Kajian Ekonomi Komoditas Kelapa Provinsi Gorontalo

Page 1

KAJIAN EKONOMI

KOMODITAS KELAPA PROVINSI GORONTALO


Š 2018 National Support for Local Investment Climates/ National Support for Enhancing Local and Regional Economic Development (NSLIC/NSELRED) World Trade Center (WTC) 5 Building, 10th Floor Jl. Jenderal Sudirman Kav. 29-31 Jakarta 12920, Indonesia Telephone: +62 21 5262282, +62 21 5268668 www.nslic.or.id Proyek Dukungan Nasional untuk Peningkatan Iklim Investasi Daerah/Dukungan Nasional untuk Pengembangan Ekonomi Lokal dan Regional atau National Support for Local Investment Climates/National Support for Enhancing Local and Regional Economic Development (NSLIC/NSELRED) adalah kemitraan antara Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas dan Pemerintah Kanada melalui Global Affairs Canada (GAC). Proyek yang didanai oleh GAC dan dikelola oleh CowaterSogema International Inc. ini dilaksanakan di 10 kota/kabupaten di Provinsi Gorontalo dan Sulawesi Tenggara mulai 2016 hingga 2022. Melalui program Responsive Innovation Fund (RIF), NSLIC/NSELRED juga mendukung pemerintah pusat dan daerah untuk menciptakan inovasi pembangunan ekonomi daerah di 18 kabupaten dari 39 Kawasan Perdesaan Prioritas Nasional (KPPN) yang menjadi wilayah target nasional untuk Pusat Pertumbuhan Peningkatan Keterkaitan Kota-Desa sesuai dengan RPJMN 2015-2019.


KAJIAN EKONOMI

KOMODITAS KELAPA PROVINSI GORONTALO


iv

Singkatan BAPPEDA BAPPENAS BPS FAO FGD KK LSM NSLIC/ NSELRED PAD PDRB SNI SOP UKMK

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Biro Pusat Statistik Food and Agriculture Organization of the United Nations Focus Group Discussion Kepala Keluarga Lembaga Swadaya Masyarakat National Support for Local Investment Climates/National Support for Enhancing Local and Regional Economic Development Pendapatan Asli Daerah Pendapatan Domestik Regional Bruto Standard Nasional Indonesia Standard Operating Procedure Usaha Kecil Menengah Koperasi

Peta Provinsi Gorontalo


v 5

Photo: NSLIC/NSELRED


vi

Daftar Isi iv iv ix xi 15

PETA PROVINSI GORONTALO SINGKATAN KATA PENGANTAR EXECUTIVE SUMMARY

16

1.1. Latar Belakang dan Tujuan

16

1.2. Tujuan Kajian

17

1.3. Metodologi

19

II. GAMBARAN INDUSTRI KELAPA

20

2.1. Profil Tanaman Kelapa

21

2.2. Konteks International

21

2.2.1. Produksi Komoditas Kelapa

22

2.2.2. Konsumsi Kelapa Dunia

23

2.2.3. Perdagangan Kelapa Dunia

I. PENDAHULUAN

25

2.3. Konteks Indonesia

25

2.3.1. Produksi Komoditas Kelapa Indonesia

26

2.3.2. Konsumsi Produk Kelapa Nasional

29

III. RANTAI NILAI KELAPA DI PROVINSI GORONTALO

30

3.1. Gambaran Umum

31

3.2. Rantai Nilai Inti

31

3.2.1. Petani

32

3.2.2. Pengumpul Kecil dan Besar Kelapa

33

3.2.3. Pedagang

34

3.2.4. Perusahaan Pengolah Kelapa

35

3.2.5. UKM/Home Industry Pengolahan Minyak Kelapa

36

3.3. Rantai Pendukung

36

3.3.1.Layanan GAP Belum Cukup Mendukung Peningkatan Produktivitas

36

3.3.2. Akses Keuangan Cukup Tersedia

36

3.3.3. Informasi Pasar

37

3.3.4. Jasa Pengembangan Usaha dan Pendamping

37

3.3.5. Infrastruktur dan Transportasi

37

3.4. Aturan dan Regulasi Penduduk (Enabling Environment)

37

3.4.1. Program Pemerintah Terkait dengan Kelapa

38

3.4.2. Program Pemerintah Terkait Program Lain


vii 7

39

3.4.3. Perizinan SPP-IRT

39

3.4.5. Program Pendampingan UKMK

39

3.4.6. Kebijakan Ekspor Kelapa

41

IV. ANALISIS DAN STRATEGI PENGEMBANGAN

42

4.1. Potensi Pasar

44

4.2. Visi Perubahan

44

4.3 Pilihan Intervensi

49

DAFTAR PUSTAKA

22

DAFTAR TABEL Tabel. 2.1 Luas Lahan dan Produksi Kelapa Dunia Rata-rata dari Tahun

21

Perkembangan Ekspor Kelapa Indonesia

30

Grafik. 2.1 Tabel 2.2 Tabel 2.3 Tabel 3.1

Provinsi Gorontalo Tahun 2016

24 24

2011/12 - 2014/15 Negara Pengekspor Kelapa dan Produk Turunan Terbesar di Dunia Negara Pengimpor Kelapa dan Produk Turunan Terbesar di Dunia Luas, Lahan, Produksi, Produktivitas, dan Jumlah Petani Kelapa di

43

Tabel 4.1

Potensi Bisnis Perbaikan Produktivitas, Harga, dan Pendapatan Pelaku

Usaha Kelapa di Tingkat Petani dan UKM Industri Pengolahan Minyak

Kelapa

25

PETA Peta 2.1

DAFTAR GAMBAR

17

23 31

Gambar 1. 1 Kerangka Pemikiran Rantai Nilai dan Iklim Usaha Gambar 2.1 Pohon Industri Kelapa Gambar 3.1 Rantai Nilai dan Sistem Pendukung Komoditas Kelapa di Provinsi

32 33 34

35 44 45 46

Aliran Perdagangan Kelapa Utama di Dunia

Gorontalo

Gambar 3.2 Tumpang Sari Budidaya Tanaman Kelapa dan Komoditas Lainnya Gambar 3.3 Tempat Penampung dan Pengolahan Kelapa di Pengumpul Besar. Gambar 3.4 Pabrik PT. Trijaya Tangguh dan Produk Olahan yang Dijual Gambar 3.5 Produk Minyak Kelapa UKM dan Produk Olahan yang Dijual Gambar 4.1 Model Bisnis Layanan GAP Gambar 4.2 Model Bisnis Penyedia Minyak Kelapa Bantuan Nontunai Gambar 4.3 Model Bisnis dengan Melibatkan Aktor Pendukung



ix 9

Kata Pengantar



xi 11

Executive Summary Kelapa merupakan tanaman tropis yang telah lama dikenal masyarakat Indonesia. Hal ini terlihat dari penyebaran tanaman kelapa di hampir seluruh wilayah Nusantara. Kelapa merupakan komoditas strategis yang memiliki peran sosial, budaya, dan ekonomi dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Manfaat tanaman kelapa tidak saja terletak pada daging buahnya yang dapat diolah menjadi santan, kopra, dan minyak kelapa, tetapi seluruh bagian tanaman kelapa mempunyai manfaat yang besar. Alasan utama yang membuat kelapa menjadi komoditas komersial adalah karena semua bagian kelapa dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan. Provinsi Gorontalo termasuk kabupaten penghasil kelapa di Indonesia, meskipun secara nasional kontribusi produksi kelapa Gorontalo hanya menyumbang 2,37%. Di tingkat provinsi, jika dilihat dari jenis tanaman perkebunan, komoditas kelapa di Provinsi Gorontalo termasuk komoditas unggulan selain jagung. Laporan ini merupakan hasil kajian rantai nilai komoditas kelapa di Provinsi Gorontalo. Untuk melakukan penguatan rantai nilai sebuah komoditas, diperlukan gambaran menyeluruh mengenai kegiatan kunci dan para pelaku utama rantai nilai; hambatan dan peluang yang dihadapi para pelaku utama dalam menciptakan nilai tambah; lembaga dan pihak-pihak pendukung pengembangan komoditas; dan alternatif sumber daya yang potensial guna mendukung penciptaan efisiensi bagi pelaku usaha yang terlibat dalam rantai nilai suatu komoditas. Selain itu, kegiatan dunia usaha selalu dipengaruhi oleh regulasi dan perundangundangan umum maupun sektoral; ketersediaan dan efisiensi pelayanan umum dan pembangunan oleh pemerintah; efektivitas organisasi perusahaan dan asosiasi dunia usaha. Studi dilakukan melalui berbagai tahap dari April-Mei 2018. Melalui serangkaian kegiatan, dari diskusi dan klarifikasi atas pilihan komoditas, wawancara dengan stakeholder yang terlibat dalam rantai nilai, dan penyajian laporan akhir. Hasil kajian rantai nilai menunjukkan bahwa kelapa di Provinsi Gorontalo merupakan komoditas utama selain jagung. Komoditas kelapa di Provinsi Gorontalo memiliki beberapa kelebihan, yakni sumber daya alam, tersedianya tenaga kerja, disamping itu, kelapa mudah tumbuh di berbagai kondisi dibandingkan dengan tanaman lain. Selain itu, dibandingkan dengan tingkat nasional, produktivitas komoditas kelapa di Provinsi Gorontalo mencapai 1.412 kg/ha, lebih tinggi dibandingkan rata-rata nasioal yang mencapai 1.135 kg/ha.


xii

Executive Summary Pemasaran kelapa di Provinsi Gorontalo sudah sangat baik. Dapat dikatakan bahwa 100% hasil panen komoditas kelapa mampu terserap pasar. Jika merujuk kepada data produksi kelapa publikasi BPS, produksi kelapa di Gorontalo masih belum memenuhi kebutuhan pabrik yang ada. Terdapat empat perusahaan yang memiliki pabrik pengolahan kelapa dan menyerap ribuan pekerja baik secara langsung maupun tidak langsung. Bahkan dalam bulan-bulan tertentu, industri pengolahan kelapa di Provinsi Gorontalo terpaksa mendatangkan bahan baku dari provinsi lain terutama dari Sulawesi Tengah karena terbatasnya pasokan kelapa di tingkat lokal. Selain itu, terdapat beberapa home industry yang mengolah produk kelapa setengah jadi (seperti kopra) dan menjadi minyak kelapa.

