10/09
Sejarah Perkembangan Industri Migas Tanah Air Minyak dan gas bumi adalah topik yang sangat gencar dibicarakan dalam dunia perindustrian. Terlebih lagi, saat ini krisis ekonomi dirasakan di berbagai negara. Selain menjadi salah satu sumber energi utama yang kita manfaatkan, migas mempunyai dampak yang besar dalam perekonomian negara. Lantas, bagaimanakah sejarah industri migas di Indonesia?
Perminyakan
Pada tahun 1871, seorang pengusaha Belanda bernama Jan Reerink melakukan pemboran pertama rembesan minyak yang ditemukan di Majalengka, Jawa Barat. Meskipun membuahkan hasil, situs pemboran tersebut tidak bertahan lama dan akhirnya ditutup. Pada tahun 1883 sumber minyak pertama di Indonesia dengan pemboran modern dilakukan oleh seorang warga Belanda bernama A.G. Zeijlker. Lokasi sumber minyak tersebut berada di Telaga Tiga dan Telaga Said, dimana sumber ini menjadi modal pertama sebuah perusahaan minyak yang kini dikenal dengan Shell. Menyusul penemuan ini, berbagai sumber lainnya seperti di Jawa Tengah, Sumatera, dan Kalimantan akhirnya ditemukan.
Gas Bumi
Pada tahun 1972 dengan ditemukannya sumber gas alam lepas pantai di ladang North Sumatra Offshore (NSO) yang terletak di Selat Malaka pada jarak sekitar 107,6 km dari kilang PT Arun di Blang Lancang. Pada 16 Maret 1974, PT Arun didirikan sebagai perusahaan operator. Perusahaan ini baru diresmikan oleh
Presiden Soeharto pada tanggal 19 September 1978 setelah berhasil mengekspor kondensat pertama ke Jepang pada 14 Oktober 1977.
Jan Reerink
Orang yang pertama kali berhasil menemukan minyak bumi di Indonesia
Perusahaan dan Pertamina
Menjelang akhir abad ke-19, telah berdiri 18 perusahaan minyak asing di Indonesia. Pada tahun 1902, didirikan perusahaan yang bernama Koninklijke Petroleum Maatschappij yang kemudian dengan Shell Transport Trading Company melebur menjadi satu bernama The Asiatic Petroleum Company atau Shell Petroleum Company. Pada tahun 1907 Shell Group berdiri dan terdiri atas BPM, yaitu Bataafsche Petroleum Maatschappij dan Anglo Saxon.
Pada tahun 1912, perusahaan minyak Amerika mulai memasuki Indonesia, seperti NVNKPM (Nederlandsche Koloniale Petroleum Maatschappij) yang setelah perang kemerdekaan berubah menjadi PT Stanvac Indonesia. Pada tahun 1921, PT Stanvac Indonesia menemukan lapangan Pendopo yang merupakan lapangan terbesar di Indonesia pada zaman itu. Pada tahun 1920, 2 perusahaan baru yaitu Standard Oil of California dan Texaco memasuki Indonesia dan 10 tahun kemudian bergabung menjadi PT Caltex Pasifik , yang sekarang dikenal dengan PT Chevron Pasifik Indonesia. Untuk menandingi perusahaanperusahaan tersebut, pemerintah Belanda bekerja sama dengan BPM untuk membentuk Nederlandsch Indische Aardolie Maatschappij (NIAM). Setelah perang kemerdekaan, di tahun 1945-1950, seluruh instalasi minyak diambil alih oleh pemerintah Republik Indonesia. Pada tahun 1957, didirikan PT Permina oleh Kolonel Ibnu Sutowo yang kemudian menjadi PN Permina pada tahun 1960. Pada tahun 1959, NIAM menjelma menjadi PT Permindo yang kemudian pada
tahun 1961 berubah lagi menjadi PN Pertamin. Tahun 1961, semua konsesi perusahaan asing dihapuskan dan diubah menjadi kontrak karya. Empat tahun kemudian, tahun 1965 menjadi sejarah baru perkembangan minyak di Indonesia karena seluruh kekayaan BPM-Shell Indonesia dibeli oleh PN Permina. Sejak tahun 1967, eksplorasi besarbesaran terus dilakukan oleh PN Pertamin dan PN Permina bersama dengan kontraktor asing. Tahun berikutnya, kedua perusahaan ini bergabung menjadi PT Pertamina dan menjadi satu-satunya perusahaan migas nasional hingga sekarang.
