Kajian Ekonomi Komoditas Rumput Laut Kabupaten Wakatobi

Page 1

KAJIAN EKONOMI

KOMODITAS RUMPUT LAUT KABUPATEN WAKATOBI


Š 2018 National Support for Local Investment Climates/ National Support for Enhancing Local and Regional Economic Development (NSLIC/NSELRED) World Trade Center (WTC) 5 Building, 10th Floor Jl. Jenderal Sudirman Kav. 29-31 Jakarta 12920, Indonesia Telephone: +62 21 5262282, +62 21 5268668 www.nslic.or.id Proyek Dukungan Nasional untuk Peningkatan Iklim Investasi Daerah/Dukungan Nasional untuk Pengembangan Ekonomi Lokal dan Regional atau National Support for Local Investment Climates/National Support for Enhancing Local and Regional Economic Development (NSLIC/NSELRED) adalah kemitraan antara Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas dan Pemerintah Kanada melalui Global Affairs Canada (GAC). Proyek yang didanai oleh GAC dan dikelola oleh CowaterSogema International Inc. ini dilaksanakan di 10 kota/kabupaten di Provinsi Gorontalo dan Sulawesi Tenggara mulai 2016 hingga 2022. Melalui program Responsive Innovation Fund (RIF), NSLIC/NSELRED juga mendukung pemerintah pusat dan daerah untuk menciptakan inovasi pembangunan ekonomi daerah di 18 kabupaten dari 39 Kawasan Perdesaan Prioritas Nasional (KPPN) yang menjadi wilayah target nasional untuk Pusat Pertumbuhan Peningkatan Keterkaitan Kota-Desa sesuai dengan RPJMN 2015-2019.


KAJIAN EKONOMI

KOMODITAS RUMPUT LAUT KABUPATEN WAKATOBI


iv

Daftar Isi vii

KATA PENGANTAR

ix

EXECUTIVE SUMMARY

11

I. PENDAHULUAN

12

1.1. Latar Belakang

13

1.2. Tujuan Kajian

15

II. METODE KAJIAN

16

2.1. Lokasi Kajian dan Waktu Kajian

16

2.2. Data

16

2.3. Teknis Analisis

16

2.4. Focus Group Discussion dan Workshop

19

III. ANALISIS PASAR

23

IV. RANTAI NILAI

24

4.1. Rantai Nilai Komoditas Rumput Laut

25

4.2. Pohon Masalah

26

4.3. Fungsi Pendukung dan Regulasi

27

4.4. Penyusunan Program Spesifik (Areal Intervensi)

27

4.5. Assesment Partner Potensial

29

4.6. Aspek Gender

31

V. BUSINESS MODEL

32

5.1. Pelaku Bisnis

32

5.2. Pendapatan Petani Rumput Laut

34

5.3. Insentif Pelaku Bisnis

35

5.4. Outreach Petani Rumput Laut

36

5.5. Demoplot dan Peran Pelaku Bisnis

41

VI. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

42

6.1. Kesimpulan

42

6.2. Rekomendasi

45

DAFTAR PUSTAKA


v 5

DAFTAR TABEL

35 36 36

Tabel. 5.1 Tabel. 5.2 Tabel. 5.3

Analisis Usaha Tani Rumput Laut Keuntungan BUMDES dalam Model Bisnis Rumput Laut, Wakatobi, 2017 Keuntungan Pedagang Pengumpul dalam Model Bisnis Rumput Laut,

Wakatobi, 2017

37

Perkiraan Outreach Petani Rumput Laut, Wakatobi, 2017

39 40

Tabel. 5.4 Tabel. 5.5 Tabel. 5.6 Tabel. 5.7

DAFTAR GAMBAR

20

Produksi dan Konsumsi Rumput Laut Indonesia, 2012-2016

21

Gambar 3.1 Gambar 3.2

Indonesia, 2015

38

21

24 25 26 29

Strategi Scale Up Outreach Petani Rumput Laut, Wakatobi, 2017 Peran Pelaku Dalam Demoplot Rumput Laut di Wakatobi,2017 Peran Pelaku Model Bisnis Rumput Laut di Wakatobi, 2017

Gambar 3.3 Gambar 4.1 Gambar 4.2 Gambar 4.3 Gambar 4.4

Perbandingan Konsumsi Dalam Negeri dan Ekspor Rumput Laut Pangsa Ekspor Negara Produsen Utama Rumput Laut, 2016 Rantai Nilai Komoditas Rumput Laut Kabupaten Wakatobi, 2017 Pohon Masalah Dalam Usaha Rumput Laut Di Kabupaten Wakatobi Permasalahan Spesifik pada Kualitas Rumput Laut yang Rendah. Pembagian Peran Laki-Laki dan Perempuan Dalam Proses Budidaya

Rumput Laut di Walatobi, 2017

32

Kondisi Saat Ini Sumber Bibit dan Pemasaran Rumput Laut

Gambar 5.1

di Wakatobi, 2017

33

Model Bisnis Rumput Laut di Wakatobi, 2017

Gambar 5.2



vii 7

Kata Pengantar Baseline Survey terhadap potensi pengembangan rumput laut di Kabupaten Wakatobi, Provinsi Sulawesi Tenggara, ini merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh proyek National Support for Local Investment Climate/National Support for Enhancing Local and Regional Economic Development (NSLIC/NSELRED) untuk mengidentifikasi sejauh mana potensi komoditas rumput laut di Provinsi Sulawesi Tenggara dalam mendukung pengembangan ekonomi di provinsi tersebut. Laporan ini merupakan hasil survei yang dilakukan dari Oktober 2017 hingga Januari 2018 di Kabupaten Wakatobi. Hasil survei menunjukkan kondisi awal atau baseline komoditas rumput laut yang berada di Kabupaten Wakatobi. Hasil survei merupakan fondasi bagi proyek untuk menentukan langkah selanjutnya guna meningkatkan potensi komoditas rumput laut di Provinsi Sulawesi Tenggara. Selaku pimpinan proyek, Kami ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada tim konsultan, para pihak dan semua kontributor yang telah berhasil memberikan informasi dasar mengenai potensi komoditas rumput laut di Kabupaten Wakatobi. Besar harapan Kami bahwa hasil survei ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkaitan dengan pemberdayaan komoditas rumput laut, baik yang berada di Indonesia maupun di luar negeri.

