MODUL PELATIHAN: ANALISIS GENDER DALAM PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL
Modul Pelatihan Analisis Gender dalam Pengembangan Ekonomi Lokal
DAFTAR ISI
Daftar Isi............................................................................................................................................ 04 Kata Pengantar.................................................................................................................................. 07 Pendahuluan..................................................................................................................................... 13
1.1. Latar Belakang....................................................................................................................... 14
1.2. Tujuan Penyusunan Modul.................................................................................................... 15
1.3. Kelompok Sasaran................................................................................................................. 15
1.4. Pendekatan Pelatihan............................................................................................................ 15
1.5. Metode Pelatihan................................................................................................................... 16
1.6. Kriteria Fasilitator................................................................................................................... 16
1.7. Evaluasi Pelatihan.................................................................................................................. 16
1.8. Agenda Pelatihan................................................................................................................... 17
Pokok Bahasan I Orientasi Forum..................................................................................................... 21
Sesi 1 Bina Suasana..................................................................................................................... 22
Sesi 2 Kesepakatan Alur dan Agenda Pelatihan............................................................................ 24
Pokok Bahasan II Gender Dan Ketidakadilan.................................................................................... 27
Sesi 1 Konsep Gender, Jenis Kelamin, dan Pengarusutamaan Gender......................................... 28
Sesi 2 Bentuk-Bentuk Ketidakadilan Gender................................................................................. 31
4
DAFTAR ISI
Pokok Bahasan III Pengantar Analisis Gender................................................................................... 43
Sesi 1 Data Terpilah...................................................................................................................... 44
Sesi 2 Analisis Gender.................................................................................................................. 46
Pokok Bahasan IV Teknik Analisis Gender Model Harvard................................................................ 53 Pokok Bahasan V Teknik Analisis Gender Model Moser................................................................... 65 Pokok Bahasan VI Teknik Analisis Gender Model Longwe................................................................ 75 Pokok Bahasan VII Teknik Analisis Gender Model GAP..................................................................... 85 Pokok Bahasan VIII Pengintegrasian Analisis Gender Dalam Market Chain Asessment.................. 99 Pokok Bahasan IX Pengintegrasian Analisis Gender dalam Asesment Lingkungan Hidup.............. 111 Lampiran........................................................................................................................................... 119 Pre-test /Post-test........................................................................................................................... 121 Kunci Jawaban Pre-test /Post-test................................................................................................... 124 Daftar Pustaka.................................................................................................................................. 127
5
KATA PENGANTAR
M
odul Analisis Gender dalam Pengembangan Ekonomi Lokal yang ada di hadapan Bapak/Ibu merupakan salah satu seri modul yang disiapkan untuk mendorong pengarusutamaan gender dalam pembangunan ekonomi lokal. Modul ini telah
diujicobakan di dua provinsi wilayah Kerja NSLIC/NSELRED, yaitu Provinsi Sulawesi Tenggara dan Provinsi Gorontalo kepada anggota Kelompok Kerja Peningkatan Partisipasi Ekonomi Perempuan (Pokja P2EP) di masing-masing Provinsi. Kemudian modul ini juga telah diujicobakan untuk melatih anggota Pokja P2EP di Kota Kendari, Kota Bau Bau, Kabupaten Wakatobi, Kabupaten Konawe Selatan dan Kabupaten Bombana. Dalam uji coba di tingkat kabupaten/kota yang bertindak sebagai fasilitator merupakan alumni dari pelatihan di tingkat provinsi dengan didampingi seorang pelatih ahli. Selain konsep gender, ketidakadilan gender, dan pengarusutamaan gender, modul ini menawarkan beberapa teknik analisis gender. Di antaranya Teknik Analisa Gender Model Harvard, Teknik Analisa Gender Model Moser, Teknik Analisa Gender Model Longwe, Teknik Analisa gender Model GAP, Teknik Pengintegrasian Analisa Gender dalam Market Chain Asesstment, dan Teknik Pengintegrasian Analisa Gender dalam Asessment Lingkungan Hidup. Modul ini diharapkan dapat dipergunakan oleh Pokja P2EP untuk melatih para anggotanya baik di tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota. Modul ini juga dapat digunakan untuk melatih para perencana dari kalangan pemerintah, organisasi masyarakat yang bergerak dalam advokasi gender dan pengembangan ekonomi perempuan, perguruan tinggi terutama Pusat Studi Gender dan Anak. Terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam penyelesaian modul ini, khususnya semua anggota Pokja P2EP di Provinsi dan Kabupaten/Kota di wilayah kerja NSLIC/ NSELRED, core management NSLIC, Para Provincial Coordinator dan District Facilitator yang telah dengan tekun dan penuh semangat memberikan masukan terhadap penyelesaian dan penyempurnaan modul ini. Pada akhirnya kami berharap modul ini dapat bermanfaat dan memberikan kontribusi pada peningkatan kesadaran dan keterampilan mengimplementasikan kebijakan pengarusutamaan gender untuk peningkatan partisipasi dan pengembangan ekonomi lokal.
7
Cara Penggunaan Modul Pelatihan
CARA PENGGUNAAN MODUL PELATIHAN
Sebelum menggunakan modul ini untuk kepentingan pelatihan, diharapkan terlebih dahulu fasilitator membaca bagian pendahuluan dari modul ini. Bagian pendahuluan penting untuk dibaca terlebih dahulu karena pada bagian itu mengulas tentang tujuan dari modul, kriteria pelatih atau fasilitator yang dibutuhkan untuk melaksanakan pelatihan analisis gender, kelompok sasaran, pendekatan dan metode pelatihan, termasuk jadwal. Modul ini ditawarkan untuk pelatihan bagi orang dewasa yang tidak hanya mendiskusikan perihal teori, tetapi juga banyak dilakukan praktik, terutama untuk masing-masing teknik atau model analisis gender yang diperkenalkan. Pada bagian waktu dan agenda pelatihan yang dimuat dalam pendahuluan memang tidak dinyatakan secara eksplisit tentang praktik menganalisis, tetapi pada masingmasing Pokok Bahasan dan atau sesi tergambar jelas kapan praktik menganalisis dilakukan. Modul Analisis Gender yang tersaji dihadapan pembaca ini terdiri atas 9 Pokok Bahasan. Khusus Pokok Bahasan I - III masing-masing terdiri atas dua sesi. Alur dari pelatihan hendaknya disajikan sesuai urutan Pokok Bahasan dan sesi-sesi pada modul. Ini untuk membantu peserta memahami analisis gender secara komprehensif dan juga mempermudah pelatih dalam membantu peserta memahami materi yang tersedia. Pada masing-masing Pokok Bahasan/Sesi akan ada pengantar, tujuan sesi, metode, alat dan bahan, waktu, dan proses. Kemudian juga diikuti oleh lampiran yang secara umum berisikan bahan bacaan dan lembar kerja. Namun dalam beberapa sesi, pada bagian lampiran juga dimuat Lembar Panduan Fasilitator. Masing-masing poin tersebut memiliki fungsi tersendiri. Pengantar memberikan pengetahuan tentang Pokok Bahasan/Sesi yang bersangkutan, sedangkan tujuan sesi menjelaskan apa yang ingin dicapai. Oleh karenanya, seorang pelatih harus terlebih dahulu mengetahui apa tujuan yang ingin dicapai dari setiap sesi.
10
CARA PENGGUNAAN MODUL PELATIHAN
Selanjutnya pada bagian metode, mengulas tentang cara yang akan digunakan untuk menyampaikan materi pada sesi atau pokok bahasan yang bersangkutan. Sementara alat dan bahan merupakan peralatan maupun materi yang perlu disiapkan untuk kelancaran proses pelatihan. Waktu menunjukan durasi yang dialokasikan untuk melaksanakan sebuah sesi, sedangkan proses merupakan langkah-langkah yang dilakukan dalam menfasilitasi sesi pelatihan. Segmen ini ada pada setiap pokok bahasan dalam modul ini. Bagian modul yang ini didedikasikan untuk pegangan/acuan bagi pelatih dalam menyelenggarakan pelatihan. Dari bagian ini, peserta pelatihan hanya perlu mengetahui tujuan dari masing-masing sesi. Namun, hal ini bisa disampaikan oleh fasilitator ketika memberi pengantar ataupun mau memulai sesi. Sementara itu bagian lampiran, kecuali Lembar Panduan Fasilitator, yaitu bahan bacaan dan lembar kerja disarankan didistribusikan kepada peserta. Bahan bacaan dapat digunakan oleh pelatih untuk membuat PowerPoint. Lembar kerja merupakan panduan yang digunakan untuk melakukan praktik analisis gender, sedangkan bahan bacaan menjadi materi yang perlu dipahami oleh peserta. Selain itu, Lembar Panduan Fasilitator merupakan alat yang dapat digunakan untuk mengetahui poinpoin yang penting untuk digarisbawahi. Kemudian pada lampiran Modul dimuat pre test dan post test. Ini dicantumkan sebagai alat untuk mengevaluasi perubahan pengetahuan yang terjadi pada peserta sebelum dan sesudah mengikuti pelatihan.
11
Pendahuluan
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Perempuan merupakan salah satu sumber daya pembangunan dan berkontribusi dalam pencapaian target pembangunan. Data BPS yang dikeluarkan dalam buku ‘Sulawesi Tenggara dalam Angka’ maupun Gorontalo dalam angka menunjukkan bahwa 49,76% (1.218.302 orang) penduduk Sulawesi Tenggara merupakan perempuan dari total penduduk 2.448.081. Sementara untuk Provinsi Gorontalo, jumlah penduduk perempuan 49,90% (556.771 orang) dari total jumlah penduduk 1.115.632 orang. Penduduk perempuan ini berpotensi sebagai sumber tenaga kerja. Selain itu, data dari BPS pada tahun 2016 menunjukan bahwa 63, 84% pelaku UMKM di Gorontalo adalah perempuan dan di Sulawesi Tenggara sekitar 55,25% pelaku usaha UMKM merupakan perempuan. Angka ini jauh melebihi angka pelaku UMKM perempuan secara nasional yang mencapai 41,99% UMKM.
Namun, jika melihat capaian IPM, IPG, dan IDG, Provinsi Sulawesi Tenggara dan Provinsi Gorontalo masih berada di bawah rata- rata nasional. Kedua Provinsi ini menempati kuadran III dalam peta nasional, yang artinya angka IPG (Indeks Pembangunan Gender dan Indeks Pemberdayaan Gender) masih lebih rendah dari IPG dan IDG nasional. Jika ditelaah faktor yang menyebabkan IPM, IPG dan IDG kedua provinsi tersebut rendah adalah karena kontribusi dari faktor ekonomi. Kemudian, baik tenaga kerja laki-laki maupun tenaga kerja perempuan di kedua Provinsi masih banyak yang memperoleh gaji di bawah UMR. Di Provinsi Gorontalo berdasarkan data BPS 60,84% pekerja perempuan memperoleh gaji di bawah UMR dan 53,93% pekerja laki-laki. Sementara di Provinsi Sulawesi Tenggara 54,52% pekerja perempuan dan 46,34% pekerja laki-laki memperoleh upah di bawah UMR. Selanjutnya meskipun pekerja laki-laki dan pekerja perempuan di kedua provinsi masih mendapatkan kenyataan memperoleh upah di bawah UMR, tapi ternyata antara pekerja laki-laki dan perempuan juga masih terdapat kesenjangan menyangkut upah/gaji. Kesenjangan tersebut di Sultra mencapai 7,76%, sedangkan di Gorontalo 0,66%.
Berdasarkan data-data di atas menunjukkan bahwa kedua provinsi berpotensi perlu mengambil berbagai langkah untuk mendorong peningkatan partisipasi ekonomi perempuan. Oleh karenanya berbagai hambatan untuk peningkatan partisipasi perempuan dalam ekonomi perlu dilakukan demi meningkatkan kualitas hidup manusia dan juga untuk pemerataan pembangunan. Perlu dianalisis hambatan dan tantangan dalam pengembangan usaha, apakah ada pada tataran regulasi, perijinan, permodalan, pemasaran dan sebagainya. Analisis gender sangat dibutuhkan untuk mengidentifikasikan isu-isu gender yang ada dan
14
PENDAHULUAN
harus direspon agar partisipasi perempuan dalam pembangunan ekonomi dapat meningkat. Dengan demikian IPM, IPG, dan IDG dapat mengalami peningkatan ke depannya. Oleh karenanya stakeholder ekonomi mulai dari pemerintah, pelaku usaha, OMS dan perguruan tinggi perlu memiliki kemampuan analisis gender. 1.2. Tujuan Penyusunan Modul
Tujuan dari penyusunan panduan secara umum untuk meningkatkan kapasitas anggota Pokja Peningkatan Partisipasi Ekonomi Perempuan (P2EP) yang beranggotakan unsur pemerintah, perguruan tinggi, OMS dan pelaku usaha. Adapun secara khusus, tujuan pengembangan panduan pelatihan ini adalah: Menyediakan panduan bagi trainer/fasilitator dalam pelaksanaan pelatihan analisis gender di bidang ekonomi. Modul ini diharapkan dapat menjadi rujukan bagi alumni TOT Analisis Gender untuk melatih angota Pokja P2EP di Kabupaten/ Kota. 1.3. Kelompok Sasaran
Sasaran dari panduan pelatihan ini adalah anggota Pokja P2EP yang terdiri atas unsur pemerintah, perguruan tinggi, OMS dan pelaku usaha yang berminat menjadi pelatih.
Selain itu panduan ini juga dapat digunakan oleh aktivis gender yang berminat untuk menjadi pelatih analisis gender di bidang ekonomi. 1.4. Pendekatan Pelatihan
Relevan dengan sasaran dan pengguna panduan pelatihan ini, pendekatan pembelajaran yang digunakan dalam pelatihan adalah pendekatan pendidikan orang dewasa (andragogi). Dalam pendekatan ini, peserta pelatihan yang merupakan orang-orang dewasa diasumsikan sudah memiliki konsep diri, yaitu kepribadian yang tidak tergantung kepada orang lain, memiliki pengalaman yang banyak dan ini menjadi sumber penting dalam proses belajar, memiliki kesiapan belajar yang diprioritaskan pada tugas-tugas perkembangan dan peran sosialnya, serta memiliki prospektif waktu dalam arti ingin segera menerapkan apa yang sudah dipelajari.
Dengan pendekatan ini, pelatihan ini sifatnya bukan mengajarkan tetapi lebih membantu mereka dalam menambah atau memperjelas, memperdalam dan mengembangkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang dibutuhkan.
15
PENDAHULUAN
1.5. Metode Pelatihan
Sejalan dengan pendekatan pembelajaran tersebut, metode pembelajaran yang dikembangkan dalam pelatihan ini adalah pembelajaran partisipatif, yaitu pembelajaran yang mengikutsertakan warga belajar secara aktif dalam seluruh proses pembelajaran. Metode pembelajaran ini akan lebih banyak meminta peserta aktif mempraktikan bagaimana alat analisis yang digunakan bisa diterapkan. 1.6. Kriteria Fasilitator
Fasilitator atau pelatih yang dibutuhkan dalam pelatihan ini diharapkan mereka yang telah pernah memperoleh TOT Teknik Analisais Gener Bidang Ekonomi. Selain itu juga adalah orang yang:
Menguasai materi dari pokok bahasan
Mampu menjadi pendengar yang baik
Mampu menyampaikan pesan secara efektif
Mampu menerima, mengelola dan menganalisis pesan yang dikemukakan oleh
Terbuka dan toleran terhadap kritik maupun perbedaan pendapat
Mengedepankan kesetaraan, jika dibutuhkan dapat bersikap asertif tanpa harus
peserta
mendominasi
Mampu memanfaatkan dan menggunakan berbagai media pembelajaran. 1.7. Evaluasi Pelatihan
Pelatihan ini akan menggunakan model evaluasi Kirk Patrick. Pada waktu pelatihan akan dilakukan pre-test dan post-test untuk mengetahui perubahan pengetahuan yang peserta peroleh setelah melalui proses pelatihan di kelas. Kemudian setelah peserta selesai juga akan dievaluasi apakah peserta memang menggunakan pengetahuan yang diperolehnya dari pelatihan dalam kegiatan atau pekerjaannya sehari-hari. Selanjutnya juga akan ditelusuri seberapa terampilnya peserta dalam menggunakan pengetahuan dan skill yang telah diperolehnya pada waktu menyampaikan Teknik analisis tersebut. Terakhir akan di evaluasi bagaimana dampak dari penerapan pengetahuan dan skill yang diperoleh terhadap beneficires atau institusi atau masyarakat. Namun, dalam modul ini hanya akan melampirkan alat evaluasi tingkat pertama saja, yaitu menilai perubahan pengetahuan dengan instrument pre-test dan post-test.
16
PENDAHULUAN
1.8. Waktu dan Agenda Pelatihan.
Pelatihan ini dilakukan dalam waktu 3 hari efektif, dengan agenda sebagai berikut:
Hari I
08.00 - 08.30 Registrasi
08.30 - 09.00 Pre-test
09.00 - 10.15 Orientasi Forum (Bina Suasana dan Kesepakatan Alur Pelatihan)
10.15 - 10.30 Coffee break
10.30 - 11.30 Konsep Gender, Jenis Kelamin, dan Pengarusutamaan Gender
11.30 - 12.30 Bentuk-Bentuk Ketidakadilan Gender
12.30 - 13.30 SOLISKAN (Sholat, Istirahat dan Makan)
13.30 - 14.30 Data Terpilah
14.30 - 14.45 Coffee break
14.45 - 16.30 Pengantar Analisa Gender
16.30 - 17.00 Review Proses dan Materi Hari Pertama
17
PENDAHULUAN
Hari II
08.00 - 08.30 Refleksi Hari I
08.30 - 10.00 Teknik Analisis Gender Model Harvard (Teori dan Praktik)
10.00 - 10.15 Coffee break
10.15 - 10.45 Lanjutan Teknik Analisis Gender Model Harvard
10.45 - 12.00 Teknik Analisa Gender Model Moser (Teori dan Praktik)
12.00 - 13.00 Soliskan
13.00 - 13.45 Lanjutan Teknik Analisis Gender Model Moser
13.45 - 14.45 Teknik Analisa Gender Model Longwe
14.45 - 15.00 Coffee break
15.00 - 16.00 Lanjutan Teknik Analisis Gender Model Longwe
16.00 - 17.00 Review Proses dan Materi Hari Kedua
Hari III
08.00 - 08.30 Review Hari II
08.30 - 10.00 Teknik Analisis Gender Model GAP
10.00 - 10.15 Coffee Break
10.15 - 11.00 LanjutanTeknik Analisis Gender Model GAP
11.00 - 12.00 Analisis Gender dalam Market Chain Asessment
12.00 - 13.00 Soliskan
13.00 - 14.00 Lanjutan Analisis Gender dalam Market Chain Asessment
14.00 - 15.00 Analisis Gender dalam Enviromental Market Chain Asessment
15.00 - 15.15 Coffee break
15.15 - 16.00 Lanjutan Analisis Gender dalam Enviromental Market Chain
18
Asessment
16.00 - 16.30 Post-test
16.30 - 17.00 Refleksi terhadap proses pelatihan dan penutupan
Pokok Bahasan I Orientasi Forum
Pokok Bahasan I Orientasi Forum
Sesi 1 Bina Suasana PENGANTAR
Peserta pelatihan yang berasal dari beragam latar belakang merupakan wahana untuk saling bertukar pengetahuan, pemahaman, pengalaman, dan akan memperkaya jaringan kerja bagi masing-masing pihak. Demi kelancaran proses pelatihan masing-masing pihak baik pelatih dan peserta, maupun sesama peserta perlu saling megenal dan merasa nyaman dalam mengikuti proses pelatihan. Oleh karenanya dibutuhkan bina suasana untuk membangkitkan semangat para peserta pelatihan untuk mengikuti proses pelatihan.
TUJUAN SESI › Memberi kesempatan bagi peserta dan pelatih maupun peserta dan peserta lainnya saling mengenal. › Memediasi proses membangun pertemanan antarpeserta yang mungkin berasal dari latar belakang yang berbeda-beda (asal daerah, agama, tempat kerja dll.). › Menciptakan suasana belajar yang dapat membantu peserta untuk saling membuka diri, membantu sesama peserta agar mempermudah proses belajar selama pelatihan berlangsung.
METODE
› Permainan › Curah pendapat tentang harapan dan kekhawatiran
ALAT DAN BAHAN
› Flip cart › Spidol › Solatipe › Metaplan › Lembar Pegangan Fasilitator Panduan Permainan
WAKTU
45 Menit
PROSES
› Awali sesi ini dengan menyapa peserta dengan memberi apresiasi positif karena tidak semua orang bisa mengikuti pelatihan ini. Kemudian fasilitator memperkenalkan diri. Alokasi waktu untuk ini sekitar 5 menit.