Bataafsche Petroleum Maatschappij
Kunci Perkembangan
Eksplorasi merupakan upaya paling signifikan dalam mempertahankan dan meningkatkan produksi migas. Namun, berbagai kendala seperti aturan, lahan, keterbatasan data, sulitnya akses, dan kurangnya infrastruktur sering dijumpai investor dalam usaha penemuan ini. Dalam dunia eksplorasi termasuk eksplorasi migas, data geologi yang menjadi bahan dasar untuk kegiatan eksplorasi merupakan soft infrastructure. Pengambilan data baru oleh pemerintah yang diambil dari dana APBN perlu ditambah untuk membantu serta mempercepat usaha eksplorasi, yang kemudian akan membantu menjamin ketersediaan energi migas dimasa mendatang.
Penulis : Coby S Editor : Daniel R Desain : Helmi W
Mobil Listrik Karya Anak Bangsa ?
Penulis : Rifqi S Editor : Diah A Desain : Hanif N A
Siapa yang tidak kenal dengan mobil listrik Tesla atau nama-nama lain seperti Toyota Prius, G-Whiz, hingga yang berupa supercar seperti McLaren P1 dan Porsche 918. Saat ini mobil-mobil tersebut mulai memasuki pasar mobil di Indonesia. Mobil-mobil tersebut merupakan bukti usaha untuk mengkonservasi penggunaan bahan bakar tidak terbarukan. Ya, mobil-mobil di atas sudah mulai menggunakan listrik baik secara penuh ataupun digunakan berdampingan dengan bahan bakar minyak (mobil hybrid). Di saat perusahaan-perusahaan otomotif luar negeri sedang kencang-kencangnya melakukan riset untuk mengembangkan mobil listrik, Indonesia pun juga telah memulai riset dibidang tersebut. Mulai dari mobil Tucuxi yang sempat mendapat paten di Amerika Serikat namun mengalami sedikit kendala saat sedang uji jalan, sampai Mobil Selo yang sedang menjadi topik pembicaraan beberapa saat yang lalu. Mobil Selo yang pernah dipamerkan pada IIMS tahun 2014 lalu ini, sempat menjadi perbincangan hangat di antara masyarakat luas. Lalu, apa yang membuat mobil ini begitu menarik perhatian masyarakat? Selain bentuk sporty yang menyerupai McLaren MP4-12C, mobil ini bergerak dengan tenaga yang berasal dari baterai tanpa bantuan bahan bakar minyak sama sekali. Ditambah lagi mobil ini dibuat dengan 70% material lokal dan di desain oleh anak bangsa yaitu Ricky Elson yang telah mengantongi 14 paten di bidang motor listrik di Negara Jepang. Lalu apakah sejumlah besar uang yang dikeluarkan untuk riset mobil Selo ini sepadan dengan hasilnya? Menurut klaim tim Putra Petir yang membuat Selo, motor listrik
penggerak Selo yang menggunakan serat karbon sebagai rangka mobil tersebut, bisa mengeluarkan daya sekitar 130 kW atau sebesar 180 hp. Dengan motor listrik tersebut, Selo bisa dikendarai hingga kecepatan 220 kilometer per jam. Selain itu Selo mampu mengisi baterai mulai dari kondisi kosong hingga penuh hanya dalam waktu empat jam dan dapat menempuh 250 kilometer sampai baterai harus diisi kembali. Tak hanya dari segi performa, Selo juga dilengkapi dengan fitur-fitur standar mobil sport seperti AC, LCD, panel view, tombol hazard, cruise control, lampu sein, dan tentu saja airbag. Walaupun telah menjanjikan segudang performa dan fiturfitur yang tak kalah dari mobil-mobil listrik milik perusahaan asing, namun kenyataannya Selo belum mendapat sertifikat uji kelayakan karena beberapa hal. Hal ini mungkin menjadi salah satu kekecewaan bagi masyarakat. Namun, satu hal yang telah dicapai oleh penciptaan Selo adalah menunjukkan pada seluruh masyarakat Indonesia bahwa kita juga mampu bersaing dengan perusahaan asing di bidang otomotif. Lalu apakah kedepannya Indonesia akan dapat menyaingi mobil listrik milik perusahaan Asing? Tentu bisa apabila Indonesia ingin ikut berkancah di pasar otomotif khususnya di bidang listrik. Perlu adanya perencanaan yang matang, mulai dari pembangunan infrastruktur yang mendukung seperti tempat pengisian baterai mobil listrik di kota-kota besar di Indonesia, serta dukungan penuh pemerintah terhadap segala komponen akademisi. Melihat prestasi mobil-mobil listrik buatan mahasiswa yang sudah mulai marak di berbagai perguruan tinggi, penantian akan munculnya mobil listrik nasional mungkin tidak akan lama lagi.
