KAJIAN EKONOMI
KOMODITAS PERIKANAN KOTA BAUBAU
BAB 1. PENDAHULUAN
Kajian Ekonomi Komoditas Perikanan Kota Baubau
KAJIAN EKONOMI KOMODITAS PERIKANAN KOTA BAUBAU
Š 2018 National Support for Local Investment Climates/ National Support for Enhancing Local and Regional Economic Development (NSLIC/NSELRED) World Trade Center (WTC) 5 Building, 10th Floor Jl. Jenderal Sudirman Kav. 29-31 Jakarta 12920, Indonesia Telephone: +62 21 5262282, +62 21 5268668 www.nslic.or.id Proyek Dukungan Nasional untuk Peningkatan Iklim Investasi Daerah/Dukungan Nasional untuk Pengembangan Ekonomi Lokal dan Regional atau National Support for Local Investment Climates/National Support for Enhancing Local and Regional Economic Development (NSLIC/NSELRED) adalah kemitraan antara Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas dan Pemerintah Kanada melalui Global Affairs Canada (GAC). Proyek yang didanai oleh GAC dan dikelola oleh CowaterSogema International Inc. ini dilaksanakan di 10 kota/kabupaten di Provinsi Gorontalo dan Sulawesi Tenggara mulai 2016 hingga 2022. Melalui program Responsive Innovation Fund (RIF), NSLIC/NSELRED juga mendukung pemerintah pusat dan daerah untuk menciptakan inovasi pembangunan ekonomi daerah di 18 kabupaten dari 39 Kawasan Perdesaan Prioritas Nasional (KPPN) yang menjadi wilayah target nasional untuk Pusat Pertumbuhan Peningkatan Keterkaitan Kota-Desa sesuai dengan RPJMN 2015-2019.
Daftar Singkatan ABF
Air Blast Freezing
BAPPEDA
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
BAPPENAS
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
BPS
Badan Pusat Statistik
CS FAO
Cold Storage Food and Agriculture Organization of the United Nations
DKP
Dinas Kelautan dan Perikanan
FGD
Focus Group Discussion
KK
Kepala Keluarga
LSM
Lembaga Swadaya Masyarakat
NSLIC/NSELRED National Support for Local Investment Climates/National Support for Enhancing Local and Regional Economic Development PAD
Pendapatan Asli Daerah
PDRB
Pendapatan Domestik Regional Bruto
Kajian Ekonomi Komoditas Perikanan Kota Baubau
5
Daftar Isi DAFTAR SINGKATAN KATA PENGANTAR EXECUTIVE SUMMARY BAB I PENDAHULUAN
15
1.1. Latar Belakang
16
1.2. Tujuan Kajian
17
1.3. Metodologi
17
BAB II. GAMBARAN INDUSTRI PERIKANAN TANGKAP
23
2.1. Profil Komoditas Perikanan Tangkap
24
2.2. Konteks Internasional
25
2.2.1. Produksi Komoditas Perikanan Tangkap Dunia
25
2.2.2. Konsumsi Komoditas Perikanan Tangkap Dunia
26
2.2.3. Perdagangan Komoditas Perikanan Tangkap Dunia
26
2.3. Konteks Indonesia
27
2.3.1. Produksi Komoditas Perikanan Tangkap Nasional
27
2.3.2. Konsumsi Komoditas Perikanan Tangkap Nasional
28
2.4. Konteks Sulawesi Tenggara dan Kota Baubau
30
BAB III. RANTAI NILAI PERIKANAN TANGKAP DI KOTA BAUBAU
35
3.1. Gambaran Umum.
36
3.2. Aktor Utama dalam Rantai Nilai Perikanan laut di Kota Baubau
37
3.2.1. Rumah Tangga Nelayan di Kota Baubau
37
3.2.2. Nelayan
37
3.2.3. Pedagang Pengumpul Ikan
39
3.2.4. Jasa Pengembangan Usaha dan Pendampingan.
40
3.2.5. Penjual Ikan
41
3.2.6. Usaha Pengolah Ikan
6
5 9 11
41
3.3. Layanan Pendukung
42
3.3.1. Layanan Input
42
3.3.2. Akses Keuangan
43
3.3.3. Informasi Pasar
44
3.3.4. Jasa Pengembangan Usaha dan Pendampingan
45
3.3.5. Infrastruktur dan Transportasi
45
Kajian Ekonomi Komoditas Perikanan Kota Baubau
3.4. Aturan dan Lingkunan Kebijakan yang Mendukung
46
3.4.1. Kebijakan dan Perijianan
46
3.4.2. Program Pemerintah Terkait
48
3.5. Analisa Gender dalam Rantai Nilai Perikanan
49
BAB IV. ANALISIS DAN STRATEGI PENGEMBANGAN
53
4.1. Potensi Pasar
54
4.2. Akar Masalah Untuk Pengembangan
55
4.2. Visi Perubahan
56
4.3. Pilihan Intervensi
57
DAFTAR PUSTAKA
65
DAFTAR TABEL Tabel 1.1. Distribusi Responden Aktor Utama di Rantai Nilai Komoditas
19
Perikanan Tangkap di Kota Baubau Tabel 1.2. Tahapan dan Hasil Kegiatan
20
Tabel 2.1. Estimasi Potensi Sumber Daya Ikan pada Sebelas Wilayah
24
Pengelolaan Perikanan Tabel 2.2. Neraca Perdagangan Komoditas Ikan 10 Negara Tertinggi di Dunia
26
Tabel 2.3. Nilai Ekspor Komoditas Utama Tahun 2012-2017 (dalam juta US$)
27
Tabel 2.4. Konsumsi Ikan dan Kebutuhan Ikan Tahun 2012-2017
29
Tabel 2.5. Penyediaan Ikan Untuk Konsumsi, Angka Ikan Dan Ketersediaan Nutrisi
29
Dari Ikan Perkapita Tahun 2010-2014 Tabel 2.6. Produksi Perikanan Tangkap Sulawesi Tenggara Tahun 2014 dan 2015
30
Tabel 3.1. Distribusi sebaran RTP berdasarkan Kecamatan Tahun 2018*
37
Tabel 3.2. Biaya Yang Dikeluarkan Dalam Satu Kali Pelayaran
39
Tabel 3.3. Reformasi Tatakelola Usaha Perikanan Tangkap
47
Tabel 3.4. Bentuk Perbaikan Pelayanan Perizinan Usaha Perikanan Tangkap
47
Tabel 3.5. Analisis Gender dalam Rantai Nilai Perikanan Tangkap
50
DAFTAR GAMBAR Gambar 1.1. Kerangka Pemikiran Rantai Nilai dan Iklim Usaha
17
Gambar 2.1. Produksi Ikan Tangkap Dunia Tahun 2014
28
Gambar 2.2. Produksi Perikanan Nasional Tahun 2014-2016 (juta ton)
26
Gambar 2.3. Jumlah Hasil Tangkapan Ikan di Kota Baubau
32
Gambar 3.1. Rantai nilai perikanan tangkap Kota Baubau
36
Gambar 3.2. Kalender Musim dan Harga Ikan di Tingkat Nelayan di Kota Baubau
38
Gambar 4.1. Pohon Masalah Perikanan tangkap kotaBaubau
56
Gambar 4.3. Model Bisnis Usaha Ikan Loin
63
Gambar 4.5. Model Bisnis Layanan Pelatihan Penanganan Ikan Pasca Tangkap
59
Kajian Ekonomi Komoditas Perikanan Kota Baubau
7
Kata Pengantar Kajian Ekonomi terhadap potensi pengembangan perikanan di Kota Baubau, Provinsi Sulawesi Tenggara ini merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh proyek National Support for Local Investment Climates/National Support for Enhancing Local and Regional Economic Development (NSLIC/NSELRED) untuk mengidentifikasi sejauh mana potensi komoditas perikanan di Provinsi Sulawesi Tenggara dalam mendukung pengembangan ekonomi di provinsi tersebut. Kajian Ekonomi ini merupakan hasil survei yang dilakukan pada September hingga Oktober 2018 dan menunjukkan kondisi awal atau baseline komoditas perikanan di Kota Baubau. Hasil survei ini juga merupakan fondasi bagi proyek untuk menentukan langkah selanjutnya guna meningkatkan potensi komoditas perikanan di Kota Baubau. Selaku pimpinan proyek, Kami ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada tim konsultan, para pihak dan semua kontributor yang telah berhasil memberikan informasi dasar mengenai potensi komoditas perikanan di Kota Baubau. Besar harapan Kami bahwa hasil survei ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang terkait dengan pemberdayaan komoditas perikanan, baik yang berada di Indonesia maupun di luar negeri.
Dr. Rino A. Sa’danoer Direktur Proyek
Kajian Ekonomi Komoditas Perikanan Kota Baubau
9
Executive Summary Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia dan produsen ikan terbesar di Asia Tenggara. Pada tahun 2010, Indonesia menyumbang sekitar 10,8 juta MT atau 35% dari produksi ikan di kawasan Asia Tenggara. Indonesia juga termasuk produsen tuna utama, bersama dengan Jepang, Taiwan, Cina, Spanyol dan Korea. Sektor perikanan menyumbang 19,2% PDB negara dan menyediakan lapangan kerja serta mata pencaharian bagi lebih dari 3,5 juta orang. Sekitar 60% orang Indonesia tinggal di atau dekat garis pantai, dan dua pertiga kota di Indonesia terletak dalam zona pesisir. Wilayah pesisir umumnya bercirikan pembangunan yang berlebihan dan eksploitasi, dan ini telah memberi tekanan luar biasa pada sumber daya laut negara itu. Indonesia adalah negara produsen ikan terbesar kedua di dunia setelah Tiongkok. Meskipun demikian, tidak semua wilayah di Indonesia merupakan basis penghasil ikan. Hal tersebut ditinjau dari formula Location Quotients (LQ) membandingkan kontribusi sektor perikanan di setiap Provinsi dengan kontribusi sektor perikanan di tingkat nasional. Berdasarkan hasil perhitungan diketahui bahwa Provinsi yang menduduki ranking 10 besar sebagai Provinsi penghasil produksi perikanan terbesar di Indonesia berturut-turut adalah Provinsi Maluku, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Barat, Gorontalo, Maluku Utara, Bengkulu, Sulawesi Utara, Lampung, Sulawesi Selatan dan Kalimantan Utara. Secara keseluruhan, ada penurunan produksi perikanan tangkap di Sulawesi Tenggara dari 150.589 ton pada tahun 2014 menjadi 143.850 ton pada tahun 2015. Kegiatan nelayan di Kota Baubau yang tidak optimal dan rendahnya target yang diharapkan setidaknya disebabkan oleh dua faktor. Faktor pertama, sebagian kapal tidak beroperasi karena izin operasional kapal yang tidak keluar sehingga nelayan tidak bisa melaut. Faktor kedua, pendapatan nelayan tidak optimal karena harga ikan yang rendah. Hal ini disebabkan oleh menurunnya kualitas ikan hasil tangkapan karena banyak ikan yang rusak selama penangkapan dan rusak di atas kapal. Berdasarkan hasil wawancara dan validasi selama FGD dengan para pemilik kapal, diketahui bahwa rata-rata ikan yang rusak di kapal mencapai 25 -35%. Dari studi rantai nilai yang dilakukan, maka vision of changes yang ditawarkan pada fungsi utama (di tingkat rantai nilai) komoditas perikanan dan pada fungsi pendukung adalah sebagai berikut;
Kajian Ekonomi Komoditas Perikanan Kota Baubau
11
Executive Summary Pada fungsi utama: (1) Meningkatkan kemampuan nelayan untuk mendapatkan pengetahuan dan akses pakan ikan; (2) Mengakses layanan perizinan kapal, dan; (3) Meningkatkan kualitas hasil tangkapan dan pasar alternatif. Pada fungsi pendukung: (1) Layanan untuk mendapatkan umpan; (2) Layanan teknis penangkapan dan pengelolaan ikan untuk peningkatan kualitas hasil tangkapan; (3) Layanan akses pasar alternatif; (4) Pendampingan pelayanan kemudahan perizinan terutama perizinan online. Pada fungsi regulasi/lingkungan yang mendukung: (1) Kemudahan akses dan dukungan kemudahan perizinan kapal; (2) Dukungan program pendampingan peningkatan kualitas produksi. Pilihan Intervensi yang dapat dilakukan adalah INTERVENSI 1: Peningkatan hasil tangkapan ikan melalui penyedia input pakan ikan. INTERVENSI 2: Kualitas hasil tangkapan melalui kerjasama dengan penyedia pelatihan dan penyedia es; INTERVENSI 3: Layanan pendampingan jasa perizinan dan kemudahan pelayanan perizinan; INTERVENSI 4: Akses pasar alternatif.
12
Kajian Ekonomi Komoditas Perikanan Kota Baubau
Photo: NSLIC/NSELRED
BAB 1. Pendahuluan
Bab 1. Pendahuluan
1.1. Latar Belakang Proyek National Support for Local Investment Climates/National Support for Enhancing Local and Regional Economic Development (NSLIC/NSELRED) adalah proyek kerjasama antara Pemerintah Indonesia melalui Kementerian PPN/Bappenas dan Pemerintah Kanada melalui Global Affairs Canada (GAC) dengan fokus pada perbaikan iklim usaha bagi Koperasi dan UMKM dan memperkuat kapasitas Pemerintah Daerah dalam pembangunan ekonomi lokal dan regional. Proyek ini bertujuan memberikan penguatan kepada para pihak di lima kota/kabupaten di Provinsi Sulawesi Tenggara untuk penguatan pengembangan ekonomi khususnya usaha mikro, kecil dan menengah serta koperasi yang pada akhirnya diharapkan dapat memberikan peningkatan lapangan kerja dan pendapatan masyarakat baik perempuan maupun laki-laki. Salah satu kota/kabupaten yang menjadi lokasi kerja proyek ini adalah Kota Baubau. Pada tahapan awal telah dilakukan assesment penentuan komoditi unggulan dengan melibatkan para pihak terkait pengembangan ekonomi di Kota Baubau. Pilihan komoditas merupakan hasil workshop yang dilaksanakan antara NSLIC/NSELRED dan Pemerintah Kota Baubau. Kota Baubau merupakan salah satu kota di Provinsi Sulawesi Tenggara yang terletak di pusat Pulau Buton yang sebagian besar wilayahnya dikelilingi oleh laut meskipun secara kewilayahan Kota Baubau hanya memiliki luas wilayah lautan sebesar 200 mil. Namun demikian, potensi perikanan khususnya perikanan tangkap masih sangat menjanjikan. Selain dari hasil tangkapan nelayan lokal, potensi perikanan di Kota Baubau juga didukung oleh potensi perikanan yang berasal dari daerah sekitar (khususnya Kabupaten Buton dan Buton Selatan) yang terakumulasi di Kota Baubau baik untuk memenuhi kebutuhan masyarakat lokal, regional, nasional maupun untuk kebutuhan ekspor. Berdasarkan penentuan komoditi unggulan di Kota Baubau yaitu Cakalang, Tuna, Tongkol dan Layang (CTTL). Hal ini ditunjukkan dengan hasil analisis Location Quotients (LQ) tahun 2018 dimana masingmasing komoditas tersebut mendapatkan LQ > 1, bahkan LQ ikan Cakalang menyentuh angka 2,22 (Cetak Biru Pengembangan Sektor Perikanan Kota Baubau, 2018). Selain itu, Ikan CTTL di Kota Baubau tidak hanya dikonsumsi dalam bentuk segar tetapi juga diolah menjadi berbagai jenis produk lainnya seperti ikan asap, ikan bakar, abon dan bakso dengan pemasaran dalam lingkup Kota Baubau dan sekitarnya. Laporan penelitian ini adalah hasil kajian pada komoditas perikanan tangkap di Kota Baubau. Untuk mendukung pengembangan komoditas unggulan tersebut, Proyek NSLIC/NSELRED telah melakukan kajian analisis rantai nilai (value chain analysis). Pendekatan rantai nilai dapat membantu pengembangan produktivitas dari sebuah sektor/subsektor, dimana semua pelaku rantai nilai bisa mendapatkan manfaat dari penguatan sektor/subsektor tersebut. Dengan demikian, pendekatan ini akan memberikan kontribusi bagi pengurangan kemiskinan melalui penciptaan lapangan kerja dan nilai tambah. Laporan ini memuat hasil analisis rantai nilai komoditas perikanan tangkap di Kota Baubau, Provinsi Sulawesi Tenggara yang secara rinci menguraikan potensi, peluang, hambatan, pelaku utama dan lingkungan pendukung serta rekomendasi strategi intervensi untuk pengembangan ke depan.