22
Pokok Bahasan I Orientasi Forum
› Fasilitator meminta peserta untuk saling mengenal dengan menggunakan permainan.Salah satu alternatif permainan yang bisa digunakan adalah perkenalan berantai.Langkah-langkah dari permainan ini dapat dilihat dalam Lembar Panduan Fasilitator (LPF) 1.1. Namun fasilitator dapat menggunakan permainan lainnya yang biasa digunakan untuk perkenalan sesuai dengan perbendaharaan yang dimilikinya. Total alokasi waktu untuk perkenalan adalah 30 menit dengan perincian: 5 menit menerangkan dan memberikan contoh tentang permainan dan sisanya perkenalan. › Kemudian fasilitator memandu curah pendapat tentang harapan peserta dari pelatihan yang akan diikuti selama 3 hari ke depan dengan bantuan metaplan. Alokasi waktu 2 menit. › Fasilitator meminta peserta menulis harapannya dalam satu lembar metaplan dan kekhawatirannya dalam satu lembar metaplan yang lainnya. Alokasi waktu untuk ini 5 menit. › Selanjutnya fasilitator meminta peserta menempelkan metaplan yang telah ditulisnya ke kertas plano yang telah tersedia. Waktu untuk ini 3 menit.
LAMPIRAN
Lembar Panduan Fasilitator › Permainan Perkenalan Berantai Peserta diminta berdiri membentuk lingkaran. Peserta tidak dibenarkan mencatat. Kemudian meminta orang pertama memperkenalkan dirinya dengan menyebutkan nama lengkap dan asal lembaganya seperti “Saya Diana Mariana Binti Suprapto dari Dinas Pertanian.” Kemudian orang kedua memperkenalkan dirinya sendiri dengan menyebutkan nama lengkap dan asal Lembaga serta memperkenalkan orang disebelahnya dengan menyebutkan nama lengkap dan asal lembaganya. Contohnya “Saya Laode Karuddin bin Laode Samad dari Dinas Perdagangan dan disebelah saya bernama Dina Mariana binti Suprapto ari Dinas Pertanian.” Selanjutnya peserta ketiga akan memperkenalkan dirinya sendiri dan dua orang sebelumnya seperti “Saya John Abraham bin Sarmud Abraham dari Bappeda dan rekan saya Dina Mariana Binti Suprapto dari Dinas Pertanian serta rekan disebelah saya yang satunya lagi Bapak Laode Karuddin bin Laode Samad dari Dinas Perdagangan.” Kemudian peserta keempat kembali hanya menyebutkan nama dan institusinya sendiri secara legkap. Selanjutnya polanya sama mengikuti proses perkenalan sebelumnya.
23
Pokok Bahasan I Orientasi Forum
Sesi 2 Kesepakatan Alur dan Agenda Pelatihan PENGANTAR
Pemahaman akan alur dan agenda pelatihan sangat penting bagi peserta dalam setiap kegiatan pelatihan. Disadari pihak penyelenggara selama ini dalam mengedarkan undangan rencana kegiatan kepada peserta selalu dilengkapi administrasi berupa Term of Reference (TOR) yang memuat lengkap nama kegiatan, tujuan kegiatan, lokasi, waktu dan siapa saja yang akan terlibat. Namun demikian, kadang ada sebagian peserta yang tidak membaca keseluruhan. Sesi ini dimaksudkan sebagai penekanan ulang terhadap maksud dan tujuan pelaksanaan pelatihan, juga sekaligus bisa menjadi forum pemutakhiran informasi kepada peserta bila mana ada perubahan agenda atau pemateri dari desain awal yang ada dalam ToR. Sesuai judulnya: kesepakatan, maka semua aturan yang diterapkan baik yang patut dan tidak patut dilakukan selama kegiatan berlangsung harus didasarkan atas kesepakatan bersama. Proses membangun kesepakatan kontrak belajar juga menjadi titik awal implementasi pendidikan bagi orang dewasa. Sebuah konsep yang menempatkan semua elemen dalam pelatihan memiliki kesetaraan meski dalam peran dan fungsi yang berbeda.
TUJUAN SESI › Peserta kegiatan memahami alur kegiatan serta pokok-pokok materi dari awal hingga akhir pelatihan › Peserta mampu mengidentifikasi dan merumuskan kebutuhan dan harapan terhadap materi pelatihan › Peserta mampu mencapai kesamaan persepsi dengan fasilitator tentang arah tujuan serta ruang lingkup pelaksanaan kegiatan › Peserta memahami prinsip dasar pelatihan › Peserta mengetahui dan memahami beberapa aturan dan kesepakatan bersama dalam pelatihan untuk dijalankan agar pelatihan berjalan dengan baik dan tertib METODE
› Curah pendapat › Ceramah › Presentasi
24
Pokok Bahasan I Orientasi Forum
ALAT DAN BAHAN
› LCD › Laptop › Agenda Kegiatan Pelatihan
WAKTU
30 menit
PROSES
› Fasilitator menyampaikan tujuan sesi kepada forum peserta pelatihan. Waktu yang dibutuhkan maksimum 5 menit. › Kemudian fasilitator me-review hasil curah pendapat dengan menggunakan metaplan pada sesi sebelumnya tentang harapan peserta. Alokasi waktu untuk ini sebesar 5 menit. › Kemudian fasilitator mempresentasikan agenda pelatihan yang menggambarkan alur pelatihan dalam waktu 5 menit. › Selanjutnya fasilitator kembali mengajak peserta untuk me-review hasil curah pendapat sesi sebelumnya tentang kekhawatiran peserta. Alokasi waktu untuk ini 5 menit › Berdasarkan itu kemudian fasilitator melemparkan pertanyaan kepada peserta apa yang perlu dilakukan untuk memastikan agar proses pelatihan berjalan baik dan harapan peserta dapat tercapai serta meminimalisir kekhawatiran akan hambatan pelatihan dapat dicegah terjadi. Maksimum 5 menit. › Kemudian dibuat kesepakatan pelatihan dalam durasi waktu 5 menit.
Peserta pelatihan yang berasal dari beragam latar belakang merupakan wahana untuk saling bertukar pengetahuan, pemahaman, pengalaman, dan akan memperkaya jaringan kerja bagi masing-masing pihak.
25
Pokok Bahasan II Gender dan Ketidakadilan
Pokok Bahasan II Gender dan Ketidakadilan
Sesi 1 Konsep Gender, Jenis Kelamin, dan Pengarusutamaan Gender PENGANTAR
Kesetaraan gender telah menjadi komitmen internasional, nasional dan juga daerah. Kesetaraan gender menjadi salah satu tujuan dari SDGs tepatnya SDGs 5 dan pemerintah Indonesia menjadi salah satu negara yang ikut meratifikasinya. Hal ini memperkuat komitmen nasional yang tertera dalam Pasal 17 ayat 2 UUD 1945, UU No. 7/1984 yang meratifikasi Konvensi PBB mengenai Penghapusan Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW), Inpres No.9/2000 tentang Pengarusutamaan Gender, RPJPN 2005 – 2025, RPJMN 2015-2019, Peraturan Menteri Dalam Negeri No 15/2008 yang disempurnakan dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri No.67/2011 tentang Pedoman Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Di Daerah. Selain itu, juga terdapat Surat Edaran Bersama 4 Kementerian (Bappenas, Kementerian Keuangan, Kementerian PP dan PA, serta Kementerian Dalam Negeri) pada tahun 2013 tentang Percepatan Pengarusutamaan Gender melalui Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender dan juga UU No. 6/2014 tentang Desa. Pada prinsipnya semua regulasi dan kebijakan tersebut mengamanahkan tentang pengarusutamaan gender dalam berbagai aspek kehidupan
TUJUAN SESI › Peserta mengetahui konsep gender dan perbedaannya dengan jenis kelamin › Peserta mengetahui tentang konsep pengarusutamaan gender METODE
› Kuis › Diskusi kelas
ALAT DAN BAHAN
› Lembar Kerja untuk Kuis › LCD › Laptop › Plano/whiteborad › Spidol › Solatip
WAKTU
28
60 menit
Pokok Bahasan II Gender dan Ketidakadilan
PROSES
› Fasilitator menyampaikan tujuan sesi kepada peserta selama 3 menit. › Kemudian fasilitator menyampaikan bahwa sebelum membahas materi tentang konsep gender dan pengarusutamaan gender, terlebih dahulu peserta diminta untuk mengerjakan kuis. Alokasi waktu untuk ini cukup 1 menit. › Fasilitator menyampaikan bahwa tujuan dari kuis tersebut untuk mengetahui perbedaan jenis kelamin dan gender (1 menit). › Peserta diberi waktu selama 5 menit untuk mengerjakan kuis dan tidak perlu takut salah karena peserta tidak perlu mencantumkan namanya dalam lembar jawaban. › Setelah peserta menyelesaikan kuisnya, fasilitator mengajak peserta untuk sama-sama menjawab kuis dan sekaligus me-review jawaban peserta jika ada perbedaan pendapat. Alokasi waktu yang dibutuhkan sekitar 5 menit. › Fasilitator kemudian memandu peserta untuk menemukan dengan bahasanya sendiri tentang konsep gender dan konsep jenis kelamin. 5 menit alokasi waktu untuk ini. › Kemudian fasilitator juga memandu peserta untuk menemukan perbedaan antara konsep gender dan pengarusutamaan gender. Porsi waktu untuk ini sekitar 10 menit › Selanjutnya juga fasilitator memandu curah pendapat tentang pengarusutamaan gender dan kesetaraan gender. Dengan mengajukan pertanyaan apa yang dimaksud dengan pengarusutamaan gender? Setelah itu juga menanyakan apa yang dimaksud dengan kesetaraan gender? Alokasi waktu untuk ini 10 menit. › Fasilitator menggarisbawahi kata-kata kunci yang relevan dengan pengarusutamaan gender dan kesetaraan gender . Waktu yang dibutuhkan sekitar 5 menit › Kemudian fasilitator menyampaikan materi dengan mengacu pada bahan bacaan yang tersedia. Alokasi waktu 15 menit.
LAMPIRAN
Bahan Bacaan › Konsep Gender dan Jenis Kelamin Gender selama ini sering disalahartikan dengan perempuan, bahkan ada yang mengaitkan dengan feminisme segala. Padahal konsep gender terkait dengan perbedaan peran, fungsi, dan tanggung jawab antara laki-laki dan perempuan sebagai hasil konstruksi sosial. Perempuan mengacu pada jenis kelamin bukan pada peran sosial. Jenis kelamin merupakan perbedaan biologis antara laki-laki dan perempuan.
29
Pokok Bahasan II Gender dan Ketidakadilan
Sedangkan feminisme merupakan paham, aliran, gerakan yang memperjuangkan persamaan hak dan tanggung jawab antara perempuan dan laki-laki dalam segala aspek hidup dan kehidupan manusia. Konstruksi sosial artinya sesuatu yang dipelajari, yang dibentuk dari hasil budaya, nilai-nilai, adat istiadat, dan dipengaruhi oleh kondisi geografis, keadaan alam, dan juga perkembangan zaman. Perbedaan Jenis Kelamin dan Gender Jenis Kelamin
Gender
Bersifat kodrati bawaan dari lahir dan anugerah Tuhan
Merupakan hasil konstruksi sosial yang dipelajari
Mengacu pada ciri-ciri biologi yang membedakan antara laki-laki dan perempuan
Dipengaruhi oleh budaya, keadaan geografis, latar belakang pendidikan, sejarah, waktu, dan kepercayaan
Berlaku universal di mana saja dan kapan saja
Ada relativisme budaya, waktu dan tempat
Bersifat permanen/tidak bisa dirubah
Dapat berubah
› Pengarusutamaan gender Pegarusutamaan gender merupakan strategi untuk mencapai kesetaraan dan keadilan gender melalui kebijakan dan program yang memperhatikan pengalaman, aspirasi, kebutuhan dan permasalahan perempuan dan laki-laki ke dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi dari seluruh kebijakan dan program di berbagai bidang kehidupan dan pembangunan. Kesetaraan dan keadilan gender (KKG) adalah suatu kondisi yang adil (equity) dan setara (equality) dalam hubungan kerjasama antara perempuan dan laki-laki. KKG berarti adanya kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan untuk memperoleh kesempatan dan hak-haknya sebagai manusia, agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan dan keamanan, dan kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan.
30
Pokok Bahasan II Gender dan Ketidakadilan
LEMBAR KERJA
KUIS UNTUK PESERTA Petunjuk! Kerjakannya kuis ini dalam waktu 5 menit. Tulislah kode “G” jika Anda berpendapat pernyataan yang ada terkait dengan gender. Jika Anda berpikir pernyataan tersebut terkait jenis kelamin makan tulis inisial “JK” diujung kalimat tersebut. 1. Putra sudah berumur 15 tahun dan suaranya mulai berubah, jakunnya mulai
kelihatan dan juga mulai tumbuh bulu disekitar mulut dan dagunya.
2. Ibu Kartika baru saja melahirkan anaknya yang kedua di Klinik Harapan Bunda. 3. Ibu dan Kak Andi sedang menyiapkan makan siang bagi kami semua. 4. Ayah sedang pergi ke luar kota untuk suatu urusan bisnis. 5. Ibu Megawati merupakan Presiden Indonesia ke 5 dan presiden perempuan
pertama di Indonesia.
6. Dokter Boike orangnya lemah lembut. 7. Banyak orang kagum dengan ketegasan Ibu Susi.
Sesi 2 Bentuk-Bentuk Ketidakadilan Gender PENGANTAR
Ketidakadilan dan diskriminasi gender merupakan kondisi tidak adil akibat dari sistem dan struktur sosial dimana baik perempuan maupun laki-laki menjadi korban dari sistem tersebut. Berbagai pembedaan peran dan kedudukan antara perempuan dan laki-laki baik secara langsung yang berupa perlakuan maupun sikap, dan yang tidak langsung berupa dampak suatu peraturan perundangundangan maupun kebijakan telah menimbulkan berbagai ketidakadilan yang telah berakar dalam sejarah, adat, norma ataupun dalam berbagai struktur yang ada di masyarakat. Ketidakadilan gender terjadi karena adanya keyakinan dan pembenaran yang ditanamkan sepanjang peradaban manusia dalam berbagai bentuk yang bukan hanya menimpa perempuan saja tetapi juga dialami oleh laki-laki.
TUJUAN SESI › Peserta mengetahui bentuk-bentuk ketidakadilan gender › Peserta dapat memberikan contoh bentuk-bentuk ketidakadilan gender dalam bidang ekonomi
31
Pokok Bahasan II Gender dan Ketidakadilan
METODE
› Diskusi kelompok membedah kasus › Diskusi kelas
ALAT DAN BAHAN
› Laptop › LCD › Kertas plano › Spidol › Solatip › Lembar kerja › Bahan bacaan
WAKTU
60 menit
PROSES
› Fasilitator sedikit me-refresh tentang gender dan PUG dalam waktu 5 menit. › Kemudian fasilitator menyampaikan topik dan tujuan sesi selama 3 menit › Fasilitator kemudian meminta peserta berhitung 1 sampai 3 untuk membagi peserta dalam kelompok. Durasi waktu untuk ini sekitar 2 menit. › Kemudian fasilitator meminta peserta bekerja di dalam kelompok untuk membahas kasus yang ada sebagaimana terlampir dalam lembar kerja selama 30 menit › Selanjutnya fasilitator meminta wakil dari masing-masing kelompok untuk mempresentasikan hasil kerjanya. Total waktu untuk ini sekitar 10 menit › Fasilitator mengundang peserta untuk menanggapi hasil presentasi masing- masing kelompok. Alokasi waktu 5 menit › Langkah selanjutnya fasilitator menggarisbawahi dan me-review hasil kesepakatan diskusi. Alokasi waktu 2 menit › Selanjutnya fasilitator menyampaikan poin–poin penting tentang bentuk- bentuk ketidakadilan gender. Alokasi waktu untuk ini 3 menit.
LAMPIRAN
Bahan Bacaan › Bentuk – Bentuk Ketidakadilan Gender Setidaknya terdapat 5 bentuk ketidakadilan gender, yaitu: 1. Marjinalisasi (peminggiran/pemiskinan) perempuan
Proses marjinalisasi banyak terjadi di negara-negara berkembang antara lain disebabkan sebagai salah satu dampak dari pembangunan atau pun
32
Pokok Bahasan II Gender dan Ketidakadilan
pengenalan tekhnologi baru. Sebagai contoh, banyak pekerja perempuan tersingkir dan menjadi miskin akibat dari program pembangunan seperti intensifikasi pertanian yang hanya menfokuskan pada petani laki-laki. Perempuan dipinggirkan dari beberapa jenis kegiatan pertanian dan industri yang lebih memerlukan keterampilan yang biasanya lebih banyak dimiliki oleh laki-laki. Selain itu perkembangan teknologi telah menyebabkan apa yang semula dikerjakan secara manual oleh perempuan diambil alih oleh mesin yang pada umumnya dikerjakan oleh tenaga laki-laki. Sebaliknya banyak lapangan pekerjaan yang menutup pintu bagi laki-laki karena anggapan bahwa mereka kurang teliti melakukan pekerjaan yang memerlukan kecermatan dan kesabaran. 2. Sub ordinasi
Sub ordinasi pada dasarnya adalah keyakinan bahwa salah satu jenis kelamin dianggap lebih penting atau lebih utama dibanding jenis kelamin lainnya. Sudah sejak dahulu ada pandangan yang menempatkan kedudukan dan peran perempuan lebih rendah dari pada laki-laki. Banyak kasus dalam tradisi, tafsir keagamaan maupun dalam aturan birokrasi yang meletakkan kaum perempuan pada tatanan sub ordinat. Kenyataan memperlihatkan pula bahwa masih ada nilai-nilai masyarakat yang membatasi ruang gerak terutama perempuan diberbagai kehidupan. Sebagai contoh apabila seorang istri yang hendak mengikuti tugas belajar atau hendak bepergian keluar negeri, ia harus mendapat izin dari suami. Tetapi apabila suami yang akan pergi ia bisa mengambil keputusan sendiri tanpa harus mendapat izin dari istri. Pemberian upah yang berbeda antara laki-laki dan perempuan untuk jenis pekerjaan dan beban kerja yang sama.
3. Stereotype
Pelabelan atau penandaan (stereotype) yang sering kali bersifat negatif secara umum selalu melahirkan ketidakadilan. Salah satu jenis stereotype yang melahirkan ketidakadilan dan diskriminasi bersumber dari pandangan gender karena menyangkut pelabelan atau penandaan terhadap salah satu jenis kelamin tertentu. Contoh: Label kaum perempuan sebagai “ ibu rumah tangga” sangat merugikan mereka jika hendak aktif dalam “kegiatan laki-laki” seperti kegiatan politik, bisnis maupun birokrasi. Sementara label laki-laki sebagai “pencari nafkah” mengakibatkan apa saja yang dihasilkan oleh perempuan dianggap “sambilan.” Label pencari nafkah bagi laki-laki juga menjadi tekanan tersendiri bagi mereka jika kebetulan di-PHK dan belum memiliki pekerjaan, sementara istrinya bekerja.
33
Pokok Bahasan II Gender dan Ketidakadilan
4. Kekerasan
Kata “kekerasan� yang merupakan terjemahan dari “violence� artinya suatu serangan terhadap fisik maupun integritas mental psikologi seseorang. Oleh karenanya kekerasan tidak hanya menyangkut serangan fisik saja seperti perkosaan, pemukulan, dan penyiksaan, tetapi juga yang bersifat non fisik seperti pengabaian, eksploitasi ekonomi, kekerasan verbal dan sebagainya. Contoh kekerasan dalam hal ini misalnya: Suami tidak memberikan uang belanja untuk keluarga padahal dia memiliki penghasilan. Istri menghina kegagalan karier suami.
5. Beban Kerja Ganda
Dalam suatu rumah tangga pada umumnya, beberapa jenis kegiatan dilakukan oleh laki-laki, dan beberapa yang lain dilakukan oleh perempuan. Berbagai observasi menunjukkan perempuan mengerjakan hampir 90% dari pekerjaan dalam rumah tangga sehingga bagi mereka yang bekerja di luar rumah, selain bekerja di wilayah publik merekajuga masih harus mengerjakan pekerjaan domestik. Contohnya, perempuan bertanggung jawab menyediakan makanan untuk keluarga, mencuci piring dan sebagainya. Jika ia bekerja di luar rumah misalnya sebagai pegawai negeri maka ia tetap berkewajiban melaksanakan tugas-tugas rumah tangganya. Berbeda halnya dengan laki-laki, mereka wajib bekerja untuk mencari nafkah tapi tidak wajib bekerja untuk mengurusi pekerjaan domestik di rumah tangga. Hal semacam ini masih terjadi dan ditemukan di beberapa keluarga .
34
Pokok Bahasan II Gender dan Ketidakadilan
LEMBAR KERJA
Petunjuk! Peserta dibagi dalam tiga kelompok. Masing-masing kelompok mendiskusikan sebuah kasus. Kelompok 1 akan mendiskusikan kasus 1, kelompok 2 akan mendiskusikan kasus 2 dan kelompok tiga akan mendiskusikan kasus 3. Jawablah pertanyaan di bawah ini:
1. Bentuk-bentuk ketidakadilan gender apa saja yang teridentifikasi dalam kasus yang Anda baca! Kemudian jelaskan alasan Anda mengapa berpendapat demikian?