Dr. Rino A. Sa’danoer Direktur Proyek



ivxii 9

Executive Summary Kajian Ekonomi Rumput Laut di Kabupaten Wakatobi ini menggunakan pendekatan Making Market Works for the Poor (M4P). Pendekatan ini mendorong adanya perubahan pada pelaku pasar menjadi mandiri dan berkelanjutan. Tahapan kajian dilakukan melalui; (1) Mengidentifikasi pelaku yang terlibat di dalam rantai nilai usaha rumput laut; (2) Menganalisis rantai nilai usaha rumput laut; (3) Menganalisis gap antara supply dan demand dalam usaha rumput laut; (4) Mengidentifikasi peluang yang inovatif dan tantangan dalam upaya meningkatkan usaha rumput laut; (5) Mengidentifikasi mitra potensial yang terlibat dalam usaha; (6) Membuat model bisnis (business model) yang sesuai untuk usaha rumput laut; dan melakukan estimasi profit. Data primer dikumpulkan melalui hasil survei (FGD dan in-depth interview). Di samping itu, kajian ini menggunakan data sekunder dari berbagai sumber yang relevan. Dari hasil kajian diketahui bahwa persoalan yang dihadapi oleh petani rumput laut di Kabupaten Wakatobi adalah produktivitas dan harga rumput laut yang rendah. Rendahnya produktivitas disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain kualitas rumput laut yang rendah, metode budi daya yang kurang baik, penanganan pascapanen yang buruk, dan lahan yang terbatas. Di samping itu, kajian ini juga menemukan permasalahan penting yang terjadi dalam rantai nilai antara pemasok bibit dan petani rumput laut, yaitu kualitas dan kuantitas bibit yang masih rendah. Untuk itu, intervensi dalam pengembangan bisnis rumput laut Wakatobi dilakukan dengan tujuan mendorong investasi pada pengembangan kultur jaringan (Kappahycus alvarezii) sehingga bibit dengan kualitas tinggi dapat tersedia di pasar. Selanjutnya, dibutuhkan perluasan akses petani terhadap bibit berkualitas yang akan meningkatkan produksi dan pada akhirnya dapat meningkatkan pendapatan pembudi daya rumput laut di Kabupaten Wakatobi. Sebagai rekomendasi, pengembangan ekonomi rumput laut Wakatobi sebaiknya dilakukan dengan mengenalkan bibit berkualitas hasil kultur jaringan jenis Cottoni. Demoplot penanaman bibit kultur jaringan perlu segera dilakukan untuk meningkatkan kapasitas pembudi daya dalam pengembangan bibit dengan kualitas unggul, penerapan metode budi daya yang baik, dan pengelolaan pascapanen yang benar untuk menjaga kualitas rumput laut. Dari segi kelembagaan, Badan Usaha Milik Desa yang akan menjadi distributor dan penangkar bibit juga perlu dinilai kelayakannya.



BAB I

Pendahuluan


12

BAB.1 Pendahuluan

1.1. Latar Belakang Dalam beberapa tahun terakhir, banyak usaha yang telah dilakukan untuk mengembangkan kegiatan budi daya rumput laut seperti Gracilaria dalam skala besar untuk industri agar dan Kappaphycus alvarezii ditambah Eucheuma denticulatum untuk produksi karagenan. Biaya yang dibutuhkan untuk budi daya rumput laut yang dapat menghasilkan alginat terbilang terlalu tinggi dan budi daya untuk jenis yang menghasilkan alginat ini hanya dapat berkelanjutan bila produknya diolah menjadi bahan yang dibutuhkan langsung oleh pasar internasional. Produksi rumput laut Indonesia didominasi oleh dua komoditas, yaitu Kappaphycus alvarezii dan Eucheuma denticulatum. Kedua jenis ini menyebar hampir di seluruh wilayah budi daya rumput laut Indonesia. Sulawesi Tenggara merupakan salah satu provinsi penghasil rumput laut yang terbesar di Indonesia. Produksi rumput laut kering dapat mencapai 146.857 ton per tahun. Produksi ini sebenarnya terbilang cukup rendah jika dibandingkan dengan potensi lahan dan teknologi budi daya yang dimiliki Sulawesi Tenggara. Luas lahan Sulawesi Tenggara sampai saat ini mencapai 12.238 ha. Padahal, luas lahan Sulawesi Tenggara mempunyai potensi hingga 83.000 ha. Namun demikian, produksi rumput laut sangat dipengaruhi oleh berbagai persoalan yang cukup serius. Kabupaten Wakatobi merupakan salah satu kabupaten penghasil rumput laut yang sangat potensial di Sulawesi Tenggara. Data DKP Provinsi Sulawesi Tenggara menunjukkan bahwa Kabupaten Wakatobi mempunyai produksi rumput laut sebanyak 4.000-4.500 ton per tahun sampai dengan tahun 2016. Jika dilihat dari peningkatan produksi tahunan rumput laut di Sulawesi Tengara dan Kabupaten Wakatobi yang cenderung meningkat hingga tahun 2015, dapat dipastikan bahwa pemerintah, pengusaha, dan para pihak lainnya akan terus berupaya untuk meningkatkan produksi rumput laut mereka.


Kajian Ekonomi Komoditas Rumput Laut Kabupaten Wakatobi

Kabupaten Wakatobi merupakan salah satu kabupaten penghasil rumput laut yang sangat potensial di Sulawesi Temggara. Data DKP Provinsi Sulawesi Tenggara menunjukkan bahwa Kabupaten Wakatobi mempunyai produksi rumput laut sebanyak 4.000-4.500 ton per tahun sampai dengan tahun 2016.

Photo: NSLIC/NSELRED Berbagai persoalan serius memang tengah dihadapi oleh pembudi daya di Sulawesi Tenggara, khususnya di Kabupaten Wakatobi. Beberapa persoalan serius tersebut, antara lain kualitas dan kuantitas bibit, penyakit ice-ice dan beberapa penempelan pada rumput laut, tingginya intensitas penyerangan hama ikan herbivora, pola penanaman yang sangat tergantung pada musim, serta luasan dan tata letak penanaman yang sering tidak teratur. Seluruh permasalahan di atas dikaji untuk merumuskan langkah strategis guna mendapatkan solusi terbaik. Perumusan rekomendasi solusi yang baik dapat meningkatkan produksi rumput laut masyarakat yang akan berdampak pada peningkatan taraf hidup dan ekonomi masyarakat pesisir. Tantangan yang ada akan memberikan gambaran mengenai cara terbaik untuk meningkatkan produksi rumput laut. 1.2. Tujuan Kajian Tujuan umum kajian adalah memfasilitasi pengembangan ekonomi masyarakat pesisir melalui kegiatan budi daya rumput laut di Kabupaten Wakatobi. Secara khusus tujuan kajian adalah: 1. Mengidentifikasi pelaku yang terlibat di dalam rantai nilai usaha rumput laut, 2. Menganalisis rantai nilai usaha rumput laut, 3. Menganalisis gap antara supply dan demand dalam usaha rumput laut, 4. Mengidentifikasi peluang yang inovatif dan tantangan dalam upaya meningkatkan usaha rumput laut, 5. Mengidentifikasi mitra potensial yang terlibat dalam usaha rumput laut, 6. Membuat model bisnis (business model) yang sesuai untuk usaha rumput laut.