Meskipun kelapa Gorontalo relatif sudah terserap oleh pasar, namun pendapatan petani sangat tergantung dari fluktuasi harga yang ditetapkan oleh pelaku pasar di rantai nilai kelapa. Luas lahan kelapa di Provinsi Gorontalo cenderung mengalami penurunan dari 72.619 ha pada tahun 2014 menjadi 68.874 ha pada tahun 2016 (BPS, 2017). Adanya penurunan luas lahan kelapa ini disebabkan oleh alih fungsi lahan, baik untuk komoditas lain (ditengarai ke sawit) dan ke kegiatan non-pertanian. Meksipun demikian, stakeholder yang terlibat dalam pengembangan komoditas kelapa masih optimistis bahwa kelapa di Provinsi Gorontalo masih bisa berkembang. Potensi pasar kelapa Provinsi Gorontalo ini dapat dilihat dari beberapa aspek. Pertama kebutuhan kelapa segar untuk memenuhi industri pengolahan kelapa masih sangat tinggi. Misalnya produksi PT. Trijaya Tangguh yang masih di bawah kapasitas mesin yang tersedia. Selain itu, pasar kopra juga masih tersedia meskipun harganya tidak semenarik komoditas kelapa segar. Kebutuhan tahunan industri pengolahan saat ini sebetulnya masih belum terpenuhi oleh jumlah kelapa yang dihasilkan di Provinsi Gorontalo. Namun demikian, karena pola panen yang tergantung pada komoditas lain, yaitu jagung, menyebabkan oversupply pada bulan tertentu dan undersupply pada bulan lain. Potensi pasar yang lain adalah memenuhi kebutuhan Program Nontunai pemerintah yang akan membantu kebutuhan pangan keluarga miskin. Salah satunya adalah penyediaan minyak goreng. Tahun 2018, Pemerintah Provinsi Gorontalo akan memberikan bantuan nontunai setiap bulannya kepada 35.000 KK yang terdiri dari minyak goreng, telur, gula, dan produk ikan olahan. Khusus minyak goreng masing-masing KK akan mendapatkan 850 ml. Dengan pasar yang ada dan potensi pasar di masa yang akan datang terutama di tingkat lokal, pendapatan petani kelapa di Provinsi Gorontalo masih tergolong baik dibandingkan dengan daerah lain dan masih dapat terus ditingkatkan. Hal ini merujuk kepada data Direktorat Jenderal Perkebunan (2016) di mana harga kelapa di Sulawesi cenderung lebih baik dibandingkan di beberapa daerah di Indonesia. Persoalan yang dihadapi komoditas kelapa adalah produktivitas. Meskipun produktivitas kelapa (1,4 ton/ha) di Gorontalo sudah di atas rata-rata produktivitas nasional (1,1 ton/ha),


xiii 13

tetapi masih kalah dari produktivitas dunia (5,6 ton/ha). Selain itu, produk turunan yang ada masih belum sepenuhnya dapat dimanfaatkan, terutama untuk serabut kelapa dan air kelapa sisa pengolahan kopra. Dengan melihat gambaran ini, peningkatan pendapatan petani kelapa di Gorontalo dapat dilakukan melalui dua pendekatan, yaitu peningkatan produktivitas dan peningkatan harga komoditas. Produktivias buah kelapa di Provinsi Gorontalo masih dapat ditingkatkan. Adapun akar masalah dari kondisi ini adalah petani tidak mendapatkan akses teknologi peningkatan produktivitas (GAP) terutama untuk mengatasi hama dan penyakit. Informasi tentang GAP saat ini lebih banyak untuk komoditas nonkelapa terutama jagung. Peningkatan harga kelapa dapat ditempuh melalui berbagai cara. Pertama, mendorong peningkatan industri pengolahan kelapa. Kedua, memanfaatkan sisa olahan yang tidak termanfaatkan, terutama air kelapa dan serabut kelapa yang belum dimanfaatkan sepenuhnya, khususnya di tingkat pengepul besar dan UKMK. Ketiga, pengembangan produk turunan buah kelapa, terutama untuk merespons kebutuhan minyak untuk program pemerintah. Dari studi rantai nilai yang dilakukan maka vision of changes yang ditawarkan terletak pada fungsi utama (di tingkat rantai nilai) dan fungsi pendukung kelapa, serta pada fungsi kebijakan sebagai berikut; Pada fungsi utama: meningkatkan produktivitas dan produksi kelapa untuk memenuhi permintaan pasar industri, pengembangan produk turunan (minyak kelapa) skala industri rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan pasar domestik (program pemerintah dan pasar lokal), dan pemanfaatan sisa produk (serabut dan air kelapa) untuk peningkatan ekonomi rumah tangga petani. Pada fungsi pendukung: (1) Layanan teknis GAP untuk peningkatan produktivitas kelapa; (2) Layanan penguatan UKM minyak kelapa yang memenuhi standar produk; (3) Pendampingan manajemen dan akses keuangan UMK minyak kelapa; (4) Layanan informasi harga; (5) Layanan dan akses pasar produk air dan serabut kelapa. Pada fungsi regulasi/lingkungan yang mendukung: (1) Kemudahan akses dan dukungan perizinan SPP-IRT; (2) Dukungan program unggulan pengembangan kelapa dan pembatasan ekspansi sawit; Untuk itu beberapa usulan intervensi yang dapat dikembangkan adalah: INTERVENSI 1: Peningkatan produktivitas kelapa melalui promosi GAP (Good Agricultural Practices) melalui kerja sama dengan penyedia jasa. INTERVENSI 2: Layanan penguatan UKM minyak kelapa yang memenuhi standar produk. INTERVENSI 3: Layanan dan akses pasar produk air dan serabut kelapa.



BAB I

Pendahuluan


BAB.1 Pendahuluan

16

1.1. Latar Belakang dan Tujuan Proyek NSLIC/NSELRED didanai oleh Pemerintah Kanada melalui Global Affairs Canada. Mitra utama NSLIC/NSELRED adalah Kementerian PPN/Bappenas. Cowatersogema International Inc. dipilih melalui proses seleksi untuk memberikan jasa konsultasi dan pelaksanaan proyek NSLIC/NSELRED. Hasil yang diharapkan dari proyek NSLIC/NSELRED adalah peningkatan lapangan kerja dan pendapatan bagi laki-laki dan perempuan miskin melalui peningkatan iklim investasi dan pembangunan ekonomi lokal dan regional. Hal ini akan dapat dicapai melalui dua komponen proyek, yaitu 1) Penguatan iklim investasi melalui peningkatan kemampuan pemerintah lokal dan nasional di dalam sistem perizinan dan peraturan, maupun melalui peningkatan kapasitas kewirausahaan, dan 2) Wirausaha yang lebih keberlanjutan, equitable, dan berdaya saing melalui peningkatan kemampuan untuk mendukung pembangunan ekonomi lokal dan peningkatan akses pengusaha terhadap jasa pengembangan usaha. Proyek NSLIC/NSELRED berfokus di 10 kabupaten/kota: - Di Provinsi Sulawesi Tenggara: Kota Kendari, Kota Baubau, Kabupaten Bombana, Kabupaten Wakatobi, dan Kabupaten Konawe Selatan - Provinsi Gorontalo: Kota Gorontalo, Kabupaten Gorontalo, Gorontalo Utara, Powuhatu, dan Kabupaten Boalemo. Untuk mendukung proyek ini, dilaksanakan kajian analisis rantai nilai (value chain analysis) komoditas unggulan Provinsi Gorontalo. Pilihan komoditas ini adalah hasil kesepakatan antara NSLIC dan Pemda Provinsi Gorontalo. Rantai nilai meliputi serangkaian kegiatan yang diperlukan guna membawa sebuah produk/komoditas dari konsep awal, proses produksi, sampai kepada konsumen. Pendekatan rantai nilai membantu mengembangkan produktivitas dari sebuah sektor/subsektor, dimana semua pelaku rantai nilai bisa mendapatkan manfaat dari penguatan sektor/subsektor tersebut. Pendekatan ini akan memberikan kontribusi terhadap pengurangan kemiskinan melalui penciptaan lapangan kerja dan nilai tambah. Laporan ini memuat hasil analisis rantai nilai komoditas kelapa di Provinsi Gorontalo, yang secara rinci menguraikan potensi, peluang, hambatan, pelaku utama dan pendukung, lingkungan pendukung, serta rekomendasi strategi intervensi untuk pengembangannya ke depan.

1.2. Tujuan Kajian

1. Menilai rantai nilai kelapa sebagai komoditas utama dan komoditas potensial lainnya di Provinsi Gorontalo, khususnya di 5 kabupaten/kota: Kota Gorontalo, Kabupaten Gorontalo, Kabupaten Gorontalo Utara, Kabupaten Powuhatu, dan Kabupaten Boalemo; 2. Memetakan nilai tambah kelapa dan komoditas potensial lainnya yang dapat menguntungkan para pelaku usaha, terutama pemegang kecil, misalnya petani lokal dan UMKM; 3. Mengidentifikasi intervensi yang ditargetkan untuk mengurangi kesenjangan dan meningkatkan peluang bisnis di semua aspek rantai. 4. Khusus kelapa, untuk mengembangkan manajemen produk dan rencana bisnis.