2. Apa solusi yang dapat dilakukan untuk mengatasi persoalan ketidakadilan gender tersebut?
KASUS I
PEREMPUAN, KERJA DAN UPAH
Meskipun perekonomian rumah tangga didominasi oleh laki-laki, tapi tidak sedikit perempuan yang bekerja di luar rumah untuk mencari penghasilan. Perempuan yang bekerja di publik (bekerja di luar rumah) secara langsung menguntungkan perekonomian rumah tangga dari keluarga[8]. Pemasukan yang di dapat tak hanya dari seorang suami sebagai pencari pendapatan untuk perekonomian. Namun pekerjaan yang bisa diakses perempuan masih dalam kategori pekerjaan yang berhubungan dengan “kewanitaan.” Contohnya kasir atau pembantu, pekerjaan tersebut masih dikategorikan sebagai pekerjaan yang dikhususkan untuk perempuan. Laki-laki tak ada minat untuk melamar pekerjaan di bidang tersebut dan jenis pekerjaan tersebut masih dianggap umum hanya untuk perempuan dikarenakan sifat perempuan yang condong ulet dan tekun sesuai dengan pekerjaan kasir. Untuk pekerjaan pembantu, perempuan yang yang kesehariannya melakukan pekerjaan tersebut tak sulit untuk melakukannya. Perempuan yang mahir di dalam bidang tertentu masih menonjolkan sifat “kewanitaannya.” Contohnya Tupperware dan Amway yang merupakan organisasi khas yang dibentuk oleh perempuan dan kebanyakan pekerjanya adalah perempuan. Masih saja pekerjaan publik yang dilakukan perempuan masih dalam lingkup sifat “kewanitaan.” Hanya sedikit perempuan yang bekerja diluar kategori sangat
35
Pokok Bahasan II Gender dan Ketidakadilan
LEMBAR KERJA
jauh dari sifat kewanitaan. Seperti pemimpin, hanya segelintir perempuan yang dipercaya untuk mempunyai pekerjaan tersebut, dan juga hanya segelintir perempuan yang bisa mempunyai pekerjaan tersebut. Sifat dasar feminine yang dimiliki perempuan dengan lembut, penyayang, ulet, sabar dan sifat lainnya membuat perempuan sedikit yang berminat dalam sosok pemimpin. Sedang sifat maskulin yang dimiliki laki-laki yang banyak memiliki sifat tegas, kuat, berotot dan berwibawa cocok dengan sosok pemimpin. Pekerjaan publik yang lebih banyak diperuntukkan dengan laki-laki menimbulkan akses yang sedikit untuk perempuan. Pekerjaan di publik seperti pekerjaan kuli dan montir banyak diakses laki-laki. Jika ada perempuan yang bekerja sebagai kuli atau montir maka akan dianggap tabu oleh masyarakat. Perempuan sebagai pekerja memperoleh lapangan kerja yang lebih sedikit daripada pria. Jenis pekerjaan perempuan sangat ditentukan oleh seks, sedangkan laki-laki tidak. Pekerjaan perempuan selalu dihubungkan dengan sektor domestik, seperti: bidan, perawat, guru dan sekretaris yang lebih banyak memerlukan keahlian manual saja. Akses perempuan yang sedikit untuk terjun ke dunia publik tak menimbulkan sedikit pula upah yang diterima perempuan. Secara umum upah atau gaji yang diterima perempuan lebih rendah daripada pria. Menurut analisis gender, perbedaan tingkat upah disebabkan oleh peran ganda yang menimbulkan masalah ketidakadilan dari perbedaan gender tersebut. Berbagai manivestasi ketidakadilan yang ditimbulkan dengan adanya asumsi gender, seperti:
1. Terjadinya marginalisasi (pemikiran ekonomi terhadap kaum perempuan) meskipun tidak setiap marginalisasi disebabkan oleh ketidakadilan gender, namun yang dipersoalkan oleh analisis gender adalah marginalisasi yang disebabkan oleh perbedaan gender.
2. Terjadinya subordinasi pada salah satu jenis seks yang umumnya pada kaum perempuan. Bentuk dan mekanisme dari proses subordinasi tersebut dari waktu ke waktu berbeda. Seperti anggapan bahwa wanita hanya mengandalkan keterampilan alami.
3. Pelabelan negatif terhadap jenis kelamin tertentu, terutama terhadap kaum perempuan. Dalam masyarakat banyak sekali stereotype yang dilabelkan pada kaum perempuan dan berakibat membatasi, menyulitkan, memiskinkan,
36
Pokok Bahasan II Gender dan Ketidakadilan
LEMBAR KERJA
dan merugikan kaum perempuan. Anggapan patrilinieal menyatakan bahwa laki-laki adalah pencari nafkah utama dalam keluarga, sedangkan perempuan hanya sebagai pencari nafkah sekunder. Akibatnya dalam dunia kerja perempuan berstatus sekunder. Dari survei yang dilakukan oleh International Labour Organization (ILO), Rata-rata jumlah kesenjangan upah antargender di dunia mencapai 18%. Di Indonesia sendiri, kesenjangan upah antargender adalah sebesar 19% di tahun 2012. Jika perempuan bisa ulet dan kreatif melakukan pekerjaan publiknya, tak jarang penghasilan yang diperoleh juga lebih banyak dari penghasilan suami. Contohnya pekerjaan sekretaris perusahaan yang banyak ditujukan pekerjaannya untuk perempuan. Upah yang diperoleh perempuan yang bekerja sebagai sekretaris perusahaan lebih banyak dari seorang suami yang seorang supir. SUMBER: Cuplikan Makalah Gender dan Ekonomi yang ditulis Anissatul Mukhoiriyah, Februari 2015. http://anaksosiologi13.blogspot.co.id/2015/02/makalah-gender-dan-ekonomi.html
Kesetaraan gender telah menjadi komitmen internasional, nasional dan juga daerah. Kesetaraan gender menjadi salah satu tujuan dari SDGs tepatnya SDGs 5 dan pemerintah Indonesia menjadi salah satu negara yang ikut meratifikasinya.
37
Pokok Bahasan II Gender dan Ketidakadilan
LEMBAR KERJA
KASUS 2 TANTANGAN WANITA DALAM BERBISNIS: SULIT BAGI WAKTU
DAN DAPAT IZIN SUAMI
Jakarta - Menjadi wirausahawan menjadi alternatif profesi bagi banyak ibu rumah tangga. Pasalnya pekerjaan tersebut bisa dilakukan di rumah sehingga mereka bisa sekaligus mengurus anak. Sudah banyak pula dukungan dan pelatihan yang diberikan oleh pemerintah dan berbagai lembaga agar wanita bisa diperdayakan dengan membuka usaha. Wanita bahkan kadang lebih dipercaya untuk menerima bantuan karena keunggulan-keunggulan mereka. Sayangnya masih banyak wanita yang enggan terjun dalam dunia bisnis. Meski sudah memiliki modal, mereka kadang masih takut untuk mulai berdagang. Alasannya memang bisa bermacam-macam tergantung dari tingkat pendidikan atau kondisi ekonomi. ‎ Hal tersebut juga dibenarkan oleh Lyra Puspa selaku founder dan presiden dari lembaga coaching, Vanaya Institute. Menurut pengalamannya ketika memberi pendampingan kepada para pelaku Usaha Kecil dan Menengah (UKM), wanita memang masih dihadapkan dengan berbagai tantangan. Hal tersebut membuat usaha dan niat mereka untuk menjadi wirausahawan ‘maju-mundur.’
38
Pokok Bahasan II Gender dan Ketidakadilan
LEMBAR KERJA
Misalnya saja wanita pada level usaha super mikro yang umumnya memiliki tingkat penghasilan dan pendidikan yang rendah. Mereka biasanya memiliki rintangan dalam hal izin suami dan pembagian waktu. Menurut Lyra rendahnya self-esteem karena kekerasan dalam rumah tangga secara mental membuat mereka ragu dalam membuka atau meneruskan usaha. “Padahal pendapatan suami juga tidak cukup tapi nggak boleh usaha. Atau boleh usaha tapi nggak mau bagi pekerjaan rumah. Mereka jadi serba salah karena di satu sisi mereka cari nafkah, di sisi lain mereka dituntut mengurus rumah tangga,” ungkap Lyra ketika diwawancara Wolipop di Restaurant Meradelima, Adityawarman Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa, (7/4/2015). Berbeda lagi dengan wanita dengan tingkat edukasi yang lebih tinggi dan skala usaha sedang. Tantangan mereka lebih kepada membagi waktu untuk pekerjaan dan keluarga. Meski keputusan untuk berwirausaha sudah didukung suami, mereka masih sering merasa bersalah jika harus meninggalkan urusan rumah tangga. Maka dari itu, kebanyakan dari wanita-wanita ini memilih berjualan secara online. Lalu apakah wanita yang sudah punya usaha berskala besar masih memiliki tantangan? Menurut Lyra tantangan tentu akan terus datang. Namun jika skala bisnis sudah besar wanita biasanya tak lagi memusingkan urusan rumah tangga namun masalah bisnis biasa selayaknya wirausahawan pria. Lyra sendiri merupakan seorang ibu dua anak yang aktif membangun perusahaan. Ia tidak memiliki masalah dalam mengatur waktu untuk karier dan keluarga. Namun tantangan timbul dalam perusahaannya karena ia berbisnis dengan suami sendiri. Apa masalahnya? “Sepasang suami istri sama-sama terjun di bisnis yang sama biasanya ada masalah dengan ‘matahari ganda’. Ada dua orang yang pegang kendali. Apalagi kalau posisi istrinya lebih tinggi di perusahaan. Untuk itu harus balancing.” tambah Lyra. SUMBER https://wolipop.detik.com/read/2015/04/07/174239/2880519/1133/tantanganwanita-dalam-berbisnis-sulit-bagi-waktu-dan-dapat-izin-suami
39
Pokok Bahasan II Gender dan Ketidakadilan
LEMBAR KERJA
KASUS 3 SURVEI “PEREMPUAN PELAKU USAHA MIKRO DAN KECIL (UMK) DI INDONESIA”
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) merupakan bagian penting bagi pertumbuhan sosial ekonomi dari sebuah negara. Di Indonesia, sektor UMKM juga berkontribusi secara signifikan terhadap ketenagakerjaan dan pendapatan. Berdasarkan data dari Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) Republik Indonesia, UMKM di Indonesia berkontribusi hampir 58 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) riil pada tahun 2012. Rekening UMKM berjumlah lebih dari 97 persen dari total ketenagakerjaan pada tahun 2012. Walaupun memiliki kontribusi yang tinggi pada ketenagakerjaan, banyak UMKM yang menghadapi kesulitan untuk bertumbuh dan mengembangkan usaha mereka menjadi usaha yang besar. Berbagai tantangan bahkan lebih besar dihadapi oleh perempuan pelaku usaha. Meskipun adanya laporan tentang peningkatan perempuan pelaku usaha secara global, pertumbuhan mereka belum menunjukkan tren yang menjanjikan. Studi World Bank tentang “Gender at Work” (2012) juga melaporkan bahwa perempuan lebih mengalami pengecualian ekonomi dalam setiap lingkup global dibanding laki-laki. Salah satu tantangan utama yang dihadapi oleh UMKM, termasuk perempuan pelaku usaha mikro dan kecil adalah rendahnya akses keuangan, sebagaimana dibahas dalam studi World Bank tentang “Improving Access to Finance in Indonesia” (2011). Perempuan pelaku usaha mempunyai kecenderungan yang rendah untuk mencari dana eksternal karena banyak dari mereka yang beroperasi pada sektor-sektor yang membutuhkan intensitas modal rendah dan pada skala yang lebih rendah (OECD, 2014). Selain itu, perempuan dianggap kurang berpendidikan dibanding laki-laki dan mempunyai literasi keuangan yang rendah. Perempuan pelaku usaha juga cenderung mempunyai akses jasa bank yang lebih rendah dibanding laki-laki seperti rekening giro dan rekening tabungan. Global Findex menyatakan bahwa hanya 19,21 persen perempuan di Indonesia yang mempunyai rekening di lembaga keuangan formal dan hanya 8,15 persen yang menerima pinjaman dari lembaga keuangan.
40
Pokok Bahasan II Gender dan Ketidakadilan
LEMBAR KERJA
Dalam rangka mendukung dan memperkuat peran perempuan pelaku Usaha Mikro dan Kecil (UMK), maka DEFINIT dan ACG ditunjuk oleh World Bank untuk melaksanakan survei studi yang berjudul “Survei Perempuan Pelaku Usaha Mikro dan Kecil (UMK) di Indonesia.” Tujuan survei ini adalah untuk mengetahui tantangan dan peluang yang dihadapi perempuan pelaku usaha mikro dan kecil di Indonesia. Studi ini memetakan kondisi usaha potensi ekonomi perempuan pengusaha mikro, serta mengidentifikasi hambatan-hambatan yang mereka hadapi. SUMBER: http://www.definit.asia/penelitian-proyek16.html
Studi World Bank tentang “Gender at Work” (2012) juga melaporkan bahwa perempuan lebih mengalami pengecualian ekonomi dalam setiap lingkup global dibanding laki-laki. Salah satu tantangan utama yang dihadapi oleh UMKM, termasuk perempuan pelaku usaha mikro dan kecil adalah rendahnya akses keuangan, sebagaimana dibahas dalam studi World Bank tentang “Improving Access to Finance in Indonesia” (2011).
41
Pokok Bahasan III Pengantar Analisis Gender
Pokok Bahasan III Pengantar Analisis Gender
Sesi 1 Data Terpilah PENGANTAR
Data merupakan informasi atau fakta atau kumpulan nilai variabel yang dibutuhkan untuk melakukan analisis terhadap sesuatu hal. Data terdiri atas data kualitatif dan data kuantitatif. Keberadaan data sangat dibutuhkan untuk penyusunan perencanaan dan penganggaran yang baik. Data juga sangat dibutuhkan dalam sebuah evaluasi untuk mengukur apakah target yang telah ditetapkan tercapai atau belum. Khusus untuk analisa gender dibutuhkan ketersediaan data terpilah berdasarkan jenis kelamin
TUJUAN SESI › Peserta mengetahui urgensi data terpilah › Peserta mengetahui perbedaan data terpilah dengan data gender METODE
› Game/Permainan › Ceramah › Tanya jawab
ALAT DAN BAHAN
› LCD › Laptop › Bola tenis/bola kertas › Loudspeaker › Music yang groove
WAKTU PROSES
60 menit › Fasilitator menyampaikan tujuan sesi dalam waktu 3 menit. › Fasilitator meminta peserta berdiri dan membentuk lingkaran di depan kelas. Waktu untuk ini sekitar menit 5 menit. › Fasilitator dalam waktu 5 menit menjelaskan permainan yang akan dilakukan dan petujuk permainan. Petunjuk permainan bisa dilihat dalam lampiran. › Fasilitator meminta musik dihidupkan dan bola dilempar. Ketika musik mati dan bola ada di tangan peserta maka yang bersangkutan harus menjawab pertanyaan yang diajukan oleh fasilitator. Pertanyaan dapat dilihat dalam bagian lampiran. Pertanyaan terkait dengan data terpilah. Durasi waktu yang dibutuhkan sekitar 15 menit. › Permainan diulang sampai beberapa kali (3), setelah itu fasilitator menyampaikan makna permainan tersebut. Mengaitkannya dengan konsep
44
Pokok Bahasan III Pengantar Analisis Gender
data terpilah dan urgensinya. Durasi selama 7 menit. › Kemudian fasilitator mempresentasikan tentang konsep data terpilah, urgensinya dan perbedaannya dengan data gender. Alokasi waktu untuk ini sekitar 25 menit. LAMPIRAN
Bahan Bacaan › Data Terpilah dan Data Gender Data terpilah adalah data (nilai variabel-variabel) yang dipilah menurut berbagai jenis ciri dan karakteristik. Pada umumnya pemilahan ini akan dilakukan pada waktu kita akan melokalisasi atau mempersempit ruang pemecahan masalah pembangunan di suatu bidang tertentu. Data dapat dipilah menurut berbagai ciri atau karakteristik tergantung kepada jenis analisis yang akan dilakukan. Bila akan melakukan analisis gender, data perlu dipilah menurut jenis kelamin. Untuk melakukan analisis spasial maka data perlu dipilah menurut wilayah. Begitu pula analisis dapat dilakukan berdasarkan umur atau waktu kejadian seperti analisa deret waktu atau time series. Data terpilah menurut jenis kelamin dapat membuka wawasan tentang adanya kesenjangan gender. Pemilahan jenis kelamin di berbagai bidang dapat menunjukkan kesenjangan status, peran, kondisi, dan kebutuhan masyarakat perempuan, dan laki-laki dalam berbagai bidang pembangunan, serta permasalahan yang terjadi untuk mengatasi kesenjangan. Pemilahan data menurut jenis kelamin merupakan prasyarat utama dilakukannya analisis gender yang bermanfaat dalam penyusunan analisis kebijakan dan penyusunan anggaran yang responsif gender. Data gender merupakan data mengenai hubungan relasi dalam status, peran, dan kondisi antara laki-laki dan perempuan, sedangkan statistik gender merupakan kumpulan fakta yang umumnya berbentuk angka untuk menggambarkan suatu persoalan gender. Urgensi atau Manfaat Data Terpilah 1. Gambaran situasi dan kondisi obyektif yang diperlukan untuk perencanaan 2. Pembuka wawasan oleh pengambil keputusan 3. Mengidentifikasikan kesenjangan gender 4. Melaksanakanprogram pembangunan 5. Menjadi masukan sebagai baseline dalam menentukan target kinerja 6. Penting untuk mengukur kemajuan melalui monitoring dan evaluasi
45
Pokok Bahasan III Pengantar Analisis Gender
LEMBAR KERJA
Petunjuk Permainan! Semua peserta dan fasilitator berdiri di depan ruangan pelatihan dan membentuk lingkaran. Fasilitator berdiri di tengah lingkaran sambil memegang bola yang akan dilemparkan kepada peserta secara random dan peserta tersebut harus kembali melempar kepada peserta lainnya. Dalam proses tersebut akan diiringi oleh musik atau lagu. Ketika musiknya berhenti dan bola ada ditangan peserta maka ia harus menjawab pertanyaan dari fasilitator. Demikian seterusnya diulang beberapa kali. Pertanyaan-pertanyaan yang bisa diajukan oleh fasilitator:
1. Berapa jumlah anggota keluarga Anda yang perempuan dan berapa yang laki-
2. Berapa jumlah pegawai perempuan dan jumlah pegawai laki-laki di instansi
3. Berapa jumlah pelaku usaha UMKM Perempuan dan Berapa Pelaku usaha
4. Berapa Angka Partisipasi Tenaga Kerja Perempuan dan Berapa Angka
laki? Berapa jumlah anak perempuan dan anak laki-laki yang Anda miliki? tempat Bapak/Ibu Bekerja? UMKM laki-laki di Provinsi Bapak/Ibu? Partisipasi Tenaga Kerja laki-laki?
Sesi 2 Analisis Gender PENGANTAR
Ketimpangan penerima manfaat pembangunan yang terjadi telah direspon dengan pendekatan baru dalam pembangunan. Pendekatan Gender and Development telah diperkenalkan untuk membantu para pengambil kebijakan dalam mendorong mewujudkan pembangunan yang berkeadilan. Sebagai strategi dalam melaksanakan pendekatan ini digunakanlah pengarusutamaan gender dalam perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi. Sementara itu, alat bantu digunakan untuk menerjemahkan strategi ke tataran yang lebih praktis dan operasional diperkenalkan analisa gender. Analisis gender ini merupakan alat yang sangat penting untuk memastikan agar program/proyek/kegiatan akan memberikan akses, partisipasi, kontrol dan manfaat yang sama bagi laki-laki dan perempuan. Penggunaannya dapat membantu menentukan tindakan yang perlu dilakukan untuk mengurangi kesenjangan gender.
46
Pokok Bahasan III Pengantar Analisis Gender
TUJUAN SESI › Peserta memahami tentang analisa gender dan fungsinya › Peserta mengetahui beberapa teknik analisa gender yang relevan untuk bidang ekonomi. METODE
› Brainstorming dengan menggunakan film sebagai titik masuk › Tanya jawab dengan didahului oleh presentasi materi sebagai pengantar.