13



BAB II

Metode Kajian


16

BAB.2 Metode Kajian

2.1. Lokasi Kajian dan Waktu Kajian Lokasi kajian berada di Kabupaten Konawe Selatan, Provinsi Sulawesi Tenggara. Kajian dilakukan sejak bulan Oktober 2017 sampai dengan Januari 2018. Unit analisis adalah kabupaten. 2.2. Data Data yang dikumpulkan adalah data primer dan sekunder. Hasil survei adalah data primer yang akan digunakan sebagai bahan analisis rantai nilai dan penyusunan model bisnis. Pengumpulan data dilakukan oleh enumerator. Pengumpulan data primer dilakukan dengan panduan kuesioner. Data sekunder yang diperoleh dalam kajian ini bersumber dari literatur dan lembaga yang relevan. Data sekunder yang dikumpulkan akan digunakan sebagai bahan analisis pasar untuk menunjukkan peluang bisnis yang ada. 2.3. Teknis Analisis Metode kajian menggunakan Making Market Works for the Poor (M4P). Metode ini disusun dan dikembangkan oleh DFID dan SDC. Penggunaan metode ini di Indonesia sebagai suatu alat analisis telah berkembang dalam lima tahun terakhir, terutama oleh lembaga donor seperti Swiscontact. Dengan menggunakan metode M4P maka terdapat tujuh langkah yang harus ditempuh untuk menjawab tujuan kajian, yaitu : 1. Analisa pasar dunia, nasional dan regional 2. Market map komoditas (supply-demand gap) 3. Supporting function dan regulasi yang mempengaruhi gap dan peluang pertumbuhan 4. Pohon masalah 5. Assessment partner potensial 6. Penyusunan busieness model 7. Melakukan estimasi profit 2.4. Focus Group Discussion dan Workshop Untuk melengkapi informasi dan data yang diperoleh dari survei dan pengumpulan data sekunder maka dilakukan pula diskusi kelompok terarah (Focus Group Discussion/FGD). Kegiatan FGD ini dilakukan sebanyak tiga kali dan bertempat di Kabupaten Wakatobi, yaitu pada awal kegiatan berupa pemaparan desain kajian yang dirangkaikan dengan coaching enumerator, setelah kegiatan survei dan pengumpulan data primer, serta sebelum paparan di tingkat provinsi dilaksanakan. Kegiatan FGD pertama dilakukan untuk memberikan pemahaman dan menyamakan persepsi mengenai jalannya penelitian di antara pihak yang terlibat langsung dalam penelitian, yaitu konsultan lokal, fasilitator kabupaten, dan kelompok kerja (POKJA). Kegiatan FGD kedua dan ketiga dilaksanakan untuk memperoleh umpan balik dari pihak terkait sehubungan dengan temuan dari survei dan analisis sementara yang telah dilakukan. Kegiatan workshop kajian dilakukan di ibu kota Provinsi (Kendari) pada akhir kegiatan. Kegiatan ini dilaksanakan sebagai diseminasi hasil kajian kepada pihak lain, sekaligus untuk memperoleh tanggapan dari stakeholders.


Kajian Ekonomi Komoditas Rumput Laut Kabupaten Wakatobi

Photo: NSLIC/NSELRED

17



BAB III

Analisis Pasar


BAB.3 Analisis Pasar

Produksi rumput laut Indonesia dalam lima tahun terakhir menunjukkan tren peningkatan. Pada tahun 2012, produksi rumput laut mencapai 1.087 juta ton dan terus mengalami peningkatan pada tahun-tahun berikutnya, ketika produksi tahun 2016 mencapai 1.948 juta ton (Gambar 3.1). Peningkatan produksi tertinggi dicapai pada tahun 2013 dengan laju 42%. Dalam lima tahun terakhir, rata-rata peningkatan produksi sebesar 16%. Sama halnya dengan produksi, konsumsi rumput laut juga memperlihatkan tren peningkatan. Peningkatan tertinggi dicapai pada tahun 2013, ketika konsumsi mencapai 9.496 juta ton atau meningkat 80% dari tahun sebelumnya. Rata-rata peningkatan produksi dalam lima tahun terakhir sebesar 26%. Dengan membandingkan produksi dan konsumsi rumput laut di pasar nasional, tampak gap yang besar dimana tingkat konsumsi jauh lebih tinggi dibandingkan produksi. Kondisi di atas menunjukkan adanya peluang pasar atau bisnis yang dapat dimanfaatkan oleh pelaku usaha untuk mengatasi gap tersebut.

Ribu Ton

20

BPPP Kemendag, 2017 Dirjen Perikanan Budidaya KKP, 2017 http://databoks.katadata.co.id/datapublish/2016/09/64/produksi-rumput- laut-naik-45-persen Gambar 3.1. Produksi dan Konsumsi Rumput Laut Indonesia, 2012-2016

Sekitar 79% produksi rumput laut Indonesia dikonsumsi di dalam negeri dan 21% diekspor (Gambar 5.2). Konsumsi dalam negeri tersebut diserap oleh industri rumput laut.


Kajian Ekonomi Komoditas Rumput Laut Kabupaten Wakatobi

Sumber : http://suhana.web.id/2017/09/12/peta-perdagangan-rumput-laut-dunia-2016/ Gambar 3.2. Perbandingan Konsumsi Dalam Negeri dan Ekspor Rumput Laut Indonesia, 2015

Dari 10 negara eksportir rumput laut, Indonesia merupakan pengekspor utama dengan pangsa mencapai 46%. Negara-negara yang mempunyai pangsa ekspor yang besar, antara lain Chile 19%, Irlandia 11%, dan Korea 8%. Negara pengekspor lainnya adalah Peru, China, Filipina, Prancis, Islandia, dan Kanada, dengan total 16% pangsa ekspor.

Sumber : http://suhana.web.id/2017/09/12/peta-perdagangan-rumput-laut-dunia-2016/ Gambar 3.3. Pangsa Ekspor Negara Produsen Utama Rumput Laut, 2016

Dengan membandingkan produksi dan konsumsi rumput laut di pasar nasional, tampak gap yang besar dimana tingkat konsumsi jauh lebih tinggi dibandingkan produksi. Kondisi di atas menunjukkan adanya peluang pasar atau bisnis yang dapat dimanfaatkan oleh pelaku usaha untuk mengatasi gap tersebut.

21



BAB IV

Rantai Nilai


24

BAB.4 Rantai Nilai

4.1. Rantai Nilai Komoditas Rumput Laut Dari survei kondisi rill yang terjadi pada usaha budi daya rumput laut masyarakat Wakatobi, dapat diidentifikasi urutan fungsi utama, fungsi pendukung, dan iklim usaha dalam budi daya rumput laut (Gambar 4.1).

INSTANSI TERKAIT/LSM FUNGSI INTI

TRANSPORTASI

FUNGSI PENDUKUNG

DUKUNGAN MODAL PERGUDANGAN GAP 1

PEMASOK BIBIT

GAP 2 PETANI RUMPUT LAUT

GAP 3 PENGUMPUL KECIL

INDUSTRI RUMAH TANGGA

EXPORT PENGUMPUL BESAR

GAP 4 INDUSTRI/PABRIK OLAHAN

KELOMPOK PEMBUDIDAYA

Gambar 4.1. Rantai Nilai Komoditas Rumput Laut Kabupaten Wakatobi, 2017 Fungsi utama dalam rantai nilai rumput laut meliputi pemasok bibit, petani rumput laut, pengumpul kecil, pengumpul besar, dan industri, serta eksportir rumput laut. Di antara setiap komponen, terdapat gap yang sangat spesifik dan sesuai dengan kondisi rill yang ada. Di antara pemasok bibit yang merupakan supply dan petani rumput laut yang merupakan demand terdapat kesenjangan (Gap 1), antara lain: Kualitas bibit yang rendah dengan pertumbuhan yang sangat lambat, Tingginya intensitas serangan hama herbivora karena metode budi daya yang terbuka Tingginya serangan penyakit ice-ice Kurangnya bibit berkualitas yang tersedia untuk dibudidayakan Sistem pemeliharaan belum fokus pada produksi bibit yang baik Jumlah bibit yang ada masih sangat terbatas Di antara petani rumput laut dan petani kecil juga terdapat kesenjangan (Gap 2), antara lain: Jumlah rumput laut yang diproduksi relatif lebih rendah Sistem penerapan harga ditentukan oleh pengumpul secara sepihak. Kualitas rumput laut kering rendah khususnya dalam hal kebersihan, kandungan air, dan kadar karagenan Belum diterapkannya kontrol terhadap kualitas rumput laut kering (kadar air dan kandungan karagenan) Tidak adanya ruang penyimpanan yang memadai Di antara pengumpul kecil dan pengumpul besar juga ada kesenjangan (Gap 3), antara lain : Pasokan tidak stabil dan sering dalam jumlah yang relatif rendah Pemahaman standar kualitas yang masih ditentukan secara sepihak karena belum ditetapkannya pengukuran kualitas kadar air dan karagenan Informasi pasar yang sering berubah-ubah dan memengaruhi harga penjualan oleh pengumpul kecil