Kajian Ekonomi Komoditas Kelapa Provinsi Gorontalo

1.3. Metodologi Pendekatan yang digunakan dalam kajian rantai nilai dan iklim usaha untuk komoditas kelapa di Provinsi Gorontalo menggunakan kerangka pemikiran seperti Gambar 1 di bawah. Gambar 1 memperlihatkan secara jelas bagaimana rantai nilai sebuah komoditas dan bagaimana rantai nilai tersebut dipengaruhi oleh banyak faktor dari fungsi pendukung, regulasi, dan stakeholder. Gambar 1 memperlihatkan bahwa untuk melakukan penguatan rantai nilai sebuah komoditas, diperlukan gambaran menyeluruh mengenai: - Kegiatan kunci dan para pelaku utama rantai nilai. - Hambatan dan peluang yang dihadapi para pelaku utama dalam menciptakan nilai tambah - Lembaga dan pihak-pihak pendukung pengembangan komoditas - Alternatif sumber daya yang potensial guna mendukung penciptaan efisiensi bagi pelaku usaha yang terlibat dalam rantai nilai suatu komoditas. Selain itu, kegiatan dunia usaha selalu dipengaruhi oleh: - Regulasi dan perundang-undangan umum maupun sektoral; - Ketersediaan dan efisiensi pelayanan umum dan pembangunan oleh pemerintah; - Efektivitas organisasi perusahaan dan asosiasi dunia usaha

PARA PELAKU/ AKTOR

FUNGSI PENDUKUNG Informasi

Litbang

Keterampilan & Kapasitas

Koordinasi

Menginformasikan & Mengkomunikasikan

Infrastruktur

Layanan Terkait

Pemerintah

Pelaku Swasta

DEMAND - SUPPLY Jejaring Informasi

Aturan Informasi & Normanorma

Menetapkan & Menegakkan aturan

Regulasi

Kadin, Asosiasi

Undangundang

Standard ATURAN

LSM atau lembaga nonprofit lainnya

Gambar 1.1. Kerangka Pemikiran Rantai Nilai dan Iklim Usaha Guna mencapai tujuan di atas, serangkaian kegiatan yang dilaksanakan dalam proses kajian ini meliputi: 1. Tahap persiapan, meliputi persiapan dan desk study serta kajian data sekunder komoditas kelapa; 2. Pengembangan hipotesis terkait dengan pilihan komoditas, rantai nilai, dan pengembangan desain studi/kuesioner untuk para pelaku rantai nilai: petani, pedagang, dan instansi terkait; 3. Pengumpulan data lapangan dan wawancara mendalam dengan para pelaku rantai nilai; 4. Presentasi dan diskusi hasil studi dengan stakeholders guna menyetujui aktivitas bersama bagi pelaksanaan strategi upgrading rantai nilai.

17



BAB II

Gambaran Industri Kelapa


20

BAB.2 Gambaran Industri Kelapa

2.1. Profil Tanaman Kelapa Kelapa merupakan tanaman tropis yang telah lama dikenal masyarakat Indonesia. Hal ini terlihat dari penyebaran tanaman kelapa di hampir seluruh wilayah Nusantara. Kelapa merupakan tanaman perkebunan dengan areal terluas di Indonesia, lebih luas dibanding karet dan kelapa sawit, menempati urutan teratas untuk tanaman budi daya setelah padi. Kelapa menempati areal seluas 3,70 juta ha atau 26% dari 14,20 juta ha total areal perkebunan (BPS, 2017). Sekitar 96,60% perkebunan kelapa dikelola oleh petani dengan rata-rata pemilikan 1 ha/KK dan sebagian besar diusahakan secara monokultur (97%), kebun campuran, atau sebagai tanaman pekarangan (Allorerung dan Mahmud 2003). Kelapa (Cocos nucifera L.) merupakan komoditas strategis yang memiliki peran sosial, budaya, dan ekonomi dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Manfaat tanaman kelapa tidak saja terletak pada daging buahnya yang dapat diolah menjadi santan, kopra, dan minyak kelapa, tetapi seluruh bagiannya mempunyai manfaat yang besar. Kelapa menjadi komoditas komersial karena semua bagiannya dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan. Dari analisis budidaya terlihat bahwa investasinya besar dan dapat menguntungkan dalam waktu kurang dari enam tahun, belum termasuk keuntungan lain yang didapat selain dari buah. Oleh karena itu, budidaya tanaman kelapa merupakan salah satu alternatif yang sangat menguntungkan. Tanaman kelapa merupakan tanaman serbaguna atau tanaman yang mempunyai nilai ekonomi tinggi. Seluruh bagian pohon kelapa dapat dimanfaatkan untuk kepentingan manusia sehingga pohon ini sering disebut pohon kehidupan (tree of life). Seluruh bagian pohon kelapa, dari pohon, akar, batang, daun, dan buahnya dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan manusia sehari- hari (lihat Gambar 2.1. Pohon Industri Kelapa). Daun muda dipergunakan sebagai pembungkus ketupat dan sebagai bahan baku obat tradisional, sedangkan daun tua dapat dianyam dan dipergunakan sebagai atap, kemudian lidinya sebagai bahan utama sapu lidi. Batang kelapa dapat digunakan sebagai bahan baku perabotan/furnitur atau bahan bangunan dan jembatan darurat. Akar kelapa dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan bir atau bahan baku pembuatan zat warna. Buah kelapa terdiri dari sabut, tempurung, daging buah, dan air kelapa. Hampir seluruh bagian buah kelapa dapat dimanfaatkan. Airnya untuk minuman segar atau dapat diproses lebih lanjut menjadi nata de coco atau kecap. Sabut untuk bahan baku tali, anyaman keset, matras, atau jok kendaraan. Tempurungnya secara tradisional dibuat sebagai gayung air, mangkuk, atau diolah lebih lanjut menjadi bahan baku obat nyamuk bakar, arang, briket arang, dan karbon aktif. Daging buahnya dapat langsung dikonsumsi atau sebagai bumbu berbagai masakan atau diproses menjadi santan kelapa, kelapa parutan kering (desicated coconut), serta minyak goreng. Daging buah dapat pula diproses menjadi kopra. Kopra bila diproses lebih lanjut dapat menghasilkan minyak goreng, sabun, lilin, es krim, atau diproses lebih lanjut menjadi bahan baku produk oleokimia seperti asam lemak (fatty acid), fatty alcohol, dan gliserin. Hasil samping ampas kelapa atau bungkil kelapa merupakan salah satu bahan baku pakan ternak.


Kajian Ekonomi Komoditas Kelapa Provinsi Gorontalo

SARI KELAPA NATA DECOCO

AIR KELAPA

COCO VINEGAR KECAP KELAPA MINUMAN DARI KELAPA

DAGING KELAPA PARUT

BUAH KELAPA

Low Fat Desicated Coconut

Virgin Oil Concentrated Cocomix

Cocomix Skim Milk

DAGING KELAPA

KULIT ARI DAGING KELAPA

Kosmetik

Skim Milk Coco Shake

Semi Virgin Oil Coco Cake Minyak Goreng Minyak Kelapa

KELAPA

Coco Chemical

KOPRA Bungkil Kopra

TEMPURUNG KELAPA

ARANG

Tepung Arang Karbon Aktif

CORFLEX

SABUT KELAPA

Makanan Ternak

Bahan Bangunan

SABUT BERKARET Isi Jok/Kursi MATRAS

FURNITURE BATANG KELAPA

LIDI

BAHAN BANGUNAN BARANG KERAJINAN

Gambar 2.1. Pohon Industri Kelapa

Ketandan buah yang baru tumbuh sampai posisi tegak diambil cairannya dan menghasilkan nira. Nira ini dapat diproduksi sebagai minuman dan gula kelapa. Setiap pohon kelapa memiliki dua buah ketandan bunga yang bisa diambil niranya setelah 35 hari, dan selanjutnya akan muncul ketandan bunga baru lagi. Peluang pengembangan agrobisnis kelapa dengan produk bernilai ekonomi tinggi sangat besar. Alternatif produk yang dapat dikembangkan antara lain Virgin Coconut Oil (VCO), Oleochemical (OC), Desiccated Coconut (DC), Coconut Milk/Cream (CM/CC), Coconut Charcoal, Activated Carbon (AC), Brown Sugar (BS), Coconut Fiber (CF), dan Cocon Wood (CW), yang diusahakan secara parsial maupun terpadu. Pelaku agrobisnis produk-produk tersebut mampu meningkatkan pendapatannya 5-10 kali dibandingkan dengan bila hanya menjual produk kopra. Berangkat dari kenyataan luasnya potensi pengembangan produk, kemajuan ekonomi perkelapaan di tingkat makro (daya saing di pasar global) maupun mikro, (pendapatan petani, nilai tambah dalam negeri, dan substitusi impor) tampaknya akan semakin menuntut dukungan pengembangan industri kelapa secara klaster sebagai prasyarat (Allorerung et al. 2005). 2.2. Konteks International 2.2.1. Produksi Komoditas Kelapa Kelapa diproduksi di 92 negara di seluruh dunia di sekitar 11,8 juta hektare (29,5 acre) tanah. Produksi kelapa dunia meningkat dari 51,19 juta metrik ton pada tahun 2000 menjadi 59,01 juta metrik ton pada tahun 2016. Namun demikian, puncak produksi terjadi pada tahun 2013, yaitu mencapai 62,19 juta

21


BAB.2 Gambaran Industri Kelapa

22

metrik ton dan setelahnya mengalami penurunan sampai tahun 20161 , meskipun masih lebih tinggi dibandingkan tahun 2000. Sepuluh negara produsen tercantum dalam tabel 2.1 di bawah ini. Indonesia adalah penghasil kelapa nomor 1 di dunia, meskipun ada indikasi bahwa produksi kelapa Indonesia mengalami penurunan sepanjang tahun 2011-2015. Produktivitas kelapa Indonesia masih rendah dibandingkan dengan rata-rata dunia. Dalam hal produktivitas, Indonesia berada di peringkat 7, kalah dari Brasil, Vietnam, Myanmar, Meksiko, dan Ghana. Angka produksi tersebut diperoleh berdasarkan laporan produksi kopra, luas tanaman, atau estimasi administratif. Karena sifat produksi kelapa yang umumnya masih sangat tradisional maka hampir tidak mungkin untuk melakukan hitungan akurat jumlah kelapa yang dihasilkan. Oleh karena itu, wajar untuk menganggap bahwa data produksi tersebut bukanlah gambaran produksi aktual. Selain itu, biasanya ada kesenjangan antara produksi dan panen yang sangat dipengaruhi oleh harga. Jika harga kelapa terlalu rendah, petani memiliki sedikit insentif untuk memanen hasil kelapa dan mengolahnya. Tabel. 2.1 Luas Lahan dan Rata-rata Produksi Kelapa Dunia pada 2011-2015 No

Negara

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

Indonesia Filipina India Brasil Sri Lanka Vietnam Papua Nugini Meksiko Thailand Malaysia Tanzania Myanmar Kepulauan Solomon Vanuatu Gana

Total

Luas Lahan Ha

Produksi %

Ton

%

2.798.777 3.474.463 2.022.892 270.648 401.571 98.097 221.884 168.793 227.636 102.348 613.953 47.450 50.600 96.071 40.526

26,31 32,67 19,02 2,54 3,78 0,92 2,09 1,59 2,14 0,96 5,77 0,45 0,48 0,9 0,38

18.234.313 15.216.062 11.841.047 2.944.039 2.551.166 1.181.978 1.170.015 1.142.680 1.282.341 5.725.556 537.074 473.386 365.200 339.872 332.904

31,5 26,29 20,46 5,09 3,89 2,04 2,02 1,97 2,22 0,99 0,93 0,82 0,63 0,59 0,58

10.635.709

100

57.884.637

100

Sumber: Diolah dari Naik, 2017 2.2.2. Konsumsi Kelapa Dunia Tiga bentuk yang paling penting dari konsumsi buah kelapa adalah kelapa segar (termasuk untuk diminum dan santan), minyak kelapa, dan kelapa kering (tepung). Konsumsi global kelapa segar tumbuh pada kecepatan yang luar biasa, terutama untuk air kelapa dan santan (sekitar 30% dari konsumsi kelapa). Air kelapa semakin populer di seluruh dunia sebagai minuman yang sehat sementara santan digunakan dalam sejumlah produk makanan. Permintaan kelapa untuk memenuhi pasar yang berkembang menempatkan tekanan pada pasokan. Dengan pembelian dua industri pengolahan air kelapa Brasil, satu oleh Pepsi Cola dan lainnya oleh Coca Cola, air kelapa memasuki pasar minuman ringan utama. Di samping itu, produk santan juga tersedia di setiap supermarket di Eropa dan Australia, dan terdapat lebih dari dua merek santan kelapa.