16
Kajian Ekonomi Komoditas Perikanan Kota Baubau
1.2. Tujuan Kajian Tujuan umum kajian ini adalah memfasilitasi kajian rantai nilai ikan Tuna, Tongkol, Cakalang dan Layang serta perencanaan bisnis yang ramah lingkungan dan berbasis pasar di Kota Baubau. Sedangkan tujuan khusus kajian ini adalah: Memetakan para pelaku yang terlibat dalam rantai nilai pengolahan ikan; Melakukan analisis pasar dan pesaing; Mengidentifikasi hambatan dan tantangan dalam pengolahan ikan; Mengidentifikasi mitra potensial; Identifikasi dan penilaian solusi berbasis pasar; Identifikasi intervensi program yang sesuai. 1.3. Metode Kajian Pendekatan yang digunakan dalam kajian rantai nilai untuk komoditas perikanan tangkap di Kota Baubau, Provinsi Sulawesi Tenggara adalah menggunakan kerangka pemikiran sebagaimana pada gambar 1.1. di bawah ini:
PARA PELAKU/ AKTOR
FUNGSI PENDUKUNG Informasi
Litbang
Keterampilan & Kapasitas
Koordinasi
Menginformasikan & Mengkomunikasikan
Infrastruktur
Layanan Terkait
Pemerintah
Pelaku Swasta
DEMAND - SUPPLY Jejaring Informasi
Aturan Informasi & Normanorma
Menetapkan & Menegakkan aturan
Regulasi
Kadin, Asosiasi
Undangundang
Standard ATURAN
LSM atau lembaga nonprofit lainnya
Gambar 1.1. Kerangka Pemikiran Rantai Nilai dan Iklim Usaha Gambar 1.1. memperlihatkan secara jelas bagaimana rantai nilai sebuah komoditas dan bagaimana rantai nilai komoditas tersebut dipengaruhi oleh banyak faktor dari fungsi pendukung, regulasi dan stakeholders. Gambar 1.1. memperlihatkan bahwa untuk melakukan penguatan rantai nilai sebuah komoditas, diperlukan gambaran menyeluruh mengenai: Kegiatan kunci dan para pelaku utama rantai nilai; Hambatan dan peluang yang dihadapi para pelaku utama dalam menciptakan nilai tambah; Lembaga dan pihak pendukung pengembangan komoditas; Alternatif sumber daya yang potensial guna mendukung penciptaan efisiensi bagi pelaku usaha yang terlibat dalam rantai nilai suatu komoditas.
Kajian Ekonomi Komoditas Perikanan Kota Baubau
17
BAB 1. PENDAHULUAN
Selain itu, kegiatan dunia usaha juga selalu dipengaruhi oleh: — Regulasi dan perundang-undangan umum maupun sektoral; — Ketersediaan dan efisiensi pelayanan umum dan pembangunan oleh pemerintah; — Efektivitas organisasi perusahaan dan asosiasi dunia usaha. Guna mencapai tujuan di atas, rangkaian kegiatan yang telah dilaksanakan meliputi tahap persiapan, pengumpulan data, analisis dan penyusunan laporan. Penelitian ini dilakukan dalam kurun waktu enam bulan yaitu dimulai bulan April hingga Oktober 2018. Data yang digunakan dalam kajian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil kuesioner dan wawancara dengan berbagai pihak yang terkait dalam rantai nilai perikanan tangkap Kota Baubau. Sedangkan data sekunder diperoleh dari berbagai dokumen tertulis yang berhubungan dengan kajian perikanan tangkap. Wawancara dilakukan kepada aktor utama yang terlibat dalam rantai nilai perikanan tangkap yang terdiri dari pemilik kapal, nelayan, pedagang pengumpul, papalele, pedagang ikan di pasar dan industri pengolahan ikan. Selain itu, juga dilakukan wawancara kepada penyedia layanan pendukung di rantai nilai seperti pabrik es, pengelola bengkel kapal, lembaga keuangan, syahbandar dan pengelola Tempat Pelelangan Ikan (TPI). Selain itu, wawancara dilakukan juga kepada lembaga/instansi yang terlibat langsung ataupun tidak langsung dalam rantai nilai perikanan tangkap yang terdiri dari; Dinas Kelautan dan Perikanan; Dinas Perdagangan dan Perindustrian; Dinas Penanaman Modal dan PTSP; Dinas Koperasi dan UMKM.
Photo: NSLIC/NSELRED
18
Kajian Ekonomi Komoditas Perikanan Kota Baubau
Tabel 1.1. Distribusi Responden Aktor Utama di Rantai Nilai Komoditas Perikanan Tangkap di Kota Baubau No
Pelaku Usaha
Jumlah
1
Kelompok Nelayan
10
2
Pemilik Kapal Individu
10
3
Pengumpul 1 (membiayai operasional kapal)
4
4
Pengumpul 2 (PT)
3
5
Pengusaha ikan asap
2
6
Kuliner Ikan Bakar
2
7
Pengusaha bakso dan abon ikan
2
8
Papalele
4
9
Penjual Ikan di Pasar
4
10
Pengusaha Es
2
11
Pengelola Bengkel Kapal
2
12
SPBN
1
13
Syahbandar
1
14
Pengelola TPI
3
15
Dinas Perikanan dan Kelautan
16
Dinas Penanaman Modal dan PTSP
1
17
Dinas Perdagangan dan Perindustrian
1
18
Dinas Koperasi dan UMKM
1
Koperasi
1
BRI
1
21
BNI
1
22
MANDIRI
1
23
BPD
1
Jumlah Responden
60
19 20
2
Kajian Ekonomi Komoditas Perikanan Kota Baubau
19
BAB 1. PENDAHULUAN
Photo: NSLIC/NSELRED Adapun tahapan dan hasil kegiatan disajikan pada Tabel 1.2. berikut: Tabel 1.2. Tahapan dan Hasil Kegiatan No
Kegiatan
Hasil
Pertemuan Tim Riset/Kajian
Penentuan komoditas unggulan Peserta paham instrumen kajian Peserta menyepakati pembagian tugas dan waktu penyelesaian kajian
2
Pengumpulan Data
Terkumpulnya informasi hasil survey dengan menggunakan kuesioner Adanya hasil pemetaan rantai nilai dengan pelaku usaha melalui FGD
3
FGD Identifikasi dan Perumusan Hambatan Bersama Para Pelaku
Adanya klarifikasi dan masukan dari berbagai pihak/pelaku terhadap identifikasi dan perumusan hambatan
4
Pertemuan Penyusunan Draf Desain Program
Tersusunnya draf desain program berdasarkan hasil kajian rantai nilai perikanan tangkap
5
FGD Pembahasan draf desain program pengembangan rantai nilai perikanan tangkap
Adanya masukan dan klarifikasi atas draf desain rantai nilai perikanan tangkapdan pengukuran dampak
6
Pertemuan Tim Kajian penyusunan perbaikan draf desain program
Tersusunnya desain final program
7
Seminar hasil desain program
Terpublikasinya desain program pengembangan perikanan tangkap kepada para pihak terkait;
8
Penyusunan Laporan Akhir RN perikanan tangkap
Tersusunnya Laporan akhir Rantai Nilai perikanan tangkap
1
20
Kajian Ekonomi Komoditas Perikanan Kota Baubau
Photo: NSLIC/NSELRED
BAB 2. Gambaran Industri Perikanan Tangkap
BAB 2. Gambaran Industri Perikanan Tangkap
2.1. Profil Komoditas Perikanan Tangkap Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia dengan luas perairan mencapai 5.877.879 km2. Dengan wilayah perairan yang begitu luas, Indonesia memiliki potensi sumber daya perikanan dan kelautan yang cukup besar pula. Potensi lestari sumber daya ikan atau Maximum Sustainable Yield (MSY) di perairan laut Indonesia sebesar 6,5 juta ton/tahun dengan jumlah tangkapan yang diperbolehkan sebesar 5,2 juta ton/tahun (80% dari MSY). Kondisi ini diharapkan mampu menempatkan perikanan sebagai salah satu sektor ekonomi yang mempunyai potensi besar bagi pertumbuhan perekonomian Indonesia. Tabel 2.1 Estimasi Potensi Sumber Daya Ikan pada Sebelas Wilayah Pengelolaan Perikanan Wilayah Selat Malaka Samudra Hindia Sumatera Bagian Barat Samudera Hindia Bagian Selatan Jawa Selat Karimata Laut Jawa Selat Makassar Laut Banda Teluk Tomini Laut Sulawesi Laut Papua Laut Aru
Kegiatan
176.000 565.200 491.700 1.059.000 836.500 929.700 278.000 595.600 333.600 299.100 855.500 6.419.900
Total Sumber: KKP (2018)
Berdasarkan data dari KKP (2018), pada triwulan ke III tahun 2017 pertumbuhan PDB perikanan Indonesia mencapai 6,79% lebih tinggi dari pertumbuhan PDB nasional yang hanya bertumbuh sebesar 5,03%. Selain itu, total produksi perikanan nasional pada triwulan ke III tahun 2017 sebesar 23,26 juta ton terdiri dari perikanan tangkap 6,04 juta ton dan perikanan budidaya 17,22 juta ton yang didukung oleh tingkat konsumsi ikan penduduk Indonesia (tahun 2014 hingga Triwulan III tahun 2017) yang terus meningkat yaitu rata-rata sebesar 5,47% per tahun. Laut Indonesia dengan luas 3,1 juta km2 dan Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) seluas 2,7 juta km2 merupakan potensi besar terhadap produksi hasil laut, lebih khusus perikanan tangkap. Potensi perikanan Indonesia terdiri dari 11 wilayah perikanan yakni Laut Andaman (Selat Malaka), Laut Hindia, Sumatera bagian Barat, Samudera Hindia sebelah Selatan Jawa, Laut Jawa, Selat Karimata, Selat Makassar, Teluk Tolo dan Laut Banda, Laut Halmahera, Laut Sulawesi, Laut Papua dan Laut Aru. Area potensi perikanan yang begitu luas ini sangat menguntungkan bagi Indonesia (tabel 2.1).
24
Kajian Ekonomi Komoditas Perikanan Kota Baubau
Estimasi potensi sumber daya ikan Indonesia dapat dilihat pada tabel 2.1. Potensi yang luar biasa ini saÂngat dipengaruhi oleh kondisi geografis Indonesia yang berada di daerah khatulistiwa. Hal ini memberikan peluang besar terhadap produksi ikan tangkap Cakalang, Tuna, Tongkol dan Layang (CTTL) karena massa air Barat dan Timur yang melintasi Samudera Hindia membawa partikel yang kaya biota laut. Ditambah lagi arus Kuroshio yaitu North equatorial dan South equatorial current merupakan wilayah yang kaya dengan bahan makanan serta mempunyai suhu, salinitas dan faktor oseanografi lain merupakan hal yang disukai oleh ikan. Wilayah perairan Nusantara juga merupakan tempat kawin dan hidup untuk sementara waktu bagi berbagai jenis ikan terutama di perairan Selat Makassar dan Laut Banda. 2.2. Konteks Internasional 2.2.1. Produksi Komoditas Perikanan Tangkap Dunia Volume produksi perikanan tangkap mengalami fluktuasi dari tahun 2006 sebesar 80,2 juta ton dan 80,4 juta ton pada tahun 2007 dan mengalami penurunan di tahun 2008 sebesar 79,5 juta ton dan kembali mengalami penurunan produksi pada tahun 2009, 2010 dan 2011 masing-masing sebesar 79,2 juta ton, 77,4 juta ton dan 78,9 juta ton (FAO, 2012). Berdasarkan data dari Food and Agriculture Organization of the United Nations (FAO) yang dirilis tahun 2012, negara produsen ikan tangkap terbesar DI dunia adalah Tiongkok dan di urutan kedua adalah Indonesia. Indonesia merupakan negara dengan produksi yang meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2003, Indonesia menduduki urutan ke-5 dan pada tahun 2010 menduduki urutan ke-2. Dengan urutan pertama tetap disandang oleh Tiongkok, urutan ke-3 ditempati India selanjutnya USA, Peru, Rusia, Jepang, Myanmar, Chile, Norway, Philipina, Vietnam dan Thailand. Menurut FAO, di tahun 2014 terdapat lima negara produksi ikan tangkap terbesar dunia yaitu China sebesar 14,8 juta ton, Indonesia 6 juta ton, Amerika Serikat 5 juta ton, Rusia 4 juta ton dan Jepang sebesar 1,6 juta ton. Diagram produsen ikan tangkap dunia tahun 2014 disajikan pada gambar 2.1 berikut:
Jepang
Rusia
3,6 Juta
4 Juta
Amerika Serikat
5 Juta
Indonesia
6 Juta
Cina
2 Juta
14,8 Juta
4 Juta
6 Juta
8 Juta
10 Juta
12 Juta
14 Juta
16 Juta
Ton
Sumber : FAO, 2014 Gambar 2.1. Produksi Ikan Tangkap Dunia Tahun 2014
Kajian Ekonomi Komoditas Perikanan Kota Baubau
25
BAB 2. Gambaran Industri Perikanan Tangkap
2.2.2. Konsumsi Komoditas Perikanan Tangkap Dunia Konsumsi ikan dunia dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan seiring dengan pertambahan jumlah penduduk dunia. Salah satu jenis ikan yang sangat diminati adalah ikan tuna. Ikan tuna selain dikonsumsi langsung sebagai sumber protein juga sebagai bahan pembuatan suplement alami. Ikan tuna merupakan salah satu komoditas ekspor ikan tangkap yang juga paling diminati. Beberapa jenis ikan tuna yang sering dikonsumsi masyarakat seluruh dunia antara lain Tuna Albacore, Tuna Yellowfin, Tuna Bluefin dan Tuna Bigeye. Tingginya permintaan ikan tuna di pasar dunia membuat peran industri ikan tangkap menjadi sangat vital dan strategis (ITP Osaca, 2016). Dalam beberapa dekade terakhir rata-rata konsumsi harian masyarakat dunia yang berasal dari ikan hanya sekitar 34 kalori/kapita. Namun, pada negara-negara tertentu dapat melebihi 130 kalori/kapita seperti halnya Islandia, Jepang, Norwegia dan Korea Selatan (FAO, 2016). Ikan mempunyai kontribusi yang lebih signifikan untuk memenuhi asupan protein hewani. Kebutuhan konsumsi ikan dunia dengan pemasok utama China, India, Indonesia, Bangladesh, Vietnam dan negara Asia lainnya akan terus meningkat. Pada tahun 2025, kebutuhan ikan di negara maju diproyeksikan di bawah 10% sedangkan negara berkembang lebih dari 90%. Kebutuhan ikan diproyeksikan akan tersebar di 73% negara-negara Asia, 12% negara-negara Afrika, 7% Amerika Latin dan Caribbean, 4% negara Eropa, 3% Amerika Utara dan 1% Oceania. 2.2.3. Perdagangan Komoditas Perikanan Tangkap Dunia Tabel 2.2. Neraca Perdagangan Komoditas Ikan 10 Negara Tertinggi di Dunia 2001
2006
Negara
Nilai (Juta US $)
Negara
Nilai (Juta US $)
Negara
Nilai (Juta US $)
Negara
Nilai (Juta US $)
1
Thailand
3,109
China
5,768
China
11,212
China
12,910
2
Norwegia
2,810
Norwegia
4,937
Norwegia
8,597
Norwegia
10,027
3
China
2,680
Thailand
3,665
Vietnam
5,571
India
5,436
4
Vietnam
1,765
Vietnam
3,145
Thailand
5,410
Chile
4,527
5
Chile
1,605
Chile
2,975
Chile
3,741
Ekuador
3,674
6
Indonesia
1,506
Indonesia
1,915
India
3,234
Indonesia
3,596
7
Kanada
1,485
Kanada
1,897
Indonesia
2,921
Thailand
2,637
8
India
1,230
India
1,658
Ekuador
2,076
Kanada
2,370
9
Islandia
1,039
Islandia
1,546
Islandia
1,861
Moroko
1,713
10
Argentina
866
Ekuador
1,280
Kanada
1,667
Islandia
1,702
Ranking
Sumber: International Trade Center 2017.