Kajian Ekonomi Komoditas Rumput Laut Kabupaten Wakatobi

Pergudangan yang belum memadai untuk menampung rumput laut kering saat produksi melimpah Keterbatasan sarana transportasi untuk mengangkut bibit dalam jumlah yang relatif besar Ketidakpercayaan mengenai konsistensi harga yang ditetapkan oleh pengumpul besar Belum ada standar yang transparan dan disepakati oleh kedua belah pihak Di antara pengumpul besar dan industri juga terdapat kesenjangan (gap 4), antara lain: Ketersediaan rumput laut kering relatif fluktuatif dan tidak stabil Tidak adanya kontinuitas pasokan rumput laut kering Standar dan kualitas yang relatif masih rendah Harga pasar rumput laut dunia masih ditentukan oleh negara selain Indonesia Teknologi pemrosesan karagenan Indonesia masih kalah bersaing sehingga penetapan harga lebih mahal dari China 4.2. Pohon Masalah Berdasarkan kajian kondisi riil yang ada, terdapat berbagai permasalahan yang terjadi pada rantai nilai rumput laut di Kabupaten Wakatobi. Permasalahan yang terjadi merupakan penyebab rendahnya pendapatan pembudi daya rumput laut Kabupaten Wakatobi. Dari hasil analisis pohon masalah yang terjadi, terdapat dua persoalan utama, antara lain jumlah penjualan yang rendah dan harga rumput laut yang rendah (Gambar 4.2). Penyebab penjualan yang rendah lebih disebabkan oleh produktivitas yang rendah. Produktivitas yang rendah disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain kualitas rumput laut yang rendah, metode yang kurang baik, penanganan pascapanen yang buruk, lahan yang terbatas, dan operasional resi gudang yang belum optimal. Dari pohon masalah yang ada, pendekatan yang rasional untuk dapat dilihat lebih jauh adalah penyebab kualitas rumput laut yang rendah yang disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya penyakit ice-ice, tidak adanya kebun bibit, dan kualitas bibit yang sangat rendah (Gambar 4.3). PENDAPATAN RENDAH

JUMLAH PENJUALAN RENDAH

HARGA RENDAH

PRODUKTIVITAS RENDAH

KUALITAS RUMPUT LAUT RENDAH

TIDAK ADA KEBUN BIBIT

KUALITAS BIBIT RENDAH

Mudah stres akibat perubahan suhu & salinitas

Bibit Terbatas

Tidak ada peremajaan bibit rumput laut

Bibitnya sudah tua

Tidak ada penyuluhan/ kurangnya pendampingan Pemerintah

Bibit unggul sangat terbatas di pasar

PENYAKIT ICE-ICE

Bibit hasil kultur jaringan sangat terbatas

Butuh Keterampilan

Diversifikasi pemanfaatan varietas lain yang rendah

Butuh investasi untuk pengembangan kuljar

Petani masih ragu pasar dari varietas lain

METODE YANG KURANG BAIK

PENANGANAN PASCA PANEN BURUK

HAMA HERBIVORA

Kebersihan dan Kandungan air belum sesuai standard

Metode Budidaya Yang Terbuka & Kurang Baik Belum ada inovasi dalam metode pemeliharaan rumput laut Inovasi alat budidaya biasanya mahal membutuhkan investasi

Pengumpul tidak punya alat untuk pengukuran

Butuh tenaga dan biaya tambahan

OPERSIONAL RESI GUDANG BELUM OPTIMAL

LAHAN TERBATAS

Penggunaan lahan turun temurun

Tidak ingin membuka lahan yang lebih jauh dari desa

Keamanan dan akses untuk membersihkan

Pelaksana sistem Resi Gudang dipegang oleh Pemerintah setempat

KANDUNGAN KARAGENAN RENDAH Teknologi pengasila karagenan dengan rendemen tinggi tidak tersedia

HANYA MENJUAL RUMPUT LAUT KERING

Tidak melakukan diversifikasi produk

Membutuhkan keterampilan

Membutuhkan investasi peralatan

Butuh investasi besar

Kualitas lingkungan yang kurang baik pada areal tertentu Beberapa areal yang tidak dapat ditanami rumput laut

Keterbatasan waktu dan pemikiran dari pelaksana belum optimal

Gambar 4.2. Pohon Masalah dalam Usaha Rumput Laut Di Kabupaten Wakatobi

Akses ke modal kurang

25


26

BAB.4 Rantai Nilai

KUALITAS RUMPUT LAUT RENDAH

PENYAKIT ICE-ICE

TIDAK ADA KEBUN BIBIT

KUALITAS BIBIT RENDAH

Mudah stres akibat perubahan suhu & salinitas

Bibit terbatas

Tidak ada peremajaan bibit rumput laut

Tidak ada penyuluhan/ kurangnya pendampingan pemerintah

Bibit unggul sangat terbatas pasar

Bibitnya sudah tua

Bibit hasil kultur jaringan sangat terbatas

Butuh keterampilan

Butuh investasi untuk pengembangan kuljar

Diversifikasi pemanfaatan varietas lain yang rendah

Petani masih ragu pasar dari varietas lain

Gambar 4.3. Permasalahan Spesifik pada Kualitas Rumput Laut yang Rendah.

4.3. Fungsi Pendukung dan Regulasi Dalam rantai fungsi petani rumput laut Kabupaten Wakatobi terdapat fungsi pendukung, antara lain instansi terkait, yaitu Dinas Kelautan dan Perikanan, BAPPEDA, Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah, dan juga beberapa LSM, diantaranya WWF. Dinas Kelautan dan Perikanan mempunyai beberapa program, di antaranya bantuan peralatan budi daya, bibit, dan beberapa kegiatan yang telah dan pernah dilakukan dalam upaya peningkatan pendapatan dan kesejahteraan pembudi daya rumput laut. Badan Perencanaan Pembangunan Kabupaten Wakatobi juga mempunyai program spesifik berupa bantuan perbaikan metode budi daya rumput laut yang didukung oleh kementerian daerah tertinggal pada tahun 2015, dan beberapa kegiatan lainnya berupa peningkatan kapasitas kelompok pembudi daya rumput laut. Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah juga pernah melakukan beberapa pelatihan diversifikasi hasil olahan rumput laut untuk meningkatkan nilai tambah dari hasil panen rumput laut. Namun demikian, keberlanjutan kegiatan tersebut belum sepenuhnya berlangsung dengan baik sehingga terkesan kegiatan hanya berlangsung satu tahun tanpa keberlanjutan.


Kajian Ekonomi Komoditas Rumput Laut Kabupaten Wakatobi

Dalam fungsi pendukung untuk pengumpul terdapat pergudangan dan transportasi yang sangat berperan dalam kelancaran proses pengiriman barang ke industri rumput laut. Kabupaten Wakatobi saat ini mempunyai resi gudang khusus rumput laut yang sangat potensial. Peralatan bangunan dan kelengkapan bangunan yang sangat memadai menjadikan resi gudang harapan baru untuk meningkatkan nilai jual dan manfaat bagi pembudi daya. Namun demikian, melihat sistem pengaturan yang ada, operasional resi gudang sangat jauh dari nilai manfaat yang seharusnya. Resi gudang hanya bangunan yang belum terkelola dengan baik. Salah satu permasalahan yang ada adalah pengelolaan operasional resi gudang dipegang sepenuhnya oleh pemerintah setempat yang dipimpin oleh SEKDA Kabupaten.