1

https://www.statista.com/statistics/577497/world-coconut-production/


Kajian Ekonomi Komoditas Kelapa Provinsi Gorontalo

Sumber Data : Diolah dari http://faostat3.fao.org Grafik. 2.1. Perkembangan Ekspor Kelapa Indonesia

Minyak kelapa merupakan bentuk yang paling penting dari konsumsi kelapa. Negara kelompok Uni Eropa adalah konsumen terbesar minyak kelapa di dunia, memanfaatkan sekitar 743.000 metrik ton per tahun. Sebagian besar dari 3,5 juta ton minyak yang diproduksi setiap tahunnya telah digunakan. Minyak kelapa digunakan secara unik untuk ekstraksi asam lemak dan digunakan dalam produksi margarin dan sabun. Namun demikian, pemanfaatan minyak kelapa tercatat masih lebih rendah dari minyak nabati global, dan kontribusi ini menurun sebagai akibat dari peningkatan konsumsi minyak nabati lainnya. Terdapat peningkatan perhatian yang diberikan untuk menggunakan minyak kelapa sebagai pembangkit energi, baik dicampur dengan solar atau sebagai pengganti solar (biofuels). Berbagai insentif dan subsidi yang diberikan untuk pengembangan bio-fuels menyebabkan bio-fuels menjadi semakin populer di Amerika Serikat dan Eropa. Tren ini sekarang sedang didorong ke negara-negara lain seperti Malaysia. Adanya perbedaan harga antara minyak bumi dan minyak nabati menjadi daya tarik untuk menggunakan minyak nabati sebagai bahan bakar alternatif (http://www.unctad.info). Konsumsi kelapa kering tumbuh di negara berkembang seperti China. Permintaan stabil dan tahan terhadap fluktuasi harga pasar normal. 2.2.3. Perdagangan Kelapa Dunia Ada dua pasar utama untuk kelapa: kopra dan minyak, yang terakhir harganya lebih tinggi dari yang pertama. Pasar untuk kopra dan minyak ada di seluruh dunia. Produsen kelapa yang paling besar/sedang mengolah kelapa dan kopra mereka sendiri untuk dibuat minyak. Konsekuensinya, hanya sekitar 4% dari kopra yang diekspor. Mayoritas diekspor dalam bentuk minyak.

Minyak kelapa digunakan secara unik untuk ekstraksi asam lemak dan digunakan dalam produksi margarin dan sabun.

23


24

BAB.2 Gambaran Industri Kelapa

Tabel 2.2. Negara Pengekspor Kelapa dan Produk Turunan Kelapa Terbesar di Dunia Nilai Kelapa (dalam Ton) (ribu Dollar)

Negara Vietnam Indonesia Sri Lanka Thailand Dominika Filipina Belanda Malaysia USA Singapura DUNIA

93.501 85.452 31.814 31.401 24.022

17.097 40.958 12.458 12.081 8.301

360.349

Minyak Kelapa (dalam Ton)

Nilai (ribu Dollar)

Kelapa Kering (dalam Ton)

Nilai (ribu Dollar)

649.362

769.134

55.431 36.263

48.253 64.713

840.449 196.584 129.553 14.173

905.893 268.310 173.708 19.030

99.233 13.288

148.145 22.969

23.770

31.356

2.009.037

287.969

Sumber : FAO (2008)

Ekspor minyak kelapa telah meningkat selama dekade terakhir, terutama karena kebutuhan global yang lebih besar terhadap karakteristik penting dari minyak kelapa. Pada tahun 2008, lebih dari 2 juta ton minyak kelapa diperdagangkan di pasar dunia (Tabel 2.2.). Filipina adalah eksportir terbesar minyak kelapa pada tahun tersebut dengan 42% dari ekspor dunia sementara Indonesia menyusul di peringkat kedua. Pasar utama minyak adalah Amerika Serikat dan Eropa dengan nilai masing-masing 24% dan 25% dari impor (Tabel 2.3). Tabel.2.3. Negara Pengimpor Kelapa dan Produk Turunan Kelapa Terbesar di Dunia Negara China Malaysia USA UEA Singapura Belanda Jerman Belgia DUNIA

Kelapa Nilai (dalam Ton) (ribu Dollar) 101.415 44.269 29.785 19.446 15.722

342.139

18.919 5.754 16.877 6.135 6.350

Minyak Kelapa (dalam Ton)

Nilai (ribu Dollar)

146.533 147.451 499.148

193.657 215.276 642.320

308.475 205.421

349.203 274.661 19.950 31.495 16.613 29.754

2.097.597

Kelapa Kering (dalam Ton)

31.009 18.765 23.500

Nilai (ribu Dollar)

53.883 20.546 27.158

272.223

Sumber : FAO (2008)

China merupakan importir terbesar kelapa segar di pasar dunia, tercatat mencapai 29,6% dari impor dunia. Kelapa segar dipasok ke prosesor di pasar internasional untuk dijual sebagai minuman, santan, kopra dan permen. Produk-produk bernilai tinggi bersaing satu sama lain dan harga mereka bervariasi tergantung pada permintaan dan penawaran.


Kajian Ekonomi Komoditas Kelapa Provinsi Gorontalo

Sekitar 279.000 ton kelapa kering diperdagangkan di pasar dunia pada tahun 2008. Ekspor ini didominasi oleh Filipina, Sri Lanka, dan Indonesia. Filipina kembali mendominasi dengan angka 34% dari total ekspor dunia. Importir utama tetap Amerika Serikat dan Eropa dengan 11% dan 13% dari total impor dunia. Produk ini bernilai tinggi dan mendapatkan harga yang lebih tinggi daripada kopra dan minyak kelapa. COCONUT: MAJOR TRADE FLOWS FROM SELECTED COUNTRIES

China $US19,4 million Netherlands $US1,3 million Dominican Republic $US1/2 million

Iran $US1,4 million

Pakistan $US3,4 million Vietnam

Sri Lanka

Indonesia

Singapore $US22 million Malaysia $US11 million

Sumber : http://www.unctad.info/en/Infocomm/AACP-Products/COMMODITY-PROFILE---Coconut2/ Peta 2.1. Aliran Perdagangan Kelapa Utama di Dunia Minyak kelapa dunia menghadapi beberapa persoalan dalam produksi, misalnya hama dan penyakit, penuaan, dan masalah panen. Hal ini juga dipengaruhi oleh kompetisi untuk kelapa segar dan air kelapa. Organisasi seperti Uni Eropa memberikan bantuan dalam bentuk tarif preferensial serta dukungan harga impor dari Kepulauan Pasifik. 2.3. Konteks Indonesia 2.3.1. Produksi Komoditas Kelapa Indonesia Tanaman kelapa tersebar hampir di seluruh wilayah Nusantara, yaitu di Sumatera dengan areal 1,20 juta ha (32,90%), Jawa 0,903 juta ha (24,30%), Sulawesi 0,716 juta ha (19,30%), Bali, NTB, dan NTT 0,305 juta ha (8,20%), Maluku dan Papua 0,289 juta ha (7,80%), dan Kalimantan 0,277 juta ha (7,50%), (BPS, 2017). Kelapa merupakan tanaman perkebunan dengan areal terluas di Indonesia, lebih luas dibanding karet dan kelapa sawit, menempati urutan teratas untuk tanaman budidaya setelah padi. Kelapa menempati areal seluas 3,70 juta ha atau 26% dari 14,20 juta ha total areal perkebunan. Sekitar 96,60% perkebunan kelapa dikelola oleh petani dengan rata-rata pemilikan 1 ha/KK (Allorerung dan Mahmud 2003), dan sebagian

25


26

BAB.2 Gambaran Industri Kelapa

besar diusahakan secara monokultur (97%), kebun campuran, atau sebagai tanaman pekarangan. Rata-rata produksi kelapa Indonesia dari perkebunan rakyat pada periode 2000–2015 adalah sebesar 3.036.759 ton per tahun (Pusdatin 2016). Sekitar 96% kebun kelapa merupakan perkebunan rakyat yang diusahakan di kebun atau pekarangan rumah. Perkebunan tersebut dikelola secara monokultur atau kebun campur dengan melibatkan sekitar 20 juta jiwa keluarga petani atau buruh tani. Meskipun perkebunannya luas, namun kelapa belum bisa menjadi sumber pendapatan utama petani, terutama petani dengan luas lahan yang terbatas. Dibandingkan dengan negara lain, produktivitas kelapa Indonesia sudah di atas rata-rata dunia, meskipun masih rendah jika dibanding Vietnam. Rata-rata produktivitas kelapa dunia adalah 5,20 ton/ha, sementara Indonesia mencapai 1,136 ton/ha. Bandingkan dengan Vietnam yang sudah mencapai 9,29 ton/ha. 2.3.2. Konsumsi Produk Kelapa Nasional Produk kelapa nasional sebagian besar merupakan komoditas ekspor, dengan pangsa pasar sekitar 75%, sedangkan sisanya dikonsumsi oleh pasar domestik. Pada tahun 2003, total ekspor aneka produk kelapa Indonesia mencapai US$396 juta dengan volume ekspor 708.000 ton yang dikirim ke negara-negara seperti Amerika Serikat, Belanda, Inggris, Jerman, Prancis, Spanyol, Italia, Belgia, Irlandia, Singapura, dan negara-negara Asia lainnya seperti Malaysia, Cina, Bangladesh, Sri Lanka, Taiwan, Korea Selatan, dan Thailand. Belakangan ini mulai dibuka penetrasi pasar aneka produk kelapa ke pasar-pasar baru seperti negara-negara Asia Pasifik, Eropa Timur, dan negara-negara Timur Tengah. Permintaan ekspor produk olahan kelapa umumnya menunjukkan tren yang meningkat. Sebagai contoh, pangsa pasar tepung kelapa atau Desiccated Coconut (DC) Indonesia terhadap ekspor DC dunia cenderung meningkat dalam lima tahun terakhir. Kecenderungan yang sama terjadi pada arang aktif. Sebaliknya, pangsa ekspor minyak kelapa murni atau Crude Coconut Oil (CCO) mengalami penurunan. Situasi ini mengisyaratkan perlunya mengarahkan pengembangan produk olahan pada produk-produk baru yang permintaan pasarnya cenderung meningkat (demand driven).