BUKAN KAYA MINYAK TAPI KAYA PANAS BUMI
Saat ini populasi manusia mencapai angka 6 Miliar dan kian meningkat secara eksponensial. Menurut Department of Economic and Social Affairs of United Nation Secretariat, diperkirakan jumlah tersebut akan mencapai 7,9 miliar pada tahun 2025 dan 9,1 miliar pada tahun 2050. Ledakan populasi tersebut dan ketergantungan manusia terhadap barang elektronik serta fenomena industrialisasi memunculkan kebutuhan manusia akan energi yang tak terhindarkan. Hingga saat ini, kebutuhan tersebut ditopang oleh suplai batubara dan minyak mentah. Apabila kita meninjau Indonesia pada tahun 2011, suplai energi primer nya didominasi oleh crude oil sebanyak 592 juta BOE (39% suplai total) lalu diikuti batubara sebanyak 334 juta BOE* (22% suplai total). Selain dua suplai energi terbesar tadi, masih ada suplai energi primer lain seperti natural gas (17%), biomass (19%), hydropower (2%) dan geothermal (1%). Dari data tersebut, terlihat bahwa 61% suplai energi primer Indonesia dipenuhi oleh bahan bakar fosil. Indonesia sekarang memiliki cadangan minyak terbukti sebanyak 4 miliar barel dan cadangan minyak berpotensi sebanyak 3,7 miliar barel. Sedangkan, produksi minyak Indonesia saat ini adalah 818 ribu barel per hari. Angka tersebut menunjukkan penurunan produksi minyak bila dibandingkan dengan tahuntahun sebelumnya. misalnya seperti pada tahun 2006 dimana Indonesia masih mampu memproduksi satu juta barel per hari. Padahal, konsumsi minyak Indonesia terus meningkat seiring pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan penduduk. Yang lebih memprihatinkan adalah konsumsi tersebut
sudah melampaui kapasitas produksi Indonesia. Dengan asumsi kapasitas produksi konstan dan hanya tersisa cadangan minyak terbukti, Indonesia diprediksi akan kehabisan minyak dalam waktu 13 tahun. Bahkan bila cadangan minyak berpotensi dimasukkan dalam perhitungan, waktu itu hanya akan bertambah menjadi 25 tahun. Selain itu bahan bakar fosil juga mempunyai dampak negatif bagi lingkungan. Pembakaran batubara dan bahan bakar minyak akan menghasilkan gas CO2 yang dilepaskan ke udara. Walaupun CO2 dibutuhkan oleh bumi untuk tetap menjaga temperatur nya, jumlah CO2 yang terlalu banyak akan berbahaya karena dapat menimbulkan efek rumah kaca. Efek ini membuat sinar matahari yang dipantulkan bumi dalam bentuk cahaya inframerah terperangkap kemudian menaikkan temperatur bumi secara global. Kenaikan temperatur bumi tersebut nantinya dapat menimbulkan cuaca ekstrim seperti kekeringan, banjir, serta intensitas petir dan badai yang meningkat. Kemudian cuaca