4.4. Penyusunan Program Spesifik (Areal Intervensi) Dari berbagai permasalahan serius yang dijabarkan di atas, intervensi rasional yang saat ini dapat dilakukan, antara lain meningkatkan akses terhadap bibit yang berkualitas, memperbaiki metode pembudidayaan (good aquaculture practice) yang akan berdampak pada peningkatan produksi sehingga masyarakat dapat menjual rumput laut lebih banyak, yang pada akhirnya dapat meningkatkan pendapatan pembudi daya. Tujuan intervensi tersebut adalah mendorong investasi pada pengembangan kultur jaringan Kappaphycus alvarezii (Cottoni), sehingga bibit dengan kualitas yang tinggi tersedia di pasar bagi peremajaan rumput laut. Alasan intevensi ini, antara lain (1) upaya ini akan berdampak luas (diperkirakan lebih dari 1000 petani akan mengalami peningkatan kuantitas), (2) sangat mungkin untuk dilakukan karena tidak membutuhkan teknologi yang terlalu rumit dan keuntungan yang dihasilkan atraktif bagi produsen bibit. 4.5. Assesment Partner Potensial Dari hasil identifikasi potensial partner yang dapat dilakukan untuk mendukung areal intervensi antara lain : 1) BBPBL (Balai Besar Perikanan Budidaya Laut). BBPBL adalah salah satu instansi/lembaga pemerintah yang dapat menyediakan bibit kultur jaringan dengan kualitas yang sangat baik (setidaknya untuk saat ini di Indonesia). Dari hasil penelusuran, BPPBL dapat bekerja sama dalam memasok bibit kultur jaringan sesuai dengan permintaan. Kemampuan memasok bibit dalam sekali pemesanan bisa mencapai hingga 3000 kg (3 ton). Namun demikian, hal ini akan sangat bergantung pada ketersediaan bibit di lokasi pembibitan. Harga yang disepakati dalam kerja sama (dari Lampung sampai ke Wakatobi) berkisar di Rp 4000/kg basah. Pola pengiriman bibit dapat dilakukan melalui kargo GARUDA AIRLINES dengan kisaran harga pengiriman Rp 30.000/kg. Aturan pengiriman dengan menjemput langsung di bandara terdekat. (Bandara yang saat ini diketahui hanya Kendari. Belum ada info langsung untuk Wakatobi. Saat ini bibit yang tersedia adalah F20. Ketersediaan bibit F2 masih sangat terbatas dan belum dapat disalurkan kepada pembudi daya yang ada di Indonesia, khususnya di Wakatobi. Pihak BBPBL dapat menyediakan technical assistance untuk memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada pembudi daya mengenai pengembangan bibit kultur jaringan. Hal tersebut dapat dilakukan melalui pelatihan, dengan BBPBL sebagai salah satu narasumber. Narahubung untuk BBPBL adalah Ibu Emi (No WA. 08127939932).

27


28

BAB.4 Rantai Nilai

2) BUMDES. BUMDES atau Badan Usaha Milik Desa adalah rancangan kelompok usaha yang akan terlibat langsung dalam pembuatan kebun bibit dan akan berperan dalam pengembangan bibit unggul yang dipasok oleh BBPBL. Lembaga BUMDES akan bertanggung jawab untuk memelihara, mengembangkan, dan menjual bibit rumput laut unggul kepada masyarakat. Pola BUMDES yang akan dilakukan dalam mengembangkan rumput laut adalah dengan memasok rumput laut hasil kultur jaringan dari BBPBL untuk diperbanyak di satu kawasan tertentu yang disebut Kebun Bibit RumputLaut. Pihak BUMDES yang akan bertanggung jawab untuk memelihara dan mengembangkan bibit, untuk kemudian disebar ke masyarakat yang membutuhkan bibit unggul tersebut. Lokasi BUMDES akan berada di tiap desa dengan luasan tertentu. Tanggung jawab akan dipegang oleh Koordinator BUMDES yang akan bertanggung jawab kepada Kepala Desa dan pemilik modal kebun bibit.

3) Industri (Pengumpul Besar). Beberapa industri besar yang dapat dijadikan sebagai mitra potensial, antara lain PT Gumindo Perkasa Industri. Persyaratan yang diajukan oleh PT Gumindo adalah rumput laut dapat diterima di tempat (gudang Jakarta) dengan kualitas karagenan minimal 30%, kotoran 1%, dan kadar air 20-30%. Harga akan sangat bergantung pada waktu barang tiba di Jakarta dan harga terkini rumput laut kering dunia. Peluang kerja sama belum dapat dilakukan karena pihak perusahaan hanya akan menerima rumput laut kering sesuai dengan stok yang disediakan masyarakat. Kapasitas yang dapat diterima adalah 4–8 kontainer dengan kapasitas 20 ton per kontainer. Perusahaan lain yang juga sangat potensial untuk mitra kerja sama adalah PT Rahmat Bahari (narahubung: Ibu Komang, 08123644277). Perusahaan ini bergerak dalam bidang pembelian rumput laut jenis Kappahycus alvarezii (Eucheuma cottoni) dan Eucheuma spinosum. Perusahaan ini dapat menampung 400 ton dalam sekali pengiriman. Persyaratan yang diajukan adalah kualitas yang baik untuk rumput laut cottoni (karagenan 35%, kotoran 1%, dan kadar air 30%). Harga yang dijanjikan adalah harga dengan penawaran terbaik, tetapi akan sangat tergantung pada fluktuasi pasar dunia. Per akhir Februari harga cottoni bisa mencapai Rp16.000/kg kering. Dengan persyaratan di atas, perusahaan juga dapat menolerir kualitas rumput laut dengan harga yang sesuai. Perusahaan ini sangat terbuka untuk kerja sama dengan pembudi daya dengan memperhatikan pola pasar yang sudah ada di Wakatobi. Perusahaan belum mempunyai perencanaan untuk memberikan tehnical assistance dalam peningkatan kualitas dan kuantitas rumput laut. Perusahaan sangat bersedia untuk menampung seluruh rumput laut yang ada, sesuai dengan kondisi pasar dunia.

Lembaga BUMDES akan bertanggung jawab untuk memelihara, mengembangkan, dan menjual bibit rumput laut unggul kepada masyarakat. Pola BUMDES yang akan dilakukan dalam mengembangkan rumput laut adalah dengan memasok rumput laut hasil kultur jaringan dari BBPBL untuk diperbanyak di satu kawasan tertentu yang disebut Kebun Bibit RumputLaut.