Photo: NSLIC/NSELRED


Kajian Ekonomi Komoditas Kelapa Provinsi Gorontalo

Photo: NSLIC/NSELRED

27



BAB III

Rantai Nilai Kelapa di Provinsi Gorontalo


30

BAB.3 Rantai Nilai Kelapa di Provinsi Gorontalo

3.1. Gambaran Umum Di Provinsi Gorontalo, tanaman kelapa termasuk salah satu komoditas utama yang digarap sebagian besar petani. Meskipun mayoritas petani yang ada di Provinsi Gorontalo merupakan petani campuran, yakni petani yang juga menggarap lahan untuk komoditas lainnya, seperti jagung dan tanaman lainnya. Provinsi Gorontalo memiliki 66.695 ha luas lahan tamanan kelapa. Secara nasional, luas ini hanya menyumbang 2,08% luas lahan kelapa Indonesia. Total produksi kelapa di Provinsi Gorontalo adalah 63.499 ton, atau menyumbang 2,37% dari total produksi nasional (BPS, 2017). Tanaman kelapa tersebar di 5 dari 6 kabupaten yang ada di Provinsi Gorontalo. Area, produksi, dan jumlah petani paling banyak ada di Kabupaten Gorontalo dan Pohuwato (Tabel 4.1.) Tabel. 3.1. Luas Lahan, Produksi, Produktivitas, dan Jumlah Petani Kelapa di Provinsi Gorontalo pada 2016 Kabupaten

Luas Lahan

Bone Bolango Gorontalo Gorontalo Utara Boalemo Pohuwato Kota

7.151 21.357 11.190 8.305 18.692 -

Total

66.695

Produksi 6.374 22.702 9.111 7.428 17.884 - 63.499

Produktivitas

Jumlah Petani

1.354 1.478 1.592 1.439 1.276 -

6.200 19.362 8.491 7.057 11.442 -

1.412

52.552

Sumber: BPS, 2017 Mayoritas produk kelapa yang dijual oleh petani kepada pengumpul desa dan pengumpul besar berbentuk buah segar. Petani besar biasanya memiliki pekerja yang memanen dan menjual dalam bentuk kupasan atau kopra. Buah kelapa yang dikupas biasanya langsung dijual ke pabrik pengolahan besar yang ada di Provinsi Gorontalo, sementara kopra dijual ke pedagang besar yang ada di ibu kota kabupaten, yang selanjutnya menjual ke pabrik pengolahan atau perusahaan perwakilan yang mengolah produk kopra. Saat ini ada dua perusahaan besar (satu perusahaan memiliki dua pabrik) yang mengolah kelapa segar menjadi berbagai produk dan 1 perusahaan yang mengolah kopra menjadi produk setengah jadi. Selain itu, ada juga perusahaan yang memiliki perwakilan di Gorontalo untuk menampung dan membeli kopra, kemudian mengolahnya di provinsi lain. Diestimasikan kebutuhan keempat pabrik tersebut adalah sekitar 500-1,000 ton per hari. Sebagai gambaran, salah satu pabrik dari PT. Trijaya yang berada di Pagutaman mengolah rata-rata 250 ton kelapa setiap harinya. Angka ini masih lebih rendah dibandingkan kapasitas pabrik yang mampu pengolah 600 ton perhari. Jika angka BPS yang ditunjukkan oleh tabel di atas akurat, maka produksi kelapa Provinsi Gorontalo tidak mampu memenuhi kebutuhan pabrik yang ada di Gorontalo. Tidak heran, PT. Trijaya juga mendatangkan buah kelapa dari provinsi lain seperti dari Palu, Provinsi Sulawesi Tengah. Selain dalam bentuk kelapa kupas dan kopra, di Gorontalo juga ada pasar buah segar dan minyak kelapa yang dijual dalam jumlah terbatas. Minyak kelapa yang dibuat oleh home industry ini sebagian besar dijual ke pasar lokal. Berdasarkan hasil identifikasi lapangan, sudah ada 6 home industry minyak kelapa yang menjual ke pasar lokal dan pasar luar melalui e-comerce.


Kajian Ekonomi Komoditas Kelapa Provinsi Gorontalo

Supporting Services Jasa pendampingan pengolahan kelapa

Core Value Chain

Toko saprodi

Arang batok kelapa Kopra

Petani penghasil kelapa

Jasa Keuangan

Teknologi dan infrastruktur

Pedagang besar arang kelapa Pedagang besar kopra

Pengumpul kecil Kelapa Buah kelapa dan pengumpul besar kelapa

Transportasi

Informasi Pasar

Industri pengolah arang batok kelapa

Industri pengolah

Industri pengolah kopra

Industri pengolah

Eksport

Kelapa kupas

Pabrik Pengolahan Kelapa

Kelapa kupas GB

Home industry

Pasar nasional

Minyak kelapa Minyak kelapa

Retailers/Stall/Shop

Konsumen

Minyak kelapa

Enabling Environment Program Sosial Pemerintah terkait dengan minyak kelapa

Program pemerintah terkait dengan komoditas lain

Program UKMK

Perizinan SPP-IRT

Kebijakan ekspor

Gambar 3.1. Sistem Pendukung Komoditas Kelapa di Provinsi Gorontalo 3.2. Rantai Nilai Inti 3.2.1. Petani BPS membagi budidaya kelapa ke dalam tiga kategori, yaitu rumah tangga, perkebunan swasta, dan perkebunan negara. Ada dua jenis kelapa yang diusahakan oleh petani di Gorontalo, yaitu kelapa dalam dan kelapa hibrida. Kelapa hibrida dibudidayakan dalam jumlah terbatas dan lebih banyak karena adanya bantuan pemerintah. Hanya saja, buah kelapa hibrida tidak terlalu laku di pasar karena pabrik olahan yang ada tidak menerima kelapa hibrida. Rumah tangga petani kelapa di Gorontalo sendiri secara sederhana terbagi menjadi dua kelas utama, yaitu petani besar dan kecil. Petani besar adalah mereka yang memiliki lahan sangat luas dengan jumlah kelapa mencapai ratusan bahkan ribuan pohon. Sementara petani kecil hanya memiliki puluhan pohon. Karakteristik kedua petani ini sedikit berbeda, terutama dalam budi daya dan pengolahan pascapanen. Petani besar umumnya memiliki pekerja, baik tetap maupun buruh harian yang mengolah lahan, memanen pohon kelapa, dan mengolah hasil panen kelapa. Petani besar mengolah kelapa menjadi kopra, kemudian menjual kopra ke pedagang besar dan selanjutnya menjual ke pabrik pengolahan kopra di Gorontalo. Namun sejak adanya pabrik olahan buah segar di Gorontalo, petani (baik yang besar maupun kecil) lebih suka menjual dalam bentuk buah kelapa segar. Hal ini dinilai lebih praktis dan risikonya juga lebih kecil. Kopra masih diolah oleh petani besar atau pengumpul jika buah segar yang dikirim ke pabrik ditolak karena dianggap cacat atau ukurannya di bawah standar. Di tingkat petani, kelapa umumnya dijual dalam bentuk buah segar (belum dikupas) dengan harga pasar. Untuk saat ini harganya berkisar antara Rp 1.000-15.000 per buah. Perubahan pola perdagangan dari kopra ke kelapa kupas dalam 2-3 tahun terakhir memengaruhi jumlah pekerja yang terlibat di kebun kelapa. Ada indikasi pengurangan tenaga kerja di kebun kelapa.

31


32

BAB.3 Rantai Nilai Kelapa di Provinsi Gorontalo

Ketika komoditas tanaman jagung menjadi komoditas unggulan Gorontalo, petani kelapa juga memanfaatkan lahan kelapa untuk ditanami jagung dengan pola tumpang sari (Gambar 3.2). Tumpang sari tanaman kelapa dengan jagung meningkatkan pendapatan petani, terlebih sebagian bibit dan pupuk untuk tanaman jagung disubsidi oleh program pemerintah. Perubahan ini juga memengaruhi pola panen kelapa di tingkat petani. Buah kelapa tumbuh sepanjang musim. Dalam 1 tahun setiap pohon dapat dipanen tiga kali dengan kisaran 90-100 buah kelapa setiap pohonnya. Namun, dengan modal tumpang sari, khususnya jagung, panen kelapa cenderung dilakukan setelah panen jagung. Persediaan kelapa menjadi melimpah pada bulan-bulan tertentu, seperti Maret-April. Akibatnya harga kelapa jatuh pada bulan-bulan tersebut. Pada bulan November-Januari, harga kelapa di tingkat petani bisa mencapai Rp 1500 per buah, sementara pada bulan Maret-April, jatuh ke harga Rp 1.000.