ALAT DAN BAHAN
› LCD › Laptop › Plano › Spidol
WAKTU
90 menit
PROSES
› Fasilitator menyampaikan tujuan sesi kepada peserta dalam waktu sekitar 3 menit › Kemudian dalam 2 menit, fasilitator meminta peserta untuk memperhatikan tayangan film pendek tentang Tantangan dan Peluang Pendanaan UMKM. › Selanjutnya fasilitator menayangkan film pendek yang telah disiapkan yang berdurasi sekitar 10 menit. › Setelah film selesai ditayangkan fasilitator menanyakan kepada peserta apa pesan atau informasi yang disampaikan dalam film tersebut. Alokasi waktu untuk ini sekitar 5 menit. › Berikan kesempatan bagi sukarelawan untuk menjawabnya. Waktu yang diberikan sekitar 10 menit. › Kemudian fasilitator menekankan poin penting dari jawaban peserta dan menjadikannya bridging masuk untuk menjelaskan tentang analisa gender. Fasilitator dapat menggunakan Lembar Panduan Fasilitator (LPF) yang terdapat pada lampiran untuk menyampaikan poin-poin penting dari film yang ditayangkan dari perspektif gender. Alokasi waktu untuk ini sekitar 10 menit. › Langkah selanjutnya dalam waktu 30 menit fasilitator menampilkan PPT tentang analisa gender. › Fasilitator kemudian memberi kesempatan kepada peserta untuk bertanya atau memberikan pendapat. Alokasi waktu untuk ini sekitar 10 menit. › Terakhir fasilitator kembali menekankan poin –poin penting tentang analisa gender dan menyatakan bahwa pada sesi-sesi selanjutnya akan dibahas tentang teknik-teknik analisa gender secara mendalam
47
Pokok Bahasan III Pengantar Analisis Gender
LAMPIRAN
Lembar Panduan Fasilitator › Poin-Poin Kunci Pesan dari FILM Tantangan dan Peluang Pendanaan UKM Struktur UKM di Indonesia sebenarnya yang paling banyak adalah usaha kecil dan mikro. Pelaku usaha kecil dan pekerjanya umumnya adalah perempuan. Usaha kecil baru bisa berkembang jika mereka memiliki akses terhadap modal Tantangan utama dari UMKM adalah terletak pada akses ada pada manajemen usaha, Modal, dan Pemasaran. Pelaku usaha mikro masuk kategori usaha informal sehingga mereka akan kesulitan untuk memperoleh permodalan dari perbankan. Bahan Bacaan › Analisis Gender Analisa gender merupakan proses menganalisis data dan informasi secara sistematis tentang kondisi laki-laki dan perempuan untuk mengidentifikasi dan mengungkapkan kedudukan, fungsi, peran dan tanggung jawabnya dalam proses pembangunan, serta faktor-faktor yang mempengaruhinya. Tujuan dari analisis gender: 1. Mengidentifikasi aspek kesenjangan gender (peran, akses, kontrol, dan manfaat) 2. Merumuskan permasalahan kesenjangan gender dan upaya mengatasinya 3. Mengidentifikasi langkah-langkah intervensi tindakan yang diperlukan 4. Mengetahui latar belakang terjadinya kesenjangan gender 5. Mengetahui perbedaan tingkat kesetaraan (equity) dan persamaan hak antara laki-laki dan perempuan (gender equality) Beberapa Teknik Analisis Gender 1. Model Harvard Model analisis gender untuk melihat profil gender pada tingkat mikro (Masyarakat dan Keluarga) dan peran gender dalam pembangunan, yang bertujuan untuk menunjukkan: › Profil pembagian kerja antara laki-laki dan perempuan dalam masyarakat. › Mengidentifikasikan kesenjangan yang ada atau terjadi antara laki-laki dan perempuan dan atau anak laki-laki dan anak perempuan › Cara merancang proyek yang efisien dan dapat digunakan untuk memperbaiki produktifitas kerja.
48
Pokok Bahasan III Pengantar Analisis Gender
› Kecenderuangan investasi ekonomi yang dilakukan oleh laki-laki dan perempuan secara rasional › Informasi yang lebih rinci sebagai dasar mencapai tujuan dengan tingkat keadilan gender yang optimal 2. Model Moser Teknik analisa model Moser atau disebut juga Kerangka Moser, didasarkan pada pendapat bahwa perencanaan gender bersifat “teknis dan politis.â€? Kerangka ini mengansumsikan ada konflik dalam proses perencanaan, mengandung proses transformatif, serta mencirikan perencanaan sebagai suatu debat. Intinya memperkenalkan tiga konsep, yaitu: konsep tri peran (reproduktif, produktif, dan sosial), Konsep Kebutuhan (Kebutuhan Praktis dan Strategis Gender) dan Konsep Pendekatan Women in Development (WID) dan Gender and Development (GAD). 3. Model Longwe Kerangka analisis gender Model Longwe berfokus untuk mengkaji tingkat pemberdayaan perempuan dengan menggunakan dua alat analisis, yaitu tingkat kesetaraan gender dan bagaimana persoalan atau isu-isu perempuan diperhatian dan direspon. Pada alat penilaian tingkat kesetaraan gender ada lima parameter yang digunakan, yaitu kesejahteraan, akses, conscientization, partisipasi, kontrol, dan manfaat. Sementara itu, pada alat yang kedua melihat sejauh mana sebuah proyek merespon isu-isu perempuan apakah negatif, netral, atau positif. Kerangka analisa ini berfokus langsung pada penciptaan situasi/pengkondisian di mana masalah kesenjangan, diskriminasi dan subordinasi diselesaikan. Untuk mencapai tingkat pemberdayaan dan kesederajatan di mana ditunjukan bahwa pemenuhan kebutuhan dasar praktis perempuan tidak pernah sama dengan pemberdayaan maupun sederajat. 4. Model GAP
Gender Analysis Pathway (GAP) adalah alat analisis gender yang dikembangkan oleh BAPPENAS yang dapat digunakan untuk membantu para perencana dalam melakukan pengarusutamaan gender dalam perencanaan kebijakan, program, proyek dan atau kegiatan pembangunan. Dengan menggunakan GAP para perencana kebijakan/program/proyek/kegiatan yang ditujukan untuk memperkecil atau menghapus kesenjangan gender tersebut. GAP terdiri atas 4 tahap utama, yaitu menganalisa kebijakan yang responsif gender, menformulasikan kebijakan yang responsif gender dan rencana aksi responsif gender.
49
Pokok Bahasan III Pengantar Analisis Gender
LEMBAR KERJA
Saksikanlah tayangan film pendek tentang ketimpangan di Yogyakarta dan ceritakanlah apa informasi yang didapat dalam film tersebut. Apa bentuk ketimpangan yang ada? Bagaimana Anda bisa sampai pada pendapat demikian? Apakah yang Anda lakukan merupakan analisa gender atau tidak? Mengapa? Apa menurut saudara yang dimaksud dengan analisa gender?
50
Pokok Bahasan IV Teknik Analisis Gender Model Harvard
Pokok Bahasan IV Teknik Analisis Gender Model Harvard
PENGANTAR
Beberapa studi menunjukkan bukti adanya stagnasi dalam partisipasi tenaga kerja perempuan di ekonomi Indonesia meskipun terjadi penurunan disparitas gender untuk perempuan dan laki-laki di seluruh negeri. Meskipun terjadi perbaikan tingkat pendidikan bertahun-tahun antara perempuan dan laki-laki selama tiga puluh tahun, tidak serta-merta meningkatkan partisipasi perempuan dalam pasar tenaga kerja karena ratio partisipasi perempuan dibandingkan dengan laki-laki tetap konstan, di angka 0,61. Secara umum, pengalaman kaum perempuan dalam perekonomian Indonesia (formal dan informal) mengenai ketidaksetaraan, diskriminasi, dan keterbatasan peluang terus terjadi. Terdapat beberapa tantangan terhadap partisipasi perempuan dalam perekonomian, khususnya dalam usaha-usaha rumah tangga, mikro, dan kecil yang terdokumentasi dengan baik dalam penelitian yang dijalankan beberapa tahun terakhir ini. Salah satu tantangan yang dihadapi perempuan adalah akses dan partisipasi untuk mendapatkan layanan pengembangan usaha dan pelatihan peningkatan kapasitas yang tepat. Hal ini terjadi karena ketiadaan data terpilah berdasarkan jenis kelamin dan ketiadaaan data tentang profil pelaku usaha perempuan. Kemudian pelatihan-pelatihan yang diberikan masih banyak yang salah sasaran karena tidak didahului oleh pemetaan atau pun asesment profil pembagian kerja dan sebagainya. Akibatnya dalam pengalokasian sumber daya ekonomi untuk layanan pengembangan usaha sering tidak optimal. Dalam kontek ini Analisa Gender Model Harvard menawarkan instrumen untuk memetakan pekerjaan laki-laki dan perempuan. Model analisa ini dikembangkan oleh para peneliti pada Harvard Institute untuk Pembangunan Internasional di Amerika Serikat.
TUJUAN SESI › Peserta mengetahui teknik analisis model Harvard › Peserta mampu melakukan praktek analisis gender model Harvard › Peserta memahami keunggulan dan waktu yang tepat penggunaan analisis gender model Harvard METODE
› Diskusi kelompok melakukan praktik analisis Harvard › Komedi Putar
1
ADB, “Female Labour Force Participation in Asia: Indonesia Case Study”, February 2016, Simone Schaner and Smita Das, ADB Economics Working Paper Series, No. 474.
54
Pokok Bahasan IV Teknik Analisis Gender Model Harvard
ALAT DAN BAHAN
› Bahan bacaan tentang teknis analisis gender model Harvard › Lembar Kerja › Kertas Plano › Spidol › Solatipe › Flipcart › LCD › Laptop
WAKTU PROSES
120 menit › Fasilitator menyampaikan tujuan sesi dalam waktu 5 menit. › Fasilitator sedikit kembali mengulas tentang konsep teknik analisa gender dalam waktu sekitar 10 menit › Kemudian fasilitator memberikan sedikit pengantar tentang teknik analisis gender model Harvard. Alokasi waktu 30 menit. › Kemudian fasilitator meminta peserta bekerja dalam 3 kelompok untuk mempraktekan bagaimana Analisis Gender Model Harvard dilakukan. Waktu yang dialokasikan 30 menit. › Fasilitator meminta masing-masing kelompok mengerjakan tugasnya sesuai dengan petunjuk dalam lembar kerja dan menunjuk satu orang anggota yang akan tetap berada di tempatnya untuk menerima “tamu “ dari kelompok lain. Di sini ia akan mempresentasikan hasil kerja kelompoknya pada tamu yang datang dan menjawab pertanyaan mereka atau masukan. Sementara anggota kelompok lainnya berkeliling “bertamu ke kelompok2 lainnya.” Mereka juga berhak bertanya atau pun memberi masukan kepada hasil kerja kelompok lainnya. Metode ini disebut metode komedi putar. Total waktu yang dialokasikan 20 menit. › Fasilitator dapat melihat contoh Analisa Gender Model Harvard dalam Lembar Panduan Fasilitator sebagai acuan dalam mengarahkan peserta untuk melakukan praktik Analisa Gender Model Harvard secara benar. Alokasi waktu 5 menit › Setelah selesai kemudian fasilitator meminta dua orang sukarelawan (1 mewakili penerima tamu dan 1 mewakili yang bertamu) untuk menyampaikan kesan mereka dalam melakukan Analisa Gender Model Harvard. Alokasi waktu 10 menit › Kemudian fasilitator menanggapi dan meng-highlight tentang Analisis Gender Model Harvard, terutama keunggulan dan kelemahannya, serta kapan tepatnya alat ini digunakan. Porsi waktu 10 menit.
55
Pokok Bahasan IV Teknik Analisis Gender Model Harvard
LAMPIRAN
Bahan Bacaan › Teknik Analisis Gender Model Harvard Analisis Model Harvard atau Kerangka Analisis Harvard, dikembangkan oleh Harvard Institute for International Deveploment, bekerja sama dengan Kantor Women In Development (WID) USAID. Model Harvard ini didasarkan pada pendekatan efisien WID yang merupakan kerangka analisis gender dan perencaaan gender yang paling awal Tujuan Kerangka Analisis Model Harvard: 1. Untuk menunjukan bahwa ada suatu investasi secara ekonomi yang dilakukan oleh perempun maupun laki-laki, secara rasional. 2. Untuk membantu para perencana merancang proyek yang lebih efisien dan memperbaiki produktivitas kerja secara menyeluruh. 3. Mencari informasi yang lebih rinci sebagai dasar untuk mencapai tujuan efisien dengan singkat keadilan gender yang optimal. 4. Untuk memetakan pekerjaan laki-laki dan perempuan dalam masyarakat dan melihat faktor penyebab perbedaan. Kerangka ini terdiri atas sebuah matriks yang mengumpulkan data pada tingkat mikro (masyarakat dan rumah tangga), meliputi komponen yang berhubungan satu dengan yang lainnya. a. Profil kegiatan, didasarkan pada konsep pembagian dengan data terpilah jenis kelamin. Profil kegiatan ini merinci kegiatan yang nyata menurut umur (siapa mengerjakan apa), penjadwalan (alokasi waktu) untuk kelompokkelompok sosial ekonomi. Untuk memudahkan analisis, maka secara umum profil kegiatan dikelompokan menjadi 3 kategori kegiatan : Kegiatan produktif Kegiatan reproduktif Sosial budaya dan kemasyarakatan Parameter yang dipergunakan untuk melukiskan kegiatan-kegiatan tersebut adalah : Umur; mengidentifikasi apakah orang dewasa perempuan dan laki-laki serta anak-anak melaksanakan suatu tertentu. Pemetaan umur dapat mengungkapkan pola relasi gender dalam kegiatan dan dapat pula mengidentifikasi dampak yang ditimbulkan. Alokasi waktu; menegaskan persentase waktu yang dialokasikan bagi setiap kegiatan dan apakah kegiatan itu musiman atau harian.
56
Pokok Bahasan IV Teknik Analisis Gender Model Harvard
— Pendapatan; melukiskan jumlah uang yang dihasilkan menurut jenis dari suatu kegiatan. Perhitungan dapat disesuaikan menurut jenis kegiatan, misalnya: per jam, per hari, per musim dan sebgaianya. Proses pengidentifikasian kegiatan gender melalui profil kegiatan ini, merupakan suatu tekhnik mengetahui secara tepat tentang peranan, kegiatan, sekaligus kebutuhan laki-laki maupun perempuan dalam satu unit keluarga dan masyarakat. b. Profil akses dan kontrol; merinci sumber-sumber apa yang dikuasi oleh laki-laki dan perempuan untuk melaksanakan kegiatannya dan manfaat apa yang diperoleh setiap orang dari hasil kegiatan tersebut. Profil ini memperlihatkan siapa yang memiliki akses kepada sumber daya dan kontrol atas penggunaannya, selanjutnya diidentifikasi, disusun dalam daftar apakah perempuan dan laki-laki mempunyai akses atau tidak kepada sumber daya dan kontrol atas penggunaannya. c. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi kegiatan, akses dan kontrol; Berpusat pada faktor-faktor dasar, yang menentukan pembagian kerja berdasarkan gender. Analisis disini dilakukan untuk mengidentifikasi faktorfaktor yang mempengaruhi perbedaan antara laki-laki dan perempuan pada butir a dan b. Oleh karena pekerjaan yang dilakukan laki-laki dan perempuan berubah dari waktu ke waktu sebagai akibat proses pembangunan atau perubahan-perubahan lingkungan, maka pengertian tentang kecenderungankecenderungan pertumbuhan ekonomi dan perkembangan sosail budaya harus turut diperhitungkan dalam anilisi ini. d. Analisis siklus proyek; terdiri dari penelahaan proyek berdasarkan data yang diperoleh dari analisis terdahulu, dengan menayangkan kegiatan-kegiatan yang akan dipengaruhi oleh proyek dan bagaimana permasalahan akses, kontrol terkait dengan kegiatan-kegiatan tersebut. Faktor-faktor inilah yang merupakan penghubung bagi terwujudnya dampak proyek pada kesetaraan gender. Analisis ini membantu menunjukan bagianbagian proyek yang perlu disesuaikan untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Beberapa aspek dalam siklus proyek yang diperlukan secara rinci, yaitu analisis keadaan (indentifikasi masalah), rancangan/desain proyek, implementasi proyek serta pemantauan dan evaluasi.
57
Pokok Bahasan IV Teknik Analisis Gender Model Harvard
LAMPIRAN
Penggunaan Kerangka Analisis Harvard Lebih cocok untuk perencanaan proyek dibandingkan dengan perencanaan program atau kebijakan. Dapat digunakan sebagai “titik masuk” (entry point) gender netral, ketika melontarkan isu gender kepada peserta yang resisten terhadap adanya ketimpangan dalam relasi gender. Untuk menyimpulkan data basis atau data dasar. Digunakan bersamaan dengan kerangka Analisis Moser untuk mencari gagasan dalam menentukan kebutuhan strategik gender. Kekuatan Kerangka Analisis Harvard: Praktis dan mudah digunakan khususnya pada analisismikro yakni level komunitas dan keluarga. Berguna untuk baseline informasi yang detail. Fokus pada hal-hal yang kasat mata, fakta objektif, fokus pada perbedaan gender bukan pada kesenjangan. Mudah dikomunikasikan kepada pemula maupun awam. Kelemahan Kerangka Analisis Harvard: Tidak melihat dinamika relasi kuasa dan kesenjangan Tidak efektif untuk menelaah sumberdaya yang tidak kasat mata seperti jaringan sosial dan social capital. Terlalu menyederhanakan relasi sosial yang kompleks, kehilangan aspek negosiasi, tawar menawar dan pembagian peran.
Beberapa studi menunjukkan bukti adanya stagnasi dalam partisipasi tenaga kerja perempuan di ekonomi Indonesia meskipun terjadi penurunan disparitas gender untuk perempuan dan laki-laki di seluruh negeri.
58
Pokok Bahasan IV Teknik Analisis Gender Model Harvard
Lembar Pegangan Fasilitator
59
Pokok Bahasan IV Teknik Analisis Gender Model Harvard
60
Pokok Bahasan IV Teknik Analisis Gender Model Harvard
LEMBAR KERJA
Petunjuk! Lakukanlah Analisis Gender Model Harvard pada masyarakat dengan mengisi form matrik yang tersedia di bawah ini. Masing-masing kelompok mengerjakan analisis sesuai dengan penugasannya masing-masing Kelompok 1 masyarakat atau komunitas peternak sapi Kelompok 2 masyarakat atau komunitas penenun Kelompok 3 masyarakat petani rumput laut Form Profil Aktivitas Perempuan/ Anak Perempuan
Jenis Kelamin
Laki-Laki/ Anak Laki-Laki
Kegiatan Produktif
Kegiatan Reproduktif
Kegiatan Sosial
Bersifat permanen/tidak bisa dirubah
Catatan: Tugas yang diberikan untuk masing-masing kelompok bisa diganti sesuai dengan komoditi pilihan di Kabupaten/Kota yang bersangkutan. Keterangan: Kegiatan Produktif merupakan kegiatan yang menghasilkan uang atau pendapatan. Kegiatan Reproduktif merupakan kegiatan yang tidak menghasilkan uang dan terkait dengan pekerjaan domestik
61
Pokok Bahasan IV Teknik Analisis Gender Model Harvard
Form Profil Akses dan Kontrol Sumber Daya/ Manfaat
Akses Laki-laki
Perempuan
Kontrol Laki-laki
Form Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Faktor yang Mempengaruhi
Hambatan
Form Checklist Siklus Proyek
Identifikasi Dimensi Perempuan Dalam Proyek Asesmen kebutuhan perempuan Menetapkan Tujuan Umum Proyek Mengidentifikasikan kemungkinan dampak negatif proyek Identikasi Dimensi Perempuan Dalam Perencanaan Proyek Dampak proyek terhadap aktivitas perempuan Dampak Proyek terhadap akses dan kontrol Identifikasi Dimensi Perempuan Dalam Pelaksanaan Proyek Personel Struktur organisasi Logistik Finansial Fleksibilitas Identifikasi Dimensi Perempuan Dalam Evaluasi Proyek Data yang dibutuhkan Pengumpulan data dan analisis
62
Peluang
Perempuan
Pokok Bahasan V Teknik Analisis Gender Model Moser
Pokok Bahasan V Teknik Analisis Gender Model Moser
PENGANTAR
Teknik Analisis Gender Model Moser dikembangkan oleh Caroline Moser. Ia menggunakan atau mempraktikan analisis ini pada Unit Perencanaan dari University of London, Inggris pada awal 1980an. Metode yang ditawarkan oleh Moser dihadirkan sebagai sebuah pengarusutamaan gender ke dalam kebijakan dan perencanaan. Jadi kalau Teknik Analisis Gender Model Harvard baik digunakan untuk upaya meningkatkan partisipasi perempuan dalam pembangunan ekonomi, sedangkan Teknik analisis gender Model Moser menawarkan pendekatan mainstreaming ke dalam kebijakan dan program. Artinya tidak harus secara khusus program spesifik bagi perempuan. Meskipun Moser menawarkan pendekatan mainstreaming, Moser tetap menganggap pendekatan khusus pemberdayaan perempuan juga penting. Oleh karenanya Moser terkenal denga pendekatan dua jalurnya, yaitu pendekatan pemberdayaan perempuan dan pendekatan mainstreaming. Dalam konteks pengembangan ekonomi lokal, Model Moser akan sangat membantu untuk mengkaji pendekatan yang tepat untuk digunakan dan juga untuk perencanaan guna mengatasi permasalahan gender untuk pemunuhan kebutuhan praktis atau kebutuhan strategis gender.
TUJUAN SESI › Peserta mengetahui metode analisis gender model Moser › Peserta mampu mempraktikan Analisa Gender Model Moser METODE
› Ceramah › Diskusi kelompok › Diskusi Kelas
ALAT DAN BAHAN
› LCD › Laptop › Kertas plano › Spidol › Solatip › Flip cart › Bahan Bacaan › Lembar Kerja
WAKTU
66
120 menit
Pokok Bahasan V Teknik Analisis Gender Model Moser
PROSES
› Fasilitator menjelaskan tujuan dari sesi selama 5 menit. › Fasilitator melakukan curah pendapat tentang teknis Analisis Gender Model Moser dalam waktu 5 menit › Kemudian fasilitator mempresentasikan materi Analisis Gender Model Moser dalam waktu 30 menit. › Langkah selanjutya fasilitator meminta peserta untuk bekerja di kelompok yang sama dengan kelompok sebelumnya untuk mendiskusikan apa yang diminta dalam lembar kerja. Waktu yang dialokasikan untuk diskusi kelompok sebanyak 30 menit. › Fasilitator kemudian meminta masing-masing wakil dari kelompok untuk mempresentasikan hasil kerjanya. Total alokasi waktu untuk semua kelompok sebesar 30 menit. › Fasilitator mengundang peserta lainnya untuk menanggapi hasil presentasi kerja kelompok. Waktu untuk ini sekitar 10 menit. › Akhirnya fasilitator meng-highlight poin-poin inti dari Analisis Gender Model Moser. Porsi waktu untuk ini sekitar 10 menit.