Kajian Ekonomi Komoditas Rumput Laut Kabupaten Wakatobi

4.6. Aspek Gender Aspek gender sangat penting dalam pengembangan rumput laut Kabupaten Wakatobi. Dalam seluruh rangkaian kegiatan usaha rumput laut, peran perempuan sangat penting, terutama dalam penjualan, penjemuran, dan persiapan tali untuk usaha budidaya setiap kali produksi. Pada proses ini perempuan meme­ gang peranan sampai dengan 50% (Gambar 4.4.). Peran perempuan juga sangat penting walaupun hanya sebagian kecil yang tercatat, antara lain pada proses penyimpanan rumput laut setelah panen, proses pemanenan, pemeliharaan, penanaman, dan pembelian bibit. Tingginya persentase laki-laki dalam proses produksi karena proses ini memerlukan tenaga yang cukup besar untuk dapat berjalan dengan baik. Di samping itu, peranan perempuan juga sangat penting dan strategis dalam memanfaatkan sarana dan prasarana produksi rumput laut, antara lain pada penggunaan tempat penjemuran, pengaturan pelampung, dan pengaturan tali utama alat budi daya rumput laut.

Proses Produksi Penjualan Penyimpanan Penjemuran Pemanenan Pemeliharaan Penanaman Persiapan Tali Pembelian Bibit 0%

10%

20%

30%

40%

LAKI-LAKI

50%

60%

70%

80%

90%

100%

PEREMPUAN

Gambar 4.4. Pembagian Peran Laki-laki dan Perempuan dalam Proses Budi Daya Rumput Laut di Wakatobi, 2017

29



BAB V

Model Bisnis


32

BAB.5 Business Model

Petani rumput laut di Wakatobi selama ini memperoleh bibit dari petani lainnya atau dari hasil panen sebelumnya. Kondisi ini membuat produktivitas rumput laut menjadi tidak maksimal. Di sisi pemasaran, penjualan rumput laut tidak mengalami kesulitan karena pedagang pengumpul senantiasa menjemput produksi rumput laut petani. Secara skematis, kondisi di atas ditunjukkan pada Gambar 5.1.

BIBIT DARI PETANI LAINNYA/PANEN SEBELUMNYA

PETANI

PEDAGANG PENGUMPUL

Gambar 5.1. Kondisi Saat Ini Sumber Bibit dan Pemasaran Rumput Laut di Wakatobi, 2017 5.1. Pelaku Bisnis Model bisnis rumput laut yang dibangun akan memperkuat sisi budi daya, yaitu dengan memperkenalkan bibit F2, rumput laut hasil kultur jaringan dengan jenis Cottoni, dan penguatan sisi pemasaran. Bibit tersebut didatangkan dari Balai Besar Perikanan Budidaya Laut (BBPBL) Kementerian Kelautan dan Perikanan yang berada di Lampung. Badan Usaha Milik Desa (BUMDES) diharapkan memegang peran sentral dalam menggerakkan pereko­ nomian desa dengan bertindak sebagai distributor bibit sekaligus penangkar bibit. Pada mulanya, ­BUMDES murni sebagai distributor bibit dan menjualnya ke petani. Pada tahap selanjutnya, BUMDES akan menjadi penangkar bibit sehingga memerlukan kerja sama dengan petani bibit (subkontrak). ­BUMDES dalam perjalanannya akan memberikan pendampingan dan pelatihan kepada petani mengenai cara budi daya dengan bibit kultur jaringan demi memaksimalkan produksi. Di sisi pemasaran, akan dibuat suatu komitmen dari pedagang pengumpul untuk berperan sebagai quality control produksi rumput laut petani. Quality control yang dimaksud adalah proses ketika pedagang pengumpul memberikan pemahaman kepada petani untuk menjaga kadar air rumput laut dan tingkat kekotoran yang pada akhirnya akan memberikan harga yang menguntungkan bagi petani. Secara skematis, model bisnis disajikan pada Gambar 5.2.

5.2. Pendapatan Petani Rumput Laut Analisis pendapatan petani rumput laut ini berlaku untuk satu siklus atau musim tanam petani. Dalam satu tahun petani dapat menanam enam kali. Beberapa asumsi yang digunakan:

Petani rumput laut di Wakatobi selama ini memperoleh bibit dari petani lainnya atau dari hasil panen sebelumnya. Kondisi ini membuat produktivitas rumput laut menjadi tidak maksimal.


Kajian Ekonomi Komoditas Rumput Laut Kabupaten Wakatobi

Bibit F3, Training GAP, Pendapingan

BUMDES Bibit F2, TOT GAP

DISTRIBUTOR

BBPBL Rp

PEDAGANG BESAR

PETANI

Rp Rumput Laut

KEBUN BIBIT

Bibit F3 PETANI BIBIT (Subkontrak)

Rumput Laut

QC, Rp

Bibit F2, Supervisi, Rp

PENGUMPUL

Gambar 5.2. Model Bisnis Rumput Laut di Wakatobi, 2017 1. Lahan = 2,5 ha/petani 2. 1 ha=75 tali 3. Bibit = 5 kg/tali 4. 1 musim tanam = 45 hari Saat ini, pembelian bibit memakan biaya Rp 868.125 dengan biaya sarana produksi sebesar Rp 1.291.667 (Tabel 5.1). Pengenalan bibit kultur jaringan akan membuat biaya bibit meningkat menjadi Rp 4.512.500. Secara keseluruhan biaya produksi total per hektare meningkat menjadi Rp 5.804.167. Produksi rumput laut dengan kultur jaringan sebanyak 2.109 kg, dengan penerimaan mencapai Rp 25.312.500. Pendapatan dalam satu siklus mencapai Rp 10.802.083 dimana terjadi peningkatan pendapatan dari kondisi saat ini sebesar Rp 2.139.063. Dalam satu tahun, pendapatan petani dapat mencapai Rp 64.812.500, atau terjadi peningkatan pendapatan sebesar 25% dibandingkan kondisi saat ini.

Tabel 5.1. Analisis Usaha Tani Rumput Laut, Wakatobi, 2017 No 1 2 3 4 5 6 7 8 10

INPUT Beli bibit 5kg/tali, @ Rp.2315; 67000, 6 kali tanam Biaya sarana produksi Total biaya/ha Biaya per petani, (Rp), Produksi/petani, kering, kg, Harga produksi kering, Rp/kg Penerimaan produksi kering/petani, (Rp) Pendapatan produksi kering/petani Pendapatan produksi kering/petani per tahun

Kondisi Saat Ini (Rp)

Intervensi Bibit (Rp)

Kenaikan Nominal

%

868.125

4.512.500

3.644.375

420

1.291.667 2.159.792 5.399.479 1.172 12.000

1.291.667 5.804.167 14.510.417 2.109 12.000

0 3.644.375 9.110.938 937 0

0 169 169 80 0

14.062.500

25.312,500

11.250.000

80

8.663.021

10.802.083

51.978.125

64.812.500

2.139.063 12.834.375

25 25

33


BAB.5 Business Model

34

5.3. Insentif Pelaku Bisnis Harga pembelian bibit rumput laut di Lampung mencapai Rp 67.200/kg, terpaut jauh dari harga jual BBPBL yang hanya Rp 4.000/kg. Kondisi tersebut disebabkan oleh tingginya biaya transportasi dan pengemasan bibit. Dengan harga tesebut maka biaya pembelian bibit untuk satu hektare yang dikeluarkan oleh BUMDES adalah Rp 25.200.000. Dengan biaya produksi longline sebesar Rp 7.637.500 maka biaya total biaya pembibitan mencapai Rp 32.837.500 (Tabel 5.2). Dengan produksi sebesar 3.375 kg dan asumsi harga jual bibit oleh BUMDES Rp 30.000/kg, maka penerimaan dari penjualan bibit mencapai Rp 101.250.000. Setelah dikurang biaya pembibitan maka diperoleh penerimaan kotor Rp 68.412.500. Dengan prinsip bagi hasil penjualan antara BUMDES dan jasa penangkar dengan pembagian 60:40 maka keuntungan BUMDES sebesar Rp 41.047.500 dan penangkar mencapai Rp 27.365.000. Tabel 5.2. Keuntungan BUMDES dalam Model Bisnis Rumput Laut, Wakatobi, 2017 No