Tumpang sari kelapa dan jagung

Kebun kelapa dan ternak sapi

Gambar 3.2. Tumpang Sari Budi Daya Tanaman Kelapa dan Komoditas Lainnya. [Photo: NSLIC/NSELRED]

Selain persoalan harga karena pola tanam, masalah lain yang dihadapi oleh petani adalah hama dan umur tanaman kelapa. Umur kelapa di Gorontalo relatif sudah tua, meskipun ada sebagian petani yang melakukan peremajaan tanaman kelapa. Hama yang sering menyerang pohon dan buah kelapa adalah kumbang dan buah daun. Perlakukan masing-masing petani untuk mengatasi hama ini berbeda-beda. Informasi untuk mengatasi hama ini masih jarang (hampir tidak ada) di tingkat petani. Selain hama, masalah lainnya adalah tenaga pemanjat pohon kelapa yang berdampak pada peningkatan upah buruh kelapa. 3.2.2. Pengumpul kecil dan besar kelapa Pengumpul kelapa terbagi menjadi pengumpul kecil dan pengumpul besar yang umumnya berada dalam jangkauan kerja yang lebih luas. Pengumpul kelapa ini cukup banyak tersebar di seluruh kabupaten penghasil kelapa di Provinsi Gorontalo. Pengumpul kecil (istilah lain yang sering dipakai adalah jaringan/ pengumpul desa) dan pengumpul besar ini memiliki hubungan yang unik. Seringkali pengumpul besar memiliki banyak kaki tangan (jaringan) yang mengumpulkan kelapa dari petani-tetani yang ada di desadesa, terutama petani yang memiliki jumlah pohon sedikit (hanya puluhan). Pengumpul kecil membeli kelapa dari pohon atau yang sudah dipetik. Petani skala kecil umumnya menjual kelapa di pohon. Pengumpul kecil (atau tenaga kerja yang dimilikinya) nanti yang akan memetik dan membawanya ke pengumpul kecamatan. Pembelian di tingkat petani dihitung per buah, begitu juga di tingkat pengumpul besar (jika kelapa belum dikupas). Sebagian pengumpul adalah petani kelapa juga. Pengumpul di tingkat kecamatan akan mengolah kelapa yang dibeli dalam beberapa bentuk, yaitu:


Kajian Ekonomi Komoditas Kelapa Provinsi Gorontalo

1. Bentuk kupasan. Buah kelapa utuh akan dikupas, kemudian dijual langsung ke pabrik pengolahan. 2. Kelapa yang cacat (pecah) dan ditolak oleh pabrik akan diambil dagingnya dan diolah menjadi kopra, kemudian dijual ke pedagang besar penampung kopra. 3. Batok kelapa akan diolah menjadi arang batok kelapa, kemudian dijual ke penampung batok kelapa. Pengumpul membeli per buah, tetapi ketika menjual dalam ketiga bentuk tersebut, dihitung dalam satuan kilogram. Normalnya kelapa kupas di tingkat pabrik dihargai Rp2.000-2.000/kg, namun pada bulan Maret-April ini turun menjadi Rp1.700/kg. Sejak adanya pabrik pengolahan kelapa segar, petani lebih suka menjual dalam bentuk kelapa kupas ini. Namun, tidak semua kelapa bisa ditampung oleh pabrik karena pecah atau catat. Sisanya, biasanya sekitar 25%, yang tidak diterima pabrik, diolah menjadi kopra atau arang. Hasil pengamatan dan perhitungan di lapangan, 1.000 kg kelapa kupas, mampu mengasilkan 220 kg kopra dan 60 arang kelapa. Penyusutan terbesar adalah karena kelapa mengandung 50% air kelapa. Sampai saat ini sebagian besar air kelapa di tingkat pengumpul belum dimanfaatkan (dibuang). Selain air kelapa yang tidak dimanfaatkan, sabut kelapa juga belum dimanfaatkan secara optimal.

33


34

BAB.3 Rantai Nilai Kelapa di Provinsi Gorontalo

dijual ke pabrik. Pedagang kopra kemudian menjual kopranya ke pabrik pengolahan yang ada di Gorontalo, yaitu PT. Multi Nabati Sulawesi Unit Maleo dan penampung dari perusahaan seperti PT. Cargil. 3.2.4. Perusahaan Pengolah Kelapa Di Provinsi Gorontalo, setidaknya terdapat tiga perusahaan besar yang mengolah kelapa. Perusahaan yang mengolah kelapa segar menjadi produk olahan seperti santan, nata de coco, dan tepung adalah PT. Trijaya Tangguh dan PT. Royal Gorontalo. PT. Trijaya Tangguh memiliki dua pabrik di Gorontalo, yaitu di Paguyaman Kabupaten Boalemo dan di Boliyohuto Kabupaten Gorontalo. Sementara PT. Royal Gorontalo berlokasi di Ombulo, Limboto Barat, Kabupaten Gorontalo. PT. Trijaya Tanggung memproses kelapa menjadi tepung kelapa (desiccated coconut), air kelapa dengan merek Yama Coco, dan santan kelapa dengan coconut cream ACC. Produk tepung kelapa diekspor, sementara air kelapa dan santan kelapa di jual di pasar Indonesia. Pabrik pengolahan di Paguyaman mengolah 250 ton kelapa kupas per hari, sementara pabrik PT. Trijaya Tangguh di Kabupaten Gorontalo mengolah sekitar 75 ton kelapa per harinya. PT. Royal Gorontalo juga diperkirakan mengolah sekitar 240 ton per hari. Pasokan kelapa untuk perusahaan tersebut diambil dari kabupaten yang ada di Gorontalo. Bahkan pada bulan-bulan tertentu, ketika kelapa langka – terutama ketika tamanan jagung sudah mulai tumbuh – perusahaan tersebut juga mendatangkan kelapa dari luar provinsi. Total karyawan yang terlibat secara langsung diperkirakan mencapai 2.000 orang. Angka ini tidak termasuk mereka yang terlibat di rantai nilai komoditas kelapa, seperti para pengumpul, supir angkut, dan sebagainya.

Gambar 3.4. Pabrik PT. Trijaya Tangguh dan Produk Olahan yang Dijual. [Photo: NSLIC/NSELRED]

Selain perusahaan yang mengolah kelapa segar, ada juga perusahaan seperti PT. Multi Nabati Sulawesi di Kabupaten Poluwato yang mengolah crude coconut oil. Perusaan ini mengolah kopra yang dibeli dari para pedagang besar yang ada di wilayah Gorontalo. Selain PT. Multi Nabati Sulawesi, PT. Cargil juga menampung kopra untuk kemudian mengolahnya di Provinsi Sulawesi Utara. Tantangan yang dihadapi oleh perusahaan adalah konsistensi pasokan kelapa. Pasalnya, panen kelapa di Gorontalo dipengaruhi oleh pola tanam komoditas jagung. Di bulan-bulan tertentu akan terjadi over supply, tetapi pada bulan yang lain under supply.


Kajian Ekonomi Komoditas Kelapa Provinsi Gorontalo

3.2.5. UKM/Home Industri Pengolahan Minyak Kelapa Saat ini ada lima UKM yang mengolah kelapa menjadi minyak kelapa dengan cara sederhana. UKM tersebut adalah Tunas Sejahtera (di Kab. Gorontalo), Berkat Jaya (di Kab. Poluwatu), Olamba (di Kab. Poluwatu), Family (di Kab.Boalemo), dan Karya Mandiri (di Kab Boalemo). Empat UKM yang pertama sudah mendapatkan PIRT, sementara Karya Mandiri belum ada PIRT-nya. Produksi masing-masing UKM bervariasi, dari 50 butir kelapa sampai 500 butir kelapa per hari untuk masing-masing UKM. Selama ini, UKM tersebut menjual produk olahannya ke toko-toko yang ada di sekitar lokasi usaha dan sebagian menjual secara daring. Mereka menjual minyak kelapa dengan harga Rp 30.000-40.000 per liter. Selain itu, saat ini sebagian UKM tersebut memproduksi minyak kelapa untuk memenuhi kebutuhan program bantuan nontunai pemerintah Provinsi Gorontalo yang menargetkan mampu mendistribusikan minyak kelapa untuk menjangkau 35.000 rumah tangga tiap bulannya. Masing-masing rumah tangga akan mendapatkan sekitar 850 ml per bulan. Harga yang disepakati di tingkat UKM adalah Rp 21.00025.000/per liter. Meskipun harga ini lebih rendah dibandingkan harga normal, mereka masih merasa untung karena bermain dengan volume yang besar.

Gambar. 3.5. Produk Minyak Kelapa UKM dan Tempat Produksi UKM. [Photo: NSLIC/NSELRED]

Adanya peningkatan kebutuhan minyak goreng kelapa untuk program pemerintah menjadi peluang bagi UKM. Namun demikian, pemerintah menghadapi tantangan dari standar kualitas produk UKM yang berbeda-beda, termasuk didalamnya higienitas dari minyak yang dihasilkan. Hal ini karena masingmasing UKM memproduksi minyak kelapa berdasarkan pengetahuan yang mereka miliki.

Namun demikian, pemerintah menghadapi tantangan dari standar kualitas produk UKM yang berbeda-beda, termasuk didalamnya higienitas dari minyak yang dihasilkan.

35


36

BAB.3 Rantai Nilai Kelapa di Provinsi Gorontalo

3.3. Rantai Pendukung Keberhasilan penguatan komoditas kelapa di Provinsi Gorontalo juga ditentukan oleh akses terhadap informasi pasar, keuangan, manajemen, dan jasa lainnya dari aktor pendukung. Situasi pelaku pendukung komoditas kelapa di Gorontalo adalah sebagai berikut: 3.3.1. Layanan GAP Belum Cukup Mendukung Peningkatan Produktivitas Persoalan yang dihadapi oleh petani kelapa terkait peningkatan produktivitas hama dan penyakit seperti hama kumbang dan daun buah belum diatasi karena ketiadaan informasi terkait dengan GAP. Petani hanya mengandalkan pengetahuan lokal untuk mengatasi hama ini dengan menggunakan herbisida yang disuntikkan ke batang pohon. Belum ada akses informasi tentang budi daya tanaman kelapa yang baik. 3.3.2. Akses Keuangan Cukup Tersedia Akses permodalan petani, UKM, pengumpul, dan pedagang untuk memenuhi kebutuhan usaha tani cukup tersedia di pasar meski harus memenuhi syarat perbankan. Selain itu, beberapa UKM pengolahan juga mengandalkan modal dari dana Bumdes, seperti yang dilakukan oleh Bumdes Karya Mandiri. 3.3.3. Informasi Pasar Petani dan pelaku di rantai nilai mengetahui informasi harga dan kebutuhan pasar kelapa dari perusaha­ an dan pelaku rantai nilai di atasnya. Pengumpul besar biasanya mendapatkan informasi harga dari perusahaan atau pedagang besar melalui telepon, sms, atau aplikasi kirim pesan. PT. Trijaya misalnya menginformasikan kebutuhan kelapa dan harganya setiap minggu atau sesuai dengan perkembangan pasar. Ketika penelitian dilakukan, PT. Trijaya menginformasikan bahwa kebutuhan pabrik sudah terpenuhi dan tidak menampung pembelian sampai minggu depannya. Dengan informasi ini para pengumpul bisa menentukan kapan barang akan dikirim atau dialihkan ke perusahaan lain.