26
2016
2011
Kajian Ekonomi Komoditas Perikanan Kota Baubau
Dalam periode lima tahunan yaitu 2001, 2006, 2011 dan 2016, International Trade Center (ITC) memberikan data neraca perdagangan komoditas ikan tertinggi untuk 10 negara dalam perdagangan komoditas ikan dunia (tabel 2.2). Indonesia menempati peringkat ke-6 dengan nilai sebesar 1.506 juta US$ (pada tahun 2006) dan nilai neraca perdagangan meningkat sebesar 3.596 juta US$ pada tahun 2016 dengan posisi tetap pada peringkat ke-6. Tabel 2.3. Nilai Ekspor Komoditas Utama Tahun 2012-2017 (dalam juta US$) No
Komoditas Utama
Tahun 2012
2013
2014
2015
2016
2017
1.152
1.454
1.874
1.450
1.568
1.746
1
Udang
2
Tuna, Tongkol, Cakalang
750
758
692
584
566
660
3
Rajungan, Kepiting
330
359
414
310
322
411
4
Cumi, Sotong, Gurita
168
144
155
213
337
397
5
Rumput Laut
178
210
280
205
162
205
6
Lainnya
1.294
1.229
1.225
1.182
1.217
1.095
Sumber: DKP, 2018. Khusus perdagangan pada komoditas ikan Tuna, Tongkol dan Cakalang dari 2012 hingga 2017 menunjukkan adanya tren yang fluktuatif (tabel 2.3). Pada tahun 2012, nilai ekspor Indonesia sebesar 750 juta US$, tahun 2013 sedikit mengalami peningkatan dengan nilai ekspor sebesar 758 juta US$ dan pada tahun 2014, kembali mengalami penurunan dengan nilai ekspor 584 juta US$. Pada tahun 2015, kembali lagi mengalami penurunan dengan nilai ekspor 584 juta US$ dan tahun 2016 nilai ekspor untuk komoditas ini kembali lagi mengalami penurunan dengan nilai ekspor sebesar 566 juta US$. Sementara pada tahun 2017 sedikit mengalami peningkatan dengan nilai ekspor sebesar 660 juta US$. Berdasarkan data International Trade Center (ICT,2016), khusus ekspor dengan tujuan Uni Eropa, komoditas ikan Tuna dan Cakalang Loin merupakan salah satu produk perikanan yang menjadi ekspor utama. Dalam kurun waktu 20 bulan terakhir (Januari 2015-Juli 2016), nilai ikan Tuna dan Cakalang Loin mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 26,79% per bulan. Dalam periode tersebut, tercatat nilai ekspor rata-rata per bulan sebesar 492,79 ribu Euro atau sekitar 13,20% dari total nilai ekspor per bulan Tuna dan Cakalang Loin ke seluruh dunia. Dua komoditas Tuna dan Cakalang Loin Indonesia yang diekspor European Union (E28) adalah Tuna Yellowfin dan Cakalang (Skipjack Tuna). 2.3. Konteks Indonesia 2.3.1. Produksi Komoditas Perikanan Tangkap Nasional Volume produksi perikanan nasional meningkat dari tahun ke tahun, data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2017 menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun. Produksi perikanan tangkap dari tahun 2011 hingga 2016 menunjukkan trend peningkatan (gambar 2.2), meskipun kontribusi perikanan budidaya lebih tinggi dibandingkan dengan perikanan tangkap. Selain itu, pertumbuhan perikanan tangkap tidak lebih baik dibandingkan dengan perikanan darat.
Kajian Ekonomi Komoditas Perikanan Kota Baubau
27
BAB 2. Gambaran Industri Perikanan Tangkap
25.00 20.00 15.00 10.00 5.00 0.00
2011
2012
Produksi Budidaya
2013
2014
Produksi Perikanan Tangkap
2015
2016 Produksi Total
Sumber: BPS, 2017 Gambar 2.2. Produksi Perikanan Nasional Tahun 2014-2016 (juta ton) Berdasarkan data KKP tahun 2014 dengan metode Non-hirarkis produksi perikanan tangkap tahun 2010 hingga 2014 dapat dibedakan menjadi empat kelompok, yaitu: 1. Kelompok 1: Provinsi dengan rata-rata produksi kurang dari 120.000 ton yaitu Provinsi Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu, DIY, Bali, NTT, Kalimantan Tengah, Gorontalo, Sulawesi Barat dan Papua Barat. 2. Kelompok 2: Provinsi dengan rata-rata produksi antara 120.000 hingga 320.000 ton, yaitu Provinsi Kalimantan Barat, Aceh, Kalimantan Timur, Nusa Tenggara Barat, Kepulauan Riau, Lampung, Maluku Utara, Sulawesi Tenggara, Kepulauan Bangka Belitung, DKI Jakarta, Sulawesi Tengah, Kalimantan Selatan, Jawa Barat dan Sumatera Barat. 3. Kelompok 3: Provinsi dengan rata-rata produksi 320.000 hingga 400.000 ton, yaitu Provinsi Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan dan Papua. 4. Kelompok 4: Provinsi dengan rata-rata produksi di atas 400.000 ton yaitu Provinsi Sumatera Utara dan Provinsi Maluku. Dari kategori di atas, Kota Baubau yang merupakan bagian dari Sulawesi Tenggara masuk dalam kelompok 2. Jika melihat data BPS Provinsi Sulawesi Tenggara, ada indikasi bahwa terjadi penurunan produksi perikanan tangkap di Sulawesi Tenggara dari 150.589 ton menjadi 143.850 ton dari 2014 ke 2015. 2.3.2. Konsumsi Komoditas Perikanan Tangkap Nasional Konsumsi ikan per kapita per tahun mengalami peningkatan selama empat tahun terakhir. Pada tahun 2014, konsumsi ikan nasional rata-rata 38,14 kg/kapita, tahun 2015 meningkat menjadi 41,11 kg/kapita, tahun 2016 konsumsi ikan sebesar 43,94 kg/kapita dan pada tahun 2017 meningkat menjadi 46,49 kg/ kapita (tabel 2.4).
28
Kajian Ekonomi Komoditas Perikanan Kota Baubau
Tabel 2.4. Konsumsi Ikan dan Kebutuhan Ikan Tahun 2012-2017 Konsumsi Ikan (Kg/Kapita)
Tahun
Kebutuhan Ikan (Juta Ton)
2012
33,89
6, 92
2013
35,21
7, 36
2014
38,14
7,95
2015
41,11
8,58
2016
43,94
9,37
2017
46,49
10,38
Sumber: KKP, 2018.
Data ini sejalan dengan Statistik sumber daya pesisir (tabel 2.5), dimana tingkat konsumsi ikan per kapita dalam setiap tahunnya meningkat dan masih dapat dipenuhi dengan kebutuhan ikan dalam setiap tahunnya. Tabel 2.5. Penyediaan Ikan Untuk Konsumsi, Angka Ikan Dan Ketersediaan Nutrisi Dari Ikan Perkapita Tahun 2010-2014 Rincian Item
Penyediaan ikan
Konsumsi Ikan
Ketersediaan Nutrisi
Tahun 2010
2011
2012
Kenaikan Rata-rata (%) 2013
2014
2010-2014
2013-2014
Jumlah (1000 ton)
9,119
10,282 11,588 11,882 13,072
9,50
10,01
Per Kapita (kg/tahun)
38,39
42,49
47,22
47,77
51,80
7,85
8,44
Perkapita (kg/tahun)
30,48
32,25
33,89
35,21
38,14
5,78
8,32
Energi (kkal/kap/ hari)
66,00
72,00
82,00
164,00 186,00
34,38
13,41
Protein (gram/kap/ hari)
11,65
12,73
14,74
10,73
11,54
1,34
7,55
Lemak (gram/kap/ hari)
1,53
1,70
1,83
1,53
1,75
4,00
10,78
Sumber: Statistik Sumber Daya Pesisir, 2016.
Kajian Ekonomi Komoditas Perikanan Kota Baubau
29
BAB 2. Gambaran Industri Perikanan Tangkap
Rata-rata konsumsi kalori dan protein yang berasal dari ikan oleh penduduk Indonesia daerah perkotaan lebih rendah dibandingkan dengan daerah pedesaan. Begitu pula rata-rata konsumsi protein dari daerah perkotaan lebih rendah dengan daerah pedesaan. Rata-rata konsumsi kalori dan protein yang berasal dari ikan oleh penduduk Indonesia naik turun selama selama 2014-2016 (tabel 2.5). 2.4. Konteks Sulawesi Tenggara dan Kota Baubau Kota Baubau merupakan kota strategis di Sulawesi Tenggara yang memiliki wilayah lautan seluas 200 mil. Selain karena letaknya yang sangat strategis, hasil dari potensi perikanan yang berasal dari daerah sekitarnya (khususnya Kabupaten Buton dan Buton Selatan) juga terkumpul di kota ini. Berbagai hasil jenis ikan dan hasil laut yang berkembang di daerah ini di antaranya adalah ikan Pelagis, Demersal, Rumput Laut, Mutiara Kerang Mabe. Dengan garis pantai sepanjang sekitar 42 Km, Kota Baubau berpotensi menjadi penghasil komoditi perikanan budidaya laut yang unggul dan budidaya air payau. Selain itu, potensi terumbu karang yang tersedia di sepanjang pesisir Kota Baubau juga berpotensi untuk daerah fishing ground ikan Demersal dan atau ikan karang baik yang bernilai ekonomis penting maupun non-ekonomis. Meskipun perairan laut Kota Baubau memiliki nilai strategis dalam budidaya ikan laut, namun jika melihat data BPS Provinsi Sulawesi Tenggara, ada indikasi bahwa terjadi penurunan produksi perikan tangkap di Sulawesi Tenggara dari 150.589 ton menjadi 143.850 ton dari tahun 2014 ke 2015 (tabel 2.6). Selain Kota Baubau, Kota Kendari, Kabupaten Kolaka Utara, Bombana dan Buton merupakan lima kota/ kabupaten pemasok utama produksi perikanan tangkap Provinsi Sulawesi Tenggara. Sedangkan pada 2015, pemasok utama produksi perikanan tangkap di Sulawesi Tenggara adalah Kota Kendari, Kabupaten Bombana, Buton, Kolaka Utara dan Wakatobi. Kelima kota/kabupaten tersebut merupakan pemasok utama ikan yang ada di Provinsi Sulawesi Tenggara, yaitu melebihi 75% produksi ikan tangkap di Sulawesi Tenggara. Tabel 2.6. Produksi Perikanan Tangkap Sulawesi Tenggara Tahun 2014 dan 2015 Produksi Perikanan Tangkap (Ton)
No
Kota/Kabupaten
1
Buton
15. 664
2
Muna
4.514
4.291
3
Konawe
6.941
1.848
4
Kolaka
3.113
5.268
5
Konawe Selatan
489
3.757
6
Bombana
21.464
25.138
7
Wakatobi
1.717
12.745
8
Kolaka Utara
29.880
20.056
9
Buton Utara
7.702
6.878
10
Konawe Utara
4.356
9.539
11
Kolaka Timur
-
-
30
Tahun 2014
Kajian Ekonomi Komoditas Perikanan Kota Baubau
Tahun 2015 22. 049
Produksi Perikanan Tangkap (Ton)
No
Kota/Kabupaten
12
Konawe Kepualauan
-
-
13
Muna Barat
-
-
14
Buton Tengah
-
-
15
Buton Selatan
-
-
16
Kendari
41. 298
28.945
13. 415 150. 589
3.339 143.850
17
Tahun 2014
Baubau Sulawesi Tenggara
Tahun 2015
Sumber: BPS Provinsi Sulawesi Tenggara, 2018. Wilayah pengembangan budidaya hasil laut di Kota Baubau tersebar pada berbagai kecamatan, yaitu Kecamatan Lea-Lea meliputi Kelurahan Palabusa, Kalia–lia, Kolese, dan Lowu–Lowu; Kecamatan Betoambari meliputi Kelurahan Katobengke dan Kelurahan Sulaa, dan Kecamatan Kokalukuna meliputi Kelurahan Liwuto, Kelurahan Sukanayo dan Kelurahan Waruruma. Luas area perairan pantai Kota Baubau yang potensial untuk pengembangan budidaya laut sekitar 96,79 km. Berdasarkan sumberdaya ikan dan jenis alat tangkap yang beroperasi, maka daerah penangkapan ikan di perairan Kota Baubau dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori yaitu: a) Daerah Penangkapan Ikan (DPI) Cakalang, Tuna dan Tongkol DPI ikan Cakalang dan Tongkol mulai pada perairan dengan kedalaman 100 meter ke arah luar. DPI ini dibatasi oleh penyebaran ikan Cakalang, Tuna dan Tongkol yang cenderung terbatas pada perairan dalam berkarakter oseanik. Batas wilayah DPI ini berada di luar Kota Baubau atau di sekitar Selat Buton terluar, Kabupaten Buton dan Wakatobi. b) Daerah Penangkapan Ikan Pelagis Kecil Lainnya DPI ikan pelagis kecil lainnya dapat dibatasi mulai kedalaman 20 meter atau di luar tubir karang hingga kedalaman 100 meter. Batas ke arah pantai dibatasi oleh perairan yang terlalu dangkal juga oleh area pelabuhan atau tempat berlabuh, area budidaya dan aktivitas masyarakat lainnya. Batas ke arah luar dibatasi oleh kebiasaan operasi alat penangkap ikan pelagis kecil seperti bagan, pukat cincin dan jaring insang yang beroperasi pada perairan dengan kedalaman > 100 meter. c) Daerah Penangkapan Ikan Karang DPI ikan karang adalah pada area terumbu karang yang menyebar sepanjang tubir karang sejajar garis pantai Kota Baubau. Hasil tangkapan ikan terutama Tuna, Tongkol, Cakalang dan Lajang di Kota Baubau naik turun sepanjang tahun 2013-2017 (Gambar 2.3).