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

BUMDES

Nilai

Harga bibit F2 di Wakatobi, (Rp/kg) Biaya pembelian bibit, (Rp/ha) Biaya longline /Ha, (Rp/ha) Biaya modal pembibitan 1 Ha, (Rp/ha) Produksi/ha, basah, (Kg/ha) Harga jual bibit (Rp/kg) Penerimaan penjualan bibit per ha, (Rp/ha) Penerimaan Kotor BUMDES/ha, (Rp/ha), Jasa Penangkaran (40%) Keuntungan BUMDES

67.200 25.200.000 7.637.500 32.837.500 3.375 30.000 101.250.000 68.412.500 27.365.000 41.047.500

Pedagang pengumpul akan memperoleh insentif berupa kenaikan keuntungan yang mencapai 80% dibandingkan dengan kondisi saat ini (Tabel 5.3). Hal ini dicapai hanya dari peningkatan produksi rumput laut kering sebagai hasil menggunakan bibit kultur jaringan dimana harga masih diasumsikan sama dengan kondisi saat ini. Peningkatan harga akibat kualitas produksi yang lebih baik ini belum diperhitungkan, dan jika hal ini menjadi bahan pertimbangan maka keuntungan pedagang diyakini masih dapat meningkat. Tabel 5.3. Keuntungan Pedagang Pengumpul dalam Model Bisnis Rumput Laut, Wakatobi, 2017 No

1 2 3 4 5

INPUT Produksi petani kering/siklus (Kg) Harga pembelian, (Rp/kg) Keuntungan, (Rp/kg) Harga jual, (Rp/kg), Keuntungan total Pedagang Pengumpul, (Rp)

Kondisi Saat Ini (Rp)

Intervensi Bibit (Rp)

Kenaikan Nominal

%

1.172

2.109

937

80

12.000

12.000.0

0

0

1.000 13.750 1.171.875

1.000 13.750 2.109.375

0 0 937.500

0 0 80


Kajian Ekonomi Komoditas Rumput Laut Kabupaten Wakatobi

5.4. Outreach Petani Rumput Laut Petani rumput laut di Wakatobi ada 1.267 orang, dengan rataan kepemilikan lahan mencapai 2,5 ha. Pada tahun 2018, jumlah petani yang diintervensi mencapai 50% atau 634 orang (Tabel 5.4). Petani yang memperoleh informasi atau akses terhadap model bisnis ini diasumsikan 70% atau 443 orang. Sedangkan petani yang bersedia membeli bibit kultur jaringan sebanyak 25% dari yang mengakses atau 111 orang. Petani yang meningkat pendapatannya setelah menggunakan bibit kultur jaringan mencapai 80% atau sebanyak 89 orang. Tabel 5.4. Perkiraan Outreach Petani Rumput Laut, Wakatobi, 2017 No

OUTREACH PETANI

Nilai

1

Jumlah Rumah Tangga petani rumput laut (RTP)

2

Rataan luas lahan/petani (ha)

1.267

3

Total luas lahan rumput laut

4

Target jumlah patani rumput laut yang diintervensi (50%) 634

5

Jumlah petani rumput laut yg akses (70%)

443

6

Jumlah petani rumput laut yg beli bibit (25%)

111

7

Jumlah petani yg pendapatannya meningkat (80%)

89

2,5 3.168

Petani yang belum terlibat dalam model bisnis pada tahun pertama (2018) akan menjadi target intervensi pada tahun berikutnya. Dalam kurun waktu 2019-2020, asumsi petani yang diintervensi, petani yang memperoleh informasi, petani yang membeli bibit, dan petani yang meningkat pendapatannya sama dengan tahun 2018 (Tabel 5.5). Namun pada tahun 2021, besaran asumsi tersebut meningkat, dimana petani yang diintervensi dan petani yang memperoleh informasi menjadi 100%. Sedangkan petani yang membeli pada tahun 2021 meningkat menjadi 95% dan petani yang meningkat pendapatannya menjadi 90%. Peningkatan besaran asumsi tersebut didasarkan pada semakin banyaknya petani yang mendapatkan informasi tentang model bisnis yang dijalankan. Oleh karena itu, semakin banyak pula petani yang ingin melibatkan diri dalam model bisnis ini. Petani yang menjadi target pada tahun 2021 sebanyak 986 orang, dan diharapkan jumlah tersebut mendapat akses penuh ke model bisnis ini. Dengan asumsi bahwa 95% petani bersedia membeli bibit rumput laut kultur jaringan atau sebanyak 937 orang, dan dari jumlah itu sebanyak 90% atau 843 orang meningkat pendapatannya atau. Pada akhir tahun intervensi, yaitu 2021, jumlah petani rumput laut yang meningkat pendapatannya secara keseluruhan sejak tahun 2018 sebanyak 1124 RTP atau tingkat keberhasilan mencapai 89%.

Pada akhir tahun intervensi, yaitu 2021, jumlah petani rumput laut yang meningkat pendapatannya secara keseluruhan sejak tahun 2018 sebanyak 1124 RTP atau tingkat keberhasilan mencapai 89%.

35


36

BAB.5 Business Model

Tabel 5.5. Strategi Scale Up Outreach Petani Rumput Laut, Wakatobi, 2017 Uraian (2018-2020); [2021]

Target Petani Petani yang diintervensi (50%), [100%] Petani yang memperoleh informasi (70%); [100%] Petani yang membeli (25%); [95%] Petani yang meningkat pendapatannya (80%); [90%]

Tahun (RTP) 2018

2019

2020

2021

1267 634

1178 589

1096 548

986 986

443 111

412 103

548 137

986 937

89

82

110

843

5.5. Demoplot dan Peran Pelaku Bisnis Sebelum model bisnis dijalankan maka terlebih dahulu dilaksanakan demoplot penanaman rumput laut dengan bibit kultur jaringan. Demoplot ini diprakarsai oleh BUMDES sebagai calon distributor dan penangkar bibit. Namun demikian, dalam pelaksanaannya melibatkan beberapa pelaku bisnis lainnya. Peran yang dilakukan oleh BUMDES adalah menyiapkan bibit F2 untuk petani penangkar, melakukan supervisi penangkaran, memberikan pelatihan petani demoplot, dan memberikan diskon produk F2. Pemerintah Daerah dapat memberikan kontribusi pada demoplot ini dalam bentuk menyiapkan alat dan sarana budi daya rumput laut. Secara ringkas, peran pelaku pasar dalam demoplot ini diperlihatkan pada Tabel 5.6. Dalam rangkaian demoplot tersebut, kegiatan lainnya yang dapat menunjang keberhasilan demoplot adalah training dan penyiapan materi promosi. Kegiatan training dalam rangka memberikan pemahaman kepada petani mengenai cara budi daya yang baik dimana produsen bibit, yaitu BBPBL akan menyiapkan materi training. Peran BUMDES dalam pelatihan ini lebih pada terselenggaranya pelatihan tersebut dan memberikan pendampingan pada petani. Sedangkan materi promosi yang dipersiapkan oleh BBPBL akan disebarluaskan oleh BUMDES kepada semua petani yang menjadi target intervensi.