Photo: NSLIC/NSELRED


Kajian Ekonomi Komoditas Kelapa Provinsi Gorontalo

Photo: NSLIC/NSELRED

37


38

BAB.3 Rantai Nilai Kelapa di Provinsi Gorontalo

Photo: NSLIC/NSELRED serta secara tidak langsung Bapedda yang merancang Program Bantuan Non Tunai. Dinas Perkebunan memberikan dukungan berupa pemberian bibit kelapa. Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian dan Perdagangan memberikan bantuan berupa pemberian peralatan untuk mengolah minyak kelapa. Begitu juga dengan Dinas Sosial, memberikan bantuan peralatan untuk membuat KUBE (Kelompok Usaha Bersama) pengolahan minyak kelapa. Bantuan-bantuan tersebut memberikan manfaat, tetapi belum terlalu optimal karena beberapa kelompok dampingan (KUBE) tidak berkembang bahkan mati suri. Alatalat yang diberikan hanya sebagian yang dimanfaatkan oleh beberapa anggota yang aktif . Secara konseptual dukungan pemerintah melalui pembentukan Pokmas (kelompok masyarakat) atau KUBE sangatlah baik. Namun dalam praktiknya tidak mudah mengorganisasi kelompok seperti itu, terutama jika tidak ada kepastian sumber pendapatan dan keuntungan yang diperoleh oleh anggota. 3.4.2. Program Pemerintah Terkait Program Lain Selain kelapa, pemerintah juga mengembangkan komoditas unggulan seperti sapi dan jagung. Komoditas jagung sudah menjadi komoditas unggulan sejak provinsi ini terbentuk dan saat ini berkembang masih, termasuk memanfaatkan areal tamanan kelapa dengan cara tumpang sari. Tanaman kelapa yang awalnya tidak banyak terkontaminasi pupuk kimia, saat ini secara langsung maupun tidak langsung juga terkena dampaknya. Selain itu, pola panen kelapa juga terpengaruh dengan pola tanaman dan panen komoditas kelapa.


Kajian Ekonomi Komoditas Kelapa Provinsi Gorontalo

3.4.3. Perizinan SPP-IRT Produk pangan yang dikonsumsi masyarakat haruslah aman dari bahan-bahan berbahaya, baik bahaya kimia, bahaya biologis, maupun bahaya fisik. Guna memberikan keamanan pangan bagi konsumen usaha pengolahan produk pangan, termasuk minyak, disyaratkan untuk mendapatkan Sertifikasi Produk Pangan Industri Rumah Tangga (SPP-IRT) dari BPOM. Saat ini, belum semua UKM yang mengolah minyak kelapa memiliki SPP-IRT. Terlebih jika kemudian produk-produk yang akan dihasilkan akan diintegrasikan ke dalam program pemerintah untuk program bantuan nontunai. 3.4.5 Program Pendampingan UKMK Program pemerintah terkait pendampingan UKMK terdiri dari beberapa skema, salah satu di antaranya adalah program PLUT yang ada di bawah Kementerian Koperasi dan UKM. Targetnya, di masingmasing provinsi ada kantor PLUT yang memberikan pendampingan nonfinansial kepada UKMK. Provinsi Gorontalo juga sudah memiliki PLUT dengan 7 konsultan yang memberikan layanan di bidang produksi, akses pembiayaan, SDM, pemasaran, kelembagaan, jaringan kerja sama, dan IT. 3.4.6. Kebijakan Ekspor Kelapa Berbeda dengan perdagangan internasional kelapa sawit, untuk kegiatan ekspor kelapa pemerintah belum melakukan intervensi kebijakan. Secara formal belum ada pemberlakuan peraturan terkait pembatasan ekspor, baik menyangkut volume, bentuk produk, maupun tujuan ekspor. Begitu pula kebijakan pendukung kegiatan ekspor, juga belum ada. Intervensi kebijakan pemerintah baru dilakukan pada kegiatan impor. Intervensi tersebut berupa penetapan bea masuk barang impor dan pajak penjualan yang, selain memberikan pemasukan bagi negara, juga dimaksudkan untuk melindungi para produsen di dalam negeri. Besaran bea masuk dan pajak penjualan bervariasi antar jenis produk.

Photo: NSLIC/NSELRED

39



BAB IV

Analisis dan Strategi Pengembangan


42

BAB.4 Analisis dan Strategi Pengembangan

4.1. Potensi Pasar Secara global, kebutuhan buah segar kelapa dan produk turunannya semakin meningkat. Tiga bentuk yang paling penting dari konsumsi buah kelapa adalah kelapa segar (termasuk untuk diminum dan santan), minyak kelapa, dan kelapa kering (coconut desiccated). Konsumsi global kelapa segar tumbuh pada kecepatan yang luar biasa terutama untuk air kelapa dan santan (sekitar 30% dari konsumsi kelapa). Air kelapa semakin populer di seluruh dunia sebagai minuman yang sehat. Sementara itu, santan digunakan dalam sejumlah produk makanan. Permintaan ekspor produk kelapa umumnya menunjukkan tren yang meningkat. Sebagai contoh, pangsa pasar kelapa Indonesia terhadap ekspor dunia cenderung meningkat dalam lima tahun terakhir. Kecenderungan yang sama terjadi pada kelapa kering. Luas lahan kelapa di Provinsi Gorontalo cenderung mengalami penurunan dari 72.619 ha pada tahun 2014 menjadi 68.874 ha pada tahun 2016 (BPS, 2017). Adanya penurunan luas lahan kelapa ini disebabkan oleh alih fungsi lahan baik untuk komoditas lain (ditengarai ke sawit) dan ke kegiatan nonpertanian. Meskipun demikian, stakeholder yang terlibat dalam pengembangan komoditas kelapa masih optimistis bahwa kelapa di Provinsi Gorontalo masih bisa berkembang. Potensi pasar kelapa Provinsi Gorontalo ini dapat dilihat dari beberapa aspek, pertama kebutuhan kelapa segar untuk memenuhi industri pengolahan kelapa masih sangat tinggi. Misalnya produksi PT Trijaya Tangguh masih di bawah kapasitas mesin yang tersedia. Selain itu, pasar kopra juga masih tersedia meskipun harganya tidak semenarik komoditas kelapa segar. Kebutuhan tahunan industri pengolahan saat ini sebetulnya masih belum terpenuhi oleh jumlah kelapa yang dihasilkan di Provinsi Gorontalo. Namun demikian, pola panen yang tergantung pada komoditas lain menyebabkan oversupply pada bulan tertentu dan undersupply pada bulan yang lain. Potensi pasar yang lain adalah memenuhi kebutuhan Program Non-Tunai pemerintah yang akan membantu kebutuhan pangan keluarga miskin. Salah satunya adalah penyediaan minyak goreng. Tahun 2018, Pemerintah Provinsi Gorontalo akan membagi bantuan nontunai setiap bulannya kepada 35.000 KK yang terdiri dari minyak goreng, telur, gula, dan produk ikan olahan. Khusus minyak goreng masing-masing KK akan mendapatkan 850 ml. Dengan pasar yang ada dan potensi pasar di masa mendatang, terutama di tingkat lokal, pendapatan petani kelapa di Provinsi Gorontalo masih tergolong baik dibandingkan dengan daerah lain, dan masih dapat terus ditingkatkan. Hal ini merujuk pada data Direktorat Jenderal Perkebunan (2016) dimana harga kelapa di Sulawesi cenderung lebih baik dibandingkan di beberapa daerah di Indonesia. Selain itu, keberadaan perusahaan pengolahan kelapa di Gorontalo dan provinsi sekitarnya juga memberikan banyak pilihan bagi petani untuk menjual harga yang lebih baik. Keberadaan perusahaan kelapa juga memberikan peluang untuk menciptakan lapangan kerja, baik langsung maupun tidak langsung, bagi pelaku di sepanjang rantai nilai. Dari sisi produktivitas, kelapa (1,4 ton/ha) di Gorontalo sudah di atas rata-rata produktivitas nasional (1,1 ton/ha) meskipun masih kalah dari produktivitas dunia (5,6 ton/ha). Selain itu, masalah lainnya adalah produk turunan yang ada masih belum sepenuhnya dapat dimanfaatkan, terutama untuk serabut dan air kelapa sisa pengolahan kopra. Dengan melihat gambaran ini, peningkatan pendapatan petani kelapa di Gorontalo dapat dilakukan melalui dua pendekatan, yaitu peningkatan produktivitas dan peningkatan harga komoditas yang lebih baik. Produktivitas buah kelapa di Provinsi Gorontalo masih dapat ditingkatkan. Rendahnya daya serap dan produktivitas komoditas kelapa ini disebabkan oleh belum optimalnya GAP. Adapun akar masalah dari kondisi ini adalah petani kurang mendapatkan akses dari teknologi peningkatan produktivitas (GAP), terutama untuk mengatasi hama dan penyakit. Informasi tentang GAP saat ini lebih banyak untuk komoditas nonkelapa, terutama jagung. Meskipun kelapa merupakan salah satu produk unggulan


Kajian Ekonomi Komoditas Kelapa Provinsi Gorontalo

Gorontalo, tetapi dukungan pemerintah lebih banyak untuk pengembangan komoditas jagung dan sapi. Dari aspek sejarah, lingkungan, dan potensi pengembangan serta penyerapan pasar, kelapa Gorontalo masih dapat dikembangkan dan ditingkatkan produktivitasnya setidaknya mendekati produktivitas kelapa nasional. Peningkatan harga kelapa dapat ditempuh melalui berbagai cara. Pertama, mendorong peningkatan industri pengolahan kelapa. Kedua, memanfaatkan sisa olahan yang tidak termanfaatkan, terutama air kelapa dan serabut kelapa yang belum dimanfaatkan sepenuhnya. Di industri pengolahan kelapa segar di Gorontalo, air kelapa sudah dimanfaatkan untuk pembuatan minuman. Namun demikian, di tingkat pengepul besar dan UKMK, air kelapa dan sabut kelapa belum dimanfaatkan dan diolah sepenuhnya. Air kelapa dan sabuk kelapa menjadi limbah dan dapat mencemari lingkungan. Ketiga, Pengembangan produk turunan buah kelapa terutama merespons kebutuhan minyak kelapa untuk kebutuhan program pemerintah.