Kajian Ekonomi Komoditas Perikanan Kota Baubau
31
16,000
160,000,000,000
14,000
140,000,000,000
12,000
120,000,000,000
10,000
100,000,000,000
8,000
80,000,000,000
6,000
60,000,000,000
4,000
40,000,000,000
2,000
20,000,000,000 0
0 t2013
t2014
t2015
t2016
t2017
Axis Title
Ton
Rupiah (Milyar)
Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Baubau. Gambar 2.3. Jumlah Hasil Tangkapan Ikan di Kota Baubau
Konsumsi ikan per kapita per tahun mengalami peningkatan selama empat tahun terakhir. Pada tahun 2014, konsumsi ikan nasional rata-rata 38,14 kg/kapita, tahun 2015 meningkat menjadi 41,11 kg/kapita, tahun 2016 konsumsi ikan sebesar 43,94 kg/kapita dan pada tahun 2017 meningkat menjadi 46,49 kg/kapita (tabel 2.4).
32
Kajian Ekonomi Komoditas Perikanan Kota Baubau
rupiah
Ton
BAB 2. Gambaran Industri Perikanan Tangkap
Photo: NSLIC/NSELRED
BAB 3. Rantai Nilai Perikanan Tangkap di Kota Baubau
BAB 3. Rantai Nilai Perikanan Tangkap di Kota Baubau
3.1. Gambaran Umum Keberlanjutan kegiatan perikanan tangkap di Kota Baubau sangat ditentukan oleh rantai nilai usaha yang ada. Hasil kajian rantai nilai perikanan tangkap yang dilakukan oleh tim Multi Stakeholders Forum atas dukungan NSLIC/NSELRED pada tahun 2018 menunjukkan bahwa rantai nilai komoditas perikanan tangkap terdiri atas pelaku utama, pelaku pendukung, dan lingkungan kebijakan pemerintah. Rantai nilai komoditas tersebut menggambarkan alur utama supply-demand sebagaimana tergambar pada gambar 3.1. Rantai nilai pelaku utama komoditas ikan yaitu input atau supplier seperti penjual ikan pakan, penyedia BBM, para nelayan (rumah tangga, kelompok dan pemilik kapal), papele, pedagang pengumpul, pedagang antar pulau, pedagang eceran, pengolah ikan loin, eksportir dan konsumen. Sementara pendukung rantai nilai pelaku adalah syahbandar, bengkel kapal, pabrik es, penyedia cold storage, lembaga keuangan dan informasi pasar. Peran utama para pelaku tersebut adalah sebagai penyedia jasa dan barang dalam mendukung kegiatan produksi bagi pelaku utama khususnya pemilik kapal, juragan, pedagang pengumpul, pedagang antar pulau, papalele dan penjual eceran. Selanjutnya, lingkungan kebijakan berkaitan dengan kebijakan program BBM bersubsidi untuk nelayan, kebijakan KKP terkait penangkapan ikan dan kebijakan pemerintah terkait perizinan kapal. Peran kebijakan adalah untuk meningkatkan produksi dan pendapatan serta menjamin keselamatan kerja para pelaku utama sektor perikanan.
Supporting Service Syahbandar Perikanan
Bengkel Kapal
PPI Wameo Sulaa
Pabrik Es
Pengolah Ikan Loin
Core Value Chains
Lembaga Keuangan
Perusahaan Ekspor
Jasa Cold Storage
Informasi Pasar
Transportasi
Pasar Ekspor
Konsumen Input Suplyer (BBM, umpan, es, peralatan pancing)
Nelayan
Pengumpul II (Perusahaan)
UMKM Pasar Nasional
Pengumpul I (Individu) Papalele
Pedagang Ikan
Kapal PT PELNI
Enabling Environment Program BBM Bersubsidi Bagi Nelayan
Kebijakan KKP Terkait Penangkapan Ikan
Kebijakan Pemerintah Terkait Perijinan Kapal
Gambar 3.1. Rantai nilai perikanan tangkap Kota Baubau
36
Kajian Ekonomi Komoditas Perikanan Kota Baubau
3.2. Aktor Utama dalam Rantai Nilai Perikanan Laut di Kota Baubau 3.2.1. Rumah Tangga Nelayan di Kota Baubau Jumlah nelayan dan rumah tangga nelayan merupakan suatu unit usaha perikanan tangkap berdasarkan kepemilikan aset dan otoritas pengelolaan usaha. Jumlah Rumah Tangga Perikanan Tangkap (RTP) di suatu wilayah menggambarkan besarnya kapasitas usaha produksi perikanan tangkap di wilayah tersebut. Namun demikian, gambaran tersebut akan menjadi bias pada kondisi skala usaha yang beragam sehingga informasi RTP perlu didukung informasi tentang karakteristik alat tangkap. Jumlah RTP di Kota Baubau adalah sebanyak 2.370 yang tersebar pada 8 Kecamatan. Jumlah RTP terbesar terdapat di Kecamatan Batu Poaro dan RTP terkecil terdapat di Kecamatan Sorowolio (tabel 3.1).
Tabel 3.1. Distribusi sebaran RTP berdasarkan Kecamatan Tahun 2018* No
Kecamatan
RTP
1. Batupoaro
825
2. Betoambari
312
3.
Bungi
41
4.
Kokalukuna
672
5. Lealea
389
6.
Murhum
41
7. Sorawolio
2
8. Wolio
88
Total
2.370
Sumber: Cetak Biru Pengembangan Sektor Perikanan Kota Baubau, 2018. Berdasarkan RTP yang memiliki skala usaha yang relatif besar adalah unit perikanan pukat cincin dan huhate (pole and line) yang umumnya memiliki kapasitas kapal >10 GT dengan jumlah ABK 5-10 orang. Sedangkan RTP dengan skala usaha yang lebih kecil yakni perikanan Rawai, pancing tonda, pancing ulur, pukat pantai, jaring insang, pukat cakalang dan bubu yang mengoperasikan kapal berkapasitas <5 GT atau perahu bermotor tempel. Dukungan armada penangkapan ikan di Kota Baubau pada tahun 2018 sebanyak 1.888 unit yang masih didominasi kapal motor dengan kapasitas â&#x2030;¤10 GT dengan jumlah 1.650 unit. Sedangkan jumlah armada penangkapan ikan terendah adalah â&#x2030;Ľ10 GT sebanyak 91 unit dan sebanyak 147 unit aramada tanpa mesin. 3.2.2.Nelayan Nelayan tangkap merupakan orang yang melakukan pekerjaan dalam operasi penangkapan ikan. Pekerjaan sebagai nelayan merupakan mata pencaharian utama bagi masyarakat yang berdomisili di kawasan pesisir Kota Baubau yang sudah dilakukan secara turun-temurun. Kegiatan penangkapan ikan dengan menggunakan kapal bermesin 5â&#x20AC;&#x201C;30 GT dengan cara mendapatkan kapal selain membuat sendiri juga diperoleh dengan cara membeli dari perusahaan atau dari nelayan lain yang kebetulan menjual kapalnya. Pada umumnya, modal yang digunakan oleh nelayan berasal dari modal sendiri yang didukung oleh permodalan dari luar utamanya dari perbankan dan juga perusahaan mitra atau pedagang pengumpul besar.
Kajian Ekonomi Komoditas Perikanan Kota Baubau
37
BAB 3. Rantai Nilai Perikanan Tangkap di Kota Baubau
Sementara untuk status kepemilikan kapal selain milik sendiri juga ada yang menjadi milik bersama atau kelompok tetapi ada juga nelayan yang mengoperasikan kapal orang lain dengan mekanisme bagi hasil. Perawatan kapal dilakukan melalui perawatan sendiri dan juga melalui perawatan di bengkel khusus. Hasil yang diperoleh dalam sekali melaut berkisar antara 300 Kg hingga 2 Ton dengan jumlah ABK yang dilibatkan sebanyak 5-10 orang. Dalam sebulan nelayan bisa melakukan penangkapan ikan sebanyak 5-15 kali. Jenis ikan yang didapat adalah ikan Tongkol, Cakalang, Baby Tuna dan Lajang. Nelayan biasanya menjual hasil ikan tangkapannya ke papalele, pedagang pengumpul atau perusahaan yang menjadi mitra usaha mereka baik dengan cara diantar langsung keperusahaan, diantar kedermaga PPI Wameo ataupun pembeli sendiri yang langsung datang bertransaksi di kapal. Harga jual ikan tergantung keadaan pasar dan tawaran harga dari pembeli atau perusahaan. Untuk informasi pasar, nelayan umumnya mendapatkan dari sesama nelayan atau dari perusahaan pembeli atau pedagang ikan. Hasil tangkapan melimpah tidak otomatis membuat penghasilan nelayan lebih baik. Kadang meskipun hasil ikan tangkapan melimpah namun harga ikan bisa sangat murah (gambar 3.2). Nelayan terpaksa menjual ikannya karena risiko kerusakan ikan jika ikan tidak segera dijual. Informasi pasar adalah sangat penting. Nelayan sangat membutuhkan informasi-informasi yang terkait dengan nama perusahaan, alamat serta nomor kontak pembeli ikan, informasi umpan, keadaan cuaca serta lokasi ikan berada. Dalam satu tahun, ada bulan-bulan dimana produksi ikan melimpah. Namun pada bulan tertentu, nelayan tidak bisa ke laut karena tinggi gelombang seperti terlihat pada Gambar 3.2. Feb
Maret
April
Mei
Tangkapan
Tidak melaut/
Sedang
pancaroba
Juni
Agus
Juli
Sep
Musim Tangkap Ikan 15.000-17.000
12.000-14.000
Okt
Nop
Des
Jan
Tidak melaut 15.000-17.000
Gambar 3.2. Kalender Musim dan Harga Ikan di Tingkat Nelayan di Kota Baubau Harga beli ikan saat melimpah pada bulan Agustus– Oktober yaitu berkisar Rp 12.000–14.000 per kg dan saat paceklik (bulan Mei – Juli dan Desember – Januari) berkisar Rp. 15.000 – Rp. 17.000 per kg. Untuk mengoperasikan kapal, nelayan membutuhkan biaya operasional. Sebagian besar harus disediakan dan dibelanjakan sebelum mereka melaut. Berdasarkan hasil catatan lapangan, rata-rata biaya yang dikeluarkan nelayan dalam sekali melaut adalah sebesar Rp 6.350.000 dengan rincian seperti pada tabel 3.2.
Informasi pasar adalah sangat penting. Nelayan sangat membutuhkan informasi-informasi yang terkait dengan nama perusahaan, alamat serta nomor kontak pembeli ikan, informasi umpan, keadaan cuaca serta lokasi ikan berada.
