demi mewujudkan cita-citanya menjadi pengusaha. Akhirnya, dengan bermodalkan uang pinjaman dari teman kuliah, pada November 2004 beliau mendirikan perusahaan penyedia jasa perawatan mesin serta pembangkit energi terbarukan, PT Daun Biru Engineering, bersama senior kuliahnya, Bapak Furqon. Empat tahun pengalaman bekerja di perusahaan orang lain rupanya tidak menjamin kelancaran bisinis Pak Rudy. “Selama setahun saya pontang-panting naik motor keliling Jakarta. Anak-anak saya titipkan dulu ke istri, dia kan juga bekerja.”, kenang beliau. Bahkan selama periode itu pendapatan yang diperoleh Pak Rudy hanya cukup untuk biaya operasional. “Karena gaji yang kecil, pendapatan karyawan pun masih underpaid,” lanjut beliau. Barulah selama setahun setelah cashflow perusahaan lancar, keadaan ekonomi beliau menjadi lebih stabil. Selama 10 tahun lebih PT Daun Biru Engineering berdiri, perusahaan ini telah berpengalaman menangani proyek-proyek terkait perawatan mesin berbasis prediksi. Dengan semangat para pendirinya untuk memberi manfaat sebesar-besarnya kepada negeri, perusahaan ini telah menggarap beberapa proyek, misalnya perawatan pada mesin-mesin perusahaan migas agar tetap berjalan sesuai dengan peforma yang diinginkan, pembuatan alat pemantau fuel consumption pada kapal secara real time, dan masih banyak lagi proyek dengan fokus predictive maintenance yang telah dilakukan. Jumlah perusahaan pengguna jasa pun semakin bertambah seiring dengan meningkatnya reputasi yang dimiliki PT Daun Biru Engineering. British Petroleum, Chevron, Pertamina, Conoco Philips, dan Medco adalah beberapa perusahaan besar yang pernah menggunakan jasa perusahaan yang beralamat di daerah Sukamaju Baru ini Tidak berhenti sampai disitu, dalam menyambut pasar bebas 2015, PT Daun Biru Engineering telah mempersiapkan diri untuk memasuki pasar Eropa. “Kami sedang di-endorse oleh Kementrian Perindustrian untuk masuk ke market Eropa. Jadi kita dikenalkan oleh satu perusahaan di Eropa untuk
dibimbing masuk ke sana tahun 2016,” ujar beliau. Satu tahun dirasa waktu yang cukup untuk beradaptasi dengan ketatnya standar yang diberlakukan di sana demi meningkatkan kualitas perusahaan ini. Cukup besarkah motivasi kita untuk berkarya bagi masyarakat? Menuju tahun 2015, tahun ketika pasar bebas mulai dijalankan, persaingan perusahaan antarnegara dan persaingan antarpekerja Asia akan semakin ketat. Dengan menjadi pengusaha di bidang jasa teknik, kita dapat membuka lapangan pekerjaan baru untuk pekerja dalam negeri dan menaikkan devisa negara. Lahan untuk perusahaan-perusahaan baru masih lebar, khususnya pada bidang predictive maintenance. Menurut Pak Rudy, perusahaan teknik yang bergerak pada bidang ini masih sedikit di Indonesia. Pak Rudy bahkan tidak segan untuk menjadi mentor bagi orang yang berminat untuk merintis perusahaan di bidang ini. “Saya siap mencetak pesaing!” tukas Pak Rudy serius.
REDAKSI MECHANICAL EXPRESS PIMPINAN REDAKSI Ridho Fidiantowi KOORDINATOR LIPUTAN Niken Noor Triastuti M. V. JURNALIS Adi Widya P. Auliya Harditio Fikri Hakim M. Rifky Akbar KEPALA REDAKTUR Heri I. Wibowo EDITOR Akbar Januari Fadlih Joel Ezra Takwarif
ART DIRECTOR Firas Pradickto ARTISAN Elmo Tuwaidan Naufan Yuqa S. Kristofora Alvin V. KEPALA PEMASARAN Harish Zulfikar MARKETING Rama Primadi P.
SEKRETARIAT
Jalan Ganesha 10 Gedung Labtek II Himpunan Mahasiswa Mesin 40132 Institut Teknologi Bandung 2015