LAMPIRAN
Bahan Bacaan › Teknik Analisis Gender Model Moser Teknik Analisis Model Moser atau disebut juga kerangka Moser, didasarkan pada pendapat bahwa perencanaan gender bersifat “teknis dan polities.” Kerangka ini mengasumsikan adanya konflik dalam proses perencanaan dan proses transformasi serta mencirikan perencanaan sebagai suatu “debat.” Ada 6 alat yang digunakan kerangka ini dalam perencanaan untuk semua tingkatan, dari proyek sampai ke perencanaan daerah. Alat 1 : Identifikasi Peranan Gender (“Tri Peranan”) Seperti halnya Kerangka Harvard, alat ini mencakup penyusunan pembagian kerja gender/pemetaan aktivitas laki-laki dan perempuan (termasuk anak perempuan dan laki-laki) dalam rumah tangga selama periode 24 jam. Di samping itu, yang dimaksud dengan “tri peranan” dalam Moser adalah sama dengan kerangka Harvard, membagi peranan perempuan yang berpendapatan rendah ke dalam 3 (tiga) peranan : Produktif Reproduktif Kemasyarakatan atau kerja sosial
67
Pokok Bahasan V Teknik Analisis Gender Model Moser
LAMPIRAN
Alat 2 : Penilaian Kebutuhan Gender Moser mengembangkan alat ini dari konsep minat/kebutuhan gender dari sudut perempuan yang pertama kalinya dikembangkan oleh Mexine Molyneux 1984. Perempuan mempunyai kebutuhan-kebutuhan yang berbeda dengan lai-laki karena “tri peranan� mereka sebagaimana posisi subordinat mereka terhadap laki-laki dalam masyarakat. Kebutuhan-kebutuhan tersebut dibedakan kedalam minat/kebutuhan praktis gender dan strategis gender. A. Kebutuhan Praktis Gender Kebutuhan ini dapat diidentifikasi dengan mudah oleh perempuan dan laki-laki karena selalu berhubungan dengan kondisi kehidupan. Perempuan dapat mengidentifikasi air bersih, makanan, pemeliharaan kesehatan dan penghasilan tunai sebagai minat/ kebutuhan yang harus segara mereka penuhi. Memenuhi kebutuhan praktis perempuan sangat penting untuk memperbaiki kondisi kehidupan, tetapi pemenuhan kebutuhan praktis tidak akan merubah posisi perempuan yang lemah (subordinat). Malahan dalam kenyataannya memperkuat pembagian kerja gender. B. Kebutuhan Strategis Gender Minat/kebutuhan strategis gender adalah hal yang oleh perempuan sendiri diidentifikasi sebagai kebutuhan yang disebabkan posisi subkordinat mereka. Hal ini berhubungan dengan isu kekuasaan dan kontrol, sampai pada eksploitasi karena pembagian kerja berdasarkan jenis kelamin. Kebutuhan strategis dapat mencakup perubahan-perubahan dalam pembagian kerja gender (perempuan melakukan perkerjaan yang secara tradisional bukan sebagai perkerjaan perempuan, laki-laki mengambil lebih banyak tanggung jawab dalam perkerjaan domestik dan pengurus anak), hak-hak legal, penghapusan tindak kekerasan , upah yang sama/setara dan kontrol perempuan atas tubuhnya sendiri. Kebutuhan sendiri tidak dapat mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan ini semudah mengidentifikasi kebutuhan praktis gender. Oleh karena itu dibutuhkan kesempatan khusus untuk melakukannya.
68
Pokok Bahasan V Teknik Analisis Gender Model Moser
LAMPIRAN
Alat 3 : Pendisagregasian (pemisahan) kontrol atas sumber daya dan pengambilan keputusan dalam rumah tangga (alokasi sumber daya intra-rumah tangga dan kekuasaan dalam pengambilan keputusan dalam rumah tangga). Alat ini digunakan untuk menemukan siapa yang mengontrol sumber daya dalam rumah tangga, siapa yang mengambil keputusan penggunaan sumber daya dan bagaimana keputusan keputusan itu dibuat. Alat 4 : Menyeimbangkan peranan Sangat berhubungan dengan bagaimana perempuan mengelola keseimbangan antara tuhas-tugas produktif, reproduktif dan kemasyarakatan mereka. Termasuk mempertanyakan tentang “Apakah suatu intevensi yang direncakan akan meningkatkan beban kerja perempuan pada satu peranan dengan konsekuensi terhadap peranan perempuan lainnya?” Alat 5 : Matriks Kebijakan Women in Development (WID) dan Gender and Development (GAD) Matriks kebijakan Women In Development (WID) dan Gender and Development (GAD) memberikan suatu kerangka untuk mengidentifikasi atau mengevaluasi pendekatan-pendekatan yang sedang (atau dapat) digunakan untuk ditunjukan pada tri peranan, serta kebutuhan-kebutuhan praktis dan strategis gender pada perempuan dalam proyek dan program. Matriks ini dibedakan kedalam 5 pendekatan. a. Kesejahteraan Pendekatan ini ditujukan untuk membawa perempuan ke dalam pembangunan agar menjadi ibu yang lebih baik. Selama ini perempuan dipandang sebagai penikmat pasif pembangunan. Pendekatan ini mengakui peranan reproduktif perempuan dan berusaha memenuhi kebutuhan praktis gender (KPG) melalui suatu uluran bantuan yang bersifat dari atas (top down), berupa pangan, ukuran-ukuran untuk mengatasi malnutrisi dan keluarga berencana. Pendekatan ini tidak menantang (tidak menimbulkan konflik) karenanya masih sangat populer. b. Keadilan Pendekatan WID yang pertama, muncul pada dekade 1976 – 1985, dalam konteks paradigma pembangunan “pertumbuhan dengan keadilan.” Pendekatan ini bertujuan untuk memperoleh keadilan bagi perempuan yang dipandang sebagai partisipan aktif dalam pembangunan. Pendekatan
69
Pokok Bahasan V Teknik Analisis Gender Model Moser
LAMPIRAN
ini mengakui tri peranan, dan berusaha memenuhi kebutuhan strategis gender (KSG) melalui intervensi langsung pemerintah dengan memberikan otonomi politik dan ekonomi serta mengurangi ketidaksetaraan perempuan dengan laki-laki. Pendekatan ini menantang subordinasi perempuan, dan untuk dikritisi sebagai feminisme barat, dianggap mengancam dan tidak populer dikalangan pemerintah. c. Anti-Kemiskinan Merupakan pendekatan WID kedua, diadopsi sejak tahun 1970-an dan merupakan kebalikan dari versi keadilan, menggunakan konteks pendekatan “kebutuhan dasar terhadap pembangunan.� Tujuannya untuk menjamin agar perempuan miskin meningkat produktivitasnya. Kemiskinan perempuan dianggap sebagai suatu masalah keterbelakangan, bukan karena subordinasi. Pendekatan ini mengakui peranan produktif perempuan dan berusaha untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan praktis dan strategis untuk memperoleh pendapatan, khususnya dalam proyek-proyek pengingkatan pendapatan berskala kecil. d. Efisiensi Pendekatan WID ketiga dan sekarang menjadi pendekatan yang utama, diadopsi sejak krisis hutang tahun 1980. Pendekatan ini bertujuan untuk memastikan bahwa pembangunan menjadi lebih efisien dan efektif melalui kontribusi ekonomi perempuan yang membuat partisipasi sering disamakan dengan keadilan. Pendekatan ini berusaha untuk memenuhi KPG dengan mengandalkan pada tri peranan dan konsep waktu perempuan yang elastis. Pada prinsipnya perempuan dipandang dalam kaitannya dengan kapasitas mereka untuk mengkompensasikan bagi menurunnya pelayanan sosial dengan memperpanjang hari kerja mereka. Pendekatan ini merepuakan pendekatan yang populer. e. Pemberdayaan Pendekatan yang mutakhir diartikulasikan oleh perempuan dunia ketiga. Pendekatan ini bertujuan untuk memberdayakan perempuan melalui kepercayaan diri yang lebih besar. Subordinasi perempuan diekspresikan tidak hanya disebabkan oleh dominasi laki-laki, tetapi juga karena penindasan kolonial dan neo-kolonial.
70
Pokok Bahasan V Teknik Analisis Gender Model Moser
LAMPIRAN Pendekatan ini mengakui tri peranan dan berusaha memenuhi KSG secara tidak langsung melalui mobilisasi KPG dari bawah. Pendekatan ini secara potensial menantang, meskipun penghindarannya dari feminisme barat membuat pendekatan ini tidak populer, kecuali di kalangan LSM perempuan di negara ketiga. Alat 6 : Melibatkan Perempuan, Organisasi Perempuan dalam Penyadaran Gender dalam Perencanaan Pembangunan. Tujuan dari alat ini untuk memastikan bahwa KPG dan KSG diidentifikasi dan dijamin sebagai “Kebutuhan-kebutuhan nyata” perempuan, berlawanan dengan pengertian atas kebutuhan-kebutuhan yang digabungkan ke dalam proses perencanaan selama ini. Kegunaan Kerangka Analisis Gender Model Moser Kerangka Moser telah dianjurkan secara meluas dan dapat digunakan untuk perencanaan dengan beragam latar belakang, dari LSM sampai ke sektor-sektor dalam pemerintah. Diakui bahwa mungkin ada resistensi secara kelembagaan dan politik dalam mengarahkan akan mentransformasi hubungan-hubungan gender. Pendekatannya untuk perencanaan menantang relasi gender yang tidak setara, mendukung pemberdayaan perempuan. Konsep KPG Ddan KSG merupakan alat yang bermanfaat untuk mengevaluasi dampak suatu intervensi pembangunan terhadap relasi gender. Konsep tri peranan berguna dalam membuka pikiran mengenai rentang yang luas atas pekerjaan yang melibatkan perempuan. Lebih jauh, konsep tersebut meningkatkan para perencana terhadap keterhubungan antara peranan-peranan reproduktif, produktif dan kerja sosial. Kekuatan/Keutamaan Kerangka Moser: Mampu melihat kesenjangan perempuan dan laki-laki Penekanan pada seluruh aspek kerja yang membuat peranan ganda perempuan terlihat Menekankan dan mempertanyakan asumsi di balik proyek-proyek intervensi Penekanan pada perbedaan antara memenuhi kebutuhan dasar praktis dengan kebutuhan strategis.
71
Pokok Bahasan V Teknik Analisis Gender Model Moser
LAMPIRAN
Keterbatasan Kerangka Analisis Gender Model Moser — Kerangka kerja ini melihat pada pemisahan aktivitas-aktivitas perempuan dan laki-laki ketimbang tentang bagaimana aktivitas tersebut saling berhubungan. Tidak setiap orang menerima konsep tri peranan, khususnya dalam kaitannya dengan peranan komunitas (masyarakat). Bentuk-bentuk lain dari ketidaksetaraan seperti halnya ras dan kelas, tidak diperhatikan. — Beberapa orang juga menyatakan bahwa pembagian tegas antara kebutuhankebutuhan strategis dan praktis tidak membantu karena sebenarnya seringkali ada keberlangsungan dari kebutuhan praktis dan kebutuhan strategis. — Moser tidak memperhitungkan kebutuhan-kebutuhan strategis laki-laki. Terdapat banyak argumen untuk menentang pemasukan mereka. Dalam mengadaptasi karya Moser, Development Planning Unit pada Universitas London telah memasukan KPG dan KSG laki-laki ke dalam kerangka tersebut.
Teknik Analisis Gender Model Moser dikembangkan oleh Caroline Moser. Ia menggunakan atau mempraktikan analisis ini pada Unit Perencanaan dari University of London, Inggris pada awal 1980an. Metode yang ditawarkan oleh Moser dihadirkan sebagai sebuah pengarusutamaan gender ke dalam kebijakan dan perencanaan.
72
Pokok Bahasan V Teknik Analisis Gender Model Moser
LEMBAR Lembar Kerja Untuk Fasilitator PEGANGAN FASILITATOR Petunjuk! Bekerjalah di dalam kelompok. Lakukanlah Analisis Gender Model Moser sesuai dengan jenis usaha yang menjadi tugas kelompok Anda. Gunakan bahan bacaan dan form yang tersedia pada Lembar Kerja ini sebagai alat bantu Kelompok 1 Komunitas Pertenak Sapi Kelompok 2 Komunitas Penenun Kelompok 3 Komunitas Budidaya Rumput Laut Catatan: Tugas yang diberikan untuk masing-masing kelompok bisa diganti sesuai dengan komoditi pilihan di Kabupaten/Kota yang bersangkutan
Contoh Analisa Gender Model Moser Pada Pelaku Usaha Perempuan BENTUK INTERVENSI
TIGA PERAN GENDER PERAN PRODUKTIF
PENINGKATAN KAPASITAS KERJA
✔
PEMASARAN PRODUK
✔
AKSES PERMODALAN
✔
RE PRODUKTIF
KEBUTUHAN GENDER PERAN SOSIAL
PRAKTIS
PENDEKATAN KEBIJAKAN
STRATEGIS
WID
GAD
✔
✔
✔
✔ ✔
✔
Form Tiga Peran Perempuan dan Kebutuhan Gender Bentuk Intervensi
Tiga Peran Gender Peran Produktif
Peran Reproduktif
Kebutuhan Gender Peran Sosial
Kebutuhan Praktis
Kebutuhan Strategis
Pendekatan Kebijakan WID
GAD
Kebijakan tenaga kerja Kebijakan Perizinan Akses Terhadap Kredit Pemasaran Produk
Sumber: Modifikasi dari matrik Moser dalam buku Caroline Moser, Gender Planning and Development Theory, Practice and Training, London: Roudledge, 1993,hal.49
73
Pokok Bahasan VI Teknik Analisis Gender Model Longwe
Pokok Bahasan VI Teknik Analisis Gender Model Longwe
PENGANTAR
Teknik Analisis Gender Model Longwe dikembangkan oleh Sara Hlupekile Longwe, seorang konsultan gender dan pembangunan yang berbasis di Lusaka, Zambia. Tujuan dari kerangka Longwe ini adalah untuk membantu perencana menjawab pertanyaan apa pemberdayaan perempuan dan kesetaraan dalam tataran praktis, dan dari titik ini secara kritis mengakses sampai seberapa jauh intervensi pembangunan mendukung pemberdayaan. Longwe mendefinisikan pemberdayaan perempuan sebagai kondisi perempuan menduduki tempat yang setara dengan laki-laki dan untuk berpartisipasi secara setara dalam proses pembangunan. Teknik Longwe dapat digunakan untuk mendorong pemberdayaan.
TUJUAN SESI › Peserta mengetahui kerangka Analisis Gender Model Longwe. › Peserta mampu melakukan praktek Analisis Gender Model Longwe. METODE
› Diskusi kelompok › Diskusi Kelas
ALAT DAN BAHAN
› Laptop › LCD › Kertas plano › Solatipe › Spidol › Flip cart › Bahan bacaan › Lembar Kerja
WAKTU
PROSES
120 menit
› Fasilitator menyampaikan tujuan sesi kepada peserta dalam waktu 5 menit. › Fasilitator memberi pengantar diskusi dengan mempresentasikan kerangka Analisis Gender Model Longwe. Alokasi waktu untuk ini sekitar 30 menit. › Kemudian fasilitator meminta peserta bekerja di dalam kelompok untuk membahas lembar kerja yang telah ditetapkan. Porsi waktu untuk ini sekitar 30 menit. › Selanjutnya fasilitator meminta wakil dari kelompok mempresentasikan hasil kerjanya . Total waktu 30 menit. › Kemudian fasilitator meminta tanggapan semua peserta di kelas yag bersedia menjadi sukarelawan tentang hasil analisis yang telah dilakukan. Alokasi waktu 10 menit.
76
Pokok Bahasan VI Teknik Analisis Gender Model Longwe
› Selanjutnya fasilitator melakukan curah pendapat kepada peserta bagaimana mengatasi ketidaksetaraan yang masih terjadi atau pun pendekatan negatif atau netral yang masih ada. Jika memang ada kelompok yang masih menemukan itu dari hasil analisisnya. Maksimum waktu yang digunakan 15 menit. LAMPIRAN
Bahan Bacaan › Kerangka Analisis Gender Model Longwe Kerangka Analisis Longwe lebih menekankan pada analisis kesetaraan berdasarkan sektor yang dikonsentrasikan pada area kehidupan sosial yang terpisah, dibandingkan dengan kesetaraan gender dalam proses pembangunan. Dalam kerangka Longwe, pembangunan berarti memastikan orang-orang bertanggung jawab terhadap kehidupan mereka sendiri, dan keluar dari kemiskinan. Kemiskinan menurut Longwe muncul bukan dari tidak adanya produktivitas, tetapi berasal dari penekanan dan eksploitasi. Kerangka Longwe didasarkan atas 5 tingkat yang berbeda tentang kesetaraan. Tingkat kesetaraan yang muncul dari kehidupan sosial dan ekonomi tersebut sekarang sangat dipengaruhi oleh tingkat pemberdayaan perempuan. Longwe juga menawarkan kerangka untuk menganalisa perkembangan komitmen organisasi terhadap pemberdayaan perempuan dan kesetaraan. Alat Pemberdayaan Perempuan 1: Tingkatan Kesetaraan Kerangka Analisis Longwe berpusat pada konsep 5 tingkatan kesetaraan, yang mengidentifikasikan sampai pada tingkatan perempuan setara dengan laki-laki, dana telah berdaya. Level kesetaraan dapat digunakan untuk menilai apakah perempuan telah berdaya. Ada lima parameter yang digunakan, yaitu: 1. Kontrol Terminologi ini menunjukkan kontrol perempuan dalam proses pembuatan keputusan melalui suatu tindakan atau proses membuat orang lain sadar dan memobilisasi mereka untuk bertindak, untuk mencapai kesetaraan penguasaan terhadap faktor-faktor produksi dan distribusi manfaat. Kesetaraan kontrol berarti sebuah keseimbangan dari kontrol antara lakilaki dan perempuan, jadi tidak ada salah satunya yang mendominasi.
2. Partisipasi
Longwe mendefinisikan partisipasi sebagai kesetaraan partisipasi perempuan dalam proses pembuatan keputusan, dalam pembuatan kebijakan, perencanaan, dan administrasi. Partisipasi merupakan sesuatu yang penting dalam aspek pengembangan sebuah proyek,
77
Pokok Bahasan VI Teknik Analisis Gender Model Longwe
dimana partisipan terlibat dalam asesmen kebutuhan, formulasi proyek, implementasi dan evaluasi. Kesetaraan partisipasi berarti pelibatan perempuan dalam pengambilan keputusan dimana komunitasnya akan merasakan dampak, dalam proporsi yang cocok atau sesuai dengan posisinya dalam komunitas yang lebih besar.
3. Conscientisation
Conscientisation merupakan suatu tindakan atau proses untuk membuat orang lain sadar akan kondisi politik dan sosial, khususnya sebagai sebuah upaya untuk “menantang� ketidaksetaraan atau ketidakadilan perlakuan atau kesempatan. Dalam kontek kerangka Longwe conscientisation merupakan sebuah proses pemahaman terhadap perbedaan sex dan gender, dan sebuah pemahaman bahwa peran gender berbasis kultural dan dapat berubah. Conscientisation juga melibatkan keyakinan tentang pembagian kerja berbasis jenis kelamin dan kesepakatan antara dua belah pihak dan tidak melibatkan dominasi ekonomi atau politik jenis kelamin tertentu atau jenis kelamin lainnya. Keyakinan akan kesetaraan antara laki-laki dan perempuan merupakan basis bagi kesadaran gender dan akan mendorong partisipasi kolektif dalam proses pembangunan.
4. Akses
Akses merupakan peluang atau kesempatan untuk memperoleh faktorfaktor produksi yang setara dengan laki-laki. Misalnya akses terhadap tanah, pekerjaan, kredit, pelatihan, fasilitas pemasaran, dan semua layanan publik dan manfaat pembangunan. Longwe menunjukan bahwa kesetaraan akses hanya akan dapat tercapai jika menerapkan prinsip kesetaraan partisipasi. Untuk itu dibutuhkan reformasi hukum dan praktek administrasi untuk menghapus semua bentuk diskriminasi
5. Kesejahteraan
Kesejahteraan merupakan tingkkat kesejahteraan material perempuan relatif terhadap laki-laki. Apakah perempuan memiliki akses terhadap sumber daya seperti suplai makanan, pendapatan dan kesehatan?
Tingkatan kesetaraan yang paling tinggi adalah kontrol.
Alat Pemberdayaan Perempuan 2: Tingkat pengenalan/responsivitas terhadap isu-isu perempuan. Longwe berpendapat tidak hanya penting untuk menilai tingkat pemberdayaan perempuan tetapi juga penting untuk mengidentifikasikan sampai pada tingkatan apa tujuan proyek peduli dengan pengembangan perempuan, untuk mengidentifikasikan apakah isu-isu perempuan terabaikan atau dikenali.