38
Kajian Ekonomi Komoditas Perikanan Kota Baubau
Tabel 3.2. Biaya Yang Dikeluarkan Dalam Satu Kali Pelayaran No
Item Biaya
Biaya/Trip (Rp)
1
BBM
3,000,000
2
Umpan
2,000,000
3
Es Balok
600,000
4
Logistik
600,000
5
Biaya Lain-lain
150,000
Jumlah
6,350,000
Sumber: Data Prime tahun 2018 Temuan lapangan juga menunjukkan bahwa masalah yang dihadapi nelayan tangkap di Kota Baubau umumnya terkait kondisi cuaca sehingga tidak setiap saat nelayan bisa melaut terutama pada bulan Desember-Januari. Selain itu, beberapa kapal masih menghadapi masalah perizinan kapal sehingga nelayan tidak bisa melaut. Untuk jenis penangkapan ikan tertentu membutuhkan umpan yang tidak selalu tersedia di pasar. Persoalan lain adalah minat anak muda untuk menjadi ABK semakin berkurang. 3.2.3. Pedagang Pengumpul Ikan Pedagang pengumpul ikan di Kota Baubau terdiri dari dua kategori yaitu pedagang pengumpul dalam bentuk individu atau perorangan (pengumpul pertama) dan pedagang pengumpul dalam bentuk perusahaan (pengumpul kedua). Pedagang pengumpul baik individu maupun dalam bentuk perusahaan melakukan pembelian dari nelayan penangkap ikan berupa ikan Tuna, Tongkol, Cakalang dan Lajang. Pedagang pengumpul ikan dalam bentuk perusahaan seperti PT. Rezeki Alam Jaya di Kelurahan Bonebone dan PT. Arahon Indah di Kelurahan Sulaa dan PT. Trico di Kecamatan Pasar Wajo Kabupaten Buton, membeli ikan selain dari nelayan juga membeli ikan dari pengumpul individu atau pengumpul pertama. Sedangkan pedagang pengumpul dalam bentuk individu seperti Alimuddin di Kelurahan Sulaa dan H. Zahari di Kelurahan Bone-bone membeli ikan pada nelayan. Pedagang pengumpul ikan baik individu maupun dalam bentuk perusahaan telah berkecimpung dalam usaha sebagai pedagang pengumpul ikan selama 10â&#x20AC;&#x201C;20 tahun. Modal yang digunakan dalam menjalankan usaha sebagai pedagang pengumpul ikan baik individu maupun perusahaan berasal dari modal sendiri dan juga memperoleh modal usaha dari pinjaman bank terutama BNI dan Mandiri serta modal dari mitra usaha. Hubungan antara pedagang pengumpul individu, pengumpul dalam bentuk perusahaan dan nelayan ada yang bersifat langganan tetap yang terhubung sejak lama, ada juga yang hanya sementara dengan tidak didasari perjanjian kerjasama. Rata-rata hasil pengumpulan ikan per bulan baik pedagang pengumpul dalam bentuk perusahaan maupun individu sekitar 20â&#x20AC;&#x201C;50 Ton. Bila hasil pengumpulan ikan belum terpenuhi maka pedagang pengumpul akan membeli ikan di daerah lain seperti Fak-fak, Dobo dan Jayapura. Ikan yang dikumpulkan oleh pedagang besar atau perusahaan sebagian dibekukan kemudian disimpan di cool storage dan selanjutnya akan dikirim ke tempat penjualan. Ikan dari pedagang pengumpul biasanya dijual ke PT. Pelni untuk melayani kebutuhan kapal Pelni, perusahaan besar di Makasar, Bali, Surabaya dan
Kajian Ekonomi Komoditas Perikanan Kota Baubau
39
BAB 3. Rantai Nilai Perikanan Tangkap di Kota Baubau
Jakarta. Ikan dikirim melalui container dan pesawat. Selain itu, ikan dari pedagang pengumpul juga dijual kepada para penjual ikan di pasar serta kepada para pengolah. Masalah yang dihadapi oleh pedagang pengumpul baik individu maupun perusahaan di Kota Baubau adalah pembeli pesaing seperti PT. Dharma Samudra dan pembeli dari Kota Kendari. 3.2.4. Pedagang Ikan Papalele Papalele adalah pedagang ikan yang membeli ikan ke nelayan tangkap di Kota Baubau dan juga nelayan yang berasal dari Pasar Wajo dan Lasalimu di Kabupaten Buton kemudian menjual ke pedagang pengumpul dan penjual ikan di pasar tradisional Kota Baubau seperti pasar Wameo dan Karya Nugraha. Jumlah Papalele cukup banyak dan mereka umumnya membeli ikan dalam wadah termos. Jenis ikan yang dibeli adalah ikan Tuna, Tongkol, Cakalang dan Lajang. Ukuran satu termos setara dengan berat ikan seberat 16 kg. Dalam satu hari Papalele mampu menjual rata-rata 3â&#x20AC;&#x201C;10 termos (48-60 kg) bahkan ada juga yang mampu menjual hingga 1â&#x20AC;&#x201C;2 ton. Harga ikan yang di tingkat Papalele bervarisi tergantung jenis ikan dan musim. Untuk ikan Tuna dijual dengan harga Rp 15.000 â&#x20AC;&#x201C; 17.000 per kg, Cakalang Rp 14.000 per kg, Tongkol Rp 10.000 per kg dan Lajang Rp 14.000 per kg. Harga ikan Lajang biasanya berkisar antara Rp 250.000 - Rp 600.000 per termos (ukuran 16 kg), sedangkan ikan Tongkol berkisar antara Rp 150.000 - Rp 500.000 per termos (16 kg) tergantung kualitas dan musim. Ikan yang dijual oleh Papalele biasanya diberi perlakuan khusus seperti pemberian es batu dan air bersih. Pedagang ikan Papalele menjual ikannya kepada penjual ikan di pasar seperti pasar ikan Wameo dan Karya Nugraha dengan cara diantar sendiri menggunakan gerobak dan mobil. Selain itu, juga dijual di PPI Wameo dan Muara Baru. Pembeli ikan pada umumnya adalah langganan tetap dan sudah memiliki perjanjian jual beli meskipun hanya secara lisan atas dasar kepercayaan.
Photo: NSLIC/NSELRED
40
Kajian Ekonomi Komoditas Perikanan Kota Baubau
Dalam menjalankan usaha sebagai pedagang ikan, Papalele hampir semua modal yang digunakan adalah modal sendiri. Masalah yang dihadapi oleh Papalele adalah ketika ikan melimpah maka dijual murah agar tidak rugi karena ikan mudah rusak. Biaya tambahan yang digunakan pedagang ikan Papalele adalah pembelian es batu Rp 50.000 - Rp 100.000 per hari, transportasi Rp 200.000 - Rp 300.000 per hari dan gaji buruh. 3.2.5. Penjual Ikan Jumlah penjual ikan di Kota Baubau mencapai 265 orang yang tersebar di beberapa pasar tradisional. Di Kota Baubau, terdapat dua pasar tradisonal penjualan ikan yaitu pasar Wameo dengan jumlah penjual ikan sebanyak 172 orang yang terdiri dari laki-laki 94 orang orang dan perempuan berjumlah 78 orang sedangkan di pasar Karya Nugraha penjual ikan sebanyak 61 orang yang terdiri dari laki-laki sebanyak 40 orang dan perempuan sebanyak 21 orang. Selain itu, terdapat penjual ikan disepanjang jalan di Kelurahan Bone-bone dengan jumlah 32 orang yang terdiri dari 29 orang laki-laki dan 3 orang perempuan. Penjual ikan yang menjual ikan di pasar tradisional seperti pasar Wameo dan Karya Nugraha membeli ikan dari Papalele dan kadang juga mereka langsung membeli pada kapal nelayan tangkap. Hubungan antara Papalele dan para penjual ikan adalah hubungan kepercayaan. Tidak ada perjanjian tertulis terkait jual beli antara pedagang ikan dan papalele maupun nelayan tangkap. Umumnya kerjasama berjalan secara alami berdasarkan saling kenal dan kepercayaan. Bahkan para penjual ikan dapat membeli ikan tanpa membayar di muka dan dibayar kemudian setelah setelah ikan laku. Pedagang ikan di pasar tradisional ini juga seringkali membeli ikan pada pedagang ikan Papalele yang berasal dari luar Kota Baubau seperti dari Pasarwajo (Kabupaten Buton) dan Sampolawa (Kabupaten Buton Selatan). 3.2.6. Usaha Pengolah Ikan A. Usaha Ikan Loin Tuna Di Kota Baubau terdapat satu pengusaha pengolah dan pengumpul ikan tuna dalam bentuk Tuna Loin. Pengusaha ini membeli Tuna Loin langsung dari nelayan yang berasal dari Kadatua dan Siompu (Kabupaten Buton Selatan). Perusahaan ini berdomisili di Kelurahan Sulaa dengan memperkerjakan dua orang tenaga kerja. Hasil olahan Tuna Loin yang diperoleh dari nelayan dibersihkan, diberi es, dikemas dan dimasukkan ke dalam kotak gabus stereofoam kemudian dijual ke perusahaan ekspor yang ada di Kota Kendari atau Makassar. Produksi dari perusahaan pengumpul Tuna Loin ini tergantung pada hasil tangkapan dari para nelayan Tuna. Usaha tersebut bisa mengumpulkan Tuna Loin sebanyak 450-650 kg per bulan. B. Usaha Pengolahan Abon Ikan Abon ikan merupakan salah satu produk olahan ikan yang dihasilkan oleh home industry (UMKM) yang ada di Kota Baubau. Di Kota Baubau terdapat tujuh UMKM yang memproduksi abon dan yang paling terkenal adalah Wolio Snack yang ada di Kelurahan Lamangga. Biasanya ikan yang digunakan untuk membuat abon adalah ikan Cakalang dan Tuna. Dalam satu bulan, UMKM abon bisa mengolah sebanyak 80â&#x20AC;&#x201C;100 kg ikan Tuna dan Cakalang yang dibeli dari pedagang pengumpul. UKMM abon ikan mampu mempekerjakan 2-10 orang karyawan terlatih yang kebanyakan perempuan. Rata-rata modal kerja yang dibutuhkan dalam satu bulan adalah sebesar Rp 2.500.000 - Rp 3.000.000 yang diperoleh dari modal sendiri. Untuk pemasaran, abon biasanya dititipkan pada beberapa swalayan yang ada di Kota Baubau seperti MGM, Dua sekawan, Pasipa Raya dan Rika Mart. Selain itu, pemasaran abon juga dilakukan dengan memanfaatkan internet terutama media sosial dan berbagai aplikasi belanja online yang ada dengan sasaran pembeli lokal dan dalam negeri. Dengan modal tersebut, rata-rata UMKM
Kajian Ekonomi Komoditas Perikanan Kota Baubau
41
BAB 3. Rantai Nilai Perikanan Tangkap di Kota Baubau
abon mendapatkan keuntungan sebesar Rp 6.000.000 – Rp 7.500.000 per bulan. Keuntungan ini tidak termasuk biaya yang dikeluarkan untuk membayar tenaga kerja sebesar Rp 600.000 dan biaya lainnya berkisar antara Rp 2.000.0000 – Rp 2.500.000. C. Bakso Ikan Bakso ikan merupakan bakso yang terbuat dari daging ikan terutama ikan Tuna. Bakso ikan mulai menjadi jajanan primadona di kalangan menengah ke bawah karena rasanya enak dan kenyal. Di Kota Baubau, terdapat beberapa pengusaha bakso ikan yang tersebar di beberapa wilayah. Dalam satu bulan, pengusaha bakso ikan bisa mengolah sebanyak 120 – 250 kg ikan Tuna dan bisa menyerap tenaga kerja sekitar 2 – 4 orang. Modal yang dibutuhkan dalam satu bulan berkisar antara Rp 500.000 sampai Rp 1.000.000 yang diperoleh dari modal sendiri. Dengan modal tersebut, rata-rata UMKM bakso ikan bisa mendapatkan keuntungan sebesar Rp 10.000.000 – Rp 12.000.000. Keuntungan tersebut tidak termasuk biaya yang dikeluarkan untuk membayar tenaga kerja sebesar Rp 1.000.000 – Rp 1.500.000 dan biaya lainnya sebesar Rp 3.000.000 – Rp 4.000.000. D. Ikan Asap Ikan asap merupakan hasil olahan ikan yang dibuat dengan cara mengasapi ikan secara tradisional. Pengusaha ikan asap tersebar di beberapa wilayah di Kota Baubau di antaranya Kelurahan Nganganaumala dan Kelurahan Baadia. Biasanya ikan yang digunakan untuk membuat ikan asap adalah ikan Cakalang dan Tuna. Dalam satu bulan, UMKM ikan asap bisa mengolah ikan Tuna dan Cakalang sebanyak 500 - 1000 kg yang dibeli dari pedagang pengumpul. UMKM ikan asap mampu mempekerjakan 2 sampai 7 orang karyawan yang kebanyakan perempuan. Modal yang dibutuhkan dalam satu bulan berkisar Rp 4.000.000 - Rp 5.000.000 yang diperoleh dari modal sendiri. Pemasaran dilakukan dengan menjual langsung hasil produksi ikan asap di pasarpasar tradisonal yang ada di Kota Baubau terutama pasar Karya Nugraha dengan sasaran konsumen lokal. Dengan modal tersebut, rata-rata UMKM mendapatkan keuntungan sebesar Rp 10.000.000 – Rp 20.000.000 per bulan. Keuntungan ini tidak termasuk biaya yang dikeluarkan untuk membayar tenaga kerja sebesar Rp 3.000.000 - Rp 10.500.000 dan biaya lain seperti biaya transport dan pembelian es balok yaitu sebesar Rp 2.400.000 – Rp 5.000.000. 3.3. Layanan Pendukung 3.3.1. Layanan Input A. Toko Pancing Toko pancing menjual berbagai macam peralatan dan perlengkapan pancing. Keberadaan toko pancing sangat dibutuhkan oleh nelayan dalam memenuhi kebutuhan peralatan dan perlengkapan pancing. Di Kota Baubau terdapat toko yang khusus menjual peralatan dan perlengkapan pancing seperti toko Batu Atas, Bahagia dan lain-lain. B. SPBN SPBN menyediakan BBM berperan sangat penting bagi para nelayan. BBM yang dibutuhkan nelayan terdiri dari dua jenis yaitu premium dan solar. Untuk memperoleh BBM, nelayan Kota Baubau biasanya membeli di SPBN Wameo yang lokasinya berdampingan dengan TPI Wameo. SPBN ini didirikan khusus untuk memenuhi kebutuhan nelayan akan bahan bakar minyak. Nelayan dapat mengakses dua jenis
42
Kajian Ekonomi Komoditas Perikanan Kota Baubau
BBM yaitu BBM bersubdisi dan non-subsidi. Khusus setiap bulan SPBN mendapatkan 80 kilo liter BBM bersubisi dari pemerintah. Berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 13 Tahun 2015, syarat untuk mendapatkan BBM bersubdi adalah; 1) Surat Tanda Bukti Lapor Kedatangan Kapal (STBLKK) yang asli; 2) Fotocopy SIPI/SIKPI atau bukti pencatatan Kapal dengan menunjukan yang aslinya; 3) Fotocopy Surat Laik Operasi (SLO); 4) Fotocopy Surat Persetujuan Berlayar (SPB); 5) Entimasi Produksi per Trip; 6) Jadwal Rencana Pengisian Minyak Solar (Gas Oil); 7) Entimasi Sisa Minyak Solar (Gas Oil) yang ada di kapal; dan 8) Daftar Anak Buah Kapal (ABK) yang telah disahkan oleh Syahbandar. C. Penyedia Umpan Umpan sangat dibutuhkan oleh nelayan tangkap dalam proses pemancingan ikan Cakalang dan Tuna. Untuk mendapatkan umpan, nelayan biasanya langsung membeli dari penyedia umpan (rompong) yang tersebar di beberapa tempat di Kota Baubau, Kabupaten Buton dan Kabupaten Buton Selatan. Rompongrompong ini ada yang dimiliki sendiri oleh nelayan dan ada juga milik orang lain yang dapat disewa oleh nelayan. Untuk mendapatkan umpan dari rompong, nelayan harus mengeluarkan biaya sebesar Rp 2.000.000 dalam sekali pelayaran. D. Pabrik Es Es sangat dibutuhkan nelayan untuk menjaga kesegaran dan kualitas ikan yang sudah ditangkap. Es tidak hanya dibutuhkan oleh nelayan tetapi juga dibutuhkan oleh pedagang pengumpul, papalele maupun pedagang ikan dipasar. Oleh karena itu, pasokan es harus terus ada untuk memenuhi kebutuhan dari berbagai pihak tersebut. Di Kota Baubau telah berdiri sebuah pabrik es milik pemerintah yang berlokasi di Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Wameo. Pabrik es ini terdiri dari tiga unit produksi yaitu satu unit pabrik es amoniak dan dua unit pabrik es freon. Dalam satu kali siklus produksi, pabrik es amoniak bisa menghasilkan 400 balok es dengan bobot 25 kg per balok. Sedangkan pabrik es freon bisa menghasilkan 200 balok es dengan bobot 50 kg per balok. Harga es balok yang dihasilkan oleh pabrik es PPI Wameo ditentukan berdasarkan PERDA No. 10 Tahun 2011 dengan harga Rp 23.000 untuk tiap baloknya. Selain pabrik es milik pemerintah, kegiatan produksi es juga sudah dilakukan oleh beberapa orang dalam skala industri rumah tangga. Karena usaha masih skala rumah tangga maka mesin produksi yang digunakan juga masih berkapasitas kecil dengan ukuran es yang kecil pula. Harga es ditentukan sebesar Rp 1000 per balok. Dengan kapasitas pabrik es dan juga pembuat es skala rumah tangga sudah dianggap memenuhi kebutuhan es bagi nelayan dan juga pedagang. Hanya saja pada masa puncak panen seringkali kebutuhan es tidak tercukupi. E. Logistik Logistik atau perlengkapan tambahan yang dibutuhkan nelayan saat melaut berupa bahan makanan, air minum dan rokok. Besarnya biaya logistik biasanya berkisar antara Rp 150.000 hingga Rp 600.000. 3.3.2. Akses Keuangan A. Koperasi Di Kota Baubau terdapat satu koperasi nelayan yang beralamat di Kelurahan Sulaa, Kecamatan Betoambari. Koperasi ini selain berfungsi sebagai wadah simpan pinjam bagi nelayan juga berfungsi
Kajian Ekonomi Komoditas Perikanan Kota Baubau
43
BAB 3. Rantai Nilai Perikanan Tangkap di Kota Baubau
sebagai penyalur bantuan dari pemerintah. Salah satu kendala yang dihadapi oleh koperasi ini adalah keterbaÂtasÂan dana sehingga ada beberapa calon nasabah yang tidak bisa dilayani dalam hal peminjaman uang. B. Perbankan Di Kota Baubau terdapat beberapa bank yang dapat mendukung para pelaku rantai nilai dalam perikanan tangkap. Perbankan ini terdiri dari bank milik pemerintah dan milik swasta. Bank milik pemerintah di antaranya; Bank Negara Indonesia, Bank Rakyat Indonesia, Bank Mandiri dan Bank Pembangunan Daerah Sultra. Sedangkan bank milik swasta terdiri dari Bank Danamon, Bank Gandalata, Bank Panin, BPR Bahteramas dan BPR Keraton. Dukungan yang bisa dilakukan oleh perbankan kepada perkembangan rantai nilai perikanan tangkap di Kota Baubau bisa berupa fasilitas Kupedes dan kredit usaha rakyat dengan bunga yang ditawarkan relatif kecil. Salah satu kendala yang dihadapi oleh perbankan dalam hubungannya dengan nasabah nelayan adalah adanya kredit macet. Kredit macet ini biasanya terjadi akibat hasil tangkapan nelayan kurang/ sedikit pada musim paceklik. C. Pengumpul Ikan (individu dan perusahaan) Selain dari koperasi dan perbankan, nelayan juga bisa mendapatkan modal dari para pengumpul baik itu pengumpul individu ataupun perusahaan. Pengumpul biasanya memberikan modal kepada nelayan dengan kesepakatan hasil tangkapan yang didapat harus dijual pada pengumpul yang memberikan modal. Kesepakatan ini dibangun berdasarkan asas kepercayaan antar kedua belah pihak sehingga bisa terjadi hubungan yang saling menguntungkan. 3.3.3. Informasi Pasar Untuk saat ini belum ada akses teknologi yang digunakan oleh nelayan yang mampu menyediakan informasi harga yang mampu menjangkau semua pasar. Nelayan mengetahui perkembangan komoditas dan harga dari nelayan lain dan dari para pengumpul ikan melalui informasi dari mulut ke mulut atau melalui jaringan telpon seluler. Informasi pasar tentang komoditi dan harga ikan sangat sangat dibutuhkan nelayan untuk menghindari harga yang terlalu rendah atau harga yang terlalu tinggi atas ikan yang dijual.