Sebelum model bisnis dijalankan maka terlebih dahulu dilaksanakan demoplot penanaman rumput laut dengan bibit kultur jaringan. Demoplot ini diprakarsai oleh BUMDES sebagai calon distributor dan penangkar bibit. Namun demikian, dalam pelaksanaannya melibatkan beberapa pelaku bisnis lainnya.


l

Materi promosi

Training

Menyediakan Bibit F2

Demoplot

Menyiapkan materi promosi informasi

Penyebar luasan

Pendamping­ an Petani RL

Pelatihan dan

Menyiapkan bibit F2 untuk Petani Penangkar Melakukan Supervisi Penangkaran Pelatihan Petani DEMOPLOT Diskon Produk F3

Menyiapkan materi training TOT GAP

BUMDES

BBPBL

Kegiatan

Mengikuti arahan teknis penggunaan bibit F2

Berpartisipasi dalam training

Menyiapkan lahan dan tenaga kerja Memproduksi Bibit F3

Petani Bibit

Berpartisipasi dalam training

Menyiapkan lahan dan tenaga kerja Membudida­ yakan RL F2

Petani Rumput Laut

Biaya cetak

Memperbanyak materi training Akses pada Fasilitas Training

Menyiapkan alat/ sarana budi daya

PEMDA

Tabel 5.6. Peran Pelaku Dalam Demoplot Rumput Laut di Wakatobi,2017

Menyedia­ kan Tenaga Agronomis

Pedagang Besar

Berkontribusi pada Pelaksanaan Pelatihan

Memfasilitasi akses ke BBPBL

Mengidentifikasi BumDES dan Petani DEMOPLOT

NSLIC

Kajian Ekonomi Komoditas Rumput Laut Kabupaten Wakatobi 37


38

BAB.5 Business Model

Setelah demoplot berjalan dan menunjukkan hasil yang baik maka model ini dapat dijalankan dengan melibatkan pelaku bisnis. Keterlibatan pelaku dalam model bisnis akan menentukan keberhasilan pengembangan rumput laut di Wakatobi. Pihak BBPBL sebagai produsen bibit akan menyediakan bibit kultur jaringan dan membantu pengirimannya serta berperan dalam peningkatan kapasitas agen. Pihak BUMDES yang bertindak sebagai penangkar akan mengembangkan kebun bibit dan bekerja sama dengan petani penangkar. Selain itu, BUMDES akan melakukan promosi penggunaan bibit, mendistribusikan bibit, dan berupaya untuk meningkatkan pengetahuan petani. Pengumpul akan melaksanakan fungsi quality control, dimana kapasitas untuk hal itu akan diberikan oleh pedagang besar. Pedagang besar mempunyai kepentingan terhadap peran pedagang pengumpul sebagai quality control, dimana jika hal ini dapat berjalan maka pedagang besar akan mendapat rumput laut de­ ngan kriteria yang diinginkan sekaligus dapat mengurangi perlakuan terhadap rumput laut yang dibeli dari pedagang pengumpul. Peran setiap pelaku dalam model bisnis secara lengkap disajikan pada Tabel 5.7.

Tabel 5.7. Peran Pelaku Model Bisnis Rumput Laut di Wakatobi, 2017 BBPBL

Menyediakan Bibit Kuljar dan Membantu pengiriman Meningkatkan Kapasitas Agen

Penangkar Pedagang Petani Pengumpul (BUMDES) Besar Menyediakan Bibit Kuljar dan Membantu pengiriman Meningkatkan Kapasitas Agen

Menyediakan Bibit Kuljar dan Membantu pengiriman Meningkatkan Kapasitas Agen

Menyediakan Bibit Kuljar dan Membantu pengiriman Meningkatkan Kapasitas Agen

Menyediakan Bibit Kuljar dan Membantu pengiriman Meningkatkan Kapasitas Agen

Setelah demoplot berjalan dan menunjukkan hasil yang baik maka model ini dapat dijalankan dengan melibatkan pelaku bisnis. Keterlibatan pelaku dalam model bisnis akan menentukan keberhasilan pengembangan rumput laut di Wakatobi.


Kajian Ekonomi Komoditas Rumput Laut Kabupaten Wakatobi

Photo: NSLIC/NSELRED



BAB VI

Kesimpulan Dan Rekomendasi


42

BAB.6 Kesimpulan Dan Rekomendasi

6.1. Kesimpulan 1. Peluang bisnis usaha rumput laut Kabupaten Wakatobi sangat potensial, dilihat dari potensi konsumsi sebesar 11.940 ton sementara produksi 1.948 ton pada tahun 2016. 2. Rantai nilai rumput laut Kabupaten Wakatobi melibatkan empat komponen penting, antara lain pemasok bibit, petani rumput laut, pengumpul kecil, pengumpul besar, dan industri rumput laut. Tiap komponen mempunyai gap tersendiri yang memerlukan pendekatan strategis untuk penyelesaiannya. 3. Permasalahan penting yang terjadi dalam rantai nilai antara pemasok bibit dan petani rumput laut adalah kualitas dan kuantitas bibit yang masih rendah. 4. Intervensi dalam pengembangan bisnis rumput laut Wakatobi dilakukan dengan tujuan mendorong investasi pada pengembangan kultur jaringan (Kappahycus alvarezii) sehingga bibit dengan kualitas tinggi dapat tersedia di pasar bagi peremajaan rumput laut. 5. Area intervensi dalam pengembangan rumput laut Wakatobi adalah perluasan akses petani terhadap bibit berkualitas yang akan meningkatkan produksi, dan pada akhirnya dapat meningkatkan pendapatan pembudi daya rumput laut. 6.2. Rekomendasi 1. Pengembangan ekonomi rumput laut dengan memperkenalkan bibit berkualitas hasil kultur jaringan jenis cottoni. 2. Demoplot penanaman bibit kultur jaringan perlu segera dilakukan. 3. Perlunya peningkatan kapasitas pembudi daya dalam pengembangan bibit dengan kualitas yang unggul, penerapan metode budi daya yang baik, dan pengelolaan pascapanen yang benar untuk menjaga kualitas rumput laut. 4. Badan Usaha Milik Desa yang akan menjadi distributor dan penangkar bibit perlu dinilai kelayakannya. 5. Perlu perbaikan pengelolaan resi gudang dalam mendukung pengembangan model bisnis rumput laut yang baik.

Photo: NSLIC/NSELRED


Kajian Ekonomi Komoditas Rumput Laut Kabupaten Wakatobi

Photo: NSLIC/NSELRED


44

Kajian Ekonomi Komoditas Jagung Provinsi Gorontalo


Kajian Ekonomi Komoditas Rumput Laut Kabupaten Wakatobi

Daftar Pustaka BPPP Kemendag. 2017. bppp.kemendag.go.id/media.content/2017/08/

Isi-BRIK-Rumput-Laut.Pdf

Dirjen Perikanan Budidaya KKP. 2017. Presentasi Dirjen Perikanan Budidaya Kemen K-P-acara-outlock-periakan-2017, KKP. http://databoks.katadata.co.id/datapublish/2016/09/64/produksi-rumput-laut- naik-45-persen http://suhana.web.id/2017/09/12/peta-perdagangan-rumput-laut-dunia-2016/

45


NSLIC/NSELRED Project: World Trade Center (WTC) 5, 10th floor Jl. Jenderal Sudirman Kav. 29-31 Jakarta 12920, Indonesia Tel: +62 21 5262282, +62 21 526 8668 www.nslic.or.id

NSLIC Project

@NslicNselred


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.