78
Pokok Bahasan VI Teknik Analisis Gender Model Longwe
Longwe menggunakan sebuah definisi yang sangat spesifik tentang isu-isu perempuan. Isu-isu perempuan peduli dengan kesetaraan peran sosial dan ekonomi, dan melibatkan semua tingkatan kesetaraan (kesejahteraan, akses, conscientisation, partisipasi dan kontrol). Dengan kata lain, sebuah isu akan menjadi isu perempuan ketika ia terlihat terkait relasi antara laki-laki dan perempuan, daripada penyederhanaan pada peran tradisional dan subordinasi berbasis jenis kelamin dan stereotipe. Jadi sebenarnya meskipun Longwe menggunakan istilah isu perempuan yang dia maksud adalah isu gender. Kerangka Longwe tidak secara spesifik mengembangkan intervensi hendaknya menargetkan perempuan saja, laki-laki saja, atau kelompok campuran. Namun, beliau berpendapat bahwa pemberdayaan perempuan harus peduli dengan keduanya baik perempuan dan laki-laki. Pada tingkatan yang mana proyek didefinisikan proyek yang potensial melakukan pemberdayaan perempuan diukur oleh seberapa jauh proyek menjawab atau merespon isu-isu perempuan. Longwe mengidentifikasikan tiga tingkatan yang berbeda terhadap pengenalan isu-isu perempuan dalam desain proyek: Longwe mengidentifikasikan tiga tingkatan yang berbeda terhadap pengenalan isu-isu perempuan dalam desain proyek:
Tingkatan negatif: Pada tingkatan ini, tujuan proyek tidak menyinggung isu-isu perempuan sama sekali. Pengalaman menunjukan bahwa dalam proyek-proyek seperti ini perempuan sepertinya akan tertinggal jauh lebih buruk.
Tingkat neutral: Tingkatan ini juga dikenal sebagai tingkatan konservatif. Tujuan proyek menyebutkan isu-isu perempuan, tetapi intervensi proyek tidak membuat perempuan keluar dari kondisi buruk sebelumnya.
Tingkat positif: Pada tingkatan ini, tujuan proyek secara positif memberi perhatian pada isu-isu perempuan, dan proyek relatif meningkatkan posisi perempuan terhadap laki-laki.
79
Pokok Bahasan VI Teknik Analisis Gender Model Longwe
Contoh Penerapan Alat Analisis Pemberdayaan 1: Tingkat Kesetaraan Nama Proyek/Kegiatan Green House
Partisipasi Politik
Kesejahteraan
Tidak
Tidak
Akses
Ya
Tidak
Conscientization
Tidak
Ya
Partisipasi
Ya
Ya
Kontrol
Ya
Ya
Sumber: Adaptasi dari March, Candida et.all, A Guide to Gender Analysis Frameworks, Oxford: Oxfam,1999, hal.98
Contoh Penggunaan Kerangka Longwe untuk Analisis Pengembangan Program Multiproyek Sektor
Proyek
Tingkat pengenalan isu-isu perempuan
Level Kesetaraan Kesejahteraan
Akses
Conscientization
Partisipasi
Kontrol
Perdagangan/ Industri
Greenhouse
Tidak
Ya
Tidak
Ya
Ya
Positif
Pendidikan/ Pelatihan
Partisipasi Politik
Tidak
Tidak
Ya
Ya
Tidak
Positif
Kemudian setelah ditemukan ternyata ada level kesetaraan yang belum terpenuhi maka perlu dilakukan intervensi lanjutan berupa tindakan konkrit untuk menjamin agar hal itu teratasi. Demikian pula bila ternyata ditemukan tingkat pengenalaan dan responsivitas terhadap isu-isu gender masih negatif maka harus dipastikan perlu ada langkah konkrit untuk mengubahnya menjadi positif. Kegunaan Analisis Longwe 혰 Analisis Model Longwe baik digunakan untuk perencanaan, monitoring dan evaluasi yang transformative. 혰 Merupakan alat yang tepat digunakan untuk menerjemahkan komitmen terhadap pemberdayaan perempuan ke dalam aktual perencanaan dan kebijakan. Kekuatan Kerangka Analisa Longwe 혰 Bagus digunakan sebagai metode untuk mengubah sikap, menjelaskan peran pemberdayaan pada proses pembangunan. 혰 Menawarkan bagaimana parameter pemberdayaan perempuan dan makna kesetaraan dalam praktik serta seberapa jauh suatu intervensi akan mendukung pemberdayaan.
80
Pokok Bahasan VI Teknik Analisis Gender Model Longwe
Menawarkan definisi pemberdayaan yang jelas. Pemberdayaan didefinisikan sebagai sesuatu yang memungkinkan perempuan mengambil tempat yang sama dengan laki-laki, dan terlibat secara sama dalam proses pembangunan untuk mencapai kontrol atas faktor-faktor produksi di atas landasan yang sama dengan laki-laki. Menawarkan alat yang sangat baik digunakan untuk perencanaan, monitoring dan evaluasi dan juga sangat bermanfaat untuk mendorong pemberdayaan. Keterbatasan Kerangka Analisis Longwe Sebagai sebuah kerangka analisis berpotensi sebagai sebuah alat yang belum komplit. Lebih tepat menjadi alat analisa dibandingkan kerangka analisa. Alasannya Analisa Longwe in bersifat statik dan tidak memperhitungkan konteks bagaimana situasi berubah sepanjang waktu. Analisa Longwe hanya menfokuskan pada relasi antara laki-laki dan perempuan dan ketidaksetaraan yang ada di antara laki-laki dan perempuan tanpa melihatnya dalam konteks sebuah sistem yang lebih komplek dari perspektif hak dan tanggung jawab misalnya. Analisa Longwe tdak menelaah kondisi lingkungan secara makro Alat analisis ini menelaah dari aspek generalisasi secara luas saja.
LEMBAR KERJA
Petunjuk! Dengan bantuan bahan bacaan, lakukanlah Analisis Gender Model Longwe untuk memotret kondisi kesetaraan gender di sektor dan proyek : Perternakan dengan proyek penggemukan sapi Pertanian/perikanan(?) dengan proyek budidaya rumput laut Pariwisata dengan proyek tenun Perdagangan/industri dengan proyek pengembangan industri rumahan. Catatan: Tugas yang diberikan untuk masing-masing kelompok bisa diganti sesuai dengan komoditi pilihan di Kabupaten/Kota yang bersangkutan. Kemudian jelaskan apa yang sebaiknya dilakukan untuk mengatasi ketidaksetaraan yang masih ada jika memang hasilnya masih memperlihatkan adanya ketidaksetaraan.
81
Pokok Bahasan VI Teknik Analisis Gender Model Longwe
Form untuk Analisis Gender Model Longwe Sektor
Proyek Kesejahteraan
82
Tingkat pengenalan isu-isu perempuan
Level Kesetaraan Akses
Conscientization
Partisipasi
Kontrol
Pokok Bahasan VII Teknik Analisis Gender Model GAP
Pokok Bahasan VII Teknik Analisis Gender Model GAP
PENGANTAR
GAP merupakan intrumen analisis gender yang diperuntukkan bagi para perencana untuk menganalisis kebijakan/program/kegiatan dengan menggunakan perspektif gender. Instrumen ini dikembangkan oleh Bappenas bersama Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dengan dukungan CIDA (sekarang menjadi GAC). Metode GAP adalah metode analisis untuk mengetahui kesenjangan gender dengan melihat aspek akses, partisipasi, manfaat dan kontrol yang diperoleh lakilaki dan perempuan dalam program-program pembangunana yang menjadi pokok bahasan, mulai dari aspek kebijakan sampai dengan monitoring dan evaluasi. Metode GAP dapat memberikan sumbangan pikiran dalam menetapkan program pembangunan, meningkatkan wawasan pentingnya efektivitas dan efesiensi, serta kelayakan perencanaan pembangunan yang selalu memperhitungkan kepentingan perempuan dan laki-laki. Dengan demikian metode GAP dapat digunakan oleh para perencana dan pelaksana program pembangunan di tingkat pusat dan daerah, untuk menetapkan prioritas permasalahan dan sasaran serta solusi atau intervensi yang diperlukan.
TUJUAN SESI › Peserta mengetahui langkah-langkah untuk melakukan analisa GAP. › Peserta mampu melakukan analisa gender model GAP untuk menelaah kebijakan maupun untuk perencanaan dan penganggaran. METODE
› Diskusi Kelompok › Galeri presentasi kelompok › Presentasi materi
ALAT DAN BAHAN
› LCD › Laptop › Bahan bacaan › Lembar kerja › Flip cart › Solatipe › Spidol › Renja Dinas › Kebijakan terkait pengembangan ekonomi lokal (Peraturan tentang Perizinan, dsb) › Data terpilah
86
Pokok Bahasan VII Teknik Analisis Gender Model GAP
WAKTU
120 menit
PROSES
› Fasilitator menyampaikan tujuan sesi. Alokasi waktu untuk ini sekitar 5 menit. › Selanjutnya menyampaikan informasi kunci tentang teknik analisis model GAP dalam waktu 30 menit. › Kemudian fasilitator meminta peserta untuk bekerja di dalam kelompok dan menjelaskan tugas yang harus dilakukan dengan mengacu pada lembar kerja. Porsi waktu untuk ini 5 menit. › Fasilitator meminta peserta melakukan praktek analisis GAP dengan bantuan bahan bacaan, Renja, Data terpilah, dan Lembar Kerja. Waktu untuk mengerjakan tugas kelompok ini sekitar 40 menit. › Hasil diskusi dipresentasikan di depan kelas dan akan ditanggapi oleh peserta dari kelompok lainnya dan fasilitator. Alokasi waktu untuk ini sekitar 20 menit. › Fasilitator menyampaikan review hasil kerja peserta dalam melakukan analisa GAP secara menyeluruh. Alokasi waktunya 10 menit. Porsi waktu 10 menit.
LAMPIRAN
Bahan Bacaan › Teknik Analisis Model Gender Analysis Pathway (GAP) Metode GAP merupakan metode yang telah banyak dikembangkan di indonesia terutama dalam proses perencanaan program-program yang responsif gender.
a. Pengertian Metode GAP adalah metode analisis untuk mengetahui kesenjangan gender dengan melihat aspek akses, partisipasi, manfaat dan kontrol yang diperoleh laki-laki dan perempuan dalam program-program pembangunan yang menjadi pokok bahasan, mulai dari aspek kebijakan sampai dengan
GAP merupakan intrumen analisis gender yang diperuntukkan bagi para perencana untuk menganalisis kebijakan/program/kegiatan dengan menggunakan perspektif gender.
87
Pokok Bahasan VII Teknik Analisis Gender Model GAP
LAMPIRAN
monitoring dan evaluasi. Metode GAP dapat memberikan sumbangan pikiran dalam menetapkan program pembangunan, meningkatkan wawasan pentingnya efektivitas dan efesiensi, serta kelayakan perencanaan pembangunan yang selalu memperhitungkan kepentingan perempuan dan laki-laki.
Dengan demikian metode GAP dapat digunakan oleh para perencana dan pelaksana program pembangunan di tingkat pusat dan daerah, untuk menetapkan prioritas permasalahan dan sasaran serta solusi atau intervensi yang diperlukan. Metode GAP merupakan metode yang sudah diujicobakan oleh Bappenas yang ternyata dapat membantu para perencana dan pelaksana program pembangunan dalam melaksanakan amanat di atas GAP terdiri atas sembilan langkah, yaitu: Langkah 1. Pilih kebijakan/program/kegiatan pembangunan yang akan dianalisa, baik yang sudah ada maupun yang akan dibuat (baru), terutama yang terkait dengan upaya pencapaian SPM dan MDGS. a) Pastikan di tingkat apa yang akan dianalisis, apakah di tingkat kebijakan, program atau kegiatan. Misalnya di tingkat kebijakan, analisis bisa mencakup kebijakan itu sendiri, dan/atau rincian dari kebijakan itu, yaitu dalam (satu atau lebih) program, dan/atau (satu atau lebih) kegiatan. b) Periksa rumusan tujuannya, apakah responsif terhadap isu gender karena kebijakan/ program/kegiatan yang netral gender, dan/atau tidak bermaksud diskriminatif terhadap jenis kelamin tertentu, dapat berdampak berbeda terhadap perempuan dan laki-laki. Langkah 2. Sajikan data pembuka wawasan, upayakan yang merupakan data gender atau pun data terpilah menurut jenis kelamin untuk melihat apakah ada kesenjangan gender. a) Data pembuka wawasan hendaknya diisi dengan kondisi pencapaian SPM dan MDGs, kesenjangan antara target indikator SPM dan MDGs serta realita kondisi capaian SPM dan MDGs yang ada, data capaian SPM dan MDGs secara terpilah atau yang menggambarkan kondisi laki-laki dan perempuan. b) Data pembuka wawasan bisa berupa data statistik yang kuantitatif dan/ atau kualitatif, yang dihimpun dari baseline survei, dan/atau hasil FGD, dan/ atau review pustaka, dan/atau hasil kajian, dan/atau hasil pengamatan, dan/ atau kearifan lokal (local knowledge), dan/ atau hasil intervensi kebijakan/
88
Pokok Bahasan VII Teknik Analisis Gender Model GAP
LAMPIRAN
program/ kegiatan (jika sedang/sudah dilakukan). Data profil gender atau pun pendataan pendidikan dan kesehatan yang telah dilakukan secara terpilah hendaknya digunakan dalam analisa gender. Langkah 3. Temu-kenali isu gender di proses perencanaan kebijakan/ program/kegiatan dengan menganalisa data pembuka wawasan dan dengan memperlihatkan 4 (empat) faktor kesenjangan, yaitu: akses, kontrol, partisipasi, dan manfaat. a) Apakah kebijakan/program/kegiatan memberikan perempuan dan laki-laki akses yang sama terhadap sumber-sumber pembangunan; b) Apakah kebijakan/program/kegiatan memberikan perempuan dan laki-laki kontrol (penguasaan) yang sama terhadap sumber-sumber pembangunan; c) Apakah kebijakan/program/kegiatan memberikan perempuan dan laki-laki partisipasi yang sama dalam berbagai tahapan pembangunan termasuk dalam pengambilan keputusan ; d) Apakah kebijakan/program/kegiatan memberikan manfaat yang sama terhadap perempuan dan laki-laki. Langkah 4. Temu-kenali isu gender di internal lembaga dan/atau budaya organisasi yang (dapat) menyebabkan terjadinya isu gender, misalnya: produk hukum, kebijakan, pemahaman tentang gender yang masih kurang di antara personil (pengambil keputusan, perencana, staf, dan lainnya), serta political will dari pengambil kebijakan. Langkah 5. Temu-kenali isu gender di eksternal lembaga pada proses pelaksanaan. a) Apakah pelaksanaan program tidak/kurang peka terhadap kondisi isu gender di masyarakat yang jadi target program; b) Kondisi masyarakat sasaran (target group) yang belum kondusif, misalnya, budaya patriarki, dan gender stereotype (laki-laki yang selalu dianggap sebagai kepala keluarga; dan pekerjaan tertentu dianggap sebagai pekerjaan perempuan atau pekerjaan laki-laki). Langkah 6. Rumuskan kembali tujuan kebijakan/program/kegiatan pembangunan, yang terdapat pada Langkah 1 sehingga menjadi responsif gender.
89
Pokok Bahasan VII Teknik Analisis Gender Model GAP
LAMPIRAN
Langkah 7. Susun rencana aksi yang responsif gender dengan merujuk pada isu gender yang telah teridentifikasi (Langkah 3-5) dan sesuai dengan tujuan kebijakan/program/ kegiatan yang telah direformulasi (Langkah 6). a) Identifikasikan apa rencana aksi yang harus dilakukan untuk menjawab faktor penyebab kesenjangan gender yang berasal dari internal organisasi (SKPD). b) Identifikasikan apa rencana aksi yang harus dilakukan untuk menjawab faktor kesenjangan gender dari eksternal organisasi . Langkah 8. Tetapkan baseline, yaitu data dasar yang dipilih untuk mengukur kemajuan (progress) pelaksanaan kebijakan/program/kegiatan. Data dasar tersebut dapat juga diambil dari data pembuka wawasan (Langkah 2). Data dasar di sini merupakan kondisi yang ada sebelum sebuah kegiatan atau programan dilaksanakan. Langkah 9. Tetapkan indikator kinerja yang responsif gender. Di sini digambarkan perubahan apa yang diharapkan terjadi setelah program/kegiatan dilaksanakan. Indikator kinerja yang responsif gender dapat berupa ukuran kuantitatif maupun kualitatif untuk: a) Memperlihatkan apakah kesenjangan gender telah mengilang atau berkurang. b) Memperlihatkan apakah telah terjadi perubahan perilaku pada internal maupun eksternal lembaga. c) Memperlihatkan apakah terjadi perubahan relasi gender di rumah ataupun di masyarakat. Adapun formulir matrik analisa GAP dapat dilihat pada tabel 4 di bawah ini, sedangkan contoh analisa GAP dapat dilihat dalam Lampiran 1.
90
Pokok Bahasan VII Teknik Analisis Gender Model GAP
Contoh Analisis Gender Model GAP Kementerian/Lembaga
Langkah 1
Program
Pemberdayaan Koperasi dan UMKM
Kegiatan
Penajaman Program, Koordinasi, Sinkronisasi dan Penguatan Dana serta Evaluasi Pemberdayaan KUKM dibidang Kehutanan dan Perkebunan.
Sub Kegiatan
Tujuan
Langkah 2
KUKM
Bantuan perkuatan dana kepada Koperasi dalam rangka pengembangan usaha di bidang pengolahan kakao. Meningkatkan peran KUKM dalam rangka pengembangan dan penguatan sentra produksi kakao Indonesia merupakan negara produsen kakao terbesar kedua di dunia setelah Pantai Gading dengan produksi 795.581 ton/hari dari total luas perkebunan kakao 1.563.423 Ha, sebagian besar (87,4%) merupakan perkebunan rakyat dan selebihnya (12,7%) merupakan perkebunan negara dan perkebunan swasta.
Data pembuka wawasan Jumlah petani yang terlibat secara langsung 1.520.271 KK dengan tenaga kerja mayoritas laki-laki. Belum adanya data terpilah tenaga kerja laki-laki dan perempuan dalam usaha pengolahan kakao. Pelaku usaha pengolahan kakao perempuan kurang mendapat akses terhadap bantuan mesin pengolahan kakao
Langkah 3
Faktor Kesenjangan/ Permasalahan Akses, Partisipasi, Kontrol, Manfaat
Usaha pengolahan kakao masih didominasi oleh laki-laki dibandingkan perempuan. Pelaksana program bantuan pengolahan kakao kesulitan mendistribusikan secara adil pemberian bantuan kepada laki-laki dan perempuan. Sosialisasi terhadap program bantuan mesin kakao masih belum menyentuh perempuan pelaku usaha pengelolaan kakao. Pemahaman PUG para perencana dan penyusun anggaran masih kurang
Langkah 4
Sebab Kesenjangan Internal ( di SKPD)
Belum tersedianya data terpilah tenaga kerja dan pelaku usaha pengolahan kakao. Pengambil keputusan dalam usaha pengolahan kakao masih didominasi laki-laki.
91
Pokok Bahasan VII Teknik Analisis Gender Model GAP
Kementerian/Lembaga
Langkah 5
Sebab Kesenjangan Eksternal
Langkah 6
Tujuan Responsif Gender
KUKM Masih kentalnya budaya di masyarakat di mana laki-laki dianggap lebih mampu daripada perempuan sebagai tenaga kerja pengolahan kakao. Pengambil keputusan dalam usaha pengolahan kakao masih didominasi laki-laki. Mendorong tumbuhnya industri pedesaan berbasis partisipasi koperasi dan UKM dalam agrobisnis kakao dengan meningkatkan peran serta anggota koperasi perempuan pelaku usaha pengolahan kakao. Pembuatan database terpilah tenaga kerja dan pelaku usaha kakao Sosialisasi program bantuan dan teknologi pengolahan kakao dengan memberikan afirmatif kepada perempuan
Langkah 7
Rencana Aksi
Pemberian bantuan mesin pengolahan kakao bagi koperasi dengan menjamin keterwakilan perempuan. Belum adanya data terpilah tenaga kerja laki-laki dan perempuan dalam usaha pengolahan kakao. Kelompok sasaran sosialisasi masih sentral. Kapasitas usaha pengolahan kakao pengusaha prempuan masih rendah.
Langkah 8
Pengukuran Hasil
Baseline
Belum adanya data terpilah tenaga kerja laki-laki dan perempuan dalam usaha pengolahan kakao Kapasitas usaha pengolahan kakao pengusaha perempuan masih rendah.
Langkah 9
Indikator Kinerja
Tersedianya data terpilah tenaga kerja laki-laki dan perempuan dari Koperasi yang menerima bantuan sosialisasi dana untuk pengadaan mesin pengolahan kakao Meningkatnya kapasitas usaha pengolahan kakao pengusaha perempuan maupun laki-laki Tersalurkannya dana bantuan social kepada koperasi untuk pengadaan mesin kakao.