Photo: NSLIC/NSELRED
44
Kajian Ekonomi Komoditas Perikanan Kota Baubau
3.3.4. Jasa Pengembangan Usaha dan Pendampingan Saat ini, jasa pengembangan usaha dan pendampingan dari pihak perguruan tinggi, LSM dan Lembaga Keuangan dan Swasta belum tersedia. Namun, peran pemerintah beberapa tahun terakhir cukup signifikan dalam meningkatkan pengetahuan dan keterampilan para pelaku dalam rantai nilai perikanan tangkap. Pelatihan dan pengembangan yang telah dilakukan oleh pemerintah di antaranya: 1) Bantuan peralatan produksi, pelatihan pengelolaan hasil perikanan, pengemasan dan promosi produk bagi para pelaku UMKM pengolah hasil perikanan; 2) Sosialisasi, pendampingan dan pembinaan terhadap anggota, dan pengurus koperasi nelayan; 3) Pengembangan kapasitas kelembagaan pelaku UMKM.
Photo: NSLIC/NSELRED 3.3.5. Infrastruktur dan Transportasi. A. PPI Wameo Pelabuhan tempat bongkar muat hasil perikanan PPI wameo dibuat untuk tempat bongkar muat hasil perikanan nelayan kota Baubau maupun nelayan yang berasal dari luar kota Baubau yang memasarkan ikannya di TPI wameo. Nelayan yang melakukan pembongkaran ikan di PPI wameo tidak dikenakan biaya jasa (gratis). B. Pelabuhan Nelayan Sulaa Pelabuhan Sulaa selain digunakan sebagai pelabuhan antar pulau juga di manfaatkan untuk tempat bongkar muat hasil perikanan tangkap utamanya bagi nelayan yang berasal dari Kelurahan Sulaa maupun nelayan yang berasal dari Buton Selatan. C. Cold Storage Infrastruktur pendukung berupa cold storage adalah gudang penyimpanan ikan yang dilengkapi dengan mesin pendingin yang berfungsi untuk menjaga kesegaran dan kualitas ikan tangkapan. Jasa cold storage di Kota Baubau disediakan oleh TPI wameo yang merupakan UPTD Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Baubau.
Kajian Ekonomi Komoditas Perikanan Kota Baubau
45
BAB 3. Rantai Nilai Perikanan Tangkap di Kota Baubau
Di TPI Wameo terdapat dua cold storage didukung oleh dua ABF yang bisa dimanfaatkan nelayan maupun pengumpul untuk mengawetkan ikannya. Setiap cold storage mampu menampung ikan hingga 50 ton, sedangkan untuk tiap ABF mampu menampung sampai 4 ton ikan. Saat ini, pengguna jasa cold storage didominasi oleh para pengumpul lokal (individu) sedangkan para nelayan kurang memanfaatkan jasa cold storage karena mereka langsung menjual ikannya. Setiap 1 kg ikan yang disimpan dikenakan biaya Rp 1.500 dengan jangka waktu paling lama 1 bulan. Kendala yang di hadapi oleh TPI Wameo adalah jumlah dan kapasitas cold storage yang masih sangat terbatas. Hal ini diperparah dengan kerusakan mesin baik itu pada CS maupun pada ABF yang perbaikannya harus menunggu dana dari Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Baubau. D. Dukungan Trasportasi Darat Selain didukung oleh pelabuhan bongkar muat ikan tangkapan dan cold storage, nelayan juga didukung alat transportasi darat yang memadai. Transportasi darat ini digunakan oleh nelayan maupun pelaku rantai nilai dalam membeli hasil tangkapan ikan maupun dalam melakukan penjualan. Transportasi darat ini meliputi gerobak ikan dari dermaga ke TPI dan ke pasar ikan, sepeda motor dan mobil yang biasa digunakan oleh pelaku rantai perikanan tangkap dalam menjalankan usahanya. 3.4. Aturan dan Lingkungan Kebijakan yang Mendukung 3.4.1. Kebijakan dan Perizinan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menargetkan kenaikan ekspor sebesar 11,79% per tahun serta meningkatkan produk olahan sebesar 4,85% per tahun. Untuk mencapai target tersebut, KKP menyasar tiga hal: 1. Perluasan unit Pengolahan Ikan (UPI), skala mikro, kecil dan menengah; 2. Optimalisasi kapasitas terpasang industri perikanan; 3. Perluasan industri perikanan. Pemerintah terus melakukan inovasi dan reformasi tata kelola usaha perikanan tangkap sebagai bagian untuk mendukung kedaulatan sumber daya, keberlanjutan pengelolaan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Hal tersebut ditempuh melalui perbaikan regulasi yang diarahkan untuk mengatasi masalah IUU fishing, overfishing dan destructive fishing, sebagaimana disajikan pada Tabel 3.3.
Pemerintah terus melakukan inovasi dan reformasi tata kelola usaha perikanan tangkap sebagai bagian untuk mendukung kedaulatan sumber daya, keberlanjutan pengelolaan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
46
Kajian Ekonomi Komoditas Perikanan Kota Baubau
Tabel 3.3. Reformasi Tatakelola Usaha Perikanan Tangkap Dasar Hukum
Masalah Utama
IUU Fishing
Intervensi Kebijakan
Langkah Operasional Pengelola Perikanan
Permen 56/2014
Peningkatan pengawasan sumber
Permen 57/2014
daya ikan
PP 75/2015:
Transparansi perizinan dan berbasis
PNBP
kuota Penetapan pelabuhan pangkalan
Permen 01/2015
UU 45/2009
Overfishing
UU 32/2014
direvisi Permen 56/2016 Permen 02/2011
Destructive Fishing
Permen 02/2015 telah direvisi melalui Permen 71/2016
(designated port) Pengaturan penggunaan alat penangkap ikan Penggantian/alih alat penangkap ikan ramah lingkungan Diversifikasi komoditas Pembiayaan (KUR & JARING OJK) Pembangunan sentra kelautan perikanan terpadu di pulau-pulau kecil dan kawasan perbatasan.
Selain itu, perbaikan pelayanan perizinan usaha perikanan tangkap di Indonesia juga meningkat. Hal tersebut terkait penertiban administrasi kapal dan legalitas operasional kapal yang beroperasi (tabel 3.4). Tabel 3.4. Bentuk Perbaikan Pelayanan Perizinan Usaha Perikanan Tangkap No
Penjelasan
Jenis Pelayanan
Proses SIUP, Cek Fisik, BKP, dan SIPI/SIKPI langsung di lokasi pelabuhan perikanan (Gerai Perizinan) sehingga pelaku usaha 1
Percepatan Perizinan Ukur Ulang
dapat berhemat karena tidak mengeluarkan biaya jasa pengurus (penerima kuasa), transportasi, penginapan, dll PERMEN KP Nomor 11/PERMEN-KP/2016 Tentang Standar Pelayanan Minimum Gerai Perizinan Kapal Penangkap Ikan Hasil Pengukuran Ulang. Perpanjangan SIPI/SIKPI 30 – 60 GT di UPT Pusat di daerah dan di Kantor DKP Provinsi
2
Perpanjangan Izin Kapal 30 – 60 GT
Mengurangi biaya ke Kantor Pusat karena dapat mengurus langsung di daerah masing-masing PERMEN KP Nomor PER.30/MEN/2012 Tentang Usaha Perikanan Tangkap di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia.
Kajian Ekonomi Komoditas Perikanan Kota Baubau
47
BAB 3. Rantai Nilai Perikanan Tangkap di Kota Baubau
No
E-Services/Portal 3
Penjelasan
Jenis Pelayanan
Perizinan (www.perizinan.kkp. go.id)
4
SMS Center
5
PTSP KKP
Perpanjangan SIPI/SIKPI tanpa cek fisik (tahun kedua) dapat dilakukan melalui aplikasi E-services, yaitu dengan cara mengunggah dokumen persyaratan dalam bentuk file (hasil scan) ke tempat yang telah disediakan. Tidak perlu mengeluarkan biaya karena dapat dilakukan langsung dari rumah memakai akses internet. Pelaku usaha dapat berkonsultasi dengan petugas perizinan melalui SMS Center: 0821 8100 8888 Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) melayani proses perizinan SIUP, Rekom Teknis, Cek Fisik, BKP, SIPI/SIKPI. Berlokasi di Gedung Mina Bahari IV Lt.1, Kantor KKP Jakarta.
Implementasi kebijakan tersebut belum optimal terutama terkait dengan masalah perizinan kapal. Perizinan ini sangat berkaitan dengan izin melaut para nelayan dari syahbandar perikanan dan segala sesuatu kelengkapan administrasi lembaga keuangan untuk nelayan dan para pelaku usaha. Syahbandar perikanan akan memberikan Surat Izin Berlayar tanpa melakukan pembayaran apapun (free) kepada nelayan dengan melengkapi: 1. Surat Tanda Bukti Laporan Kedatangan Kapal Perikanan (STBLK) 2. Surat Tanda Bukti Keberangkatan Kapal Perikanan (SBKK) 3. Surat Pernyataan Kapal Berangkat dari Nahkoda (SPBKBN) 4. Surat Permohonan Penerbitan (SPP) daftar nahkoda dan ABK kapal perikanan 5. Surat Layak Operasi (SLO) dari petugas pengawas PSKDP 6. Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP)/Surat Izin Kapal Penangkapan Ikan (SIKIP) 7. PAS Besar 8. Sertifikat Kelayakan dan Pengawakan kapal Penangkapan Ikan 9. Log Book Perikanan 10. Surat Ukur 11. Surat Keterangan Kecakapan Nahkoda/Kepala Kamar Mesin (KKM) 12. Buku Kesehatan (Health Book) Dari ke-12 syarat untuk mendapatkan surat izin berlayar, khusus untuk Sertifikat Kelayakan dan Pengawakan kapal Penangkapan Ikan diterbitkan oleh syahbandar perikanan. Syahbandar dapat pula menerbitkan rekomendasi pengisian BBM kapal perikanan. Sedangkan Dinas Penanaman Modal dan PTSP hanya mengeluarkan Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP) atau Surat Izin Kapal Penangkapan Ikan (SIKIP). 3.4.2. Program Pemerintah Terkait A. Program Pemerintah Pusat Pemerintah Pusat selain Kementerian Kelautan dan Perikanan sejak 2010 hingga 2018 telah memberikan bantuan terhadap nelayan tangkap di Kota Baubau antara lain sebagai berikut: 1. Tahun 2010: bantuan kapal program INKA MINA, 1 unit kapal Pole And Line kapasitas 30 GT bagi nelayan tangkap kelurahan Bone-Bone. 2. Tahun 2013: bantuan 1 unit kapal pole and Line Kapasitas 16 GT.