Tabel 4.1. Potensi Bisnis Perbaikan Produktivitas, Harga, dan Pendapatan Pelaku Kelapa di Tingkat Petani dan UKM Industri Pengolahan Minyak Kelapa No

Deskripsi

1

Jumlah Petani

2

Peningkatan Produktivitas Rata-rata produktivitas saat ini (kg/ha) Peningkatan produktivitas diharapkan (kg/ha)

3

Peningkatan Harga Kelapa Segar Harga saat ini (Rp/biji) Harga yang diharapkan karena persaingan permintaan (Rp/biji)

4

IKM Jumlah industri rumah tangga saat ini Rata-rata harga jual ke pasar (per liter) Kapasitas produksi optimal per UKM perhari (liter) Rata-rata produksi per UKM perhari (liter) Rata-rata produksi perbulan saat ini (liter) Jumlah produksi yang diharapkan (total per bulan/liter) Jumlah UKM yang diharapkan (lama dan baru) Estimasi tenaga kerja yang teribat (orang) Harga rata-rata yang diharapkan dari proyek bantuan non-pemerintah (Rp)

Total nilai potensial dari penjualan minyak kelapa ke program bantuan non-tunai perbulan (Rp)

Harga (Rp) 52.552 1.412 2.500 1.000-1.500 1.200-2.000 5 30.000-40.000 200-400 10-100 6500 30.000 12 60 22.000 660.000.000

43


44

BAB.4 Analisis dan Strategi Pengembangan

4.2. Visi Perubahan Dari studi rantai nilai yang dilakukan maka vision of changes yang ditawarkan terletak pada fungsi utama (di tingkat rantai nilai) dan fungsi pendukung kelapa, serta pada fungsi kebijakan sebagai berikut; Pada fungsi utama: meningkatkan produktivitas dan produksi kelapa untuk memenuhi permintaan pasar industri, pengembangan produk turunan (minyak kelapa) skala industri rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan pasar domestik (program pemerintah dan pasar lokal), dan pemanfaatan sisa produk (serabut dan air kelapa) untuk peningkatan ekonomi rumah tangga petani. Pada fungsi pendukung: (1) Layanan teknis GAP untuk peningkatan produktivitas kelapa; (2) Layanan penguatan UKM minyak kelapa yang memenuhi standar produk; (3) Pendampingan manajemen dan akses keuangan UMK minyak kelapa; (4) Layanan informasi harga; (5) Layanan dan akses pasar produk air dan serabut kelapa. Pada fungsi regulasi/lingkungan yang mendukung: (1) Kemudahan akses dan dukungan perizinan SPPIRT; (2) Dukungan program unggulan pengembangan kelapa dan pembatasan ekspansi sawit;

4.3 Pilihan Intervensi INTERVENSI 1: Peningkatan Produktivitas Kelapa Melalui Promosi GAP (Good Agricultural Practices (GAP) Melalui Kerjasama dengan Penyedia Jasa

Gambar 4.1. Model Bisnis Layanan GAP Supporting Services GAP Services Unit

Core Value Chain

Kata kunci peningkatan produktivitas adalah peningkatan kapasitas petani kelapa. Produktivitas juga meliputi kualitas yang sesuai dengan standar pasar-pasar khusus. Mitra kerja di tingkat pengorganisasian petani dapat menggunakan BUMDES atau organisasi petani yang ada di Provinsi Gorontalo. Mitra kerja daerah menjadi pelaku jangka panjang untuk menjamin keberlanjutan kegiatan pengembangan kapasitas petani dan didesain sebagai institusi yang juga mendapat insentif dari kegiatan pengembangan kapasitas petani tersebut. Namun demikian, intervensi melalui promosi GAP dampaknya baru terlihat secara jangka panjang karena sifat komoditas kelapa yang tahunan. Model bisnis intervensinya adalah sebagai berikut:

Jasa dan peralatan terkait dengan GAP

Rp

Petani Kelapa

Enabling Environment

Program Dinas Perkebunan

Bekerjasama dengan perusahaan sarana produksi (saprodi) untuk mengatasi persoalan-persoalan yang dialami petani, terutama hama penyakit yang terkait dengan kelapa. Di satu sisi, dukungan Dinas Perkebunan untuk mendorong pengembangan komoditas kelapa, terutama terkait dengan bibit kelapa.


Kajian Ekonomi Komoditas Kelapa Provinsi Gorontalo

INTERVENSI 2: Layanan Penguatan UKM Minyak Kelapa yang Memenuhi Standar Produk

Saat ini setidaknya sudah ada enam industri rumah tangga (UKM) yang mengolah minyak kelapa dan mereka sudah ditawari sebagai penyedia produk kelapa untuk program pemerintah. Melihat kebutuhan minyak kelapa sebanyak 30.000 liter per bulan maka diperkirakan butuh 10-15 UKM yang dapat terlibat. Masing-masing UKM dapat mempekerjakan 5-10 orang (perhitungan usaha terlampir). Model bisnis untuk memenuhi kebutuhan program pemerintah seperti yang diusulkan sebelumnya (lampiran 1) dapat disederhanakan sebagai berikut. Penciptaan lapangan kerja dapat dilakukan oleh home industry dalam skema yang menguntungkan bagi UKM.

Core Value Chain Minyak Kelapa Home Industry Rp

Agen BRI Link (Bumdes/toko)

Minyak Kelapa

Rumah Tangga Penerima Manfaat

Rp Agen BRI Link (Bumdes/toko)

Core Value Chain

Gambar 4.2. Model Bisnis Penyedia Minyak Kelapa Bantuan Non-Tunai

Namun demikian, berdasarkan observasi di lapangan, produk-produk yang dihasilkan oleh UKM belum memiliki standar yang sama, dan ini berisiko terhadap keamanan pangan dan keberhasilan program. Untuk mendukung keberhasilan program tersebut, keterlibatan jasa layanan dan program pemerintah yang yang mendukung dapat dibuat dan dikembangkan sebagaimana Gambar 4.3. Untuk mendukung program tersebut, UKM pengolahan minyak kelapa perlu didukung oleh pemberi jasa layanan dan juga kebijakan agar minyak kelapa yang dihasilkan sesuai standar. — Dukungan PIPK untuk memberikan dukungan dalam membentuk dan menyusun SOP pembuatan minyak kelapa agar memenuhi standar produk makanan minyak kelapa. — Dukungan PLUT untuk memberikan pendampingan UKM dari aspek manajemen, pengemasan, dan akses permodalan. — Akses dan pendampingan perizinan SPP-IRT untuk memastikan produk yang dihasilkan memenuhi standar kesehatan dan SNI.

45


46

BAB.4 Analisis dan Strategi Pengembangan

Supporting Services PIPK

Lembaga Keuangan

PLUIT

Core Value Chain

Petani Penghasil Kelapa

Buah Kelapa

Home industry

Minyak Kelapa Rp

Agen BRI Link (Bumdes/toko)

Minyak Kelapa

Rumah tangga penerima manfaat

Rp Pengumpul Kelapa

BRI

Enabling Environment

Rp

Perizinan SPP-IRT

Program UMKM

Program Sosial Pemerintah terkait dengan minyak kelapa

Gambar 4.3. Model Bisnis dengan Melibatkan Aktor Pendukung

INTERVENSI 3: Layanan Serta Akses Pasar Produk Air dan Serabut Kelapa Produk kelapa Gorontalo hampir seluruhnya terserap oleh pasar dan industri. Namun, pemanfaatan produk kelapa sejauh ini baru pada daging kelapa dan batok kelapa. Sementara, air kelapa baru diserap sebagian (terutama industri minuman) dan serabut kelapa masih belum dimanfaatkan kecuali sebagai bahan baku. Buah kelapa yang tidak terserap oleh industri pengolahan buah segar karena tidak memenuhi standar biasanya diolah menjadi kopra. Sayangnya petani dan pengepul hanya memanfaatkan daging kelapa untuk dibuat kopra (basah dan kering), sementara airnya dibuang. Dalam satu butir kelapa kupas, 50% bobotnya adalah air dan selama ini mayoritas dibuang. Hanya sebagian kecil yang memanfaatkannya. Sementara serabut kelapa masih belum diolah. Air kelapa dapat diolah menjadi beberapa produk turunan. Selain minuman, air kelapa juga dapat dimanfaatkan untuk kecap dan pupuk organik, sementara serabut kelapa dapat dimanfaatkan untuk membuat matras dan karpet.


Kajian Ekonomi Komoditas Kelapa Provinsi Gorontalo

Photo: NSLIC/NSELRED

47



Kajian Ekonomi Komoditas Kelapa Provinsi Gorontalo

Daftar Pustaka Allorerung, D., Mahmud, Z., Wahyudi., Novarianto, H., Luntungan, H.T. 2005. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kelapa. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.Departemen Pertanian 2005. hal 1-38. BPS, 2017, Gorontalo Dalam Angka 2017, , BPS Provinsi Gorontalo Direktorat Jenderal Industri Agro dan Kimia Departemen Perindustrian Jakarta, 2009, Roadmap Industri Pengolahan Kelapa FAO, FAO Statistical Yearbook 2008 FAO, FAO Statistical Yearbook 2009 Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional 2012, Rancangan Akhir Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2013, Buku III Rencana Pembangunan Berdimensi Kewilayahan http://www.unctad.info http://aplikasi.deptan.go.id/bdsp/newlok.asp http://faostat3.fao.org

49


NSLIC/NSELRED Project: World Trade Center (WTC) 5, 10th floor Jl. Jenderal Sudirman Kav. 29-31 Jakarta 12920, Indonesia Tel: +62 21 5262282, +62 21 526 8668 www.nslic.or.id

NSLIC Project

@NslicNselred


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.