Sumber: Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender Bidang KUKM, 2012.
92
Pokok Bahasan VII Teknik Analisis Gender Model GAP
TIPS DALAM MELAKUKAN ANALISIS GAP Hal yang harus dihindari: 1) Data pembuka wawasan yang disajikan terlalu umum dan tidak merefleksikan kondisi terkait kebijakan/program/kegiatan yang dianalisis. 2) Tidak konsistennya antara apa yang diisi dalam kolom 1 sampai kolom 9. Terutama antara faktor kesenjangan dan faktor penyebab kesenjangan serta rencana aksi yang ditetapkan. 3) Faktor penyebab kesenjangan internal sering disalahpahami sebagai faktor internal dari perempuan atau juga ada yang menafsirkan sebagai faktor internal dalam masyarakat. 4) Dalam mengisi baseline masih sering ada yang mengisinya dengan target yang ingin dicapai padahal semestinya data baik kuantitatif maupun kualitatif yang ada saat ini. 5) Indikator kinerja responsif gender sering tidak menggambarkan perubahan yang ingin dicapai untuk program/kegiatan yang diusulkan dalam rencana aksi. Indikator sering diisi dengan perubahan umum yang diharapkan terjadi tapi tidak bisa dijadikan dasar untuk pengukuran kinerja bagi program/ kegiatan. Hal yang dianjurkan dilakukan: 1. Perhatikan dan mengikuti petunjuk langkah-langkah analisis GAP. 2. Pastikan adanya konsistensi dalam pengisian form langkah 1-9 GAP. 3. Jika untuk kebijakan yang sama sekali baru bisa memulainya dengan data pembuka wawasan. 4. Penyusunan rencana aksi mengacu kepada hasil analisis faktor penyebab kesenjangan internal dan faktor penyebab kesenjangan eksternal. 5. Langkah 9 diisi dengan indikator kinerja yang tepat untuk masing-masing usulan rencana aksi. Dalam pengisian indikator kinerja hendaknya mengedepankan prinsip spesifik, rasional,dapat diukur, dapat dicapai, dan mempertimbangkan ketersediaan yang dimiliki untuk bisa mencapainya. Sumber: Sri Mastuti, Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender untuk Pencapaian SPM dan MDGs, Jakarta: BASICS, 2014, hal.41
93
Pokok Bahasan VII Teknik Analisis Gender Model GAP
Penggunaan Analisis Gender Model GAP: Baik digunakan untuk melakukan analisa kebijakan yang telah tersedia. Tepat digunakan untuk mengidentifikasikan isu-isu gender dan mengidentifikasikan intervensi yang perlu dilakukan untuk mengatasi isu -isu gender yang dihadapi dalam pembangunan. Bagus untuk digunakan dalam membantu menyusun perencanaan dan penganggaran yang responsif gender. Kekuatan Analisis Gender Model GAP: Mengisi kekosongan alat analisis gender untuk perencanaan makro maupun
perencanaan dalam organisasi.
Merupakan alat analisis yang sangat baik untuk membantu menyusun
perencanaan dan penganggaran yang terukur dan berorientasi pada kinerja.
Relatif komprehensif karena tidak saja mampu memetakan isu atau masalah
gender dan akar masalahnya tetapi juga menawarkan solusi tindakan yang
harus dilakukan.
Alat Analisa ini juga memperkenalkan pentingnya menyusun indikator kinerja
dari rencana aksi/kegiatan intervensi yang responsif gender sehingga dapat
menjadi acuan untuk melakukan evaluasi.
Kelemahan Analisisa Gender Model GAP: Sulit dilakukan jika tidak tersedia data terpilah baik yang data kualitatif
maupun data kuantitatif
Analisa yang dilakukan akan menjadi kurang efektif jika akses dan
ketersediaan dokumen kebijakan maupun perencanaan strategis dan
operasional tidak ada.
Kualitas hasil analisa sangat tergantung pada tingkat pemahaman dari pelaku analisis.
94
Pokok Bahasan VII Teknik Analisis Gender Model GAP
LEMBAR KERJA
Petunjuk! Lakukan analisis gender dengan Model GAP dalam kelompok masing-masing! Dengan menggunakan bantuan bahan bacaan khususnya bagaimana melakukan analisis GAP. Kelompok 1 Analisis Kebijakan Perizinan Kelompok 2 Analisis kasus Program di Dinas Peternakan terkait sapi Kelompok 3 Analisis kasus Program di Dinas Pertanian terkait budidaya
rumput laut
Kelompok 4 Analisis kasus kebijakan/program pengembangan tenun Catatan: Tugas yang diberikan untuk masing-masing kelompok bisa diganti sesuai dengan komoditi pilihan di Kabupaten/Kota yang bersangkutan
95
Pokok Bahasan VII Teknik Analisis Gender Model GAP
Form Matrik Analisis Gender Model GAP SKPD/OPD Langkah 1
Program Kegiatan Tujuan
Langkah 2
Data pembuka wawasan
Langkah 3
Faktor Kesenjangan/ Permasalahan Akses, Partisipasi, Kontrol, Manfaat
Langkah 4
Sebab Kesenjangan Internal ( di SKPD)
Langkah 5
Sebab Kesenjangan Eksternal SKPD/OPD
Langkah 6
Tujuan Responsif Gender
Langkah 7
Rencana Aksi Prioritas/ Kegiatan/ Indikator
Langkah 8 Langkah 9
96
Pengukuran Hasil
Baseline
Indikator Kinerja
Pokok Bahasan VII Teknik Analisis Gender Model GAP
Pokok Bahasan VIII Analisis Gender dalam Market Chain Asessment
Pokok Bahasan VIII Analisis Gender dalam Market Chain Asessment
PENGANTAR
Market Chain Assessment merupakan salah satu alat yang digunakan untuk mengidentifikasikan keterkaitan antara supply dan demand, serta mengidentifikasi gap yang ada agar produk yang diproduksi memang sesuai dengan kebutuhan pasar. Ini merupakan sebuah analisa untuk melihat “nilai ekonomis” dari sebuah produk. Hal ini penting dilakukan agar jangan sampai produk yang diproduksi secara besar-besaran tetapi tidak laku di pasar, sementara ada kebutuhan pasar, tapi jumlah supply atau produksinya tidak memadai. Meskipun ini merupakan sebuah analisa “ekonomi” tetapi dimensi gender juga perlu diintegrasikan untuk memastikan agar hasil analisisnya tidak bias gender sehingga penerimaan manfaat dari pengembangan ekonomi yang dilakukan memberikan manfaat yang setara bagi laki-laki dan perempuan. Dalam kontek ini analisis gender yang akan digunakan adalah alat analisa pemberdayaan perempuan dalam ekonomi. Alat ini memang telah lazim digunakan untuk pengintegrasian analisa gender dalam market chain assessment.
TUJUAN SESI › Peserta mengetahui bagaimana mengintegrasikan analisis gender dalam Market Chain Asessment. › Peserta mampu melakukan praktek analisis gender dalam Market Chain Asessment. METODE
› Curah pendapat › Diskusi kelompok › Presentasi hasil kerja kelompok
ALAT DAN BAHAN
› Laptop › LCD › Metaplan › Kertas Plano › Solatipe › Spidol › Bahan Bacaan › Lembar Kerja
WAKTU
100
120 menit
Pokok Bahasan VIII Analisis Gender dalam Market Chain Asessment
PROSES
› Fasilitator menyampaikan tujuan sesi dalam waktu 5 menit maksimum. › Fasilitator melakukan curah pendapat dengan meminta kepada peserta untuk menuliskan di metaplan apa yang mereka ketahui tentang market chain asessment. Alokasi waktu selama 10 menit. › Kemudian fasilitator meminta dua orang peserta untuk menyampaikan pendapatnya tentang market chain asessment. Waktu yang dialokasikan 5 menit. › Selanjutnya fasilitator menyampaikan presentasi singkat tentang apa itu market chain asessment dan bagaimana gender analisis bisa diintegrasikan, termasuk contoh instrumen. Alokasi waktu untuk ini sekitar 30 menit. › Kemudian fasilitator meminta peserta bekerja di dalam kelompok untuk mendiskusikan tugas dalam Lembar kerja. Waktu untuk sesi diskusi ini 30 menit. › Setelah itu fasilitator meminta kelompok 1 presentasi dan kelompok 2 menanggapi hasil presentasi kelompok 1. Kemudian kelompok 3 presentasi dan akan ditanggapi oleh kelompok 4. Alokasi waktu secara total untuk proses ini 30 menit. › Pada akhir sesi fasilitator menekankan pentingnya analisa gender dalam melakukan market chain asessment. Waktunya 10 menit.
LAMPIRAN
Bahan Bacaan › Analisis Gender dalam Market Chain Asessment Market Chain Asessment merupakan salah satu instrumen yang digunakan untuk melakukan kajian ekonomi. Market Chain Asessment dikembangkan untuk melihat bagaimana sistem pasar bekerja dan untuk mengidentifikasikan rantai perubahan nilai ekonomi yang ada. Prinsipnya mengkaji supply yang terdiri input (bahan-bahan produksi), teknologi, dan SDM. Kemudian dari sisi demand juga mengkaji tiga unsur yang sama. Di antara keduanya akan dikaji gap yang ada di antaranya. Gap ini bisa berupa infrastruktur, regulasi/kebijakan, informasi, keuangan (modal), inovasi teknologi, dan sebagainya. Market Chain Asessment merupakan alat analisa untuk melihat “nilai ekonomis” dari sebuah produk. Hal ini penting dilakukan agar jangan sampai produk yang diproduksi secara besar-besaran tetapi tidak laku di pasar, sementara ada kebutuhan pasar namun jumlah supply atau produknya tidak memadai.
101
Pokok Bahasan VIII Analisis Gender dalam Market Chain Asessment
Pendekatan Market Chain Asessment yang diperkenalkan untuk memastikan agar pasar berpihak kepada orang miskin adalah pendekatan M4P (Making Markets Work for the Poor). M4P jika diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia kurang lebih Membuat Pasar Bekerja bagi Orang Miskin. Pendekatan ini merupakan sebuah pendekatan ekonomi yang terfokus untuk membuat sistem pasar bekerja secara efektif, berkelanjutan, dan memberikan manfaat bagi orang miskin sebagai sebuah upaya yang bermakna untuk mengurangi angka kemiskinan pada laki-laki dan perempuan. Jadi meskipun Market Chain Asessment merupakan sebuah analisa “ekonomi,� tetapi dimensi gender juga perlu diintegrasikan untuk memastikan agar hasil analisisnya tidak bias gender sehingga penerimaan manfaat dari pengembangan ekonomi yang dilakukan memberikan manfaat yang setara bagi laki-laki dan perempuan.
Market System
Input Teknologi SDM
102
Input SUPPLY
GAP
DEMAND
Teknologi SDM
Pokok Bahasan VIII Analisis Gender dalam Market Chain Asessment
Market System
Market Actors/Players
SUPPORTING FUNCTION Finance
Private Sector
Infrastructure
Government
R&D
Membership
Information Other related function GAP
S
D
Organization Representative Bodies Civil Society
Regulation
Standard
Norms RULES
Analisis gender perlu diintegrasikan dalam Market Chain Assessment karena dapat mempertajam hasil analisa yang dilakukan. Analisa gender penting untuk mengetahui dimana posisi perempuan dalam sistem pasar baik di sisi supply maupun disisi demand. Dengan demikian dapat diidentifikasikan bentuk intervensi yang bisa dilakukan untuk meningkatkan partisipasi perempuan dan juga untuk membantu pengembangan usahanya. Penting untuk mengetahui apakah terdapat isu gender dalam support system yang bisa menjadi gap. Sehingga dapat diidentifikasikan tindakan yang diperlukan untuk mengatasi gap tersebut. Apakah pada level regulasi, infrastruktur atau lainnya. Alat analisis gender yang dapat digunakan dalam Market Chain Asessment adalah Women Economic Empowerment (WEE) atau Pemberdayaan Ekonomi Perempuan. WEE merupakan proses untuk meningkatkan partisipasi perempuan dalam pengambilan keputusan ekonomi yang mempengaruhi kehidupan mereka dan prioritas dalam masyarakat. WEE dapat dicapai melalui akses dan kontrol terhadap sumber daya ekonomi, dan menghilangkan ketidaksetaraan gender yang bersifat struktural dalam sistem pasar, termasuk pembagian kerja unpaid work yang lebih baik.
103
Pokok Bahasan VIII Analisis Gender dalam Market Chain Asessment
WEE penting diintegrasikan ke dalam M4P karena: 1. Untuk mengetahui di mana posisi atau peran perempuan dalam sistem pasar. Pada sektor apa perempuan berpartisipasi dalam ekonomi dan apa dampaknya bagi mereka? Di lain sisi juga perlu ditelaah pada sektor apa laki-laki berpartisipasi dalam ekonomi dan apa dampaknya bagi mereka? 2. Hasil dari analisa ini memberikan informasi bagi pembuatan keputusan apa yang menjadi masukan (input), aksi (action) dan fasilitasi yang dibutuhkan atau dapat diberikan oleh pemerintah, pihak swasta/pelaku usaha, dan sektor masyarakat untuk meningkatkan partisipasi perempuan ke dalam sistem pasar. 3. WEE membuat produktivitas ekonomi meningkat secara signifikan ketika isu gender dipertimbangkan dan direspon secara serius. Hasil studi World Bank ketika petani perempuan memperoleh input yang sama dengan petani laki-laki, terjadi peningkatan produksi pertanian sekitar 20%. 4. Mendukung kebijakan nasional di mana kita bekerja. Pemberdayaan perempuan dan pengarusutamaan gender telah menjadi komitmen pemerintah Indonesia. 5. Mendukung terwujudnya pembangunan ekonomi yang berkeadilan. Keadilan ekonomi penting karena merupakan salah satu bentuk dari keadilan sosial.
Siklus M4P Komponen Gender dalam Siklus Proyek (1) Tentukan strategi keberlanjutan program bagi perempuan dan laki-laki Step 1: Strategi Pemilihan Komoditas/ Sektor Pertanian Katalis perubahan sistem untuk semua pihak melalui penilaian partner
Mengatur perubahan dan proses pembelanjaan untuk perempuan dan laki-laki
104
Step 5: Measurement Monitoring dan Pengukuran hasil
Step 4: Intervention Implementasi intervensi
Reflect, learn, revise
Step 2: Diagnosis Analisis Komoditas/Sektor
Step 3: Vision Perencanaan intervensi
Analisa strategi untuk mendukung perempuan dan laki-laki
Menyusun rencana program yang berkelanjutan untuk target grup
Pokok Bahasan VIII Analisis Gender dalam Market Chain Asessment
Langkah-langkah kunci untuk pengintegrasian analisa gender (WEE) ke dalam Market Chain Asessment (M4P) adalah sebagai berikut: 1. Membangun kerangka kerja strategis: Mengidentifikasi/menentukan tujuan Pemberdayaan Ekonomi Perempuan secara eksplisit. 2. Memahami sistem pasar: melakukan analisa gender. 3. Mendefinisikan keberlanjutan hasil yang ingin dicapai: Mengidentifikasikan tujuan khusus yang ingin dicapai perempuan dan peluang untuk pencapaian dalam sistem pasar. 4. Menfasilitasi perubahan sistemik: Mengidentifikasikan hal-hal apa yang perlu dilakukan atau difasilitasi untuk mendorong pencapaian WEE. 5. Menilai perubahan (Assessing Change): Mengembangkan indikator yang secara eksplisit mengukur perubahan dalam Pemberdayaan Ekonomi Perempuan (WEE). Kerangka Kerja Strategis M4P dari perspektif WEE: 1. Siapa yang menjadi kelompok sasaran utama dalam inisiatif ini? Apakah perempuan di pasar, komunitas/atau rumah tangga? Apa tujuan utama kegiatan ekonomi dan non ekonomi di mana perempuan terlibat? 2. Apa hasil yang ingin dicapai dari inisiatif yang dilakukan dan apa hasilnya bagi kelompok perempuan? Meningkatkan pendapatan, lapangan kerja, lebih banyak waktu untuk kegiatan produktif dan berkurangnya waktu untuk pekerjaan domestik yang tidak dibayar. Meningkatkan peran dalam pengambilan keputusan. 3. Apa perubahan sistemik yang ingin dicapai dari pertumbuhan akses yang ada? Mengapa pasar tidak bekerja atau berpihak kepada perempuan? Apa perubahan yang bisa dilakukan agar pasar dapat menguntungkan atau berpihak pada perempuan? 4. Sistem pasar yang mana yang menjadi sasaran perubahan? Dari system pasar yang ada sekarang mana yang cocok untuk perempuan dan mana sistem pasar yang potensial untuk meningkatkan pertumbuhan dan akses kepada perempuan miskin untuk memperoleh keuntungan? Apa yang harus dilakukan untuk merespon pasar yang selama ini kurang memberikan keuntungan bagi perempuan?
105
Pokok Bahasan VIII Analisis Gender dalam Market Chain Asessment
Memahami Sistem Pasar 1. Fungsi Pasar Bagaimana pembagian kerja antara laki-laki dan perempuan dalam sistem pasar? 2. Peraturan, kebijakan, dan praktek Bagaimana peraturan secara formal dan informal secara berbeda berdampak kepada laki-laki dan perempuan? (seperti kepemilikan lahan, akses terhadap kredit, pengambilan keputusan dan sebagainya). Apa perbedaan dampak kebijakan dan praktek berorientasi pasar kepada perempuan? 3. Hambatan Apa hambatan yang dihadapi oleh perempuan sebagai konsumen ataupun provider (penyedia layanan) dalam sistem pasar? Bagaimana akses perempuan terhadap aktor-aktor pasar, sumber daya komunitas, layanan pasar, dan infrastruktur? Apa dampak dari nilai-nilai kultural pada partisipasi perempuan dan laki-laki di pasar? Apakah ada faktor-faktor negatif dalam relasi antar anggota rumah tangga dan relasi antar aktor-aktor pasar? Apa dampak peran reproduktif perempuan terhadap sistem pasar? 4. Kesempatan Apa dukungan yang diberikan untuk menjawab kebutuhan perempuan dalam mengatasi hambatan-hambatan yang ada? Apa peluang yang dimiliki perempuan untuk berpartisipasi? Bagaimana dukungan dari laki-laki dan anak laki-laki berkontribusi pada Pemberdayaan Ekonomi Perempuan? Mendefinisikan keberlanjutan pemberdayaan perempuan dalam pencapaian hasil ekonomi: 1. Perubahan apa yang diharapkan terjadi pada perempuan yang menjadi penerima manfaat dari proyek? Contoh: Peningkatan pendapatan, mengurangi pengangguran, perempuan lebih banyak terlibat dalam pengambilan keputusan. 2. Perempuan sebagai konsumen dari sebuah layanan atau produk; perempuan sebagai suplyer dari input; tenaga kerja dan pelaku advokasi terhadap industri, perempuan sebagai pengusaha dan inovator; sebagai konstituen politik; manfaat bagi rumah tangga. 3. Apa kesempatan-kesempatan lain dan perubahan yang terjadi di tingkat makro untuk memastikan agar perempuan dapat menikmati keberlanjutan hasil yang dicapai?
106
Pokok Bahasan VIII Analisis Gender dalam Market Chain Asessment
Sebagai contoh: Kelompok advokasi yang meliputi beragam organisasi, legislasi, kebijakan, pelatihan dan Pendidikan, dan sebagainya. 4. Apakah dibutuhkan perubahan peran perempuan dan atau laki-laki untuk berpartisipasi? 5. Apa resiko yang dihadapi laki-laki dan perempuan sehubungan dengan livelihood dan food security? Menfasilitasi perubahan sistemik yang terintegrasi dalam WEE: 1. Apa dampak terhadap pendapatan perempuan, pekerjaan produktif dan reproduktif, pengambilan keputusan, kesetaraan peran dan resiko yang harus dihadapi? 2. Apakah desain proyek dapat dimodifikasi dalam pengimplementasiannya untuk mendorong dampak positif dan mengurangi dampak yang merugikan bagi lakilaki dan perempuan, memperkuat kapasitas perempuan dalam sistem pasar? 3. Apa potensi untuk meningkatkan partisipasi perempuan dan apa risiko yang berhubungan dengan itu? 4. Bagaimana peningkatan partisipasi perempuan ini dapat dicapai (sebagai contoh dengan insentif, investasi lebih lanjut, model peran perempuan sebagai katalis, pemasaran sosial, mendukung kebijakan dan perubahan legislasi)? Menilai Perubahan WEE dalam M4P – Baseline dan Endline Pendapatan perempuan Profil pembagian kerja laki-laki dan perempuan (siapa yang melakukan apa) Waktu yang digunakan untuk kegiatan produktif dan kegiatan reproduktif Akses terhadap pelayanan dan kesempatan Kontrol terhadap sumber daya produktif Relasi dengan supplier, pembeli, penyedia layanan, dan sebagainya. Kesadaran perempuan sebagai konsumen Kekuatan pengintegrasian alat analisis gender-WEE dalam Market Chain Asessment: Dapat memetakan dimana posisi perempuan dalam market chain (rantai pasar). Mampu menyajikan hasil analisa relasi kuasa antara laki-laki dan perempuan dalam sistem pasar. Mampu mengidentifikasikan gap yang ada dan juga dapat menjadi acuan untuk menawarkan intervensi aksi yang harus dilakukan untuk mengatasi gap.