ekstrim tersebut akan mengganggu kelangsungan hidup mahluk hidup di bumi, termasuk manusia sendiri. Persediaan minyak yang terus menipis dan bahaya lingkungan yang ditimbulkan akibat penggunaan bahan bakar fosil, membuat Indonesia perlu mencari sumber energi alternatf lain. Indonesia merupakan Negara yang berada diantara tiga lempeng besar dunia yaitu Eurasia, Hindia Australia dan Pasifik. Hal ini membuat Indonesia berada di jalur vulkanik yang membentang dari Sumatera, Jawa, Bali, Nusa Tenggara dan Sulawesi atau dikenal sebagai jalur Ring of Fire. Fakta tersebut membuat Indonesia memiliki potensi energi berupa panas bumi. Fakta menarik lainnya adalah bahwa potensi panas bumi tersebut mencakup 40% potensi panas bumi dunia. Potensi ini menobatkan Indonesia sebagai salah satu negara terkaya panas bumi. Potensi panas bumi tersebut tersebar di 251 lokasi pada 26 provinsi dengan potensi energi 27 GW atau setara 12 milyar BOE. Namun, saat ini baru 1,2 GW (4% potensi total) listrik diproduksi di tujuh lokasi. Tujuh lokasi tersebut adalah Kamojang, Gunung Salak, Sibayak, Darajak, Dieng, Wayang Windu dan Lahendong. PLTP uap pada prinsipnya sama dengan PLTU uap. Hanya saja, pemanasan fluida PLTU uap
dilakukan di permukaan menggunakan boiler, sedangkan PLTP uap pada reservoir panas bumi. Bila fluida di kepala sumur berupa fasa uap, maka uap akan langsung dialirkan ke turbin. Namun, bila fluida muncul sebagai dua fasa, maka terlebih dahulu dilakukan proses pemisahan. Uap yang sudah terpisah dari dua fasa baru akan masuk dimasukkan ke dalam turbin. Pada panas bumi bertemperatur sedang, pembangkit panas bumi menggunakan siklus binari. Dalam siklus ini, fluida sekunder (isobutane, isopentane, ammonia) dipanaskan oleh fluida panas bumi melalui heat exchanger. Sehingga fluida sekunder yang memiliki titik didih lebih rendah dari air, kini berfasa uap. Fluida sekunder tersebut kemudian masuk ke turbin.
Peningkatan populasi manusia di Indonesia akhirnya berdampak dengan kenaikan konsumsi energi yang besar. Konsumsi tersebut didominasi oleh bahan bakar fosil, yang sebenarnya harus segera ditinggalkan karena persediaannya yang semakin menipis dan berdampak negatif bagi lingkungan. Sehingga, untuk mengatasi permasalahan tersebut diperlukan alternatif sumber energi seperti panas bumi. Panas bumi merupakan alternatif sumber energi yang potensial di Indonesia mengingat letak geografis Indonesia yang mendukung penggunaan energi panas bumi..
*BOE adalah barrel of oil equivalent. 1 BOE setara energi yang dilepaskan dari pembakaran 1 barrel crude oil.
Penulis : Aryo R Editor : Evan P Layout : Theofilus W Grafik : Frenky D
“Our virtues and our failings are inseparable, like force and matter. When they separate, man is no more.” - Nikola Tesla
REDAKSI MECHANICAL EXPRESS PIMPINAN REDAKSI Naufan Yuqa S TIM KONTEN DAN EDITORIAL Evan Philander Rifqi Syuja Daniel Radja Diah Alhusna Fitri Valentinus Hanung R Aryo Tri TIM VISUAL Gotro Pramundito Ignatius Julian R Kristofora Alvin F Helmi Wicaksono Theofilus Wisnu Frenky Dian Hanif Nugroho Aji
TIM PENGEMBANGAN WAWASAN Yosua Oetomo Wijaya Alamsyah Setyo Nugroho Kelvin Noersalim Panji B Tamarona Iqbal Fadhil Agisatyo Yogastama
SEKRETARIAT
Jalan Ganesha 10 Gedung Labtek II Himpunan Mahasiswa Mesin 40132 Institut Teknologi Bandung