48
Kajian Ekonomi Komoditas Perikanan Kota Baubau
3. Tahun 2017: bantuan Kapal Prog. Mina Maritim 3 Unit Kapasitas 14 GT untuk Koperasi Sipanjonga Kelurahan Sulaa. 4. Tahun 2018: pembanguan Cold Storage berupa ABF kapasitas 10 Ton/Produksi dan Cold Room Kapasitas 100 ton. 5. Tahun 2018: rehabilitasi tempat pemasaran ikan Pelabuhan Perikanan Wameo menjadi Tempat Pemasaran Ikan (TPI) Higienis. Selain KKP, Kementerian Perindustrian dan Perdagangan tahun 2016 telah memberikan bantuan berupa pabrik es di TPI Wameo. B. Program Pemerintah Daerah Beberapa program yang telah dilakukan pemerintah Kota Baubau yang terkait dengan pengembangan sektor perikanan, khususnya komoditas CTTL adalah sebagai berikut: 1. BAPPEDA Kota Baubau telah menyelesaikan arah kebijakan pengembangan sektor perikanan dalam bentuk Cetak Biru Pengembangan Sektor Perikanan Kota Baubau tahun 2019-2023. Dokumen ini memuat Rencana Pengembangan Komoditas Perikanan Tangkap (CTTL) Kota Baubau dalam bentuk pengadaan sarana prasarana pendukung, infrastruktur penunjang, peningkatan produksi dan pengembangan kapasitas kelembagaan nelayan. 2. Dinas Koperasi dan UKM membantu sarana dan prasarana usaha dalam bentuk program bantuan etalase pelaku usaha kuliner ikan tahun 2016. 3. Dinas Perindustrian dan Peradagangan berupa bantuan peralatan ikan olahan skala home industry kelompok Palabusa tahun 2017 dan 2018. 4. Dinas Kelautan dan Perikanan pada tahun 2012 memberikan bantuan 3 unit Kapal Pole and Line tahun 2013 sejumlah 2 unit, tahun 2014 sejumlah 2 unit pula dengan kapasita 16 GT untuk nelayan Kelurahan Bone-bone dan Wameo. Selain itu, sejak 2012-2018, bantuan kapal penangkap ikan di bawah 3 GT sebanyak 100 unit yang tersebar di seluruh kelurahan pesisir Kota Baubau. Selain dukungan dalam bentuk sarana dan prasana, Pemerintah Kota Baubau telah melakukan beberapa upaya dalam hal pendampingan komoditas perikanan tangkap (CTTL) dilakukan oleh beberapa SKPD terkait di Kota Baubau dalam bentuk: 1. Dinas Koperasi dan UKM, berupa pendampingan dan pembinaan pengurus dan anggota koperasi yang baik, bimtek pengelolaan keuangan serta bimbingan bagi pengurus koperasi untuk mengajukan pembiayaan pada lembaga penyedia jasa pembiyaan termasuk pelaku UKM nelayan; 2. Dinas Perindustrian dan Perdagangan berupa pelatihan teknis pengolahan ikan, kemasan dan promosi produk; 3. Dinas Perikanan dan Kelautan berupa pendampingan pengurusan dokumen kapal dan izin penangkapan ikan; 4. Dinas Penanaman Modal dan PTSP untuk pengembangan dan peningkatan pengetahuan nelayan tentang pelayanan perizinan kapal nelayan. 3.5. Analisa Gender dalam Rantai Nilai Perikanan Aktivitas Gender dianalisis berdasarkan kategori pelaku utama, jenis usaha, proses produksi dan pelaku pendukung. Penjelasan analisis gender disajikan pada tabel berikut:
Kajian Ekonomi Komoditas Perikanan Kota Baubau
49
BAB 3. Rantai Nilai Perikanan Tangkap di Kota Baubau
Tabel 3.5. Analisis Gender dalam Rantai Nilai Perikanan Tangkap
No
Aktivitas Proses Produksi
Pembagian Tugas M
Penjelasan
F
A
Pelaku Utama
1.
Pengurusan Izin
Operasional kapal
√
√
2.
Perbaikan kapal
√
√
√
Dibahas dan diputuskan bersama, keputusan tentang siapa yang bertanggung jawab dalam proses perizinan didominasi pihak laki-laki Dilakukan sendiri oleh pemilik kapal dan ABK dan semuanya laki-laki
3.
Persiapan perbekalan
konsumsi di kapal
dan juga istri pemilik kapal atau ABK yang
ditunjuk bersama. Pembelian perbekalan
didominasi perempuan.
4.
Pembelianbalokes
√
Pembelian balok es dilakukan ABK
5.
Pengisian bahanbakar
√
6.
Pengurusan izin untuk
menangkap ikan
√
√
Persiapan perbekalan dilakukan pemilik kapal
Pengisian bahan bakar diputuskan bersama pemilik kapal dan kapten kapal Proses pengurusan izin ditunjuk oleh pemilik kapal dan bekerjasama dengan pihak ketiga
dan didominasi perempuan
8.
Penangkapan ikan di laut
√
Dilakukan ABK kapal
9.
Transaksi jual beli di kapal
√
Dilakukan pemilik kapal, ABK, kapten kapal
√
dengan pembeli dan aktornya laki-laki dan
perempuan
10.
Transaksi jual beli ikan di
perusahaan
√
aktornya laki-Laki
11.
Pedagang pengumpul
√
Pelaku utama laki-laki
12.
Papalele
√
√
Pelaku utama laki-laki dan perempuan
13.
Penjual ikan di pasar/
√
√
eceran
14.
UMKM Abon
√
√
15.
UMK Ikan Asap
√
√
Dilakukan pemilik kapal dengan perusahan dan
Proses pembelian dan penjualan ikan dilakukan sendiri aktornya baik laki-laki maupun perempuan Pelaku laki-laki dan karyawan yang dipekerjakan mayoritas perempuan Pelaku laki-laki dan karyawan yang dipekerjakan
dari proses produksi sampai pemasaran terdiri
dari laki-laki dan perempuan.
50
Kajian Ekonomi Komoditas Perikanan Kota Baubau
No
16.
Aktivitas Proses Produksi UMKM Bakso
Pembagian Tugas M √
Penjelasan
F √
Pelaku usaha dilakukan oleh laki-laki dan
perempuan
17.
Pelaku usaha dilakukan oleh laki-laki dan
UMKM Ikan Bakar
√
√
perempuan
18.
√
Dilakukan sendiri oleh nelayan laki-laki dan
dibersihkan dan dikemas oleh pelaku pengolah
laki-laki
19.
Pengelolaan pabrik es balok dilakukan
Pengolah Ikan Loin
Pengelola pabrik es
√
Karyawan laki-laki
20.
Pengelolaan cold storage dilakukan karyawan
Pengelola cold storage
√
laki-laki
21.
Pengelolaan SPBN dilakukan karyawan laki-laki
Pengelola SPBN
√
√
22.
Penyedia alat/
toko nelayan
√
dan perempuan Penyediaan alat-alat pancing dilakukan laki-laki dengan mempekerjakan karyawan laki-laki dan
perempuan
23.
Aktor pengurusan perizinan terdiri dari laki-
Pengurusan perizinan
√
√
laki dan perempuan
24.
Aktor pengurusan perizinan terdiri dari laki-laki
KSOP
√
√
25.
Perindag
√
√
26.
Dinas koperasi
√
√
27.
DKP Kota
√
√
28.
DKP Provinsi
√
√
29.
Penyuluh perikanan
√
√
dan perempuan Aktor pendukung Perindag terdiri dari laki-laki dan perempuan Aktor pendukung Dinas koperasi terdiri laki-laki dan perempuan Aktor pendukung DKP Kota Kendari terdiri dari laki-laki dan perempuan Aktor pendukung DKP Provinsi terdiri dari laki-laki dan perempuan Proses penyuluhan dan pendampingan teknis
budidaya dilakukan di lokasi usaha dan actor
yang terlibat adalah laki- laki dan perempuan
Kajian Ekonomi Komoditas Perikanan Kota Baubau
51
BAB 4. Analisis dan Strategi Pengembangan
BAB 4. Analisis dan Strategi Pengembangan
4.1. Potensi Pasar Pasar ikan tanggap dan darat di tingkat dunia, nasional dan lokal terlihat sangat menjanjikan. Sebagaimana digambarkan pada bab 2 bahwa pada tahun 2025 diproyeksikan kebutuhan ikan di negara maju di bawah 10% sedangkan negara berkembang lebih dari 90%. Diproyeksikan kebutuhan ikan akan tersebar di 73% negara-negara Asia, 12% negara-negara Afrika, 7% Amerika Latin dan Caribbean, 4% negara Eropa, 3% Amerika Utara dan 1% Oceania. Pasar yang menjanjikan diharapkan mampu mendorong terjadinya peningkatan produksi di sisi hulu maupun peningkatan produksi pengolahan di sisi hilir. Meskipun ada indikasi bahwa hasil tangkapan dan pengolahan ikan cenderung mengalami fluktuasi dalam beberapa waktu terakhir. Mendorong adanya perbaikan di sektor perikanan diharapkan mampu menyerap tenaga kerja sektor perikanan yang cukup besar. Sebagai penyedia lapangan kerja, sektor perikanan telah berkontribusi terhadap penciptaan dan pengembangan industri rumah tangga, usaha mikro kecil menengah dan industri besar berskala ekspor. Peningkatan pertumbuhan ekonomi ditunjukkan dari kontribusi peningkatan kesejahteraan masyarakat pengolah dan pemasar hasil perikanan. Dari sisi pemasaran luar negeri, selama tahun 2016 Provinsi Sulawesi Tenggara telah melakukan ekspor ke berbagai negara tujuan seperti USA, Jepang, Vietnam, Hongkong dan Australia. Jika dikelompokkan berdasarkan bentuk, maka ekspor perikanan Sulawesi Tenggara didominasi ikan beku (73,7%). Selain itu, di tingkat nasional, rata-rata konsumsi ikan juga meningkat dan menjadi peluang yang menjanjikan. Meskipun realisasi ekspor 2017 baru mencapai 59,19% dari target 2017 yakni sebesar USD 7,62 miliar (sumber: KKP RI, 2017). Dengan demikian terdapat kesenjangan yang besar antara target dan realisasi ekspor. Di tingkat nasional, potensi kelautan Indonesia diperkirakan mencapai US$ 1,2 triliun per tahun dengan penyerapan tenaga kerja sekitar 60 juta orang dan Sulawesi Tenggara termasuk Kota Baubau merupakan daerah yang memiliki potensi kelautan tersebut di atas. Selain itu, merujuk kepada Rencana Strategis Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) tahun 2015-2019 menunjukkan rata-rata kenaikan volume produksi perikanan tangkap sebesar 4,52% per tahun selama periode 2010-2015.
Photo: NSLIC/NSELRED
54
Kajian Ekonomi Komoditas Perikanan Kota Baubau
4.2. Akar Masalah Untuk Pengembangan Masih rendahnya pendapatan nelayan di Kota Baubau dan rendahnya target yang diharapkan setidaknya disebabkan oleh 3 faktor utama yaitu, faktor yang terkait dengan input dan kebijakan yang medukung dan faktor yang terkait dengan pemasaran sehingga nilai dan hasil jual perikanan tangkap tidak optimal. Dari sisi input sebanyak 35 kapal nelayan tidak bisa beroperasi disebabkan ijin operasiona kapal tidak terbit. Faktor utama yang menyebabkan tidak terbitnya izin kapal karena pemilik kapal tidak mampu memenuhi persyaratan dokumen dan kelengkapan perizinan. Pemilik kapal terutama kapal dari bantuan pemerintah dan kapal yang dibeli dari nelayan NTB dan NTT tidak dapat menunjukan dokumen kepemilikan kapal sebagai syarat perizinan untuk pengurusan surat ukur, SIUP, dan SIPI. Jumlah kapal yang tidak memiliki dokumen di kota Baubau sebanyak 37 unit kapal. Disamping itu sebagian kapal-kapal tersebut juga tidak memiliki kelengkapan standar yang dipersyaratkan seperti pelampung, radio, dan GPS. Sementara karena sudah lama tidak melaut, pemilik kapal tidak memiliki modal (biaya) yang cukup untuk membeli perlengkapan kapal tersebut. Permasalahan lainnya, terutama kapal yang memiliki kelengkapan dokumen namun ijin belum keluar adalah lebih disebabkan laporan data produksi tidak sesuai sehingga ada peringkatan dari KKP untuk menangguhkan sementara proses perizinan sampai pemilik kapal memperbaiki laporan produksi tangkapannya. Laporan produksi kapal ini sering tidak akurat karena petugas pemerintah di pelabuhan terbatas. Akibatnya petugas melakukan pendataan tidak terkontrol. Faktor kedua dari sisi input adalah khusus untuk penangkapan ikan terutama cakalang dan tuna, nelayan membutuhkan umpan ikan. Saat ini kebutuhan umpan belum dapat dipenuhi di tingkat lokal dan masih sangat tergantung dari persediaan umpan ikan yang ada di luar. Apalagi saat memasuki musim tangkap, seringkali nelayan tidak bisa beroperasi karena tidak mendapatkan umpan. Jika kebutuhan umpan ikan ini dapat dipenuhi di tingkat lokal kemungkinan produksi ikan akan meningkat. Faktor ketiga, mengapa pendapatan nelayan rendah adalah rendahnya harga ikan yang setidaknya disebabkan oleh tiga faktor yaitu rendahnya kualitas ikan hasil tangkapan, ketidak pastian harga dan pasar ikan olahan yang masih sangat terbatas (lokal). Kualitas ikan hasil tangkapan terutama pada saat puncak hasil tangkapan ikan kualitasnya rendah. Kualitas yang rendah ini karena banyak ikan yang rusak di atas kapal. Kondisi ini disebabkan oleh pengetahuan dan keterampilan nelayan yang masih sangat terbatas dalam hal penanganan ikan pasca penangkapan. Selain itu, tata kelola dan kurang maksimalnya peran TPI dalam menyediakan sarana dan prasarana pendukung pada nelayan juga menentukan kualitas ikan. Pabrik es dan cold storage yang ada belum mampu dioperasikan secara optimal. Salah satu kendala yang di hadapi oleh TPI Wameo adalah jumlah dan kapasitas cold storage (CS) yang masih sangat terbatas. Hal ini diperparah dengan kerusakan mesin baik itu pada CS, ABF maupun pada pabrik es yang perbaikannya harus menunggu dana dari Dinas Perikanan. Perlu adanya upaya untuk mendorong perbaikan tata kelola TPI sehingga sarana dan prasarana yang ada dapat dimanfaatkan secara optimal untuk mendukung kegiatan nelayan dan pihak lain yang membutuhkan jasa dari TPI. Selain itu rendahnya harga ikan juga disebabkan oleh ketidakpastian harga ditingkat nelayan. Nelayan tidak pernah mengetahui dengan pasti seberapa besar harga ikan baik ditingkat nasional maupun tingkat dunia. Informasi harga ikan hanya berasal dari informasi yang berkembang dari para nelayan dan pengumpul. Saat ini telah tersedia aplikasi yang mampu menyediakan informasi tentang perkembangan harga ikan yang mampu dijadikan acuan para nelayan dalam bertransaksi dengan para pengumpul. Akan tetapi karena keterbatasan pengetahuan dan penguasaan teknologi informasi membuat nelayan sulit untuk mengakses informasi tersebut. Jika nelayan mampu mengakses informasi tersebut maka dapat dipastikan nelayan akan
Kajian Ekonomi Komoditas Perikanan Kota Baubau
55
BAB 4. Analisis dan Strategi Pengembangan
memiliki daya tawar lebih dalam bertransaksi dengan para papalele maupun pengumpul. Terakhir adalah pasar ikan olahan yang masih terbatas (lokal) dalam hal ini ikan loin. Alternatif yang bisa dilakukan oleh nelayan untuk meningkatkan harga ikan khususnya ikan tuna dan cakalang adalah dengan memberikan perlakuan lebih pada ikan hasil tangkapannya yaitu dengan mengolahnya menjadi ikan loin. Akan tetapi karena keterbatasan/kurangnya informasi pasar alternative, nelayan tidak berminat untuk melakukan hal tersebut. Secara keseluruhan akar masalah pengembanan perikanan tangkap di Kota Baubau dapat dilihat pada Gambar 4.1. di bawah ini:
Rendahnya Pendapatan Nelayan
Harga ikan rendah
Kapal tidak beroperasi Izin kapal tidak keluar Dokumen dan kelengkapan kapal tidak sesuai dengan persyaratan
Mahalnya biaya untuk memenuhi persyaratan peralatan dan perlengkapan izin Nelayan tidak/ kurang memiliki modal
Kualitas ikan rendah
Kurang tersedianya umpan
Kurang maksimumnya peran (TPI)
Kurangnya jasa penyedia umpan
Kurangnya pengetahuan nelayan tentang penanganan ikan pasca penangkapan
Tata kelola dan sarana dan prasarana TPI yang belum optimal
Ketidak pastian harga Pasar ikan olahan terbatas (lokal)
Kurangnya informasi pasar alternatif
Kurangnya akses informasi terkait harga ikan
Kurangnya penguasaan nelayan pada Teknologi Informasi
Gambar 4.1. Pohon Masalah Perikanan Tangkap Kota Baubau
4.2. Visi Perubahan Studi rantai nilai yang dilakukan di Kota Baubau merumuskan bahwa vision of changes yang ditawarkan dapat dilakukan untuk memperbaiki fungsi utama (di tingkat rantai nilai) komoditas perikanan dan juga pada fungsi pendukung, dan fungsi kebijakan adalah sebagai berikut; Pada fungsi utama: (1) meningkatkan kemampuan nelayan untuk mendapatkan pengatahuan dalam mengakses layanan permodalan; (2) meningkatkan kualitas hasil tangkapan dan mendorong pasar alternatif (loin). Pada fungsi pendukung: (1) Meningkatkan layanan teknis penanganan ikan pasca penangkapan untuk peningkatan kualitas hasil tangkapan; (2) Optimalisasi pengelolaan sarana dan prasarana TPI; (3) Tersedianya layanan penyedia umpan; (4) Meningkatkan layanan teknis penguasaan teknologi informasi harga ikan kepada nelayan.