107
Pokok Bahasan VIII Analisis Gender dalam Market Chain Asessment
Dapat mengetahui sejauh mana dampak dari intervensi yang dilakukan dalam bentuk kebijakan/program/kegiatan yang dilakukan dapat meningkatkan pendapatan perempuan. Kelemahan dari alat analisis gender – WEE dalam Market Chain Asessment: Alatnya relatif rumit dan kompleks. Dibutuhkan kemampuan untuk mengetahui dan memahami market chain assessment tool. sebelum dapat mengintegrasikan analisa gender secara tepat. Memiliki tahapan yang banyak dan juga membutuhkan waktu yang relatif lama. Dibutuhkan ketersediaan data yang relatif komprehensif di berbagai tingkatan.
LEMBAR KERJA
Petunjuk! Kelompok 1: Buatlah baseline data Kondisi Pemberdayaan Perempuan dalam Ekonomi secara umum dalam M4P dengan menggunakan tools atau parameter menilai perubahan WEE dalam M4P seperti yang dimuat dalam bahan bacaan! Kelompok 2: Buatlah baseline data Kondisi Pemberdayaan Perempuan dalam EKonomi dalam kasus sapi dengan menggunakan tools atau parameter menilai perubahan WEE dalam M4P seperti yang dimuat dalam bahan bacaan! Kelompok 3: Lakukanlah Analisa M4P dengan menggunakan perspektif WEE dengan bantuan bahan bacaan untuk kasus Rumput Laut. Kelompok 4: Lakukan analisa sistem pasar dengan menggunakan kerangka Sistem Pasar yang dikaji dari perspektif Gender (WEE), dengan bantuan bahan bacaan. Adapun studi kasusnya mengkaji pasar tenun. Catatan: Tugas yang diberikan untuk masing-masing kelompok bisa diganti sesuai dengan komoditi pilihan di Kabupaten/Kota yang bersangkutan.
108
Pokok Bahasan IX Analisis Gender dalam Assessment Enviromental Chain dan Perubahan Iklim
Pokok Bahasan IX Analisis Gender dalam Asesment Enviromental Chain dan Perubahan Iklim
PENGANTAR
Praktik pengembangan ekonomi selama ratusan tahun tidak menaruh perhatian terhadap dampak lingkungan hidup dan perubahan iklim. Eksploitasi yang dilakukan untuk mengejar pertumbuhan ekonomi telah menimbulkan kerusakan lingkungan yang parah. Keadaan makin diperburuk dengan perubahan iklim yang menimbulkan dampak negatif bagi kelangsungan hidup manusia dan kelangsungan pertumbuhan ekonomi. Jika hal ini terus menerus terjadi keadaan ini akan berdampak buruk bagi perempuan dan anak. Merekalah akan menjadi korban utama dari makin sulitnya air bersih, ataupun dampak dair pengunaan pestisida dan lainnya. Oleh karenanya dalam melakukan assessment enviromental chain dan perubahan iklim juga perlu dipertajam dengan analisis gender.
TUJUAN SESI › Peserta mengetahui bagaimana analisis gender dapat diintegrasikan dalam asessment enviromental chain dan climate change. › Peserta mampu mengembangkan sejumlah pertanyaan untuk melakukan analisis gender dalam assessment enviromental chain. METODE
› Diskusi kelompok › Diskusi kelas
ALAT DAN BAHAN
› LCD › Laptop › Kertas plano › Solatip › Spidol › Bahan Bacaan › Lembar Kerja
WAKTU
PROSES
120 menit
› Fasilitator menyampaikan tujuan sesi. Alokasi waktu 5 menit. › Fasilitator mengantarkan diskusi dengan mempresentasikan tentang konsep enviromental chain asessment sebagaimana yang tersedia dalam bahan bacaan. Waktu yang dialokasikan untuk ini 40 menit › Kemudian fasilitator meminta peserta dibagi ke dalam 4 kelompok untuk mendiskusikan bahan sesuai dengan lembar kerja. Alokasi waktu sebesar 30 menit.
112
Pokok Bahasan IX Analisis Gender dalam Asesment Enviromental Chain dan Perubahan Iklim
› Setelah selesai berdiskusi, fasilitator meminta satu kelompok untuk presentasi dan kelompok lainnya menanggapi. Waktu untuk ini selama 30 menit › Kemudian fasilitator bersama dengan peserta mengidentifikasikan poin-poin penting dari hasil diskusi sesi materi ini. Alokasi waktu 15 menit.
LAMPIRAN
Bahan Bacaan › Yang dimaksud dengan aspek lingkungan dari rantai nilai produk, yaitu Integrasi dari pertimbangan-pertimbangan lingkungan ke dalam seluruh rangkaian kegiatan dalam membuat sebuah produk dari konsep sampai ke bagian akhir dari proses pembuatan produk. Tujuan akhir dari integrasi lingkungan adalah untuk mengurangi dampak negatif dan meningkatkan dampak positifnya. › Faktor lingkungan hidup dan perubahan iklim termasuk di dalam rantai nilai karena sebagian besar kegiatan-kegiatan ekonomi membutuhkan input-input dari lingkungan (misalnya sumberdaya alam, energi), dan menghasilkan sampah untuk lingkungan juga › Semakin panjang rantai nilai sebuah produk, semakin besar volume perdagangannya, semakin besar pula dampak lingkungannya › Metode untuk memahami dampak lingkungan sebuah produk dapat dilihat dengan menggunakan Assessment Life Cycle Assessment. Contoh Hasil Assessment › Peternakan Sapi
Isu Lingkungan
Dampak
Solusi
1. Penyiapan lahan
Penggembalaan liar
Merusak tanaman warga Kotoran Sapi terhambur
Tanaman/kebun warga harus dipagar Sapi dikandangkan atau dibuat ranch
2. Penyediaan Bibit * Belum melihat ada isu lingkungan dalam penyediaan bibit, kondisi yang terjadi dalam peternakan rakyat, pembibitan sapi masih banyak melalui kawin alam, tetapi untuk pembibitan melalui inseminasi buatan/IB kemungkinan ada isu lingkungan terkait penyediaan obat-obat dan bahan kimia untuk pembibitan.
113
Pokok Bahasan IX Analisis Gender dalam Asesment Enviromental Chain dan Perubahan Iklim
Isu Lingkungan
Dampak
Solusi
3. Pemeliharaan (Pakan, Kandang dan Obat-obatan Vegetasi terganggu Kotoran sapi tidak terolah
Ketersediaan pakan alam ternak habis Polusi udara dan gas metan
Penanaman pakan hijau ternak Pembagian wilayah merumput K otoran sapi diolah menjadi kompos dan biogas
4. Pemotongan Limbah
Polusi udara dan penyakit
IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah
5. Penjualan Standar kesehatan daging
Kesehatan konsumen terganggu
IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah
6. Pengolahan (Daging, Kulit dan Tulang)
Limbah
Polusi udara dan penyakit
IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah Sertifikasi produk yang ramah lingkungan
Sumber: Laporan Pemetaan Isu Lingkungan, NSLIC, 2017.
› Sektor Pariwisata; Souvenir dari kulit kerang Isu Lingkungan
Dampak
Solusi
1. Penyiapan bahan baku/bahan pendukung Keterbatasan bahan baku
Ketidakpastian produksi
Kemitraan dengan
Kualitas bahan baku tidak
pembudidaya
standar
Budidaya sendiri
Bahan pendukung dari luar daerah 2. Penyiapan mesin/peralatan Peralatan mahal
Produksi tradisional
Bantuan pemerintah
Terjadi polusi
Menyediakan mesin/peralatan berbahan bakar ramah lingkungan
114
Pokok Bahasan IX Analisis Gender dalam Asesment Enviromental Chain dan Perubahan Iklim
Isu Lingkungan
Dampak
Solusi
3. Produksi Penguasaan teknologi
Kualitas produk rendah
Pelatihan
Desain produk
Pencemaran lingkungan
Bantuan teknis/desain Penanganan limbah
Limbah
4. Pemasaran Harga tidak stabil
Keuntungan tidak menentu
Ada koperasi/asosiasi, membangun kemitraan Hotel, Restoran dan Katering
Sumber: Laporan Pemetaan Isu Lingkungan, NSLIC, 2017.
Contoh hasil assessment di atas masih belum melihat dari kacamata gender. Hal yang dapat dilakukan untuk mengintegrasikan gender analisis mungkin bisa dilakukan dengan memetakan aktor pelaku. Kemudian juga dengan menambahkan dampaknya bagi perempuan dan anak sehingga pada kolom intervensi yang bisa dilakukan juga akan muncul intervensi apa yang dapat dilakukan untuk merespon dampak khusus bagi perempuan jika ada. Secara konkrit sedikit modifikasi dari tabel maka dapat membantu kacamata gender juga digunakan dalam meng-cover isu lingkungan ini.
Analisis Gender dalam Assessment Enviromental Change Isu Lingkungan
Aktor yang terlibat Laki-laki
Perempuan
Dampak Umum
Solusi
Khusus bagi perempuan dan anak
115
Pokok Bahasan IX Analisis Gender dalam Asesment Enviromental Chain dan Perubahan Iklim
Kekuatan dari Pengintegrasian Analisis Gender Pada Analisa Lingkungan: Dapat mengidentifikasikan dampak dari isu lingkungan terhadap perempuan dan anak. Solusi yang ditawarkan untuk mengatasi isu lingkungan yang ada juga akan merespon isu atau dampak dari permasalahan lingkungan terhadap perempuan dan anak. Pendekatan program/kegiatan yang akan dikembangkan menjadi lebih komprehensif karena tidak saja menjawab permasalahan lingkungan tetapi juga permasalahan gender. Kelemahan yang potensial dihadapi: Penerapannya akan sangat bergantung pada komitmen pelaku analisis Ada anggapan menambah berat bebas kerja pelaku analisis karena tidak saja melihat dimensi lingkungan hidupnya tetapi juga sekaligus melihat dimensi gendernya.
LEMBAR KERJA
Tugas Kelompok. Petunjuk! Lakukanlah analisis gender pada contoh hasil assessment kasus yang tertera di bahan bacaan dengan menggunakan form di bawah ini!
Isu Lingkungan
Aktor yang terlibat Laki-laki
116
Perempuan
Dampak Umum
Khusus bagi perempuan dan anak
Solusi
LAMPIRAN
PRE-TEST/POST-TEST PENGANTAR
Peserta pelatihan yang berasal dari beragam latar belakang merupakan wahana untuk saling bertukar pengetahuan, pemahaman, pengalaman, dan akan memperkaya jaringan kerja bagi masing-masing pihak. Demi kelancaran proses pelatihan masing-masing pihak baik pelatih dan peserta, maupun sesama peserta perlu saling megenal dan merasa nyaman dalam mengikuti proses pelatihan. Oleh karenanya dibutuhkan bina suasana untuk membangkitkan semangat para peserta pelatihan untuk mengikuti proses pelatihan.
TUJUAN SESI › Memberi kesempatan bagi peserta dan pelatih maupun peserta dan peserta lainnya saling mengenal. › Memediasi proses membangun pertemanan antarpeserta yang mungkin berasal dari latar belakang yang berbeda-beda (asal daerah, agama, tempat kerja dll.). › Menciptakan suasana belajar yang dapat membantu peserta untuk saling membuka diri, membantu sesama peserta agar mempermudah proses belajar selama pelatihan berlangsung.
METODE
› Permainan › Curah pendapat tentang harapan dan kekhawatiran
ALAT DAN BAHAN
› Flip cart › Spidol › Solatipe › Metaplan › Lembar Pegangan Fasilitator Panduan Permainan
WAKTU
45 Menit
PROSES
› Awali sesi ini dengan menyapa peserta dengan memberi apresiasi positif karena tidak semua orang bisa mengikuti pelatihan ini. Kemudian fasilitator memperkenalkan diri. Alokasi waktu untuk ini sekitar 5 menit.
119
LAMPIRAN
PRE-TEST/POST-TEST PENGANTAR
Pre test dan post test ini dilakukan sebagai alat untuk mengukur perubahan pengetahuan dari para peserta. Namun, bukan sebagai penentu peserta lulus atau tidak dari pelatihan yang diselenggarakan. Ada dua bentuk soal yang digunakan untuk pre test dan post test dalam pelatihan ini. Pertama soal multiple choice yang terdiri atas 8 soal dan yang kedua soal essay, terdiri atas 2 soal. Selamat mengerjakan! Petunjuk! Berilah tanda silang pada huruf yang anda anggap benar dari pertanyaan – pertanyaan di bawah ini. 1. Jenis kelamin dan gender merupakan dua konsep yang berbeda. Dari
pernyataan di bawah ini manakah yang benar sehubungan dengan perbedaan
antara konsep jenis kelamin dan gender! A. Jenis kelamin sesuatu yang dibawa sejak lahir, tapi tetap masih bisa dipertukarkan. Sementara gender merupakan hasil bentukan manusia yang diperoleh sebagai warisan dari generasi terdahulu. B. Jenis kelamin merupakan anugerah dari Tuhan dan tidak bisa dipertukarkan, sedangkan gender suatu hasil bentukan manusia sebagai hasil kontruksi sosial yang tidak dapat dipertukarkan. C. Jenis kelamin merupakan ciri biologis manusia sebagai anugerah dari Tuhan, sedangkan gender hasil konstruksi sosial yang selalu bisa berubah sesuai perkembangan zaman. D. Jenis kelamin merupakan ciri biologis manusia sebagai anugerah dari Tuhan, sedangkan gender hasil konstruksi sosial yang dipengaruhi oleh bawaan sejak lahir dan bisa berubah sesuai perkembangan zaman. E. Semua pernyataan di atas benar.
2. Mana di antara pernyataan di bawah ini yang paling tepat mendefinisikan
pengarusutamaan gender! A. Menempatkan perempuan dalam skala prioritas untuk setiap program/ kegiatan. B. Mengintegrasikan analisa gender dalam melakukan pekerjaan di
lingkungan pemerintah.
C. Mengintegrasikan analisa gender ke dalam perencanaan, pelaksanaan,
monitoring dan evaluasi pembangunan.
121
LAMPIRAN
D. Meningkatkan partisipasi dan peran serta perempuan dalam segala
bidang pembangunan.
E. Semua pernyataan salah. 3. Berikut ini merupakan bentuk – bentuk ketidakadilan gender, kecuali: A. Kekerasan B. Bias gender C. Stereotipe D. Double burden E. Subordinasi 4. Mana di antara pernyataan di bawah ini yang benar! A. Gender Analisa Pathway merupakan alat yang baik digunakan untuk
penyusunan rencana proyek.
B. Analisa Longwe merupakan alat yang tepat digunakan untuk monitoring
dan evaluasi.
C. Analisa Gender Model Harvard merupakan alat yang bagus digunakan
untuk perencanaan kebijakan.
D. Women Economic Empowerment merupakan alat analisis gender untuk
monitoring dan evaluasi.
E. Semua pernyataan di atas benar. 5. Berikut ini merupakan alat analisis yang diperkenalkan dalam kerangka
analisis gender model MOSER. Dari alat analisis tersebut mana yang bukan
diperkenalkan oleh MOSER! A. Analisa Tri peran. B. Analisa kebutuhan strategis dan kebutuhan praktis. C. Analisa pendekatan WID atau GAD. D. Analisa tingkat kesetaraan gender. E. Semua benar.
6. Apa yang dimaksud dengan faktor kesenjangan internal dan faktor
kesenjangan eksternal dalam matrik Analisa gender model GAP! A. Faktor kesenjangan internal berarti kesenjangan yang disebabkan oleh
internal organisasi, sedangkan faktor kesenjangan eksternal adalah
yang terjadi di masyarakat.
B. Faktor kesenjangan internal merupakan kesenjangan yang terjadi dan
122
bersumber dari diri perempuan sendiri, sedangkan kesenjangan
eksternal yaitu kesenjangan yang terjadi karena pengaruh lingkungan.
LAMPIRAN
C. Faktor kesenjangan internal, yaitu kesenjangan yang terjadi karena
faktor budaya sedangkan kesenjangan eksternal terjadai karena
tekanan dari politik dan kebijakan.
D. Faktor kesenjangan internal berarti terjadi karena diri perempuan sendiri
dan organisasinya, sedangkan faktor kesenjangan eksternal adalah
yang terjadi di masyarakat.
E. Semua benar. 7. Indikator kinerja merupakan alat yang digunakan untuk mengukur keberhasilan
sebuah program/kegiatan. Salah satu ciri dari kegiatan yang responsif gender
harus membuat target atau indikator capaian yang responsif gender juga.
Mana pernyataan dibawah ini yang benar sehubungan dengan indikator yang
responsif gender! A. Indikator yang responsif gender harus menampilkan data gender sektoral. B. Indikator yang responsif gender menampilkan data terpilah berdasarkan
jenis kelamin.
C. Indikator yang responsif gender menampilkan data kesenjangan antara
laki-laki dan perempuan.
D. Pernyataan A dan C benar. E. Semua pernyataan benar. 8. Mana diantara pernyataan di bawah ini yang merupakan alat analisis gender
yang cocok digunakan untuk Analisa ekonomi! A. Harvard. B. Women Economic Empowerment. C. Pengintegrasian Analisa Gender dalam Market Chain Asessment. D. Pernyataan A dan B benar. E. Semua benar.
Petunjuk! Jawablah pertanyaan berikut ini dengan baik dan benar! 9. Sebutkan langkah-langkah kunci dalam pengintegrasian alat Analisa gender
Women Economic Empowerment dalam Market Chain Asessment!
10. Jelaskan apa kekuatan dan kelemahan pengintegrasian Analisa Gender dalam
Market Chain Asessment!
123
KUNCI JAWABAN PRE-TEST/POST-TEST
1. C 2. C 3. B 4. B 5. D 6. A 7. B 8. D 9. Langkah-langkah kunci untuk pengintegrasian analisa gender (WEE) ke dalam
Market Chain Asessment (M4P) adalah sebagai berikut: 1. Membangun kerangka kerja strategis: Mengidentifikasi/menentukan tujuan
2. Memahami sistem pasar: melakukan analisa gender.
3. Mendefinisikan keberlanjutan hasil yang ingin dicapai: Mengidentifikasikan
tujuan khusus yang ingin dicapai perempuan dan peluang untuk
pencapaian dalam sistem pasar.
4. Menfasilitasi perubahan sistemik: Mengidentifikasikan hal-hal apa yang
124
Pemberdayaan Ekonomi Perempuan secara eksplisit.
perlu dilakukan atau difasilitasi untuk mendorong pencapaian WEE.
5. Menilai perubahan (Assessing Change): Mengembangkan indikator yang
secara eksplisit mengukur perubahan dalam Pemberdayaan Ekonomi
Perempuan (WEE).
KUNCI JAWABAN PRE-TEST/POST-TEST
10. Berikut kekuatan dan kelemahan pengintegrasian analisa gender dalam
Market Chain Asessment:
Kekuatan pengintegrasian alat analisis gender-WEE dalam Market Chain Asessment:
• Dapat memetakan posisi perempuan dalam market chain (rantai pasar).
• Mampu menyajikan hasil analisa relasi kuasa antara laki-laki dan
perempuan dalam sistem pasar.
• Mampu mengidentifikasikan gap yang ada dan juga dapat menjadi acuan
untuk menawarkan intervensi aksi yang harus dilakukan untuk mengatasi
gap.
• Dapat mengetahui sejauh mana dampak dari intervensi yang dilakukan
dalam bentuk kebijakan/program/kegiatan yang dilakukan dapat
meningkatkan pendapatan perempuan.
Kelemahan dari alat analisis gender – WEE dalam Market Chain Asessment:
• Alatnya relatif rumit dan kompleks
• Dibutuhkan kemampuan untuk mengetahui dan memahami market chain
assessment tool sebelum dapat mengintegrasikan analisa gender secara
tepat.
• Memiliki tahapan yang banyak dan juga membutuhkan waktu yang relatif
lama
• Dibutuhkan ketersediaan data yang relatif komprehensif di berbagai
tingkatan.
125
DAFTAR PUSTAKA
Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan, Modul Fasilitasi Pelatihan
Pengarusutamaan Gender bagi Fasilitator Kategori Pengembangan,
Jakarta: Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan, 2006.
March, Candida, et.al, A Guide to Gender-Analysis Frameworks, Oxford: Oxfam, 2005. Moser,Caroline, Gender Planning and Development Theory, Practice and Training,
London: Roudledge, 1993.
Mastuti, Sri, Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender untuk
Pencapaian SPM dan MDGs, Jakarta: BASICS, 2014.
Mastuti, Sri, Panduan Perencanaan dan Penganggaran yang Responsif Gender
Bidang Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, Jakarta: Kementerian
Koperasi Usaha Kecil dan Menengah dan Kementerian Pemberdayaan
Perempuan dan Perlindungan Anak, 2010.
SIDA, Tool: Integrating Women Economic Empowerment into M4P Approaches, 2013
127
NSLIC/NSELRED Project: World Trade Center (WTC) 5, 10th floor Jl. Jenderal Sudirman Kav. 29-31 Jakarta 12920, Indonesia Tel: +62 21 5262282, +62 21 526 8668 www.nslic.or.id
NSLIC Project
@NslicNselred