56
Kajian Ekonomi Komoditas Perikanan Kota Baubau
Pada fungsi regulasi/lingkungan yang mendukung: (1) Kemudahan akses dan dukungan kemudahan perijinan kapal; (2) Dukungan program pendampingan untuk penyediaan umpan dan akses pasar alternatif (loin); 4.3. Pilihan Intervensi
INTERVENSI 1: Layanan Pendampingan Jasa Perizinan Permodalan merupakan salah satu akar masalah yang mengakibatkan nelayan tidak dapat memenuhi persyaratan peralatan dan perlengkapan pengurusan izin seperti radio, life jacket dan GPS. Tidak lengkapnya persyaratan dan perlengkapan izin menyebabkan dokumen kelengkapan melaut tidak dapat dikeluarkan oleh pejabat beFasilitasi nelayan tangkap untuk mendapatkan modal dari perbankandak beroperasi yang berujung pada hilangnya pendapatan nelayan. Dibutuhkan peran serta lembaga keuangan seperti BANK untuk membantu nelayan dalam permodalan sehingga kapal-kapal nelayan dapat beroperasi. Di beberapa bank telah ada program pemberian modal usaha bagi UKM. Dalam hal ini pihak Bank membutuhkan ruang khusus untuk dapat mensosialisasikan progran-program kredit UKM kepada nelayan tangkap. Tidak kalah pentingnya adalah nelayan tangkap dfasilitasi untuk mendapatkan kredit UKM yang terdapat diberbagai Bank. Berikut bisnis model yang akan diterapkan: BANK/Penyedia Kredit UKM Modal/Kredit
Bunga
Nelayan Tangkap Fasilitas
Dukungan Pemerintah untuk BANK/ Penyedia Kredit UKM
INTERVENSI 2: Fasilitasi nelayan tangkap untuk mendapatkan modal dari pengumpul Dibutuhkan peran serta pengumpul II (perusahaan) dalam memberikan dukungan permodalan terhadap nelayan tangkap. Olehnya itu dipandang perlu untuk memfasilitasi nelayan tangkap untuk mendapatkan permodalan dari Pengumpul II (perusahaan). Berikut bisnis model yang dapat diterapkan:
Kajian Ekonomi Komoditas Perikanan Kota Baubau
57
BAB 4. Analisis dan Strategi Pengembangan
Pengumpul II/Penyedia Modal Modal
Stok CTTL
Nelayan Fasilitas
Dukungan Pemerintah untuk Pengumpul II
INTERVENSI 3: Optimalisasi peran koperasi nelayan Koperasi nelayan merupakan salah satu lembaga provider yang menyediakan jasa layanan pada nelayan. Olehnya itu dibutuhkan penguatan kapasitas pengurus koperasi dalam hal manajemen pengelolaan koperasi dan strategi pengelolaan koperasi. Hal ini dilakukan dalam rangka meningkatkan peran koperasi sebagai penyedia jasa layanan bagi kelompok nelayan tangkap. Berikut bisnis model yang dilakukan:
Lembaga Penyedia Pelatihan Training
Rp
Pengelola Koperasi Fasilitas
Dukungan Pemerintah Penyedia Jasa Pelatihan
58
Kajian Ekonomi Komoditas Perikanan Kota Baubau
INTERVENSI 4: Pelatihan teknis penanganan ikan pasca penangkapan Kerusakan ikan terbesar baik di atas kapal maupun setelah di pelabuhan sangat merugikan nelayan karena dapat menurunkan harga jual ikan. Salah satu kunci keberhasilan untuk peningkatan kualitas hasil tangkapan adalah peningkatan kapasitas nelayan dan ABK dalam melakukan penanganan hasil tangkapan di atas kapal dan teknis penyimpanan baik di atas kapal maupun ketika sudah di darat. Jika kerusakan ikan di tingkat nelayan mampu ditekan, maka akan berdampak langsung terhadap nilai jual yang lebih baik sehingga meningkatkan pendapatan nelayan. Olehnya itu dibutuhkan pelatihan teknis bagi nelayan dan ABK dalam penanganan ikan pasca penangkapan dengan menyertakan penyedia jasa layanan pelatihan. Berikut model bisnis yang dapat dilakukan:
Koperasi/Penyedia Pelatihan Training
Rp
Nelayan/ABK Pendampingan
Dukungan Pemerintah untuk Koperasi/ Penyedia Jasa
Gambar 4.5. Model Bisnis Layanan Pelatihan Penanganan Ikan Pasca Tangkap
INTERVENSI 5: Pengadaan cold storage dan perbaikan mesin pabrik es. Cold storage merupakan sarana yang sangat penting dalam penyimpanan ikan yang digunakan oleh Pengumpul I sebelum keperusahaan ekspor. Cold storage juga merupakan sarana penting penyimpanan ikan sebelum sampai ke pasar nasional dan pasar ekspor. Olehnya itu pemerintah kota Baubau akan menambah cold storage di TPI Wameo, guna menjamin kualitas ikan. Es merupakan kebutuhan dasar bagi nelayan tangkap. Saat ini TPI Baubau tidak dapat memenuhi kebutuhan es nelayan dikarenakan mesin pabrik es tidak dapat beroperasi lagi. Olehnya itu dibutuhkan perbaikan pabrik es di TPI Kota Baubau.
Kajian Ekonomi Komoditas Perikanan Kota Baubau
59
BAB 4. Analisis dan Strategi Pengembangan
Photo: NSLIC/NSELRED
INTERVENSI 6: Pelatihan manajemen pengelolaan TPI Peran penting TPI sebagai sesuatu yang sangat vital harus dapat dikelola dengan baik, meliputi tata kelola sarana dan prasarana, administrasi keungan baik pelaporan maupun analisis pengembangan TPI kedepan. Olehnya itu dibutuhkan pelatihan manajemen pengelolaan TPI yang baik. Berikut bisnis model pelatihan manajemen pengelolaan TPI: Lembaga Penyedia Pelatihan Training
Rp
Pengelola TPI Pendampingan
Dukungan Pemerintah untuk Penyedia Jasa
INTERVENSI 7: Membangun kerjasama antara penyedia umpan dan nelayan tangkap Kurang tersedianya umpan merupakan salah satu masalah besar yang memyebabkan kapal nelayan tangkap tidak beroperasi. Pada akhirnya menyebabkan rendahnya pendapatan nelayan. Olehnya itu dibutuhkan satu bentuk kerjasama antara penyedia umpan dengan nelayan tangkap. Berikut bentuk model bisnia yang akan di terapkan:
60
Kajian Ekonomi Komoditas Perikanan Kota Baubau
Penyedia Umpan/Koperasi Umpan
Rp
Nelayan Tangkap Fasilitasi
Dukungan Pemerintah untuk Penyedia Jasa/ Koperasi
INTERVENSI 8: Pelatihan Penggunaan teknologi informasi bagi nelayan tangkap Nelayan umumnya tidak mengetahui harga ikan dipasar karena tidak memilki akses informasi tentang harga ikan di pasar. Olehnya itu, dibutuhkan pelatihan teknologi informasi yang dapat dilaksanakan untuk dapat mengakses harga jual ikan di pasaran. Berikut bisnis model yang dapat diterapkan: Koperasi/Penyedia Pelatihan Training
Rp
Nelayan Peningkatan Kapasitas
Dukungan Pemerintah untuk Penyedia Jasa/ Koperasi
Kajian Ekonomi Komoditas Perikanan Kota Baubau
61
BAB 4. Analisis dan Strategi Pengembangan
INTERVENSI 9: Pendampingan perizinan kapal bagi nelayan tangkap Dengan adanya perubahan kebijakan perizinan kapal termasuk izin usaha perikanan dan pelayaran, dibutuhkan satu terobosan untuk membantu nelayan dalam mengakses perizinan, terlebih dengan adanya sistem perizinan online. Tidak semua nelayan mampu mengoperasikan dan mengurus perizinan. Pengurusan perizinan melalui berbagai tingkat dari KSOP, DKP, PTSP Propinsi, Pengawas Perikanan (PPS/ TPI), dan syahbandar. Masing-masing perizinan tersebut dapat berupa surat yang berlaku seumur hidup, 5 tahunan, tahunan, dan juga setiap berlajar. Saat ini terdapat banyak kapal nelayan yang mengalami kesulitan perizinan karena beberapa sebab, diantaranya proses perizinan lama dan informasi hambatan perizinan tidak diperoleh oleh pemilik kapal. Selain itu, beberapa kapal juga terkendala dalam melakukan ukur kapal karena proses yang lama. Intervensi yang dapat dikembangkan dalam jangka panjang adalah membuat/mendampingi jasa perizinan pengurusan kapal yang saat ini bersifat informal menjadi lebih profesional. Model bisnis yang dapat dikembangkan adalah sebagai berikut: Jasa Pendukung Koperasi/Penyedia Jasa Pengurus Perizinan Jasa
Rp
Pemilik Kapal Peningkatan Kapasitas
Dukungan Pemerintah untuk Koperasi/Penyedia Jasa/ Pemilik Kapal
INTERVENSI 10: Akses Pasar Alternatif (Ikan Loin) Untuk perbaikan harga ikan, salah satu produk yang dikembangkan, selain mendorong peningkatan pasar hasil olahan produk perikanan adalah mengembangkan pasar baru. Salah satu pasar potensial dari produk olahan ikan adalah ikan loin. Tuna loin merupakan daging fillet ikan tuna yang umumnya dimafaatkan sebagai bahan makanan untuk sashimi, steak dan shabushabu. Permintaan terhadap komoditi tuna loin cukup tinggi, bahkan pasokan
62
Kajian Ekonomi Komoditas Perikanan Kota Baubau
saat ini belum dapat memenuhi permintaan negara-negara importir. Negara-negara importir tuna loin di antaranya adalah Jepang, USA, Australia dan beberapa negara Eropa. Masing-masing negara importir tersebut memiliki kualifikasi dan standar mutu sendiri. Kualifikasi tuna loin yang diminta negara Jepang hanya grade A atau grade sashimi, sedangkan negara tujuan Amerika dan Eropa masih bisa menerima tuna loin grade B atau C. Persaingan bisnis di antara para pengusaha tuna loin terutama dalam hal memperoleh bahan baku ikan tuna dari nelayan. Namun begitu, Persaingan pemasaran produk di dalam negeri (lokal) tidak terlihat signifikan karena masing-masing pengusaha telah memiliki pasar sendiri, baik lokal maupun ekspor. Disamping itu pemenuhan terhadap permintaan pasar itu sendiri, khususnya ekspor masih belum terpenuhi. Untuk mengurangi persaingan, dalam tahap awal pengembangan model bisnis yang dapat dikembangkan adalah seperti pada gambar 4.3. Nelayan/home industry dikaitkan degan pedagang (penampung) yang ada di kota Baubau yang memiliki akses ke ekportir.
Nelayan/ Home Industry
Ika
nL
Rp, Standar Produk
oin
Pedagang Penampung
Eksportir ikan Loin Ikan Loin
Nelayan/ Home Industry
pin
am
end p, P
gan
R
Gambar 4.3. Model Bisnis Usaha Ikan Loin
Saat ini terdapat banyak kapal nelayan yang mengalami kesulitan perizinan karena beberapa sebab, diantaranya proses perizinan lama dan informasi hambatan perizinan tidak diperoleh oleh pemilik kapal. Selain itu, beberapa kapal juga terkendala dalam melakukan ukur kapal karena proses yang lama.
Kajian Ekonomi Komoditas Perikanan Kota Baubau
63
64
Kajian Ekonomi Komoditas Perikanan Kota Baubau
Daftar Pustaka FAO,2015. FAO Statistical Pocketbook. Ditjen PDS KKP 2017. Kajian Strategi Industrialisasi Perikanan Untuk Mendukung
Pembangunan Ekonomi Wilayah
BPS, Tahun 2018. Statistik Indonesia 2018. KKP RI, 2018. Isu strategis dan prioritas perikanan tangkap tahun 2018.Kementerian
Kelautan dan Perikanan. Jakarta.
BPS Prov SULTRA, 2017. Provinsi Sulawesi Tenggara dalam Angka.Badan Pusat Statistik
Provinsi Sulawesi Tenggara.
NSLIC/NSELRED Project: World Trade Center (WTC) 5, 10th floor Jl. Jenderal Sudirman Kav. 29-31 Jakarta 12920, Indonesia Tel: +62 21 5262282, +62 21 526 8668 www.nslic.or.id
NSLIC Project
@NslicNselred